(ATEROSKLEROSIS)
OLEH:
KELOMPOK IV
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan tugas yang diberikan kepada kami,
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan oleh dosen pembimbing ibu Henni
Kumala Dewi H, SKM M. Kes dengan mata kuliah Epidemiologi Penyakit
Tidak Menular. Adapun tugas makalah ini yang berjudul “ EPIDEMIOLOGI
PENYAKIT PEMBULUH DARAH (ATEROSKLEROSIS) ”.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada
banyak kekurangn dari makalah ini, baik dari segi penyusunan bahasa maupun
segi lainnya, tetapi kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua. Untuk itu, kami mengharapkan adanya kritik, saran, dan usulan demi
perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna
tanpa sarana yang membangun.
ii
DAFTAR ISI
SAMPUL..................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.3 TUJUAN.........................................................................................................2
1.4 MANFAAT....................................................................................................3
3.1 KESIMPULAN............................................................................................20
3.2 SARAN........................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................22
iii
iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
1
dan kedua. Salah satu rumah sakit yang berada di Provinsi Sulawesi dan
menjadi rujukan utama adalah RSUD Undata Palu. Selain itu, hasil data Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2013 memperlihatkan bahwa
prevalensi Aterosklerosis cenderung lebih tinggi di daerah perkotaan
dibandingkan perdesaan serta lebih dominan terjadi pada kelompok penduduk
usia produktif (45-60 tahun).3
1.3 TUJUAN
Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan yang akan dicapai dalam
makalah tentang penyakit pembuluh darah (aterosklerosis) ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui yang dimaksud penyakit Aterosklerosis
2. Untuk mengetahui klasifikasi penyakit Aterosklerosis
3. Untuk mengetahui signifikansi penyakit Aterosklerosis
4. Untuk mengetahui patofisiologis penyakit Aterosklerosis
5. Untuk mengetahui kelompok risti penyakit Aterosklerosis
6. Untuk mengetahui distribusi geografi penyakit Aterosklerosis
7. Untuk mengetahui tren waktu penyakit Aterosklerosis
2
8. Untuk mengetahui faktor risiko penyakit Aterosklerosis
9. Untuk mengetahui pencegahan dan pengendalian penyakit Aterosklerosis
1.4 MANFAAT
1. Bagi Penulis
Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis mengenai
penyakit Pembuluh darah (Aterosklerosis).
2. Bagi Masyarakat
Memberi informasi serta meningkatkan kesadaran masyarakat
mengenai Faktor risiko dan cara pencegahan penyakit pembuluh darah
(Aterosklerosis) sehingga kedepannya dapat diberi pengendalian dengan
cara yang tepat.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Untuk menambah bahan bacaan bagi mahasiswa Jurusan Kesehatan
Masyarakat tentang penyakit Pembuluh darah (Aterosklerosis).
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
4
yang beredar, kompleks imun, dan produk yang dihasilkan oleh aktifasi
sistem imun) memainkan peran dalam mempercepat proses patologi.4
1) Lesi aterosklerosis
Lesi aterosklerosis awal berupa fatty streak (Lapisan Lemak).
