Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN KASUS

COR PULMONALE DAN HIPERTENSI


PULMONARY BERAT

Pembimbing :

dr.Ratri Dianti, Sp.Rad


dr. Srie Retno Endah R. S , Sp.Rad, M.Kes
dr. Yudha Sulistiana, Sp.Rad

Disusun Oleh :

Mega Wahyuni Gafar 031.191.049


Bryan Eugenius Tolandak 031.032.004

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT


DALAM RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
TRISAKTI 11 APRIL 2022 – 20 MEI 2022
LEMBAR PENGESAHAN

Presentasi kasus yang berjudul:

“COR PULMONALE DAN HIPERTENSI


PULMONARY BERAT”

Yang disusun oleh:


Mega Wahyuni Gafar 031.191.049
Bryan Tolandak 032.190.004

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing:


dr.Ratri Dianti, Sp.Rad
dr. Srie Retno Endah R. S , Sp.Rad, M.Kes
dr. Yudha Sulistiana, Sp.Rad

Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti


dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu
Penyakit Dalam RSUD Budhi Asih

Jakarta, Mei 2022


Pembimbing

dr. Srie Retno Endah R.S, Sp.Rad

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah Yang Maha Esa karena atas berkah
dan nikmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan kasus yang berjudul
“Cor Pulmonale dan hipertensi pulmonary berat” tepat pada waktunya. Penulisan
laporan kasus ini merupakan salah satu persyaratan untuk memenuhi tugas Kepaniteraan
Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam Pendidikan Dokter Universitas Trisakti di Rumah
Sakit Umum Daerah Budhi Asih Jakarta.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini tidak akan selesai tepat waktu tanpa
dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu penulis menyelesaikan laporan kasus ini:
1. dr. Srie Retno Endah R.S, Sp.Rad , dr.Ratri Dianti, Sp.Rad dan dr.Yudha
Sulistiana, Sp.Rad selaku pembimbing yang telah memberi masukan dan saran
serta memberikan bimbingan dalam penyusunan laporan kasus ini selama penulis
menempuh kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Anak di RSUD Budhi
Asih.
2. Teman-teman yang turut memberikan masukan dan membantu penyelesaian
laporan kasus ini
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
sempurna. Atas semua keterbatasan yang penulis miliki, maka semua saran dan kritik yang
membangun akan penulis terima untuk perbaikan diwaktu yang akan datang. Akhir kata,
penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Jakarta, 10 Mei 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................................................1
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................................................4
BAB II LAPORAN KASUS...........................................................................................................6
BAB III TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................13
4.1. Anatomi.........................................................................................................................`13
4.2. Definisi............................................................................................................................15
4.3. Epidemiologi...................................................................................................................15
4.4. Etiologi............................................................................................................................16
4.5. Patofisiologi....................................................................................................................16
4.6. Diagnosis.........................................................................................................................18
4.7. Diagnosis Banding..........................................................................................................26
4.8. Tatalaksana.....................................................................................................................30
4.9. Komplikasi.....................................................................................................................31
4.10. Prognosis........................................................................................................................31
BAB IV ANALISA KASUS.........................................................................................................32
BAB V KESIMPULAN................................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................35

3
BAB I
PENDAHULUAN

Cor pulmonale didefinisikan sebagai perubahan struktur dan fungsi ventrikel


kanan jantung yang disebabkan oleh gangguan primer pada sistem pernapasan.
Penyakit ventrikel kanan yang disebabkan oleh kelainan primer pada sisi kiri jantung
atau penyakit jantung bawaan tidak dianggap sebagai kor pulmonal, tetapi cor
pulmonale dapat berkembang secara sekunder akibat berbagai proses penyakit
kardiopulmoner. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyebab paling
umum dari kor pulmonal. Pada sebagian besar pasien PPOK, cor pulmonale
cenderung disertai dengan hipertensi pulmonal. Hipertensi pulmonal sering
merupakan hubungan umum antara disfungsi paru dan jantung pada cor pulmonale.1
Dikarenakan paru berkorelasi dalam sirkuit kardiovaskuler antara ventrikel
kanan dengan bagian kiri jantung, perubahan pada struktur atau fungsi paru akan
mempengaruhi secara selektif jantung kanan. Patofisiologi akhir yang umum yang
menyebabkan kor pulmonal adalah peningkatan dari resistensi aliran darah melalui
sirkulasi paru dan mengarah pada hipertensi arteri pulmonal.2
Prevalensi yang tepat dari Cor pulmonale diperkirakan mencapai 6% sampai 7%
dari semua jenis penyakit jantung dewasa di Amerika Serikat. Insiden cor pulmonale
sangat bervariasi antar negara. Itu tergantung pada polusi udara, prevalensi merokok
dan faktor risiko lain untuk berbagai penyakit paru-paru.3
Pendekatan umum untuk mendiagnosis cor pulmonale dan menyelidiki
etiologinya dimulai dengan tes laboratorium rutin, dan elektrokardiografi,
pemeriksaan radiologi dan echocardiografi. Pada Radiografi dada Pembesaran arteri
pulmonalis dapat terlihat, kardiomegali terbatas terutama, jika tidak eksklusif ke
ventrikel kanan dan fitur lain dapat dideteksi sesuai dengan penyebabnya. chest
computed tomography (CT) scanning dapat dilakukan jika riwayat pasien dan
pemeriksaan fisik menunjukkan tromboemboli paru sebagai penyebab atau jika tes
diagnostik lain tidak memberikan etiologi spesifik. Angiografi CT dada untuk
menyingkirkan tromboemboli paru sebagai penyebab. Pengukuran diameter arteri
pulmonalis utama yang lebih besar dari 29 mm memiliki sensitivitas 84% dan
spesifisitas 75% untuk diagnosis hipertensi pulmonal.3
Ekokardiografi memberikan informasi berharga tentang penyakit dan fungsi
ventrikel kanan serta membantu dalam menentukan etiologi hipertensi pulmonal dan

4
cor pulmonale. Ekokardiografi Doppler digunakan untuk memperkirakan tekanan
arteri pulmonal, dengan memanfaatkan insufisiensi trikuspid fungsional yang
biasanya ada pada hipertensi pulmonal. Modalitas pencitraan ini dianggap sebagai
teknik noninvasif yang paling dapat diandalkan untuk memperkirakan tekanan arteri
pulmonalis.4 Sedangkan Kateterisasi jantung kanan adalah adalah standar emas
untuk diagnosis, penilaian keparahan hipertensi pulmonal. Kateterisasi jantung kanan
mengungkapkan bukti disfungsi ventrikel kanan (tekanan arteri pulmonalis rata-rata
di atas 25 mmHg) tanpa disfungsi ventrikel kiri. Selain itu, juga bisa didapatkan
pulmonary capillary wedge pressure (PCWP) di bawah 15 mmHg.3

5
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1. IDENTITAS PASIEN

Nama Ny. X

Umur 40 tahun
Jenis kelamin Perempuan

Alamat Saudi arabia

Pekerjaan Ibu rumah tangga

Status pernikahan Menikah

2.2. ANAMNESIS

Keluhan utama : Sesak nafas memberat sejak 3 tahun yang lalu


Keluhan tambahan : Batuk produktif intermitten sejak 3 tahun yang lalu
Riwayat penyakit Pasien dirujuk ke rumah sakit untuk menajemen kehamilan
sekarang : beresiko dengan gagal nafas. pasien dengan keluhan sesak nafas
memberat pasca persalinan terakhir 3 tahun yang lalu. Selain itu
pasien juga mengalami batuk produktif intermitten yang
memberat. Pasien saat ini hamil anak ke 19. Saat ini gejala
dirasakan saat istirahat pada kehamilan saat ini. Selama
kehamilan sebelumnya pasien tidak mengalami masalah
kesehatan.
Riwayat penyakit Pasien tidak mengetahui menderita penyakit sebelumnya.
dahulu
Riwayat penyakit Keluarga pasien tidak ada yang mengalami gejala atau
keluarga penyakit yang sama.
- dua anak pasien meninggal saat usia 9 hari dan 6 bulan
dan tidak diketahui penyebabnya
Riwayat pengobatan Pasien belum pernah berobat sebelumnya terkait penyakit
pasien
Riwayat kebiasaan Pasien tidak merokok

Riwayat alergi Tidak ada


Sosio-ekonomi Pasien orang badui yang buta huruf tinggal di gurun .

