Anda di halaman 1dari 9

MANAJEMEN PENGENDALIAN PENYAKIT ISPA SEBAGAI SALAH

SATU PENYAKIT BERBASIS LINGKUNGAN

Artikel Kesehatan Lingkungan

Oleh, Maghfira Nurul Islamiah ( 218240013)

Rabu, 13 Januari 2021

A. PENDAHULUAN
Kejadian penyakit maupun gangguan kesehatan pada manusia tidak
terlepas dari peran faktor lingkungan. Hubungan interaktif antara manusia
serta perilakunya dengan komponen lingkungan memiliki potensi bahaya
penyakit, hal ini juga dikenal sebagai proses kejadian penyakit. Adapun
proses kejadian penyakit satu dengan yang lain masing-masing mempunyai
karakteristik tersendiri. Dalam hal ini faktor lingkungan memegang peranan
sangat penting.
Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit
infeksi akut yang mengenai salah satu bagian atau lebih dari saluran napas.
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang sering
terjadi pada anak.
Penyakit ISPA yang paling menjadi perhatian dalam kesehatan
masyarakat adalah pneumonia, karena penyakit ini merupakan penyakit yang
paling banyak (80,9%) menyebabkan kematian khususnya pada balita
diantara penyakit ISPA lainnya. Dalam pelaksanaan program penanggulangan
pneumonia, upaya yang diharapkan bertujuan untuk menurunkan kematian
balita karena pneumonia, oleh karena itu diseluruh sarana pelayanan
kesehatan diharapkan mampu mendeteksi/menemukan kasus-kasus
pneumonia balita sedini mungkin.
Berdasarkan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2010-2014 target
cakupan penemuan kasus pneumonia balita pada tahun 2010 ditetapkan
menjadi 60%. Cakupan pneumonia balita selama 10 tahun berkisar antara
22,18 - 35,9%. Secara nasional cakupan penemuan pneumonia pada tahun
2011 masih rendah yaitu 23,98%, jauh di bawah target nasional yang di
tetapkan yaitu 70%.
Mengingat faktor lingkungan sangat dominan dalam proses kejadian
suatu penyakit, maka manajemen berbasis lingkungan harus dilibatkan dalam
upaya-upaya pencegahan maupun pengendaliannya. Manajemen berbasis
lingkungan untuk penanggulangan penyakit, dimulai dari tingkat hulu menuju
hilir. Perhatian utama pada faktor penyebab, media transmisi, dengan
memperhatikan faktor penduduk sebagai objek yang terjangkit atau terpajan,
sebelum melakukan penanganan pada manusia yang menderita penyakit.
Manajemen penyakit berbasis berbasis lingkungan ini harus dilakukan secara
terpadu dan pelaksanaannya dilakukan mengacu kepada teori Simpul, yakni
adanya keterpaduan antara pengendalian sumber penyakit, media transmisi,
dan pengendalian faktor resiko kependudukan serta penyembuhan kasus
penyakit pada suatu wilayah komunitas tertentu.
Teori Simpul Penyakit Menurut Prof. Umar Fahmi Achmadi :
Manajemen Simpul 1 (Pengendalian pada sumber penyakit).
Manajemen Simpul 2 (Pengendalian pada media penularan/wahana
transmisi).
Manajemen Simpul 3 (Pengendalian proses pajanan/kontak pada masyarakat).
Manajemen Simpul 4 (Pengobatan penderita sakit/manajemen kasus)

