Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN KASUS

SEORANG PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE II DENGAN


CHRONIC KIDNEY DISEASE

Oleh:
Ni Wayan Vidya Aparajita
(1871121029)

Pembimbing:
dr. I Dewa Putu Gede Wedha Asmara, M.Biomed, Sp. PD

KEPANITERAAN KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS WARMADEWA
BAGIAN/KSM ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SANJIWANI GIANYAR
2018

1
Laporan Kasus

SEORANG PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE II DENGAN


CHRONIC KIDNEY DISEASE

Ni Wayan Vidya Aparajita, I Dewa Putu Gede Wedha Asmara


Bagian/KSM Ilmu Penyakit Dalam FKIK UNWAR/RSUD Sanjiwani
Gianyar

Pendahuluan
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyait metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insuli atau kedua-duanya. Prevalensi orang dewasa yang menderita DM di dunia
pada tahun 2015 menurut World Health Organization (WHO) adalah 415 juta
jiwa dan diprediksikan akan meningkat menjadi 642 juta jiwa pada tahun 2040.
Sedangkan WHO memprediksikan peningkatan jumlah penderita DM di
Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun
2030.1
Diabetes melitus dikaitkan dengan sejumlah komplikasi, komplikasi akut
dari DM dapat terjadi karena peningkatan atau pun penurunan kadar gula darah
yang mendadak, komplikasi akut DM yaitu ketoasidosis metabolik, hypergligemic
hyperosmolar state dan hipoglikemi. Komplikasi kronis DM terjadi karena
tingginya kadar gula darah dalam jangka waktu yang panjang sehingga
menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah, oleh karena itu komplikasi kronis
DM dibagi menjadi makrovaskular dan mikrovaskular. Komplikasi
makrovaskular meliputi penyakit kardiovaskuler yaitu infark miokard dan
penyakit cerebrovaskuler yaitu stroke, sedangkan komplikasi mikrovaskuler
meliputi kerusakan pada mata atau retinopati, kerusakan pada saraf atau neuropati
dan kerusakan pada ginjal atau nefropati.1
Komplikasi kronis dari DM yang sering ditemukan adalah nefropati
diabetik, sekitar 20-40% penyandang diabetes akan mengalami nefropati diabetik.

2
Nefropati diabetik merupakan penyebab paling utama dari gagal ginjal stadium
akhir.1 Penyakit ginjal kronis (PGK)/Chronic Kidney Disease (CKD)
didefinisakan sebagai kelainan struktural atau fungsional ginjal yang berlangsung
selama > 3 bulan. Populasi umur >15 tahun yang terdiagnosis gagal ginjal pada
thun 2013 menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKEDAS) adalah sebesar 0,2%.2
Pada tahun 2015 di Indonesia penyebab gagal ginjal pasien hemodialisis baru
adalah penyakit ginjal hipertensi (44%), diabetes melitus (22%), glumerulopati
primer/GNC (8%), pielonefritis kronik/ PNC (7%), nefropati obstruksi (5%),
idiopatik (3%), ginjal polikistik (1%), nefropati asam urat (1%).3
Menigkatnya prevalensi penderita diabetes mellitus menjadi salah satu
faktor risiko terhadap meningkatnya prevalensi penderita penyakit ginjal kronis,
oleh karena itu karya ilmiah ini bertujaun untuk memberikan informasi mengenai
Diabetes Mellitus dan penyakit ginjal kronis.

Kasus
Paisen dengan inisial DNS, perempuan berusia 53 tahun dengan status menikah,
beragama Hindu, beralamat di Asrama Polres Gianyar, Bali. Pasien datang ke
IGD RSUD Sanjiwani Gianyar dalam keadaan sadar diantar oleh keluarga pada
tanggal 31 Mei 2018, pukul 08.15 Wita dengan keluhan mual dan muntah.
Keluhan mual dan muntah sudah dirasakan sejak 1 bulan sebelum masuk rumah
sakit dan dirasakan membert sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien
mengatakan awalnya hanya merasakan mual makan dan minum masih dalam
batas normal, namun keluhan semakin berat sehingga pasien terkadang muntah
dan mengalami penurunan nafsu makan dan mengganggu aktifitas. Keluhan mual
dan muntah dirasakan hilang timbul dengan frekuensi yang sering sehingga
menyebabkan pasien lemas. Keluhan mual dan muntah dirasakan memberat saat
pasien makan atau minum dan tidak ada faktor yang memperingan keluhan
pasien. Selain mual dan muntah pasien juga mengeluh rasa tidak enak pada daerah
ulu hati, pasein mengatakan sering BAK lancar bahkan sering BAB pasien masih
dalam batas normal.
Riwayat penyakit sebelumnya, pasien memiliki penyakit diabetes melitus
tipe dua yang sudah diderita pasien sejak lebih dari 5 tahun yang lalu, pasien

3
awalnya mengatakan sebelum ia mengetahui bahwa dirinya menderita diabetes, ia
sering kencing terutama pada malam hari, seing merasa apar, haus dan mengalami
penurunan berat badan, karena curiga pasien memeriksakan diri kedokter dan
dikatakan gula darah pasien lebih dari 300 sehingga pasien didiagnosis dengan
DM tipe II oleh dokter, pasien mengkonsumsi obat anti diabetes yaitu metformin
dan glimepirid yang diminum rutin setiap hari oleh pasien, pasien juga rutin untuk
kontrol kedokter. Selain itu pasien juga memiliki riwayat maag sejak ± 3 tahun
yang lalu. Riwayat hipertensi, penyakit jantung maupun ginjal disangkal oleh
pasien.
Riwayat penyakit keluarga, kakak kandung pasien menderita diabetes
melitus tipe 2 dan tidak ada keluarga pasien lainnya yang memiliki keluhan serupa
atau menderita diabetes melitus. Penyakit kronis lainnya seperti hipertensi,
penyakit jantung dan penyakit ginjal disangkal.
Pasien bekerja sebagai pegawai negeri sipil di Polres Gianyar, sehari-hari
pasien bekerja mulai pukul 07.00 Wita sampai pukul 15.00 Wita, dirumah
biasanya pasien melakukan pekerjaan rumah seperti membuat banten. Pasien
mengatakan sudah menjaga pola makan sejak menderita diabetes melitus, pasien
mulai mengatur porsi makanan serta membatasi mengonsumsi makanan dan
minuman manis. Riwayat merokok, konsumsi alkohol disangkal oleh pasien.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan kesan sakit sedang, kesadaran compos
mentis, Glassgow Coma Scale (GCS) E4V5M6, tekanan darah 120/80mmHg,
nadi 96 kali/menit, respirasi 18 kali/menit, suhu aksila 36,50C, Berat badan 58 kg,
tinggi badan 160 cm, BMI 22,3 . Pada pemeriksaan mata didaptakan konjungtiva
anemis pada kedua mata, tidak didapatkan adanya sklera ikterus dan refleks pupil
kedua mata positif isokor. Tidak didapatkan adanya kelainan pada pemeriksaan
THT. Pada pemeriksaan leher tidak didaptkan pembesaran kelenjar getah bening
dan JVP = PR + 2 cm H2O. Pada pemeriksaan dada untuk jantung pada inspeksi
iktus kordis tidak terlihat, palpasi iktus kordis tidak teraba, perkusi batas jantung
kana didaptakan pada parasternalline kanan ICS 4 dan batas jantung kiri
didapatkan pada midclaviculaline ICS 5, pada auskultasi diapatka S1 tunggal, S2
tunggal reguler dan tidak terdengar adanya murmur. Pada pemeriksaan dada untuk
paru pada inspeksi didapatkan bentuk dada normal dan simetris kanan dan kiri,

4
pada palpasi didapatkan vocal fremitus normal pada lapang paru kanan dan kiri,
perkusi didaptkan suara sonor pada lapang paru kanan dan kiri, pada auskultasi
didaptakan suara nafas vesikuler pada kedua lapang paru dan tidak didapatkan
adanya rhonki atau wheezing. Pemeriksaan abdomen tidak ada distensi, sikatrik.
Bising usus dalam batas normal. Pada perkusi abdomen terdengar timpani pada
seluruh regio abdomen dan tidak ada nyeri ketok CVA. Palpasi abdomen
didapatkan nyeri tekan pada regio epigastrium, hepar dan lien tidak teraba.
Ekstremitas hangat tanpa edema. Pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit
15,1 K/uL (H), Lymph% 7,6% (L), Gran% 87,6% (H), Hb 8,5 g/dL (L), MCV
87,8 fL (N), MCH 29,9 pg (N), MCHC 34,1 g/dL (N), PLT 241 K/uL (N), HCT
24,9% (L), gula sewaktu 611 mg/dl (H), ureum 143 mg/dL (H), creatinin 4,0
mg/dL (H), SGOT 81 U/L (H), SGPT 52 U/L (H), natrium 133 mmol/L (N),
kalium 6,6 mmol/L (H), chlorida 97 mmol/L (N). EKG didapatkan iskemia
anterolateral. Foto thorax didapatkan CTR 54%. Dari data-data tersebut diatas,
pasien didiagnosis dengan CKD stage V, DM tipe II, dan hiperkalemia.
Penatalaksanaan yang diberikan adalah diet DM 1700 kkal/hari, IVFD NaCl 0,9%
16 tetes/menit, omeprazole 2x40mg, ondancentron (k/p), cefotaxime 2x1gr,
novorapid 4 unit/jam, asam folat 2x1mg tab, CaCO3 3x500mg tab, antasida syrup
3xC1, dengan planning USG ginjal.
Pada hari kedua (1 Juni 2018), pasien mengeluh lemas dan mual, nafsu
makan pasien juga menurun karena keluhan mual. Gula Darah Acak (GDA)
pasien adalah 246, pasien diberikan tambahan terapi yaitu ondancentron 3x10mg
(iv), dilakukan pemeriksaan urine lengkap dan didapatkan hasil Ph 5,0, protein
+3, eritrosit trace, pada sedimen urine didaptakan eritrosit 5-8, leukosit 3-5,
epithel +++, torak granuler 15-20. Dilakukan juga pemeriksaan BUN/SC dan
elektrolit ulang, didapatkan hasil BUN/SC ureum 169 (H), creatinin 4,0 (H), dan
hasil elektrolit natrium 132 (N), kalium 4,0 (N), chlorida 102 (N). Berdasarkan
data tersebut dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan ureum, hiperkalemia
pada pasien membaik. Pada terapi ditambahkan ondancentron 3x10mg (iv).
Hari ketiga perawatan (2 Juni 2018) pasien masih mengeluh lemas dan
mual, selain itu juga didapatkan edema pada ekstrimitas pasien, dilakukan
pemeriksaan USG ginjal, dari hasil USG ginjal didapatkan kesan ginjal kanan dan

5
kiri tidak tampak kelainan. Berdasarkan hasil tersebut diagnosis pasien menjadi
CKD stage V et causa DKD, DM tipe II dan anemia sedang N-N on CKD. Pada
penatalaksanaan, diberikan diet DM 1700 kkal/ hari, rendah garam, rendah protein
(40mg), IVFD NaCL 0,9% dirubah menjadi 8 tpm, dosis novorapid diturukan
menjadi 2 IU/jam, diberikan tambahan terapi famakologi yaitu furosemid 3x1
amp dan metoclopramid 2x1 amp. Planning konsul TS cardio karena pada EKG
pasien didapatkan kesan iskemia anterolateral. Pada hari keempat perawatan (3
Juni 2018) dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan kimia darah, didapatkan
hasil didapatkan leukosit 13,9 K/uL (H), Lymph% 13,7% (L), Gran% 82,4% (H),
Hb 8,1 g/dL (L), MCV 88,1 fL (N), MCH 29,7 pg (N), MCHC 33,7 g/dL (N),
PLT 232 K/uL (N), HCT 24,1% (L), ureum 196 (H), creatinin 4,7 (H), cholesterol
total 193 (N), trigliserida 236 (H), Cholesterol HDL 42 (N), cholesterol LDL
direk 116 (N), protein total 7,21 (N), albumin 3,52 (N), globulin 3,70 (H), asam
urat 15,7 (H).
Hari kelima perawatan (4 juni 2018) pasien masih mengeluh lemas namun
keluhan mual sudah berkurang, nafsu makan pasien juga sudah bertambah, edema
pada ekstrimitas pasien juga sudah berkurang, dosis novorapid dirubah menjadi
3x4 IU dan planning transfusi PRC 1 kolf/hari sampai Hb 10mg/dL. Hasil
konsulan dari cardio, pasien didiagnosis dengan suspect CAD dan diberikan
penatalaksanaan yaitu clopidogrel 1x75mg, bisoprolol 1x2,5mg, dan simvastatin
1x20mg. Pada hari keenam (5 Juni 2018) dan hari ketujuh perawatan (6 Juni
2018) pasien sudah tidak mengeluh lemas, mual dan muntah, nafsu makan pasien
juga sudah bertambah. Pada penatalaksanaan dosis Novorapid diubah menjadi 3x8
IU dan diberikan tambahan insulin yaitu levemir dengan dosus 1x12 IU, pasien
mendapatkan transfusi PRC sebanyak 1 kolf pada tanggal 5 Juli 2018 dan 1 kolf
lagi pada tanggal 6 Juli 2018, furosemid diberikan secara oral dengan dosis
2x40mg. Dilakukan pemeriksaan darah lengkap, BUN/SC ulang dan didapatkan
hasil leukosit 7,5 K/uL (N), Lymph% 16,3% (L), Gran% 78,3% (H), Hb 10,4 g/dL
(L), MCV 88,8 fL (N), MCH 30,4 pg (N), MCHC 34,2 g/dL (N), PLT 186 K/uL
(N), HCT 30,4% (L) ureum 177 (H), creatinin 3,6 (H), dari hasil tersebut
didapatkan penurunan ureum dan kreatinin, Hb pasien juga sudah meningkat
menjadi 10,4 g/dL sehingga tranfusi PRC tidak dilanjutkan. Pasien sudah

6
poliklinis dari TS cardio. Hari kesembilan perawatan (8 Juni 2018) keadaan
umum pasien sudah membaik sehingga diperbolehkan pulang dengan obat pulang
yaitu novorapid 3x8 IU, levemir 1x12 IU, cetrizine 2x10mg, omeprazole 2x20mg,
furosemid 1x40mg, asam folat 2x1mg.

Pembahasan
Diabtes Mellitus (DM) adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan
kaakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau keduanya. DM memiliki beberapa kasifikasi yaitu:1
a. DM tipe I: destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin
absolut (autoimun, idiopatik)
b. DM tipe II: bervariasi, mulai dari yang dominan resistensi insulin disertai
defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin
disertai resistensi insulin.
c. DM tipe lain: defek genetik fungsi selbet, defek genetik kerja insulin,
penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat atau zat kimia,
infeksi, penyabab imunologi, sindrom genetik lain yang berkaitan dengan
DM
d. DM gestasional
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penderita DM. Kecurigaan adanya DM
perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti:
a. Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
b. Keluhan lain: lamh badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.
Diagnosis DM dapat ditegakan berdasarkan kriteria diagnosis DM, yaitu:
a. Gejala klasik DM + pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL
b. Gejala klasik DM + pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL
c. Kadar glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dL
d. Pemeriksaan HbA1c ≥ 6,5%
Dari teori diatas, berdasarkan anamnesis didapatkan pasien sudah memiliki
riwayat DM tipe II sejak lebih dari 5 tahun yang lalu. Pasien mengatakan

7
awalnya, sebelum ia mengetahui bahwa dirinya menderita DM, ia sering merasa
haus dan lapar, sering BAK, dan mengalami penurunan berat badan yang
merupakan gejala klasik DM. Pasien kemudian memeriksakan diri kedokter dan
dari hasil pemeriksaan gula darah pasien saat itu adalah lebih dari 300, sejak itu
pasien didiagnosis dengan DM tipe II. Pada pemeriksaan kimia darah juga
didapatkan gula sewaktu 611 mg/dl (H).

Penatalaksanaan DM secara umum memiliki tujuan untuk meningkatkan


kualitas hidup penderita DM. Tujuan penatalaksanaan DM meliputi tujuan jangka
pendek yaitu untuk menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas hidup,
mengurangi risiko komplikasi akut. Tujuan jangka panjang untuk mencegah,
mengambat progresivitas penyulit mikroangiopati dan makroangiopati, dan tujuan
akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM. Terdapat empat
pilar dalam penatalaksanaan DM, yaitu:1
a. Edukasi: edukasi dilakukan sebagi upaya pencegahan dan merupakan
bagian yang penting dari pengelolaan DM secara holistik. pada edukasi
tingkat awal, materi yang dapat diberikan adalah materi tentang
pengertian, risiko, gejala DM, intervensi non-farmakologis dan
farmakologis serta target pengobatan, menegnal gejala gipoglikemia,
penting latihan jasmani, perawatan kaki. Sedangkan pada edukasi
tingkat lanjut materi yang dapat diberikan adalah mengenal dan
mencegha penyulit akut DM, pengetahuan tentang komplikasi DM,
penatalaksanaan DM jika mendertita penyakit lain,
pemeliharaan/perawatan kaki.
b. Jasmani
Latihan fisik merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM,
kegiatan jasmani dilakukan secara teratur sebanyak -5 kali dalam satu
minggu selama 30-45 menit, dengan total 150 menit perminggu. Jeda
antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut.
c. Terapi Nutrisi Medis (TNM)
Kebutuhan kalori basal:
Laki-laki : Berat Badan Ideal (BBI)x 30kkal/hari
Perempuan: Berat Badan Ideal (BBI)x 25kkal/hari

8
- Perhitungan BBI dengan rumus Brocca yang dimodifikasi adalah
sebgai berikut; BBI = 90% x (tinggi badan dalam cm – 100) x 1kg.
Jika tinggi badan <160cm pada pria dan <155cm pada wanita maka
rumus dimodifikasi menjadi BBI = (tinggi badan dalam cm – 100)
x 1kg. dikatakan normal jika BBI ideal ± 10%, kurus jika kurang
dari BBI – 10%, gemuk jika lebih dari BBI + 10%.
- Perhitungan BBI menurut Indeks Masa Tubuh (IMT), dapat
dihitung dengan rumus IMT = Berat badan (Kg)/tinggi badan (m2).
Terdapat beberapa faktor yang mepengaruhi kebutuhan kalori, faktor-
faktor tersebut adalah:
- Usia
- Aktivitas fisik atau pekerjaan
- Status metabolik
- Berat badan
d. Terapi farmakologis
Terapi farmakologis diterapkan bersama-sama dengan terapi nutrisi
medis dan latihan jasmani, terapi farmakologis untuk DM meliputi
obat antihiperglikemia oral dan insulin. Obat antihiperglikemia oral
dibagi menjadi 5 golongan berdasarkan cara kerjanya, golongan
tersebut adalah:
- Pemacu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan
glinid
- Peningkat sensitivitas terhadap insulin: biguanid dan tiazilidindion
- Penghambat absorbsi glukosa disaluran pencernaan: penghambat
glukosidase alfa
- Pengahambat DPP-IV
- Penghambat SGLT-2
Terapi insulin diberikan sesuai dengan indikasi pemberian insulin yaitu
DM tipe I, gagal dengan obat antihiperglikemi oral dosis maksimal,
DM gestasional, dan DM dengan komplikasi.
Pada pasien, penatalaksanaan terapi nutrisi medis yang diberikan adalah diet DM
1700kkal/hari dan penatalaksanaan farmakologi dengan pemberian insulin pada

9
kasus ini diberikan Novorapid dengan dosis awal 4IU/jam lalu menjadi 2IU/jam
dan diterakhir diturunkan menjadi 3x4 IU/ hari dengan tambahan levemir 1x12
IU/hari.
Diabetes melitus dikaitkan dengan sejumlah komplikasi yang bersifat akut
maupun kronis, Komplikasi kronis DM terjadi karena tingginya kadar gula darah
dalam jangka waktu yang panjang sehingga menyebabkan kerusakan pada
pembuluh darah, oleh karena itu komplikasi kronis DM dibagi menjadi
makrovaskular dan mikrovaskular. Komplikasi makrovaskular meliputi penyakit
kardiovaskuler yaitu infark miokard dan penyakit cerebrovaskuler yaitu stroke,
sedangkan komplikasi mikrovaskuler meliputi kerusakan pada mata atau
retinopati, kerusakan pada saraf atau neuropati dan kerusakan pada ginjal atau
nefropati. Nefropati diabetik atau Diabetic Kidney Disease (DKD) merupakan
penyebab paling utama dari gagal ginjal stadium akhir. Diagnosis DKD dimulai
dari adanya albuminuria pada pasien DM tipe I maupun tipe II. DKD dibagi
menjadi 5 tahapan, yaitu: 4,5
- Tahap I: tahap ini masih bersifat reversible dan berlangsung 0-5 tahun
sejak diagnosis DM ditegakan, pada tahap ini Gromelurus filtration rate
(GFR) dapat meningkat hingga 40% di atas normal.
- Tahap II: terjadi setelah 5-10 tahun sejak diagnosis DM ditegakan, pada
tahap ini GFR masih tetap meningkat, tahap ini juga disebut sebagai silent
stage.
- Tahap III: terjadi setelah 10-15 tahun sejak diagnosis DM tegak, pada
tahap ini GFR masih meningkat atau sudah kembali normal,
mikroalbuminuria sudah nyata dan tekanan darah mulai meningkat.
- Tahap IV: terjadi 15-20 tahun sejak diagnosis DM tegak, meruoakan
tahapan saat nefropati diabetik bermanifstasi secara klinis dengan adanya
proteinuria yang nyata dengan pemeriksaan biasa, pada tahap ini GFR
mulai meurun.
- Tahap V: merupakan tahap gagal ginjal, pada tahap ini GFR sudah sangat
rendah sehingga pasien menunjukan tanda-tanda sindrom uremik.

10
Pada pasien dengan DM tipe II saat daignosis ditegakkan, sudah banyak pasien
yang sudah sampai pada tahap III. Pada tahun 2015 DM menempati urutan kedua
sebagaipenyebab gagal ginjal pada pasien hemodialisis baru.1
Penyakit ginjal kronis/Chronic Kidney Disease (CKD) didefinisakan sebagai
kelainan struktural atau fungsional ginjal yang berlangsung selama > 3 bulan,
kriteria CKD adalah: 6
1. Kelainan struktural yang dapat dideteksi melalui pemeriksaan
laboratorium (albuminuria/proteinuria, kelainan elektrolit, sedimen urine),
pemeriksaan histologi, pencitraan, riwayat transplantasi ginjal, atau
2. Gangguan fungsi ginjal dengan GFR <60mL/1,73m2.

CKD diklasifikasikan berdasarkan nilai GFR, yang dihitung menggunakan rumus


Kockcroft-Gault, yaitu:
(140 − 𝑢𝑚𝑢𝑟) 𝑥 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛
𝐺𝐹𝑅 ∗ =
72 𝑥 𝑘𝑟𝑒𝑎𝑡𝑖𝑛𝑖𝑛 𝑝𝑙𝑎𝑠𝑚𝑎 (𝑚𝑔/𝑑𝐿)
*) Pada perempuan dikalikan 0,85.
Klasifikasi CKD berdasarkan GFR (KDIGO, 2012)
Stadium GFR (mL/mnt/1.73m2) Deskripsi Rencana tatalaksana
1 ≥ 90 Normal atau tinggi Terapi penyakit dasar,
evaluasi perburukan
fungsiginjal, memperkeci
risiko kardiovaskular
2 60-89 Penurunan ringan Menghambat perburukan
fungsi ginjal
3a 45-59 Penurunan ringan- Evaluasi dan terapi
sedang komplikasi
3b 30-44 Penurunana sedang-
berat
4 15-29 Penurunan berat Persiapan untuk terapi
pengganti ginjal
5 <15 Gagal ginjal Terapi ganti ginjal

11
Gejala dan tanda klinis pada pasien dengan penyakit ginjal kronis (PGK) tidak
spesifik dan biasanya ditemukan pada stadium akhir, gejala dan tanda klinis PGK
meliputi: 1,6
A. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus, infeksi
traktus urinasrius, batu traktusurinarius, hipertensi, Lupsu Eritomatosus
Sistemik (LES), dan lain sebagainya.
B. Sindrom uremia, yang terdiri dari lemah, letargi, anorexia, mula muntah,
nokturia, kelebihan volume cairan, neuropati perifer, prutirus, uremic
frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.
C. Gejala komplikasi antara lain, hipertensi, anemia, payah jantung, asidosis
metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit.

Pada pasien, dari anamnesis didapatkan bahwa pasien mengeluh mual dan
muntah yang sudah dirasakan sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit dan
dirasakan memberat sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengatakan
awalnya hanya merasakan mual makan dan minum masih dalam batas normal,
namun keluhan semakin berat sehingga pasien terkadang muntah dan mengalami
penurunan nafsu makan dan mengganggu aktifitas. Pada pemeriksaan fisik, pada
mata didapatkan didaptakan konjungtiva anemis pada kedua mata, dan pada hari
ketiga ditemukan edema pada ekstremitas pasien, pasien memiliki riwayat DM
tipe II sejak lebih dari 5 tahun yan lalu. CKD tidak memiliki tanda dan gejala
yang spesifik, tetapi gejala dan tanda klinis pada pasien merupakan beberapa
gejala dan tanda yang dapat ditemukan pada pasien CKD. Dari pemeriksaan
penunjang darah lengkap tanggal 31 Mei 2018 didapatkan Hb 8,5 g/dL (L), MCV
87,8 fL (N), MCH 29,9 pg (N), MCHC 34,1 g/dL (N), hasil darah lengkap
menunjukan pasien memiliki kadar Hb yang rendah sehingga diagnosis dengan
anemia sedang normokromik-normositer, anemia merupakan salah satu
komplikasi CKD. Pemeriksaan kimia darah didapatkan ureum 143 mg/dL (H),
creatinin 4,0 mg/dL (H), SGOT 81 U/L (H), SGPT 52 U/L (H). Dari hasil tersebut
didapatkan GFR pasien 14,6 hal tersebut menunjukan stadium CKD stage 5.
Perencanaan penatalaksanaan CKD dilakukan sesuai dengan derajat CKD,
adapun penatalaksanaan CKD meliputi:1,6,7

12
a. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
Waktu yang paling tepat untuk mengobati penyakit dasar adalah saat DFR
belum menurun, jika GFR sudah menurun hingga 20-30% dari normal,
terapi terhadap penyakit dasar tidak banyak bermanfaat. pasien merupakan
seorang penderita DM tipe II diberikan terapi untuk menurunkan kadar
gula darah pasien yaitu dengan insulin pada kasus ini diberikan Novorapid
dengan dosis awal 4IU/jam lalu menjadi 2IU/jam dan diterakhir
diturunkan menjadi 3x4 IU/ hari dengan tambahan levemir 1x12IU/hari.
b. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid
Kondisi komorbid dapat memperburuk keadaan pasien. Faktor-faktor
komorbid ini antara lain, ganggguan keseimbangan cairan, hipertensi yang
tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obstruksi traktus urinarius, obat-
obat mefrotoksik, bahan radiokontras, atau peningkatan penyakit dasarnya.
c. Memperlambat perburukan fungsi ginjal.
Hiperfiltrasi glomerulus merupakan faktor utama penyebab perburukan
fungsi ginjal, dua cara penting untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus
adalah dengan pembatasan asupan protein 0,6-0,8/kgBB/hari dan dengan
terapi farmakologis untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus. Pada
pasien diberikan diet rendah protein yaitu sebanyak 40mg/hari dan
diberikan bisoprolol 1x2,5mg.
d. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular meliputi
pengendalian hipertensi, dislipidemia, pengendalian terhadap kelebihan
cairan dan gangguan elektrolit. Pasien diberikan clopidogrel 1x75mg,
simvastatin 1x20mg, furosemid 2x40mg.
e. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
Penyakit ginjal kronik mengakibatkan berbagai komplikasi yang
manifestasinya sesuai dengan derajat penurunan fungsi ginjal yang terjadi,
komplikasi tersebut diantaranya anemia, hierfosfatemia, asidosis
metabolik, hiperhomosistemia, infeksi, penyakit kardiovaskular, dan lain
sebaginya. Pada kasus ini pasien diberikan transfusi PRC sebanyak total 2

13
kolf, pembatasan cairan dengan IFVD NaCl 0,9% 8 tetes per menit,
cefotaxime 2x1gr, asam folat 2x1mg, CaCo3 3x500mg
f. Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada pasien dengan GFR <15 mL/mnt.
Terapi pengganti tersebut dapat berupa hemodialisis, peritoneal dialisis,
transplantasi ginjal.

Ringkasan
Seorang perempuan, berusia 53 tahun dengan status menikah, beragama
Hindu, beralamat di Asrama Polres Gianyar, Bali, datang ke IGD RSUD dengan
keluhan mual dan muntah. Keluhan mual dan muntah sudah dirasakan sejak 1
bulan sebelum masuk rumah sakit dan dirasakan membert sejak 3 hari sebelum
masuk rumah sakit. Pada pemeriksaan fisik didapatkan status present masih dalam
batas normal dan pada status general didapatkan konjungtiva kedua mata anemis
dan edama pada kedua tungkai, status general lain masih dalam batas normal. Dari
pemeriksasan laboratorium didapatkan, kadar leuosit meningkat dengan
pergeseran ke kiri, hemoglobin yang rendah, peningkatan kadar gula darah,
ureum, kreatinin, dan kalium. Pada pemeriksaan urine lengkap didapatkan
proteinurea dan eritrosit pada sedimen urine. Berdasarkan data tersebeut pasien
didiagnosis dengan DM tipe II, CKD stg V ec DKD, anemia normokromik-
normositer ec CAD, hiperkalemia. Pasien diberikan terapi cairan, penatalaksanaan
DM dan CK, serta terapi suportif.

Daftar Pustaka

1. Soelistijo S A, et al. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes


Melitus Tipe 2 di Indonesia 2015. 2015. Pengurus Besar Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia (PB PERKENI).
2. Pusat Data dan Informasi Kementeria Kesehatan RI. Situasi Penyakit
Ginjal Kronis. 2017. Kementrian Kesehatan RI.
3. Indonesian Renal Registry (IRR). 8th Report of Indonesian Renal Registry.
2015.

14
4. Lubis H R. Penyakit Ginjal Diabetik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid II, edisi VI. 2014. Pusat Penerbitan ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. pp: 2104-2107.
5. Nazar CMJ. Diabetic Nephropathy; Principel of dianosis and treatment of
diabetic kidney disease. 2014. Journal of Nephropharmacology.
6. Eknoyan G, et al. KDIGO 2012 Clinical Practtice Guidline for Evaluation
and Mangement of Chronic Kidney Disease. 2012.
7. Nelson RG, et al. KDOQI Clinical Practice Guidline for Diabetes and
CKD: 2012 Update. 2012.

15

Anda mungkin juga menyukai