PENDAHULUAN
Diabetes
mellitus
(DM)
merupakan
penyakit
metabolik
dengan
penyimpanannya
(American
Diabetes
Assosiation,
2004
dalam
Smeltzer&Bare, 2008).
Secara klinis terdapat dua tipe DM yaitu DM tipe 1 dan DM tipe 2. DM
tipe 1 disebabkan karena kurangnya insulin secara absolut akibat proses autoimun
sedangkan DM tipe 2 merupakan kasus terbanyak (90-95% dari seluruh kasus
diabetes) yang umumnya mempunyai latar belakang kelainan diawali dengan
resistensi insulin (American Council on Exercise, 2001; Smeltzer&Bare, 2008).
DM tipe 2 berlangsung lambat dan progresif, sehingga tidak terdeteksi karena
gejala yang dialami pasien sering bersifat ringan seperti kelelahan, iritabilitas,
poliuria,polidipsi dan luka yang lama sembuh (Smeltzer&Bare, 2008).
Kemampuan tubuh untuk bereaksi dengan insulin dapat menurun pada
pasien DM, keadaan ini dapat menimbulkan komplikasi baik akut (seperti diabetes
ketoasidosis dan sindrom hiperosmolar nonketotik) maupun kronik. Komplikasi
kronik biasanya terjadi dalam jangka waktu 5-10 tahun setelah diagnosa
ditegakkan (Smeltzer&Bare, 2008). Komplikasi kronik terjadi pada semua organ
tubuh dengan penyebab kematian 50% akibat penyakit jantung koroner dan 30%
akibat penyakit gagal ginjal. Selain itu, sebanyak 30% penderita diabetes
mengalami kebutaan akibat retinopati dan 10% menjalani amputasi tungkai kaki
(Medicastore, 2007).
DM sudah merupakan salah satu ancaman bagi kesehatan umat manusia
pada abad 21. WHO membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlah penderita
diabetes di atas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan dalam kurun waktu
25 tahun kemudian jumlah tersebut akan meningkat menjadi 300 juta orang
(Suyono, 2006). Menurut data WHO, Indonesia menempati urutan keempat
terbesar dalam jumlah penderita diabetes di dunia. Pada tahun 2000 yang lalu saja,
terdapat sekitar 5,6 juta penduduk Indonesia yang mengidap penyakit diabetes.
Namun, pada tahun 2006 diperkirakan jumlah penderita diabetes di Indonesia
meningkat tajam menjadi 14 juta orang, dimana baru 50 persen yang sadar
mengidapnya dan di antara mereka baru sekitar 30 persen yang datang berobat
teratur (Medicastore, 2007).
Penelitian terakhir antara tahun 2001 dan 2005 di daerah Depok (Suyono,
2006) didapatkan prevalensi DM tipe 2 sebesar 14,7%, demikian juga di Makasar
prevalensi terakhir pada tahun 2005 mancapai 12,5%, merupakan suatu angka
yang sangat mengejutkan. Ini sesuai dengan perkiraan yang dikemukakan WHO
bahwa jumlah pengidap diabetes sebanyak 12,4 juta orang pada tahun 2025,
meningkat dua kali dibanding tahun 1995.
Mengingat jumlah penderita DM yang terus meningkat dan besarnya biaya
perawatan pasien diabetes yang terutama disebabkan oleh karena komplikasinya,
maka upaya yang paling baik adalah melakukan pencegahan. Menurut WHO
tahun 1994, upaya pencegahan dapat dilakukan dengan tiga tahap yaitu
pencegahan primer, sekunder dan tersier. Pencegahan primer merupakan semua
aktivitas yang ditujukan untuk mencegah timbulnya hiperglikemia pada populasi
umum misalnya dengan kampanye makanan sehat, penyuluhan bahaya diabetes.
Pencegahan sekunder yaitu menemukan penderita DM sedini mungkin misalnya
dengan tes penyaringan sedini mungkin terutama pada populasi resiko tinggi
sehingga komplikasi tidak terjadi. Pencegahan tersier adalah semua upaya untuk
mencegah komplikasi atau kecacatan melalui penyuluhan, maka perlu kerjasama
semua pihak untuk mensukseskannya ( Suyono, 2006).
Menurut American Diabetes Association (2004), komplikasi diabetes dapat
dicegah, ditunda dan diperlambat dengan mengendalikan kadar glukosa darah.