B. PEMBAHASAN
1. Pengendalian Penyakit Berbasis Lingkungan
Manajemen pengendalian penyakit berbasis wilayah (MPBW)
mencakup upaya pengendalian kasus penyakit disuatu wilayah tertentu
bersama pengendalian berbagai faktor risiko yang dilakukan secara
terintegrasi. Upaya tersebut dapat dilakukan secara prospektif dan secara
retrospektif. Upaya prospektif mengutamakan pengendalian faktor risiko
penyakit terintegrasi dengan upaya pencarian dan penatalaksanaan kasus
penyakit tersebut. Upaya retrospektif mengutamakan penatalaksanaan
penyakit tertentu terlebih dahulu yang terintegrasi dengan pengendalian
faktor risiko penyakit tersebut atau direncanakan dan dilaksanakan secara
serentak. Hal tersebut ditandai dengan perencanaan dan alokasi sumber
daya yang juga dilakukan secara terintegrasi.
Faktor risiko penyakit pada dasarnya adalah semua faktor yang
berperan dalam kejadian suatu penyakit di tingkat individu dan tingkat
masyarakat. Berbagai variabel lingkungan dan penduduk yang mencakup
perilaku hidup sehat merupakan faktor risiko utama penyakit. Dengan
demikian, penyehatan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat
merupakan upaya utama pengendalian berbagai faktor risiko penyakit di
dalam satu wilayahtertentu.
Dalam suatu wilayah, MPBW harus dirancang berdasarkan eviden
yang dikumpulkan secara periodik, sistematik dan terencana dan
dilaksanakan oleh ”tim terpadu” kesehatan. Bagaikan suatu orkestra, tim
terpadu tersebut disatu pihak terdiri dari kumpulan pemain yang mahir
memainkan alat musik, dilain pihak tim tersebut memiliki kesamaan visi
berupa lagu yang sama dalam satu kesatuan orkestra. Tim tersebut bisa
merupakan pimpinan dan/atau staf dinas kesehatan yang bermitra dengan
para dokter di rumah sakit, seluruh staf kesehatan di puskesmas, LSM
bidang kesehatan, dinas-dinas non kesehatan dalam lingkungan pemda,
serta masyarakat.
Dengan demikian, MPBW merupakan kerja sama yang harmonis
antara para dokter di unit pelayanan kesehatan seperti puskesmas dan
rumah sakit dan petugas kesehatan masyarakat. Dalam menghadapi
penyakit yang sama, kedua kelompok tersebut harus menyamakan visi
dan persepsi, penyakit yang dianggap prioritas adalah penyakit yang ada
atau endemik di suatu wilayah tertentu. Pelaksana manajemen tidak harus
kepala dinas kesehatan, dokter di rumah sakit dan petugas Klinik Sanitasi
di puskesmas, merupakan bagian dari orkestra yang harus mempunyai visi
yang sama, serta berpikir dan bertindak mengendalikan penyakit tertentu
dalam satu wilayah.

2. ISPA
ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut,
istilah ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa inggris Acute Respiratory
Infection (ARI). Penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian
dan atau lebih dari saluran napas mulai dari hidung (saluran atas) hingga
alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus,
rongga telinga tengah dan pleura. Penyakit ISPA merupakan penyakit
yang sering terjadi pada anak, karena sistem pertahanan tubuh anak masih
rendah. Kejadian penyakit batuk pilek pada balita di Indonesia
diperkirakan 3 sampai 6 kali pertahun, yang berarti seorang balita rata-
rata mendapat serangan batuk pilek sebanyak 3 sampai 6 kali setahun.
Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernapasan dan
akut, dimana pengertiannya sebagai berikut : Infeksi, adalah masuknya
kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang
biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. Saluran pernapasan, adalah
organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti
sinus – sinus, rongga telinga tengah dan pleura.
Infeksi akut, adalah infeksi yang langsung sampai dengan 14 hari.
Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk
beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat
berlangsung lebih dari 14 hari. ISPA secara anatomis mencakup saluran
pernapasan bagian atas, saluran pernapasan bagian bawah (termasuk
jaringan paru – paru) dan organ adneksa saluran pernapasan. Dengan
batasan ini, jaringan paru termasuk dalam saluran pernapasan (respiratory
tract). Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat
ringan seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan
antibiotik, namun demikian anak akan menderita pneumonia bila infeksi
paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat mengakibatkan kematian.
Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA membagi penyakit ISPA
dalam 2 golongan yaitu : (1) ISPA non – Pneumonia : dikenal masyarakat
dengan istilah batuk pilek. (2) Pneumonia : apabila batuk pilek disertai
gejala lain seperti kesukaran bernapas, peningkatan frekuensi napas
(napas cepat).
Saluran pernapasan dari hidung sampai bronkhus dilapisi oleh
membran mukosa bersilia, udara yang masuk melalui rongga hidung
disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Partikel debu yang kasar dapat
disaring oleh rambut yang terdapat dalam hidung, sedangkan partikel
debu yang halus akan terjerat dalam lapisan mukosa. Gerakan silia
mendorong lapisan mukosa ke posterior ke rongga hidung dan ke arah
superior menuju faring. Secara umum efek pencemaran udara terhadap
saluran pernapasan dapat menyebabkan pergerakan silia hidung menjadi
lambat dan kaku bahkan dapat berhenti sehingga tidak dapat
membersihkan saluran pernapasan akibat iritasi oleh bahan pencemar.
Produksi lendir akan meningkat sehingga menyebabkan penyempitan
saluran pernapasan dan rusaknya sel pembunuh bakteri di saluran
pernapasan. Akibat dari hal tersebut akan menyebabkan kesulitan
bernapas sehingga benda asing tertarik dan bakteri lain tidak dapat
dikeluarkan dari saluran pernapasan, hal ini akan memudahkan terjadinya
infeksi saluran pernapasan. Menurut WHO, sekresi lendir atau gejala
pilek terjadi juga pada peyakit common cold disebabkan karena infeksi
kelompok virus jenis rhinovirus dan atau coronavirus. Penyakit ini dapat
disertai demam pada anak selama beberapa jam sampai tiga hari.
Sedangkan pencemaran udara diduga menjadi pencetus infeksi virus pada
saluran napas bagian atas. ISPA dapat ditularkan melalui bersin, udara
pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat
kesaluran pernapasannya.

