Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang, dimana sedang


melaksanakan pembangunan di segala bidang. Salah satunya adalah bidang
kesehatan. GBHN telah menetapkan bahwa pembangunan yang sedang kita
galakkan bersama dewasa ini bertujuan untuk membangun manusia Indonesia
seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya.

Kolesterol merupakan suatu senyawa lemak yang lunak seperti lilin (wax).
Sebagian besar kebutuhan kolesterol tubuh dibuat oleh hati, tetapi kolesterol
tambahan juga didapat dari makanan seperti kuning telur, daging, ayam, makanan
laut dan susu. Dalam kondisi normal, kolesterol yang dibentuk oleh tubuh
jumlahnya dua kali lipat dari kadar kolesterol makanan yang kita konsumsi. Kadar
kolesterol dalam darah dan jaringan digunakan sebagai sumber energi,
membentuk dinding sel-sel dalam tubuh, dan sebagai bahan dasar pembentukan
hormon-hormon steroid.

Penyebab utama peningkatan kolesterol dalam darah adalah faktor


keturunan dan asupan lemak tinggi.Asupan lemak total berhungan
dengan,kegemukan yang merupakan faktor resiko utama terserang aterosklerosis.
Dengan kegemukan otomatis berhubungan dengan IMT (indeks massa tubuh)
seseorang. Hiperkolesterolemia merupakan salah satu kelainan kadar lemak dalam
darah (dislipidemia) berupa peningkatan kadar kolesterol total puasa di dalam
darah. Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total,
kolesterol Low Density Lipoproptein (LDL), trigliserida dan penurunan Kadar
Kolesterol High density Lipoprotein (HDL). Peningkatan kadar
kolesterol,terutama LDL atau Trigliserida darah perlu mendapat perhatian karena
merupakan predisposisi terhadap terjadinya aterosklerosis atau penyakit jantung
koroner(Almatsier, 2005). Kadar lemak darah terdiri dari Trigliserida (normal : 40
– 155 mg/dl ), Kolesterol total ( normal < 200 mg/dl ), HDL (normal 35-55 mg/dl
) dan LDL ( normal < 130 mg/dl )( Almatsier, 2005).

Penelitian yang dilakukan oleh Monica (1994) menyatakan bahwa di


Indonesia, angka kejadian hiperkolesterolemia sebesar 16,2% terjadi pada wanita
dan 14% pria. Penderita hiperkolesterolemia pada generasi muda yaitu berusia 25-
34 tahun mencapai 9,3% terjadi pada laki-laki, dan 14,5% terjadi pada wanita.
Berdasarkan penelitian Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah Tahun (2006)
mendapatkan hasil bahwa prevalensi hiperkolesterolemia sebesar 26,1 % terjadi
pada laki-laki dan 25,9 % pada perempuan.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis ingin mempelajari lebih lanjut


tentang hiperkolesterolemia dan penyakit-penyakit yang timbul akibat adanya
hiperkolesterolemia.
(????)
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan hiperkolesterolemia?
2. Apa saja faktor yang mempengaruhi terjadinya hiperkolesterolemia?
3. Bagaimana upaya pencegahan hiperkolesterolemia?
4. Bagaimana upaya pengobatan terhadap hiperkolesterolemia?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dan penjelasan tentang hiperkolesterolemia
2. Mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya
hiperkolesterolemia
3. Mengetahui berbagai upaya pencegahan hiperkolesterolemia
4. Mengetahui metode pengobatan yang dapat ditempuh terhadap
hiperkolesterolemia
BAB II
PEMBAHASAN

Hiperkolesterol adalah suatu kondisi di mana kolesterol dalam tubuh


sudah melebihi kadar normal dalam darah. Kadar kolesterol yang berlenihan akan
mengendap di saluran peredaran darah sehingga mempersempit saluran aliran
darah dan mengganggu sistem peredaran darah normal.

