Anda di halaman 1dari 22

SAMPUL

PROPOSAL PENELITIAN

ANALISIS PENGARUH SAMPAH PLASTIK TERHADAP KERUSAKAN


LINGKUNGAN DI KAWASAN PESISIR PANTAI LUMPUE
KECEMATAN UJUNG KOTA PAREPARE TAHUN 2021

Maghfira Nurul Islamiah


218240013

Dosen Pengampu :
Rini Anggraeni, SKM, M.Kes.

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PAREPARE
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.
Dengan mengucapkan syukur kehadiat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas yang telah diberikan, yaitu sebuah proposal penelitian yang berjudul
“Analisis Pengaruh Sampah Plastik Terhadap Kerusakan Lingkungan di Kawasan
Pesisir Pantai Kota Makassar Tahun 2021”.
Penulis menyadari bahwa Proposal Penelitian ini masih jauh dari kata
sempurna, maka apabila terdapat kesalahan ataupun kekurangan dalam penulisan
Proposal ini, dengan senang hati penulis mengharap kritik dan saran dari ibu
Dosen serta pembaca untuk memperbaiki dan menyempurnakan Proposal ini.
Akhir kata, penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat berguna bagi
semua pihak, baik bagi pembaca maupun kami sendiri.

Parepare, 12 Juni 2021

Maghfira Nurul Islamiah


DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kawsasan pesisir sering sekali menjadi tempat pembuangan limbah baik
itu imbah padat maupun limbah cair yang berasal dari industri, rumah tangga,
dan pertanian di darat yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi
lingkungan. Dampak yang terjadi antara lain kerusakan ekosistem mangrove,
padang lamun, terumbu karang, kehidupan dari jenis-jenis biota laut yang
hidup di dalamnya, dan abrasi (UNEP, 2011).

Salah satu bahan pencemar yang memberikan dampak negatif pada


lingkungan pesisir adalah plastik. Berdasarkan kementrian lingkungan hidup
dan kehutanan bahwa dari 80% sampah yang berasal dari daratan 90%
persennya merupakan sampah plastik. Menurut surono, 2013 sampah plastik
terus berkembang setiap tahunnya yang disebabkan oleh perkembangan
teknologi, industri dan juga jumlah populasi penduduk. kebutuhan plastik
terus meningkat hingga mengalami kenaikan rata-rata 200 ton per tahun.
Tahun 2002, tercatat 1,9 juta ton, tahun 2003 naik menjadi 2,1 juta ton,
selanjutnya tahun 2004 naik lagi menjadi 2,3 juta ton per tahun. Pada tahun
2010, kebutuhan plastik sekitar 2,4 juta ton, dan pada tahun 2011 meningkat
menjadi 2,6 juta ton. Akibat dari peningkatan penggunaan plastik tersebut,
maka dampaknya adalah bertambah pula sampah plastik. Adapun jumlah
sampah plastik yang lolos ke laut mencapai 1,29 juta ton.

Plastik adalah polimer hidrokarbon rantai panjang yang terdiri atas jutaan
monomer yang saling berikatan dan tidak dapat diuraikan oleh
mikroorganisme. Sampah plastik membutuhkan waktu 200 sampai 1.000
tahun untuk dapat terurai. Sampah plastik dapat menimbulkan pencemaran
terhadap tanah, air tanah, dan makhluk bawah tanah. (Wibowo dalam
Purwaningrum, 2016).
Sampah plastik selain menyebabkan pencemaran, juga bisa
mengakibatkan penurunan kualitas perairan, kerusakan ekosistem, lambatnya
pertumbuhan ikan dan kerugian ekonomi bagi nelayan serta masyarakat yang
bermatapencaharian di sektor pesisir. Kerusakan ekosistem di laut tentunya
dapat menghilangkan mata pencaharian nelayan tangkap dan pedagang ikan.
Mengingat usaha kelautan dan perikanan adalah kegiatan berbasis sumber
daya alam.

Berdasarkan asumsi Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), setiap hari


penduduk Indonesia menghasilkan 0,8 kg sampah per orang atau secara total
sebanyak 189 ribu ton sampah/hari. Dari jumlah tersebut, 15% berupa
sampah plastik atau sejumlah 28,4 ribu ton sampah plastik/ hari. Jumlah
konsumsi plastik berpengaruh signifikan terhadap sampah plastik yang
dihasilkan.

Dari 65 juta ton timbunan sampah per tahun di Indonesia, Parepare


menyumbang 26 ribu ton per tahunMenurut Hasil penelitian Sulfadli
menyebutkan, penduduk Parepare sebanyak 142.097 jiwa (BPS 2017),
memproduksi sampah sebanyak 14.918.700 kg , tahun 2018 mencapai
21.909.010 kg, dan dalam periode Januari – Juni 2019 sebanyak 11.518.610
kg.

Dalam perkembangannya, wilayah pesisir di pantai lumpue Kota


Parepare mengalami pengembangan untuk berbagai macam kepentingan dan
peruntukan, seperti kegiatan pariwisata bahari, pemukiman dan maritim serta
pengembangan budidaya laut dan perikanan. Aktivitas-aktivitas tersebut
tentunya akan mempengaruhi kebutuhan sampah plastik di wilayah pesisir.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut maka peneliti tertarik untuk
meneliti lebih dalam mengenai pengaruh dampak sampah plastik terhadap
kerusakan lingkungan kawasan pesisir pantai Kota Parepare.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang yang telah diungkapkan dapat diketahui
rumusan masalahnya adalah bagaimana pengaruh dampak sampah plastik
terhadap lingkungan kawasan pesisir pantai lumpue di Kota Parepare Tahun
2021 ?

C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh dampak sampah plastik terhadap lingkungan
kawasan pesisir pantai lumpue di Kota Parepare Tahun 2021.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Bagi Penulis
Dengan penelitian ini, dapat memberikan pengalaman bagi penulis dalam
meneliti tentang pengaruh sampah plastik tehadap kerusakan lingkungan
kawasan pesisir pantai di Kota Parepare.
2. Manfaat Bagi Pembaca
Dengan penelitian ini, dapat menambah wawasan pembaca tentang
pengaruh sampah plastik tehadap kerusakan lingkungan kawasan pesisir
pantai di Kota Parepare, sehingga kedepannya dapat lebih menjaga dan
melestarikan kawasan pesisir Kota Parepare.
BAB II LANDASAN TEORI

A. Sampah
1. Pengertian Sampah

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008


tentang Pengelolaan Sampah, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari
manusia dan atau proses alam yang berbentuk padat (Depkes RI, 2008).
Sampah merupakan bahan padat buangan dari kegiatan rumah tangga,
pasar, perkantoran, rumah penginapan, hotel, rumah makan, industri,
puingan bahan bangunan dan besibesi tua bekas kendaraan bermotor.
Sampah merupakan hasil sampingan dari aktivitas manusia yang sudah
terpakai (Sucipto, 2012). Setiap aktivitas manusia pasti menghasilkan
buangan atau sampah. Jumlah atau volume sampah sebanding dengan
tingkat konsumsi terhadap barang atau material yang digunakan seharihari
(Sejati, 2009).

2. Sumber Sampah

Sampah dapat bersumber dari berbagai aktivitas seperti rumah tangga,


sampah pertanian, sampah sisa bangunan, sampah dari perdagangan dan
perkantoran, serta sampah dari industri. Sampah yang paling banyak
dihasilkan berasal dari sampah rumah tangga (Suwerda, 2012).