6
2.3. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum Kesadaran : Compos Mentis


Kesan sakit : Tampak sakit sedang

Tanda vital BP : 140/80 mmHg


RR : 30x/menit
HR : 128 x/ menit
SpO2 : 95%
T : 36,8 C

2.6.1 STATUS GENERALIS

Normosefali, rambut hitam, tidak mudah rontok, tidak terdapat jejas, dan
wajah simetris
Mata: Tidak ada oedem palpebra, pupil isokor kedua mata, refleks pupil
normal kedua mata, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik.
Telinga: Tidak ada deformitas, tidak ada hiperemis, tidak ada oedem, tidak
Kepala ada serumen
Hidung: Tidak ada deformitas, tidak ada deviasi septum, tidak ada sekret,
tidak ada pernafasan cuping hidung.
Tenggorokan: Uvula di tengah, arkus faring simetris, tidak hiperemis.
Mulut: Gigi geligi lengkap dan tidak berlubang, mukosa normal, tidak
ada lidah kotor, tidak ada sianosis
Leher Trakea ditengah, tidak teraba pembesaran KGB dan tiroid, jvp 5+4
Toraks Paru
Inspeksi : Bentuk thoraks simetris pada saat statis dan dinamis, tidak
terdapat retraksi interkostal, tidak terdapat kelainan kulit.
Palpasi : Gerak dinding dada simetris, tidak terdapat nyeri tekan, tidak
terdapat benjolan, vocal fremitus sama antara dinding dada kanan dan kiri.
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler yang menurun pada area paru kanan
atas dan tengah, ronkhi halus difus saat inspirasi kedua dasar paru dan ronki
kasar kiri anterior, tidak ada wheezing.

7
Jantung
Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis.
Palpasi : Tidak ada thrill, ictus cordis teraba di ICS V 1-2 cm di linea
midclavicularis sinistra.
Perkusi : Batas paru dan jantung kiri setinggi ICS V linea
midaksilaris sinistra dengan perkusi redup, batas paru dan jantung kanan
setinggi ICS V linea sternalis dekstra dengan perkusi redup.
Auskultasi : Bunyi jantung I regular, peningkatan bunyi jantung kedua.
tidak terdapat gallop, terdapat murmur regurgitasi trikuspid.
Inspeksi :tidak tampak benjolan , tidak ada spider nevi, tidak ada jejas
Auskultasi : Bising usus normal
Palpasi : Teraba kenyal, tidak terdapat ascites, tidak terdapat massa, tinggi
Abdomen fundus uteri 25 cm, presentasi kepala, teraba hepar 2 jari dibawah arcus
costae (hepatomegali). Teraba spleen di titik shuffner tiga (splenomegali)
Perkusi : Timpani pada semua kuadran, tidak terdapat shifting
dullness
Ekstremitas Atas
Simetris kanan dan kiri, tidak terdapat deformitas, CRT < 2 detik, akral
Ekstremitas hangat, tidak terdapat edema maupun ptekie.
Ekstremitas Bawah
Simetris kanan dan kiri, CRT < 2 detik, akral hangat, oedema kedua tungkai
Genital Dalam batas normal

2.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Pemeriksaan laboratorium

HASIL SATUAN NILAI


NORMAL
Gula Darah Sewaktu 97 mg/dL 70-110
Hematologi rutin
Eritrosit 5.0 juta / µL 3.8 – 5.2
MCH 27.3 Pg 26-34
MCHC 33.3 g/dL 32-36
MCV 82.0 fL 80-100

8
Hematokrit 41 % 35-47
Hemoglobin 10.9 g/dL 11.7-15.5
Leukosit 5.0 ribu / µL 3.8-5.2
Trombosit 253 ribu / µL 150-440
Kimia klinik
AST/SGOT 23 mU/dl <27
ALT/SGPT 25 mU/dl <34
Ginjal
Ureum 35 mg/dl 13-43
Kreatinin 0,9 mg/dL < 1.1
Elektrolit Serum
Natrium 135 mmol/L 135-155
Kalium 4.0 mmol/L 3.6-5.5
Klorida 100 mmol/L 98-109
Analisis gas darah
Ph 7.35 7.35-7.45
pO2 66 mmHg 80-100
pCO2 87 mmHg 35-45
HCO3 35 mmol/L 21-28
Kelebihan Basa 2 mEq/L -2.5-2.5
Total CO2 26 mmol/L 23-27
Saturasi 95 % 95-100

b. Pemeriksaan penunjang
 EKG
Hasil EKG menunjukkan adanya P pulmonale dan blok cabang berkas kanan
yang tidak lengkap
 Pemeriksaan foto thorax AP

9
Gambar 1. Foto thorax
Pemeriksaan foto radiologi Thorax menunjukan gambaran bayangan intertisial
difus dan bronkiektasis kistik sebelah kiri. Kardiomegali dan efusi pleura
bilateral.
 Pemeriksaan CT Scan

Gambar 2. Foto CT Scan thorax


Pada pemeriksaan computerized tomography thorax didapatkan opasifikasi
ground glass difus dan honey-combing perifer pada paru kanan dan lobus kiri
bawah, bronkiektasis kistik lobus kiri atas.
 Katerisasi jantung
pada katerisasi jantung di dapatkan tekanan arteri tekanan arteri pulmonalis
rata-rata (PAP) diperkirakan 100 mmHg.
 Ekokardiografi

10
Ekokardiografi menunjukkan dilatasi atrium dan ventrikel kanan. Ventrikel kiri
normal dalam ukuran dan fungsi. Tekanan arteri pulmonalis diperkirakan 100
mmHg.
2.5. DIAGNOSIS KERJA
Cor pulmonale dengan Hipertensi Pulmonal
2.6. DIAGNOSIS BANDING
 Atrial septal defect
 Ventrikel septal defect
 Regurgitasi Trikuspid
 Stenosis Pulmonal
2.7. TATALAKSANA

 Pasien mendapatkan terapi oksigen


 Medikamentosa : furosemide, digoxin, heparin, salbutamol, ibratropium
bromide inhalasi
 Pada usia kehamilan 36 minggu dilakukan induksi persalinan dengan
prostaglandin vaginal pessary 1.5 mg

2.8 PROGNOSIS

● Ad vitam : dubia ad bonam


● Ad fungsionam : dubia ad bonam
● Ad sanationam : dubia ad bonam

2.9 Resume
Pasien perempuan dengan usia 40 tahun datang dengan keluhan sesak napas. Sesak
napas memberat sejak 3 tahun yang lalu sejak persalinan terakhir , disertai dengan
batuk intermitten. Keluhan sesak napas dan batuk dirasakan saat istirahat pada
kehamilan saat ini. Saat ini pasien hamil ke 19. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
Tekanan darah 140/80, takikardia dan RR ↑. Suara nafas vesikuler yang menurun
pada area paru kanan atas dan tengah, ronkhi halus difus saat inspirasi kedua dasar
paru dan ronki kasar kiri anterior, peningkatan JVP, Edema tungkai bawah.
Pemeriksaan lab analisa gas darah didapatkan PO2 ↓, PCO2 ↑, HCO3 ↑. Pada
pemeriksaan foto thorax didapatkan gambaran bayangan intertisial difus dan
bronkiektasis kistik sebelah kiri. Kardiomegali dan efusi pleura bilateral. Pada
pemeriksaan CT scan thorax didapatkan opasifikasi ground glass difus dan honey-