Pengelolaan diabetes yang bertujuan untuk mempertahankan kadar glukosa darah
dalam rentang normal dapat dilakukan secara nonfarmakologis dan farmakologis.
Pengelolaan
nonfarmakologis
meliputi
pengendalian
berat
badan,
olah
BAB II
LAPORAN HASIL KUNJUNGAN RUMAH
Identitas Pasien dan Keluarga
Identitas Pasien
Nama
: Ny. Marinah
Jenis kelamin
: Perempuan
Usia
: 68 tahun
Alamat
: Dusun Krumpakan II RT 08 /
RW 02 Desa
Agama
: Islam
Suku Bangsa
: Jawa
Pendidikan
: SD
Pekerjaan
: Buruh tani
Nama
: Tn. Rusmadi
Jenis Kelamin
: Laki laki
Umur
: 88 tahun
Alamat
: Dusun Krumpakan II RT 08 /
RW02 Desa
Agama
: Islam
Suku Bangsa
: Jawa
Pendidikan
: SD
Pekerjaan
: Buruh tani
Kedudukan J
Umur
dalam
(tahun) n
L
P
88
68
L
P
L
P
P
45
42
40
34
27
1.
2.
Tn. Rusmadi
Ny. Marinah
Keluarga
KK
Istri KK
3.
4.
5.
6.
7.
Arifin
Jumirah
Rubingah
Sulasmi
Masiroh
Anak KK
Anak KK
Anak KK
Anak KK
Anak KK
Pendidika
Pekerjaan
Keterangan
SD
SD
Buruh tani
Buruh tani
Sehat
Sakit
SMA
SMA
SMA
SMA
SMA
Bengkel
Petani
Pedagang
Pedagang
Baby Sister
Sehat
Sehat
Sehat
Sehat
Sehat
Kedudukan J
Umur
Pendidika
dalam
(tahun) n
Pekerjaan
Keterangan
1.
2.
Tn. Rusmadi
Ny. Marinah
Keluarga
KK
Istri KK
L
P
88
68
SD
SD
Buruh tani
Buruh tani
Sehat
Sakit
3.
Arifin
Anak KK
45
SMA
Bengkel
Sehat
Keterangan :
L
: laki-laki
: perempuan
Laki-laki
Perempuan
Penderita
15 Oktober
2014 pukul 17.00 WIB dan dilanjutkan pada tanggal 17 Oktober 2014 pada pukul
13.00 di rumah pasien di Dusun Krumpakan II, desa Krumpakan, Kecamatan
Kajoran, Kabupaten Magelang.
Keluhan Utama :
Luka di telapak kaki yang lama sembuhnya
Riwayat Kebiasaan
Pasien sering mengkonsumsi makanan manis.Makan nasi dalam
porsi besar.
ASSESMENT GERIATRI
A. MASALAH PSIKOLOGI DAN FUNGSI
Fungsi Depresi : Skor = 1/15, keadaan baik/tidak depresi
No. Aktivitas
Mandiri
1.
Bathing
Tergantung
19-09-2014
Mandiri
dalam
belakang
dari
bak
2.
Dressing
dapat Mandiri
mengambil
pakaian, memakai
pakaian
memakai
dilakukan sebagian
sendiri
3.
Toileting
dari
memakai
saja
memakai
&
tidak
penyangga
mekanik)
4.
Transfering
tidur
dapat Mandiri
& melakukan
/
bantuan
duduk untuk
berpindah
tidur
tempat
duduk
5.
Continence
Tidak
dapat Mandiri
mengontrol
sebagian
seluruhnya
dalam
BAB
BAK,
&
dengan
bantuan
manual / kateter
6.
Feeding
Mandiri
untuk
makan
atau
kemampuan
per-
untuk makan
mengoleskan
mentega di roti)
Klasifikasi menurut Indeks Katz :
A
Penilaian
Kondisi fisik umum :
Skor
15-10-2014
Baik
Lumayan
Buruk
Sangat buruk
Kesadaran :
Komposmentis
Apatis
Konfus/soporus
Stupor/koma
Aktivitas :
Ambulan
Ambulan denganbantuan
2
1
Mobilitas :
Bergerak bebas
Sedikit terbatas
Sangat terbatas
Tidak ada
10
Kadang-kadang
20
1
Tidak
Ya
0
Ya
Tidak
3.