(Wirawan, 2013)

Hiperkolesterol dapat meningkatkan risiko terkena aterosklerosis, penyakit


jantung koroner, pankreatitis (peradangan pada organ pankreas), diabetes melitus,
gangguan tiroid, penyakit hepar & penyakit ginjal. Pada kondisi tersebut apabila
terjadi dalam jangka panjang menyebabkan terbentuknya gumpalan lemak dalam
pembuluh darah sehingga dapat berisiko aterosklerosis. Aterosklerosis memiliki
pengaruh terhadap timbulnya penyakit jantung dan pembuluh darah. Pada
penyakit jantung dan pembuluh darah yang disebabkan aterosklerosis pembuluh
darah mengalami penyempitan dan pengerasan. Hal ini menghambat aliran darah
yang kaya oksigen menuju ke jantung.

(Muhammad Yani, 2015)

Hiperkolesterolemia atau peningkatan kadar kolesterol total umumnya


tidal menimbulkan gejala di awal, sehingga pemeriksaan untuk pencegahan dan
pemeriksaan rutin kadar kolesterol diperlukan sebagai tindakan pencegahan bagi
individu yang beresiko tinggi.

(Alyssa Fairudz dan Khairun Nisa, 2015)

Hiperkolesterolemia atau hiperkolesterolemia gabungan familial, mereka


yang memiliki bentuk homozigot dari gangguan ini dapat mengalami infark
miokard atau kejadian lain selama masa kanak-kanak atau dini masa remaja.
Familial hypercholesterolemia sering didiagnosis pada masa remaja dan ditandai
oleh kadar LDL (Low Density Lipoprotein) tinggi yang bisa menjadi refrakter
terhadap pengobatan diet. Pasien ini dapat hadir secara klinis Xanthomas atau
xanthelasma - deposit kolesterol di bawah kulit di tangan, siku, lutut, tumit atau
kelopak mata.

(Dari Medi)

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan seseorang beresiko tinggi


hiperkolesterolemia adalah obesitas atau kegemukan, makanan tinggi asam lemak
dan lemak jenuh biasanya makanan yang digoreng, makanan rendah serat, kurang
beraktifitas fisik dan merokok. Obesitas merupakan kondisi kelebihan akumulasi
lemak pada jaringan adipose tubuh. Penyebab tersimpannya lemak dalam tubuh
adalah kelebihan pemasukan energy daripada yang dikeluarkan.

(Felomina et al., 2016)

Kondisi obesitas dan overweight berelasi dengan level kolesterol.


Kolesterol merupakan jenis lipid yang dapat ditemukan dalam plasma darah.
Kandungan kolesterol darah dinyatakan normal jika berada pada kisaran 200-240
mg/Dl(1 dl = 100ml) serum darah. Low density Lipoprotein (LDL) atau kolesterol
jahat adalah kolesterol yang berdensitas rendah, lengket, dan dapat menggumpal
pada pembuluh darah. Dikatakan kolesterol jahat karena, LDL dapat memebentuk
plak ateroklerosis yang dapat memepersempit pembuluh darah. High Density
Lipoprotein (HDL) adlah kolesterol berdensitas tinggi yang tidak menggumpal.
Disebut juga dengan kolesterol baik karena dapat membersihkan kolesterol jahat
dalam darah. Sedangkan untuk LDL dan HDL dikatakan normal bila masing-
masing ada dalam darah sebesar <130mg/dl dan >40mg/dl.

High Density Lipoprotein (HDL) merupakan jenis kolesterol yang


mamapu melakuka transportkolesterol terbalik, dengan cara mengambil kolesterol
dari plak arteroklerosis (atau jaringan lainnya) dan mengangkutnya ke jaringan
hati. Kolesterol tersebut akan dikatabolisme dan disekresi sebagai asam empedu.
Lipoprotein jenis ini juga mencegah arteroklerosis melalui mekanisme lainnya.

(Alyssa Fairudz dan Khairun Nisa, 2015)

Peningkatan kadar kolesterol tersebut dapat ditekan dengan pengaturan


pola diit. Pengaturan pola diit untuk menurunkan kadar kolesterol dilakukan
dengan mengontrol asupan zat gizi secara seimbang sesuai dengan kebutuhan.
Asupan serat yang tinggi dapat menurunkan kadar kolesterol dengan cara
meningkatkan pengeluaran cairan empedu. Selain itu bakteri di dalam usus
memfermentasi serat untuk memproduksi asam asetat propionate, dan butirat yang
berfungsi untuk menghambat sintesis kolesterol (Soeharto, 2014).