3. Manajemen Pengendalian Penyakit ISPA


Adapun penjabaran manajemen pengendalian penyakit diare berdasarkan
teori simpul menurut Prof. Umar Fahmi Achmadi yaitu sebagai berikut:
a. Manajemen Simpul 1 (Pengendalian Sumber Penyakit)
Sumber penyakit adalah titik mengeluarkan atau meng-emisikan
agent penyakit. Agent penyakit adalah komponen lingkungan yang
dapat menimbulkan gangguan penyakit melalui kontak secara
langsung atau melalui media perantara (yang juga komponen
lingkungan).
Agent penyakit di bagi menjadi 3 kelompok besar : a)
mikroorganisme, seperti virus, amoeba, jamur, bakteri, parasit dan
lain-lain. B) kelompok fisik, misalnya kekuatan radiasai,energi
kebisingan, kekuatan cahaya. C) kelompok bahan kimia toksik,
misalnya pestisida, merkuri, cadmium, co, h2s penyakit di bagi
menjadi 2 : a. Penyakit menular, adalah penyakit yang umumnya
disebabkan oleh mikroba yang dapat dipindahkan secara langsung
maupun melalui perantara bintang. B. Penyakit tidak menular
disebabkan oleh berbagai bahan atau komponen lingkungan berupa
bahan kimia maupun zat dengan kekuatan fisik.
Bronkitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi paru-paru, 90%
di antaranya adalah virus. Serangan berulang dari bronkitis akut, yang
melemahkan dan mengiritasi bronkus saluran udara dari waktu ke
waktu, dapat mengakibatkan bronkitis kronis. Ada beberapa jenis
virus yang sering menyebabkan ispa, yaitu: rhinovirus, respiratory
syntical viruses (rsvs), adenovirus, parainfluenza virus, virus influenz,
virus corona.
Tindakan pencegahan utama ispa adalah menerapkan perilaku
hidup bersih dan sehat. Beberapa cara yang dapat dilakukan, yaitu:
cuci tangan secara teratur, terutama setelah beraktivitas di tempat
umum, hindari menyentuh wajah, terutama bagian mulut, hidung, dan
mata.
b. Manajemen Simpul 2 (Pengendalian pada media penularan/wahana
transmisi)
Adal lima komponen lingkungan yang lazim kita kenal sebagai
media transmisi penyakit, yaitu air, udara, tanah/pangan, binatang/
serangga, manusia/ langsung. Media transmisi tidak akan memiliki
potensi penyakit jika di dalamnya tidak mengandung bibit penyakit
atau agent penyakit.
Pola penyebaran ISPA yang utama adalah melalui droplet* yang
keluar dari hidung/mulut penderita saat batuk atau bersin. Penularan
juga dapat terjadi melalui kontak (termasuk kontaminasi tangan oleh
sekret saluran pernapasan, hidung, dan mulut) dan melalui udara
dengan jarak dekat saat dilakukan tindakan yang berhubungan dengan
saluran napas.
Saat berada di tempat umum, sebaiknya pasien menggunakan
masker bedah terstandar, menjaga jarak setidaknya 1 meter ketika
berada di sekitar pasien ispa, untuk menghindari penularan virus dan
bakteri, gunakan sapu tangan atau tisu untuk menutup mulut ketika
bersin atau batuk, hal ini dilakukan untuk mencegah penyebaran
penyakit ke orang lain.