4.
5.
6.
kesenangan anda?
Anda merasa kehidupan anda kosong?
Anda merasa sering bosan?
Anda mempunyai semangat yang baik setiap saat?
Anda takut sesuatu yang buruk akan terjadi pada diri
Ya
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Tidak
Ya
Tidak
7.
8.
9.
anda?
Anda merasa bahagia untuk sebagian besar hidup anda?
Anda sering merasa tidak berdaya?
Anda lebih senang tinggal di rumah daripada keluar dan
Tidak
Ya
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Ya
Tidak
Tidak
Ya
menyenangkan?
12. Anda merasa tidak berharga seperti perasaan anda saat
Ya
Tidak
ini?
11
Tidak
Ya
Ya
Tidak
Ya
Tidak
daripada anda?
Keterangan : Jawaban pasien yang bergaris bawah
Skor : Hitung jumlah jawaban yang bercetak tebal dan bergaris bawah
Nila
i
ORIENTASI
( 5)
(5)
(3)
(5)
12
kesalahan.
RECALL
3
(3)
(9)
Bacalah
dan
laksanakanlah
perintah
berikut:
Jumlah skor : 17
Kategori : Skor 24-30
: normal
17-23
0-16
Skor
: 30
Kesan
: Normal
Pemeriksaan Fisik
Tanggal 15 Oktober 2014 pukul 17.45 WIB di kediaman pasien
Keadaan umum
Kesadaran
: Compos mentis
13
Tanda vital :
Tekanan darah
: 130/90 mmHg
TB : 155 cm
Nadi
: 100 x/menit
BB : 42 kg
Suhu
: 36,80 C
BMI : 17,5
Pernapasan
: 18x/menit
Status Generalis
Kepala : Normosefali
Mata
Telinga
Hidung
Bibir
Tenggorok: T1-T1, faring hiperemis (-), granulasi (-), nyeri telan (-)
Leher
Thoraks :
Paru - paru
Inspeksi
Gerak nafas simetris, sama tinggi, tidak ada bagian yang tertinggal, vokal
fremitus simetris, sama kuat
Perkusi
14
Bentuk dada normal, simetris, iktus kordis terlihat pada ICS V 2 cm lateral
dari garis mid klavikularis kiri
Palpasi :
Iktus cordis teraba di ICS V 2 cm lateral dari garis mid klavikularis kiri
Perkusi :
Tidak ada nyeri ketuk, batas jantung kanan pada garis sternalis kiri setinggi ics
IV, batas paru lambung sekitar ics VI, batas jantung kiri setinggi ics V 2 cm garis
midklavikularis kiri, batas atas jantung kiri setinggi ics III pada garis sternalis kiri
Auskultasi :
Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, Caput Medusae (-), Smilling umbilikus (-)
Palpasi : Supel, Nyeri tekan (-), Hepatomegali (-), Splenomegali (-)
Perkusi : Timpani, nyeri ketuk (-)
Auskultasi : Bising usus normal
Ekstremitas
Ekstremitas Superior
Ekstremitas Inferior
: 530 mg/dl
GDP
: pasien lupa
Diagnosis Kerja
15
Medikamentosa :
Nonmedikamentosa :
Gaya hidup
Faktor pendukung :
Pasien rutin minum obat dan kontrol ke dokter
Faktor penghambat:
Terkadang masih susah untuk mengatur pola makan
Indikator keberhasilan
Perbaikan keadaan umum
Rencana pembinaan
Sasaran
Menurunkan gula darah dengan Pasien
jumlah
diet,
serta
pembatasan
16
3.
Jarang
melakukan
fisik
Fungsi Biologis
Dari wawancara dengan penderita diperoleh keterangan bahwa penderita
belum pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya
Fungsi Psikologis
Penderita memiliki lima orang
Fungsi Ekonomi
Biaya kebutuhan sehari-hari pasien dipenuhi dariupahnya sebagai buruh tani
dengan penghasilan per bulan yang tidak tentu. Rata-rata pendapatan
perbulan sekitar Rp. 500.000 600.000. Uang tersebut dipakai untuk
kebutuhan rumah tangga seperti listrik dan makan. Pasien tidak mempunyai
ASKES untuk kesehatan.