(Vito dan Deny, 2013 )

Beberapa rekomendasi dari diet khusus meliputi:

1. Penurunan konsumsi lemak jenuh: Mengurangi lemak jenuh dianggap paling


banyak Dampaknya dalam menurunkan LDL (Low Density Lipoprotein).
Sumber termasuk margarin tongkat, minyak dan lemak terhidrogenasi parsial,
Butiran kacang terhidrogenasi, produk roti komersial, makanan gorengan
komersial (mis., Prancis Kentang goreng) dan produk hewani yang tinggi
lemak.
2. Turunan asam trans-lemak menurun: Asam lemak trans diperkirakan
meningkatkan kadar LDL (Low Density Lipoprotein) Hampir sama dengan
lemak jenuh dan nampaknya menurunkan HDL.
3. Mengurangi asupan kolesterol diet: Meskipun responsif terhadap diet
Kolesterol bervariasi, masih dianggap penting dalam pengurangan LDL (Low
Density Lipoprotein Pasien diabetes mungkin Lebih peka terhadap asupan
kolesterol diet, Yang hanya ditemukan pada produk hewani.
4. Dorong asupan lemak rendah sampai sedang: Saat ini jenis lemak yang
dikonsumsi adalah Menekankan asupan lemak total yang pernah dianggap
sebagai faktor terpenting Menurunkan kolesterol AAP dan AHA telah
menempatkan batas atas dan bawah pada asupan lemak Mencegah kekurangan
nutrisi yang mungkin terjadi dengan diet rendah lemak dan untuk menghindari
kemungkinan efek samping Diet tinggi karbohidrat pada HDL dan TG.4
5. Saldo komposisi asam lemak diet: Asam lemak tak jenuh ganda dan tak jenuh
tunggal Dapat menurunkan LDL (Low Density Lipoprotein dan disarankan
sebagai pengganti lemak jenuh.
6. Dorong konsumsi asam lemak omega-3: Karena hubungannya dengan TG
rendah dan Efek perlindungan kardio lainnya, AHA merekomendasikan
setidaknya 1 tepung ikan berlemak atau sumber lainnya Asam lemak omega 3
per minggu.
7. Meningkatkan asupan serat makanan: Serat larut dapat berkontribusi pada
pengurangan LDL (Low Density Lipoprotein) dan sekarang bersifat formal
Bagian dari rekomendasi diet hyperlipidemia Buah-buahan, sayuran, sereal,
gandum, biji-bijian, Dan kacang polong adalah sumber serat larut yang baik.
8. Dorong sumber makanan antioksidan: Karotenoid dan vitamin C dan E telah
dikaitkan Dengan risiko PJK lebih rendah. Merekomendasikan makanan kaya
antioksidan seperti biji-bijian utuh, buah sitrus, Melon, berry dan sayuran
berwarna oranye gelap / kuning atau berdaun hijau bukan suplemen.
9. Mengurangi kadar homosistein serum: Tingkat homosistein yang lebih tinggi
terkait dengan darah Risiko CHD lebih besar Asupan folat dan vitamin B6 dan
B12 yang cukup baik serta total lemak Pembatasan dapat menjaga tingkat
homosistein rendah.12 Sumber makanan dari nutrisi ini meliputi buah-buahan,
Sayuran hijau dan berdaun hijau, sereal yang diperkaya, biji-bijian, daging
tanpa lemak dan unggas.
10. Sterol tanaman tidak disarankan: Makanan yang mengandung nabati
mengandung asinan lebih rendah LDL (Low Density Lipoprotein), tapi bisa
menurunkan penyerapan vitamin yang larut dalam lemak. AHA
merekomendasikan hal ini Makanan, seperti spread "tabir jenis margarin" dan
salad dressing, terutama untuk Orang dewasa, 13 dan hanya boleh digunakan
oleh remaja yang mengalami hiperlipidemia dan dimonitor secara ketat Untuk
pertumbuhan.
(dari medi)

Kadar kolesterol total dapat dipengaruhi oleh asupan zat gizi, yaitu dari
makanan yang merupakan sumber lemak. Peningkatan konsumsi lemak sebanyak
100 mg/hari dapat meningkatkan kolesterol total sebanyak 2-3 mg/dl. Keadaan ini
dapat berpengaruh pada proses biosintesis kolesterol.

