Anda di halaman 1dari 14

DOSIS TENS UNTUK MENGURANGI NYERI DAN DOSIS KOMPRES ES UNTUK MENGURANGI BENGKAK

Disusun oleh : KELOMPOK 9

Fitri Rahayu / P27226010047 Kadek Irma Meriana / P27226010 051 Mei Kusumaningtyas / P27226010 057 Yoxy Gilar Pradana / P27226010079 Yuniasih / P27226010080

PRODI DIV FISIOTERAPI JURUSAN FISIOTERAPI POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA 2012

DOSIS TENS UNTUK MENURUNKAN NYERI

Pengertian TENS TENS merupakan suatu cara penggunaan energy listrik untuk merangsang sistem saraf melalui permukaan kulit. Dalam hubungannya dengan modulasi nyeri, mekanisme TENS adalah sebagai berikut : ( Johson M, 2002 ) 1. Mekanisme perferal Stimulasi listrik yang diapilkasikan pada serabut saraf akan menghasilkan impuls saraf yang berjalan dengan dua arah di sepanjang akson saraf yang bersangkutan, peristiwa ini dikenal dengan sebagai aktivasi antidromik. Impuls saraf yang dihasilkan oleh TENS yang berjalan menjauh dari arah system saraf pusat akan menabrak dan menghilangkan atau menurunkan impuls aferen yang dating dari jaringan rusak. Pada keadaan jaringan rusak, aktivasi bisa terjadi pada serabut saraf berdiameter besar dan TENS tipe konvensional juga akan mengaktivasi serabut saraf yang berdiameter besar dan menghasilkan impuls antidromik yang berdampak analgesi.

2. Mekanisme segmental TENS konvensional menghasilkan efek analgesi terutama melalui mekanisme segmental yaitu dengan jalan mengaktivasi serabut A beta yang selanjutnya akan menginhibisi neuron nosiseptif di kornu dorsalis medulla spinalis. Ini mengacu pada teori gerbang kontrol ( Gate Control Theory ) yang dikemukakan oleh Melzack Wall 9 1965 ) yang menyatakan bahwa gerbang terdiri dari sel internunsial yang bersifat inhibisi yang dikenal sebagai substasia gelatinosa dan yang terletak di kornu posterior dan sel T yang yang merelai informasi dari pusat yang lebih tinggi. Tingkat aktivitas sel T ditentukan oleh keseimbangan asupan dari serabut berdiameter besar A beta dan A alfa serta serabut berdiameter kecil A delta dan serabut C. asupan dari serabut saraf berdiameter kecil akan mengaktivasi sel T kemudian dirasakan sebagai keluhan nyeri. Jika serabut berdiamater teraktivasi, hal ini juga akan mengaktifkan sel T namun pada saat yang bersamaan impuls tersebut juga dapat memicu sel SG yang berdampak pada penurunan asupan terhadap sel T baik yang berasal dari serabut berdiameter besar maupun kecil atau dengan kata lain asupan impuls dari serabut berdiameter besar akan menutup gerbang dan akan membloking transmisi iimpuls dari serabut aferen nosiseptor sehingga nyeri berkurang atau menghilang.

3. Mekanisme ekstra segmental TENS yang menginduksi aktivitas yang berdiameter kecil juga akan menghasilkan analgesi tingkat ekstrasegmental melalui aktivasi struktur yang membentuk jalanan inhibisi desenden seperti periaqueductal grey ( PAG ), nucleus raphe magnus dan nucleus raphe gigantocelluraris. Antinosisepi yang dihasilkan olwh stimulus A delta, binatang percobaan mengalami peburunan saat dialakukan transeksi spinal, hal ini

menunjukkan adanya peran struktur ekstrasegmental ( Chung dkk, 1984, Woolf, Mitchel dan Barret, 1980 )

PARAMETER TENS Pedoman modulasi nyeri yang bersifat umum yang telah dikemukakan oleh Gad alon ( 1989 ) sebagai berikut ; Prosedur A Parameter stimulasi Bentuk gelombang Durasi fase Frekuensi pulsa Polaritas Intensitas : Monopasik, bipasik, polipasik : 20-200 mikrodetik : 40-100 ppd : bisa positif bisa negative : sensory stimulation

Bentuk modulasi arus : pulsa kontimyu Penempatan elektroda: monopolar atau bipolar di atas daerah nyeri Lamanya terapi : 20-30 menit atau lebih tergantung supresi nyeri dan lamanya pengaruh modulasi

Prosedur B Parameter stimulasi Bentuk gelombang Durasi fase Frekuensi pulsa Polaritas Intensitas : Monopasik, bipasik, polipasik : 20-100 mikrodetik : 15-80 ppd : bisa positif bisa negative : sampai timbul rasa nyeri

Bentuk modulasi arus : pulsa kontimyu Penempatan elektroda : monopolar di atas titik akupuntur atau titik nyeri ( trigger point ) Lamanya terapi Prosedur C Parameter stimulasi Bentuk gelombang Durasi fase Frekuensi pulsa Polaritas Intensitas : Monopasik atau bipasik : 20-200 mikrodetik : 2-5 ppd : bisa positif bisa negative : sampai timbul kontraksi otot : 1-5 menit per titik

Bentuk modulasi aru : kontinyu atau burst Penempatan elektroda : monopolar atau bipolar di atas daerah nyeri Lamanya terapi : 30-45 menit atau lebih tergantung supresi nyeri dan lamanya hasil modulasi mesin

Keterangan : Prosedu A diikuti prosedur B atau C bila yang hendak dimodulasi adalah nyeri akut. Bila nyeri kronik, prosedur B atau C diikuti prosedur A. jika 2 atau 3 kali terapi gagal mengurangi nyeri, ubahkah ke prosedur berikutnya. Akhiri terapi jika terjadi peningkatan rasa nyeri atau apabila stimulus tidak menghasilkan pengurangan nyeri. KARAKTERISTIK TENS Spesifikasi ( Johnson M, 2001 ) Konvensional 1. Target arus 2. Serabut yang teraktivasi 3. Sensasi yang timbul 4. Karakteristik fisika : mengaktivasi saraf berdiameter besar : A beta, mekanoreseptor : Parestesia yang kuat sedikit kontraksi : Frekuensi tinggi, intensitas rendah pola kontinyu Durasi = 100-200 mikrodetik Frekuensi = 10-200 pps 5. Posisi electrode 6. profil anlgesik : Pada titik nyeri dermatom : terasa < 30 menit setelah dinyalakan dan menghilang < 30 dipadamkan 7. Durasi terapi 8. Mekanisme anlgesik : secara terus menerus saat nyeri terjadi : Tingkat segmental menit setelah alat

Spesifikasi ( Johnson M, 2001 ) AL- TENS ( Acupunture Like Tens ) 1. Target arus : aktivasi motorik unutk menimbulkan

kontraksi otot-otot fasik yang berakhir pada aktivitas saraf berdiameter kecil non noksius 2. Serabut yang teraktivasi : G III, A delta ergoseptor

3. Sensasi yang diinginkan

: Kontraksi otot fasik yang kuat tetapi nyaman

4. Karakteristik fisika

: Frekuensi rendah, intensitas tinggi Durasi = 100-200 mikrodetik Frekuensi s/d 100 pps

5. Posisi electrode 6. profil analgesik

: Pada motor point atau nyeri miotom : Terjadi > 30 menit setelah dinyalakan dan menghilang dipadamkan > 1 jam setelah alat

7. Durasi terapi 8. Mekanisme anlgesik

: 30 menit setiap kali terapi : Ekstrasegmental / supraspinal ataupun segmental

Spesifikasi ( Johnson M, 2001 ) Intense TENS 1. Target arus 2. Jaringan yang teraktivasi 3. Sensasi yang diinginkan : mengaktivasi saraf berdiameter kecil : nosiseptor : Intensitas tertinggi yang masih tertolerir pasien dengan 4. Karakteristik fisika sedikit kontraksi : Frekuensi tinggi 200 pps Durasi > 1000 mikrodetik Intensitas tertinggi yang masih tertolerir Pola arus kontinyu 5. Posisi electrode : Pada daerah nyeri atau di sebelah

proksimal titik nyeri pada cabang utama saraf bersangkutan 6. profil anlgesik : < 30 menit setelah terapi dimulai, pengaruh analgesik bisa bertahan > 1 jam, bisa terjadi hipoaestesia 7. Durasi terapi 8. Mekanisme anlgesik : 15 menit setiap kali terapi : Periferal, Ekstrasegmental serta segmental

Kebermanfaatan TENS terhadap seorang pasien dapat dinilai dengan indicator sbb : 1. Berkurangnya nyeri selama 3 jam atau lebih sesudah pengguanaan TENS. 2. Berkurangnya penggunaan obat analgetika 3. Perbaikan pola tidur 4. Kemajuan fungsional ( peningkatan ROM, kekuatan dan ketahanan ) ( Fried T dkk, 1984 )

APLIKASI ELEKTRODE 1. Metode Umum Pemasangan electrode pada atau di sekitar nyeri. Cara ini merupakan cara yang paling mudah dan palin sering digunakan sebab metode ini dapat langsung diterapkan pada daerah nyeri tanpa memperhatikan karakter nyeri ataupun letak yang paling optimal yang berhubungan dengan jaringan penyebab nyeri.

2. Untuk nyeri anggota gerak bawah Bila TENS digunakan untuk memodulasi nyeri yang terjadi pada seluruh anggota gerak bawah maka digunakan metode FLOOD

3. Untuk nyeri anggota gerak bawahelektrode ditempatkan pada akar saraf, ujung akromion epicondilus lateralis.

4. Dermatom Dasar pemikiran metode dermatom adalah daerah kulit tertentu akan mempunyai persarafan yang sama dengan struktur atau jaringan yang tepat berada di bawahnya. Untuk memahami lebih jelas, hal itu dapat dilihat di diagram dermatom. Dermatom adalah area kulit yang dipersarafi terutama oleh satu saraf spinalis.

5. Titik akupuntur, Motor atau Trigger Beberapa literature terakhir mendukung pendapat yang mengatakn bahwa titik akupuntur, motor dan trigger secara anatomi mempunyai kesamaan dan terkait dengan sindrom nyeri yang sama. Penelitian juga membuktikan adanya korelasi yang cukup tinggi antara titik akupuntur dan titik trigger. Telah dipubilkasikan pula adanya peningkatan kepekaan motor point

pada miotom yang berhubungan dengan medulla spinalis dan akr saraf yang selevel pada kasus nyeri bagian bawah punggung.

6. Segmen sumsum tulang belakang ( medulla spinalis ) Satu electrode diletakkan pada level spinal sedangkan yang lainnya diletakkan pada dermatom yang berhubungan, titik akupuntu motor point atau trigger point. Selain cara tersebut, masih ada cara yang lain yaitu menempatkan electrode kedua pada saraf perifer yang berhubungan yang letaknya superficial.

7. Pleksus Memodulasi nyeri yang menyebar, kita dapat menggunakan metode pleksus. Sebagai contoh untuk nyeri yang menyebar pada anggota gerak atas, maka satu electrode diletakkan di daerah pleksus brakhialis sedang elektrode lainnya diletakkan di sebelah distalnya atau di daerah saraf perifer yang superficial atau bisa juga pada bagian dorsal antara ibu jari dan jari telunjuk. Daerah ini disarafi oleh komponen motorik dan sensorik yang berasal dari tiga saraf tepi. Di samping itu, daerah ini juga adalah tempat motor point otot interoseus dorsalis pertama dan titik akupuntur (usus besar 4 / L4 ).

DOSIS KOMPRES ES UNTUK MENGURANGI BENGKAK

Pengertian Kompres Es Kompres es atau es terapi adalah salah satu modalitas terapi yang paling sederhana dan tertua dalam pengobatan cedera jaringan lunak berkelanjutan selama kegiatan olahraga. Fisioterapi menggunakan terapi es bertujuan untuk mengurangi peradangan dengan mengurangi suhu jaringan, yang dapat mengurangi rasa sakit, metabolisme, dan kejang otot. Dengan mengurangi peradangan diperkirakan pemulihan dari trauma jaringan lunak dapat dipercepat.

PARAMETER KOMPRES ES Bleakley, dkk melakukan penelitian untuk menilai bukti klinis pada terapi es (kompres es) pada cedera jaringan lunak yang akut. Seperti modalitas fisik yang lain, tidak ada bukti definitif yang memberikan parameter yang optimal pada penggunaan kompres es. Umumnya, pemilihan parameter pengobatan dalam lingkungan klinis terus dilakukan (tergantung pada lokasi cedera), dan rekomendasi dalam artikel berkisar: 1. 10 - 20 menit hingga 20 - 30 menit, 2 - 4 kali per hari atau 2. 30 - 45 menit setiap 2 jam. Hal ini membuat sulit untuk menentukan parameter yang tetap dari kompres es. Selain itu, kompres es biasanya dikombinasikan dengan kompresi dan elevasi. Temuan utama dari penelitian Bleakley, dkk adalah sebagai berikut : 1. Kompres es sendiri tampaknya lebih efektif daripada tidak menggunakan kompres es setelah operasi lutut ringan. Sebuah studi tunggal mendukung

penerapan es segera sebelum program rehabilitasi karena secara signifikan menurunkan nilai nyeri. 2. Penelitian membandingkan efek kompres es terus menerus untuk intermiten 20 menit selama 3 hari pertama pasca operasi menemukan bahwa subyek yang melakukan kompres es terus mengalami penurunan secara signifikan dibandingkan dengan mereka yang menggunakan kompres es sebentar-sebentar. 3. Para penulis meninjau efek kompres es dan kompresi dengan pemberian kompresi saja. Bleakley, dkk menyimpulkan bahwa tampaknya ada sedikit perbedaan dalam efektivitas pemberian kompres es dan kompresi dengan pemberian kompresi saja. 4. Terdapat penelitian dengan subyek pasca-rekonstruksi ACL, dimana dua kelompok diobati dengan kompres es dan kompresi dan sepertiga dengan kompresi saja. Kelompok es dan kompresi, es yang digunakan didinginkan dengan suhu yang sedikit berbeda yaitu 5 C dan 10 C. Subyek yang menggunakan pendinginan 10 C dan kompresi memiliki skor nyeri lebih rendah dan dibandingkan dengan mereka yang menggunakan kompresi saja. Sebaliknya, tidak ada perbedaan nyeri yang signifikan pada subyek dengan suhu es 5 C dan kompresi dengan subyek yang diperlakukan dengan kompresi saja. Ini menunjukkan tingkat pendinginan es memiliki efek pada efektivitas terapi es. Kesimpulan : 1. Jika kompres es dan kompresi lebih efektif daripada komprea es saja dan kompresi saja - maka mengapa kita hanya menggunakan es saja? 2. Dengan tidak adanya bukti penelitian fisioterapi mengenai jangka waktu dan frekuensi aplikasi es membuat keputusan dalam klinis mengenai jangka waktu dan frekuensi aplikasi es berdasarkan pada individu dan cedera yang mereka alami. 3. Dan pemberian kompres es lebih baik daripada tidak ada perawatan sama sekali pada kondisi cedera yang akut.

SUMBER Slamet Parjoto, Terapi Listrik Untuk Modulasi Nyeri, Ikatan Fisioterapi Cabang Semarang, 2006 http://www.physioroom.com/research/reviews/200401_review_ice.php http://ajs.sagepub.com/content/32/1/251.abstract

Anda mungkin juga menyukai