c. Manajemen Simpul 3 (Pengendalian proses pajanan/kontak pada


masyarakat)
Agent penyakit, dengan atau tanpa menumpang komponen
lingkungan, masuk kedalam tubuh melalui proses yang kita kenal
sebagai proses Hubungan interaktif. Hubungan interaktif antara
komponen lingkungan dengan penduduk berikut perilakunya, dapat
diukur dalam konsep yang disebut sebagai perilaku pemajanan atau
behavioural exposure.Perilaku Pemajanan adalah jumlah kontak
antara manusia dengan komponen lingkunganyang mengandung
potensi bahaya penyakit (agen penyakit). Misalnya jumlah pestisida
yang mengenai kulit seorang petani ketika sedang menyemprot
tanaman di sawah. Masing-masing agent penyakit yang masuk
kedalam tubuh dengan cara-cara yang khas ada tiga jalan atau route of
entry yakni :
1. Sistem Pernapasan
2. Sistem Pencernaan
3. Masuk melalui permukaan kulit

Penularan virus atau bakteri penyebab ISPA dapat terjadi melalui


kontak dengan percikan air liur orang yang terinfeksi. Virus atau
bakteri dalam percikan liur akan menyebar melalui udara, masuk ke
hidung atau mulut orang lain. Selain kontak langsung dengan percikan
liur penderita, virus juga dapat menyebar melalui sentuhan dengan
benda yang terkontaminasi, atau berjabat tangan dengan penderita.

Oleh karena itu sesuai dengan (rokom, 2016) Beberapa cara yang
dapat dilakukan untuk melindungi diri dari ISPA diantaranya: 1)
upayakan untuk tetap berada dalam rumah; 2) gunakan masker bila
harus keluar rumah; 3) minum air putih yang banyak; 4) hindari
aktifitas terlalu berat; 5) terapkan PHBS serta 6) segersa ke fasilitas
pelayanan Kesehatan bila ada keluhan sakit

d. Manajemen Simpul 4 (Pengobatan penderita sakit/manajemen kasus)

Seperti telah disebutkan sebelumnya, ISPA paling sering


disebabkan oleh virus, sehingga akan sembuh sendiri tanpa perlu
penanganan khusus. Beberapa tindakan untuk meredakan gejala dapat
dilakukan secara mandiri di rumah, yaitu dengan:

1. Memperbanyak istirahat dan konsumsi air putih untuk


mengencerkan dahak, sehingga lebih mudah untuk
dikeluarkan.
2. Mengonsumsi minuman lemon hangat atau madu untuk
membantu meredakan batuk.
3. Berkumur dengan air hangat yang diberi garam, jika
mengalami sakit tenggorokan.
4. Menghirup uap dari semangkuk air panas yang telah dicampur
dengan minyak kayu putih atau mentol untuk meredakan
hidung yang tersumbat.
5. Memposisikan kepala lebih tinggi ketika tidur dengan
menggunakan bantal tambahan, untuk melancarkan
pernapasan.

Jika gejala yang dialami tidak membaik, Anda perlu berkonsultasi


dengan dokter. Dokter dapat memberikan obat-obatan untuk
meredakan gejala, antara lain:

1. Ibuprofen atau paracetamol, untuk meredakan demam dan


nyeri otot.
2. Diphenhydramine dan pseudoephedrine, untuk mengatasi pilek
dan hidung tersumbat.
3. Obat batuk.
4. Antibiotik, jika dokter menemukan bahwa ISPA disebabkan
oleh bakteri.
C. PENUTUP

ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut, istilah


ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa inggris Acute Respiratory Infection
(ARI). Penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih
dari saluran napas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran
bawah) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah
dan pleura.