Fungsi Pendidikan
Penderita bersekolah sampai SD
Fungsi Religius
Penderita seorang Muslim dan keluarga yang lain memeluk agama Islam,
menjalankan ibadah agama secara rutin (sholat dan pengajian). Penerapan
nilai agama dalam keluarga baik.
17
Faktor Perilaku
Penderita bekerja sebagai buruh tani.
Faktor Lingkungan
Tinggal dalam lingkungan yang cukup padat penduduk, dimana kebersihan
di dalam rumah cukup baik. Pencahayaan di dalam rumah kurang dan
sirkulasi udaranya pun juga kurang. Sumber air minum berasal dari sumber
mata airgunung dan dimasak terlebih dahulu sebelum diminum. Buang air
besar menggunakan jamban cemplung di wc sendiri di luar rumah yang
langsung dibuang ke septitank. Untuk pembuangan limbah, dibuang ke got
dan mengalir ke saluran limbah, dan tersedianya tempat pembuangan
sampah di luar rumah.
Faktor keturunan
Tidak ada keturunan diabetes mellitus dari keluarga
18
19
Jamban
Kamar
Mandi
Dapur
Kamar Tidur 3
Kamar Tidur 2
Ruang
Makan
Kamar Tidur 1
Ruang tamu
20
21
GENETIK
YANKES
STATUS
KESEHATAN
LINGKUNGAN
Keluarga
Hasil Kegiatan
yang
15
Perkenalan, melakukan
Oktober
2014
terlibat
Pasien
Mendapatkan
diagnosis kerja pasien
22
16
Mengamati keadaan
Oktober
keluarga
2014
lingkungan sekitar
memahami penjelasan
Memberikan penjelasan
diharapkan
pasien
dapat
dapat
penyakit Diabetesmellitus,
komplikasi, pengobatan
pasien
mengerti
tentang
penyakit
cara
penyakit tersebut.
menangani
Tingkat pemahaman :
Pemahaman terhadap pembinaan yang dilakuka cukup baik.
Faktor pendukung :
Penderita dan keluarga dapat memahami dan menangkap penjelasan
yang diberikan tentang penyakit diabetes mellitus itu sendiri.
Keluarga
23
Faktor penyulit : -
24
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
III.1
DEFINISI
Menurut American Diabetes Association(ADA) 2005, Diabetes Melitus
merupakan
suatu
kelompok
penyakit
metabolik
dengan
karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-keduanya. Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa Diabetes
Melitus merupakan suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang
merupakan akibat dari sejumlah faktor dimana didapat defisiensi insulin absolute
atau relative dan gangguan fungsi insulin.
III.2
KLASIFIKASI
Klasifikasi DM dapat dilihat pada table 1.
Tabel 4.Klasifikasi Etiologis DM
Tipe 1
Tipe 2
Autoimun
Idiopatik
Tipe lain
Endokrinopati
25
Infeksi
Diabetes
Melitus
Gestasional
umur
kehamilan,
tetapi
tidak
merupakan
III.3
PATOFISIOLOGI
Pada defisiensi insulin akut, akan tejadi hiperglikemia karena pengaruh
26
diuresis osmotik yang disertai kehilangan air(poiluria), Natrium dan Kalium dari
ginjal, dehidrasi, dan kehausan. Meskipun kehilangan Kalium dari ginjal, tetapi
tidak terjadi hipokalemia karena sel melepaskan Kalium akibat penurunan
aktivitas kotranspor natrium-kalium-2clorin dan natrium-kalium-ATPase.
Jika terdapat defisiensi insulin, protein akan dipecahkan menjadi asam
amino di otot dan jaringan lain. Pemecahan otot bersama dengan gangguan
elektrolit akan menyebabkan kelemahan otot. Lipolisis yng telah tejadi
menyebabkan pelepasan asam lemak kedalam darah(hiperlipidasidemia). Hati
menghasilkan asam asetoasetat dan asam hidroksibutirat-B dari asam lemak.
Penumpukan asam ini akan menyebabkan asidosis, yang memaksa pasien untuk
bernafas dalam. Beberapa asam ini akan terjadi aseton.
Skema patofiosolgi dapat dilihat pada Gambar 4.
27
DIAGNOSIS
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.
Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan
diagnosis DM pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan
28
glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan
darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan
memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan
oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat
dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler.
