Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH BANTUAN HIDUP DASAR

AIRWAY, BREATHING, SHOCK MANAJEMEN


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Kritis
Dosen Pengampu : Ns. Priyanto, M.Kep., Sp.KMB.

Disusun Oleh :
1. Puji Wahyu Lestari (010116A063)
2. Vania Maghfiro W. (010116A84)
3. Yanuba Arifah (010116A090)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
2018
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayat, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
meyelesaikan makalah tentang “Bantuan Hidup Dasar : Airway, Breathing, Shock
Management”.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas kelompok mata
Keperawatan Kritis. Dalam penyelesaian makalah ini, kami mendapatkan bantuan
serta bimbingan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, sudah sepantasnya kami
haturkan terima kasih kepada Allah SWT, Ibu Dosen, serta teman-teman yang
turut membantu memberi masukan dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.Akhir kata kami berharap
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap
pembaca.
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................. ii


Daftar Isi........................................................................................................... iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 1
C. Tujuan ................................................................................................. 1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi bantuan hidup dasar .............................................................
B. Tujuan bantuan hidup dasar ...............................................................
C. Indikasi bantuan hidup dasar .............................................................
D. Manajemen airway .............................................................................
E. Manajemen breathing.........................................................................
F. Manajemen shock ..............................................................................
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan .........................................................................................
B. Saran ....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bantuan hidup dasar (basic life support) adalah suatu tindakan pada saat
pasien ditemukan dalam keadaan tiba-tiba tidak bergerak, tidak sadar, atau tidak
bernafas, maka periksa respon pasien.
Henti jantung yang terjadi diluar rumah sakit {out of hospital cardiac
arrest (OHCA)}adalah penyebab utama kematian pada orang dewasa di Amerika
Serikat. Tepatnya 300.000 kejadian OHCA terjadi setiap tahun-nya di Amerika
Serikat, tepatnya 92% dari orang-orang yang mengalami OHCA tidak
terselamatkan. OHCA didefinisikan sebagai hilangnya aktivitas mekanikal
jantung yang dikonfimasi dengan tidak adanya tanda sirkulasi dan terjadi di luar
rumah sakit. (McNally, 2011). Berdasarkan data diatas, dapat kita ketahui bahwa
kejadian henti jantung sangat banyak terjadi dan dapat berakibat kepada kematian.
Namun hal tersebut dapat kita cegah dengan memberikan bantuan hidup dasar
(basic life support) secara cepat dan tepat. Basic life support harus segera
dilakukan secara cepat dan tepat sebab dalam waktu 3-5 menit segera setelah henti
jantung terjadi, korban akan mengalami kerusakan otak dan bahkan kematian.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisibantuan hidup dasar?
2. Apa indikasi bantuan hidup dasar?
3. Bagaimana manajemen airway?
4. Bagaimana manajemen bretahing ?
5. Bagaimana manajemen shock ?

C. Tujuan
1. Memahami definisibantuan hidup dasar
2. Memahami nindikasi bantuan hidup dasar
3. Memahami manajemen airway
4. Memahami manajemen bretahing
5. Memahami manajemen shock
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Bantuan Hidup Dasar


Bantuan Hidup Dasar (BHD) adalah suatu tindakan penanganan yang
dilakukan dengan sesegera mungkin dan bertujuan untuk menghentikan proses
yang menuju kematian.
Bantuan hidup dasar merupakan kombinasi berbagai manuver dan
ketrampilan dengan atau tanpa peralatan tertentu untuk membantu mengenali
orang yang mengalami henti napas dan jantung serta menggunakan waktu yang
ada sampai pasien mendapatkan tatalaksana lebih lanjut.

B. Tujuan Bantuan Hidup Dasar (BHD)


1. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi oksigenasi organ-organ vital
(otak,jantung dan paru)
2. Mempertahankan hidup dan mencegah kematian
3. Mencegah komplikasi yang bisa timbul akibat kecelakaan
4. Mencegah tindakan yang dapat membahayakan korban
5. Melindungi orang yang tidak sadar
6. Mencegah terhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi
7. Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari korban
yang mengalami henti jantung atau henti nafas melalui Resusitasi Jantung
Paru (RJP)

