Anda di halaman 1dari 17

DEPARTEMEN DERMATOLOGI DAN VENEREOLOGI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN JULI 2022


UNIVERSITAS HASANUDDIN

DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA DERMATITIS NUMULARIS

Disusun Oleh:
Nuranggunsari Igusti (C011171334)
Widya Wahab (C014212188)
Nurhikmatin (C014212128)
Aulia Setiani Sosrodjojo (YC064212003)

Supervisor Pembimbing:
dr. Safruddin Amin, Sp.KK(K), MARS, FINSDV, FAADV

Residen Pembimbing:
dr. Clinton

DEPARTEMEN DERMATOLOGI DAN VENEREOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini, menyatakan bahwa:


1. Nuranggunsari Igusti (C011171334)
2. Widya Wahab (C014212188)
3. Nurhikmatin (C014212128)
4. Aulia Setiani Sosrodjojo (YC064212003)

Judul Referat: Diagnosis dan Tatalaksana Dermatitis Numularis

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepanitraan klinik pada Departemen


Dermatologi dan Venereologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Juli 2022

Mengetahui

Supervisor Pembimbing Residen Pembimbing

dr. Safruddin Amin, Sp.KK(K), MARS, FINSDV, FAADV dr. Clinton

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2
2.1 Diagnosis 2
2.2 Diagnosis Banding 4
2.3 Penatalaksanaan 7
2.4 Pencegahan 9
2.5 Komplikasi 10
2.6 Prognosis 10
BAB III KESIMPULAN 12
DAFTAR PUSTAKA iv

3
BAB I
PENDAHULUAN

Dermatitis numularis merupakan peradangan kulit kronis yang ditandai


dengan effloresensi berupa papul atau papulovesikuler yang berkonfluensi
membentuk plak koin, berbatas tegas, yang mudah pecah sehingga membasah
(oozing) kemudian menjadi krusta dan skuama. Dermatitis numularis ini berulang
dan dapat memberikan dampak negatif terhadap kualitas hidup, penampilan, dan
kenyamanan pasien sesuai dengan tingkat keparahannya. Lokasi tersering pada
extremitas atas dan bawah. Etiologi pasti dari penyakit ini belum diketahui,
namun banyak faktor pencetus yang telah dilaporkan, seperti kulit kering, kontak
alergi, penggunaan sabun yang menyebabkan iritasi dan kulit kering, sering mandi
dengan air panas, kelembaban rendah, paparan bahan kasar (kain wol), obat-
obatan tertentu (antivirus, interferon, isotretinoin, retinoid, ribavirin, dan senyawa
emas), dan stasis vena yang kronis(1–4).
Epidemiologi dermatitis numularis tidak diketahui dengan baik, karena
definisi yang berbeda digunakan dalam setiap penelitian. Prevalensi dermatitis
numularis di dunia berkisar 0.1% hingga 9,1%. Penyakit ini sering terjadi pada
orang dewasa dengan prevalensi lebih tinggi pada laki-laki. Namun, dermatitis
numularis dapat pula ditemukan pada anak-anak meskipun insidennya rendah.
Insiden terbanyak ditemukan pada rentang usia 50-65 tahun pada kedua jenis
kelamin dan untuk anak-anak usia puncak awitannya adalah 5 tahun(1–3,5).
Seperti pada dermatitis lainnya, patofisiologi dermatitis numularis adalah
kombinasi antara disfungsi sawar lipid epidermal akibat kulit kering dan respons
imunologis tubuh. Rusaknya sawar lipid epidermal ditandai terbentuknya fissura
sehingga memungkinkan alergen atau agen mikrobial untuk menembus kulit dan
menimbulkan respon imunitas tubuh. Sel imun akan melepaskan banyak mediator
inflamasi (seperti: histamin) yang akan berinteraksi dengan serabut saraf C tak
bermielin sehingga menimbulkan pruritus dan gerakan menggaruk. Selain itu,
terjadi juga pelepasan substansi P dan serat peptida terkait gen kalsitonin yang
memicu timbulnya inflamasi dan terjadi penurunan aktivitas enzim chymase
sehingga menyebabkan enzim tidak mampu untuk menekan peradangan(6–8).

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diagnosis
Diagnosis dermatitis numularis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesis
● Keluhan utama muncul bercak merah berbentuk koin dengan batas
tegas(3).
● Keluhan penyerta terasa sangat gatal yang bervariasi dari ringan
sampai berat pada daerah lesi, terutama pada fase akut(3).
● Pada sebagian pasien dermatitis numularis dapat ditemukan insidensi
atopi(3).
● Faktor pencetus pasien tersebut seperti kulit kering, infeksi pada gigi,
infeksi saluran napas atas atau bawah, faktor alergen ataupun stres
emosional(3).
● Riwayat alergi obat atau makanan(3).
● Riwayat keluarga yang memiliki gejala yang sama(3).
● Riwayat penyakit sistemik seperti hipertensi atau diabetes melitus(3).
● Riwayat pengobatan yang digunakan(3).
b. Pemeriksaan fisik
Diagnosis dermatitis numularis dapat ditegakkan berdasarkan
gambaran klinis. Lesi karakteristik berupa plak berukuran 1-3 cm berbentuk
koin yang terbentuk dari konfluensi papul dan papulovesikel (Gambar 1).
Pada bentuk akut terdapat vesikel, erosi dan eksudasi berbentuk pinpoint,
membentuk lesi yang basah (oozing), serta krusta pada dasar eritema. Kulit
disekitar lesi nampak normal dan atau kering. Pada fase kronis, berupa plak
kering, berskuama, dan likenifikasi. Lesi menyembuh dimulai dari bagian
tengah membentuk gambaran anular. Kelainan kulit dapat meluas ke badan,
wajah dan leher atau menjadi generalisata(3).
Jumlah lesi dapat hanya satu atau multipel dan tersebar pada
ekstremitas bilateral atau simetris. Distribusi lesi yang klasik adalah pada

2
aspek ekstensor ekstremitas. Pada perempuan, ekstremitas atas termasuk
punggung tangan lebih sering terkena. Pada laki-laki, tempat predileksi pada
ekstremitas bawah. Selain itu kelainan dapat pula ditemukan di badan. Lesi
dapat muncul setelah trauma (fenomena Koebner)(4).

Gambar 1. Gambaran lesi dermatitis numularis: (A) Tampak lesi berbentuk


koin atau numular, (B) Tampak lesi simetris pada palmar, dan (C) Tampak
lesi simetris pada extremitas inferior(4)

c. Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan penunjang dapat dilakukan pemeriksaan biopsi
kulit dan histopatologi, pemeriksaan laboratorium, serta patch testing.
Biopsi kulit dan pemeriksaan histopatologi diperlukan untuk menyingkirkan
entitas klinis lain, seperti autoimmune blistering disorders dan limfoma sel
T kutaneus. Perubahan histopatologi menunjukkan tahapan saat biopsi
dilakukan. Saat fase akut dapat ditemukan spongiosis, dengan atau tanpa
mikrovesikel spongiotik. Pada plak subakut, terdapat parakeratosis, kerak
sisik, hiperplasia epidermal, dan spongiosis epidermis (Gambar 2) serta
infiltrat sel campuran di dermis. Lesi kronis dapat menyerupai liken
simpleks kronik(2,5).

3
Gambar 2. Histopatologis dermatitis numularis: Tampak parakeratosis yang
mengandung plasma dan neutrofil dan hiperplasia epidermal psoriasiform
dengan spongiosis, disertai infiltrat perivaskular dermal superfisial (limfosit,
makrofag, dan eosinofil). (5)

Pemeriksaan laboratorium pada dermatitis numularis tidak secara


konsisten berhubungan dengan atopi dan kadar IgE. Lesi dermatitis numular
merupakan lesi yang steril sehingga bukan merupakan indikasi untuk
melakukan kultur bakteri, kecuali jika ada kecurigaan adanya infeksi lain.
Patch testing atau tes tempel diindikasikan pada kasus kronis untuk
menyingkirkan kemungkinan dermatitis kontak. Studi sebelumnya
menemukan berbagai alergen positif yang relevan dalam tes tempel, seperti
nikel, kromat, karet, parfum, formaldehida, pengawet lain yang biasa
ditemukan dalam kosmetik dan produk perawatan pribadi, neomisin dan
obat topikal lainnya(5).

2.2 Diagnosis Banding


Diagnosis banding dermatitis numularis yaitu:
● Dermatitis kontak alergi (Gambar 3): muncul dengan lesi numular di tangan,
wajah dan leher pasien. Membutuhkan uji tempel/patch untuk mengetahui
penyebab alergen yang berfokus pada alergen di tempat kerja pasien,
lingkungan rumah, produk kesehatan kulit dan kosmetik(9).

