Anda di halaman 1dari 8

LATAR BELAKANG

Penyakit tidak menular (PTM) sudah menjadi


masalah kesehatan masyarakat, baik secara
global, regional, nasional dan lokal. Salah satu
PTM yang banyak diperhatikan ialah Diabetes
Melitus (DM). Global status report on NCD
World Health Organization (WHO) pada tahun
2010 melaporkan bahwa 60% penyebab
kematian semua umur di dunia adalah karena
PTM dimana DM menduduki peringkat ke-6
sebagai penyebab kematian.

Sekitar 1,3 juta orang meninggal akibat diabetes
dan 4% meninggal sebelum usia 70 tahun.
WHO memperkirakan pada tahun 2030 DM
menempati urutan ke-7 penyebab kematian
dunia. Sedangkan di Indonesia diperkirakan
pada tahun 2030 akan memiliki penyandang
DM sebanyak 21,3 juta jiwa (Dep. Kesehatan,
2013). Indonesia merupakan negara urutan ke-7
dengan prevalensi diabetes tertinggi, dibawah
Cina, India, USA, Brazil, Rusia, dan Mexico
(Tjandra Yoga Aditama, 2013).

Diabetes melitus merupakan penyakit gangguan
metabolik menahun yang lebih dikenal sebagai
pembunuh manusia secara diam-diam atau
silent killer, karena manusia sering kali tidak
menyadari kalau dirinya telah menyandang
diabetes, dan begitu mengetahuinya sudah
terlambat dan terjadi komplikasi. Selain itu DM
dikenal juga sebagai mother of disease, yang
merupakan induk dari penyakit-penyakit lain
seperti hipertensi, penyakit jantung dan
pembuluh darah, stroke, gagal ginjal, dan
kebutaan (Dep.Kesehatan, 2008). Diabetes
melitus (DM) merupakan suatu kelompok
penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya
(Dyah Purnamasari, 2009).

Kasus diabetes melitus yang banyak dijumpai
adalah diabetes melitus tipe 2, yang ditandai
adanya gangguan sekresi insulin ataupun
gangguan kerja insulin. Penyebab terjadinya
DM tipe 2 ini dipengaruhi oleh gaya hidup,
genetik, dan stres psikososial. Pilar
penatalaksanaan DM dimulai dengan
pendekatan non farmakologi, yaitu berupa
pemberian edukasi, perencanaan makan atau
terapi nutrisi medik, kegiatan jasmani dan
penurunan berat badan bila didapat berat badan
lebih atau obesitas.

Bila dengan langkah non-farmakologis belum
mampu mencapai pengendalian DM, maka
dilanjutkan dengan perlu penambahan terapi
medikametosa atau intervensi farmakologis
disamping tetap melakukan pengaturan makan
dan aktivitas fisik yang sesuai (Sidartawan
Soegondo, 2009). Pada pasien yang sudah
terkena DM edukasi yang diberikan memiliki
tujuan sebagai pencegahan sekunder yaitu
mencegah timbulnya komplikasi pada pasien
yang sudah diketahui terkena DM dan sudah
mendapatkan terapi medikamentosa.

TUJUAN PENULISAN
Penerapan pelayanan berbasis Evidence Base
Medicine pada pasien wanita lanjut usia dengan
mengidentifikasi faktor resiko dan masalah
klinis serta penatalaksanaan pasien berdasarkan
kerangka penyelesaian masalah pasien serta
pendekatan patient centred dan family
approach.

ILUSTRASI KASUS
Pasien Ny. W, usia 58 tahun, datang dengan
keluhan badan terasa lemas yang dirasakan 3
hari sebelum pasien datang ke puskesmas.
Pasien mengatakan badan terasa lemas
walaupun pasien sudah makan secara teratur.
Keluhan juga disertai dengan pola buang air
kecil yang lebih sering pada malam hari serta
rasa haus yang lebih dari biasanya. Pasien sudah
terkena diabetes sejak tahun 2011 dan sudah
melakukan pengobatan di puskesmas namun
tidak secara teratur, dan kadar gula darah belum
dapat dikontrol dengan baik. Kadar gula darah
pasien sering mencapai >300 mg/dl. Pasien
masih belum dapat mengatur pola makannya
dengan baik dan olah raga yang teratur.
Menurut keterangan pasien, dalam keluarga
pasien tidak ada yang memiliki penyakit
diabetes melitus, hipertensi, ataupun stroke.

