Disusun Oleh :
Nama : Erina Ebhi Prabandari
NIM : 181030106013
HALAMAN PENGESAHAN
MAKALAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS
PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)
MAKALAH
Disusun Oleh:
Nama : Erina Ebhi Prabandari
NIM : 1810306013
Oleh :
Pembimbing : Dyah Widiningsih, Ft,. Ftr
Tempat / Tanggal : Bandung, 30 Januari 2020
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
kemudahan pada kami dalam menyelesaikan makalah ini dengan judul
“Penataksanaan Fisioterapi Pada KasusPenyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK)”.
Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi tugas Praktik Profesi
Universitas ‘Aisiyah Yogyakarta. Selanjutnya penulis mengucapkan terimakasih
kepada berbagai pihak yang telah membantu dan mendukung penulis sehingga
makalah ini dapat diselesaikan dengan lancar dalam waktu yang sesuai.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita Amin.
Wassalamualaikum Wr. Wb
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyebab utama penyakit paru-paru adalah merokok. Kondisi ini dapat
diidentifikasi dengan bantuan dari banyak tanda-tanda dan gejala symptoms
yang paling signifikan dari emfisema adalah sesak napas, di mana seseorang
tidak dapat bernapas bahkan untuk latihan sederhana. Kadang-kadang orang
dengan mengi emfisema juga memiliki masalah, dan pengalaman sesak di
dada. Ada juga mungkin kehilangan nafsu makan dan kehilangan berat badan,
walaupun mungkin tidak ada perubahan dalam diet seseorang (Amoros,
2018).
Saat ini Indonesia menjadi salah satu produsen dan konsumen rokok
tembakau serta menduduki urutan kelima setelah negara dengan konsumsi
rokok terbanyak di dunia, yaitu China mengkonsumsi 1.643 miliar batang
rokok per tahun, Amerika Serikat 451 miliar batang setahun, Jepang 328
miliar batang setahun, Rusia 258 miliar batang setahun, dan Indonesia 215
miliar batang rokok setahun. Kondisi ini memerlukan perhatian semua fihak
khususnya yang peduli terhadap kesehatan dan kesejahteraan masyarakat
(American ThoracicAssociation, 2015).
Emfisema merupakan suatu perubahan anatomis paru yang ditandai
dengan melebarnya secara abnormal saluran udara bagian distal bronkus
terminal, yang disertai kerusakan dinding alveolus. Rokok adalah penyebab
utama timbulnya emfisema paru. Biasanya pada pasien perokok berumur 15-
25 tahun. Pada umur 25-35 tahun mulai timbul perubahan pada saluran napas
kecil dan fungsi paru. Umur 35-45 tahun timbul batuk yang produktif. Pada
umur 45-55 tahun terjadi sesak napas, hipoksemia, dan perubahan spirometri.
Pada umur 55-60 tahun sudah ada kor-pulmonal yang dapat menyebabkan
kegagalan napas dan meninggal dunia (Andayani, 2014).
Orang yang menderita emfisema mungkin mengalami kelelahan dan
bahkan aktivitas yang sederhana seperti membungkuk untuk mengikat sepatu
mungkin membuat mereka sesak napas. Terlepas dari ini, pasien mungkin
memiliki batuk kronis yang menghasilkan dahak kuning atau hijau, dan bibir
dan kuku mereka mungkin biru atau abu-abu yang rendah menunjukkan
kurangnya oksigen dalam tubuh. Seperti orang yang kesulitan bernafas ketika
mereka merasa dingin (Barcel dan Gea, 2016).
Emphysema bukanlah sesuatu yang terjadi dalam semalam seperti pilek
atau flu, tetapi berkembang selama bertahun-tahun dan tidak ada obat untuk
kondisi ini. Namun, jika pasien berhenti merokok, maka ia dapat
menghentikan kerusakan lebih lanjut paru-paru, sehingga mengurangi
ketidaknyamanan yang ia alami. Oleh karena itu, saat ketika seseorang
merasa sesak napas dan jika ia memiliki kebiasaan merokok, ia harus benar-
benar mendapatkan tes yang relevan yang diperlukan untuk diagnosis dan
menyelamatkan emfisema paru-parunya (Andayani, 2014).
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi dari emfisema ?
2. Bagaimana patofisiologis dari kasus emfisema ?
3. Bagaimana manajemen fisioterapi pada kasus Emfisema ?
B. TUJUAN PENULIS
1. Untuk mengetahui definisi dari emfisema.
2. Untuk mengetahui patofisiologis dari kasus emfisema.
3. Untuk mengetahui bagaimana manajemen fisioterapi pada kasus
Emfisema.
BAB II
PEMBAHASAN
B. DEFINISI
Emphysema (emfisema) adalah penyakit paru kronis yang dicirikan oleh
kerusakan pada jaringan paru, sehingga paru kehilangan keelastisannya.
Gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi) saluran napas, karena
kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami
kerusakan yang luas (GOLD, 2018).
Definisi emfisema menurut Kus Irianto, Robbins, Corwin, dan The
American Thorack society :
1. Emfisema merupakan keadaan dimana alveoli menjadi kaku mengembang
dan terus menerus terisi udara walaupun setelah ekspirasi.
2. Emfisema merupakan morfologik didefisiensi sebagai pembesaran
abnormal ruang-ruang udara distal dari bronkiolus terminal dengan
desruksi dindingnya
3. Emfisema adalah penyakit obtruktif kronik akibat kurangnya elastisitas
paru dan luas permukaan alveoli.
4. Suatu perubahan anatomis paru yang ditandai dengan melebarnya secara
abnormal saluran udara bagian distal bronkus terminal, yang disertai
kerusakan dinding alveolus.
Emfisema adalah jenis penyakit paru obstruktif kronik yang
melibatkan kerusakan pada kantung udara (alveoli) di paru-paru.
Akibatnya, tubuh tidak mendapatkan oksigen yang diperlukan. Emfisema
membuat penderita sulit bernafas. Penderita mengalami batuk kronis dan
sesak napas. Penyebab paling umum adalah merokok (GOLD, 2015).
Emfisema disebabkan karena hilangnya elastisitas alveolus. Alveolus
sendiri adalah gelembung-gelembung yang terdapat dalam paru-paru. Pada
penderita emfisema, volume paru-paru lebih besar dibandingkan dengan
orang yang sehat karena karbondioksida yang seharusnya dikeluarkan dari
paru-paru terperangkap didalamnya. Asap rokok dan kekurangan enzim
alfa-1-antitripsin adalah penyebab kehilangan elastisitas pada paru-paru ini
(Gudmonnson, 2015).
Jenis Emfisema Menurut American Thoracic Society (2013), jenis
emfisema terbagi atas :
E. PATOFISIOLOGIS
Emfisema merupakan kelainan atau kerusakan yang terjadi pada dinding
alveolar dapat menyebabkan overdistensi permanen ruang udara. Perjalanan
udara terganggu akibat dari perubahan ini. Kesulitan selama ekspirasi pada
emfisema merupakan akibat dari adanya destruksi dinding (septum) di antara
alveoli, jalan napas kolaps sebagian, dan kehilangan elastisitas untuk
mengerut atau recoil. Pada saat alveoli dan septum kolaps, udara akan
tertahan di antara ruang alveolar (blebs) dan di antara parenkim paru-paru
(bullae). Proses ini akan mengakibatkan peningkatan ventilator pada dead
space atau area yang tidak mengalami pertukaran gas atau darah (Megari,
2017).
Kerja napas meningkat dikarenakan kekurangan fungsi jaringan paru
untuk melakukan pertukaran oksigen dan karbon dioksida. Emfisema juga
menyebabkan destruksi kapiler paru. Akibat lebih lanjutnya adalah
penurunan perfusi oksigen dan penurunan ventilasi. Pada beberapa tingkat
emfisema di anggap normal sesuai dengan usia, tetapi jika hal ini timbul
pada awal kehidupan (usia muda), biasanya berhubungan dengan bronkitis
kronis dan merokok (Megari, 2017).
Penyempitan saluran nafas ini disebabkan elastisitas paru yang
berkurang. Penyebab dari elastisitas yang berkurang yaitu defiensi Alfa 1-
anti tripsin. Dimana AAT merupakan suatu protein yang menetralkan
enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak
jaringan paru. Dengan demikian AAT dapat melindungi paru dari
kerusakan jaringan pada enzim proteolitik. Didalam paru terdapat
keseimbangan paru antara enzim proteolitik elastase dan anti elastase
supaya tidak terjadi kerusakan (Megari, 2017).
Perubahan keseimbangan menimbulkan kerusakan jaringan elastic
paru. Arsitektur paru akan berubah dan timbul emfisema. Sumber elastase
yang penting adalah pankreas. Asap rokok, polusi, dan infeksi ini
menyebabkan elastase bertambah banyak. Sedang aktifitas system anti
elastase menurun yaitu system alfa- 1 protease inhibator terutama enzim
alfa -1 anti tripsin (alfa -1 globulin). Akibatnya tidak ada lagi
keseimbangan antara elastase dan anti elastase dan akan terjadi kerusakan
jaringan elastin paru dan menimbulkan emfisema (Megari, 2017).
