Anda di halaman 1dari 34

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN SARCOMA

DI RUANG MELATI

RUMAH SAKIT KANKER DHARMAIS


JAKARTA

ARYA FANDIKA PRATMA


NIM:202001019

PRODI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SAPTA BAKTI
TAHUN 2023
HALAMAN PERSETUJUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN SARCOMA DI RUANG MELATI


RUMAH SAKIT KANKER DHARMAIS JAKARTA

WIDIYA AYU PUTRI


NIM:202001023

Telah diperiksa di Hadapan Pembimbing Akademik dan Pembimbing Lahan dan


Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima
Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Ns. Novi Lasmadasri, Ns. Ito iswati, S. kep


M.Kep
NIP/NIK.
NIDN/NIK.
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa berkat
karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul
“Asuhan Keperawatan dengan Sarcoma di Ruang Melati Rumah Sakit Kanker
Dharmais Jakarta”. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak
yang telah membantu dalam pembuatan Laporan Kasus ini yaitu:
1. Direktur utama RS Kanker Dharmais yaitu Dr. R. Soeko Werdi Nindito D.,
MARS
2. Ketua Komite Bidang Keperawatan RS Kanker Dharmais yaitu Ibu Ns. Retno
Setiowati, S. Kep., Sp. Kep. Onk., M.K.M
3. Ketua Bidang Pendidikan dan pelatihan (DIKLAT) RS Kanker Dharmais yaitu
Bapak Dahlan, S. Sos., M. Kes. M.M
4. Pembimbing Praktik Ruang Melati RS Kanker Dharmais Yaitu Ibu Ito iswati,
S.kep. Ns
5. Kakak-kakak perawat dan staff di Ruang Melati RS Kanker Dharmais
Penulis berharap makalah ini dapat membantu kita semua dalam proses
pembelajaran dan meningkatkan pengetahuan akan Asuhan Keperawatan dengan
Ca. Colon. Dalam penyusunan makalah ini tentu banyak kesalahan-kesalahan
yang terkandung di dalamnya baik dari segi isinya maupun kata-katanya bahkan
dalam hal penulisan. Kritik dan saran dari para pembaca makalah ini, sangat saya
perlukan karena saya menyadari sepenuhnya bahwa makaalah ini masih banyak
kekurangannya.
Jakarta, Januari 2023
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN.......................................................................ii
KATA PENGANTAR....................................................................................iv
DAFTAR ISI..................................................................................................v
DAFTAR TABEL..........................................................................................vi
DAFTAR BAGAN.........................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................viii
DAFTAR SINGKATAN................................................................................xi
DAFTAR ISTILAH.......................................................................................x
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................xi