Berbagai keluhan dapat dikemukakan pada diabetesi. Kecurigaan adanya
DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti tersebut dibawah
ini.
keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara. Pertama jika keluhan klasik
ditemukan. maka pemeriksaan glukosa darah sewaktu 200 mg/dL sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis DM. Kedua, dengan TTGO. Meskipun TTGO beban 75g glukosa
lebih sensitif dibanding dengan pemeriksaan glukosa darah puasa, namun memiliki
keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek
sangat jarang dilakukan. Ketiga dengan pemeriksaan glukosa darah puasa yang lebih
mudah dilakukan, mudah diterima oleh pasien serta murah sehingga pemeriksaan ini
dianjurkan untuk diagnosis DM.
29
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM maka dapat
digolongkan ke dalam kelompok TGT atau GDPT tergantung dari hasil yang
diperoleh.
TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah beban antara 140-199 mg/dL
(7,8-11,0 mmol/L)
GDPT: glukosa darah puasa antara 100-125 mg/dL (5,6 -6,9 mmol/L)
3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan seharihari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan
jasmani seperti biasa
30
Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anakanak) dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit
Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa selama
proses
pemeriksaan,
subyek
yang
diperiksa
tetap
istirahat
dan
tidakmerokok
III.5
PEMERIKSAAN PENYARING
Pemeriksaan penyaring ditujukan pada mereka yang mempunyai risiko DM
namun tidak menunjukkan adanya gejala DM. Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk
menemukan pasien dengan DM, TGT maupun GDPT, sehingga dapat ditangani lebih dini
secara tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai prediabetes, merupakan
tahapan sementara menuju DM. Kedua keadaan tersebut merupakan faktor risiko untuk
terjadinya DM dan penyakit kardiovaskular di kemudian hari.
Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok yang memiliki salah satu
faktor risiko DM sebagai berikut:
31
Tabel 6. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan
diagnosis DM (mg/dL)
Bukan DM
Belum pasti
DM
200
Kadar
Glukosa darah
Plasma vena
<100
DM
100-199
sewaktu (mg/dL)
Kadar glukosa
Darah kapiler
<90
90-199
200
darah puasa(mg/dL)
Plasma vena
<100
100-125
126
32
III.6
PILAR PENATALAKSANAAN DM
Perjalanan penyakit DM
33
34
35
Lemak
Protein
Garam
36
Serat
Pemanis
37
Pemanis
tak
bergizi
termasuk:
aspartam,
sakarin,
B. Kebutuhan kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang
dibutuhkan diabetisi. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan
berdasarkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori / kg
BB ideal, ditambah dan dikurangi bergantung pada beberapa faktor
yaitu jenis kelamin, umur, aktifitas, berat badan, dll.
Perhitungan berat badan ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang
dimodifikasi adalah sbb:
: BB ideal 10%
Kurus
Gemuk
38
: 23,0
25,0-29,9
Obes
30
Jenis Kelamin
Kebutuhan
kalori
pada
wanita
lebih
kecil
daripada
Umur
Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi
5% untuk dekade antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk
usia 60 s/d 69 tahun dan dikurangi 20%, diatas 70 tahun
39
Berat Badan
Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% bergantung kepada
tingkat kegemukan Bila kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai
dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB.
Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori yang diberikan
paling sedikit 1000 - 1200 kkal perhari untuk wanita dan 1200 1600 kkal perhari untuk pria.
3. Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4
kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar
40
41
mobil), menggunakan
42
43
dipakai
pada
diabetisi
gemuk.
Metformin
Sulfonilurea
Glinid
Metformin
Efek
Meningkatkan
utama
BB
sekresi Insulin
hipoglikemia
Meningkatkan
BB
sekresi Insulin
hipoglikemia
Menekan
produksi Diare,
naik,
dispepsia, 1,5-2%
44
glukosa
hati
menambah
sensitivitas terhadap
Penghambat
insulin
Menghambat
Flatulens,
glukosidase
absorpsi glukosa
lembek
alfa
Tiazolidindion
Menambah
Edema
tinja 0,5-1,0%
1,3%
sensitivitas terhadap
insulin
Menekan
Insulin
glukosa
produksi Hipoglikemia,
BB Potensial
hati, naik
normal
stimulasi
pemanfaatan glukosa
Cara Pemberian OHO, terdiri dari:
2. Insulin
45
sampai
Ketoasidosis diabetik
Efek samping yang lain berupa reaksi imun terhadap insulin yang dapat
menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.
Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial.
Terapi insulin diupayakan mampu meniru pola sekresi insulin yang
fisiologis
keduanya.
Defisiensi
insulin
basal
menyebabkan
timbulnya
Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal (satu macam) berupa: insulin
kerja cepat (rapid acting), kerja pendek (short acting), kerja menengah
(intermediate acting) atau kerja panjang (long acting) dan insulin campuran
tetap (premixed insulin).
Pemberian dapat pula secara kombinasi antara jenis insulin Kerja cepat atau
insulin kerja pendek untuk koreksi defisiensi insulin prandial. dengan kerja
menengah atau kerja panjang untuk koreksi defisiense insulin basal. Juga
dapat dilakukan kombinasi dengan OHO
Penyesuian dosis insulin dapat dilakukan dengan menambah 2-4 unit setiap
hari 3-4 hari bila target terapi belum tercapai
47
yang tertentu
Secara resmi, kemasan insulin injeksi 40u/ml tidak beredar lagi si Indonesia
sehingga mengurangi risiko kesalahan yang dapat di
sebabkan karena
perbedaan kemasan insulin dengan semprit yang dipakai Saat ini juga
tersedia insulin campuran (premixed) kerja cepat dan kerja menengah.
3. Terapi kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah,
untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar
glukosa darah.
48
III.7
49
hemoglobin
terglikasi,
yang
disebut
juga
sebagai
sebelum makan
*ADA menganjurkan pemeriksaan kadar glukosa darah malam hari (bed time)
dilakukan pada jam 22.00
yang sama dalam jangka waktu lama. Hasil pemeriksaan sangat tegantung
pada fungsi ginjal dan tidak dapat dipergunakan untuk menilai
keberhasilan terapi.
III.7.5 Penentuan Benda Keton
Pemantauan benda keton dalam darah maupun dalam urin cukup
penting terutama pada diabetisi tipe-2 yang terkendali buruk kadar glukosa
darah >300 mg/dL), Pemeriksaan benda keton juga diperlukan pada
diabetisi tipe 2 yang sedang hamil, Tes benda keton urin mengukur kadar
asetoasetat, sementara benda keton yang penting adalah asam beta
hidroksibutirat. Saat ini telah dapat dilakukan pemeriksaan kadar asam
beta hidroksibutirat dalam darah secara langsung dengan menggunakan
strip khusus Kadar benda keton darah <0.6 mmol/L dianggap normal, di
atas 1.0 mmol/L disebut ketosis dan melebihi 3.0 mmol/L indikasi adanya
KAD.
Pengukuran kadar glukosa darah dan benda keton secara mandiri, dapat
mencegah terjadinya penyulit akut diabetes, khususnya KAD.
III.8
KRITERIA PENGENDALIAN DM
Untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronik, diperlukan
darah
darah
Baik
puasa 80-100
Sedang
100-125
Buruk
126
jam 80-144
145-179
180
6,5 8
200-239
100-129
>8
240
130
150-199
23-25
130-140/80-
200
>25
>140/90
(mg.dL)
A1C (%)
Kolesterol Total (mg/dL)
Kolesterol LDL (mg/dL)
Kolesterol HDL (mg/dL)
Trigeliserida (mg/dL)
IMT (kg/m2)
Tekanan darah (nmHg)
<6,5
<200
>100
>45
<150
18.5 2,3
130/180
90
52
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai
bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari
pengelolaan DM secara holistik. Materi edukasi terdiri dari materi edukasi tingkat awal
dan materi edukasi
Pemeliharaan/Perawatan kaki
diabetesi
55
Untuk diabetisi yang tidak sadar, sementara dapat diberikan glukosa 40%
intravena terlebih dahulu sebagai tindakan darurat, sebelum dapat
dipastikan penyebab menurunnya kesadaran.
2. Mikroangiopati:
Retinopati diabetic
Kontrol glukosa darah dan tekanan darah yang baik akan
mengurangi risiko dan memberatnya retinopati. Terapi
asatosal tidak mencegah timbulnya retinopati
Nefropati diabetic
Kontrol glukosa darah dan tekanan darah yang baik akan
mengurangi risiko nefropati
Pembatasan asupan protein dalam diet (0.8 g/kg BB) juga
akan mengurangi risiko terjadinya nefropati
3. Neuropati
Gejala lain yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar
sendiri, dan lebih terasa nyeri di malam hari.