Fatty streak adalah area yang berwarna kuning pada pembuluh darah
arteri, membentuk bercak < 1 mm atau garis selebar 1-2 mm dan panjang
mencapai 1mm. Secara mikroskopis fatty streak merupakan akumulasi
suben dotelial dari sel yang dipenuhi lipid intra sel yang memberi
gambaran berbusa sebagai foam cell’s. Foam cell’s berasal dari makro fag
yang telah menelan lemak, walaupun beberapa berasal dari otot polos
5
(smooth muscle). Lesi ini tidak bermakna secara klinis, namun fatty streak
adalah precusor untuk terjadinya plak fibrosa yang lebih membahayakan.6
2) Plak fibrosa
Plak fibrosa adalah lesi patologis aterosklerosis yang paling
berbahaya karena memiliki bentuk yang tegas, pucat atau abu-abu yang
menebal dapat menonjol ke lumen arteri. Jika plak membesar dapat
menyebabkan turunnya aliran darah. Secara mikroskopis, perubahan arteri
banyak terjadi di tunika intima, dimana terjadi akumulasi monosit,
limposit, foam cell’s dan jaringan ikat. Pada beberapa lesi, inti nekrosis
dari sel debris, foam cells dan kristal kolesterol dapat terlihat. Plak fibrosa
tidak terdistribusi homogen diseluruh pembuluh darah, terbanyak di aorta
abdominalis, arteri koroner, arteri poplitea, aorta torasikus desenden,
arteri karotis interna, dan pembuluh darah sircullus willisi di otak.6
6
2.3 Signifikansi Penyakit Aterosklerosis
7
tahun 55% laki-laki, 5,6% dengan riwayat merokok, 2,6% dengan hipertensi,
dan 1,8% dengan riwayat kesehatan dimana kepatuhan rata-rata pasien pada
terapi jangka panjang hanya mencapai 40% - 50% dari jumlah penderita.3
Menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKESDES) pada tahun 2012 jumlah
penderita penyakit jantung koroner di Indonesia mencapai 2% atau sekitar 3
juta jiwa dan mengalami peningkatan pada riset serupa tahun 2015 yaitu 2,4%
atau sekitar 3,5 juta jiwa dari total penduduk Indonesia sekitar 246.900.000
jiwa dan dari 3,5 juta jiwa baru sekitar 30% yang melakukan pengobatan
disertai pola hidup sehat.8
8
mengakibatkan keluarnya sel-sel adesi (Vascular Cell Adhesion Molecule-1,
Intercelular Adhesion Molecule-1, E selectin, P selectin) dan menangkap
monosit dan sel T. Kemudian monosit tersebut melewati endotel memasuki
lapisan intima dinding pembuluh dan berdiferensiasi menjadi makrofag yang
selanjutnya mencerna tumpukan Ox LDL dan berubah menjadi sel busa (foam
cell).5
9
2. Pembentukan toksin yang bersirkulasi atau kompleks imun yang
berdeposit pada dinding pembuluh darah
3. Untuk menimbulkan respon inflamasi
4. Untuk menginduksi perubahan prostaglandin serum dan metabolisme
lipid, atau untuk menimbulkan keadaan hiperkoagulan yang dapat
meningkatkan risiko trombosis.5
10
pengeluaran sitokin oleh sel dinding vaskular lokal yang juga
mengeluarkan molekul adesi dan molekul chemoattractant.9
Hipertensi tidak terkontrol cenderung mengakibatkan komplikasi
lain seperti stroke, ateroslerosis, aneurisma, sindroma metabolik, penyakit
ginjal. Penyakit jantung koroner juga mempunyai komplikasi-komplikasi
tersendibri seperti aritmia, gagal jantung kongestif, infark miokardial, dan
kematian. Ini berarti pasien penyakit jantung koroner yang disertai
hipertensi harus diberi perhatian yang lebih baik karena pasien ini
mendapat komplikasi dari kedua penyakit tersebut.10
Diabetes mellitus
Orang dengan diabetes cenderung lebih cepat mengalami
degenerasi jaringan dan disfungsi dari endotel sehingga timbul proses
penebalan membrane basalis dari kapiler dan pembuluh darah arteri
koronaria sehingga terjadi penyempitan aliran darah ke jantung. Dengan
adanya resistensi glukosa, maka glukosa dalam darah akan meningkat dan
hal ini akan meningkatkan kekentalan darah. Kecenderungan untuk
terjadinya aterosklerosis pun meningkat dan dapat mengakibatkan
terjadinya penyakit jantung koroner.10
Obesitas
Adanya hasil yang signifikan antara orang yang obesitas dengan
penyakit jantung coroner dan pembuluh darah adalah karena obesitas dapat
meningkatkan tekanan darah, kadar trigliserida, kolesterol, resistensi
glukosa, serta penggumpalan darah. Peningkatan tekanan darah membuat
pembuluh darah rentan untuk mengalami penebalan dan penyempitan. hal
ini dapat menyebabkan sesorang terkena Aterosklerosis.11
Gangguan mental emosional
Penelitian menunjukkan bahwa pada sebagian orang, yakni mereka
yang depresi dan terisolasi secara sosial, atau mereka yang tidak memiliki
dukungan sosial yang berkualitas, berisiko tinggi terkena penyakit jantung
coroner dan Aterosklerosis. Stress berhubungan dengan aliran darah lokal
yaitu aliran darah relatif lambat tetapi mengalami oksilasi cepat yang dapat
11
menyebabkan terjadinya kerusakan dan berlanjut pada disfungsi endotel
yang merupakan cikal bakal aterosklerosis.11
12
Sulawesi Barat (2,6%) (Depkes RI, 2013). Dari prevalensi berdasarkan
wawancara terdiagnosis dokter dan terdiagnosis dokter, Provinsi Sulawesi
Tengah menduduki peringkat pertama dan kedua. Salah satu rumah sakit yang
berada di Provinsi Sulawesi dan menjadi rujukan utama adalah RSUD Undata
Palu.10
Menurut statistik dunia, ada 9,4 juta kematian setiap tahun yang
disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler dan 45% kematian tersebut
disebabkan oleh penyakit jantung coroner dan pembuluh darah. Diperkirakan
angka tersebut akan meningkat hingga 23,3 juta pada tahun 2030. Menurut
data World Health Organization (WHO) pada tahun 2015, penyakit
Aterosklerosis dan penyakit jantung koroner masih menjadi penyebab
kematian nomor satu di dunia yakni sebesar 13,2% atau diperkirakan 105
kematian per 100,000 populasi.3
13
Menurut data Global Registry of Acute Coronary Events (GRACE),
sekitar 38% dari kasus Aterosklerosis. Europea Registry di Sweden
melaporkan bahwa pada tahun 2015, tingkat kejadian Aterosklerosis adalah
58 per 100,000 per tahun. Sedangkan di negara-negara Eropa lainnya, tingkat
kejadian Aterosklerosis berkisar dari 43 sampai 144 per 100,000 per tahun.8
14
beberapa teori yang menerangkan perbedaan metabolisme lemak
pada laki-laki dan perempuan seperti tingginya kadar kolesterol
HDL dan besarnya aktifitas lipoprotein lipase pada perempuan,
namun sejauh ini belum terdapat jawaban yang pasti.13
Faktor keturunan/Ras
Salah satu penelitian yang dilakukan pada tiga grup ras dalam
satu lokasi didapatkan bahwa komunitas orang-orang kulit hitam
menunjukkan kejadian aterosklerosis lebih rendah dibandingkan
komunitas orang-orang kulit putih atau orang-orang Asia. Hal ini
masih belum cukup menggambarkan bahwa hasil tersebut murni
hanya oleh faktor ras, oleh karena komunitas orang kulit hitam pada
umumnya termasuk kelas sosial yang rendah, menjelaskan
kemungkinan keterlibatan faktor sosial-ekonomi.13
Prevalensi Aterosklerosis dan penyakit jantung korener
penduduk Jepang yang tinggal di Amerika Serikat lebih tinggi
dibandingkan dengan penduduk yang tinggal di Jepang, hal ini
menggambarkan adanya pengaruh lingkungan lebih besar dari pada
pengaruh ras. Di antara ras/etnis populasi, prevalensi penyakit
jantung coroner (PJK) dan Aterosklerosis adalah terbesar di antara
Indian Amerika/pribumi Alaska (11,6%), diikuti oleh orang kulit
hitam (6,5%), Hispanik (6,1%), kulit putih (5,8%), dan Asia atau
penduduk asli Hawaii/Kepulauan Pasifik lainnya (3,9%). Untuk ras
dan jenis kelamin pada tahun 2010, prevalensi laki-laki terbesar di
antara American Indian/Alaska Pribumi (14,3%) dan orang kulit
putih (7,7%), dan prevalensi perempuan terbesar di antara prevalensi
American Indian/Alaska Pribumi (8,4%) dan kulit hitam (5,9%).13
b. Yang dapat dimodifikasi
Hiperlipidemia
Hiperlipidemia adalah tingginya kadar lemak (kolesterol,
trigliserida maupun keduanya) dalam darah. Kadar lemak yang
abnormal dalam sirkulasi darah (terutama kolesterol) bisa
15
menyebabkan masalah jangka panjang. Resiko terjadinya
aterosklerosis dan penyakit arteri koroner atau penyakit arteri karotis
meningkat pada seseorang yang memiliki kadar kolesterol total yang
tinggi. Tidak semua kolesterol meningkatkan resiko terjadinya
penyakit jantung. Kolesterol yang dibawa oleh LDL (disebut juga
kolesterol jahat) menyebabkan meningkatnya resiko; kolesterol yang
dibawa oleh HDL (disebut juga kolesterol baik) menyebabkan
menurunnya resiko dan menguntungkan. Idealnya, kadar kolesterol
LDL tidak boleh lebih dari 130 mg/dL dan kadar kolesterol HDL
tidak boleh kurang dari 40 mg/dL. Kadar HDL harus meliputi lebih
dari 25 % dari kadar kolesterol total. Adapun beberapa penyebab
hiperlipidemia menjadi faktor resiko pertama pada kejadian
aterosklerosis:
Pada pembuluh darah, terdapat bercak yang mengandung kolesterol
dan ester kolesterol, hal ini terbukti berasal dari kolesterol darah.
Diet yang mengandung banyak kolesterol seperti lemak hewan,
kuning telur, dan butter meningkatkan kolesterol plasma.
Resiko terkena penyakit Aterosklerosis dan penyakit jantung
koroner makin meningkat pada keadaan dimana kolesterol plasma
makin tinggi.8
Hipertensi
Hipertensi pada penelitian membuktikan bahwa peningkatan
tekanan sistole maupun diastole merangsang pembentukan
aterosklerosis. Hal ini akan meningkatkan resiko aterosklerosis seiring
dengan peningkatan derajat dari hipertensi. Pada individu yang lebih
tua, resiko ini akan bertambah parah dikarenakan kekakuan dari
pembuluh darah pada individu diatas usia 45 tahun.8
Merokok
Studi epidemiologi mendukung kuat pernyataan bahwa merokok
pada pria dan wanita meningkatkan insiden infark miokard dan
penyakit arteri koroner yang fatal. Bahkan rokok dengan kandungan tar
16
rendah dan rokok tanpa asap telah menunjukkan peningkatan resiko
kejadian kardiovaskular jika dibandingkan dengan orang yang tidak
merokok. Terlebih lagi passive smoking (Paparan rokok terhadap
lingkungan) dengan paparan asap diasosiasikan dengan peningkatan
resiko penyakit kardiovaskular (PKV) sebesar 30%, jika dibandingkan
dengan active smokers yang memiliki faktor resiko sebesar 80%.
Walaupun bukti yang menghubungkan antara paparan asap rokok
dengan PKV, namun mengenai mekanisme yang bertanggung atas hal
ini belum diketahui secara jelas. Asap rokok juga dapat menurunkan
kadar (NO) dalam darah. Selain itu beberapa studi menunjukkan bahwa
asap rokok meningkatkan sekitar 20%-25% kadar leukosit. Dalam
penelitian invivo asap rokok dihubungkan dengan peningkatan kadar
beberapa faktor inflamasi seperti CRP, interleukin-6, dan TNFα.13
Diabetes militus
Diabetes militus dapan menjadi penyebab terjadinya PJK. Dengan
adanya resistensi glukosa, maka glukosa dalam darah akan meningkat
dan hal ini akan meningkatkan kekentalan darah. Kecenderungan untuk
terjadinya aterosklerosis pun meningkat dan dapat mengakibatkan
terjadinya penyakit jantung koroner.13
Inflamasi
Inflamasi berkaitan erat dengan aterogenesis melalui aktivasi dan
proliferasi makrofag, sel endotel, dan sel otot polos pembuluh darah.
Pada individu yang sehat, makrofag tersebar di semua jaringan.
Inflamasi umumnya berawal dari cedera endotel yang diakibatkan oleh
suatu mekanisme Vaskular Cell Adhesi Molekul 1 (VCAM-1) sehingga
terdapat banyak di dinding endotel yang cedera atau rusak. Dengan
adanya VCAM-1, maka monosit akan menempel di VCAM-1 kemudian
masuk ke sela endotel yang rusak. Saat itu monosit mengaktifkan
sitokin dan berubah menjadi makrofag.13
Obesitas
17
Obesitas memicu terjadinya inflamasi tingkat rendah. Stress
oksidative juga ikut berperan penting dalam obesitas terkait dengan
terjadinya efek metabolik yang merugikan. Hal tersebut menyebabkan
terjadinya disregulasi adiponektin dan inflamasi sehingga terjadinya
disfungsi endotel yang berpengaruh dalam fase awal aterosklerosis.