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................1
B. Tujuan.................................................................................................2
1. Tujuan umum...............................................................................2
2. Tujuan khusus..............................................................................2
C. Metode Penulisan dan Pengumpulan Data.........................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Konsep Penyakit.................................................................................4
1. Definisi........................................................................................5
2. Anatomi Fisiologi........................................................................6
3. Etiologi .......................................................................................7
4. Manifestasi Klinis........................................................................8
5. Patofisiologi.................................................................................9
6. Woc (Way Of Cause)..................................................................10
7. Komplikasi..................................................................................11
8. Pencegahan..................................................................................12
9. Pemeriksaan Penunjang...............................................................13
10. Penatalaksanaan...........................................................................14
a. Farmakologi............................................................................15
b. Non Farmakologi....................................................................16
B. Konsep Asuhan Keperawatan............................................................17
1. Pengkajian Keperawatan.............................................................18
2. Diagnosa Keperawatan................................................................19
3. Intervensi Keperawatan...............................................................20
4. Daftar pustaka..............................................................................21
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel Analisa data 17
2.1
Tabel Intervensi keperawatan 20
2.1
Tabel Pengkajian 39
2.2
Tabel Pemeriksaan fisik 40
4.2
Tabel Aktivitas sehari-hari 43
4.3
Tabel Pemeriksaan penunjang 44
4.4
Tabel Penatalkasanaan obat 45
4.5
Tabel Analisa data 46
4.6
Tabel Intervensi keperawatan 59
4.7
Tabel Implementasi keperawatan 52
4.8
Tabel Evaluasi keperawatan 90
4.9
DAFTAR BAGAN
Nomor Bagan Judul Halaman
Bagan 2.1 WOC 9
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar Judul Halaman
Gambar 2.1 Anatomi 9
DAFTAR SINGKATAN
Singkatan/istilah Kepanjangan/makna
WHO : World Health Organization
TD : Tekanan darah
S : Suhu
N : Nadi
WOC : Way Of Cause
DAFTAR ISTILAH
Singkatan/istilah kepanjangan/makna
Hemoragic : Merupakan suatu kondisi gawat darurat, yang disebabkan
oleh pecahnya salah satu pembuluh darah di dalam otak,
Non Hemoragic : Suatu kondisi yang disebabkan oleh adanya sumbatan
pada aliran darah di otak
Hemiplegia : Kondisi seseorang kehilangan kemampuan ototnya
untuk bergerak
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Naskah 23
Lampiran 2 Informed 34
Lampiran 3 Form identitas responden dan kuesioner 35
Dan lain-lain
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sarkoma adalah tumor ganas yang berasal dari sel mesenkim yang
dapat ditemukan di seluruh bagian tubuh. Sarkoma terdiri dari dua bentuk
yaitu sarkoma jaringan lunak dan osteosarkoma. Sarkoma jaringan lunak
merupakan keganasan yang berasal dari struktur mesodermis yang umumnya
dapat ditemukan pada jaringan otot, lemak, saraf dan jaringan bawah kulit.
Sedangkan sarkoma yang berasal dari jaringan tulang dikenal dengan
osteosarkoma.
Data epidemiologi di Inggris pada tahun 2010 menunjukan angka
kejadian sarkoma jaringan lunak sebanyak 3.272 kasus. Data epidemiologi
sarkoma jaringan lunak di Asia masih sangat kurang, penelitian oleh STAR
study (STS in region Asia Pacific) pada 2015 menemukan 635 pasien pada 5
negara yang terdata mengalami sarkoma jaringan lunak. Pada tahun 2020 di
Amerika Serikat diperkirakan angka kejadian sarkoma jaringan lunak
mencapai 13.130 kasus yang terdiri dari 7.470 pasien pria dan 5.660 pasien
wanita.
Data epidemiologi di Inggris menunjukan, rata-rata umur yang banyak
terdiagnosis adalah usia diatas 65 tahun sebesar 43% dan dibawah 30 tahun
sebesar 9%. Berbeda dari Inggris, rentang usia terbanyak sarkoma jaringan
lunak di Kota Pekanbaru pada tahun 2013 adalah usia 40-49 tahun, yaitu
20%, kemudian usia 50- 59 tahun sebanyak 18% dan usia 30-39 tahun
sebanyak 16%.
Menurut data Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta pada tahun 2012-
2013, sarkoma jaringan lunak termasuk dalam 10 penyakit kanker terbanyak.
Penelitian oleh Afiana, et al(2016), tentang distribusi sarkoma jaringan lunak
di Pekanbaru pada tahun 2013 menemukan 195 kasus.
Saat ini di Indonesia belum memiliki data tentang kejadian kasus
sarkoma jaringan lunak, begitupun di Kota Padang Penyebab sarkoma
jaringan lunak belum diketahui. Namun, beberapa penelitian menunjukan
adanya peranan faktor genetik, virus dan lain-lain yang dapat menyebabkan
munculnya sarkoma jaringan lunak, seperti pada pasienretinoblastoma