11
combing perifer pada paru kanan dan lobus kiri bawah, bronkiektasis kistik lobus
kiri atas. Pada pemeriksaan EKG didapatkan gambaran adanya P pulmonale dan
blok cabang berkas kanan yang tidak lengkap. Ekokardiografi menunjukkan
dilatasi atrium dan ventrikel kanan. Ventrikel kiri normal dalam ukuran dan fungsi.
Sedangkan tekanan arteri pulmonaris pasien 100 mmHg

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

4.1. Anatomi
Jantung adalah organ berongga dan berotot seukuran kepalan tangan. Organ
ini terletak di rongga toraks (dada) sekitar garis tengah antara sternum (tulang
dada) di sebelah anterior dan vertebra (tulang belakang) di posterior. Jantung di

12
selaputi oleh membran pelindung oleh perikardium. Pericardium terdiri dari
pericardium viseral dan pericardium parietalis. Di dalam lapisan jantung tersebut
terdapat cairan pericardium, yang berfungsi untuk mengurangi gesekan yang
timbul akibat gerak jantung saat memompa. Dinding jatung terdiri dari 3 lapis yaitu
epicardium (lapisan luar), miokardium (lapisan tengah) yang merupakan lapisan
otot jantung, dan lapisan dalam disebut endokardium. Fungsi utama jantung adalah
memberikan dan mengalirkan suplai oksigen dan nutrisi ke seluruh jaringan dan
organ tubuh yang diperlukan dalam proses metabolisme. Secara normal setiap
jaringan dan organ tubuh akan menerima aliran darah dalam jumlah yang cukup
sehingga jaringan dan organ tubuh menerima nutrisi dengan adekuat.5

Gambar 3. anatomi jantung5

Jantung terdiri dari empat ruangan yaitu atrium kiri, atrium kanan, ventrikel
kiri dan ventriel kanan. Dinding yang memisahkan kedua atrium dan ventrikel
menjadi bagian kanan dan kiri dinamakan septum. Atrium mempunyai dinding tipis
dan berfungsi menerima darah. Atrium kanan menerima darah dengan kadar
oksigen rendah yang berasal dari vena cava superior dan vena cava inferior dan
meneruskannya ke ventrikel kanan melalui katup tricuspid, selanjutnya ke arteri
pulmonal. Darah kaya oksigen akan dialirkan ke atrium kiri melalui vena pulmonal
dan selanjutnya ke ventrikel kiri melalui katup mitral, serta dipompa ke seluruh
tubuh melalui aorta.
Vaskularisasi jantung dari arteria coronaria dextra dan sinistra berasal dari
sinus aorta pada bagian awal aorta ascendens dan menyuplai musculi dan jaringan
lain dari jantung. Arteriae ini mengelilingi jantung di sulcus coronarius, dengan
rami marginalis dan interventriculare, di sulci interventriculare, dan mendekat
menuju ke apex cordis. Darah balik vena melewati venae cordis, sebagian besar

13
bermuara ke dalam sinus coronarius. Struktur vena besar ini berada di sulcus
coronarius pada facies posterior cordis, antara atrium sinistrum dan ventriculus
sinister. Sinus coronarius bermuara ke dalam atrium dextrum di antara ostium vena
cava inferioris dan ostium atrioventriculare dextra. Jantung terdiri dari beberapa
katup yaitu :
a. Katup atrioventrikuler
katup atrioventrikel (AV) kanan dan kiri, masing-masing terletak di antara
atrium dan ventrikel di sisi kanan dan kiri
 Katup trikuspid
Katup trikuspid berada diantara atrium kanan dan ventrikel kanan. Bila
katup ini terbuka, maka darah akan mengalir dari atriumkanan menuju
ventrikel kanan. Katup trikuspid berfungsi mencegah kembalinya aliran darah
menuju atrium kanan dengan cara menutup pada saat kontraksi ventrikel.
Sesuai dengan namanya, katup trikuspidterdiri dari tiga daun katup.
 Katup bikuspid
Katup bikuspid atau katup mitral mengatur aliran darah dari atrium kiri
menuju ventrikel kiri. Seperti katup trikuspid, katup bikuspid menutup pada
saat kontraksi ventrikel. Katup bikuspid terdiri dari dua daun katup.
b. Katup semilunar
 Katup pulmonal
Setelah katup trikuspid tertutup, darah akan mengalir daridalam
ventrikel kanan melalui trunkus pulmonalis. Trunkus pulmonalis bercabang
menjadi arteri pulmonalis kanan dan kiri yang akan berhubungan dengan
jaringan paru kanan dan kiri. Pada pangkaltrunkus pulmonalis terdapat katup
pulmonalis yang terdiri dari 3 daun katup yang terbuka bila ventrikel kanan
berkontraksi dan menutup bila ventrikel kanan relaksasi, sehingga
memungkinkan darah mengalir dari ventrikel kanan menuju arteri pulmonalis.
 Katup aorta
Katup aorta terdiri dari tiga daun katup yang terdapat pada pangkal
aorta. Katup ini akan membuka pada saat ventrikel kiri berkontraksi sehingga
darah akan mengalir ke seluruh tubuh. Sebaliknya katup akan menutup pada
saat ventrikel kiri relaksasi, sehingga mencegah darah masuk kembali kedalam
ventrikel kiri.

14
4.2. Definisi
Cor pulmonale didefinisikan sebagai perubahan pada struktur dan fungsi
ventrikel kanan jantung yang disebabkan oleh gangguan primer pada sistem
pernapasan. Hipertensi pulmonal sering menjadi hubungan umum antara disfungsi
paru dan jantung di cor pulmonal. Penyakit pada ventrikel kanan yang disebabkan
oleh kelainan primer pada sisi kiri jantung atau penyakit jantung bawaan tidak
dianggap sebagai kor pulmonal, tetapi kor pulmonal dapat berkembang menjadi
akibat sekunder dari berbagai proses penyakit kardiopulmoner.6
Hipertensi pulmonal (PH) adalah kelainan patofisiologi pada pembuluh
darah paru-paru yang dapat melibatkan berbagai kondisi klinik dan dapat menjadi
komplikasi dari penyakit-penyakit kardiovaskular dan respirasi. Hipertensi pulmonal
(PH) ditandai dengan peningkatan tekanan rerata arteri pulmonalis (mean pulmonary
artery pressure / mPAP) di atas normal, yaitu > 20 mmHg dan peningkatan tahanan
vaskular pulmonal (pulmonary vascular resistance/PVR) di atas normal, pada kondisi
istirahat.7

4.3. Epidemiologi3,8
Secara global, kejadian cor pulmonale sangat bervariasi antar negara,
tergantung pada prevalensi merokok, polusi udara, dan faktor risiko lain untuk
berbagai penyakit paru. Kor pulmonale diperkirakan mencapai 6-7% dari seluruh
jenis penyakit jantung pada orang dewasa di Amerika Serikat, dengan penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK) akibat bronkitis kronis atau emfisema menjadi faktor
penyebab di lebih dari 50% kasus. Kematian pada pasien dengan PPOK bersamaan
dan kor pulmonale lebih tinggi dibandingkan pada pasien dengan PPOK saja. Selain
itu, kurang lebih 10-30% merupakan pasien cor pulmonale dari pasien terkait gagal
jantung dekompensasi di Amerika Serikat. cor pulmonal akut biasanya sekunder
akibat emboli paru masif. Tromboemboli paru masif akut merupakan penyebab
tersering kor pulmonal akut yang mengancam jiwa pada orang dewasa dan 50.000
kematian di Amerika Serikat diperkirakan terjadi per tahun akibat emboli paru dan
sekitar setengahnya terjadi dalam satu jam pertama akibat gagal jantung kanan akut.