Penyakit ISPA adalah infeksi yang sangat menular. Orang yang


menderita penyakit ISPA atau infeksi saluran pernafasan akut ini bisa
menularkan penyakitnya kepada mereka yang berkontak langsung dengannya.
Penularan penyakit ISPA ini juga disebabkan karena si penderita mengalami
batuk atau bersin, kemudian bakteri penyebab ISPA tersebut menular kepada
orang yang ada di dekatnya.

Bronkitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi paru-paru, 90% di


antaranya adalah virus. Serangan berulang dari bronkitis akut, yang
melemahkan dan mengiritasi bronkus saluran udara dari waktu ke waktu,
dapat mengakibatkan bronkitis kronis. Bronkitis kronis ditemukan dalam
tingkat yang lebih tinggi pada kawasan industri seperti pertambangan batu
bara di mana para pekerja terpapar debu dan asap. Tapi penyebab utama
adalah merokok jangka panjang, yang mengiritasi saluran bronkial dan
menyebabkan saluran bronkhial untuk menghasilkan lendir yang berlebihan.
Gejala bronkitis kronis juga diperparah dengan konsentrasi tinggi sulfur
dioksida dan polutan lainnya di atmosfer.

Tindakan pencegahan utama ispa adalah menerapkan perilaku hidup


bersih dan sehat. Beberapa cara yang dapat dilakukan, yaitu: cuci
tangan secara teratur, terutama setelah beraktivitas di tempat umum, hindari
menyentuh wajah, terutama bagian mulut, hidung, dan mata, untuk
menghindari penularan virus dan bakteri, gunakan sapu tangan atau tisu untuk
menutup mulut ketika bersin atau batuk. Hal ini dilakukan untuk mencegah
penyebaran penyakit ke orang lain, perbanyak konsumsi makanan kaya
vitamin, terutama vitamin c, untuk meningkatkan daya tahan tubuh, olahraga
secara teratur, berhenti merokok, lakukan vaksinasi, baik vaksin mmr,
influenza, atau pneumonia. Diskusikan dengan dokter mengenai keperluan,
manfaat, dan risiko dari vaksinasi ini.

Pengobatan penyakit diare dapat dilakukan dengan perawatan mandiri


maupun perawatan medis bila dirasa penyakit ispa tidak kunjung membaik
atau bertambah parah.
SUMBER REFERENSI

Achmadi ,Umar Fahmi.2009. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah Vol. 3, No.


4.Depok: Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional.

Mahmudah dkk.2020. Peningkatan Perilaku Kesehatan Masyarakat terhadap


Bahaya ISPA di Wilayah Puskesmas Alalak Tengah Vol 2, No 3.
Banjarmasin: Jurnal Abdimas Kesehatan (JAK).

Mutaqqin. 2008. ISPA Mengenai Struktur Saluran di Atas Laring Kebanyakan


Penyakit Mengenai Bagian Saluran Atas dan Bawah Secara Stimulan
atau Berurutan

Putriarti, Rizki Tri,Anneke S.Putri A.2015. ANALISIS SISTEM MANAJEMEN


PROGRAM P2 ISPA DI PUSKESMAS PEGANDAN KOT Volume 3,
Nomor 1. Yogyakarta: JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-
Journal).

Rusnedy, Rahmayati dkk.2020. Sosialisasi pencegahan dan pengendalian Infeksi


Saluran Nafas Akut di Wilayah XIII Koto Kampar. INDRA Jurnal
Pengabdian kepada Masyarakat, 1(2), 20-24.

SITORUS, MIDO ESTER.2017. MODUL MANAJEMEN PENYAKIT BERBASIS WILAYAH.


Medan :

Syahidi, Muhammad HabibI, Dwi G,Krisnawati B.2013. Faktor-faktor yang


Mempengaruhi Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada
Anak Berumur 12-59 Bulan di Puskesmas Kelurahan Tebet Barat,
Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan, Tahun 2013 Volume 1 No. 1.Jawa
Barat: Jurnal Epidemiologi Kesehatan Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai