DOSEN PEMBIMBING :
DISUSUN OLEH :
FISIOTERAPI 4B
2020
KATA PENGANTAR
Penyusun tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pembina serta semua
pihak yang terlibat dalam penyusunan tugas akhir ini. Dan penyusun berharap semoga semua
yang telah berjasa dalam penyusunan tugas akhir ini mendapat balasan yang sebaik-baik nya dari
Allah SWT.
Akhirnya penyusun menyadari bahwa tugas akhir ini jauh dari sempurna, untuk itu
penyusun mengharapkan kritik dan saran sehhingga tugas akhir ini bisa mencapai kesempurnaan.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN.........................................................................................1
2.2 Patofisiologi..........................................................................................................5
2.3 Etiologi.................................................................................................................7
BAB 3 PENUTUP...................................................................................................10
3.1 Kesimpulan.........................................................................................................11
3.2 Saran...................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN
Deep Vein Thrombosis Adalah gumpalan darah yang terbentuk pada vena dalam tubuh.
Sering terjadi pada post operasi rutin, tirah baring lama, post partum. Trombosis : Bloking pada
vena oleh endapan darah (peristiwa terbentuknya trombus).
Penyakit Tromboemboli Vena (VTE) adalah istilah yang mencakup Deep Vein Thrombosis
(DVT) dan Pumonary Embolism (PE), atau kombinasi keduanya. Deep Vein Thrombosis (DVT)
adalah kondisi pembuluh darah yang umum yang timbul dari pembentukan darah gumpalan
dalam pembuluh darah dalam sistem peredaran darah. Pumonary Embolism (PE) terjadi ketika
segmentrombosis yang melepaskan atau memisahkan dari dinding vena, perjalanan melalui
aliran darah, dan pondok-pondok di arteri paru-paru.
PEMBAHASAN
2. 1 Defenisi
Deep vein thrombosis (DVT) adalah bekuan darah di vena dalam yang sebagian besar
tersusun atas fibrin, sel darah merah, serta sebagian kecil komponen leukosit dan trombosit.
Pembuluh darah vena yang terkena biasanya terletak jauh di dalam otot kaki tetapi juga bisa
dalam area lainnya, gumpalan (trombus) menyebabkan aliran darah melambat. Daerah tersebut
akan mengalami penyumbatan yang mengakibatkan terjadi pembengkakkan, kemerahan, dan
menyakitkan.
Penyakit Tromboemboli Vena (VTE) adalah istilah yang mencakup Deep Vein
Thrombosis (DVT) dan Pumonary Embolism (PE), atau kombinasi keduanya. Deep Vein
Thrombosis (DVT) adalah kondisi pembuluh darah yang umum yang timbul dari pembentukan
darah gumpalan dalam pembuluh darah dalam sistem peredaran darah. Pumonary Embolism
(PE) terjadi ketika segmentrombosis yang melepaskan atau memisahkan dari dinding vena,
perjalanan melalui aliran darah, dan pondok-pondok di arteri paru-paru.
Ada dua tipe dari vena-vena di kaki, yaitu vena-vena superficial (dekat permukaan) dan
vena-vena deep (yang dalam). Vena-vena superficial terletak tepat dibawah kulit dan dapat
terlihat dengan mudah pada permukaan. Vena-vena deep, berlokasi dalam didalam otot-otot dari
kaki. Darah mengalir dari vena-vena superficial ke dalam sistem vena dalam melalui vena-vena
perforator yang kecil. Vena-vena superficial dan perforator mempunyai klep-klep (katup-katup)
satu arah yang mengalirkan darah balik ke jantung ketika vena-vena ditekan atau ketika tubuh
beraktivitas.
2.2 Patofisiologi
Statis atau lambatnya aliran darah merupakan predisposisi untuk terjadinya thrombosis
dan tampaknya menjadi factor pendukung pada keadaan imobilisasi atau saat anggota gerak tidak
dapat dipakai untuk jangka waktu lama. Imobilisasi (seperti yang timbul selama masa perioperasi
atau pada paralisis) menghilangkan pengaruh pompa vena perifer, meningkatkan stagnasi dan
pengumpulan darah di ekstremitas bawah. statis darah dibelakang daun katup dapat
menyebabkan penumpukan trombosit dan fibrin, yang mencetuskan perkembangan thrombosis
vena. Walaupun cedera endotel diketahui dapat mengawali pembentukan thrombus, lesi yang
nyata tidak selalu dapat ditunjukkan. Tetapi, perubahan endotel yang tidak jelas, yang
disebabkan oleh perubahan kimiawi, iskemia, atau peradangan dapat terjadi. Penyebab kerusakan
endotel yang jelas adalah trauma langsung pada pembuluh darah (seperti fraktur dan cedera
jaringan lunak) dan infuse intravena atau zat-zat yang mengiritasi (seperti kalium klorida,
kemoterapi, atau antibiotic dosis tinggi.
Trombosis vena akan meningkatkan resistensi aliran vena dari ekstremitas bawah.
Dengan meningkatnya resistensi, pengosongan vena akan terganggu, menyebabkan peningkatan
volume dan tekanan darah vena. Thrombosis dapat melibatkan kantong katup dan merusak
fungsi katup. Katup yang tidak berfungsi atau inkomptemen mempermudah terjadinya statis dan
penimbunan darah di ekstremitas.
Thrombus akan menjadi semakin terorganisir dan melekat pada dinding pembuluh darah
apabila thrombus semakin matang. Sebagian akibatnya, risiko embolisasi menjadi lebih besar
pada fase-fase awal thrombosis, namun demikian juga bekuan tetap dan dapat terlepas menjadi
emboli yang menuju sirkulasi paru. Perluasan progesif juga meningkatkan derajat obstruksi vena
dan melibatkan daerah-daerah tambahan dari system vena. Pada akhirnya, patensi lumen
mungkin dapat distabilkan dalam derajat tertentu (rekanalisasi) dengan retraksi bekuan dan lisis
melalui system fibrinolitik endogen. Sebagian besar pasien memiliki lumen yang terbuka tapi
dengan daun katup terbuka dan jaringan parut, yang menyebabkan aliran vena dua arah.
Kerusakan lapisan intima pembuluh darah menciptakan tempat pembentukan pembekuan darah.
Trauma langsung pada pembuluh darah, seperti pada fraktur atau dislokasi, penyakit vena dan
iritasi bahan kimia terhadap vena, semua dapat merusak vena. Kenaikan Koagubilitas terjadi
paling sering pada pasien dengan penghentian obat anti koagulan secara mendadak. Kontrasepsi
oral dan sejumlah besar diskrasia dapat menyebabkan hiperkoagulabilitas.
Trombofelitis adalah peradangan dinding vena dan biasanya disertai pembekuan darah.
Ketika pertama kali terjadi bekuan pada vena akibat statis atau hiperkoagulabilitas tanpa disertai
peradangan, maka proses ini dinamakan Flebotrombosit. Trombosis vena dapat terjadi pada
semua vena namun sering terjadi pada vena ekstremitas. Gangguan ini dapat menyerang dengan
baik vena supervisial mapun vena dalam tungkai. Pada vena supervisial, vena safena adalah yang
paling sering terkena. Pada vena dalam tungkai yang sering terkena adalah vena iliofemoralis.
Trombos vena tersusun atas agregat trombosit yang menempel pada dinding vena, di sepanjang
bangunan tambahan ekor yang mengandug fibrin, sel darah putih dan sel darah merah. Bekuan
darah dapat membesar atau memanjang sesuai arah aliran darah akibat terbentuknya lapisan
bekuan darah. Trombosis vena yang terus tumbuh ini sangat berbahaya karena sebagian bekuan
dapat terlepas dan mengakibatkan oklusi emboli pada pembuluh darah paru. Fragmentasi dapat
terjadi spontan karena bekuan secara alamiah bisa larut atau dapat terjadi sehubungan dengan
peningkatan tekanan vena seperti saat berdiri tiba-tiba atau melakukan aktivitas otot setelah lama
istirahat. Pada trombosis vena dalam yang kecil biasanya tidak memberikan gejala
(asimptomatik), lebih dari 50% penderita trombosis vena dalam tidak memberikan keluhan dan
tanda karena trombus tidak menyumbat lumen sehingga tidak menyebabkan bendungan. Jika
terjadi obstruksi akan tampak gejala dan tanda sebagai berikut :
Udem kaki
2.3 Etiologi
Segala kondisi yang mengakibatkan rusaknya tunika intima (endothelium) dan lambatnya
aliran darah
Adapun kondisinya yaitu:
Kerusakan sel endotel
a. Lupus eritematous
b. Penyakit Burger’s
c. Giant cell arteritis
d. Penyakit Takayasu
Hiperkoagulasi
a. Resistensi aktif protein C
b. Sindrom antifosfolipid
c. Defisiensi Antitrombin III
d. Defisiensi Protein C dan S
e. Disfibrogenemia
Stasis
a. Gagal jantung kongestif
b. Hiperviskositas
c. Tirah baring yang terlalu lama
d. Gangguan neurologik dengan hilangnya mekanisme pompa otot.
Faktor kerusakan dinding pembuluh darah adalah relatif berkurang berperan terhadap
timbulnya trombosis vena dibandingkan trombosis arteri. Sehingga setiap keadaan yang
menimbulkan statis aliran darah dan meningkatkan aktifitas pembekuan darah dapat
menimbulkan trombosis vena. Faktor resiko timbulnya trombosis vena adalah sebagai berikut :
a. Defisiensi Anto trombin III, protein C, protein S dan alfa 1 anti tripsin.
Pada kelainan tersebut di atas, faktor-faktor pembekuan yang aktif tidak di netralisir sehinga
kecendrungan terjadinya trombosis meningkat.
b. Tindakan operatif
Faktor resiko yang potensial terhadap timbulnya trombosis vena adalah operasi dalam bidang
ortopedi dan trauma pada bagian panggul dan tungkai bawah. Pada operasi di daerah panggul,
54% penderita mengalami trombosis vena, sedangkan pada operasi di daerah abdomen terjadinya
trombosis vena sekitar 10%-14%. Beberapa faktor yang mempermudah timbulnya trombosis
vena pada tindakan operatif, adalah sebagai berikut :
Terlepasnya plasminogen jaringan ke dalam sirkulasi darah karena trauma pada waktu di
operasi.
Statis aliran darah karena immobilisasi selama periode preperatif, operatif dan post
operatif.
Posisi pasien tidur terlentang, tungkai dielevasikan, Fisioterapis pada posisi diagonal,
sambil melakukan :
Bed rest merupakan hal terakhir yang dilakukan setelah dilakukan kompresi kaki dan
ambulasi pada pasien yang sudah menderita DVT. Perkembangan thrombus jarang terjadi
dan kurang berat pada kelompok ambulasi.
Pada pasien post-operasi, dapat dilakukan latihan range of motion, latihan berjalan, dan
latihan isometrik, yang dapat dimulai pada hari pertama setelah operasi.
a) Terapi manual
Terapi yang efektif pada pasien trauma (dengan antikoagulan) untuk mencegah DVT yakni
gerakan pasif yang berkelanjutan. Misalnya menggerakan sendi kaki secara pasief sebanyak 30
kali dalam satu menit.
b) Protesa-Ortesa
Penggunaan stoking kompresi elastic (ECS) setelah menderita DVT untuk mengurangi gejala
dan tanda selama latihan tidak memberikan hasil yang konklusif
c) Exercise
•Posisi pasien tidur terlentang, tungkai dielevasikan, Fisioterapis pada posisi diagonal, sambil
melakukan
•Dilakukan dengan bedak, dimulai dari daerah proksimal ke distal (gerakan ke arah proksimal),
juga diberikan squezing kneading dan efflurage.
•Berikan perhatian pada Tendo Achilles dan lekukan malleolus lateralis dan medialis
2. Bandaging
3.Remedial exercise
Saat bandage / lepas bandage dimulai dengan gerakan pasif, yaitu : dilakukan pasif
stretching karena biasanya ada kontraktur akibat tirah baring lama pada akhir gerakan diberikan
traksi stretching force lepas perlahan-lahan (dilakukan pada ankle).
6. Bila terjadi ulcer daerah tepi ulcer diberikan friction dan juga movement dari luka.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penyakit Tromboemboli Vena (VTE) adalah istilah yang mencakup Deep Vein
Thrombosis (DVT) dan Pumonary Embolism (PE), atau kombinasi keduanya. Deep Vein
Thrombosis (DVT) adalah kondisi pembuluh darah yang umum yang timbul dari pembentukan
darah gumpalan dalam pembuluh darah dalam sistem peredaran darah. Pumonary Embolism
(PE) terjadi ketika segmentrombosis yang melepaskan atau memisahkan dari dinding vena,
perjalanan melalui aliran darah, dan pondok-pondok di arteri paru-paru.
3.2 Saran
Dan kami mengharapkan kritik dan sarannya untuk kekurangan dari makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Autar Ricky, 2003; The management of deep vein thrombosis: the Autar DVT risk assessment
scale re-visited; Journal of Orthopaedic Nursing