57
58
Prediabetes
59
2. Diet sehat.
terbagi
dan
seimbang
sehingga
tidak
3. Latihan jasmani.
berat
(mencapai
denyut
jantung
>70%
Kelompok prediabetes
1. Pengelolaan Prediabetes
Prediabetes sering berkaitan dengan syndrom metabolik yang ditandai
dengan adanya obesitas sentral, dislipidemi (trigliserida yang tinggi,
dan atau kolesterol HDL rendah),dan hipertensi
Sebagian besar penderiat prediabetes dapat diperbaiki dengan
perubahan gaya hidup, menurunkan berat badan mengkonsumsi diet
sehat serta melakukan latihan jasmani yang cukup dan teratur.
Hasil penelitian Diabetes Prevention Program menunjukkan bahwa
perubahan gaya hidup lebih lebih efektif untuk mencegah DM tipe-2
dibandingkan dengan penggunaan obat-obatan
Penurunan berat badan sebesar 5-10% disertai dengan latihan jasmani
teratur mampu mengurangi resiko timbulnya DM tipe 2 sebesar 50%.
Sedangkan penggunaan obat (seperti metformin thiazolidinediones,
acarbose) hanya mampu menurunkan resiko sebesar 31% dan
penggunaan berbagai obat tersebut untuk penanganan Prediabetes
masih menjadi kontroversi
Bila disertai dengan obesitas hipertensi dan dislipedemia, dilakukan
pengendalian berat badan, tekanan darah dan profil lemak hingga
tercapai target yang ditetapkan
62
63
sedini
Target terapi:
o Pada pasien target utamanya adalah penurunan LDL dengan
pemberian statin
Pada diabetisi dengan penyakit kardiovaskular:
-
Pasien dengan
semua
diabetisi
diberikan
terapi
statin
untuk
Indikasi pengobatan :
Bila TD sistolik 130 mmHg dan/atau TD diastolik 80
mmHg.
65
Pengelolaan:
Non-farmakoiogis:
Modifikasi gaya hidup, antara lain: menurunkan berat badan,
meningkatkan aktifitas fisik, menghentikan merokok dan
alkohol, serta mengurangi konsumsi garam
Farmakologis:
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih obat antihipertensi (OAH):
Pengaruh OAN terhadap profil lipid
Pengaruh OAH terhadap metabolisme glukosa
Pengaruh OAH terhadap resistensi insulin
Pengaruh OAH terhadap hipoglikemia terselubung
Obat anti hipertensi yang dapat dipergunakan:
Penghambat ACE
Penyekat reseptor angiotensin
Penyekat reseptor beta selektif, dosis rendah
Diuretik dosis rendah
Penghambat alfa
Antagonis kaisium golongan non-dihiropiridin
66
Catatan :
Penghambat ACE, penyekat reseptor angiotensin II
(ARB = angiotensin II receptor blocked) dan
antagonis kalsium golongan non-dihidropiridin
dapat memperbaiki mikroalbuminuria.
Penghambat
kardiovaskular.
Diuretik (HCT) dosis rendah jangka panjang, tidak
terbukti memperburuk toleransi glukosa.
Pengobatan hipertensi harus diteruskan walaupun
sasaran. sudah tercapai.
Bila tekanan darah terkendali, setelah satu tahun
dapat dicoba menurunkan dosis secara bertahap.
Pada orang tua, tekanan darah diturunkan secara
bertahap
68
Terapi
kombinasi
asetosai
dengan
antiplatelet
lain
dapat
69
DAFTAR PUSTAKA
1. Chernecky, Schumacher . 2005. Critical care & emergency nursing. USA.
Elsevier Science
2. PB Perkeni. Consensus pengelolaan dan pencegahan diabetes mellitus Tipe 2.
2006
3. DR. Paul Belchetic & DR. Peter J Hammond. 2005. Diabetes and Endokrinology.
Mosby
4. Prof. DR. H. Tabrani. 2008. Agenda Gawat Darurat (critical care). Bandung. PT
Alumni
5. Adam
JMF.
Penatalaksanaan
endokrin
darurat.
Perkumpulan
70
LAMPIRAN
71
72
73