Emfisema paru merupakan suatu pengembangan paru disertai
perobekan alveolus-alveolus yang tidak dapat pulih, dapat bersifat
menyeluruh atau terlokalisasi, mengenai sebagian atau seluruh paru.
Pengisian udara berlebihan dengan obstruksi terjadi akibat dari obstruksi
sebagian yang mengenai suatu bronkus atau bronkiolus dimana
pengeluaran udara dari dalam alveolus menjadi lebih sukar dari pada
pemasukannya. Dalam keadaan demikian terjadi penimbunan udara yang
bertambah di sebelah distal dari alveolus (Megari, 2017).
Pada Emfisema obstruksi kongenital bagian paru yang paling sering
terkena adalah belahan paru kiri atas.Hal ini diperkirakan oleh mekanisme
katup penghentian.Pada paru-paru sebelah kiri terdapat tulang rawan yang
terdapat di dalam bronkus-bronkus yang cacat sehingga mempunyai
kemampuan penyesuaian diri yang berlebihan.Selain itu dapat juga
disebabkan stenosis bronkial serta penekanan dari luar akibat pembuluh
darah yang menyimpang (Megari, 2017).
Mekanisme katup penghentian : Pengisian udara berlebihan dengan
obstruksi terjadi akibat dari obstruksi sebagian yang mengenai suatu
bronkus atau bronkiolus dimana pengeluaran udara dari dalam alveolus
menjadi lebih penimbunan udara di alveolus menjadi bertambahsukar
dari pemasukannya disebelah distal dari paru. Pada emfisema
parupenyempitan saluran nafas terutama disebabkan elastisitas paru yang
berkurang (Megari, 2017).
Pada paru-paru normal terjadi keseimbangan antara tekanan yang
menarik jaringan paru ke luar yaitu disebabkan tekanan intrapleural dan
otot-otot dinding dada dengan tekanan yang menarik jaringan paru
kedalam yaitu elastisitas paru. Bila terpapar iritasi yang mengandung
radikal hidroksida (OH-). Sebagian besar partikel bebas ini akan sampai di
alveolus waktu menghisap rokok. Partikel ini merupakan oksidan yang
dapat merusak paru (Megari, 2017).
Parenkim paru yang rusak oleh oksidan terjadi karena rusaknya
dinding alveolus dan timbulnya modifikasi fungsi dari anti elastase pada
saluran napas. Sehingga timbul kerusakan jaringan interstitial
alveolus.Partikel asap rokok dan polusi udara mengenap pada lapisan
mukus yang melapisi mukosa bronkus. Sehingga menghambat aktivitas
silia. Pergerakan cairan yang melapisi mukosa berkurang. Sehingga iritasi
pada sel epitel mukosa meningkat (Megari, 2017).
Hal ini akan lebih merangsang kelenjar mukosa. Keadaan ini
ditambah dengan gangguan aktivitas silia. Bila oksidasi dan iritasi di
saluran nafas terus berlangsung maka terjadi erosi epital serta
pembentukanjaringan parut. Selain itu terjadi pula metaplasi squamosa dan
pembentukan lapisan squamosa. Hal ini menimbulkan stenosis dan
obstruksi saluran napas yang bersifat irreversibel sehingga terjadi
pelebaran alveolus yang permanen disertai kerusakan dinding alveoli
(Megari, 2017).
F. FAKTOR RESIKO
a. Umur. Meskipun kerusakan paru-paru yang terjadi pada emfisema
berkembang secara bertahap dari waktu ke waktu, kebanyakan orang
yang terkait dengan tembakau emphysema mulai mengalami gejala
penyakit antara usia 50 dan 60.
b. Paparan asap rokok, Secondhand. Asap, juga dikenal atau lingkungan
seperti asap tembakau pasif adalah asap yang secara tidak sengaja Anda
isap dari rokok, pipa seseorang lain atau cerutu.
c. Paparan Pekerjaan untuk uap kimia. Jika Anda bernapas asap dari bahan
kimia tertentu atau debu dari gandum, kapas, atau pertambangan produk
kayu, Anda akan lebih mudah untuk mengembangkan emfisema.Risiko
ini bahkan lebih besar jika Anda merokok.
d. Paparan polusi indoor dan outdoor emphysema. Indoor Breathing polutan
seperti asap dari bahan bakar pemanas maupun outdoor karena polutan
knalpot mobil, misalnya meningkatkan risiko.
e. Keturunan,. Sebuah langka mewarisi kekurangan protein, alpha-1-
antitrypsin (AAT) dapat menyebabkan emphysema, terutama sebelum
usia 50, dan bahkan sebelumnya jika Anda merokok.
f. Infeksi. HIV Perokok yang hidup dengan HIV lebih berisiko terhadap
emphysema – dan pengembangan penyakit tersebut pada usia yang relatif
muda dibandingkan adalah perokok yang tidak memiliki infeksi HIV.
G. KOMPLIKASI
Pada tahap akhir penyakit, sistem eliminasi karbon dioksida mengalami
kerusakan. Hal ini mengakibatkan peningkatan tekanan karbon dioksida
dalam darah arteri (hiperkapnea) dan menyebabkan asidosis respiratorik.
Karena dinding alveolar terus mengalami kerusakan, maka jaringan kapiler
pulmonal berkurang. Aliran darah pulmonal meningkat dan ventrikel kanan
dipaksa untuk mempertahankan tekanan darah (kor pulmonal) adalah salah
satu komplikasi emfisema. Terdapatnya kongesti, edema tungkai (edema
dependen), distensi vena jugularis, atau nyeri apada region hepar menandakan
terjadinya gagal jantung (PDPI, 2011).
Sering mengalami infeksi pada saluran pernafasan
Daya tahan tubuh kurang sempurna
Tingkat kerusakan paru semakin parah
Proses peradangan kronis pada saluran nafas
Pneuomonia
Atelaktasis
Pneumothoraks
Meningkatkan resiko gagal nafas pada pasien
H. PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI
1. Infra Merah
a. Persiapan Alat : Siapkan alat kemudian cek keadaan lampu, cek
kabel, ada yang terkelupas atau tidak.
b. Persiapan Pasien : Posisikan pasien senyaman mungkin, bebaskan
area yang akan diterapi dari kain atau pakaian, sebelum diterapi kulit
harus kering dan dilakukan tes sensibilitas terlebih dahulu serta
berikan informasi yang jelas tentang tujuan terapi mengenai apa yang
akan dirasakan dan apa yang tidak boleh dilakukan selama terapi.
c. Pelaksanaan : Alat diatur sedemikian rupa, sehingga lampu sinar
infra merah dapat menjangkau daerah dada dan punggung dengan
jarak 30-45 cm. Posisi lampu sinar infra merah tegak lurus daerah
yang akan diterapi. Setelah semuanya siap alat dihidupkan, kemudian
atur waktu 10- 15 menit. Selama proses terapi berlangsung fisioterapi
harus mengontrol rasa hangat yang diterima pasien, jika selama
pengobatan rasa nyeri, pusing, ketegangan otot meningkat. Dosis
harus dikurangi dengan menurunkan intensitasnya, dengan sedikit
menjauhkan sinar infra merah. Hal ini berkaitan dengan adanya over
dosis. Setelah proses terapi selesai matikan alat dan alat dirapikan
seperti semula.
2. Breathing Excercise
a. Persiapan Pasien : pasien rileks, pasien duduk ditepi Bed
b. Pelaksanaan : Pasien diinstruksikan untuk menarik nafas panjang
melalui hidung dan mengeluarkannya secara pelan- pelan melalui
mulut pengulangan 2-5 kali.
4. Batuk Efektif
a. Persiapan Pasien : Posisi pasien duduk ditepi bed
b. Pelaksanaan : Tarik nafas pelan & dalam dengan
pernafasan diafragma, Tahan nafas 2 detik atau hitung sampai 2
hitungan Batukkan 2 kali dengan mulut sedikit terbuka. Batuk
pertama akan melepaskan secret atau mucus dari tempatnya dan
batuk kedua akan mendorong keluar mucus tersebut. Batuk yang
efektif adalah yang bersuara “huk“. Sebagian penderita harus
didorong untuk berani batuk. Sugesti dapat diberikan dengan cara
terapis batuk mendahului penderita.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Emphysema (emfisema) adalah penyakit paru kronis yang dicirikan oleh
kerusakan pada jaringan paru, sehingga paru kehilangan keelastisannya.
Gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi) saluran napas, karena
kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami
kerusakan yang luas
Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi terjadi emfisema,
diantaranya adalah: rokok, infeksi, polusi, faktor genetik, obstruksi jalan
napas emfisema.
B. Saran
Setiap penyakit mempunyai faktor resiko masing-masing, dari faktor
yang mempengaruhi kita dapat memperlajari dan memberikan tindakan
terhadap penderita. Dari yang sudah dipaparkan diatas diharapkan bisa
mempermudah kita dalam mengenal penyaki paru obstruksi kronik termasuk
dengan emfisema tersebut. Sehingga dapat kita cegah dan dapat kita hindari.
DAFTAR PUSTAKA