familial yang mewarisi gen RB atau pada pasien sindrom LiFraumeni.
Secara histologis, sarkoma jaringan lunak memiliki banyak subtipe,
terdapat sekitar 50 subtipe sarkoma jaringan lunak dengan angka kejadian
yang beragam, dimana leiomiosarkoma merupakan subtipe terbanyak, dengan
angka kejadian 20%, yang diikuti subtipe tidak spesifik sebesar 18%,
liposarkoma sebesar 10% dan malignant fibrous histiocytoma sebesar 8%,
dan jenis sarkoma lainnya kurang dari 5%.
Sarkoma jaringan lunak dapat tumbuh di seluruh bagian tubuh,
namun, paling banyak terjadi di ekstremitas atas maupun bawah.( Subtipenya
yang banyak dan dapat muncul pada seluruh tubuh hal ini menyulitkan
penegakan diagnosis sarkoma jaringan lunak.
Sarkoma jaringan lunak biasanya muncul sebagai massa yang
asimptomatik dan ukurannya biasanya tergantung pada tempat massa tersebut
muncul. Tumor pada bagian ekstremitas distal biasanya ditemukan dalam
ukuran kecil, namun pada ekstremitas proksimal biasanya massa tumor
ditemukan dalam ukuran yang besar. Keluhan nyeri, bengkak dan udem akan
timbul apabila sarkoma jaringan lunaktumbuh secara sentrifugal yang
mengenai tulang dan saraf.
Pada sarkoma jaringan lunak yang terjadi di retroperitoneal hampir 80-
90% pasien merasakan adanya benjolan yang teraba lunak dan sekitar 40-
50% pasien merasakan adanya penambahan lingkar pinggang yang sering
digambarkan dengan rasa yang tidak nyaman akibat peregangan peritoneum
Setiap pasien yang dicurigai mengalami sarkoma jaringan lunak sebaiknya
dirujuk ke layanan kesehatan untuk dilakukan triple assessment yaitu
anamnesis, pencitraan dan biopsi.
Pencitraan yang dapat digunakan seperti x-ray, Magnetic Resonance
Imaging (MRI), Computed Tomography (CT), Positron Emission
Tomography (PET), dan Ultrasonography (USG). Namun, Magnetic
Resonance Imaging (MRI) masih terbukti memberikan hasil terbaik. Biopsi
merupakan gold standar dalam penegakan diagnosis sarkoma jaringan lunak,
namun biopsi sebaiknya dilakukan setelah pemeriksaan radiologis karena
prosedur biopsi dapat menyebabkan pendarahan, edema dan perubahan
reaktif lainnya yang dapat menghambat hasil pemeriksaan radiologis.
Staging yang biasa digunakan pada sarkoma jaringan lunak ada 2 yaitu
staging system dari The American Joint Committee on Cancer (AJCC) dan
The Musculoskeletal Tumor Society (MSTS). Kedua sistem ini menilai
tingkatan tumor, penilaian histologis serta ada atau tidaknya metastasis.
Dalam penilaian staging tumor AJCC dan MSTS memiliki metode penilaian
yang berbeda, AJCC menilai dari kedalaman dan ukuran, sedangkan MSTS
menilai dari kompartemen tumor.
Penatalaksanaan sarkoma jaringan lunak yang digunakan saat ini ada 3
yaitu pembedahan, terapi radiasi dan kemoterapi, serta tatalaksana yang
masih dalam clinical trials yaitu kemoterapi regional yang terdiri atas regional
hypothermia therapy dengan memberikan suhu yang tinggi pada jaringan
sekitar tumor untuk membunuh sel kanker atau meningkatkan sensitivitas sel
kanker pada kemoterapi dan isolated limb perfusion dengan menghambat
aliran darah tempat tumor tersebut muncul, lalu memberikan dosis
kemoterapi yang tinggi pada tumor tersebut.
Setiap pasien sarkoma jaringan lunak harus ditatalaksana secara
individu untuk mencapai hasil yang maksimal. Pasien dengan sarkoma
jaringan lunak di ekstremitas ditatalaksana dengan pembedahan, dapat diikuti
dengan terapi radiasi ataupun tidak. Penatalaksanaan pasien dengan
kemoterapi biasanya dilakukan untuk pasien dengan metastasis pada
munculan awal tumor ataupun setelah reseksi tumor primer atau juga
digunakan untuk menurunkan staging pada lesi yang sangat luas dan tidak
dapat dilakukannya prosedur limb sparring surgery.
Rata rata survival rate 5 tahun sarkoma jaringan lunak adalah 59%,
namun hal ini terngantung pada subtipe dan grading masing-masing sarkoma
jaringan lunak seperti pada sarkoma jaringan lunak dengan grade 3 yang telah
mengalami metastasis, lebih dari 60% prognosis pasien akan sangat buruk
dengan angka survival rate 2 tahun hanya sekitar 33% .
Merujuk pada seluruh latar belakang permasalahan di atas, dapat
disimpulkan bahwa data kejadiannya sarkoma jaringan lunak masih sedikit,
gejalanya yang tidak khas, dan variasi subtipenya yang banyak, sehingga
dapat mengakibatkan penatalaksanaan sarkoma jaringan lunak yang terlambat
dan memperburuk prognosis pasien. Data mengenai angka kejadian, gejala,
subtipe dan tatalaksana sarkoma jaringan di Indonesia masih kurang
khususnya di Kota Padang,
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk menggambarkan asuhan keperawatan klien dengan sarcoma
2. Tujuan khusus
a. Menjelaskan Definisi mengenai sarcoma
b. Menjelaskan Etiologi, Gejala, Pencegahan, Klasifikasi, Patofisiologi.
c. Manifestasi Klinis, Pengobatan, Pemeriksaan diagnostic.
d. Penatalaksanaan dan Asuhan Keperawatan sarcoma
C. Rumusan masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Ca Lidah
2. Bagaimanakah Etiologi, Gejala, Pencegahan, Klasifikasi, Patofisiologi,
Manifestasi Klinis, Pengobatan, Pemeriksaan diagnostic,
3. Penatalaksanaan dan Keperawatan Pada Klien Ca Lidah
D. Manfaat
1. Memperoleh pengalaman dalam proses pengambilan data dan
melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan karsinoma
nasofaring
2. Sebagai acuan dalam melakukan penelitian selanjutnya dan
memberikan asuhan keperawatan sejenis sekaligus pengembangannya

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Medis
1. Definisi
Menurut Clevo (2012) Sarkoma adalah tumor yang sangat
malignan/ ganas dan tumbuh dari sel-sel jaringan ikat serta stromanya.
Sarkoma adalah kumpulan sel abnormal yang terbentuk oleh sel-
sel yang tumbuh terus-menerus secara tidak terbatas berlebihan
(proliferasi), tidak berkoordinasi dengan jaringan sekitarnya dan tidak
berguna bagi tubuh yang berasal dari jaringan mesodermal (Smeltzer,
2010). Sarkoma merupakan tumor ganas (kanker).
2. Anatomi fisiologi

1.1 Anatomi sarcoma

3. Etiologi
Menurut Smeltzer (2010) penyebab secara umum dari sarkoma yaitu:
virus, agens fisik, agens kimia, faktor-faktor genetik, faktor makanan dan
hormonal.
1. Virus
Virus sebagai penyebab kanker pada tubuh manusia sulit untuk
dipastikan
karena virus sulit untuk diisolasi. Virus dianggap dapat menyatukan
diri dalam struktur genetik sel, sehingga mengganggu generasi
mendatang dari populasi sel tersebut dan ini barang kali mengarah
pada kanker.
2. Agens Fisik
Faktor-faktor fisik yang mengarah pada karsinogenesis mencakup
pemanjanan terhadap sinar matahari atau pada radiasi. Pemajanan
berlebih terhadap sinar ultraviolet terutama pada orang yang berkulit
putih atau terang. bermata hijau atau biru dapat meningkatkan resiko
terkena kanker. Pemajanan terhadap radiasi pengionisasi dapat terjadi
saat prosedur radiografi berulang atau ketika terapi radiasi diberikan
saat mengobati penyakit. Pemajanan terhadap medan elektromagnetik
dari kabel listrik, mikrowave, dan telepon seluler dapat meningkatkan
resiko kanker.
3. Agens Kimia
Sekitar 85% dari semua kanker diperkirakan berhubungan dengan
lingkungan. Karsinogen kimia mencakup zat warna amino aromatik
dan anilin, arsenik, jelaga dan tar, asbeston, pinang dan kapus sirih,
debu kayu, senyawaan
4. Faktor Genetik dan Keturunan
Faktor genetik juga memainkan peranan dalam pembentukan sel
kanker. Jika kerusakan DNA terjadi pada sel dimana pola
kromosomnya abnormal, dapat terbentuk sel-sel mutan. Pola
kromosom yang abnormal dari kanker berhubungan dengan
kromosom ekstra, terlalu sedikit kromosom, atau translokasi
kromosom. Beberapa kanker pada masa dewasa dan anak-anak
menunjukkan predisposisi keturunan. Pada kanker dengan
predisposisi herediter, umumnya saudara dekat dan sedarah dan tipe
kankernya sama
5. Faktor-Faktor Makanan
Faktor-faktor makanan diduga berkaitan dengan 40% sampai 60%
dari semua kanker lingkungan, Substansi makanan dapat proakif,
karsinogenik atau ko karsinogenik. Resiko kanker meningkat sejalan
dengan ingesti jangka panjang karsinogenik atau ko-karsinogenik
atau tidak adanya substansi proaktif dalam diet. Substansi diet
berkaitan dengan peningkatan resiko kanker mencakup lemak,
alkohol, daging diasinkan atau diasap, makanan yang mengandung
nitrat atau nitrit, dan masukan diet dengan kalori tinggi.
6. Agens Hormonal
Pertumbuhan tumor mungkin dipercepat dengan adanya gangguan
dalam keseimbangan hormon baik oleh pembentukan hormon tubuh
sendiri atau pemberian hormon eksogenus.
4. Manifestasi klinis
Penderita penyakit sarcoma terdapat benjolan atau massa pada
lengan, kaki, atau tangan. Sarkoma ini di diagnosa ketika biopsi
(pengangkatan sebagian jaringan) dari benjolan pada tangan, kaki atau
lengan diperiksa di bawah mikroskop oleh ahli patologi (dokter yang
khusus memeriksa jaringan di bawah mikroskop). Kanker tulang
biasanya terjadi di daerah bahu dan lutut dibandingkan dengan daerah
tubuh lain. Ketika kanker berlanjut mungkin terdapat penurunan berat
badan, kehilangan nafsu makan, atau demam berkepanjangan. Gejala
lainnya tergantung lokasi sarkoma, seperti rasa kenyang, gangguan
pencernaan, dan nyeri lambung ketika sarkoma perut terjadi dan
pendarahan vagina ketika sarkoma rahim terjadi (Smeltzer, 2010).
5. Patofisiologi
Menurut Corwin (2009) pada sarkoma belum dikenal adanya kanker
insitu, sehingga sukar sekali untuk mengetahui kapan sarkoma itu
muncul. Secara umum terjadinya kanker dimulai dari tumbuhnya satu sel
kanker yang besarnya 10 ml. Kanker itu tumbuh terus tanpa batas,
mengadakan invasi kejaringan sekitar dan menyebar sampai akhirnya
penderita meninggal. Perjalanan penyakit kanker sampai penderita
meninggal dapat dibagi menurut luas penyakit atau stadium penyakit.
Stadium penyakit kanker dapat dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Stadium Pra Klinik: Yaitu stadium pada saat kanker belum dapat
diketahui adanya dengan pemeriksaan klinik yang ada. Pada saat ini
tumor yang lebih kecil dari 0,5 cm hampir tidak dapat diketahui
dengan pemeriksaan klinik maupun penunjang klinik. Diperkirakan
lama stadium pra klinik itu 2/3 dari lama perjalanan hidup kanker dan
hanya 1/3 dari lama hidupnya berada dalam stadium klinik.
2. Stadium Klinik: Yaitu stadium pada saat kanker itu telah cukup besar
atau telah memberikan keluhan sehingga dapat diketahui adanya
dengan pemeriksaan klinik dan/atau penunjang klinik. Selanjutnya
stadium klinik dibagi menjadi beberapa stadium berdasarkan
a. Kemungkinan Sembuh
1. Stadium Dini (Early Stage): Dimana kanker itu belum lama
diketahui adanya, masih kecil, letaknya masih lokal terbatas
pada organ tempat asalnya tumbuh, belum menimbulkan
kerusakan yang berarti pada organ yang ditumbuhinya dengan
kemungkinan sembuh besar.
2. Stadium Lanjut ( Advance Stage): Stadium dimana kanker itu
telah lama ada, telah besar, telah menimbulkan kerusakan
yang besar pada daerah yang ditumbuhinya, telah
mengadakan infiltrasi pada jaringan atau organ disekitarnya
dan umumnya juga telah mengadakan metastase regional.
Kemungkinan sembuh kecil.
3. Stadium Sangat Lanjut (Far Advance Stage); Stadium dimana
kanker telah lama ada, telah besar dan keadaanya sama
dengan stadium lanjut dan disertai metastase luas diseluruh
tubuh. Kemungkinan sembuh sangat kecil atau tak dapat
sembuh lagi
b. Topografi Penyakit
Stadium penyakit berdasarkan letak topografi tumor beserta
ekstensi dan metastasenya dalam organ. Berdasarkan
topografinya stadium kanker dibagi menjadi:
1. Stadium Lokal: Pertumbuhan kanker masih terbatas pada
organ
tempatnya semula tumbuh.
2. Stadium Metastase Regional: Kanker telah mengadakan
metastase di kelenjar lymfe yang berdekatan yaitu kelenjar
lymfe regional. Pada kasus liposarkoma dikaki pembesaran
kelenjar limfe dapat dilihat pada kelenjar limfe inguinalis.
3. Stadium Metastase Jauh atau Diseminasi: Kanker telah
mengadakan
metastase di organ yang letaknya jauh dari tumor primer.

6. WOC (Way Of Cause)


7. Komplikasi
Komplikasi yang muncul akibat sarkoma jaringan lunak tergantung pada
ukuran dan lokasi kanker. Mengingat sarkoma jaringan lunak dapat
terjadi di bagian tubuh mana saja, maka tumor yang tumbuh besar dapat
menyebabkan berbagai macam gangguan, misalnya:
1. Tumor menekan saraf dan menyebabkan nyeri yang hebat
2. Tumor menekan pembuluh darah dan menghambat aliran darah ke
jaringan atau organ yang sehat.
3. Tumor menekan usus dan menyebabkan sumbatan pada usus
8. Pencegahan
Walaupun sarkoma jaringan lunak tidak dapat sepenuhnya dicegah, Anda
bisa menurunkan risiko terserang penyakit ini dengan melakukan
beberapa hal berikut:
1. Menghindari paparan radiasi
2. Menghindari paparan zat kimia
3. Memeriksakan diri ke dokter jika menderita kelainan genetik
Penting untuk diingat, sarkoma yang terdeteksi di stadium awal memiliki
kemungkinan sembuh lebih besar. Sebaliknya, makin besar ukuran
sarkoma dan makin tinggi stadiumnya, makin besar pula kemungkinan
sarkoma menyebar ke organ lain atau kambuh setelah diobati.
9. Pemeriksaan penunjang
Menurut Smeltzer (2010) pemeriksaan penunjang pada klien dengan
penyakit
sarkoma meliputi:
1. Histerektomi
Histeroskopi kecil, tipis. tabung fleksibel yang berisi cahaya dan
kamera (hysteroscope), dokter dapat melihat ke dalam rahim untuk
mengambil biopsi dan melihat di bawah mikroskop. Setelah klien
berbaring, akan diberikan bius lokal untuk mematikan rasa leher
rahim (histeroskopi juga dapat dilakukan di bawah anestesi umum).
Hysteroscope kemudian akan dimasukkan ke dalam rahim klien
melalui vagina. Beberapa wanita mungkin memiliki kram ringan
selama prosedur dan selama beberapa hari sesudahnya.
2. Ultrasound scan.
Uji gelombang suara digunakan untuk membuat gambar perut dan
organ sekitarnya. Klien diminta untuk tidak makan, dan hanya minum
cairan bening (soda apa-apa atau susu) selama 4-6 jam sebelum scan.
Setelah klien berbaring dengan nyaman pada punggung gel adalah
tersebar di perut klien. Sebuah perangkat kecil seperti mikrofon
kemudian digosok atas wilayah tersebut. Gelombang suara diubah
menjadi sebuah gambar dengan menggunakan komputer.

3. CT (komputerisasi tomografi)
CT scan scan mengambil serangkaian foto sinar-x yang membangun
suatu gambar tiga dimensi bagian dalam tubuh. Pemindaian tanpa
rasa sakit dan ambil dari 10 hingga 30 menit.
4. MRI (magnetic resonance imaging) scan
MRI (magnetic resonance imaging) scan tes ini mirip dengan CT
scan, tetapi menggunakan magnet bukan sinar X untuk membangun
cross-sectional gambar tubuh Anda. Selama pengujian, Anda akan
diminta untuk berbaring diam di sofa di dalam silinder logam besar
yang terbuka pada kedua ujungnya. Tes ini mungkin memerlukan
waktu hingga satu jam.
5. Biopsi
Pengambilan beberapa sel atau sepotong kecil jaringan dari daerah
yang terkena untuk melihat di bawah mikroskop. Sebuah jarum halus
akan diteruskan ke tumor melalui kulit setelah daerah tersebut telah
mati rasa dengan menggunakan suntikan bius lokal.
10. Penatalaksanaan
a. Farmakologi
Menurut Smeltzer (2010) penatalaksanaan yang dapat dilakukan
pada klien dengan penyakit Sarkoma meliputi :
1. Pembedahan
Pada eksisi neoplasma dengan skalpel selain mengeluarkan
jaringan tumor. harus diperhatikan kemungkinan adanya infiltrasi