Sintesis kolesterol dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya penurunan


aktivitas HMG KoA reduktase yang dapat menurunkan sintesis kolesterol. Untuk
menurunkan sintesis kolesterol yaitu dengan mengkonsumsi serat serta vitamin
yang tinggi sehingga kadar kolesterol dalam darah menurun. Penanganan
diperlukan untuk mengendalikan kadar kolesterol darah sebagai upaya mencegah
terjadinya dampak lebih lanjut dari hiperkolesterol.

(Muhammad Yani, 2015)

Buah dan sayur merupakan asupan zat gizi yang tinggi kandungan serat.
Selain itu, buah dan sayur juga mengandung antioksidan berupa flavonoid
(Maryanto et al., 2004). Flavonoid merupakan zat aktif yang memiliki pengaruh
terhadap kadar profil lipid dengan cara mengaktifkan sistem multi enzim seperti
citocrome P-450 dan b5 yang mempunyai fungsi mengikat kadar kolesterol dan
cairan empedu untuk dieksresikan. Flavonoid terdiri dari 6 kelompok utama, yaitu
chalone, flavon, flavonol, flavonon, anthocyanin dan isoflavonoids. Penelitian
terdahulu menunjukan bahwa pemberian 160 mg anthocyanin yang diberikan dua
kali/hari selama 12 minggu pada 78 wanita dan 42 pria usia 40-65 tahun yang
mengalami dislipidemia terbukti dapat menurunkan kadar kolesterol total sebesar
5,7 mg/dl (Qin Y, 2009).
(Vito dan Deny, 2013 )

Kadar kolesterol darah dipengaruhi oleh berbagai faktor di antaranya


adalah konsumsi pangan dan aktivitas fisik. Davison (2012) mengungkapkan
bahwa kadar kolesterol dipengaruhi oleh asupan lemak, karbohidrat, dan protein.
Menurut Mahan dan Escott-Stump (2008) asupan serat, asupan kolesterol dari
pangan dan aktivitas fisik juga dapat memengaruhi kadar kolesterol darah. Berikut
beberapa faktor yang mempengaruhi kadar kolesterol, diantaranya yaitu:

1. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik berpengaruh terhadap kadar kolesterol darah. Aktivitas fisik
yang rendah akan mendorong keseimbangan energi ke arah positif sehingga
mengarah pada penyimpanan energi dan penambahan berat badan, akibatnya
akan berpengaruh terhadap peningkatan kadar kolesterol darah, begitu pula
sebaliknya (Sihadi 2006).
2. Status Gizi dan Kadar Kolesterol Darah
Al-Shalah (2010) dan Ayer et al. (2011) menyatakan bahwa rokok
merupakan salah satu penyebab radikal bebas yang dapat menurunkan kadar
HDL dalam darah sehingga menyebabkan peningkat-an kadar kolesterol
darah.

3. Konsumsi Pangan Subjek


Asupan zat gizi dan non gizi pada subjek pria lebih tinggi diban-ding
subjek wanita. Hal ini dikarenakan konsumsi pangan tiap-tiap kelompok
sebagian besar lebih tinggi pada subjek pria dibanding wanita. meskipun
secara rata-rata setiap asupan zat gizi maupun zat gizi lebih tinggi pada
subjek pria, namun tidak terdapat perbedaan yang nyata dalam hal asupan
berdasarkan jenis kelamin.
4. Tingkat Kecukupan dan Kategori Asupan Zat Gizi dan Non Gizi
Asupan serat rata-rata sebagian besar subjek berada pada kategori
sangat kurang. Asupan serat pangan rata-rata subjek berkisar antara 7.90—
8.31 g/kap/hari, angka ini masih jauh dari asupan serat pangan yang
dianjurkan yaitu sebesar 25—30 g/hari (Mahan & Escott-Stump 2008).
5. Konsumsi Pangan yang Mengandung Kolesterol pada Subjek
Asupan kolesterol subjek dapat ditentukan setelah mengetahui
konsumsi pangan sumber kolesterol subjek dan kadar kolesterol pada
pangan tersebut. Menurut Mahan dan Escott-Stump (2008), batas anjuran
konsumsi kolesterol dalam makanan adalah ≤ 300 mg/hari.
(Tunggul Waloya et al., 2013)