Pembentukan aterosklerosis berhubungan dengan profil lipid dalam
darah dimana keadaan lemak darah yang dapat ditinjau dari kandungan
total kolesterol dan LDL dalam darah yang tinggi. Hal tersebut akan
memicu awal terbentuknya aterosklerosis.10
2. Faktor risiko minor
Gangguan mental emosional
Gangguan mental emosional di sini termasuk depresi dan stress.
Stress berhubungan dengan aliran darah lokal yaitu aliran darah relatif
lambat tetapi mengalami oksilasi cepat yang dapat menyebabkan
terjadinya kerusakan dan berlanjut pada disfungsi endotel yang
merupakan cikal bakal aterosklerosis. Mudah rupturnya plak
dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti: plak yang eksentrik non
kalsifikasi, tipisnya fibrous cap, luasnya plak, jumlah sel radang yang
berinfiltrasi, neovaskularisasi, dan hemodinamik lokal. WHO
memprediksi pada tahun 2030, depresi akan mengakibatkan disabilitas
pada penyakit kronis termasuk penyakit jantung kronis. Depresi
didentifikasi sebagai masalah utama yang berdiri sendiri dan merupakan
faktor risiko mayor penyebab disabilitas pada penyakit kronis. Depresi
meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas penyakit seperti kanker,
diabetes, penyakit jantung, dan stroke. Juga termasuk faktor gaya hidup
yang buruk seperti merokok, kurang aktivitas fisik, diet yang salah dan
mekanisme biologis.14
Aktivitas fisik
Aktivitas fisik juga dapat menghasilkan peningkatan produksi
stress oksidatif yang dapat memicu aterosklerosis. Hal ini menjadikan
efek aktivitas fisik sebagai antiaterogenik menjadi tidak konsisten.
18
Setelah dilakukan penelitian ditemukan bahwa aktivitas fisik yang
memicu aterosklerosis adalah aktivitas fisik respon akut yang biasanya
memiliki durasi 90 sampai 120 menit, sedangkan aktivitas fisik yang
dilakukan secara teratur dalam 8 sampai 12 minggu atau disebut
aktivitas fisik respon kronis akan menekan produksi radikal bebas
sehingga menurunkan risiko aterosklerosis dan memiliki efek
antiaterogenik.14
19
4) Melaksanakan advokasi dan sosialisasi penyakit jantung dan
pembuluh darah (Aterosklerosis).
5) melaksanakan supervise/bimbingan teknis, monitoring dan evaluasi
terhadap penyakit jantung dan pembuluh darah (Aterosklerosis).15
20
BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
21
6. Faktor risiko terjadinya penyakit pembuluh darah (Aterosklerosis) terbagi
2 bagian, yaitu faktor mayor dan minor. Faktor mayor (umur, jenis
kelamin, keturunan/ras, hiperlipedemia, hipertensi, merokok, diabetes
mellitus, dan obesitas). Faktor minor (gangguan mental emosional dan
aktivitas fisik).
7. Pencegahan dan pengendalian timbulnya penyakit Aterosklerosis yaitu
dengan meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan deteksi dini
penyakit jantung dan pembuluh darah (Aterosklerosis) serta penerapan
gaya hidup sehat.
3.2 SARAN
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Yadi, A., Hernawan, A. D. & Ridha, A. Definisi Penyakit Aterosklerosis.
Kesehat. Masy. 2, 87–102 (2015).
8. Iskandar & Hadi, A. Risiko Tinggi Terjadinya Penyakit Jantung Koroner dan
Pembuluh Darah. AcTion 2, 32–42 (2017).
10. Ibrahim, I. A., Syahrir, S., Adha, A. S. & Sulastri, N. L. Faktor Risiko
Kejadian Sindrom Metabolik di Sulawesi Selatan. Public Heal. Sci. 11, 194–
202 (2019).
23
12. Wilda, H. Epidemiologi Penyakit Pembulih Darah. Keperawatan Indones. 5,
111–117 (2016).
13. Ghani, L., Dewi, M., Novriani, H., Penelitian, P. & Daya, S. Faktor Risiko
Dominan Penyakit Jantung Koroner di Indonesia. 153–164 (2016).
24