ke jaringan sekitarnya. Pembedahan kanker memerlukan
pengetahuan luas mengenai sifat pertumbuhan tumor dan cara
penyebarannya. Menentukan batas sayatan apakah sudah bebas
dari jaringan tumor yang merupakan penyebaran lokal. Hal lain
yang harus diketahui ialah fokus-fokus penyebaran jauh.
2. Penyinaran (radiotherapy)
Penggunaan sinar untuk menghancurkan tumor berdasarkan
kenyataan bahwa sel-sel ganas lebih sensitif terhadap penyinaran
daripada sel-sel normal. Tetapi jaringan normal pun dipengaruhi
dipengaruhi oleh penyinaran karena itu pada radioterapy harus
diusahakan terjadinya perbedaan efek yang nyata.
Radiosensitivitas biasanya dihubungkan dengan pertumbuhan
yang berdiferensiasi buruk dari sel-sel yang cepat membelah
tetapi juga merupakan sifat tertentu beberapa jenis tumor
tersebut. Dapat disimpulkan bahwa pengobatan tumor dengan
sinar merupakan satu-satunya pilihan bila tumor itu termasuk
radiosensitif, berdiferensiasi buruk maka diberikan dalam dosis
tinggi tanpa merusak jaringan sekitarnya.
3. Pengobatan kimiawi (chemotherapy)
Khemotherapy tampaknya merupakan cara yang lebih baik untuk
pengobatan kanker. Bahan kimia yang dipakai diharapkan dapat
menghancurkan sel-sel yang oleh pembedahan atau penyinaran
tidak dapat dicapai. Mencari bahan kimia yang dapat diberikan
secara intravena dan yang akan dipusatkan dalam, serta
menghancurkan sel-sel kanker merupakan salah satu pekerjaan
yang diakukan oleh pusat-pusat penelitian kanker.
b. Non farmakologi
1. Akupuntur
akupunktur, selain untuk penanganan nyeri kanker, juga
bermanfaat untuk mengatasi berbagai gejala yang ditimbulkan
oleh kanker seperti mengontrol mual muntah, keletihan, hot
flashes, xerostomia, neuropati, kecemasan, depresi, dan dapat
meningkatkan aktivitas natural killer (NK) sel, juga
meningkatkan limfosit.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian keperawatan
a. Identitas.
Melakukan pengkajian yang meliputi nama pasien, jenis kelamin,
umur, status perkawinan, pekerjaan, alamat, pendidikan terakhir,
tanggal masuk, nomer register, diagnosa medis, dan lain-lain.
b. Keluhan utama.
Biasanya klien dengan Sarkoma akan mengalami nyeri abdomen, BAK
terasa sakit/nyeri, badan lesu, nafsu makan berkurang (anorexia).
c. Riwayat Keperawatan.
1. Riwayat penyakit sekarang.
Pada umumnya klien sarkoma mengalami nyeri abdomen, BAK
terasa sakit nyeri, anorexia (hilangnya nafsu makan).
2. Riwayat penyakit dahulu.
3. Sebelumnya klien pernah sakit sarkoma atau tidak, sebelumnya
klien pernah masuk rumah sakit atau tidak, nama penyebab
penyakitnya.
4. Riwayat penyakit keluarga.
Di keluarga ada yang pernah menderita penyakit adenotonsilitis
atau penyakit tertentu (misal: TBC, DM, HT dll).
Pengkajian persistem
a) BI (Breathing)
Pernafasan teratur dengan irama nafas vesikuler, penggunaan
alat bantu nafas, gerakan dada simetris, tidak ada cuping
hidung
b) B2 (Blood)
Takikardia, hiperventilasi (respons terhadap aktivitas), akral
hangat. kering, CRT <2 detik, suara tambahan murmur atau
gallop
c) B3 (Brain)
Tingkat kesadaran klien dengan penilaian GCS, depresi,
gelisah, nyeri abdomen kuadran bawah, penyebaran nyeri ke
area genetlia.
d) B4 (Bladder)
Perubahan pola berkemih dan warna urine, bau, frekuensi
jumlah danadanya kateter urin Anoreksia, membran mukosa
kering, mual dan muntah, makan dan

e) B5(Bowel)
minum terakhir sebelum tindakan prosedur pembedahan
f) B6 (Bone)
kelemahan, Turgor kulit jelek dan pucat, adanya lesi pada
integument kulit klien.
5. Pengkajian Fisik
1) Pada palpasi teraba massa pada derah yang terkena.
2) Pembengkakan jaringan lunak yang diakibatkan oleh tumor.
3) Pengkajian status neurovaskuler; nyeri tekan
4) Keterbatasan rentang gerak
5) Hasil laboratorium/radiologi
a. Terdapat gambaran adanya kerusakan tulang dan
pembentukan tulang baru
b. Adanya gambaran sun ray spicules atau benang-benang
tulang dari kortek tulang.Terjadi peningkatan kadar alkali
posfatase.
2. Analisa data
No Data senjang Etiologi Masalah
keperawatan
1. Data subjektif: Nyeri akut Nyeri akut
- mengeluh nyeri
Data Objectif :
- Tampak meringis
- Bersikap protektif
(mis. waspada, posisi
menghindari nyeri)
- Gelisah
-
2 Ds: Resiko perfusi Resiko perfusi
Tidak ada serebral tidak serebral tidak
Do : efektif efektif
Tidak ada
3. Ds : Resiko infeksi Resiko infeksi
-
Do :
-

3. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik di tandai dgn
mengeluh nyeri
2. Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan diseksi arteri,
aneurisma serebri, embolisme, dan hipertensi.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / adanya prosedur
invasif.
4. Intervensi keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
1. Nyeri akut Setelah di lakukan Manajemen nyeri
berhubungan tindakan keperawatan Observasi
dengan dagen 1x24 jam diharapkan - lokasi,
pencedera fisik di pasien mampu: karakteristik,
tandai mengeluh 1. Keluhan nyeri durasi, frekuensi,
nyeri menurun kualitas, intensitas
2. Meringis menurun nyeri
3. Sikap protektif - Identifikasi skala
menurun nyeri
4. Gelisa menurun - Identifikasi respon
5. Anoreksia menurun nyeri non verbal
- Identifikasi faktor
yang memperberat
dan memperingan
nyeri
- Identifikasi
pengetahuan dan
keyakinan tentang
nyeri
- Identifikasi
pengaruh budaya
terhadap respon
nyeri
- Identifikasi
pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
- Monitor
keberhasilan terapi
komplementer
yang sudah
diberikan
- Monitor efek
samping
penggunaan
analgetik
Terapeutik
- Berikan teknik
nonfarmakologis
- untuk mengurangi
rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis,
akupresur, terapi
musik,
biofeedback, terapi
pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi
terbimbing,
kompres
hangat/dingin,
terapi bermain)
- Control lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
- Fasilitasi istirahat
dan tidur
- Pertimbangkan
jenis dan sumber
nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab,
periode, dan
pemicu nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan
memonitor nyri
secara mandiri
- Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
- Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk
- mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika
perlu
2. Risiko perfusi Setelah di lakukan Manajemen Peningkatan
serebral tidak tindakan keperawatan Tekanan Intrakranial
efektif berhubungan 1x24 jam diharapkan Observasi :
dengan diseksi pasien mampu: 1. Identifikasi penyebab
arteri, aneurisma 1. Tingkat kesadaran peningkatan TIK (mis.
serebri, embolisme, meningkat Lesi, gangguan
dan hipertensi. 2. Kognitif meningkat metabolisme, edema
3. Tekanan intra kranial serebral)
menurun 2. Monitor tanda/gejala
4. Sakit kepala menurun peningkatan TIK (mis.
5. Kecemasan menurun Tekanan darah
6. Agitasi menurun meningkat, tekanan
7. Demam menurun nadi melebar,
8. Nilai rata-rata tekanan bradikardia, pola napas
darah membaik ireguler, kesadaran
9. Tekanan darah sistolik menurun)
membaik 3. Monitor MAP (Mean
Arterial Pressure)
4. Monitor CVP (Central
Venous Pressure), jika
perlu
5. Monitor PAWP,
jika perlu
6. Monitor PAP, jika
perlu
Monitor ICP (Intra
7. Cranial Pressure),
jika tersedia
8. Monitor CPP
(Cerebral Perfusion
Pressure)
9. Monitor gelombang
ICP
Monitor status
pernapasan
10. Monitor intake dan
output cairan
11. Monitor cairan
serebro-spinalis
Terapeutik :
1. Minimalkan stimulus
dengan menyediakan
lingkungan yang
tenang
2. Berikan posisi semi
fowler
3. Hindari maneuver
Valsava
4. Cegah terjadinya
kejang
5. Hindari penggunaan
PEEP
6. Hindari pemberian
cairan hipotonik
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
sedasi dan
antikonvulsan,
jika perlu
2. Kolaborasi pemberian
diuretic osmosis, jika
perlu
3. Kolaborasi pemberian
pelunak tinja, jika
perlu
3. Resiko infeksi Setelah di lakukan Manajemen resiko ineksi
berhubungan tindakan keperawatan Observasi :
dengan trauma 1x24 jam diharapkan 1. Monitor tanda dan
jaringan / adanya pasien mampu gejala infeksi local dan
prosedur invasif. 1. Demam menurun sistemik
2. Kemerahan menurun Terapeutik
3. Nyeri menurun 1. Batasi jumlah
4. Bengkak menurun pengunjung
5. Vesikel menurun 2. Berikan perawatan
6. Cairan berbau busuk kulit pada area edema
menurun 3. Cuci tangan sebelum
7. Kebersihan tangan dan sesudah kontak
meningkat dengan pasien dan
8. Kebersihan badan lingkungan pasien
meningkat 4. Pertahankan teknik
9. Kadar sel darah putih aseptic pada pasien
membaik beresiko tinggi
10. Kultur area luka Edukasi :
membaik 1. Jelaskan tanda dan
11. Kadar sel darah putih gejala infeksi
membaik 2. Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
3. Ajarkan etika batuk
4. AJarkan cara
memeriksa kondisi
luka atau luka oprasi
5. Anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
6. Anjurkan
meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu

DAFTAR PUSTAKA

Bare BG, Smeltzer SC. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC

Corwin, Elizabeth, J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC Margareth,


Clevo (2012). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit Dalam.

Yogyakarta: Nuha Medika Pearce. (2008). A Glance Ilmu Bedah. Alih bahasa,
Umami V. Jakarta: Erlangga

Syaifuddun, 2010. Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan.


Jakartaa:

Salemba Medika HILMANI

Anda mungkin juga menyukai