3. Jenis Sampah

Menurut Sejati (2009) sampah dibedakan menjadi tiga golongan,


yaitu:

a. Sampah organik atau basah Sampah basah adalah sampah yang


berasal dari makhluk hidup, seperti daun-daunan, sampah dapur,
sampah restoran, sisa sayuran, sisa buah. Sampah jenis ini dapat
terdegradasi (membususk atau hancur) secara alam
b. Sampah anorganik atau Sampah kering adalah sampah yang tidak
dapat terdegradasi secara alami. Contohnya : logam, besi, kaleng,
plastik, karet, botol, kaca.
c. Sampah berbahaya, Sampah jenis ini berbahaya bagi manusia.
Contohnya : baterai, jarum suntik bekas, limbah racun kimia, limbah
nuklir. Sampah jenis ini memerlukan penanganan khusus.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008


tentang Pengelolaan Sampah, jenis sampah yang dikelola terdiri atas :

a. Sampah rumah tangga adalah Sampah yang berasal dari kegiatan


sehari-hari dalam rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah
spesifik.
b. Sampah sejenis adalah sampah rumah tangga Sampah yang berasal
dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas
sosial, fasilitas umum, dan atau fasilitas lainnya.
c. Sampah spesifik adalah Sampah yang mengandung B3, limbah B3,
sampah yang timbul akibat bencana, puing bongkaran bangunan,
sampah yang secara teknologi belum dapat diolah dan atau sampah
yang timbul secara tidak periodik
4. Pengelolaan Sampah

Pengelolaan sampah adalah semua kegiatan yang dilakukan untuk


menangani sampah sejak ditimbulkan sampai dengan pembuangan akhir
(Sejati, 2009). Spesifikasi timbulan sampah menurut SK SNI S-04-1993-
03 untuk kota sedang sebesar 2,75- 3,25 liter/orang/hari atau 0,7-0,8
kg/orang/hari dan 1 kg/orang/hari untuk kota besar. Sedangkan menurut
SNI 19-3983-1995 besar timbulan sampah kota kecil sebesar 2,5-2,75
liter/orang/hari atau 0,625-0,70 kg/orang/hari.

Kegiatan penanganan sampah seperti yang dimaksud dalam Pasal 22


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah, meliputi :
a. pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah
sesuai dengan jenis, jumlah, dan atau sifat sampah;
b. pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah
dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat
pengolahan sampah terpadu;
c. pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan atau
dari tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat
pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir;
d. pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan
jumlah sampah;
e. pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan
atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara
aman.

B. Sampah Plastik
1. Pengertian Sampah Plastik

Menurut Kumar (2011), plastik adalah salah satu makromolekul yang


dibentuk dengan proses polimerisasi. Polimerisasi adalah proses
penggabungan beberapa molekul sederhana (monomer) melalui proses
kimia menjadi molekul besar (makromolekul atau polimer). Plastik
merupakan senyawa polimer yang unsur penyusun utamanya adalah
Karbon dan Hidrogen. Untuk membuat plastik, salah satu bahan baku yang
sering digunakan adalah naphta, yaitu bahan yang dihasilkan dari
penyulingan minyak bumi atau gas alam.

Plastik merupakan salah satu bahan yang banyak digunakan untuk


pembuatan peralatan rumah tangga, otomotif dan sebagainya (Sucipto,
2012). Semakin lama penggunaaanya semakin meningkat dan tentunya
setelah tidak dapat digunakan lagi akan menjadi sampah plastik.
2. Jenis Plastik

Plastik dapat dikelompokan menjadi dua macam yaitu thermoplastic


dan termosetting. Thermoplastic adalah bahan plastik yang jika dipanaskan
sampai temperatur tertentu akan mencair dan dapat dibentuk kembali
menjadi bentuk yang diinginkan. Sedangkan termosetting adalah plastik
yang jika telah dibuat dalam bentuk padat, tidak dapat dicarikan kembali
dengan cara dipanaskan (Kumar dkk, 2011).