15
4.4. Etiologi 3,9
Kor pulmonale adalah keadaan disfungsi kardiopulmonal yang dapat
disebabkan oleh beberapa etiologi dan mekanisme patofisiologis yang berbeda
seperti penyakit paru, kelainan pembuluh darah paru, penyakit neuromuskular,
deformitas dinding toraks, kelainan pada control aliran udara (ventilasi). Penyebab
paling sering dari kor pulmonale adalah penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)
akibat bronkitis kronis atau emfisema.
Hipertensi pulmonal berhubungan dengan penyakit paru-paru (seperti PPOK,
penyakit paru interstisial), pembuluh darah (seperti hipertensi arteri pulmonalis
idiopatik), gangguan jalan napas bagian atas (seperti apnea tidur obstruktif), atau
dinding dada (misalnya, kifoskoliosis), autoimun (misalnya skleroderma), fibrosis
kistik, dan sindrom hipoventilasi obesitas juga dapat menyebabkan hipertensi paru.
Emboli paru masif merupakan penyebab tersering kor pulmonal akut.
Penyakit yang mendasari terjadinya kor pulmonal dapat digolongkan menjadi 4
kelompok :
1. Penyakit pembuluh darah paru.
2. Penekanan pada arteri pulmonal oleh tumor mediastinum, aneurisma,
granuloma atau fibrosis.
3. Penyakit neuro muskular dan dinding dada.
4. Penyakit yang mengenai aliran udara paru, alveoli, termasuk Penyakit Paru
Obstruktif Kronis (PPOK), penyakit paru interstisial dan gangguan
pernafasaan saat tidur.

4.5. Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya cor pulmonale adalah akibat dari peningkatan tekanan
pengisian sisi kanan jantung dari hipertensi pulmonal yang berhubungan dengan
penyakit paru. Dimana dalam kondisi fisiologis normal, ventrikel kanan memompa ke
sirkuit beresistansi rendah. Afterload yang meningkat menyebabkan perubahan
struktural pada ventrikel kanan termasuk hipertrofi ventrikel kanan (RVH) yang dapat
dilihat pada Cor pulmonal kronis. 3
Kejadian patofisiologis awal dalam terjadinya cor pulmonale adalah
peningkatan resistensi vaskular paru. Ketika resistensi meningkat, tekanan arteri
pulmonalis meningkat, dan kerja ventrikel kanan meningkat yang kemudian
menyebabkan pembesaran ventrikel kanan (misalnya penebalan, pelebaran, atau

16
keduanya). Cor pulmonale akut lebih umum terjadi akibat emboli paru dan sindrom
gangguan pernapasan akut (ARDS). Patofisiologi yang mendasari emboli paru masif
yang menyebabkan Cor pulmonale adalah peningkatan resistensi paru secara tiba-tiba.
Pada ARDS, kelebihan beban ventrikel kanan dapat terjadi karena ventilasi mekanis
dan gambaran patologis dari sindrom itu sendiri.10
Dalam kasus cor pulmonale kronik pada umumnya terjadi hipertropi ventrikel
kanan. Dalam cor pulmonale akut dapat terjadi dilatasi ventrikel kanan. Pelebaran
atau hipertropi ventrikel kanan pada cor pulmonale kronis adalah efek langsung dari
kompensasi ventrikel akibat vasokonstriksi pulmonal kronis dan hipertensi arteri
pulmonalis yang menyebabkan peningkatan beban kerja ventrikel kanan. Ketika
ventrikel kanan tidak mampu lagi mengimbangi beban kerja melalui dilatasi atau
hipertropi, kegagalan ventrikel kanan dapat terjadi.6 Beberapa mekanisme
patofisiologis dapat menyebabkan hipertensi pulmonal yang akan menyebabkan cor
pulmonale, mekanisme tersebut antara lain:
1. Vasokonstriksi pulmonal akibat hipoksia alveolar atau asidemia darah, hal ini
dapat menyebabkan hipertensi pulmonal dan jika hipertensi pulmonal tersebut
cukup parah akan dapat menyebabkan cor pulmonale
2. Peningkatan viskositas darah yang menyebabkan kelainan pada darah seperti :
polisitemia vera, sickle cell disease, makroglobulinemia
3. Peningkatan aliran darah dalam vascular paru
4. Hipertensi pulmonal idiopatik primer
Mekanisme diatas dapat meningkatkan tekanan arteri pulmonalis. Apapun
penyakit awalnya, sebelum timbul cor pulmonale biasanya terjadi peningkatan
resistensi vaskuler paru dan hipertensi pulmonal. Hipertensi pulmonal pada akhirnya
meningkatkan beban kerja dari ventrikel kanan, sehingga mengakibatkan hipertrofi
dan kemudian gagal jantung. Titik kritis dari rangkaian kejadian ini nampaknya
terletak pada peningkatan resistensi vaskuler paru pada arteri dan arteriola kecil.9

17
Gambar 4. Patogenesis Cor pulmonale11

4.6. Diagnosis
 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Untuk menegakkan diagnosis cor pulmonale secara pasti maka dilakukan
prosedur anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang secara tepat. Pada
anamnesis dan pemeriksaan fisik pemeriksa dapat menemukan data-data yang
mendukung ke arah adanya kelainan paru baik secara struktural maupun fungsional.
Adanya hipertensi pulmonal tidak dapat ditegakkan secara pasti dengan hanya
pemeriksaan fisik dan anamnesis tetapi membutuhkan pemeriksaan penunjang.11
Pada cor pulmonale selama jantung masih bisa melakukan kompensasi
terhadap hipertensi pulmonal, anamnesis pada penderita cor pulmonale hanya
didapatkan keluhan yang terkait dengan gangguan yang melatarbelakanginya. Keluhan
yang biasanya didapatkan adalah batuk produktif, sesak nafas saat aktivitas (dispneu
on effort), adanya mengi, cepat letih, dan lemas.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan bentuk dada dengan diameter terbesar
anteroposterior atau disebut barrel chest. Pada pemeriksaan auskultasi paru
didapatkan memanjangnya suara nafas ekspirasi dan pada pasien eksaserbasi biasanya
didapatkan mengi dan ronki. Pasien yang telah menjadi gagal jantung kanan
didapatkan tanda-tanda seperti edema, peningkatan tekanan vena jugularis, refluks
hepatojugular, pulsasi epigastrium dan parasternal, asites, hepatomegali dan
takikardia. Menurunnya cardiac output dapat menyebabkan hipotensi dan pulsasi
yang lemah. Pada pemeriksaan jantung pasien dengan gagal jantung kanan didapatkan

18
kardiomegali ventrikel kanan yang menyebabkan batas jantung kanan bawah bergeser
ke bawah kanan. Pada auskultasi didapatkan suara gallop S3 disertai meningkatnya
intensitas bunyi P2. Insufisiensi katup trikuspid ditandai dengan adanya pansistolik
murmur yang terdengar di parasternal kiri bawah dan mengeras dengan inspirasi.
Selain itu, dapat pula terdengar ejeksi sistolik pulmonal,. 12,13

