0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
51 tayangan11 halaman
Dokumen tersebut memberikan informasi mengenai deep vein thrombosis (DVT) yang merupakan bekuan darah di vena dalam. DVT dapat terjadi karena kerusakan sel endotel, hiperkoagulasi, stasis darah, atau fraktur yang menekan pembuluh darah. Faktor risikonya meliputi defisiensi komponen sistem pembekuan darah, tindakan bedah, kehamilan, immobilisasi yang lama, obat kontrasepsi oral, obesitas, dan varises. Penanganannya mel
Dokumen tersebut memberikan informasi mengenai deep vein thrombosis (DVT) yang merupakan bekuan darah di vena dalam. DVT dapat terjadi karena kerusakan sel endotel, hiperkoagulasi, stasis darah, atau fraktur yang menekan pembuluh darah. Faktor risikonya meliputi defisiensi komponen sistem pembekuan darah, tindakan bedah, kehamilan, immobilisasi yang lama, obat kontrasepsi oral, obesitas, dan varises. Penanganannya mel
Dokumen tersebut memberikan informasi mengenai deep vein thrombosis (DVT) yang merupakan bekuan darah di vena dalam. DVT dapat terjadi karena kerusakan sel endotel, hiperkoagulasi, stasis darah, atau fraktur yang menekan pembuluh darah. Faktor risikonya meliputi defisiensi komponen sistem pembekuan darah, tindakan bedah, kehamilan, immobilisasi yang lama, obat kontrasepsi oral, obesitas, dan varises. Penanganannya mel
Deep vein thrombosis (DVT) adalah bekuan darah di
vena dalam yang sebagian besar tersusun atas fibrin, sel darah merah, serta sebagian kecil komponen leukosit dan trombosit. Pembuluh darah vena yang terkena biasanya terletak jauh di dalam otot kaki tetapi juga bisa dalam area lainnya, gumpalan (trombus) menyebabkan aliran darah melambat. Daerah tersebut akan mengalami penyumbatan yang mengakibatkan terjadi pembengkakkan, kemerahan, dan menyakitkan. PATOLOGI
Thrombosis dapat melibatkan kantong katup dan merusak
fungsi katup. Katup yang tidak berfungsi atau inkomptemen mempermudah terjadinya statis dan penimbunan darah di ekstremitas. Trombofelitis adalah peradangan dinding vena dan biasanya disertai pembekuan darah. Ketika pertama kali terjadi bekuan pada vena akibat statis atau hiperkoagulabilitas tanpa disertai peradangan, maka proses ini dinamakan Flebotrombosit. Gangguan ini dapat menyerang dengan baik vena supervisial mapun vena dalam tungkai. Pada vena supervisial, vena safena adalah yang paling sering terkena. Pada vena dalam tungkai yang sering terkena adalah vena iliofemoralis. Etiologi
Segala kondisi yang mengakibatkan rusaknya tunika intima (endothelium) dan
lambatnya aliran darah Adapun kondisinya yaitu: Kerusakan sel endotel a. Lupus eritematous b. Penyakit Burger’s c. Giant cell arteritis d. Penyakit Takayasu Hiperkoagulasi a. Resistensi aktif protein C b. Sindrom antifosfolipid c. Defisiensi Antitrombin III d. Defisiensi Protein C dan S e. Disfibrogenemia Stasis a. Gagal jantung kongestif b. Hiperviskositas c. Tirah baring yang terlalu lama d. Gangguan neurologik dengan hilangnya mekanisme pompa otot. Fraktur à pembuluh darah tertekan oleh callus varises lanjut (kronis) Lambatnya aliran darah, karena : a. Kompresi vena pada pelvic b. Hypercoagulasi c. Penyakit paru, jantung Faktor resiko timbulnya trombosis vena adalah sebagai berikut :
Defisiensi Anto trombin III, protein C, protein S dan alfa 1 anti
tripsin. Pada kelainan tersebut di atas, faktor-faktor pembekuan yang aktif tidak di netralisir sehinga kecendrungan terjadinya trombosis meningkat. Tindakan operatif Terlepasnya plasminogen jaringan ke dalam sirkulasi darah karena trauma pada waktu di operasi. Statis aliran darah karena immobilisasi selama periode preperatif, operatif dan post operatif. Menurunnya aktifitas fibrinolitik, terutama 24 jam pertama sesudah operasi. Operasi di daerah tungkai menimbulkan kerusakan vena secara langsung di daerah tersebut. Kehamilan dan persalinan Infark miokard dan payah jantung Immobilisasi yang lama dan paralisis ekstremitas. Obat-obatan konstraseptis oral Obesitas dan varices Intervensi Fisioterapi
Posisi pasien tidur terlentang, tungkai dielevasikan,
Fisioterapis pada posisi diagonal, sambil melakukan : Bed rest merupakan hal terakhir yang dilakukan setelah dilakukan kompresi kaki dan ambulasi pada pasien yang sudah menderita DVT. Perkembangan thrombus jarang terjadi dan kurang berat pada kelompok ambulasi. Terapi fisik harus diberikan lebih dini untuk pasien DVT. Pada pasien post-operasi, dapat dilakukan latihan range of motion, latihan berjalan, dan latihan isometrik, yang dapat dimulai pada hari pertama setelah operasi. Terapi manual Terapi yang efektif pada pasien trauma (dengan antikoagulan) untuk mencegah DVT yakni gerakan pasif yang berkelanjutan. Misalnya menggerakan sendi kaki secara pasief sebanyak 30 kali dalam satu menit. Protesa-Ortesa Penggunaan stoking kompresi elastic (ECS) setelah menderita DVT untuk mengurangi gejala dan tanda selama latihan tidak memberikan hasil yang konklusif Exercise
•Posisi pasien tidur terlentang, tungkai dielevasikan, Fisioterapis pada posisi
diagonal, sambil melakukan 1.Stroking (usap degan adanya tekanan) •Dilakukan dengan bedak, dimulai dari daerah proksimal ke distal (gerakan ke arah proksimal), juga diberikan squezing kneading dan efflurage. •Metode Bisgard Exercise massage (latihan) dimulai dari proksimal ke distal •Berikan perhatian pada Tendo Achilles dan lekukan malleolus lateralis dan medialis 2. Bandaging 3.Remedial exercise Saat bandage / lepas bandage dimulai dengan gerakan pasif, yaitu : dilakukan pasif stretching karena biasanya ada kontraktur akibat tirah baring lama pada akhir gerakan diberikan traksi stretching force lepas perlahan-lahan (dilakukan pada ankle). 4. Mobilisasi pasif pada knee 5. Active movement pada ankle 6. Bila terjadi ulcer daerah tepi ulcer diberikan friction dan juga movement dari luka. SYUKRON