Pasien bekerja sehari-hari sebagai pedagang di
pasar tradisional daerah teluk betung, bekerja
selama 5 hari dalam seminggu. Prilaku berobat
keluarga memeriksakan diri ke layanan
kesehatan bila timbul keluhan, serta tidak
adanya alokasi dana kesehatan.

METODE
Analisis studi ini adalah laporan kasus. Data
primer diperoleh melalui anamnesis
(autoanamnesis dan alloanamnesis) dari anggota
keluarga), pemeriksaan fisik dan kunjungan
rumah, untuk melengkapi data keluarga, data
okupasi dan psikososial serta lingkungan.
Penilaian dilakukan berdasarkan diagnosis
holistik dari awal, proses, dan akhir studi secara
kuantitatif dan kualitatif.


DATA KLINIS
Pemeriksaan Fisik :
Keadaaan umum: tampak sakit ringan; suhu:
36,7
o
C; tekanan darah: 120/80 mmHg; frek.
nadi: 74 x/menit; frek. nafas: 20 x/menit; berat
badan: 65 kg; tinggi badan: 156 cm; status gizi:
(IMT: 26 (Obesitas grade 1)).

Status generalis : kepala, telinga, hidung,
mulut, leher, paru, jantung, abdomen, dan
ekstremitas semua dalam batas normal.

Status neurologis: Reflek fisiologis normal,
reflek patologis (-)

Pemeriksaan Penunjang:
Laboratorium:
Gula Darah Sewaktu: 328 gr/dl

DATA KELUARGA
Bentuk keluarga pada pasien ini adalah keluarga
inti. Menurut siklus Duvall, siklus keluarga ini
berada pada tahap VIII, dimana keluarga dalam
masa lansia. Terdapat gangguan pada fungsi
biologis dan perilaku kesehatan keluarga.

Genogram:


Gambar 1. Genogram Keluarga Ny. W
Dibuat oleh Kania Anindita Bustam tanggal 21
Maret 2013










Family Map:

Gambar 2. Family Map Keluarga Ny. W
Dibuat oleh Kania Anindita Bustam tanggal 26
April 2013
Keterangan:
: hubungan erat

Data Lingkungan Rumah:
Tinggal hanya bersama dengan suami. Rumah
berukuran 7m x 5m

tidak bertingkat, lantai
tebuat dari semen, dinding tembok, penerangan
dan ventilasi yang kurang. Rumah terlihat cukup
bersih, namun penataan barang kurang teratur
dan cukup padat. Rumah sudah mengguanakan
listrik sehingga selain dari jendela rumah
diterang juga oleh lampu. Selain itu, rumah
terasa lembab, jendela hanya terdapat 4,
ventilasi dibantu dengan menggunakan kipas
angin. Mereka tinggal di lingkungan yang cukup
padat penduduknya, jarak antara rumah cukup
berdekatan, serta cukup bersih. Sumber air
berasal dari PAM yang digunakan untuk mandi
dan mencuci, sedangkan air yang dikonsumsi
berasal dari air isi ulang, limbah dialirkan ke
got, memiliki satu kamar mandi dan satu
jamban yang terletak di dalam rumah dengan
bentuk jamban jongkok.


Data Okupasi dan Tempat Kerja
Pasien sehari-hari bekerja sebagai pedagang di
pasar tradisional di daerah Teluk Betung
bersama dengan suaminya. Pasien bekerja setiap
harinya dimana pada hari senin sampai jumat
menjual makanan, sedangkan pada hari sabtu
minggu menjual buah-buahan. Pasien berangkat
dari rumah pada pukul 05.00 WIB menuju
tempat kerja dan pulang sekitar pukul 12.00
WIB. Sebelum berangkat kerja pasien selalu
terbangun pada pukul 02.00 WIB untuk
menyiapkan barang dagangannya, terutama
pada hari senin sampai jumat. Hasil yang
didapatkan dari penjualannya sekitar satu juta
sampai satu juta lima ratus ribu rupiah per bulan
tergantung dengan banyaknya dagangan yang
terjual.

Dilakukan intervensi terhadap faktor eksternal
dan internal, dengan melakukan sebanyak 5x
kunjungan rumah. Intervensi meliputi konseling
terhadap pasien dan suaminya.

DIAGNOSTIK HOLISTIK AWAL
1. Aspek Personal
- Alasan kedatangan: badan terasa lemas
dan kontrol gula darah.
- Kekhawatiran: kadar gula darah yang
tinggi.
- Harapan: kadar gula darah yang
terkontrol.
2. Aspek Klinik
- Diabete Melitus Tipe 2 (ICD-10-E.11)
- Obesitas Grade 1 (ICD-10-E.66)
3. Aspek Resiko Internal
- Seorang wanita, lanjut usia, memiliki
prilaku mencari pengobatan sendir (ICD-
10-Z 76.89)
- Kebiasaan pola makan yang tidak teratur
(ICD-10-Z 72.4)
- Kebiasaan minum obat yang tidak teratur
(ICD-10-Z 91.1)
- Aktivitas olah raga yang kurang (ICD-
10-Z 72.3)
- Merasa jenuh karena harus meminum
obat rutin (ICD-10-Z 91.128)
- Pengetahuan tentang diabetes melitus
yang kurang (ICD-10-Z 55.9)
4. Aspek Psikososial Keluarga
- Hubungan dengan suami baik dan
harmonis
- Hubungan dengan anak baik dan
harmonis
- Hubungan dengan lingkungan tetangga
dan tempat kerja baik dan harmonis
- Kurangnya pengetahuan tentang diabetes
melitus (ICD-10-Z 55.9)
- Kurangnya kesadaran terhadap
pencegahan penyakit (ICD-10-Z 55.9)
5. Derajat Fungsional : 1, yaitu mampu
melakukan aktivitas seperti sebelum sakit
(tidak ada kesulitan)

PENATALAKSANAAN
Non-Medikamentosa:
1. Memberikan penjelasan mengenai penyakit
yang sedang diderita oleh pasien
2. Memberikan penjelasan tentang komplikasi
dari penyakit DM
3. Memberikan penjelasan mengatur pola
makan yang baik bagi penderita DM dan
olah raga teratur
4. Memotivasi peasien untuk meminum obat
secara teratur
5. Memotivasi pasien untuk kontrol bila obat
sudah mau habis

Medikamentosa:
1. Glibenklamid 2,5 mg 1x1 tab
2. Metformin 500 mg 2x1 tab

DIAGNOSTIK HOLISTIK AKHIR STUDI
1. Aspek Personal
- Alasan kedatangan: badan terasa lemas
dan kontrol gula darah
- Kekhawatiran: kekhawatiran pasien
sudah berkurang.
- Harapan: Telah tercapai.
2. Aspek Klinik
- Diabete Melitus Tipe 2 (E.11)
- Obesitas Grade 1 (E.66)
3. Aspek Resiko Internal
- Meminum obat secara teratur
- Mengatur pola makan sesuai anjuran
- Melakukan olah raga setiap pagi
- Kemauan untuk minum obat meningkat
- Mengetahui komplikasi dari diabetes
melitus
- Mengontrol kadar gula darah ke
puskesmas
4. Aspek Psikososial Keluarga
- Termotivasinya keluarga untuk
mengingatkan pasien minum obat secara
teratur
- Meningkatnya pengetahuan tentang
diabetes melitus
- Meningkatnya kesadaran terhadap
pencegahan penyakit
5. Derajat Fungsional : 1, yaitu mampu
melakukan aktivitas seperti sebelum sakit
(tidak ada kesulitan)

PEMBAHASAN

Pembinaan dengan pelayanan kedokteran
keluarga ini dilakukan pada NY. W dengan usia
58 tahun yang berarti pasien sudah memasuki
usia lanjut (WHO, 2014), datang ke Puskesmas
Kota Karang dengan keluhan badan yang terasa
lemas yang dirasakan 3 hari sebelum pasien
datang. Pasien mengatakan badan terasa lemas
walaupun pasien sudah makan secara teratur,
selain itu pola buang air kecil yang lebih sering
dari biasanya juga dirasakan oleh pasien dan
pasien merasa ingin banyak minum. Pasien
sudah merasakan hal tersebut sejak tahun 2011
dan gula darah pasien sering tidak terkontrol (>
300 gr/dl). Berdasarkan anamnesa tersebut
dapat diketahu bahwa pasien tersebut memiliki
penyakit Diabetes Melitus Type 2 (PERKENI,
2011).

Pada pasien ini dilakukan intervensi sebanyak 5
kali, dimana pada kunjungan pertama tanggal 15
Maret 2014 hal yang dilakukan ialah berkenalan
dengan pasien dan keluarganya dan meminta
izin untuk dilakukan pembinaan serta
melakukan anamnesa secara keseluruhan
kepada pasien dan anggota keluarganya.
Berdasarkan pertemuan pertama dapat diketahui
bahwa pasien terkena Diabetes Melitus akibat
pola hidup yang tidak teratur, sebab dari
keluarganya tidak ada yang memiliki penyakit
yang sama dengan pasien. Selain itu pola pasien
juga tidak meminum obat secara teratur karena
pasien sering merasa jenuh untuk meminum
obat secara terus menerus, sehingga kadar gula
darah pasien tidak terkontrol (>300 mg/dl).

Berdasarkan nilai tersebut, maka pada
pertemuan kedua yaitu tanggal 17 Maret 2014
dilakukan pemeriksaan kadar gula darah
sewaktu (GDS), dimana GDS yang didapat
sebesar 365 mg/dl. Hal ini menunjukkan bahwa
kadar gula darah pasien sangat tinggi dan
diketahui pasien masih belum minum obat
secara teratur, maka saya memberikan lembar
observasi untuk melihat kepatuhan pasien dalam
meminum obat. Setelah dilakukan pengamatan
selama seminggu, didapati penurunan dari kadar
gula darah pasien dimana pada pertemuan ke-3
GDS pasien sebesar 238 mg/dl, 170 mg/dl pada
pertemuan ke-4, dan 190 mg/dl pada pertemuan
ke-5. Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk
menemukan pasien dengan DM, TGT maupun
GDPT, sehingga dapat ditangani lebih dini
secara tepat (PERKENI, 2011).


Pada pertemuan kedua juga dilakukan intervensi
berupa edukasi kepada pasien serta keluarganya
mengenai penyakit diabetes melitus serta
penanganannya. Edukasi yang diberikan berupa
pengertian penyakit, pencegahan, komplikasi,
serta pola makan yang baik bagi penderita
diabetes. Hal ini dilakukan agar pasien dan
keluarga mengerti tentang penyakit yang
diderita oleh salah satu anggota keluarganya,
sehingga meningkatkan kualitas hidup pasien
dan anggota keluarga lainnya, serta memotivasi
pasien untuk teratur minum obat agar tidak
terjadi komplikasi. Menurut penelitian
Sreenivasa dkk (2011), seseorang yang berusia
50 tahun dengan diabetes, tetapi tidak memiliki
riwayat penyakit pembuluh darah memiliki usia
kematian 6 tahun lebih muda daripada rekannya
yang tanpa diabetes. Dalam perjalanan penyakit
DM, dapat terjadi penyulit akut dan menahun.

Penyulit akut yang biasanya timbul pada pasien
diabetes ialah ketoasidosis diabetik,
hiperosmolar non ketotik, dan hipoglikemia.
Sedangkan penyulit menahun yang dapat timbul
ialah makroangiopati, retinopati diabetika,
neuropati diabetika, dan nefropati diabetika
(PERKENI, 2011). Berdasarkan pemeriksaan
yang dilakukan pada pasien ini, masih belum
ditemukan tanda-tanda yang mengarah pada
komplikasi tersebut.

Mencegah timbul komplikasi lebih mudah
dilakukan, karena populasinya lebih kecil, yaitu
pasien diabetes yang sudah diketahui dan sudah
berobat. Namun pada kenyataannya tidaklah
mudah untuk memotivasi pasien untuk berobat
teratur, serta menerima kenyataan bahwa
penyakitnya tidak dapat sembuh. Syarat untuk
mencegah komplikasi ialah kadar glukosa darah
harus selalu terkendali mendekati angka normal
sepanjang hari sepanjang tahun. Selain itu kadar
lipid dan tekanan darah juga harus normal, agar
supaya tidak terjadi resistensi insulin (Slamet
Suyono, 2009). Untuk mencapai tujuan
tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa
darah, tekanan darah, berat badan, dan
profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara
holistik dengan mengajarkan perawatan
mandiri dan perubahan perilaku (PERKENI,
2011). Maka dari itu disarankan kepada pasien
untuk melakukan pemeriksaan kadar gula darah,
tekanan darah, profil lipid, serum ureum dan
creatinin, serta kadar HbA1C secara berkala.

Pemberian edukasi mengenai pola makan yang
sesuai dengan diet diabetes diberikan karena
pasien ini terkena obesitas grade 1 (IMT: 26).
Kebiasaan kurangnya berolahraga pada pasien
juga meningkatkan kemungkinan timbulnya
obesitas (Arjatmo & Hendra, 2001). Pada
penderita diabetes tipe II, pengaturan makanan
merupakan hal yang sangat penting. Bila hasil
pengaturan makanan tidak sesuai dengan yang
diharapkan, diperlukan obat-obat hipoglikemi
OAD (oral anti-diabetic) atau insulin. Penderita
diabetes tipe II yang kurus tidak memerlukan
pembatasan jumlah energi yang terlalu ketat.
Akan tetapi, semua penderita diabetes tipe II
harus mengurangi lemak dan kolesterol serta
meningkatkan rasio asam lemak tak jenuh
dengan asam lemak jenuh.

Penatalaksanaan makanan untuk penderita
diabetes melitus harus memperhatikan beberapa
hal, yaitu prinsip, tujuan, dan syarat diet. Prinsip
pemberian makanan bagi penderita diabetes
melitus adalah mengurangi dan mengatur
konsumsi karbohidrat sehingga tidak menjadi
beban bagi mekanisme pengaturan gula darah.
Tujuan diet yaitu memperbaiki kesehatan umum
penderita, memberikan jumlah energi yang
cukup untuk memelihara berat badan ideal/
normal, mempertahankan kadar gula darah
sekitar normal (Pranadji, Martianto, dan
Subandriyo, 2006).

Terapi gizi medis merupakan salah satu terapi
non-farmakologis yang sangat dianjurkan bagi
penderita diabetes. Beberapa manfaat yang telah
terbukti dari terapi gizi antar lain:
1. Menurunkan berat badan
2. Menurunkan tekanan darah sistolik dan
diastolik
3. Menurunkan kadar glukosa darah
4. Memperbaiki profil lipid
5. Meningkatkan sensitivitas reseptor insulin

Pada tingkat individu target pencapaian terapi
gizi medis lebih difokuskan pada perubahan
pola makan yang didasarkan pada gaya hidup
dan pola kebiasaan makan, status nutrisi dan
faktor lainnya. Beberapa faktor yang harus
diperhatikan sebelum melakukan perubahan
pola makan diabetisi antara lain, tinggi badan,
berat badan, status gizi, status kesehatan,
aktivitas fisik, dan faktor usia. Komposisi bahan
makanan terdiri dari makronutrien yang
meliputi karbohidrat, protein, dan lemak, serta
mikronutrien yang meliputi vitamin dan
mineral. Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi
besar untuk makan pagi (20%), makan siang
(30%), makan malam (25%) serta 2-3 porsi
ringan (10-15%) diantara makan besar (Em
Yunir dan Suharko, 2009).

Pada pasien Ny. W didapatkan indeks massa
tubuh sebesar 26, yang mengartikan pasien
sudah memasuki obesitas tingkat pertama.
Obesitas dapat menjadi salah satu penyebab
utama terjadinya resistensi insulin (Hussain,
2010). Maka dari itu dilakukan perhitungan
kebutuhan gizi per hari untuk Ny. W

Kebutuhan kalori yang dibutuhkan oleh Ny.W
berdasarkan indeks massa tubuh ialah sekitar
1200 kalori per hari, dimana makanan dibagi
dalam 3 porsi besar dan 2 posri kecil. Makanan
tersebut akan didistribusikan berdasarkan
kebutuhan nutrisinya. Karbohidrat memiliki
persentase 60%, maka karbohidrat yang
dibutuhkan oleh Ny.W ialah sebesar 720 kalori,
240 kalori untuk setiap protein dan lemak
dimana presentasi kebutuhan kedua nutrisi
tersebut sebesar 20% untuk masing-masing
nutrisi.

Selain tentang diet makanan diberikan edukasi
tentang pentingnya menurunkan berat badan.
Berat badan pasien saat ini yaitu 65 kg, dengan
tinggi badan 156. Indeks massa tubuh pasien
adalah 26 yang termasuk ke dalam kategori
obesitas tingkat 1. Untuk mengurangi resiko
berkembangnya diabetes menjadi komplikasi
pasien harus mengurangi berat badan >5% atau
minimal menjadi 61,75 kg dan lebih baik jika
pasien dapat mencapai berat badan ideal yaitu
50,4 kg. Artinya pasien harus menurunkan berat
badan sebesar 14,6 kg. Penurunan berat badan
5-10% telah dikaitkan dengan perbaikan secara
signifikan dalam faktor risiko penyakit
kardiovaskular (yaitu, penurunan kadar HbA1c,
menurunkan tekanan darah, peningkatan
kolesterol HDL, penurunan trigliserida plasma)
pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2.
Pengurangan faktor risiko bahkan lebih besar
dengan penurunan sebesar 10-15% dari berat
badan (Romesh Khardori, 2014).

Diberikan juga edukasi tentang pentingnya
berolah raga. Olah raga yang dianjurkan pada
pasien dengan diabetes yaitu tipe olah raga
aerobik yaitu jogging atau berjalan kaki selama
minimal 30 menit dengan frekuensi 5-7 kali per
minggu. Studi epidemiologis menunjukkan
bahwa aktivitas fisik secara teratur bermanfaat
untuk pencegahan dan pengobatan hipertensi,
untuk memungkinkan penurunan berat badan,
status kesehatan fungsional, dan untuk
mengurangi semua penyebab kematian dan
risiko penyakit kardiovaskular (Exercise
Prescription, Doctors handbook, 2012).

Berdasarkan konsensus Perhimpunan
Endokrinologi Indonesia (PERKENI, 2011),
pilar penatalaksanaan Diabetes Melitus ialah:
1. Edukasi
2. Terapi gizi medis
3. Latihan jasmani
4. Intervensi farmakologis

Pengelolaan Diabetes Melitus (DM) dimulai
dengan terapi gizi medis dan latihan jasmani
selama beberapa waktu (2 4 minggu). Apabila
kadar glukosa darah belum mencapai sasaran,
dilakukan intervensi farmakologis dengan obat
hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan
insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat
segera diberikan secara tunggal atau langsung
kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan
dekompensasi metabolik berat, misalnya
ketoasidosis berat, stres berat, berat badan yang
menurun dengan cepat, adanya ketonuria,
insulin dapat segera diberikan (PERKENI,
2014).

Intervensi farmakologis yang diberikan pada
pasien ini berupa terapi kombinasi yaitu
metformin dan glibenklamid. Terapi kombinasi
yang dilakukan sudah sesuai berdasarkan
algoritme penatalaksanaan diabetes melitus type
2 menurut PERKENI, dan obat yang diberikan
berasal dari golongan yang berbeda (PERKENI,
2011).


Gambar 3. Algoritma Penatalaksanaan Diabetes
Melitus tipe 2 (PERKENI, 2011)



Gambar 4. Algoritma Penatalaksanaan Diabetes
Melitus tipe 2 Berdasarkan Kadar HbA1c
(PERKENI, 2011)

Metformin berasal dari golongan biguanid, obat
ini mempunyai efek utama mengurangi
produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di
samping juga memperbaiki ambilan glukosa
perifer. Terutama dipakai pada penyandang
diabetes gemuk. Metformin kontraindikasi pada
pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum
kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien -
pasien dengan kecenderungan hipoksemia
(misalnya penyakit serebrovaskular, sepsis,
renjatan, gagal jantung). Metformin dapat
memberikan efek samping mual. Untuk
mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan
pada saat atau sesudah makan. Selain itu harus
diperhatikan bahwa pemberian metformin
secara titrasi pada awal penggunaan akan
memudahkan dokter untuk memantau efek
samping obat tersebut (PERKENI, 2014).

Pasien yang menggunakan metformin
menunjukkan perbaikan yang signifikan dalam
kadar hemoglobin A1C (HbA1C) dan profil
lipid mereka, terutama ketika nilai-nilai dasar
meningkat secara abnormal. Selain itu,
metformin adalah satu-satunya obat diabetes
oral yang andal memfasilitasi penurunan berat
badan secara sederhana (Romesh Khardori,
2014). Sebuah studi kohort retrospektif
menemukan bahwa metformin dikaitkan dengan
rendahnya resiko kematian pada pasien yang
memiliki diabetes dan gagal jantung
dibandingkan dengan pengobatan yang
mencakup sulfonilurea atau insulin (Andersson
C, 2010) .

Glibenklamid ialah obat hipoglikemik oral yang
berasal dari golongan sulfonilurea. Obat
golongan ini mempunyai efek utama
meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk
pasien dengan berat badan normal dan
kurang. Namun masih boleh diberikan kepada
pasien dengan berat badan lebih (PERKENI,
2014). Sulfonilurea juga dapat meningkatkan
sensitivitas perifer terhadap insulin sekunder
yang dapat meningkatkan reseptor insulin atau
perubahan peristiwa yang berhubungan dengan
ikatan reseptor insulin (Romesh Khardori,
2014). Satu studi menggambarkan kelompok
sulfonilurea oral sebagai penyebab utama
kematian kardiovaskular pada pasien diabetes
yang dirawat dengan infark miokard akut.
Namun, meskipun sulfonilurea lebih aman
secara umum, dalam kelompok penggunaan,
glyburide dikaitkan dengan kematian tertinggi
(7,5%) dibandingkan dengan sulfonilurea lain,
seperti gliklazid dan glimepiride (2,7%) (Zeller
M, 2010).

Pola minum obat hipoglikemik oral pada Ny. W
tidaklah teratur, sebab rasa kepatuhan dan
keinginan untuk minum obat secara teratur
masih dirasakan kurang oleh pasien. Pasien
memiliki rumah yang dekat dengan puskesmas,
namun pasien merasa bosan bila harus rajin
datang ke puskesmas untuk kontral. Suami Ny.
W selalu mendukung pasien dalam meminum
obat. Maka dari itu, kepada pasien dan
keluarganya diberikan pula edukasi dan
semangat agar saling memberi dukungan satu
sama lain untuk mencegah terjadinya
komplikasi pada Ny.W.

Pemberian edukasi secara intensif sangatlah
diperlukan bagi para penderita diabetes guna
meningkatkan keinginan untuk patuh terhadap
pengobatan penyakit diabetes melitus sehingga
meminimalkan kejadian terjadinya komplikasi.

KESIMPULAN
1. Diagnosis diabetes melitus pada kasus ini
sudah sesuai dengan beberapa teori dan
telaah kritis dari penelitian terkini.
2. Penatalaksanaan yang diberikan sudah
sesuai dengan CPG.
3. Telah terjadi perubahan prilaku pada Ny.W.
4. Kadar gula yang terkontrol pada Ny. W
dapat terlihat setelah pasien diberikan
intervensi dan megubah pola hidupnya
dengan minum obat secar teratur.

SARAN
Untuk Pasien dan Keluarganya:
1. Perlu meningkatkan pengetahuan/ wawasan
mengenai penyakit diabetes melitus dan
komplikasinya sehingga dapat melakukan
pengelolaan dengan baik.
2. Perlu meningkatkan kesadaran dan tekad
untuk melakukan pengelolaan penyakit
diabetes melitus dengan sepenuhnya
sehingga tujuan dari pengelolaan itu sendiri
dapat tercapai.
3. Keluarga perlu mengoptimalkan kerjasama
antar anggota keluarga untuk meningkatkan
kesehatan keluarga
4. Memriksakan kadar gula darah, tekanan
darah, profil lipid, serum ureum dan
creatinin, serta kadar HbA1C secara berkala

Untuk Pembina Selanjutnya
1. Pemantauan dan re-evaluasi kondisi pasien.
2. Perlu pembinaan lebih lanjut pada pasien
dan keluarga mengenai pengelolaan
penyakit yang diderita pasien

Untuk Pelaksana Pelayanan Kesehatan
1. Adanya sistem pemantauan dan
pembahasan di fasilitas kesehatan secara
periodik mengenai kasus yang dibina, bagi
kesinambungan pelayanan dan pemantauan.
2. Perlu ditingkatkan usaha promosi kesehatan
kepada masyarakat baik mengenai diabetes
melitus dan penyakit metabolik lainnya.
3. Membuatkan buku kontrol gula dara bagi
setiap penderita diabetes.


UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr.
Hj. Susi Kania, M. Kes sebagai Kepala
Puskemas Kota Karang, dr. Aila Karyus,
M.Kes., dan dr. TA Larasati, M. Kes., atas
bimbingan dan masukan dalam penulisan
manuskrip ini.

DAFTAR PUSTAKA
1. Aditama, Tjandra Yoga. 2013. Jumlah
Penderita Diabetes Di Indonesia Masuk 7
Dunia. Diakses pada tanggal 16 Maret
2014.
http://nasional.sindonews.com/read/2013/0
9/03/15/778889/jumlah-penderita-diabetes-
di-indonesia-masuk-7-dunia.
2. Andersson C, Olesen JB, Hansen PR,
Weeke P, Norgaard ML, Jrgensen CH, et
al. 2010. Metformin treatment is associated
with a low risk of mortality in diabetic
patients with heart failure: a retrospective
nationwide cohort study. Diabetologia. Dec
2010;53(12):2546-53.
3. Arjatmo T, Hendra U., 2009. Ilmu Penyakit
Dalam. Balai Penerbit FKUI.
4. Dep. Kesehatan. 2008. Pengendalian
Diabetes Melitus dan Penyakit Metabolik.
Jakarta: Dirjen P2PL.
5. Dep. Kesehatan. 2013. Diabetes Melitus
Penyebab Kematian Nomor 6 di Dunia.
Diakses pada tanggal 16 Maret 2014.
http://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&
id=2383.
6. Exercise Prescription, Doctors handbook.
Center for Health Protection, Department of
Health 2012, Hongkong
7. Hussain, A, M.Z.I. Hydirae, B. Claussen, S.
Asghar. 2010. Type 2 Diabetes and
Obesity: A Systematic Review. Journal of
Diabetology.
8. Purnamasari, Dyah. 2009. Diagnosis dan
Klasifikasi Diabetes Melitus. Jakarta:
Interna Publishing.
9. PERKENI. 2011. Konsensus Pengelolaan
dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia. Jakarta
10. Romesh Khardori. 2014. Type 2 Diabetes
Mellitus Treatment & Management.
Diakses pada tanggal 26 Maret 2014.
http://emedicine.medscape.com/article/117
853-treatment#aw2aab6b6b2
11. Soegondo, Sidartawan. 2009.
Farmakoterapi dan Pengendalian Glikemia
Diabetes Melitus Tipe 2. Jakarta: Interna
Publishing.
12. Seshasai, Sreenivasa R Kondapally dkk.
2011. Diabetes Mellitus, Fasting Glucose,
and Risk of Cause-Specific Death. The New
England Journal of Medicine. N Engl J
Med 2011;364:829-41.
13. WHO. 2014. Definition Of An Older Or
Elderly Person. Diakses pada tanggal 30
Maret 2014.
http://www.who.int/healthinfo/survey/agein
gdefnolder/en/ .
14. Yunir, Em dan Suharko Soebardi. 2009.
Terapi Non Farmakologis pada Diabetes
Melitus. Jakarta: Interna Publishing.
15. Zeller M, Danchin N, Simon D, Vahanian
A, Lorgis L, Cottin Y, et al. 2010. Impact
of type of preadmission sulfonylureas on
mortality and cardiovascular outcomes in
diabetic patients with acute myocardial
infarction. J Clin Endocrinol Metab. Nov
2010;95(11):4993-5002.

Anda mungkin juga menyukai