Menurut asumsi peneliti bahwa pengetahuan berhubungan dengan tindakan


pencegahan pasien hiperkolesterolemia, hal ini disebabkan oleh :

1. Pengetahuan
Pengetahuan berpengaruh dalam meningkatkan pencegahan
hipercholestrolemia, semakin banyak pengetahuan yang pasien tahu, maka
semakin baik pula pasien dalam mencegah terjadinya hypercholesterolemia.
Menurut analisa Univariat yang telah dilakukan karakteristik responden
berdasarkan pengetahuan paling banyak responden berpengetahuan cukup
yaitu 55 orang (56,7%).
Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan adalah merupakan hasil
dari tahu dan hal ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap
obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni
indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan
seseorang juga dapat diperoleh dari pengalaman pribadi atau pengalaman
orang lain (Notoatmojo 2003).

2. Usia
Usia berpengaruh dalam meningkatkan pencegahan
hipercholestrolemia, semakin bertambahnya usia semakin banyak juga
pengalaman yang dimiliki seseorang dan dengan pengalaman yang pasien
miliki dapat mempengaruhi dalam melakukan tindakan pencegahan diri agar
terhindar dari masalah kesehatan. Menurut analisa Univariat yang telah
dilakukan, pada karakteristik responden berdasarkan umur yang paling
banyak responden berumur ≥ 60 tahun.
Menurut Stuart & Laraia (2005), usia merupakan salah satu faktor
yang penting dalam mempelajari masalah kesehatan dan sosial. Semakin tua
umur seseorang maka semakin banyak pengalaman yang dimiliki sehingga
tingkat pengetahuan semakin baik. Teori tersebut juga didukung dengan
teori Nursalam & Pariani (2001), dalam Suhaidah (2013) yang mengatakan
semakin tua seseorang maka semakin konstruktif dalam menerima informasi
yang didapat dan semakin banyak pengetahuan yang dimiliki. Hal ini
membuktikan semakin baik pengetahuan responden maka semakin baik juga
pencegahan yang dapat dilakukan oleh responden.
(Dokal et al., 2016)

Penanganan diperlukan untuk mengendalikan kadar kolesterol darah sebagai


upaya mencegah terjadinya dampak lebih lanjut dari hiperkolesterol. Therapeutic
Lifestyle Changes (TLC) mencakup penurunan asupan lemak jenuh dan
kolesterol, pemilihan bahan makanan yang dapat menurunkan kadar LDL,
penurunan berat badan, dan peningkatan aktivitas fisik yang teratur. Perubahan
gaya hidup sangat dipengaruhi oleh motivasi diri dan lingkungan yang
memerlukan konseling gizi yang baik dan berkelanjutan.

Adult Treatment Panel III (ATP III) merekomendasikan pendekatan


multifaktor untuk menurunkan risiko terjadinya CHD. Pendekatan ini disebut
sebagai TLC5 yang meliputi:

1. Mengurangi asupan lemak jenuh (saturated fat) dan kolesterol


a. Lemak Jenuh
Lemak jenuh merupakan komponen utama makanan yang
menentukan kadar LDL serum. Pengaruh lemak jenuh terhadap
kolesterol total dalam serum telah banyak diteliti. Analisis dari
beberapa penelitian menunjukkan bahwa setiap peningkatan 1% kalori
dari lemak jenuh akan disertai peningkatan LDL serum sebesar 2%.
Sebaliknya, penurunan 1% asupan lemak jenuh dapat menurunkan
kadar LDL serum sebesar 2%. Uji terbaru telah membuktikan efikasi
diet rendah lemak jenuh dalam menurunkan kadar LDL. Sebagai
contoh, penelitian DELTA yang meneliti pengaruh pengurangan diet
lemak jenuh dari 15% hingga 6,1% kebutuhan energi total. Hasil yang
diperoleh adalah pada diet rendah lemak jenuh, kolesterol LDL dapat
dikurangi hingga 11%.
Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa populasi yang
mengkonsumsi makanan tinggi lemak jenuh dan kolesterol berisiko
tinggi mengalami CHD. Metaanalisis yang dilakukan oleh Gordon,
menunjukkan bahwa penurunan asupan lemak jenuh dapat
mengurangi kolesterol serum sehingga risiko terjadinya CHD
menurun secara bermakna sebesar 24%.
b. Kolesterol
Metaanalisis terbaru menunjukkan diet tinggi kolesterol dapat
meningkatkan kadar LDL. Bahan makanan yang mengandung
kolesterol yaitu produk-produk hewani, susu sapi, daging, serta telur.
Beberapa data epidemiologi, antara lain The Western Electric Study,
menunjukkan bahwa diet tinggi kolesterol dapat meningkatkan risiko
terkena penyakit jantung melalui pengaruh diet terhadap LDL serum.