4.7.1 Pemeriksaan Penunjang


1. Kateterisasi jantung kanan
Pemeriksaan penunjang untuk mengetahui secara pasti tejadinya cor
pulmonale adalah dengan (Swan-Ganz catheterization) untuk mengukur secara
pasti hipertensi pulmonal. Kateterisasi jantung kanan mengungkapkan bukti
disfungsi ventrikel kanan (RV) (tekanan arteri pulmonalis rata-rata (PAP) di atas
25 mmHg) tanpa disfungsi ventrikel kiri (LV). Membedakan sisi kiri dari penyakit
sisi kanan termasuk mengukur tekanan baji kapiler paru (PCWP), yang merupakan
perkiraan tekanan atrium kiri. Dengan demikian, disfungsi RV juga didefinisikan
sebagai memiliki PCWP di bawah 15 mmHg.
Kateterisasi jantung kanan ini dimasukkan melalui vena sentral (V.
axillaris, v, jugularis, atau v. brachiocephalica) dan diteruskan ke dalam ventrikel
kanan melalui katup trikuspid dan diteruskan ke dalam arteri pulmonalis. 12 Dalam
pemasangannya pasien diharuskan puasa 8 jam sebelumnya. Operator harus
memperhatikan gambaran radiologis sebelumnya agar dalam memasang kateter
tidak mencederai organ yang dilewati. Adapun penggunaan kateter ini memiliki
resiko antara lain, infeksi, emboli, jendalan darah dan dapat menyebabkan aritmia.
Penggunaan kateter ini masih sangat terbatas karena sifatnya yang invasif,
menimbulkan rasa tidak nyaman, dan biaya yang diperlukan cukup tinggi.
Mengingat banyaknya kekurangan dengan menggunakan kateter Swan-
Ganz maka untuk menunjang diagnosis cor pulmonale diperlukan pemeriksaan-
pemeriksaan lain yang lebih mudah, tidak invasif, dan lebih terjangkau.

19
20
Gambar 5: Swan-Ganz catheterization

2. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk mengetahui penyakit yang
mendasari dan untuk menilai komplikasi serta perjalanan penyakit. Pada
hipertensi pulmonal pemeriksaan darah kurang berperan dalam penegakan
diagnosis. Pemeriksaan lab lainnya di lakukan berdasarkan etiologi penyebabnya.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain, pemeriksaan kadar BNP (Brain
Natruretic Peptide) untuk mengatahui hipertensi pulmonal dan gagal jantung
kanan, Bila kadar BNP normal, penyebabnya adalah penyakit paru sedangkan bila
kadar tinggi (>100 pg/mL) pada gangguan jantung.7 Analisis gas darah untuk
mengetahui status respirasi seperti saturasi oksigen, keseimbangan asama basa
(pH, PCO2, PO2, HCO3). Pemeriksaan spirometri untuk mengetahui status
fungsional paru seperti pada pasien dengan PPOK Pada uji spirometri, obstruksi
ditentukan oleh % VEP1 (VEP1/VEP1 pred) < 80 % VEP1 % (VEP1/KVP) < 75
%. Pemeriksaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram diperlukan untuk
mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat 3,9,14 Pada emboli
paru dapat ditemukan peningkatan kadar plasma D-dimer akibat proses
fibrolisis endogen yang dilepas di sirkulasi saat ditemukan adanya bekuan.
Pada penyakit fibrosis paru dapat dilakukan pemeriksaan histopatologi untuk
memastikan diagnosis dan mendeteksi tingkat keparahan fibrosis paru, melalui
pemeriksaan sampel jaringan paru.15,16

3. Pemeriksaan pencitraan
a. Foto Toraks13
Pada pasien dengan cor pulmonale hasil foto toraks didapatkan pelebaran
arteri pulmonal sentral. Hipertensi pulmonal dicurigai jika ditemukan diameter
arteri pulmonal desenden kanan lebih lebar dari 16 mm dan arteri pulmonal
kiri lebih lebar dari 18 mm.4 Pelebaran jantung kanan menyebabkan diameter
transversal meningkat dengan cardiothorax ratio (CTR) 50% dan bayangan
jantung melebar ke kanan pada foto toraks posisi anteroposterior.

21
Gambar 6. Foto toraks posisi posteroanterior (dilatasi arteri pulmonal dengan
kardiomegali)

Gambar 7. Foto toraks Lateral17


Gambar A menunjukkan kepenuhan ruang retrosternal (panah) yang biasa
terlihat pada pembesaran ventrikel kanan di sebelah kiri. Gambar B foto thoraks
lateral normal disediakan di sebelah kanan untuk perbandingan. Untuk
memvisualisasikan ventrikel kanan foto lateral lebih baik.

b. Ekokardiografi 12,13
Salah satu pencitraan yang bisa digunakan untuk melakukan penegakan
diagnosis cor pulmonale adalah dengan ekokardiografi. Pemeriksaan dengan
gelombang suara menggunakan Doppler ekokardiografi ini memungkinkan

22
penghitungan gradien tekanan yang transtrikuspid dari kecepatan puncak pancaran
regurgitan katup trikuspid, yakni dengan menggunakan persamaan Bernouili.
Dengan asumsi bahwa tekanan atrium kanan adalah 5 mmHg maka tekanan sistolik
ventrikel kanan yang identik dengan tekanan sistolik arteri pulmonal dapat
diestimasikan. Caranya, yakni dengan menjumlahkan tekanan atrium kanan dengan
gradient tekanan transtrikuspid.
Pada pasien PPOK penggunaan Doppler ekokardiografi ini kurang efektif
karena hiperinflasi dan pengisian ruang retrosternal yang menyebabkan transmisi
gelombang suara kurang optimal. Computed tomography (CT) scan, Magnetic
Resonance Imaging (MRI), maupun ekokardiografi dua dimensi dapat digunakan
untuk menilai ketebalan dinding ventrikel kanan sehingga dapat mengetahui
hipertropi atau dilatasi ventrikel kanan.

Gambar 8. Ekokardiografi17
dilatasi ventrikel kanan pada pasien cor pulmonale

4. CT Pulmonary angiografi (CTPA)19,20


CT Pulmonary angiografi untuk menyingkirkan tromboemboli paru sebagai
penyebab. Temuan CTPA klasik hipertensi pulmonal dapat dibagi menjadi tiga
kategori: vaskular, jantung, dan parenkim.
Vascular sign : Pengukuran diameter arteri pulmonalis utama yang lebih besar
dari 29 mm memiliki sensitivitas 84% dan spesifisitas 75% untuk diagnosis
hipertensi pulmonal atau Rasio diameter arteri pulmonalis utama dengan aorta
asendens juga lebih besar atau sama dengan 1.

23
Cardiac Signs yang didefinisikan sebagai ketebalan dinding lebih dari 4
mm; meluruskan atau membungkuk ke kiri dari septum interventrikular; dilatasi
ventrikel kanan (sebagai rasio diameter ventrikel kanan ke ventrikel kiri lebih dari
1:1 pada tingkat midventrikular pada gambar aksial); 
Parenkim :Nodul ground-glass centrilobular adalah ciri hipertensi pulmonal dan
terutama sering terjadi pada pasien dengan hipertensi arteri pulmonal idiopatik

Gambar 9. CT Pulmonary angiografi,20


(A) CT scan aksial pada tingkat bifurkasi arteri pulmonalis menunjukkan
pelebaran arteri pulmonalis utama (panah), yang berukuran 3,2 cm dan berukuran
lebih besar dari aorta asendens pada tingkat yang sama.
(B) Angiografi CT aksial menunjukkan lapisan trombus (panah) kronis pada
dinding arteri pulmonalis kiri.
(C) CT scan aksial menunjukkan pelebaran RV, dibandingkan dengan LV, dengan
rasio RV/LV >2,0. Septum ventrikel membungkuk ke arah kiri (panah).
(D) CT scan dengan kontras aksial yang diperoleh pada tingkat dasar paru
menunjukkan atenuasi ground-glass, opasitas retikuler halus, Honey combing
mikrokistik subpleural (kepala panah), dan bronkiolektasis traksi (panah), fitur
yang menunjukkan pneumonia interstisial nonspesifik.
5. MRI

24
Pencitraan resonansi magnetik atau MRI terbukti berguna untuk diagnosis
menetapkan etiologi, kuantifikasi termasuk hemodinamik, prognostik dan tindak
lanjut setelah pengobatan dan mengetahui perubahan struktur dan fungsi ventrikel
kanan karena dapat menghasilkan gambar yang sangat baik dari ventrikel kanan,
tetapi tidak secara rutin digunakan pada pasien yang dicurigai menunjukkan
hipertensi pulmonal.

Gambar 10. MRI 21


A) gambar Axial steady state free precession image (SSFP) menunjukkan
pelebaran parah arteri pulmonalis utama (panah).
(B) menunjukkan dilatasi parah dan hipertrofi ventrikel kanan (RV), dengan
penurunan ukuran ventrikel kiri (LV). Septum interventrikular diratakan dan
membungkuk ke kiri (panah).
(C) Gambar SSFP aksial menunjukkan defek septum atrium tipe sekundum
berukuran sedang (panah).
(D) Gambar SSFP dua ruang menunjukkan duktus arteriosus paten (panah) yang
menghubungkan lengkung aorta (AO) dan arteri pulmonalis kiri (PA) yang
melebar. (E) Gambar MRI SSFP sumbu pendek menunjukkan kuantifikasi RV
dengan menggambar kontur endokardium pada gambar diastolik akhir (kontur
kuning) dan kuantifikasi LV dengan kontur endokardium pada gambar diastolik
akhir (kontur merah). (F) Gambar SSFP aksial pada pasien dengan hipertensi
pulmonal menunjukkan efusi perikardial melingkar berukuran sedang (panah).
6. Pemeriksaan EKG6

25
Kelainan elektrokardiografi (EKG) pada kor pulmonal mencerminkan
adanya hipertrofi ventrikel kanan (RVH), regangan RV, atau penyakit paru yang
mendasari. Perubahan EKG tersebut mungkin termasuk yang berikut:
 Deviasi sumbu kanan
 Rasio amplitudo R / S di lead V1 lebih besar dari 1 (peningkatan gaya yang
diarahkan ke anterior mungkin merupakan tanda infark posterior)
 Rasio amplitudo R / S di V6 kurang dari 1
 Pola P-pulmonale (peningkatan amplitudo gelombang P pada sadapan 2, 3,
dan aVF)
 Pola S1 Q3 T3 dan blok cabang berkas kanan yang tidak lengkap (atau
lengkap), terutama jika emboli paru adalah penyebab yang mendasari
 QRS tegangan rendah karena COPD yang mendasari dengan hiperinflasi

Gambar 11 .EKG 6
EKG ini menunjukkan beberapa kelainan khas yang mungkin terlihat pada
kor pulmonal dan penyakit paru kronis lainnya: (1) rasio R/S >1 pada V1 dan
<1 pada V6 yang menunjukkan hipertrofi/pembesaran ventrikel kanan, (2)
deviasi aksis superior kanan (3) gelombang p tipe atrium kiri dengan
peningkatan lebar gelombang p dan gelombang p bifasik di V1, dan (4) pola
blok cabang berkas kanan dengan pola QRS dan RsR1 lebar di V1 dan
gelombang slurred s di V6.EKG ini juga menunjukkan irama bradikardia sinus
dengan blok AV derajat pertama dan blok fasikular anterior kiri.

26
4.7. Diagnosis Banding
Dalam mendiagnosa cor pulmonale, penting untuk mempertimbangkan
kemungkinan penyakit tromboemboli dan hipertensi pulmonal sebagai etiologi.
Diagnosis banding lain untuk cor pulmonale antara lain :
1. Defek septum ventrikel
Radiografi thoraks bisa normal dengan VSD kecil/ringan. VSD yang lebih
besar/berat dapat menunjukkan kardiomegali (terutama pembesaran atrium
kiri meskipun ventrikel kanan dan kiri juga dapat membesar). VSD yang
besar juga dapat menunjukkan gambaran hipertensi arteri pulmonal, edema
paru, efusi pleura, dan peningkatan tanda vaskular paru.

Gambar 12. Gambaran VSD


(A) Foto Thoraks PA. Menunjukkan adanya kardiomegali dan dilatasi dari
arteri pulmonalis, Pulmonary vascular marking meningkat.
(B) Echocardiography. Perimembranous ventricular septal defect L → R flow.
(C) CT scan thoraks potongan axial. Adanya defek septum ventrikular16

27
2. Defek septum atrium
Foto thoraks bisa normal pada awal ketika defek septum atrium kecil.
Tanda-tanda peningkatan aliran pulmonal (plethora pulmonal atau shunt
vascularity). Pembesaran pembuluh darah paru, pembesaran atrium kanan dan
peningkatan tanda vaskular paru

Gambar 13. Foto defek septum atrium23,24


(A) Foto thoraks PA. Didapatkan adanya kardiomegali ringan, Pulmonary
vascular marking meningkat, segmen arteri pulmonalis utama sedikit
menonjol.
(B) Echocardiography. Tidak adanya jaringan septum atrium.
(C) MDCT. Left – right shunt (panah hitam)

3. Stenosis pulmonal

28
Pada foto thoraks biasanya didapatkan pembesaran ventrikel kanan,
pembesaran atrium kanan, prominent pulmonary trunk

Gambar 14. (A) Foto thoraks PA. Adanya pneumonia, kardiomegali dan
decreased pulmonary vascular marking. (B) CT cardiac potongan sagital
(kiri) dan coronal (kanan).18,25

4. Regurgitasi trikuspid
Pada radiografi didapatkan pembesaran atrium kanan, pembesaran ventrikel
kanan berkurangnya penonjolan vaskularisasi paru, pembesaran vena kava
superior, pembesaran vena kava inferior, distensi vena azygos

29
Gambar 14. (A,B) CT angiogram thoraks potongan axial. Dilatasi atrium dan
ventrikel kanan (*) sehingga menyebabkan pergeseran septum interventrikular
ke arah ventrikel kiri (panah hitam), dilatasi vena cava inferior. (C)
Echocardiography. Regurgitasi Trikuspid (TR) dengan tanda large mosaic (multi
colored), atrium dan ventrikel kanan melebar.19,26

4.8. Tatalaksana
Penanganan cor pulmonale secara umum adalah mencegah berlanjutnya proses
patogenesis yang masih bisa ditangani secara langsung dan secara bersamaan
menangani komplikasi yang terjadi seperti hipoksemia, hiperkapnia, dan asidosis.
Pemberian terapi pada cor pulmonale ditujukan untuk mengurangi hipoksemia,
meningkatkan toleransi aktivitas pasien dan jika memungkinkan menghilangkan
faktor yang mendasari.2 Untuk mengatasi faktor-faktor tersebut diatas perlu diambil
tindakan berikut 13:
a. Mengusahakan supaya jalan nafas tetap terbuka dengan jalan memberikan
obat-obatan (bronkodilator, mukolitik), drainase postural, pengisapan lendir
dari jalan nafas dan lain-lain.
b. Pemberian O2
c. Terapi O2 pada penderita cor pulmonale yang disebabkan oleh PPOK harus
berhati-hati oleh karena dapat mengakibatkan retensi CO2. Oleh karena itu
pemeriksaan analisa gas darah yang berulang-ulang sangat penting. Biasanya
O2 diberikan dengan konsentrasi rendah. Pemberian terapi oksigen jangka