4
Gambar 3. Dermatitis kontak alergi. Tampak (A) lesi makula eritema
berukuran numular di garis rambut dan belakang telinga, (B) lesi makula
eritema lokalisata frontalis fasialis, (C) lesi makula eritema hiperpigmentasi
berukuran numular(5)
● Dermatitis statis (Gambar 4): terdapat insufisiensi vena, edema, varises, dan
jaringan skar atrofi hipopigmentasi. Lesi terdiri dari bercak eritema yang
berkembang menjadi plak bersisik di pergelangan kaki dan distal tungkai
bawah kaki. Plak mungkin disertai eksudatif, likenifikasi, tumpang tindih
pada varises(2,4,5).

Gambar 4. Dermatitis statis. Tampak (a) lesi edema dan makula eritema
berukuran plakat di regio kruris anterior dekstra, (b) venektasi di regio
femoralis dekstra dan regio poplitea lateralis dekstra (10)
● Tinea corporis (Gambar 5): muncul dengan satu atau beberapa plak,
permukaan eritema melingkar dengan central healing(2,4,5).

5
Gambar 5. Tinea corporis: tampak lesi makula eritema berukuran plakat
dengan central healing dan tepi aktif di regio aksilla sinistra dan trunkus
anterior (11)
● Psoriasis plakat (Gambar 6): muncul dengan plak eritema berbatas tegas
yang diatasnya terdapat sisik. Predileksi tersering muncul di scalp, siku,
lutut, dan lumbosacral bawah(2,4,5).

Gambar 6. Psoriasis plakat. Tampak (A) lesi plak eritematosa berbatas


tegas di regio trunkus posterior, (B,C) lesi plak eritematosa berbatas tegas
dengan skuama berwarna putih di belakang telinga dan di regio trunkus
posterior(5)
● Fixed drug eruption (Gambar 7): muncul dengan satu atau beberapa bercak
merah hingga cokelat melingkar dengan batas tegas atau plak edema yang
muncul berulang di lokasi yang sama ketika pasien terpapar obat yang
terlibat(2,4,5).

6
Gambar 7. Fixed drug eruption. Tampak (A,B) lesi hiperpigmentasi
eritematosa berukuran numular dan berbatas tegas(12)

2.3 Penatalaksanaan
Dermatitis numularis merupakan penyakit kronis, sehingga tatalaksana yang
diberikan bertujuan untuk membantu meringankan gejala dan menjaga kondisi
tubuh agar tetap stabil. Fokus utama dari tatalaksana dermatitis numularis adalah
mengidentifikasi penyebab atau faktor pencetus terjadinya dermatitis numularis.
Setelah menemukan itu, pasien harus diberikan edukasi untuk menghindari faktor
tersebut dengan memodifikasi perilakunya. Pasien dapat disarankan untuk mandi
air hangat dalam waktu yang singkat (5 menit atau kurang) dan menggunakan
cairan pembersih lembut yang menghidrasi. Selain itu, berikan anjuran kepada
pasien untuk menghindari pakaian ketat dan kain yang mengiritasi seperti wol,
suhu ekstrim, dan penggunaan sabun yang berlebihan(2).
Pada pasien dermatitis numularis yang mempunyai kulit kering atau xerosis,
disarankan untuk menggunakan emolien atau pelembab seperti petroleum jelly.
Perawatan ini ditujukan untuk rehidrasi kulit, perbaikan barier lipid epidermal,
dan pengendalian inflamasi/infeksi. Pelembab ini dapat dioleskan segera setelah
mandi ketika kulit masih dalam keadaan sedikit basah karena akan menghasilkan
penetrasi yang lebih efektif dan penyembuhan yang lebih cepat. Selain itu,

7
dermatitis numularis juga sering terjadi akibat trauma kulit ringan. Jika tangan
terkena, maka anjurkan kepada pasien untuk menggunakan sarung tangan dan alat
pelindung untuk memastikan kulit terhindar dari gesekan, deterjen, pelarut, bahan
kimia lain atau paparan air yang berlebihan(2,13).
Pemberian medikamentosa juga dapat diberikan. Prinsip medikamentosa
pada dermatitis numularis adalah terapi yang bersifat kausatif dan/atau
simptomatis sesuai dengan manifestasi klinis yang muncul. Medikamentosa yang
diberikan dibagi menjadi 2 yaitu: topikal dan sistemik.
a. Topikal
- Kompres dengan solusio permanganas kalium (PK) 1:10.000 sebanyak 2
kali, apabila terdapat lesi basah/eksudatif. Tujuan tindakan adalah untuk
mengeringkan lesi dan mengangkat debris-debris serta krusta(2).
- Obat anti inflamasi, untuk mengurangi peradangan dan iritasi pada kulit,
seperti:
1. Kortikosteroid topikal (cream/salep) potensi sedang hingga kuat
(kelas II-V) merupakan terapi lini pertama dari dermatitis numularis,
contohnya triamcinolone acetonide 0,025-0,1 %, betamethasone
dipropionate 0,05%, hydrocortisone butyrate 0,1-0,2%, atau
desoxymethasone 0,25% dioleskan sebanyak 1-2 kali sehari pada lesi
setelah mandi dengan tujuan kulit yang masih lembab membuat
penyerapan obat lebih baik(2,3).
2. Preparat ter (Liquor Carbonis Detergens 5-10%). Terapi ini dapat
meningkatkan diferensiasi epidermis, meningkatkan fungsi sawar
lipid kulit, dan menekan respon sitokin sel Th2(2,14).
3. Inhibitor kalsineurin topikal (takrolimus atau pimekrolimus) juga
efektif digunakan pada beberapa kondisi inflamasi dan pruritus.
Terapi ini adalah imunosupresan non-steroid yang lebih selektif
dalam cara kerjanya daripada kortikosteroid. Terapi ini menghambat
calcineurin, yang dapat dijumpai selama aktivasi sel limfosit T,
sehingga disebut sebagai inhibitor calcineurin. Rasa terbakar dan
eritema pada daerah aplikasi topikal ini adalah efek samping yang
paling sering dilaporkan. Takrolimus salep 0,03% pada anak usia 2

8
tahun ke atas, takrolimus salep 0,1% pada pasien dewasa, dan
pimekrolimus cream 1% pada pasien anak usia 2 tahun ke atas.
Takrolimus dan pimekrolimus dapat dioleskan tipis sebanyak 2 kali
sehari pada lesi dan digunakan sampai gejala hilang. Takrolimus
terbukti aman dan efektif untuk digunakan selama 4 tahun, sedangkan
pimekrolimus sampai 2 tahun(14,15).
- Antibiotik topikal apabila terdapat infeksi bakteri sekunder dengan lesi
yang terlokalisir, seperti gentamicin sulfat cream 0,1% dioleskan 1-2 kali
sehari pada lesi(4).
b. Sistemik
- Antihistamin oral, seperti antihistamin (AH-1) generasi 1 (sedatif) atau
antihistamin (AH-1) generasi 2 (nonsedatif), berguna untuk
meningkatkan kualitas tidur ketika pruritus parah agar pasien tidak
menggaruk lesinya ketika tidur dan diharapkan penyembuhan lebih
cepat, contohnya hidroksizin HCl 25 mg diberikan 3-4 kali sehari atau
cetirizine 10 mg diberikan 1 kali sehari saat rasa gatal hebat(3).
- Antibiotik oral, apabila terdapat infeksi bakteri sekunder dengan lesi
yang difus. Contohnya seperti: erytromisin 200 mg diberikan 3 kali
sehari(2,3).
- Kortikosteroid oral, untuk menekan proses inflamasi, indikasi pada kasus
dermatitis numular yang berat dan refrakter terhadap pengobatan, hanya
diberikan dalam jangka waktu pendek. Contoh: metilprednisolon. Dosis
didasarkan pada berat badan pasien dan biasanya berkisar 0,5-1
mg/kg/hari dengan dosis maksimal 40 mg yang dibagi menjadi 3 dosis
selama 1-2 minggu, diikuti tapering off 20-25% (5-10 mg) selama 1-2
minggu(2).
- Fototerapi. Pada lesi yang meluas (generalisata), dimana pengobatan
topikal tidak cukup, maka dapat diberikan tambahan terapi sinar
Ultraviolet B (UVB) narrowband (NB) atau broadband (BB). Fototerapi
dapat diberikan 2-3 kali seminggu dengan durasi yang sesuai dan respon
klinis yang diinginkan. Secara umum, sinar UV dapat menurunkan
aktivitas sistem kekebalan dan menghambat jumlah sel inflamasi. Selain

9
itu, fototerapi dapat meningkatkan jumlah stratum korneum dan
mengurangi jumlah mikroba pada kulit. Terapi ini perlu dikontrol karena
dapat menimbulkan risiko penuaan kulit dini atau kanker kulit(2,14,15).

2.4 Pencegahan
Dermatitis numularis hingga hari ini masih kurang diketahui apa
penyebabnya secara pasti, namun disarankan untuk:
- Menjaga agar kulit tetap terhidrasi, bisa dengan cara mengoleskan
pelembap sehabis mandi(2–4)
- Jangan memakai pakaian yang tebal dan ketat(2–4)
- Tidak mandi air hangat dalam jangka waktu yang lama (5 menit atau
kurang) (2–4)
- Menggunakan produk kosmetik atau produk pembersih berbahan lembut
dan tidak berpotensi mengiritasi atau membuat kulit kering(2–4)
- Hindari kontak dengan alergen apabila dirasa menjadi pemicu
dermatitis(2–4)
- Setiap kali gatal, tidak boleh digaruk karena dapat menyebabkan infeksi
sekunder(17)
- Hindari stress karena dapat memicu timbulnya penyakit(17)
- Menjaga hygiene perorangan untuk mencegah infeksi(17)
- Rajin memotong kuku untuk mengurangi kontaminasi(17)
- Mencuci tangan sebelum dan setelah memegang sesuatu yang kotor(17)
- Memberi pelembab setiap habis mandi atau jika merasa lesi kering, dapat
diberikan 2 – 3 kali sehari(17)
- Hindari tempat yang panas dan aktifitas berlebih karena dapat memicu
keringat berlebih. Hal ini dapat menyebabkan rasa lebih gatal, apabila
keringatan segera mandi atau dilap dan ganti pakaian jika basah(17)
- Pakaian rajin dicuci dengan sabun antibakteri setiap habis pakai, selalu
bilas dengan air bersih, jangan ada sisa sabun di pakaian(17)

10
2.5 Komplikasi
Pada dermatitis numularis, komplikasi yang terjadi dapat berupa gangguan
tidur, infeksi bakteri sekunder dan dispigmentasi kulit.
a. Gangguan tidur
Durasi yang cukup dan kualitas tidur yang baik merupakan faktor
penting untuk kesehatan fisik dan psikologis. Gatal yang hebat terutama
pada malam hari adalah penyebab paling umum untuk gangguan tidur pada
pasien dengan dermatitis numular(16).
b. Infeksi bakteri sekunder
Pada lesi kulit dapat terjadi infeksi sekunder akibat gangguan sawar
kulit. Staphylococcus aureus adalah patogen yang paling sering
menyebabkan infeksi sekunder. Lesi impetiginisasi dapat menampilkan
oozing yang purulen dan krusta berwarna keemasan yang lebih tebal
daripada lesi yang tidak mengalami infeksi sekunder. Usap bakteri harus
dilakukan untuk uji kultur dan sensitivitas. Doxycycline, atau antibiotik anti
stafilokkus lain berdasarkan pola resistensi antimikroba lokal, dapat dipilih
sebagai farmakoterapi awal, dan pengobatan lebih lanjut dapat disesuaikan
sesuai dengan sensitivitas yang dihasilkan(4).
c. Dispigmentasi kulit
Seperti halnya kondisi inflamasi kulit lainnya, dapat terjadi
dispigmentasi pasca inflamasi pada kulit, termasuk eritema, hipopigmentasi,
ataupun hiperpigmentasi(16).

2.6 Prognosis
Dermatitis numularis sering dikaitkan dengan penurunan kualitas hidup
karena pruritus muncul pada malam hari yang menyebabkan iritabilitas dan
insomnia. Perjalanan klinis penyakit berlangsung kronis dan sering kambuh pada
lokasi lesi yang sama atau dekat dengan lokasi lesi sebelumnya. Menghindari
faktor pencetus dan penggunaan pelembab dapat membantu untuk mengurangi
frekuensi kambuh. Terjadinya peningkatan sensitivitas kontak terhadap antigen
lingkungan dapat membatasi kemampuan kulit untuk mentolerir antigen seperti
pada pakaian, kancing logam, perhiasan, amalgam gigi, dan paparan pekerjaan(3,5).

11
BAB III
KESIMPULAN

Dermatitis numularis adalah peradangan pada kulit yang bersifat kronis,


ditandai dengan effloresensi berupa papul atau papulovesikuler yang
berkonfluensi membentuk koin, berbatas tegas dan mudah pecah sehingga basah
(oozing) kemudian menjadi krusta dan skuama. Dermatitis numularis tersebar di
seluruh dunia dan lebih sering terjadi pada orang dewasa terutama laki-laki.
Penyebab dermatitis numularis belum diketahui, tetapi ada berbagai faktor yang
dapat berperan dalam penyakit ini, seperti: kulit kering, sensitisasi kontak alergi,
penggunaan sabun yang menyebabkan iritasi dan kulit kering, sering mandi
dengan air panas, kelembaban rendah, paparan bahan kasar, dan stasis vena yang
kronis. Manifestasi klinis yang sering dikeluhkan pasien adalah rasa gatal hebat.
Diagnosis dari penyakit ini dapat ditegakkan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang (seperti: biopsi kulit, histopatologi,
pemeriksaan laboratorium, dan patch testing). Tatalaksana dermatitis numular
dapat diberikan edukasi kepada pasien serta pemberian medikamentosa secara
topikal dan sistemik. Komplikasi yang dapat timbul jika penyakit ini tidak
ditangani adalah gangguan tidur, infeksi bakteri sekunder, dan dispigmentasi kulit.
Umumnya prognosis dari penyakit ini adalah baik namun dapat berlangsung
kronis serta sering mengalami kambuh di lokasi lesi kulit yang sama atau dekat
dengan lokasi lesi kulit sebelumnya.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Bonamonte D, Filoni A, Gullo G, Vestita M. Nummular Contact Eczema:


Presentation of a Pediatric Case. Open Dermatol J. 2019;13(1):23–6.
2. Menaldi SLS, Bramono K, Wresti I. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi
Ketujuh. Jakarta: FK UI; 2016.
3. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia. Panduan
Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia.
Jakarta: PERDOSKI; 2017.
4. Robinson CA, Love LW, Farci F. Nummular Dermatitis [Internet].
StatPearls Publishing; 2022. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK565878/
5. Kang S, Amagai M, Bruckner AL, Enk AH, Margolis DJ, McMichael AJ,
et al. Fitzpatrick’s Dermatology Ninth Edition. New York: McGraw Hill
Education; 2019.
6. Harlim A. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Penyakit Alergi
Kulit. Jakarta: FK UKI; 2016.
7. Song J, Xian D, Yang L, Xiong X, Lai R, Zhong J. Pruritus: Progress
toward Pathogenesis and Treatment. Biomed Res Int. 2018;2018.
8. Zeidler C, Pereira MP, Huet F, Misery L, Steinbrink K, Ständer S. Pruritus
in autoimmune and inflammatory dermatoses. Front Immunol.
2019;10(JUN):1–8.
9. Tombeng M, Darmada I, Darmaputra I. Dermatitis Kontak Akibat Kerja
Pada Petani. Bagian/SMF Ilmu Kesehat Kulit dan Kelamin Fak Kedokt
Univ Udayana/Rumah Sakit Umum Pus Sanglah Denpasar [Internet]. 2014;
(6):2. Available from:
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/download/4882/3668/
10. Mona L, Dalimunthe DA. Tatalaksana Dermatitis Statis dengan
Kortikosteroid Topikal. J Kedokt Nanggroe Med. 2018;1(4):62–8.
11. Yee G, Al Aboud AM. Tinea Corporis [Internet]. StatPearls Publishing;
2022. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK544360/
12. Anderson HJ, Lee JB. A review of fixed drug eruption with a special focus

4
on generalized bullous fixed drug eruption. Med. 2021;57(9).
13. Purnamawati S, Indrastuti N, Danarti R, Saefudin T. The role of
moisturizers in addressing various kinds of dermatitis: A review. Clin Med
Res. 2017;15(3–4):75–87.
14. Pich J. Interventions for hand eczema. Br J Community Nurs.
2020;25(10):506–8.
15. Bolognia JL, Schaffer J V., Cerroni L. Dermatology Fourth Edition. United
States: Elsevier; 2018.
16. Tamschick R, Navarini A, Strobel W, Müller S. Insomnia and other sleep
disorders in dermatology patients: A questionnaire-based study with 634
patients. Clin Dermatol [Internet]. 2021;39(6):996–1004. Available from:
https://doi.org/10.1016/j.clindermatol.2021.09.001
17. Tansil T, Sukmawati. Pratiwi YI. Chandra CC. Elizabeth J. Buku Edukasi
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin: Ed 1. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Tarumanagara. 2021

Anda mungkin juga menyukai