2. Memilih sumber makanan yang dapat menurunkan kolesterol (stanol/


sterol, serat larut air, serta soy protein)
a. Stanol/ Sterol Tumbuhan
Sterol dapat dijumpai pada kacang kedelai dan dari minyak
pohon pinus. Sterol dari tumbuhan minyak cemara dapat diesterifikasi
dengan lemak tidak jenuh (unsaturated fatty acid) membentuk ester
sterol yang dapat meningkatkan kelarutan lemak. Sebuah penelitian
menunjukkan bahwa asupan yang berasal dari tumbhan stanol/sterol
ester sebesar 2-3 gram perhari mampu menurunkan kadar LDL
sebesar 6- 15% tanpa mengubah kadar HDL dan trigliserida.
Penelitian lain menunjukkan konsumsi susu fermentasi yang
diperkaya sterol secara rutin setiap hari mampu menurunkan kadar
LDL serum sebesar 10,6%.
b. Peningkatan asupan serat larut
Peningkatan serat larut 5- 10 gram perhari dapat mengakibatkan
penurunan LDL sekitar 5%.
c. Protein Soya
Soy protein tergolong diet rendah lemak jenuh dan rendah
kolesterol. Salah satu penelitian melaporkan bahwa konsumsi protein
soya 25 gram perhari disertai diet rendah lemak jenuh dan kolesterol,
dapat menurunkan kadar LDL sekitar 5%. Protein soya mengandung
isoflavon, serat, dan saponin. Terdapat bukti penelitian yang
menunjukkan penurunan LDL serum bergantung pada kandungan
isoflavon dalam protein soya, meskipun data yang digunakan untuk
menyimpulkan masih kurang adekuat. Asupan tinggi protein soya
dapat menghasilkan penurunan ringan kadar LDL, terutama bila
digunakan untuk mengganti produk hewani.
3. Penurunan Berat Badan
Obesitas berkaitan dengan peningkatan risiko terjadinya
hiperlipidemia, CHD, sindrom metabolik, hipertensi, stroke, diabetes
melitus, osteoartritis, gout, serta keganasan. Panduan dari ATP III
menekankan penurunan berat badan pada pasien overweight dan obesitas
sebagai bagian dari intervensi penurunan LDL serum. Pada 12 minggu
pertama, pasien menjalani pengaturan makan untuk menurunkan LDL
serum sebelum diperkenalkan intervensi penurunan berat badan. Tujuan
awal intervensi penurunan berat badan yaitu menurunkan berat sekitar 10%
selama 6 bulan.

4. Meningkatkan Aktivitas Fisik yang Teratur


Berdasarkan panduan ATP III, aktivitas fisik yang teratur amat
ditekankan karena berperan penting dalam penanganan sindrom metabolik.
Peningkatan aktivitas fisik dapat menurunkan kadar LDL, very low-density
lipoprotein cholesterol, dan trigliserida, serta meningkatkan HDL. Tujuan
peningkatan aktivitas fisik pada pasien hiperkolesterolemia yaitu untuk
menciptakan keseimbangan energi, mengurangi risiko terjadinya sindrom
metabolik, serta menurunkan risiko terjadinya CHD. Aktivitas fisik yang
direkomendasikan yaitu aktivitas fisik dengan intensitas moderat selama 30
menit setiap harinya dan dilakukan minimal 3-4 kali dalam seminggu.
Pada pasien hiperkolesterolemia dengan gaya hidup sedentary,
dianjurkan untuk memulai aktivitas fisik yang kemudian ditingkatkan secara
bertahap.
(Muhammad Yani, 2015)

Peran olahraga sangat berpengaruh dalam upaya menurunkan kadar


kolesterol darah. Menurut Grodner, Roth, & Walkingshaw (2012), meningkatkan
tingkat aktivitas dan mengonsumsi makanan rendah lemak adalah cara yang
paling tepat untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Di lain pihak olahraga
merupakan aktifitas fisik yang merupakan salah satu intervensi yang disarankan
dilakukan untuk menangani hiperkolesterolemia. Beberapa penelitian juga
membuktikan bahwa olahraga seperti aerobic dengan intensitas sedang yang
dilakukan minimal 30 menit perhari dan 5 hari seminggu berhasil mem[erbaiki
profil lemak darah.
(Yunus Elon dan J. Polancos, 2015)
BAB III
KESIMPULAN

Hiperkolesterol adalah suatu keadaan dimana kadar kolesterol dalam tubuh


melebihi keadaan normal Hiperkolesterol dapat meningkatkan risiko terkena
aterosklerosis, penyakit jantung koroner, pankreatitis (peradangan pada organ
pankreas), diabetes melitus, gangguan tiroid, penyakit hepar & penyakit ginjal.

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan seseorang beresiko tinggi


hiperkolesterolemia adalah obesitas atau kegemukan, makanan tinggi asam lemak
dan lemak jenuh biasanya makanan yang digoreng, makanan rendah serat, kurang
beraktifitas fisik dan merokok.

Penanganan diperlukan untuk mengendalikan kadar kolesterol darah


sebagai upaya mencegah terjadinya dampak lebih lanjut dari hiperkolesterol.
Therapeutic Lifestyle Changes (TLC) mencakup penurunan asupan lemak jenuh
dan kolesterol, pemilihan bahan makanan yang dapat menurunkan kadar LDL,
penurunan berat badan, dan peningkatan aktivitas fisik yang teratur.
Daftar Pustaka

Andygian, V. dan Fitranti, Deny Y. 2013. Pengaruh Pemberian Jus Kulit Delima
(Punica granatum) Terhadap Kadar Kolesterol Total Wanita
Hiperkolesterolemia. Semarang : Universitas Diponegoro.
Dokal, W.L.N., Rumende, R.R.H., dan Akay, T. 2016. Hubungan Pengetahuan
dengan Tindakan Pencegahan Pasien Hiperkolesterolemia di
Wilayah Puskesmas Touluaan Kecamatan Touluaan Kabupaten
Minahasa Tenggara. Buletin Sariputra, Juni; Volume 6 (2).
Elon, Yunus dan Polancos, Jacqueline. 2015. Manfaat Jeruk Nipis (Citrus
aurantifolia) dan Olahraga Untuk Menurunkan Kolesterol Total
Klien Dewasa. Jurnal Skolastik Keperawatan, Juli – Desember;
Vol. 1, No.2.
Fairudz, Alyssa dan Nisa, Khairun. 2015. Pengaruh Serat Pangan Terhadap Kadar
Kolesterol Penderita Overweight. Lampung : Fakultas
Kedokteran, Universitas Lampung, November; Volume 4, Nomor
8.
Jempormase, Felomina., Boddhi W., Kepel, Billy J. 2016. Prevalensi
hiperkolesterolemia pada remaja obes di Kabupaten Minahasa.
Jurnal e-Biomedik (eBm), Januari- Juni; Volume 4, Nomor 1.
Muhammad Yani. 2015. Mengendalikan Kadar Kolesterol pada
Hiperkolesterolemia. Jurnal Olaharaga Prestasi, Juli; Volume 11,
Nomor 2.
Tunggul Waloya, Rimbawan, dan Nuri Andarwulan. 2013. Hubungan Antara
Konsumsi Pangan dan Aktivitas Fisik dengan Kadar Kolesterol
Darah Pria dan Wanita Dewasa di Bogor. Jurnal Gizi dan
Pangan, Maret, 8(1): 9—16.
Wirawan, I Made C. 2013. @BLOGDOKTER, Segala Hal Tentang Kesehatan
yang Wajib Anda Ketahui. Jakarta : Penerbit Noura Books.

Anda mungkin juga menyukai