30
panjang pada pasien PPOK terbukti memperbaiki prognosis dan dapat
mencegah terjadinya hipertropi ventrikel kanan.
d. Mengatasi infeksi saluran nafas, yakni dengan pemberian antibiotik yang
sesuai dan dengan dosis adekuat.
e. Pemberian glikosida jantung (digoxin) pada pasien dengan gagal jantung
kanan. Digoxin bersifat inotropik positif sehingga dapat meningkatkan
cardiac output pada pasien dengan gagal jantung kanan.
f. Vasodilator arteri pulmonal seperti diazoxide, nitroprussid, hydralazin, ACE
inhibitor, penyekat kanal kalsium, atau prostaglandin. Pemberian inhalasi
vasodilator dalam jangka panjang harus dihindari karena efek toksiknya.
Pada pasien PPOK pemberian vasodilator masih dipertanyakan. Hal ini
dikarenakan hipertensi pulmonal pada PPOK cenderung ringan tetapi dapat
menjadi berat saat terjadi eksaserbasi.
g. Flebotomi untuk mengurangi jumlah sel darah merah. Hal ini jarang
dilakukan karena prosedur yang invasif. Tujuannya adalah menghilangkan
polisitemia.
h. Antikoagulan untuk mengurangi resiko tromboemboli.
i. Diet rendah garam, pembatasan asupan cairan, pemberian diuretic, untuk
mengurangi edema dan mengurangi afterload.

4.9. Komplikasi1
Komplikasi cor pulmonale antara lain syok kardiogenik, gagal jantung
biventrikel, efusi pleura, tromboemolisme akibat polisistemia, Termasuk sinkop,
hipoksia, edema bahkan kematian.

4.10. Prognosis6
Prognosis kor pulmonale bervariasi tergantung pada patologi yang mendasari.
Perkembangan kor pulmonale akibat penyakit paru primer biasanya menunjukkan
prognosis yang lebih buruk. Prognosis dalam keadaan akut akibat emboli paru masif
atau sindrom gangguan pernapasan akut sebelumnya tidak terbukti bergantung pada
ada atau tidaknya cor pulmonale. Sebuah studi oleh Volschan et al menunjukkan
bahwa dalam kasus emboli paru, kor pulmonale mungkin menjadi prediktor kematian
di rumah sakit.

31
Selain itu prognosis lebih buruk pada pasien PPOK dengan hipertensi pulmonal
jika dibandingkan dengan pasien serupa tanpa hipertensi pulmonal. Pada pasien PPOK
dengan derajat ringan hipertensi pulmonal tingkat kelangsungan hidup lima tahun
adalah sekitar 50%. Prognosis sangat buruk untuk pasien dengan hipertensi pulmonal
berat.

BAB III
ANALISA KASUS

Gejala yang dirasakan pasien yaitu sesak napas. Sesak napas memberat
sejak 3 tahun yang lalu, disertai dengan batuk intermitten. Keluhan sesak napas dan
batuk dirasakan saat istirahat pada kehamilan saat ini. Gejala ini sesuai dengan
teori yang biasanya didapatkan adalah batuk produktif, sesak nafas saat aktivitas
(dispneu on effort). Ketika progresivitas penyakit bertambah keluhan yang sering
muncul adalah sesak nafas walaupun tidak beraktivitas, tachypnea, orthopnea,
edema, dan perasaan tidak nyaman pada abdomen kuadran kanan atas.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan Tekanan darah 140/80, takikardia dan
RR ↑, peningkatan JVP, suara nafas vesikuler yang menurun pada area paru kanan
atas dan tengah, ronkhi halus difus saat inspirasi kedua dasar paru dan ronki kasar
kiri anterior dan edema kedua tungkai bawah . Berdasarkan tinjauan pustaka hal ini
sesuai dengan dengan Penegakan diagnosa cor pulmonale dengan hipertensi
pulmonal. Selain itu Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan bentuk dada dengan
diameter terbesar anteroposterior atau disebut barrel chest. Pasien yang telah
menjadi gagal jantung kanan didapatkan tanda-tanda seperti edema, peningkatan
tekanan vena jugularis, refluks hepatojugular, pulsasi epigastrium dan parasternal,
asites, hepatomegali dan takikardia.
Pemeriksaan lab analisa gas darah didapatkan PO2 ↓, PCO2 ↑, HCO3 ↑.
Berdasarkan teori pemeriksaan analisa gas darah darah untuk mengetahui status

32
respirasi seperti saturasi oksigen, keseimbangan asam basa dan untuk rencana
penatalaksanaan selanjutnya. Pada pemeriksaan foto thorax didapatkan gambaran
bayangan intertisial difus dan bronkiektasis kistik sebelah kiri. Kardiomegali dan
efusi pleura bilateral. Pada pemeriksaan CT scan thorax didapatkan opasifikasi
ground glass difus dan honey-combing perifer pada paru kanan dan lobus kiri
bawah, bronkiektasis kistik lobus kiri atas. Rerata Tekanan arteri pulmonalis 100
mmHg.
Berdasarkan teori cor pulmonale di tandai dengan adanya peningkatan
mean pulmonary arterial pressure (MPAP) >25 mmHg, pada kasus ini didapatkan
MPAP 100 mmHg dan ini sesuai dengan teori Kateterisasi jantung kanan yang
merupakan diagnosa pasti pada cor pulmonale untuk mengukur secara pasti
hipertensi pulmonal. Kateterisasi jantung kanan mengungkapkan bukti disfungsi
ventrikel kanan dengan (tekanan arteri pulmonalis rata-rata (PAP) > 25 mmHg)
tanpa disfungsi ventrikel kiri (LV). Membedakan sisi kiri dari penyakit sisi kanan
termasuk mengukur tekanan baji kapiler paru (PCWP), yang merupakan perkiraan
tekanan atrium kiri. Dengan demikian, disfungsi RV juga didefinisikan sebagai
memiliki PCWP di bawah 15 mmHg.
. pada foto thoraks di dapatkan adanya kardiomegali dan pada
ekokardiografi di dapatkan adanya dilatasi ventrikel kanan, Pada EKG Pola P-
pulmonale (peningkatan amplitudo gelombang P pada sadapan 2, 3, dan aVF).
Pada pasien dengan hipertensi pulmonale Pencitraan CT meningkatkan kecurigaan
jika didapatkan adanya dilatasi dari ventrikel kanan, atrium kanan, dan pelebaran
arteri pulmonalis (diameter ≥ 29 mm), atau perbandingan antara diameter dari
arteri pulmonalis/aorta asenden ≥ 1 dan Gambaran ground-glass juga didapatkan
pada >1/3 pasien hipertensi pulmonalis.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa diagnosis kerja pada pasien adalah Cor
pulmonale dengan hipertensi pulmonale . Pada pasien ini juga didapatkan adanya
gangguan ventilasi karena ada adanya temuan bronkiektasis, pO2 turun dan pCO2
naik pada analisa gas darah.
Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini adalah terapi O2, furosemide,
digoxin, heparin, salbutamol, ipratropium bromide inhalasi. Hal ini sesuai dengan
tinjauan pustaka yang menyatakan bahwa penanganan cor pulmonale ditujukan
untuk memperbaiki hipoksia alveolar dan vasokonstriksi paru-paru. Pemakaian O2

33
yang terus menerus dapat menurunkan hipertensi pulmoner, polisitemia dan
takipnea. Pemberian furosemide bertujuan untuk mengurangi edema dan
mengurangi afterload. Pemberian digoxin ditujukan pada gagal jantung kanan,
digoxin bersifat inotropik positif sehingga dapat meningkatkan cardiac output pada
pasien dengan gagal jantung kanan. Pemberian antikoagulan seperti heparin untuk
mengurangi resiko tromboemboli. Pemberian salbutamol untuk meredakan dengan
cepat keluhan bronkospasme, wheezing dan obstruksi aliran udara. Ipratropium
bromide diberikan untuk penurunan sesak, dan memperbaiki ventilasi, ipratropium
bromide merupakan antikolinergik yang berkerja pada reseptor muskarinik pada
saluran napas untuk membatasi produksi asetilkolin, mengurangi pelepasan
kalsium intraselular sehingga tonus otot polos berkurang dan mencegah
bronkokonstriksi.
BAB V
KESIMPULAN