Berdasarkan sifat kedua kelompok plastik tersebut, thermoplastic


adalah jenis plastik yang memungkinkan untuk didaur ulang. Jenis plastik
yang dapat didaur ulang diberi kode berupa nomor untuk memudahkannya
dalam mengidentifikasi dan penggunaannya.

a. Polyethylene Terephthalate (PET/PETE)

Mayoritas bahan plastik PET di dunia untuk serat sintetis (sekitar


60 %), dalam pertekstilan PET biasa disebut dengan polyester (bahan
dasar botol kemasan 30 %). Botol jenis PET/PETE ini
direkomendasikan hanya sekali pakai. Terlalu sering dipakai, apalagi
digunakan untuk menyimpan air hangat apalagi panas, akan
mengakibatkan lapisan polimer pada botol tersebut akan meleleh dan
mengeluarkan zat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker).
Biasanya, pada bagian bawah kemasan botol plastik, tertera logo daur
ulang PET.

b. High Density Polyethylene (HDPE)

High Density Polyethylene (HDPE) merupakan salah satu bahan


plastik yang aman digunakan karena kemampuan untuk mencegah
reaksi kimia antara kemasan plastik berbahan HDPE dengan makanan
atau minuman yang dikemasnya. HDPE memiliki sifat bahan yang
lebih kuat, keras, buram dan lebih tahan terhadap suhu tinggi jika
dibandingkan dengan plastik dengan kode PET. Biasanya dipakai
untuk botol susu yang berwarna putih susu, tupperware, galon air
minum, kursi lipat.

c. Polyvinyl Chloride (PVC)

Bahan ini lebih tahan terhadap bahan senyawa kimia, minyak, dll.
Polyvinyl Chloride (PVC) mengandung diethylhydroxylamine
(DEHA) yang dapat bereaksi dengan makanan yang dikemas dengan
plastik berbahan PVC ini saat bersentuhan langsung dengan makanan
tersebut, titik lelehnya 70–140ºC. Plastik ini bisa ditemukan pada
plastik pembungkus (cling wrap), dan botol-botol, pipa, konstruksi
bangunan.

d. Low Density Polyethylene (LDPE)

Sifat mekanis jenis plastik LDPE adalah kuat, agak tembus cahaya,
fleksibel dan permukaan agak berlemak. Pada suhu di bawah 60oC
sangat resisten terhadap senyawa kimia, daya proteksi terhadap uap air
tergolong baik, akan tetapi kurang baik bagi gas-gas yang lain seperti
oksigen. Plastik ini dapat didaur ulang, baik untuk barang-barang yang
memerlukan fleksibilitas tetapi kuat, dan memiliki resistensi yang baik
terhadap reaksi kimia. Biasanya plastik jenis ini digunakan untuk
tempat makanan, plastik kemasan, botol yang lunak.

e. Polypropylene (PP)

Karakteristik PP adalah botol transparan yang jernih atau berwarna.


Polypropylene (PP) lebih kuat dan ringan dengan daya tembus uap
yang rendah, ketahanan yang baik terhadap lemak. Titik lelehnya
165ºC. Biasanya dipakai untuk tempat menyimpan makanan, botol
minum dan terpenting botol minum untuk bayi, kantong plastik, film,
automotif, mainan mobil-mobilan, ember.

f. Polystyrene (PS)
Polystyrene merupakan polimer aromatik yang dapat mengeluarkan
bahan styrene ke dalam makanan ketika makanan tersebut
bersentuhan. Bahan ini harus dihindari, karena selain berbahaya untuk
kesehatan otak, mengganggu hormon estrogen pada wanita yang
berakibat pada masalah reproduksi, pertumbuhan dan sistem syaraf,
juga bahan ini sulit didaur ulang. Bila didaur ulang, bahan ini
memerlukan proses yang sangat panjang dan lama. Bahan ini biasa
dipakai pada sebagian bahan tempat makan styrofoam, tempat CD,
karton tempat telor, dan lain-lain.

g. Other

Bahan dengan tulisan Other berarti dapat berbahan SANstyrene


acrylonitrile, ABS–acrylonitrile butadiene styrene, PC–polycarbonate,
nylon. PC–polycarbonate, dapat mengeluarkan bahan utamanya yaitu
Bisphenol-A ke dalam makanan dan minuman yang berpotensi
merusak sistem hormon, kromosom pada ovarium, penurunan
produksi sperma, dan mengubah fungsi imunitas. Dianjurkan untuk
tidak dipergunakan untuk tempat makanan ataupun minuman karena
Bisphenol-A dapat berpindah ke dalam minuman atau makanan jika
suhunya dinaikkan karena pemanasan.

3. Dampak Bahaya Penggunaan Plastik dan Sampah Plastik

Dampak plastik terhadap lingkungan. antara lain adalah tercemamya


tanah, air tanah, dan makhluk bawah tanah; racun+acun dari partikel
plastik yang masuk kedalam tanah akan membunuh hewan-hewanpengurai
di dalam tanah seperti cacing; PCB yang tidak dapat terurai rneskipun
termakan oleh binatang maupun tanaman akan menjadi racun berantai
sesuai urutan nantai makanan; kantong plastik akan mengganggu jalur air
yang meresap ke dalam tanah; menurunkan kesuburan tanah karena plastik
juga menghalangi sirkulasi udara didalam tanah dan ruang gerak makhluk
bawah tanah yang mampu meyuburkan tanah; kantong plastik yang sukar
diurai, mempunyai umur panjang, dan ringan akan mudah diterbangkan
angin hingga ke laut sekalipun; hewan-hewan dapat terjerat dalam
tumpukan plastik; hewan-hewan laut seperti lumba-lumba, penyu laut, dan
anjing laut menganggap kantong-kantong plastik tensebut makanan dan
akhimya mati karena tidak dapat mencernanya; ketika hewan mati,
kantong plastik yang berada didalam tubuhnya tetap tidak akan hancur
menjadi bangkai dan dapat meracuni hewan lainnya; pembuangan sampah
plastik sembarangan di sungai-sungai akan mengakibatkan pndangkalan
sungai dan penyumbatan aliran sungai sehingga menyebabkan banjir.
((Wibowo, D.N)

C. Kawasan Pesisir Pantai


Pesisir merupakan salah satu wilayah terluas yang dimiliki oleh
Indonesia, sehingga masyarakat Indonesia memanfaatkan sebagai kegiatan
ekonomi untuk memenuhi suatu kebutuhan hidup. Menurut Dahuri (2002)
dalam Rachmawaty (2011) menyatakan bahwa wilayah pesisir merupakan
tempat aktivitas ekonomi yang mencakup perikanan laut dan pesisir,
transportasi dan pelabuhan, pertambangan, kawasan industri, agribisnis dan
agroindustri, rekreasi dan pariwisata serta kawasan pemukiman dan tempat
pembuangan limbah.

Selain memiliki tingkat ekonomis, wilayah pesisir memiliki nilai


ekologis yang cukup tinggi. Berdasarkan pernyataan Astuti (2009)
menyatakan wilayah pesisir merupakan pusat interaksi antara darat dengan
laut. Wilayah ini berperan sebagai penyangga, pelindung dan penyaring di
antara daratan dan lautan, serta merupakan pemusatan terbesar penduduk.
Wilayah pesisir merupakan ekosistem alamiah yang produktif, unik, dan
mempunyai nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi. Selain menghasilkan
bahan dasar untuk pemenuhan kebutuhan pangan, keperluan rumah tangga
dan industri yang dalam konteks ekonomi bernilai tinggi, wilayah pesisir juga
memiliki fungsi-fungsi ekologis penting, antara lain sebagai penyedia nutrien,
sebagai tempat pemijahan, tempat budidaya, serta tempat mencari makanan
bagi beragam biota laut. Menurut Bengen (2002) dalam Astuti (2009)
menyatakan bahwa ekosistem pesisir dan laut berperan pula sebagai
pelindung pantai atau penahan abrasi bagi wilayah daratan yang berada di
belakang ekosistem ini.

Pesisir adalah lingkungan yang terletak di sepanjang garis pantai.


Wilayah pesisir pantai merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut
yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut, seperti pasang surut dan proses alami
yang terjadi di darat seperti aliran air tawar maupun yang disebabkan oleh
kegiatan manusia di darat. Ekosistem pantai letaknya berbatasan dengan
ekosistem darat, laut dan daerah pasang surut. Ekosistem pantai dipengaruhi
oleh siklus harian passang surut laut. Organisme yang hidup di pantai
memiliki adaptasi struktural sehingga dapat melekat erat di substrat keras
(Leksono, 2007). Sebagai wilayah peralihan, ekosistem pesisir memiliki
struktur komunitas dan tipologi yang berbeda dengan ekosistem lainya.
Ekosistem pesisir dan laut beserta sumberdaya yang dikandungnya sangat
dibutuhkan oleh masyarakat pesisir di dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Beragam ekosistem yang terdapat di wilayah pesisir secara fungsional saling
terkait dan berinteraksi satu sama lain sehingga membentuk suatu sistem
ekologi yang unik (Tuwo, 2011).

D. Faktor-faktor yang memengaruhi Kerusakan kawasan Pesisir


Dengan meningkatnya pemanfaatan wilayah pesisir yang, hal ini
menyebabkan daya dukung wilayah pesisir akan berkurang jika
penggunaaannya tidak dilakukan secara terpadu dan terkendali. Untuk
menjaga agar daya dukung wilayah pesisir tidak mengalami penurunan yang
besar maka perlu diperhatikan pula factor-faktor yang brdampak terhadap
lingkungan pesisir.

Beberapa hal yang dapat mempengaruh lingkungan pesisir dapat


dikemukakan seperti:

a. Pertambahan jumlah penduduk dunia,


b. Kegiatan-kegiatan manusia,
c. Pencemaran,
d. Sedimentasi,
e. Ketersediaan air bersih,
f. Overeksploitasi sumberdaya alam

Selain hal-hal di atas, dengan semakin besar dan banyaknya aktivitas


perekonomian yang dilakukan di wilayah pesisir dan lautan, seringkali pula
menimbulkan pengaruh dalam pengelolaan sumber daya dan lingkungan
wilayah pesisir misalnya (Dahuri 2001):

a. Perkapalan dan transportasi: tumpahan minyak, air ballast limbah


padat dan kecelakaan.
b. Pengilangan minyak dan gas : tumpahan minyak, pembongkaran
bahan pencemar, konversi kawasan pesisir.
c. Perikanan: overfishing, destruksi habitat, pencemaran pesisir,
pemasaran dan distribusi, modal dan tenaga/ keahlian
d. Budidaya perairan : ekstensifikasi dan konversi mangrove.
e. Kehutanan: penebangan dan konversi hutan.
f. Pertambangan: penambangan pasir dan terumbu karang
g. Industri: reklamasi dan pengerukan tanah.
h. Pariwisata: pembangaunan infrastruktur dan pencemaran

E. Pencemaran Kawasan Pesisir


a. Pencemaran

Pencemaran lingkungan adalah salah satu penyebab dari kerusakan


dan merubah tatanan lingkungan, sumber bahan pencemaran semakin hari
semakin meningkat. Menurut Mukono (2005) menyatakan bahwa bahan
pencemar (polutan) adalah suatu bahan yang ada di lingkungan dan
merupakan hasil aktivitas manusia, yang mempunyai efek merugikan
bagi organisme hidup. Ahli ekotoksikologi sangat tertarik pada nasib dan
efek dari bahan kimia pencemar (polutan). Suatu pencemar adalah
representasi dari rekayasa manusia yang mempengaruhi ekosistem alami,
termasuk hilang dan rusaknya habitat organisme. Yang mempengaruhi
ekosistem tersebut di antaranya adalah kebisingan, ekploitasi berlebih,
perubahan iklim, dan penyebaran penyakit.

Pencemaran atau polusi adalah suatu kondisi yang telah berubah dari
bentuk asal pada keadaan yang lebih buruk. Pergeseran bentuk tatanan
dari kondisi asal pada kondisi yang buruk ini dapat terjadi sebagai akibat
masukan dari bahan-bahan pencemar atau polutan. Bahan polutan
tersebut pada umumnya mempunyai sifat racun (toksis) yang berbahaya
bagi organisme hidup. Toksisitas atau daya racun dari polutan itulah yang
kemudian menjadi pemicu terjadinya pencemaran (Palar, 1994).

Pengaruh buruk pencemar secara umum menurut Connell (1995) dapat


dikaitkan dengan tiga faktor lingkungan, yaitu:

a. Produksi pabrik yang berlebih

b. Deoksigenasi

c. Pengaruh fisiologis yang toksis atau yang hampir sama buruknya


terhadap makhluk hidup.

Kerusakan alam itupun disebabkan oleh bertambahnya jumlah


penduduk yang memerlukan suplai bahan dan jasa yang semakin
meningkat. Hal ini di dukung oleh inovasi di bidang kedokteraan dan
kesehatan, sehingga peningkatan jumlah penduduk semakin tinggi.
Dengan demikian akan meningkat jumlah maupun keanekaragaman
buangan, baik buangan industri maupun buangan domestik (Soemirat,
2005).
b. Pencemaran Perairan

Air merupakan sumber utama dari kebutuhan manusia, tetapi air dapat
juga menjadi sumber penyakit yang dapat membahayakan kesehatan, hal
ini disebabkan air telah tercemar oleh polusi. Fardiaz (1992) menyatakan
bahwa polusi air adalah penyimpangan sifat-sifat air dari keadaan normal,
bukan dari kemurniannya. Air yang tersebar di alam tidak pernah terdapat
dalam bentuk murni, tetapi bukan berarti semua air tercemar atau
terpolusi.
Wardhana (1995) menyatakan bahwa diperlukan pengujian untuk
menentukan sifat-sifat air sehingga dapat diketahui apakah terjadi
penyimpangan dari batas-batas polusi air. Indikator atau tanda bahwa air
lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang
dapat diamati melalui:
a. Adanya perubahan suhu air
b. Adanya perubahan pH atau konsentrasi ion hydrogen
c. Adanya perubahan bau, rasa dan warna air
d. Timbulnya endapan, koloidal, bahan terlarut
e. Adanya mikroorganisme
f. Meningkatnya radio aktif lingkungan.
Perairan sering tercemar oleh berbagai komponen anorganik di
antaranya berbagai jenis logam berat berbahaya yang banyak dihasilkan
dari proses industri. Logam-logam tersebut dapat terakumulasi di dalam
tubuh suatu organisme dan tetap tinggal dalam tubuh dalam jangka waktu
yang lama sebagai racun. Logam berat merupakan salah satu bahan
pencemar yang berbahaya karena bersifat toksik jika terdapat dalam
jumlah tertentu atau melebihi ambang batasnya dan dapat mempengaruhi
berbagai aspek dalam perairan baik aspek ekologis maupun aspek
biologi. Salah satu yang dapat mencemari perairan adalah logam berat
kromium (Cr). Bahan kromium banyak digunakan oleh manusia untuk
berbagai keperluan misalnya dalam bidang litigrafi, tekstil, fotografi, zat
warna, dan lain sebagainya (Palar, 2008).
Menurut Wardhana (1995) fungsi laut bagi bangsa Indonesia antara
lain:
a. Sebagai media komunikasi dan transportasi
b. Sebagai sumber mineral dan hasil-hasil tambangnya
c. Sebagai sumberdaya hayati laut yang dapat menghasilkan sumber
protein konsumtif di samping protein yang berasal dari ternak potong
dan protein nabati
d. Sebagai media pertahanan dan keamanan nasional
e. Sebagai media olahraga dan sarana pariwisata yang mampu
menghasilkan devisa negara.
f. Sebagai sumber ilmu pengetahuan.

Lautan juga menerima bahan-bahan yang terbawa oleh air dari daerah
pertanian dan limbah rumah tangga, atmosfer, sampah dan bahan buangan
dari kapal, tumpahan minyak dari kapal tanker dan penegeboran minyak
lepas pantai, dan masih banyak lagi bahan yang terbuang di lautan. Lautan
dapat melarutkan dan menyebarkan bahan-bahan tersebut sehingga
konsentrasinya menjadi menurun, terutama di daerah lautan dalam.
Kehidupan laut juga terbukti lebih sedikit terpengaruh daripada laut
dangkal. Daerah pantai, terutama daerah muara sungai sering mengalami
pencemaran berat, yang disebabkan karena proses pencemaran yang sangat
lambat (Darmono, 2001).

Pencemaran laut dapat didefinisikan sebagai dampak negatif


(pengaruh yang membahayakan) terhadap kehidupan biota, sumber daya,
dan kenyamanan ekosistem laut serta kesehatan manusia yang nilai guna
lainnya dari ekosistem laut yang disebabkan secara langsung maupun
tidak langsung oleh pembuangan bahan-bahan atau limbah (termasuk
energi) ke dalam laut yang berasal dari kegiatan manusia (Dahuri, 2004).
BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Penelitian in menggunakan desain penelitian observasional analitik
dengan rancangan cross sectional. Desain penelitian analitik merupakan suatu
penelitian untuk mengetahui bagaimana dan mengapa suatu fenomena terjadi
melalui sebuah analisis statistik seperti korelasi antara sebab dan akibat atau
faktor risiko dengan efek serta kemudian dapat dilanjutkan untuk mengetahui
seberapa besar kontribusi dari sebab atau faktor risiko tersebut terhadap
akibat atau efek.

Desain penelitian cross sectional merupakan suatu penelitian yang


mempelajari korelasi antara paparan atau faktor risiko (independen) dengan
akibat atau efek (dependen), dengan pengumpulan data dilakukan bersamaan
secara serentak dalam satu waktu antara faktor risiko dengan efeknya (point
time approach), artinya semua variabel baik variabel independen maupun
variabel dependen diobservasi pada waktu yang sama.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian


Lokasi penelitian in berada di lingkungan kawasan pesisir pantai lumpue
Kecematan Ujung Kota Parepare dimana penelitian dilaksanakan pada bulan
Juni-Juli 2021.

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi diartikan sebagai seluruh unsur atau elemen yang menjadi
objek penelitian. Elemen populasi ini biasanya merupakan satuan analisis
dalam penelitian. Populasi merupakan himpunan semua hal yang ingin
diketahui, sebagai contoh seluruh pegawai perusahaan, himpunan pekerja,
dan seluruh anggota organisasi. Populasi dalam penelitian dapat pula
diartikan sebagai keseluruhan unit analisis yang karakteristiknya akan
diteliti. Unit analisis adalah unit/satuan yang akan diteliti atau dianalisis.
Populasi dalam penelitian ini adalah
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi yang secara nyata diteliti dan ditarik kesimpulan. Pada
penelitian ini dilakukan pengambilan sampel secara non-problability
sampling dengan teknik total sampling. Teknik non probability sampling
adalah cara pengambilan sampel dengan semua objek atau elemen dalam
populasi tidak memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai
sampel. Hasil penelitian tidak dijadikan untuk melakukan generalisasi.
Menurut Sugiyono (2014:124) mengatakan bahwa total sampling adalah
teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai
sampel.
Dalam penilitian ini sampel yang digunakan yaitu

D. Variabel dan Definisi Operasional


1. Variabel Penelitian
a. Variabel terikat (dependen)
Variabel terikat adalah variable yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat dari adanya variable bebas. Variabel terikat dalam
penelitian ini adalah kerusakan lingkungan kawasan pesisir pantai.

b. Variabel bebas (independen)


Variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya
atau berubahnya variable terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini
adalah dampak sampah plastik.

c. Variabel Perancu/penganggu
1) Variabel penganggu terkendali : kegiatan manusia,
pencemaran, overeksploitasi sumber daya alam
2) Variabel penganggu tidak terkendali : pertumbuhan penduduk,
sedimentasi
2. Definisi Operasional

E. Hipotesis Penelitian
F. Desain Penelitian

G. Instrumen Penelitian

H. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

I. Teknik Analisis Data


DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai