Anda di halaman 1dari 73

BAB I

PENDAHULUAN
Diabetes

mellitus

(DM)

merupakan

penyakit

metabolik

dengan

karakteristik peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) yang terjadi akibat


kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Glukosa dibentuk di hati dari
makanan yang dikonsumsi dan secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu
dalam darah. Insulin merupakan suatu hormon yang diproduksi pankreas yang
berfungsi mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi
dan

penyimpanannya

(American

Diabetes

Assosiation,

2004

dalam

Smeltzer&Bare, 2008).
Secara klinis terdapat dua tipe DM yaitu DM tipe 1 dan DM tipe 2. DM
tipe 1 disebabkan karena kurangnya insulin secara absolut akibat proses autoimun
sedangkan DM tipe 2 merupakan kasus terbanyak (90-95% dari seluruh kasus
diabetes) yang umumnya mempunyai latar belakang kelainan diawali dengan
resistensi insulin (American Council on Exercise, 2001; Smeltzer&Bare, 2008).
DM tipe 2 berlangsung lambat dan progresif, sehingga tidak terdeteksi karena
gejala yang dialami pasien sering bersifat ringan seperti kelelahan, iritabilitas,
poliuria,polidipsi dan luka yang lama sembuh (Smeltzer&Bare, 2008).
Kemampuan tubuh untuk bereaksi dengan insulin dapat menurun pada
pasien DM, keadaan ini dapat menimbulkan komplikasi baik akut (seperti diabetes
ketoasidosis dan sindrom hiperosmolar nonketotik) maupun kronik. Komplikasi
kronik biasanya terjadi dalam jangka waktu 5-10 tahun setelah diagnosa
ditegakkan (Smeltzer&Bare, 2008). Komplikasi kronik terjadi pada semua organ
tubuh dengan penyebab kematian 50% akibat penyakit jantung koroner dan 30%
akibat penyakit gagal ginjal. Selain itu, sebanyak 30% penderita diabetes
mengalami kebutaan akibat retinopati dan 10% menjalani amputasi tungkai kaki
(Medicastore, 2007).
DM sudah merupakan salah satu ancaman bagi kesehatan umat manusia
pada abad 21. WHO membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlah penderita
diabetes di atas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan dalam kurun waktu

25 tahun kemudian jumlah tersebut akan meningkat menjadi 300 juta orang
(Suyono, 2006). Menurut data WHO, Indonesia menempati urutan keempat
terbesar dalam jumlah penderita diabetes di dunia. Pada tahun 2000 yang lalu saja,
terdapat sekitar 5,6 juta penduduk Indonesia yang mengidap penyakit diabetes.
Namun, pada tahun 2006 diperkirakan jumlah penderita diabetes di Indonesia
meningkat tajam menjadi 14 juta orang, dimana baru 50 persen yang sadar
mengidapnya dan di antara mereka baru sekitar 30 persen yang datang berobat
teratur (Medicastore, 2007).
Penelitian terakhir antara tahun 2001 dan 2005 di daerah Depok (Suyono,
2006) didapatkan prevalensi DM tipe 2 sebesar 14,7%, demikian juga di Makasar
prevalensi terakhir pada tahun 2005 mancapai 12,5%, merupakan suatu angka
yang sangat mengejutkan. Ini sesuai dengan perkiraan yang dikemukakan WHO
bahwa jumlah pengidap diabetes sebanyak 12,4 juta orang pada tahun 2025,
meningkat dua kali dibanding tahun 1995.
Mengingat jumlah penderita DM yang terus meningkat dan besarnya biaya
perawatan pasien diabetes yang terutama disebabkan oleh karena komplikasinya,
maka upaya yang paling baik adalah melakukan pencegahan. Menurut WHO
tahun 1994, upaya pencegahan dapat dilakukan dengan tiga tahap yaitu
pencegahan primer, sekunder dan tersier. Pencegahan primer merupakan semua
aktivitas yang ditujukan untuk mencegah timbulnya hiperglikemia pada populasi
umum misalnya dengan kampanye makanan sehat, penyuluhan bahaya diabetes.
Pencegahan sekunder yaitu menemukan penderita DM sedini mungkin misalnya
dengan tes penyaringan sedini mungkin terutama pada populasi resiko tinggi
sehingga komplikasi tidak terjadi. Pencegahan tersier adalah semua upaya untuk
mencegah komplikasi atau kecacatan melalui penyuluhan, maka perlu kerjasama
semua pihak untuk mensukseskannya ( Suyono, 2006).
Menurut American Diabetes Association (2004), komplikasi diabetes dapat
dicegah, ditunda dan diperlambat dengan mengendalikan kadar glukosa darah.
Pengelolaan diabetes yang bertujuan untuk mempertahankan kadar glukosa darah
dalam rentang normal dapat dilakukan secara nonfarmakologis dan farmakologis.
Pengelolaan

nonfarmakologis

meliputi

pengendalian

berat

badan,

olah

raga/latihan jasmani dan diet. Terapi farmakologis meliputi pemberian insulin


dan/atau obat hiperglikemia oral (Medicastore, 2007; Smeltzer&Bare, 2008).

BAB II
LAPORAN HASIL KUNJUNGAN RUMAH
Identitas Pasien dan Keluarga
Identitas Pasien

Nama

: Ny. Marinah

Jenis kelamin

: Perempuan

Usia

: 68 tahun

Status Pernikahan : Menikah

Alamat

: Dusun Krumpakan II RT 08 /

RW 02 Desa

Krumpakan, Kecamatan Kajoran, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah

Agama

: Islam

Suku Bangsa

: Jawa

Pendidikan

: SD

Pekerjaan

: Buruh tani

Identitas Kepala Keluarga

Nama

: Tn. Rusmadi

Jenis Kelamin

: Laki laki

Umur

: 88 tahun

Status Pernikahan : Menikah

Alamat

: Dusun Krumpakan II RT 08 /

RW02 Desa

Krumpakan, Kecamatan Kajoran, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah

Agama

: Islam

Suku Bangsa

: Jawa

Pendidikan

: SD

Pekerjaan

: Buruh tani

Tabel 1. Profil Keluarga yang Tinggal Satu Rumah


No Nama

Kedudukan J

Umur

dalam

(tahun) n

L
P

88
68

L
P
L
P
P

45
42
40
34
27

1.
2.

Tn. Rusmadi
Ny. Marinah

Keluarga
KK
Istri KK

3.
4.
5.
6.
7.

Arifin
Jumirah
Rubingah
Sulasmi
Masiroh

Anak KK
Anak KK
Anak KK
Anak KK
Anak KK

Pendidika

Pekerjaan

Keterangan

SD
SD

Buruh tani
Buruh tani

Sehat
Sakit

SMA
SMA
SMA
SMA
SMA

Bengkel
Petani
Pedagang
Pedagang
Baby Sister

Sehat
Sehat
Sehat
Sehat
Sehat

Tabel 2. Daftar Anggota Keluarga yang Tinggal Serumah


No Nama

Kedudukan J

Umur

Pendidika

dalam

(tahun) n

Pekerjaan

Keterangan

1.
2.

Tn. Rusmadi
Ny. Marinah

Keluarga
KK
Istri KK

L
P

88
68

SD
SD

Buruh tani
Buruh tani

Sehat
Sakit

3.

Arifin

Anak KK

45

SMA

Bengkel

Sehat

Keterangan :
L

: laki-laki

: perempuan

Gambar 1. Pohon Keluarga

Laki-laki

Perempuan

Penderita

Resume Penyakit Dan Penatalaksanaan Yang Sudah Dilakukan


Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal

15 Oktober

2014 pukul 17.00 WIB dan dilanjutkan pada tanggal 17 Oktober 2014 pada pukul
13.00 di rumah pasien di Dusun Krumpakan II, desa Krumpakan, Kecamatan
Kajoran, Kabupaten Magelang.

Keluhan Utama :
Luka di telapak kaki yang lama sembuhnya

Riwayat Penyakit Sekarang


2 bulan SMRS pasien mengeluh berat badan menurun, berat
badan semakin lama semakin menurun. Penurunan berat badan tidak
disebabkan karena pembatasan makan dan pasien mengaku tidak sedang
banyak pikiran. Pasien juga mengeluhkan lebih sering BAK, terutama
pada malam hari, 3-4x semalam. Nafsu makan meningkat (+) dan pasien
merasa cepat haus (+).

1 bulan SMRS pasien tersandung batu dan ada luka di telapak


kakinya. Luka tersebut tidak kunjung sembuh, malah semakin parah.
Pasien juga merasa kakinya sering kesemutan. Badan juga terasa lemas
(+), berat badan makin turun (+). Kemudian oleh anaknya, pasien dibawa
berobat ke puskesmas, di puskesmas diperiksa gula darah dan hasilnya 530
mg/dl, keluhan jantung berdebar-debar disangkal dan tidak ada keluhan
leher membesar atau bola mata menonjol.
Pasien dirujuk ke rumah sakit untuk mendapat perawatan lebih
lanjut. Di rumah sakit, pasien disarankan untuk rawat inap dan dilakukan
pemeriksaan gula darah puasa, namun hasilnya pasien lupa. Pasien
dikatakan menderita diabetes mellitus dan dirawat selama 30 hari di rumah
sakit.
Keluhan Tambahan :
Lemas, sering haus, sering BAK pada malam hari

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mengaku tidak pernah merasakan keluhan ini sebelumnya,
riwayat sakit jantung (-), darah tinggi (-), ginjal (-).

Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien mengaku tidak memiliki keluarga yang menderita penyakit
diabetes mellitus,darah tinggi, penyakit ginjal penyakit paru dan jantung.
.

Riwayat Kebiasaan
Pasien sering mengkonsumsi makanan manis.Makan nasi dalam
porsi besar.

ASSESMENT GERIATRI
A. MASALAH PSIKOLOGI DAN FUNGSI
Fungsi Depresi : Skor = 1/15, keadaan baik/tidak depresi

Mini Mental Score Examination: skor 30/30 , Normal


Skor Norton : skor 20/20 (kecil sekali/ tak terjadi)
AKS : Katz A (Mandiri untuk 6 fungsi
INDEKS KATZ (Menilai AKS)

No. Aktivitas

Mandiri

1.

Memerlukan bantuan Memerlukan

Bathing

Tergantung

19-09-2014

hanya pada 1 bagian bantuan


tubuh

Mandiri
dalam

(bagian mandi lebih dari 1

belakang

anggota bagian tubuh dan

tubuh yang terganggu) saat masuk serta


atau dapat melakukan keluar
sendiri

dari

bak

mandi / tidak dapat


mandi sendiri

2.

Dressing

Menaruh pakaian & Tidak

dapat Mandiri

mengambil

pakaian, memakai

pakaian

memakai

pakaian, sendiri atau tidak

brace, & menalikan berpakaian


sepatu

dilakukan sebagian

sendiri
3.

Toileting

Pergi ke toilet, duduk Memakai bedpan Mandiri


berdiri

dari

memakai

kloset, atau comode atau


pakaian mendapat bantuan

dalam, membersihklan pergi ke toilet atau


kotoran

(memakai memakai toilet

bedpan pada malam


hari

saja

memakai

&

tidak

penyangga

mekanik)

4.

Transfering

Berpindah dari dan ke Tidak


tempat

tidur

dapat Mandiri

& melakukan

berpindah dari dan ke dengan


tempat

/
bantuan

duduk untuk

berpindah

(memakai atau tidak dari & ke tempat


memakai alat bantu)

tidur

tempat

duduk
5.

Continence

BAK & BAB baik

Tidak

dapat Mandiri

mengontrol
sebagian

seluruhnya

dalam

BAB

BAK,

&

dengan

bantuan

manual / kateter
6.

Feeding

Mengambil makanan Memerlukan


dari piring / yang bantuan
lainnya

Mandiri
untuk

& makan atau tidak

memasukkan ke dalam dapat

makan

mulut (tidak termasuk semuanya

atau

kemampuan

per-

untuk makan

memotong daging & parenteral)


menyiapkan makanan
seperti

mengoleskan

mentega di roti)
Klasifikasi menurut Indeks Katz :
A

: Mandiri, untuk 6 fungsi

: Mandiri, untuk 5 fungsi

: Mandiri, kecuali bathing & 1 fungsi lain

: Mandiri, kecuali bathing, dressing, & 1 fungsi lain

: Mandiri, kecuali bathing, dressing, toiletting & 1 fungsi lain

: Mandiri,kecuali bathing,dressing, toiletting, transfering & 1


fungsi lain

: Ketergantungan untuk semua 6 fungsi di atas

Kesan : Katz A (Mandiri untuk 6 fungsi)

SKOR NORTON (Untuk Mengukur Risiko Dekubitus)

Penilaian
Kondisi fisik umum :

Skor

15-10-2014

Baik

Lumayan

Buruk

Sangat buruk
Kesadaran :

Komposmentis

Apatis

Konfus/soporus

Stupor/koma
Aktivitas :

Ambulan

Ambulan denganbantuan

Hanya bisa duduk


Tiduran

2
1

Mobilitas :
Bergerak bebas

Sedikit terbatas

Sangat terbatas

Tak bisa bergerak


Inkontinensia :

Tidak ada

10

Kadang-kadang

Sering inkontinensia urin

Inkontinensia alvi & urin


1
Skor total
Kategori : Skor 16-20 : kecil sekali/tak terjadi

20

12-15 : kemungkinan kecil terjadi


< 12 : kemungkinan besar terjadi
Skor : 20
Kesan : kecil sekali/tak terjadi

SKALA DEPRESI GERIATRI


Pilihan jawaban yang paling tepat, yang sesuai dengan perasaan anda
dalam satu minggu terakhir:
Apakah...........
No
Apakah..
1. Anda sebenarnya puas dengan kehidupan anda?
2. Anda telah meninggalkan banyak kegiatan / minat /

1
Tidak
Ya

0
Ya
Tidak

3.
4.
5.
6.

kesenangan anda?
Anda merasa kehidupan anda kosong?
Anda merasa sering bosan?
Anda mempunyai semangat yang baik setiap saat?
Anda takut sesuatu yang buruk akan terjadi pada diri

Ya
Ya
Tidak
Ya

Tidak
Tidak
Ya
Tidak

7.
8.
9.

anda?
Anda merasa bahagia untuk sebagian besar hidup anda?
Anda sering merasa tidak berdaya?
Anda lebih senang tinggal di rumah daripada keluar dan

Tidak
Ya
Ya

Ya
Tidak
Tidak

mengerjakan sesuatu yang baru?


10. Anda merasa mempunyai banyak masalah dengan daya

Ya

Tidak

ingat anda dibanding kebanyakan orang?


11. Anda pikir bahwa hidup anda sekarang ini

Tidak

Ya

menyenangkan?
12. Anda merasa tidak berharga seperti perasaan anda saat

Ya

Tidak

ini?

11

13. Anda merasa anda penuh semangat?

Tidak

Ya

14. Anda merasa bahwa keadaan anda tidak ada harapan?

Ya

Tidak

15. Anda pikir bahwa orang lain lebih baik keadaannya

Ya

Tidak

daripada anda?
Keterangan : Jawaban pasien yang bergaris bawah
Skor : Hitung jumlah jawaban yang bercetak tebal dan bergaris bawah

Tiap jawaban bercetak tebal dan bergaris bawah mempunyai nilai 1

Skor antara 1-4 menunjukkan keadaan baik/tidak depresi

Skor antara 5-9 menunjukkan kemungkinan besar depresi

Skor 10 atau lebih menunjukkan depresi


Skor = 1
Kesan : keadaan baik/tidak depresi

MINI MENTAL STATE EXAMINATION


Ma

Nila

i
ORIENTASI

( 5)

Sekarang (hari-tanggal-bulan-tahun) berapa dan musim apa?

(5)

Sekarang kita berada dimana? (Nama rumah sakit, jalan,


nomor rumah, kota kabupaten, provinsi)
REGISTRASI

(3)

Pewawancara menyebutkan nama 3 buah benda,misalnya :


satu detik untuk tiap benda. Kemudian mintalah respon
mengulang ketiga nama benda tersebut. Ulangi hingga benar
menyebutkan.Hitung jumlah percobaan dan catat : 2 kali.
ATENSI DAN KALKULASI

(5)

Kurangi 100 dengan 7. Nilai 1 untuk tiap jawaban yang benar.


Hentikan setelah 5jawaban. Atau disuruh mengeja terbalik kata
WAHYU (nilai diberi pada huruf yang benar sebelum

12

kesalahan.
RECALL
3

(3)

Tanyakan kembali nama tiga benda yang telah disebut di atas.


Berikan nilai 1 untuk tiap jawaban yang benar.
BAHASA

(9)

Apakah nama benda ini? Perlihatkan pensil atau arloji


(2 nilai)

Ulangi kalimat berikut : JIKA TIDAK, DAN ATAU


TAPI (1 nilai)

Laksanakanlah 3 buah perintah ini: Peganglah selembar


kertas dengan tangan kananmu, lipatlah kertas tersebut
pada pertengahan dan letakkan di lantai (3 nilai )

Bacalah

dan

laksanakanlah

perintah

berikut:

PEJAMKAN MATA ANDA (1 nilai)


e

Tuliskanlah sebuah kalimat (1 nilai)

Tirulah gambar ini (1 nilai )

Jumlah skor : 17
Kategori : Skor 24-30

: normal

17-23

: Probable gangguan kognitif

0-16

: definite gangguan kognitif

Skor

: 30

Kesan

: Normal

Pemeriksaan Fisik
Tanggal 15 Oktober 2014 pukul 17.45 WIB di kediaman pasien
Keadaan umum

: Tampak sakit ringan

Kesadaran

: Compos mentis

13

Tanda vital :

Tekanan darah

: 130/90 mmHg

TB : 155 cm

Nadi

: 100 x/menit

BB : 42 kg

Suhu

: 36,80 C

BMI : 17,5

Pernapasan

: 18x/menit

Status Generalis
Kepala : Normosefali

Mata

: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Telinga

: Normotia, benjolan (-), oedem (-), nyeri tekan (-)

Hidung

: Normosepti, sekret (-), deviasi septum (-)

Bibir

: pucat (-), sianosis (-)

Tenggorok: T1-T1, faring hiperemis (-), granulasi (-), nyeri telan (-)

Leher

Thoraks :

: Trakea di tengah, pembesaran KGB (-/-)

Paru - paru
Inspeksi

Bentuk dada normal, simetris, gerak thoraks pada pernafasan simetris,


sama tinggi, tidak ada bagian yang tertinggal, retraksi (-/-)
Palpasi

Gerak nafas simetris, sama tinggi, tidak ada bagian yang tertinggal, vokal
fremitus simetris, sama kuat
Perkusi

Kedua hemitoraks berbunyi sonor, peranjakan paru tidak dapat dinilai


Auskultasi :
Suara napas vesikuler, rhonchi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi :

14

Bentuk dada normal, simetris, iktus kordis terlihat pada ICS V 2 cm lateral
dari garis mid klavikularis kiri
Palpasi :
Iktus cordis teraba di ICS V 2 cm lateral dari garis mid klavikularis kiri
Perkusi :
Tidak ada nyeri ketuk, batas jantung kanan pada garis sternalis kiri setinggi ics
IV, batas paru lambung sekitar ics VI, batas jantung kiri setinggi ics V 2 cm garis
midklavikularis kiri, batas atas jantung kiri setinggi ics III pada garis sternalis kiri

Auskultasi :
Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : Datar, Caput Medusae (-), Smilling umbilikus (-)
Palpasi : Supel, Nyeri tekan (-), Hepatomegali (-), Splenomegali (-)
Perkusi : Timpani, nyeri ketuk (-)
Auskultasi : Bising usus normal

Ekstremitas
Ekstremitas Superior

Inspeksi : simetris, sianosis (-/-), tidak tampak luka

Palpasi : akral hangat (+/+),edema (-/-)

Ekstremitas Inferior

Inspeksi : simetris, sianosis (-/-), tidak tampak luka

Palpasi : akral hangat (+/+),edema (-/-)

Hasil Laboratorium di Puskesmas Kajoran II


Tanggal 15 Juli 2014
GDS

: 530 mg/dl

Tanggal 16 Juli 2014

GDP

: pasien lupa

Diagnosis Kerja

15

Diabetes Mellitus Tipe 2


Rencana Penatalaksanaan

Medikamentosa :

Metformin 1 x 500 mg (p.o)

Glibenklamid 1 x tablet (p.o)

Nonmedikamentosa :

Diet ( jumlah, jenis, jadwal )

Gaya hidup

Hasil Penatalaksanaan Medis


Keluhan pasien berkurang.

Faktor pendukung :
Pasien rutin minum obat dan kontrol ke dokter
Faktor penghambat:
Terkadang masih susah untuk mengatur pola makan

Indikator keberhasilan
Perbaikan keadaan umum

Tabel Permasalahan Pada Pasien


Tabel 2. Tabel Permasalahan Pada Pasien
No. Risiko & masalah kesehatan
1.
Gula darah tinggi
2.

Rencana pembinaan
Sasaran
Menurunkan gula darah dengan Pasien

obat dan perbaikan pola makan


Pola makan nasi berlebih dan Penyusunan jadwal, jenis dan Pasien
konsumsi teh setelah makan

jumlah

diet,

serta

pembatasan

konsumsi minuman manis

16

3.

Jarang

melakukan

aktifitas Penyusunan jadwal untuk olahraga, Pasien

fisik

minimal jalan 30 menit sehari

Identifikasi Fungsi Keluarga

Fungsi Biologis
Dari wawancara dengan penderita diperoleh keterangan bahwa penderita
belum pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya

Fungsi Psikologis
Penderita memiliki lima orang

anak, anak pertama, kedua, ketiga, dan

keempat sudah berkeluarga. Penderita tinggal serumah dengan anaknya


yang terakhir yang belum menikah, namun sejak 1 tahun yang lalu anak
terakhirnya bekerja di kota dan hanya pulang 1 bulan atau 2 bulan sekali.
Rumah penderita berdekatan dengan anaknya yang keempat yang sudah
menikah. Hubungan antara penderita dengan anaknya baik. Penderita
bekerja sebagai buruh tani. Penderitamempunyai kepribadian yang terbuka
dan ramah terhadap orang lain.

Fungsi Ekonomi
Biaya kebutuhan sehari-hari pasien dipenuhi dariupahnya sebagai buruh tani
dengan penghasilan per bulan yang tidak tentu. Rata-rata pendapatan
perbulan sekitar Rp. 500.000 600.000. Uang tersebut dipakai untuk
kebutuhan rumah tangga seperti listrik dan makan. Pasien tidak mempunyai
ASKES untuk kesehatan.

Fungsi Pendidikan
Penderita bersekolah sampai SD

Fungsi Religius
Penderita seorang Muslim dan keluarga yang lain memeluk agama Islam,
menjalankan ibadah agama secara rutin (sholat dan pengajian). Penerapan
nilai agama dalam keluarga baik.

Fungsi Sosial dan Budaya


Penderita dan keluarga tinggal di desa Krumpakan di kawasan pemukiman
yang cukup padat penduduk. Penderita dan keluarga dapat diterima dengan

17

baik di lingkungan rumahnya. Komunikasi dengan tetangga baik. Keluarga


penderita aktif dalam kegiatan di lingkungan seperti arisan dan pertemuan
warga yang rutin dilakukan sebulan sekali.

Pola Konsumsi Penderita


Frekuensi makan besar

3x sehari, diselingi dengan makanan ringan.

Penderita biasanya makan di rumah. Jenis makanan dalam keluarga ini


bervariasi. Variasi makanan sebagai berikut : nasi, lauk (tahu, tempe, telur),
sayur (kangkung, bayam, dll), air minum (air putih, teh, kopi). Pasien
jarang mengkonsumsi ayam, daging. Air minum berasal dari air sumber
mata air gunung.

Identifikasi Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan

Faktor Perilaku
Penderita bekerja sebagai buruh tani.

Faktor Lingkungan
Tinggal dalam lingkungan yang cukup padat penduduk, dimana kebersihan
di dalam rumah cukup baik. Pencahayaan di dalam rumah kurang dan
sirkulasi udaranya pun juga kurang. Sumber air minum berasal dari sumber
mata airgunung dan dimasak terlebih dahulu sebelum diminum. Buang air
besar menggunakan jamban cemplung di wc sendiri di luar rumah yang
langsung dibuang ke septitank. Untuk pembuangan limbah, dibuang ke got
dan mengalir ke saluran limbah, dan tersedianya tempat pembuangan
sampah di luar rumah.

Faktor Sarana pelayanan kesehatan


Terdapat Puskesmas Kajoran II yang berjarak <5 km.

Faktor keturunan
Tidak ada keturunan diabetes mellitus dari keluarga

Identifikasi Lingkungan Rumah

18

Gambaran Lingkungan Rumah


Rumah

pasien terletak di Dusun Krumpakan II, Desa Krumpakan,

Kecamatan Kajoran, Kabupaten Magelang, dengan ukuran rumah 11 x 6,5


m2, bentuk bangunan 1 lantai.Saat ini rumah tersebut hanya ditempati oleh 2
orang. Secara umum gambaran rumah terdiri dari 3 kamar tidur, 1 ruang
tamu, 1 ruang makan, 1 ruang keluarga, 1 kamar mandi, 1 jamban, dan 1
dapur di bagian belakang rumah.
Rumah mempunyai langit-langit dandinding masih dari kayu, lantai bagian
depan rumah menggunakan semendan bagian belakang rumah terbuat dari
tanah. Penerangan dalam rumah dan kamar kurang sehingga rumah pada
siang hari cenderung gelap dan kurang pencahayaan. Ventilasi dan jendela
tidak memadai. Tata letak barang di rumah cukup rapi. Sumber air bersih
dari sumber mata air gununguntuk minum maupun cuci dan masak. Air
minum dimasak sendiri. Fasilitas MCK terdapat kamar mandi yang
menggunakan jamban cemplung. Kebersihan dapur kurang, tidak ada
lubang asap dapur, namun asap dapur langsung mengarah ke pintu. Tidak
ada saluran untuk pembuangan air limbah. Tidak ada tempat pembuangan
sampah dan tertutup dan membuang sampah di kebun.Jalan di depan rumah
lebarnya 4 meter terbuat dari tanah . Kebersihan lingkungan di sekitar
rumah cukup.
Gambar 2. Denah Rumah

19

Jamban

Kamar
Mandi

Dapur

Kamar Tidur 3

Kamar Tidur 2

Ruang
Makan

Kamar Tidur 1

Ruang tamu

Diagnosis Fungsi Keluarga


Fungsi Biologis
Dari hasil wawancara.
Fungsi Psikologis

Hubungan pasien dengan keluarga terjalin baik

Hubungan sosial dengan tetangga dan kerabat baik.

Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan


Kesan sosial ekonomi kurang dilihat dari pendapatan sebagai buruh tani
sebesar Rp.500.000-600.000 per bulan.

20

Fungsi Religius dan Sosial Budaya


Termasuk keluarga yang taat beragama. Hubungan keluarga dan pasien
dengan tetangga baik, komunikasi berjalan dengan lancar. Tidak terdapat
keterbatasan hubungan antara pasien dan masyarakat.
Faktor Perilaku
Pasien tinggal di rumah yang pencahayaannya kurang dan ventilasi udara di
rumah tidak memadai sehingga sirkulasi udara tidak lancar. Lantai dari
semen.
Faktor Non Perilaku
Sarana pelayanan kesehatan di sekitar rumah dekat. Jarak antara rumah
pasien dengan puskesmas < 5 km.

Diagram Realita Yang Ada Pada Keluarga


Gambar 3. Diagram Realita

21

GENETIK

YANKES

STATUS
KESEHATAN

LINGKUNGAN

- Puskesmas berlokasi cukup dekat


PERILAKU
Sering mengkonsumsi makanan dan minuman manis
Jarang berolahraga

Pembinaan Dan Hasil Kegiatan


Tabel 3. Pembinaan dan Hasil Kegiatan
Tanggal

Kegiatan yang dilakukan

Keluarga

Hasil Kegiatan

yang
15

Perkenalan, melakukan

Oktober

anamnesis pemeriksaan fisik

2014

kepada pasien di rumah

terlibat
Pasien

Mendapatkan
diagnosis kerja pasien

22

16

Mengamati keadaan

Pasien dan Pasien, istri dan anak

Oktober

kesehatan rumah dan

keluarga

2014

lingkungan sekitar

memahami penjelasan

Memberikan penjelasan

yang diberikan dan

kepada pasien dan

diharapkan

keluarga pasien mengenai

merubah pola hidup

pasien

dapat

dapat

penyakit Diabetesmellitus,
komplikasi, pengobatan

pencegahan, faktor resiko.

Pasien, istri dan anak

Edukasi mengenai pola

pasien

mengerti

makan, dan kontrol gula

tentang

penyakit

darah serta efek jangka

Diabetes Mellitus dan

panjang dari gula darah

cara

yang tidak terkontrol

penyakit tersebut.

menangani

Edukasi kepada keluarga


pasien untuk selalu
memotivasi dan
mendukung pasien untuk
mengontrol gula darah,
pola makandan merokok.

Kesimpulan Pembinaan Keluarga

Tingkat pemahaman :
Pemahaman terhadap pembinaan yang dilakuka cukup baik.

Faktor pendukung :
Penderita dan keluarga dapat memahami dan menangkap penjelasan
yang diberikan tentang penyakit diabetes mellitus itu sendiri.
Keluarga

yang kooperatif dan adanya keinginan untuk melihat

penderita sembuh dan kembali beraktifitas normal.

23

Faktor penyulit : -

Indikator keberhasilan : pasien mengetahui risiko dan bahaya dari penyakit


itu sendiri.

24

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
III.1

DEFINISI
Menurut American Diabetes Association(ADA) 2005, Diabetes Melitus

merupakan

suatu

kelompok

penyakit

metabolik

dengan

karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-keduanya. Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa Diabetes
Melitus merupakan suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang
merupakan akibat dari sejumlah faktor dimana didapat defisiensi insulin absolute
atau relative dan gangguan fungsi insulin.
III.2

KLASIFIKASI
Klasifikasi DM dapat dilihat pada table 1.
Tabel 4.Klasifikasi Etiologis DM

Tipe 1

Destruksi sel beta umumnya menjurus ke defisiensi insulin


absolute :

Tipe 2

Autoimun

Idiopatik

Bervariasi mulai yang terutama dominan resistensi


insulin disertai insulin relatif sampai yang terutama
defek sekresi insulin disertai resistensi insulin

Tipe lain

Defek genetik fungsi sel beta

Defek genetik kerja insulin

Penyakit eksokrin pankreas

Endokrinopati

Karena obat atau zat kimia

25

Infeksi

Sebab imunologi yang jarang

Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM

Diabetes

DM ditegakkan apabila kadar glukosa darah sewaktu melebihi

Melitus

200 mg%. Jika didapatkan nilai di bawah 100 mg% berarti

Gestasional

bukan DM dan bila nilainya diantara 100-200 mg% belum


pasti DM. Pada wanita hamil, sampai saat ini pemeriksaan
yang terbaik adalah dengan test tantangan glukosa yaitu
dengan pembebanan 50 gram glukosa dan kadar glikosa darah
diukur 1 jam kemudian. Jika kadar glukosa darah setelah 1 jam
pembebanan melebihi 140 mg% maka dilanjutkan dengan
pemeriksaan test tolesansi glukosa oral. Gangguan DM terjadi
2% dari semua wanita hamil, kejadian meningkat sejalan
dengan

umur

kehamilan,

tetapi

tidak

merupakan

kecenderungan orang dengan gangguan toleransi glokusa, 25%


kemungkinan akan berkembang menjadi DM. DM gestasional
merupakan keadaan yang perlu ditangani dengan professional,
karena dapat mempengaruhi kehidupan janin/ bayi dimasa
yang akan datang, juga saat persalinan.

III.3

PATOFISIOLOGI
Pada defisiensi insulin akut, akan tejadi hiperglikemia karena pengaruh

insulin pada metabolisme glukosa tidak ada. Penimbunan glukosa di ekstrasel


menyebabkan hiperosmolaritas. Transpor maksimal glukosa akan meningkat di
ginjal sehingga glukosa diekskresikan ke dalam urin. Hal ini menyebabkan

26

diuresis osmotik yang disertai kehilangan air(poiluria), Natrium dan Kalium dari
ginjal, dehidrasi, dan kehausan. Meskipun kehilangan Kalium dari ginjal, tetapi
tidak terjadi hipokalemia karena sel melepaskan Kalium akibat penurunan
aktivitas kotranspor natrium-kalium-2clorin dan natrium-kalium-ATPase.
Jika terdapat defisiensi insulin, protein akan dipecahkan menjadi asam
amino di otot dan jaringan lain. Pemecahan otot bersama dengan gangguan
elektrolit akan menyebabkan kelemahan otot. Lipolisis yng telah tejadi
menyebabkan pelepasan asam lemak kedalam darah(hiperlipidasidemia). Hati
menghasilkan asam asetoasetat dan asam hidroksibutirat-B dari asam lemak.
Penumpukan asam ini akan menyebabkan asidosis, yang memaksa pasien untuk
bernafas dalam. Beberapa asam ini akan terjadi aseton.
Skema patofiosolgi dapat dilihat pada Gambar 4.

27

Gambar 4. Patofisiologi Diabetes Mellitus


III.4

DIAGNOSIS
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.

Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan
diagnosis DM pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan

28

glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan
darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan
memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan
oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat
dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler.
Berbagai keluhan dapat dikemukakan pada diabetesi. Kecurigaan adanya
DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti tersebut dibawah
ini.

Keluhan klasik DM berupa : poliria, polydipsia, polifagia, dan penurunan


berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya

keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara. Pertama jika keluhan klasik
ditemukan. maka pemeriksaan glukosa darah sewaktu 200 mg/dL sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis DM. Kedua, dengan TTGO. Meskipun TTGO beban 75g glukosa
lebih sensitif dibanding dengan pemeriksaan glukosa darah puasa, namun memiliki
keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek
sangat jarang dilakukan. Ketiga dengan pemeriksaan glukosa darah puasa yang lebih
mudah dilakukan, mudah diterima oleh pasien serta murah sehingga pemeriksaan ini
dianjurkan untuk diagnosis DM.

Tabel 5. Kriteria Diagnosis DM

29

1. Gejala klasik DM + glukosa darah sewaktu 200mg/dL (11,1 mmo/L)


Glukosa sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa
memperhatikan waktu makan terakhir
Atau
2. Gejala klasik DM+Kadar glukosa darah 126 mg/dL (7,0 mmol/L)
Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
Atau
3. Kadar glukosa darah 2 jam pada TTGO 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara
dengan 75g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM maka dapat
digolongkan ke dalam kelompok TGT atau GDPT tergantung dari hasil yang
diperoleh.

TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah beban antara 140-199 mg/dL
(7,8-11,0 mmol/L)

GDPT: glukosa darah puasa antara 100-125 mg/dL (5,6 -6,9 mmol/L)

Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994):

3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan seharihari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan
jasmani seperti biasa

Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan,


minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan

Diperiksa kadar glukosa darah puasa

30

Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anakanak) dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit

Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2


jam setelah minum larutan glukosa selesai

Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa selama
proses

pemeriksaan,

subyek

yang

diperiksa

tetap

istirahat

dan

tidakmerokok

III.5

PEMERIKSAAN PENYARING
Pemeriksaan penyaring ditujukan pada mereka yang mempunyai risiko DM

namun tidak menunjukkan adanya gejala DM. Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk
menemukan pasien dengan DM, TGT maupun GDPT, sehingga dapat ditangani lebih dini
secara tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai prediabetes, merupakan
tahapan sementara menuju DM. Kedua keadaan tersebut merupakan faktor risiko untuk
terjadinya DM dan penyakit kardiovaskular di kemudian hari.
Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok yang memiliki salah satu
faktor risiko DM sebagai berikut:

1. Usia > 45 tahun


2. Usia lebih muda, terutama dengan IMT > 23 kg/m2 yang disertai
dengan faktor risiko:
kebiasaan tidak aktif
turunan pertama dan orang tua dengan DM
riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4000 gram, atau
riwayat DM-gestasional
hipertensi (140/90 mmHg)
kolesterol HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida 250 mg/dL

31

menderita polycyctic ovarial syndrome (PCOS) atau keadaan klinis


lain yang terkait dengan resistensi insulin
adanya riwayat toleransi glukosa yang terganggu (TGT) atau
glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya
memiliki riwayat penyakit kardiovaskular.
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa
darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes tolerasi
glukosa oral (TTGO) standar.

Pemeriksaan penyaring untuk tujuan (skrining masal) tidak dianjurkan


mengingat biaya yang mahal, serta pada umumnya tidak dengan rencana tindak
lanjut bagi mereka yang diketemukan ada kelaianan. Pemeriksaan penyaring juga
dianjurkan dikerjakan pada saat pemeriksaan untuk penyakit Lain atau general
check up. Kadar glukosa darah sewaktu dan glukosa darah puasa sebagai patokan
penyaring dapat dilihat pada table 3.

Tabel 6. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan
diagnosis DM (mg/dL)
Bukan DM

Belum pasti

DM
200

Kadar
Glukosa darah

Plasma vena

<100

DM
100-199

sewaktu (mg/dL)
Kadar glukosa

Darah kapiler

<90

90-199

200

darah puasa(mg/dL)

Plasma vena

<100

100-125

126

Catatan:untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil


dilakukan pemeriksaan ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang berusia >45 tahun
tanpa faktor risiko lain pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.

32

III.6

PILAR PENATALAKSANAAN DM

Pilar penatalaksanaan Diabetes Mellitus antara lain:


1. Edukasi
2. Terapi gizi medis
3. Latihan jasmani
4. Intervensi Farmakologis

Pengelolaan DM dimulai dengan terapi gizi medis dan latihan jasmani


selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum
mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik
oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera
diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan
dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan
yang menurun dengan cepat, adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan.
Pengetahuan tentang pemantauan mandiri tanda dan gejala hipoglikemi dan cara
mengatasinya harus diberikan kepada pasien, sedangkan pemantauan kadar
glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.
1. Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku
telah terbentuk dengan mapan. Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri
membutuhkan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim
kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk
mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang
komprehensif dan upaya peningkatan motivasi.
Edukasi yang diberikan kepada pasien meliputi pemahaman tentang:

Perjalanan penyakit DM

Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM

33

Penyulit DM dan risikonya

Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target


perawatan

Interaksi antara asupan makanan, aktifitas fisik, dan obat


hipoglikemik oral atau insulin serta obat-obatan lain.

Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa


darah atau urin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah
mandiri tidak tersedia)

Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit,


atau hipoglikemia

Pentingnya latihan jasmani yang teratur

Masalah khusus yang dihadapi (misalnya: hiperglikemia pada


kehamilan)

Pentingnya perawatan diri

Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.

Edukasi dapat dilakukan secara individual dengan pendekatan


berdasarkan penyelesaian masalah. Seperti halnya dengan proses edukasi,
perubahan perilaku memerlukan perencanaan yang baik, implementasi,
evaluasi dan dokumentasi.
2. Terapi Gizi Medis

Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan


diabetes secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan
secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan
yang lain dan pasien itu sendiri)

34

Setiap diabetisi sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan kebutuhannya


guna mencapai target terapi

Prinsip pengaturan makan pada diabetisi hampir sama dengan anjuran


makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan
sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu.
Pada diabetisi perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam
hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka
yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.

A. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:


Karbohidrat

Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan


energi

Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan

Makanan harus mengandung lebih banyak karbohidrat


terutama yang berserat tinggi

Sukrosa tidak boleh lebih dari 10% total asupan energi

Sedikit gula dapat dikonsumsi sebagai bagian dari


perencanaan makan yang sehat dan pemanis non-nutrisi
dapat digunakan sebagai pengganti jumlah besar gula
misalnya pada minuman ringan dan permen

Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan


karbohidrat dalam sehari

35

Lemak

Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25 % kebutuhan kalori.


Tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.

Lemak jenuh <7% kebutuhan kalori

Lemak tidak jenuh ganda <10%, selebihnya dari lemak


tidak jenuh tunggal.

Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak


mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain:
daging berlemak dan susu penuh (whole milk).

Anjuran konsumsi kolesterol < 300 mg/hari. Diusahakan


lemak berasal dari sumber asam lemak tidak jenuh
(MUFA/Mono Unsaturated Fatty Acicf), membatasi PUFA
(Poly Unsaturated Fatty Acid) dan Asam lemak jenuh.

Protein

Dibutuhkan sebesar 15 - 20% total asupan energi.

Sumber protein yang baik adalah ikan, seafood, daging


tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak,
kacang, dan kacang-kacangan (Leguminosa), tahu, tempe.

Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan


protein menjadi 0.8 g/kg BB perhari atau 10% dari
kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai biologik
tinggi.

Garam

36

Anjuran asupan natrium untuk diabetisi sama dengan


anjuran untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000
mg atau sama dengan 6-7 g (1 sendok teh) garam dapur.

Pembatasan natrium sampai 2400 mg atau sama dengan 6


gr/hari garam dapur, terutama pada mereka yang hipertensi.

Sumber natrium antara lain garam dapur, vetsin dan soda.

Serat

Seperti halnya masyarakat umum, penyandang diabetes


dianjurkan mengkonsumsi cukup serat dari kacangkacangan, buah dan sayuran serta sumber karbohidrat yang
tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral, serat dan
bahan lain yang baik untuk kesehatan.

Anjuran konsumsi serat adalah 25 g/hari, diutamakan


serat larut.

Pemanis

Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis bergizi dan


pemanis tak bergizi. Termasuk pemanis bergizi adalah gula
alkohol dan fruktosa.

Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol,


sorbitol dan xylitol, mengandung 2 kalori /g

Batasi penggunaan pemanis bergizi. Dalam penggunaannya


pemanis bergizi perlu diperhitungkan kandungan kalorinya
sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.

Fruktosa tidak dianjurkan digunakan para diabetisi karena


efek samping pada lipid plasma.

37

Pemanis

tak

bergizi

termasuk:

aspartam,

sakarin,

acesulfame potassium, sukralose, neotame.

Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas


aman (Accepted Daily intake / ADI)

B. Kebutuhan kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang
dibutuhkan diabetisi. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan
berdasarkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori / kg
BB ideal, ditambah dan dikurangi bergantung pada beberapa faktor
yaitu jenis kelamin, umur, aktifitas, berat badan, dll.
Perhitungan berat badan ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang
dimodifikasi adalah sbb:

Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm -100) x 1 kg.

Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di


bawah 150 cm, rumus modifikasi menjadi:

Berat badan ideal = (TB dalam cm -100) x 1 kg.


BB Normal

: BB ideal 10%

Kurus

: < BBI - 10%

Gemuk

: > BBI + 10%

38

Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh. Indeks


massa tubuh dapat dihitung dengan rumus IMT = BB (kg)/TB(m2)
Klasifikasi IMT*
BB kurang : <18,5
BB Normal: 18,5-22,9
BB Lebih

: 23,0

Dengan risiko 23,0-24,9


Obes I

25,0-29,9

Obes

30

WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pasific Perspective;


Redefining obesity and its treatment

Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain

Jenis Kelamin
Kebutuhan

kalori

pada

wanita

lebih

kecil

daripada

pria.Kebutuhan kalori wanita sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria


sebesar 30 kal/kg BB.

Umur
Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi
5% untuk dekade antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk
usia 60 s/d 69 tahun dan dikurangi 20%, diatas 70 tahun

Aktifitas Fisik atau Pekerjaan

39

kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktifitas


fisik
Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada
kedaaan istirahat, 20% pada pasien dengan aktifitas ringan 30%
dengan aktifitas sedang, dan 50% dengan aktifitas sangat berat

Berat Badan
Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% bergantung kepada
tingkat kegemukan Bila kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai
dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB.
Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori yang diberikan
paling sedikit 1000 - 1200 kkal perhari untuk wanita dan 1200 1600 kkal perhari untuk pria.

Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di


atas dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%) dan
sore (25%) serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya Untuk
meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh mungkin perubahan dilakukan
secara bertahap disesuaikan dengan kebiasaan. Untuk diabetisi yang
mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan
penyakit penyertanya.

3. Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4
kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar

40

dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke


pasar menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan (lihat tabel 4).
Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat
menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitifitas insulin, sehingga
akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang
dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti: jalan kaki,
bersepeda santai, jogging, dan berenang, latihan jasmani sebaiknya
disesuiakan dengan umur dan status

kesegaran jasmani. Hindarkan

kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas-malasan

41

Tabel 7. Aktifitas Fisik Sehari-hari


Kurangi aktifitas

Misalnya, menonton televise, menggunakan internet,

Hindari aktifitas sedenter


Persering Aktifitas

main game computer


Misalnya, jalan cepat, golf, olah otot, bersepeda, sepak

Mengikuti olahraga rekreasi dan bola


beraktifitas fisik tinggi pada waktu
liburan
Aktifitas Harian

Misalnya, berjalan kaki ke pasar (tidak menggunakan

Kebiasaan bergaya hidup sehat

mobil), menggunakan

tangga (tidak menggunakan

lift), menemui rekan kerja (tidak hanya melalui telepon


internal), berjalan-jalan
4. Intervensi Farmakologis
Intervensi farmokologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum
tercapai dengan TGM dan latihan jasmani
1. Obat hipoglikemik oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan:
a. pemicu sekresi insulin (insulin secretogogue): sulfonilurea dan
b. penambah sensitivitas terhadap insulin: metformin, tiazolidindion
c. penghambat glukoneogenesis (metformin)
d. penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa

A. Pemicu Sekresi Insulin


1) Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan
sekresi insulin oleh sel beta pancreas, dan merupakan pilihan
utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang

42

namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan


lebih.
Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada
berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faai ginjai dan
hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak
dianjurkan penggunaan sulfoniiurea kerja panjang.
2) Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan
sulfonilurea, dengan penekanan pada meningkatkan sekresi
insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat
yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat
fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian
secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati.

B. Penambah sensitivitas terhadap insulin


1. Tiazolidindion
Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada
peroxisome proliferator activated receptor gamma (PPAR ), suatu
reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai
efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah
protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan
glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien
dengan gagal jantung klas I-IV karena dapat memperberat
edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien
yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauanfaal hati secara berkala. Saat ini tiazolidindion tidak digunakan
sebagai obat tunggal.

43

C. Penghambat glukoneogenesis (metformin)


1. Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa
hati (glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa
perifer. Terutama

dipakai

pada

diabetisi

gemuk.

Metformin

dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjai


(kreatinin serum > 1,5) dan hati, serta pasien-pasien dengan
kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebrovaskular,
sepsis, syok, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek
samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan
pada saat atau sesudah makan.
D. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus
halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah
sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping
hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah
kembung dan flatulen.

Tabel 8. Mekanisme kerja, efek samping utama dan pengaruh terhadap


penurunan A1C (Hb-glikosilat)

Sulfonilurea

Glinid

Metformin

Cara kerja utama

Efek

Meningkatkan

utama
BB

sekresi Insulin

hipoglikemia

Meningkatkan

BB

sekresi Insulin

hipoglikemia

Menekan

produksi Diare,

samping Penurunan A1C


naik, 1,5-2%

naik,

dispepsia, 1,5-2%

44

glukosa

hati

& asidosis laktat

menambah
sensitivitas terhadap
Penghambat

insulin
Menghambat

Flatulens,

glukosidase

absorpsi glukosa

lembek

alfa
Tiazolidindion

Menambah

Edema

tinja 0,5-1,0%

1,3%

sensitivitas terhadap
insulin
Menekan

Insulin

glukosa

produksi Hipoglikemia,

BB Potensial

hati, naik

normal

stimulasi
pemanfaatan glukosa
Cara Pemberian OHO, terdiri dari:

OHO dimulai dengan dosis kecif dan ditingkatkan secara


bertahap sesuai respons kadar glukosa darah, dapat
diberikan sampai dosis hampir maksimal

Sulfonilurea generasi I & II: 15 -30 menit sebelum makan

Glimepiride: sebelum/sesaat sebelum makan

Hepaglinid, Nateglinid: sesaat/ sebelum makan

Metformin: sebelum /pada saat/ sesudah makan karbohidrat

Penghambat glukosidase a (Acarbose): bersama suapan


pertama makan

Tiazolidindion: tidak bergantung pada jadwal makan.

2. Insulin
45

sampai

Insulin diperlukan pada keadaan:

Penurunan berat badan yang cepat

Hiperglilkemia berat yang disertai ketosis

Ketoasidosis diabetik

Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik

Hiperglikemla dengan asidosis laktat

Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal

Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)

Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali


dengan TGM

Gangguan fungsi ginjai atau hati yang berat

Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Jenis dan lama kerja insulin


Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi lima jenis, yakni :

insulin kerja cepat (rapid acting insulin)

insulin kerja pendek (short acting insulin)

insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)

insulin kerja panjang (long acting insulin)

insulin campuran tetap (premixed insulin)

Efek samping terapi insulin

Efek samping utama dari terapi insulin adalah teriadinya hipoglikemi


46

Penatalaksanaan hipoglikemi dapat dilihat dalam bab komplikasi akut DM

Efek samping yang lain berupa reaksi imun terhadap insulin yang dapat
menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.

Dasar pemikiran terapi insulin:

Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial.
Terapi insulin diupayakan mampu meniru pola sekresi insulin yang
fisiologis

Defisiensi insulin mungkin berupa defisiensi insulin basal, insulin prandial


atau

keduanya.

Defisiensi

insulin

basal

menyebabkan

timbulnya

hiperglikemi pada keadaan puasa, sedangkan defisiensi insulin prandial


akan menimbulkan hiperglikemi setelah makan

Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap


defisiensi yang terjadi

Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal (satu macam) berupa: insulin
kerja cepat (rapid acting), kerja pendek (short acting), kerja menengah
(intermediate acting) atau kerja panjang (long acting) dan insulin campuran
tetap (premixed insulin).

Pemberian dapat pula secara kombinasi antara jenis insulin Kerja cepat atau
insulin kerja pendek untuk koreksi defisiensi insulin prandial. dengan kerja
menengah atau kerja panjang untuk koreksi defisiense insulin basal. Juga
dapat dilakukan kombinasi dengan OHO

Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan pasien


dan respons individu terhadap insulin, yang dinilai dari hasil pemeriksaan
kadar glukosa darah harian.

Penyesuian dosis insulin dapat dilakukan dengan menambah 2-4 unit setiap
hari 3-4 hari bila target terapi belum tercapai
47

Cara Penyuntikan insulin

Insulin umumnya diberikan dengan suntikan di bawah kulit (subuktan).


Dengan arah alat suntik tegak lurus terhadap permukaan kulit

Pada keadaan khusus diberikan intramuskular atau intravena secara bolus


atau drip.

Terdapat sediaan insulin campuran (mixed insulin) antara insulin kerja


pendek dan kerja menengah, dengan perbandingan dosis

yang tertentu

Apabila tidak terdapat sediaan insulin campuran tersebut atau diperlukan


perbandingan dosis yang lain, dapat dilakukan percampuran sendiri antara
kedua jenis insulin tersebut. Teknik pencampuran dapat dilihat dalam buku
panduan tentang insulin

Lokasi penyuntikan, cara penyuntikan maupun cara penyimpanan harus


dilakukan dengan benar demikian pula mengenai rotasi tempat suntik.

Apabila diperlukan, sejauh sterilitas penyimpanan terjamin semprit insulin


dan jarumnya dapat dipakai lebih dari satu kali oleh diabetisi yang sama.

Secara resmi, kemasan insulin injeksi 40u/ml tidak beredar lagi si Indonesia
sehingga mengurangi risiko kesalahan yang dapat di

sebabkan karena

perbedaan kemasan insulin dengan semprit yang dipakai Saat ini juga
tersedia insulin campuran (premixed) kerja cepat dan kerja menengah.

3. Terapi kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah,
untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar
glukosa darah.

48

Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani bila


diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO
sejak dini. Terapi dengan OHO kombinasi, harus dipilih dua macam obat dari
kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar
glukosa darah beium tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari
kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien
yang disertai dengan alasan klinik di mana insulin tidak memungkinkan untuk
dipakai, dipilih terapi dengan kombinasi tiga OHO. (lihat bagan 2 tentang
algoritma pengelolaan DM tipe-2).
Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah
kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja sedang/panjang) yang
diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut
pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis
insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah/panjang adalah 10
unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis
tersebut dengan meniiai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya.
Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari
masih tidak terkendali, maka obat hipoglikemik oral dihentikan dan diberikan
insulin saja.

III.7

PENILAIAN HASIL TERAPI


Dalam praktek sehari-hari, hasil pengobatan diabetes tipe 2 harus dipantau

secara terencana dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan jasmani dan


pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah:
III.7.1 Pemeriksaan kadar glukosa darah
Tujuan pemeriksaan glukosa darah:

49

Untuk mengetahui apakah target terapi telah tercapai


Untuk melakukan penyesuaian dosis obat, bila target terapi belum
tercapai.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pemeriksaan kadar
glukosa darah puasa dan 2 jam postprandial secara berkala sesuai dengan
kebutuhan.
III.7.2 Pemeriksaan A1C
Tes

hemoglobin

terglikasi,

yang

disebut

juga

sebagai

glycohemoglobin, atau hemoglobin glikosilasi disingkat sebagai A1C,


merupakan cara yang digunakan untuk menilai efek perubahan terapi 8-12
minggu sebelumnya. Tes ini tidak dapat digunakan untuk menilai hasil
pengobatan jangka pendek. Pemeriksaan A1C dianjurkan dilakukan
sebanyak 4 kali dalam setahun.
III.7.3 Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM)
Untuk memantau kadar glukosa darah dapat dipakai darah kapiler.
Saat ini banyak dipasarkan alat pengukur kadar glukosa darah cara reagen
kering yang umumnya sederhana dan mudah dipakai. Hasil pemeriksaan
kadar glukosa darah memakai alat-alat tersebut dapat dipercaya sejauh
kalibrasi dilakukan dengan baik dan cara pemeriksaan dilakukan sesuai
dengan cara standar yang dianjurkan. Secara berkala, hasil pemantauan
dengan cara reagen kering perlu dibandingkan dengan cara konvensional.
PGDM dianjurkan bagi diabetisi dengan pengobatan insulin atau pemicu
sekresi insulin. Waktu pemeriksaan PGDM bervariasi, tergantung pada
terapi. Waktu yang dianjurkan adalah, pada saat sebelum makan, 2 jam
setelah makan (menilai ekskursi maksimal glukosa), menjelang waktu
tidur (untuk menilai risiko hipoglikemia), dan di antara siklus tidur (untuk
menilai adanya hipoglikemia nokturnal yang kadang tanpa gejala), atau
ketika mengalami gejala seperti hypoglycemic spells.
Tabel 9. Prosedur pemantauan
50

Tes dilakukan pada waktu (tergantung tujuan pemeriksaan):


-

sebelum makan

2 jam sesudah makan

sebelum tidur malam*

Diabetesi dengan control buruk/tidak stabil dilakukan tes setiap hari


sampai target tercapai

Diabetisi dengan kontrol baik/stabil tes dilakukan sebanyak 1 - 2 kali/


minggu Pemantauan dapat lebih jarang apabila diabetisi terkontrol baik
secara konsisten Pemantauan glukosa darah pada diabetisi yang
mendapat terapi insulin ditujukan juga untuk penyesuaian dosis insulin

dan memantau timbulnya hipoglikemi


Diabetisi yang melaukan aktifitas tinggi pada keadaan kronis, atau
pada diabetisi yang sulit mencapai target terapi (selalu tinggi atau
sering mengalami hipoglikemi).

*ADA menganjurkan pemeriksaan kadar glukosa darah malam hari (bed time)
dilakukan pada jam 22.00

III.7.4 Pemeriksaan Glukosa Urin


Pengukuran glukosa urin memberikan penilaian yang tidak
langsung. Hanya digunakan pada diabetisi yang tidak dapat atau tidak mau
memeriksa kadar glukosa darah. Ekskresi glukosa renal rata-rata sekitar
180 mg/dL, dapat bervariasi pada beberapa diabetisi bahkan pada pasien
51

yang sama dalam jangka waktu lama. Hasil pemeriksaan sangat tegantung
pada fungsi ginjal dan tidak dapat dipergunakan untuk menilai
keberhasilan terapi.
III.7.5 Penentuan Benda Keton
Pemantauan benda keton dalam darah maupun dalam urin cukup
penting terutama pada diabetisi tipe-2 yang terkendali buruk kadar glukosa
darah >300 mg/dL), Pemeriksaan benda keton juga diperlukan pada
diabetisi tipe 2 yang sedang hamil, Tes benda keton urin mengukur kadar
asetoasetat, sementara benda keton yang penting adalah asam beta
hidroksibutirat. Saat ini telah dapat dilakukan pemeriksaan kadar asam
beta hidroksibutirat dalam darah secara langsung dengan menggunakan
strip khusus Kadar benda keton darah <0.6 mmol/L dianggap normal, di
atas 1.0 mmol/L disebut ketosis dan melebihi 3.0 mmol/L indikasi adanya
KAD.
Pengukuran kadar glukosa darah dan benda keton secara mandiri, dapat
mencegah terjadinya penyulit akut diabetes, khususnya KAD.

III.8

KRITERIA PENGENDALIAN DM
Untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronik, diperlukan

pengendalian DM yang baik yang merupakan target terapi. Diabetes terkendali


baik, apabila kadar glukosa darah mencapai kadar yang diharapkan serta kadar
lipid dan A1C juga mencapai kadar yang diharapkan. Demikian pula status gizi
dan tekanan darah.
Glukosa
(mg/dL)
Glukosa

darah
darah

Baik
puasa 80-100

Sedang
100-125

Buruk
126

jam 80-144

145-179

180

6,5 8
200-239
100-129

>8
240
130

150-199
23-25
130-140/80-

200
>25
>140/90

(mg.dL)
A1C (%)
Kolesterol Total (mg/dL)
Kolesterol LDL (mg/dL)
Kolesterol HDL (mg/dL)
Trigeliserida (mg/dL)
IMT (kg/m2)
Tekanan darah (nmHg)

<6,5
<200
>100
>45
<150
18.5 2,3
130/180

90

52

Tabel 10. Kriteria pengendalian DM


Keterangan:
Angka di atas adalah hasil pemeriksaan plasma vena.
Penu konversi nilai kadar glukosa darah dari darah kapiler darah utuh ke plasma
vena.
Untuk diabetisi berumur lebih dari 60 tahun, sasaran kendali kadar glukosa
darah dapat lebih tinggi dari biasa (puasa 100-125 mg/dL, dan sesudah
makan 145-180 mg/dL). Demikian pula kadar lipid, tekanan darah, dan
Iain-Iain, mengacu pada batasan kriteria pengendalian sedang. Hal ini
dilakukan mengingat sifat-sifat khusus diabetisi usia lanjut dan juga untuk
mencegah kemungkinan timbulnya efek samping dan interaksi obat.
III.9

PROMOSI PERILAKU SEHAT


Promosi perilaku sehat merupakan faktor penting pada kegiatan pelayanan

kesehatan. Untuk mendapatkan hasil pengelolaan diabetes yang optimal


dibutuhkan perubahan perilaku. Perlu dilakukan edukasi bagi diabetisi dan
keluarga untuk pengetahuan dan peningkatan motivasi. Hal tersebut dapat
terlaksana dengan baik melalui dukungan tim educator yang terdiri dari dokter,
ahli diet, perawat dan tenaga kesehatan lain
III.9.1 Perilaku sehat bagi diabetisi
Tujuan dari perubahan perilaku adalah agar diabetesi dapat
menjalani pola hidup sehat. Perilaku yang diharapkan adalah :

Mengikuti pola makan sehat Meningkatkan kegiatan jasmani

Menggunakan obat diabetes dan obat-obat pada keadaan khusus


secara aman, teratur

Melakukan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) dan


memanfaatkan data yag ada
53

Melakukan perawatan kaki secara berkala

Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi keadaan


sakit akut dengan tepat

Mempunyai keterampilan mengatasi masalah yang sederhana dan


mau bergabung dengan kelompok diabetisi serta mengajak
keluarga untuk mengerti pengelolaan diabetes.

Mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.

Lakukan kompromi dan negosiasi agar tujuan pengobatan dapat


diterima

Berikan motivasi dengan memberikan penghargaan

Libatkan keluarga/ pendamping dalam proses edukasi

Perhatikan kondisi jasmani dan psikologis serta tingkat pendidikan


pasien dan keluarganya

Gunakan alat bantu audio visual

Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai
bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari
pengelolaan DM secara holistik. Materi edukasi terdiri dari materi edukasi tingkat awal
dan materi edukasi

Materi edukasi pada tingkat lanjut adalah :

Mengenal dan mencegah penyulit akut DM

Pengetahuan mengenai penyulit menahun DM

Penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain

Makan di luar rumah

Rencana untuk kegiatan khusus


54

Hasil penelitian dan pengetahuan masa kini dan teknologi mutakhir


tentang DM

Pemeliharaan/Perawatan kaki

Edukasi perawatan kaki harus diberikan secara detail pada semua

diabetesi

dengan ulkus maupun neuropati peripheral dan penyakit arteri perifer


1. Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasir.
2. Periksa kaki setiap hari, dan laporkan pada dokter apabila ada kulit
terkelupas atau daerah kemerahan atau luka.
3. Periksa alas kaki dari benda asing sebelum memakainya.
4. Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih, dan mengoieskan iosion
pelembab ke kulit yang kering
Edukasi perawatan kaki harus dilakukan secara teraturtingkat lanjutan.

III.10 PENYULIT DIABETES MELITUS


Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan menahun
III.10.1 Penyulit akut
1. Ketoasidosis diabetic
2. Hiperosmolar non ketotik
3. Hipoglikemi

Dalam buku konsensus hanya dibahas mengenai hipoglikemi, sedangkan


mengenai ketoasidosis diabetik dan hiperosmolar non ketotik dapat dilihat 2002)
buku Petunjuk Praktis Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2 (PERKENI 2002)

55

Hipoglikemi dan cara mengatasinya

Hipoglikemi ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah hingga


mencapai <60 mg/dL

Bila terdapat penurunan kesadaran pada diabetisi harus selalu dipikirkan


kemungkinan terjadinya hipogiikemia. Hipoglikemia paling sering
disebabkan oleh penggunaan sulfonilurea dan insulin

Hipoglikemia akibat sulfonilurea dapat berlangsung lama, sehingga harus


diawasi sampai seluruh obat diekskresi dan waktu kerja obat telah habis
Terkadang diperlukan waktu yang cukup lama untuk pengawasannva (2472 jam atau lebih, terutama pada diabetisi dengan gagal ginjai kronik)
Hipoglikemi pada usia lanjut merupakan suatu ha yang harus dihindari
mengingat dampaknya yang fatal atau terjadinya kemunduran mental
bermakna pada diabetisi. Perbaikan kesadaran pada DM usia lanjut lebih
lamban dan memerlukan pengawasan yang lebih lama

Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebar banyak


keringat, gemetar, rasa lapar) dan gejala neuro-glikopenik (pusing gelisah
kesadaran menurun sampai koma)

Hipoglikemia harus segera mendapatkan pengelolaan yang memadai.


Diberikan makanan yang mengandung karbohidrat atau minuman yang
mengandung gula berkalori atau glukosa 15-20g melalui intra vena. Perlu
dilakukan pemeriksaan ulang glukosa darah 15 menit setelah pemberian
glukosa. Glukagon diberikan pada diabetisi dengan hipoolikemi berat

Untuk diabetisi yang tidak sadar, sementara dapat diberikan glukosa 40%
intravena terlebih dahulu sebagai tindakan darurat, sebelum dapat
dipastikan penyebab menurunnya kesadaran.

III.10.2 Penyulit menahun:


56

1. Makroangiopati yang melibatkan:

Pembuluh darah jantung

Pembuluh darah tepi


Penyakit arteri perifer sering terjadi pada diabetisi. Biasanya teriadi
dengan gejala tipikal intermittent claudicatio, meskipun sering
tanpa gejala terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan
yang pertama muncul

Pembuluh darah otak

2. Mikroangiopati:

Retinopati diabetic
Kontrol glukosa darah dan tekanan darah yang baik akan
mengurangi risiko dan memberatnya retinopati. Terapi
asatosal tidak mencegah timbulnya retinopati

Nefropati diabetic
Kontrol glukosa darah dan tekanan darah yang baik akan
mengurangi risiko nefropati
Pembatasan asupan protein dalam diet (0.8 g/kg BB) juga
akan mengurangi risiko terjadinya nefropati

3. Neuropati

Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa


hilangnya sensasi distal. Adanya neuropati berisiko tinggi untuk
terjadinya ulkus kaki dan amputasi.

Gejala lain yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar
sendiri, dan lebih terasa nyeri di malam hari.
57

Setelah diagnosis DM ditegakkan, pada setiap diabetisi perlu


dilakukan skrining untuk mendeteksi adanya polineuropati distal
dengan pemeriksaan sederhana. Dilakukan sedikitnya setiap tahun.

Apabila diketemukan adanya polineuropati distal, perawatan kaki


yang memadai akan menurunkan risiko amputasi.

Untuk mengurangi rasa nyeri dapat diberikan antara lain


duloxetine, antidepresan trisiklik atau gabapentin.

Semua diabetisi yang disertai neuropati perifer harus diberikan


edukasi perawatan kaki untuk mengurangi risiko ulkus kaki.

Untuk penatalaksanaan penyulit ini seringkali diperlukan kerja sama


dengan bidang/disiplin ilmu lain.
III.11 PENCEGAHAN PRIMER
III.11.1Sasaran pencegahan primer:
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok,
faktor risiko, yakni mereka yang belum terkena tetapi berpotensi untuk
menjadi DM dan kelompok prediabetes.
Faktor risiko diabetes
Faktor risiko diabetes sama dengan faktor risiko untuk prediabetes yaitu :

Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi


Riwayat keiuarga dengan diabetes
Umur. Risiko untuk menderita prediabetes meningkat seiring
dengan memngkatnya usia
Riwayat pernah menderita DM gestasional (DMG)

58

Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg


Bayi yang lahir dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih
tinggi disbanding dengan bayi lahir dengan BB normal

Faktor risiko yang bisa dimodifikasi;


Berat badan lebih
Kurangnya aktifitas fisik
Hipertensi
Dislipidemia
Diet tak sehat (unhealthy diet). Diet dengan tinggi gula dan
rendah serat akan meningkatkan risiko menderita prediabetes
dan DM tipe-2

Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes :


Penderita polycystic ovary syndrome (PCOS)
Penderita sindroma metabolic

Prediabetes

Prediabetes merupakan suatu keadaan yang mendahului timbulnya


diabetes. Angka kejadian prediabetes dilaporkan terus mengalami
peningkatan.

Istilah ini diperkenalkan pertama kali pada tahun 2002 oleh


Department of Health and Human Services (DHHS) dan the
American Diabetes Association (ADA). Sebelumnya istilah untuk
menggambarkan keadaan prediabetes adalah TGT dan GDPT

59

Setiap tahun 4-9% orang dengan prediabetes akan menjadi


Diabetes.

Prediabetes mempunyai risiko timbulnya gangguan kardiovaskular


sebesar satu setengah kali lebih tinggi dibandingkan orang normal.

Diagnosis prediabetes ditegakkan dengan pemeriksaan TTGO


setelah puasa 8 jam. Diagnosis prediabetes ditegakkan apabila hasil
tes glukosa darah menunjukkan salah satu dari angka tersebut di
bawah ini :
Glukosa darah puasa antara 100 -125 mg/dL
Glukosa darah 2 jam setelah muatan glukosa (TTGO)
antara 140-199 mg/dL.

Pada pasien dengan prediabetes, anamnesis dan pemeriksaan fisik


yang dilakukan ditujukan untuk mencari faktor risiko yanq dapat
dimodifikasi.

III.11.2 Materi pencegahan primer:


Penyuluhan, yang ditujukan kepada:
A. Kelompok masyarakat yang mempunyai risiko tinggi dan kelompok
prediabetes.
Materi penyuluhan meliputi antara lain:
1. Program penurunan berat badan. Pada seseorang yang
mempunyai risiko diabetes dan mempunyai berat badan lebih,
penurunan berat badan merupakan cara utama untuk
menurunkan risiko terkena DM tipe-2 atau prediabetes.
Beberapa penelitian menunjukkan penurunan berat badan 510% dapat mencegah atau memperlambat munculnya DM
tipe-2.
60

2. Diet sehat.

Dianjurkan diberikan pada setiap orang yang mempunyai


risiko.

Jumlah asupan kalori ditujukan untuk mencapai berat


badan ideal.

Karbohidrat komplek merupakan pilihan dan diberikan


secara

terbagi

dan

seimbang

sehingga

tidak

menimbulkan puncak (peak) glukosa darah yang tinggi


setelah makan

Mengandung sedikit lemak jenuh, dan tinggi serat iarut

3. Latihan jasmani.

Latihan jasmani teratur dapat memperbaiki kontrol


glukosa darah, mempertahankan atau menurunkan berat
badan serta dapat meningkatkan kadar kolesterol-HDL.

Latihan jasmani yang dianjurkan:


Dikerjakan sedikitnya selama 150 menit/minggu
dengan latihan aerobik sedang (mencapai 50-70% denyut
jantung maksimal), atau 90 menit/minggu dengan latihan
aerobik

berat

(mencapai

denyut

jantung

>70%

maksimal). Latihan jasmani dibagi menjadi 3-4 x


aktifitas/minggu.
4. Menghentikan merokok. Merokok merupakan salah satu risiko
timbulnya gangguan kardiovaskular. Meski merokok berkaitan
langsung dengan timbulnya prediabetes, tetapi merokok dapat
memperberat komplikasi kardiovaskular dari prediabetes dan
DM tipe 2
61

B. Perencana kebijakan kesehatan agar memahami dampak sosio


ekonomi penyakit ini dan pentingnya penyediaan fasilitas yang
memadai dalam upaya pencegahan primer

Pengelolaan, yang ditujukan kepada :

Kelompok prediabetes

Kelompok dengan risiko (obesitas, hipertensi, disliplidemia, dll)

1. Pengelolaan Prediabetes
Prediabetes sering berkaitan dengan syndrom metabolik yang ditandai
dengan adanya obesitas sentral, dislipidemi (trigliserida yang tinggi,
dan atau kolesterol HDL rendah),dan hipertensi
Sebagian besar penderiat prediabetes dapat diperbaiki dengan
perubahan gaya hidup, menurunkan berat badan mengkonsumsi diet
sehat serta melakukan latihan jasmani yang cukup dan teratur.
Hasil penelitian Diabetes Prevention Program menunjukkan bahwa
perubahan gaya hidup lebih lebih efektif untuk mencegah DM tipe-2
dibandingkan dengan penggunaan obat-obatan
Penurunan berat badan sebesar 5-10% disertai dengan latihan jasmani
teratur mampu mengurangi resiko timbulnya DM tipe 2 sebesar 50%.
Sedangkan penggunaan obat (seperti metformin thiazolidinediones,
acarbose) hanya mampu menurunkan resiko sebesar 31% dan
penggunaan berbagai obat tersebut untuk penanganan Prediabetes
masih menjadi kontroversi
Bila disertai dengan obesitas hipertensi dan dislipedemia, dilakukan
pengendalian berat badan, tekanan darah dan profil lemak hingga
tercapai target yang ditetapkan
62

2. Pengelolaan berbagai faktor risiko :


a. Obesitas
b. Hipertertsi
c. Dislipidemia
III.12 PENCEGAHAN SEKUNDER
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya
penyulit pada diabetes yang telah menderita DM. Dilakukan dengan pemberian
pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi dini penyulit sejak awal pengelolaan
penyakit DM Dalam upaya pencegahan sekunder program penyluhan memegang
peranan penting untuk meningkatkan kepatuhan diabetisi dalam menjalani
program pengobatan dan dalam menuju perilaku sehat.
Penyuluhan untuk pencegahan sekunder ditujukan terutama diabetisi baru
Penyuluhan dilakukan sejak pertemuan pertama dan perlu selalu diulang pada
setiap kesempatan pertemuan berikutnya. Materi penyuluhan pada tingkat pertama
dan lanjutan dapat dilihat pada materi edukasi pada bab II.3.3.1 dan materi tentang
edukasi edukasi tingkat lanjut pada bab II.4.2.
Salah satu penyulit DM yang sering terjadi adalah penyakit kardivaskular,
yang merupakan penyebab utama kematian pada diabetesi. Selain pengobatan
terhadap tingginya glukosa darah, maka pengendalian berat badan, tekanan darah
profil lipid dalam darah serta pemberian antipletelet dapat menurunkan resiko
tembulnya kelaianan kardivaskular pada diabetesi.
Dislipidemia pada Diabetes

Displidemia pada diabetesi lebih meningkatkan risiko timbulnya


penyakit kardivaskular

Perlu pemeriksaan profit lipid pada saat diagnosis diabetes ditegakkan


Pada pasien dewasa pemeriksaan profil lemak sedikitnya dilakukan
setahun sekali d dan bila dianggap perlu dapat dilakukan lebih sering.

63

Sedangkan pada pasien dengan profil lemak menunjukkan hasil yang


baik (LDL<l00mg/dL; HDL>50 mg/dL; trigleserid <150 mg/dL),
pemeriksaan profil lemak dapat dilakukan 2 tahun sekali.

Gambaran dislipidemia yang sering didapatkan pada diabetisi adalah


peningkatan kadar trigliserida, dan penurunan kadar kolesterol HDL,
sedangkan kadar kolesterol LDL normal atau sedikit meningkat.

Perubahan perilaku yang tertuju pada pengurangan asupan kolesterol


dan penggunaan lemak jenuh serta peningkatan aktifitas fisik terbukti
dapat memperbaiki profil lemak dalam darah

Dipertimbangkan untuk memberikan terapi farmakologis

sedini

mungkin bagi diabetisi yang disertai dislipidemia

Target terapi:
o Pada pasien target utamanya adalah penurunan LDL dengan
pemberian statin
Pada diabetisi dengan penyakit kardiovaskular:
-

LDL <70 mg/dL (1.8 mmol/L)

Pasien dengan usia >40 tahun, dianjurkan menurunkan


LDL sebsear 30-40% dari kadar awal

Pasien dengan

< 40tahun dengan risiko penyakit

kardiovaskular yang gagal dengan perubahan gaya


hidup, dapat diberikan terapi farmokologis
Pada diabetesi dengan penyakit kardiovaskular
-

LDL <70 mg/dL (1.8 mmol/L)

semua

diabetisi

diberikan

terapi

statin

untuk

menurunkan LDL sebesar 30-40%


64

o Trigliserida < 150 mg/dL (1.7 mmol/L)


o HDL > 40 mg/dL (1.15 mmol/L) untuk pria dan >50 mg/dL
untuk wanita
o Setelah target LDL terpenuhi, jika trigliserida 150 mg/dL (1.7
mmol/L) atau HDL 40 mg/dL (1.15 mmol/L) dapat diberikan
fibrat
o Apabila trigliserida 400 mg/dL (4.51 mmol/L) perlu segera
diturunkan dengan terapi farmakologis untuk mencegah timbulnya
pankreatitis.
o Terapi kombinasi statin dengan obat pengendali lemak yang lain
mungkin diperlukan untuk mencapai target terapi, dengan
memperhatikan peningkatan risiko timbulnya efek samping
o Niasin merupakan obat yang efektif untuk meningkatkan HDL,
namun pada dosis besar dapat meningkatkan kadar glukosa darah
o Pada wanita hamil penggunaan statin merupakan kontra indikasi
o Selanjutnya dapat dilihat pada buku Konsensus Pengelolaan
Dislipidemia pada DM

Hipertensi pada Diabetes

Indikasi pengobatan :
Bila TD sistolik 130 mmHg dan/atau TD diastolik 80
mmHg.

Sasaran (target penurunan) tekanan darah:

65

Tekanan darah <130/80 mmHg


Bila disertai proteinuria 1g/24 jam: < 125/75 mmHg

Pengelolaan:
Non-farmakoiogis:
Modifikasi gaya hidup, antara lain: menurunkan berat badan,
meningkatkan aktifitas fisik, menghentikan merokok dan
alkohol, serta mengurangi konsumsi garam
Farmakologis:
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih obat antihipertensi (OAH):
Pengaruh OAN terhadap profil lipid
Pengaruh OAH terhadap metabolisme glukosa
Pengaruh OAH terhadap resistensi insulin
Pengaruh OAH terhadap hipoglikemia terselubung
Obat anti hipertensi yang dapat dipergunakan:
Penghambat ACE
Penyekat reseptor angiotensin
Penyekat reseptor beta selektif, dosis rendah
Diuretik dosis rendah
Penghambat alfa
Antagonis kaisium golongan non-dihiropiridin

66

Pada diabetisi dengan tekanan darah sistolik antara 130-139 mmHg


atau tekanan diastolik antara 80-89 mmHg diharuskan melakukan
perubahan gaya hidupo hingga 3 bulan. Bila gagal mencapai target
dapat ditambahkan terapi farmakologis

Diabetisi dengan tekanan darah sistolik 140 atau tekanan diastoiik


90 mmHg langsungg perubahan gaya hidup dapat diberikan terapi
farmakologis secara langsung

Diberikan terapi kombinasi apabila target terapi tidak dapat dicapai


dengan monoterapi.

Catatan :
Penghambat ACE, penyekat reseptor angiotensin II
(ARB = angiotensin II receptor blocked) dan
antagonis kalsium golongan non-dihidropiridin
dapat memperbaiki mikroalbuminuria.
Penghambat

ACE dapat memperbaiki kinerja

kardiovaskular.
Diuretik (HCT) dosis rendah jangka panjang, tidak
terbukti memperburuk toleransi glukosa.
Pengobatan hipertensi harus diteruskan walaupun
sasaran. sudah tercapai.
Bila tekanan darah terkendali, setelah satu tahun
dapat dicoba menurunkan dosis secara bertahap.
Pada orang tua, tekanan darah diturunkan secara
bertahap

Obesitas pada Diabetes


67

Prevalensi obesitas pada DM cukup tinggi, demikian pula kejadian


DM dan gangguan toleransi glukosa pada obesitas cukup sering
dijumpai

Obesitas, terutama obesitas sentral secara bermakna berhubungan


dencan sindrom dismetabolik (dislipidemia, hiperglikemi, hipertensi),
yang didasari oleh resistensi insulin resistensi insulin pada diabetes
dengan obesitas membutuhkan pendekatan khusus

Obesitas dan diabetes meningkatkan risiko kematian akibat PJK

Penurunan 5-10 % dari berat badan dapat memperbaiki sindroma


dismetabolik dan menurunkan risiko PJK secara bermakna

Pengelolaan obesitas terutama ditujukan pada perubahan perilaku pola


makan dan peningkatan kegiatan jasmani. Apabila tidak cukup, maka
pendekatan farmakoterapi (misalnya sibutramine dan orlistat) atau
terapi bedah merupakan pilihan.

Gangguan koagulasi pada Diabetes

Terapi asetosal 75-160 mg/hari diberikan sebagai strategi pencegahan


sekunder bagi diabetisi dengan riwayat pernah mengalami penyakit
kardiovaskular

Terapi asetosal 75-160 mg/hari digunakan sebagai strategi pencegahan


primer pada

diabetisi tipe-2 yang merupakan faktor risiko

kardiovaskular, termasuk diabetisi dengan usia >40 tahun yang


memiliki riwayat keluarga penyakit kardiovaskular dan kebiasaan
merokok, menderita hipertensi, dislipidemi atau albuminuria

asetosal dianjurkan tidak diberikan pada diabetisi dengan usia di


bawah 21 tahun, seiring dengan peningkatan kejadian sindrom Reye

68

Terapi

kombinasi

asetosai

dengan

antiplatelet

lain

dapat

dipertimbangkan pemberiannya pada diabetisi yang memiliki risiko


sangat tinggi.

Penggunaan obat antiplatelet selain asetosal dapat dipertimbangkan


sebagai pengganti asetosal pada diabetisi yang mempunyai kontra
indikasi dan atau tidak tahan terhadap penggunaan asetosal.

III.13 PENCEGAHAN TERSIER


Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok diabetisi yang telah mempunyai
penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih ianjut. Upaya rehabilitasi
pada diabetisi dilakukan sedini mungkin, sebelum kecacatan menetap. Sebagai contoh
pemberian asetosal dosis rendah (75-160 mg/hari) dapat diberikan secara rutin bagi
diabetisi yang sudah mempunyai penyulit makroangiopati.
Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan pada diabetisi dan
keiuarga. Materi penyuluhan termasuk upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk
mencapai kualitas hidup yang optimal.

Pencegahan tersier memerlukan pelayanan kesehatan holistik dan


terintegrasi antar disiplin yang terkait, terutama di rumah sakit rujukan.
Kolaborasi yang baik antar para ahli diberbagai disiplin (jantung dan ginjal, mata,
bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medis, gizi, podiatri, dll)
sangat diperlukan dalam menunjang keberhasilan pencegahan tersier.

69

DAFTAR PUSTAKA
1. Chernecky, Schumacher . 2005. Critical care & emergency nursing. USA.
Elsevier Science
2. PB Perkeni. Consensus pengelolaan dan pencegahan diabetes mellitus Tipe 2.
2006
3. DR. Paul Belchetic & DR. Peter J Hammond. 2005. Diabetes and Endokrinology.
Mosby
4. Prof. DR. H. Tabrani. 2008. Agenda Gawat Darurat (critical care). Bandung. PT
Alumni

5. Adam

JMF.

Penatalaksanaan

endokrin

darurat.

Perkumpulan

Endokrinologi indonesia. Makassar, 2002


6. Hudak dan Gallo.Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, edisi VI,
volume II. Jakarta: EGC.
7. American Diabetes Association. Standards of medical care in diabetes2006. Diabetes care 2006:29:S94-S102
8. American Diabetes Association. Practical Insulin. A handbook for
prescribers. ADA edisi 2004
9. Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku ajar keperawatan medika-bedah
Brunner dan Suddarth. Edisi 8.. Jakarta: EGC.
10. American Diabetes Association. Hyperglikemic crises in diabetes.
Diabetes care 2004:27:S94-S102

70

LAMPIRAN

71

PERBANDINGAN OBAT OHO

72

73

Anda mungkin juga menyukai