Cor pulmonale merupakan kondisi terjadinya perubahan pada struktur dan fungsi
ventrikel kanan jantung yang disebabkan oleh gangguan primer pada sistem
pernapasan, dan seringkali berhubungan dengan hipertensi pulmonal yang menjadi asal
mula kelebihan sistolik dan diastolik pada ventrikel kanan, yang kemudian
menyebabkan perubahan struktur dan kinerjanya. Penyakit pada ventrikel kanan yang
disebabkan oleh kelainan primer pada sisi kiri jantung atau penyakit jantung bawaan
tidak dianggap sebagai kor pulmonal, tetapi cor pulmonal dapat berkembang menjadi
akibat sekunder dari berbagai proses penyakit kardiopulmoner. Secara global, kejadian
kor pulmonale sangat bervariasi antar Negara namun cor pulmonale diperkirakan
mencapai 6-7% dari seluruh jenis penyakit jantung pada orang dewasa.
Cor pulmonale terjadi akibat dari peningkatan tekanan pengisian sisi kanan jantung
dari hipertensi pulmonal yang berhubungan dengan penyakit paru sehingga
menyebabkan perubahan struktural pada ventrikel kanan termasuk hipertrofi ventrikel
kanan yang dapat dilihat pada kor pulmonal kronis. Manifestasi klinis kor pulmonale
bisa tidak spesifik dan dapat tidak khas maupun hanya gejala ringan. Gejala yang dapat
ditemukan termasuk dispnea saat aktivitas (paling umum), lesu, sinkop saat aktivitas,
dapat pula mengeluh nyeri dada saat aktivitas, edema atau distensi perut, dan edema
ekstremitas bawah. Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk menentukan etiologi,
kerusakan struktural, fungsi ventrikel kanan, dan untuk menyingkirkan adanya kelainan

34
jantung kiri. Tatalaksana pada kor pulmonale ditujukan terutama untuk mengobati
kondisi yang mendasari yang tujuannya adalah meningkatkan oksigenasi dan fungsi
ventrikel kanan dengan meningkatkan kontraktilitas ventrikel kanan dan menurunkan
vasokonstriksi paru.

DAFTAR PUSTAKA

1. Weitzenblum E, Chaouat A. Cor Pulmonale. Chron Respir Dis . 2009. 6(3):177-85


2. Fauci AS, Dennis LK, Dkk. Heart Failure And Cor Pulmonale. Principles Of Internal
Medicine. Ed 13. United States Of America: The Mcgraw-Hill Companies; 2008.P.
1453-5
3. Garrison DM, Pendela VS, Memon J. Cor Pulmonale. [Updated 2021 Aug 11]. In:
Statpearls [Internet]. Treasure Island (FL): Statpearls Publishing; 2022 Jan-.
Available From: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/nbk430739/
4. Wang B, Feng Y, Jia LQ, Et Al. Accuracy Of Doppler Echocardiography In The
Assessment Of Pulmonary Arterial Hypertension In Patients With Congenital Heart
Disease. Eur Rev Med Pharmacol Sci. 2013 Apr. 17(7):923-8
5. Sherwood,Lauralee. Human Physiology : from cells to system, Ninth Edition. 9 th.
Ed USA: Cengange Learning, 2016.
6. Leong D. Cor Pulmonale Overview Of Cor Pulmonale Management. 2017. Accesed
On 24 April 2022 https://emedicine.medscape.com/article/154062-overview#a1

7. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesi. Pedoman Diagnosis Dan


Tatalaksana Hipertensi Pulmonal. jakarta. Edisi Pertama. PERKI. 2021
8. Kim WJ, Yim JJ, Kim DK, Et Al. Severe COPD Cases From Korea, Poland, And
USA Have Substantial Differences In Respiratory Symptoms And Other Respiratory
Illnesses. Int J Chron Obstruct Pulmon Dis. 2017. 12:3415-23

35
9. Harun S, Ika PW. Kor Pulmonal Kronik. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Ed
5. Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2009; 1842-44
10. Das SK, Choupoo NS, Saikia P, Lahkar A. Incidence Proportion Of Acute Cor
Pulmonale In Patients With Acute Respiratory Distress Syndrome Subjected To
Lung Protective Ventilation: A Systematic Review And Meta-Analysis. Indian J Crit
Care Med. 2017. 21(6):364-75.
11. Kowalak JP, Welsh W, Mayer B. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Alih Bahasa Oleh
Andry Hartono. Jakarta: EGC; 244-47
12. Eugene Braunwald, Stephen L. Hauser, Anthony S Fauci, Dennis L Kasper, L
Longo, J Larry Jameson. Heart Failure And Cor Pulmonale. Harrison’s Principles Of
Internal Medicine, Seventeenth Edition, 2010.

13. Fishman A, Elias J.A, Et Al. Cor Pulmonale. Fishman’s Pulmonary Diseases And
Disorders, Fourth Edition, 2008, PP. 1360- 1370

14. Napanggala A.Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) Dengan Efusi Pleura Dan
Hipertensi. Medula Unila 2015;4(2): 1-6

15. Bahmid AR, Hasan H. Seorang Wanita dengan Cor Pulmonale Terkait Silikosis.
Jurnal Respirasi (JR) 2019; 5(3): 72-78

16. Octaviani F, Kurniawan A. Emboli Paru.Medicinus. 2015;4(8):313-322

17. Erica Altschul, et al. Imaging Of Pulmonary Hypertension Imaging Of Pulmonary


Hypertension Chest Journal 2019 ; 211-27
18. Mohamed S, Abo El-Hassan O, Rizk M, et al. Death due to Cardiac Arrest in a
YoungFemale With Highly Suspected COVID-19: A Case Report. Cureus 2020;
12(8):1-5. DOI10.7759/cureus.10127
19. Elena P, Dennie C, Veinot J, et all . pulmonary Hypertension: How The Radiologist
Can Helpradiographics 2012; 32:9–32
20. Grosse C, Et, Grosse A. CT Findings In Diseases Associated With Pulmonary
Hypertension: A Current Review. Radiographics 2010; 30:1753–1777
21. Goerne H, Batra K, Rajiah P. Imaging Of Pulmonary Hypertension: An
Update. Cardiovasc Diagn Ther. 2018;8(3):279-296. Doi:10.21037/Cdt.2018.01.10

36
22. Diane E, Hao H, Jennifer C, Anderson R, Fricker F. Ventricular Septal Defect.
Department Of Pediatric Cardiology, University Of Florida USA. Journal Of Rare
Diseases 2014; 9:144-8
23. Rao S. Atrial Septal Defect – A Review. Unversity Of Texas At Houston Medical
School Texas. 2012
24. Yasunaga D,Hamon M. MDCT of interatrial septum. Diagnostic and Interventional
Imaging 2015;96: 891-9
25. Kuantartiwi D, Maulidia E, Suwarniaty R. Successful Management Of Critical
Pulmonary Stenosis In A 12 Month Old Boy. Departemen Ilmu Kesehatan Anak,
RSUD Dr Saiful Anwar, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang.
Warmadewa Medical Journal. 2021:6:67-74
26. Almazini P, Siswanto B, Hersunarti N, Soerarso R, Soesanto M. Myxoma Atrium
Kiri Dengan Regurgitasi Trikuspid: Patofisiologi, Diagnosis Dan Tata Laksana.
Jurnal Kardiologi Indonesia. 2015;36:28-33

37

Anda mungkin juga menyukai