C. Indikasi
Bantuan Hidup Dasar (BHD)dilakukan pada pasien-pasien dengan
keadaan sebagai berikut:
1. Henti nafas (respiratory arrest)
Henti nafas ditandai dengan tidak adanya gerakan dada dan aliran udara
pernapasan dari korban/pasien. Henti nafas merupakan kasus yang harus
dilakukan tindakan bantuan hidup dasar. Henti nafas dapat erjadi pada
keadaan :
a. Tenggelam
b. Stroke
c. Obstruksi jalan napas
d. Epiglotitis
e. Overdosis obat-obatan
f. Tersengat listrik
g. Infark miokard
h. Tersambar petir
i. Koma akibat berbagai macam kasus
Pada awal henti napas, oksigen masih dapat masuk ke dalam darah untuk
beberapa menit dan jantung masih dapat mensirkulasikan darah ke otak dan
organ vital lainnya. Jika pada keadaan ini diberikan bantuan napas akan
sangat bermanfaat agar korban dapat tetap hidup dan mencegah henti jantung.
2. Henti Jantung (cardiac arrest)
Pada saat terjadi henti jantung secara langsung akan terjadi henti
sirkulasi. Henti sirkulasi iini akan dengan cepat menyebabkan otak dan organ
vital kekurangan oksigen. Pernapasan yang terganggu (tersengal-sengal)
merupakan tanda awal akan terjadinya henti jantung.
Penyebab henti jantung:
- Cardiac : penyakit jantung koroner, aritmia, kelainan katup jantung,
tamponade jantung, pecahnya aorta
- Extra-Cardiac: sumbatan jalan napas, gagal napas, gangguan elektrolit,
syok, overdosis obat, keracunan

D. Manajemen Airway
Airway merupakan komponen yang penting dari sistem pernapasan adalah
hidung dan mulut, faring, epiglotis, trakea, laring, bronkus dan paru. Sehingga
Penilaian jalan napas (Airway) pada korban yang pertama kali adalah:
1. Mendengarkan apakah ada suara nafas tambahan?
2. Apakah jalan nafas terbuka
3. Lindungi C-spin
Tanda-tanda sumbatan pada jalan nafas yaitu:
1. Bagian atas
a. Snoring: suara seperti orang ngorok dimana pangkal lidah yang jatuh ke
belakang.
b. Gurgling: seperti orang berkumur dimana dikarenakan adanya cairan atau
darah.
c. Stridor: terjadi karena uap panas atau gas yang mengakibatkan mukosa
bengkak ataupun jalan nafanya menjadi kasar.
2. Bagian bawah
a. Rales
b. Wheezing: seperti suara biola dimana mengalami penyempitan di
bronkusnya.
c. Stridor
PENGELOLAAN JALAN NAFAS DENGAN ALAT
1. Oropharyngeal Tube
Ada yang menyebutnya sebagai oropharingeal airway, ada yang
menyebutnya mayo tube, atau ada juga yang menyebutnya dengan istilah
gudel.
Memasang oropharingeal tube adalah suatu tindakan pemenuhan
kebutuhan oksigen dengan membebaskan jalan nafas melalui pemasangan
oropharingeal tube melalui rongga mulut ke dalam pharing.
a. Tujuan pemasangan oropharyngeal Tube :
 Membebaskan jalan nafas
 Mencegah lidah jatuh atau melekat pada dinding posterior pharing
 Memudahkan penghisapan lendir
CATATAN:
 Oropharingeal tube tidak boleh dipasang pada pasien sadar.
 Oropharingeal tube dipasang pada pasien yang tidak sadar atau pada
pasien dengan penurunan kesadaran.
 Pada pasien yang dilakukan pemasangan oropharing tube harus
dilakukan oral hygiene.
 Ukuran oropharingeal: disesuaikan dengan mengukur panjang
oropharingeal dari mulut ke mandibula atau sesuai ukuran:
 Kode 00 untuk bayi kecil/premature.
 Kode 0 untuk bayi.
 No. 1 untuk anak usia 1-3 tahun.
 No. 2 untuk anak usia 3-8 tahun.
 No. 3 untuk usia 8 tahun.
 No. 4 dan 5 untuk dewasa.
2. Suctioning
Suctioning atau penghisapan merupakan tindakan untuk
mempertahankan jalan nafas sehingga memungkinkan terjadinya proses
pertukaran gas yang adekuat dengan cara mengeluarkan secret pada klien
yang tidak mampu mengeluarkannya sendiri. ( Ignativicius, 1999).
a. Indikasi :
Indikasi dilakukannya penghisapan adalah adanya atau banyaknya
secret yang menyumbat jalan nafas, ditandai dengan:
 Terdengar adanya suara pada jalan nafas.
 Hasil auskultasi : ditemukan suara crackels atau ronkhi.
 Kelelahan.
 Nadi dan laju pernafasan meningkat.
 Ditemukannya mukus pada alat bantu nafas.
 Permintaan dari klien sendiri untuk disuction.
 Meningkanya peak airway pressure pada mesin ventilator
3. Intubasi Endotracheal (ETT)
ETT adalah tindakan untuk memasukan pipa endotracheal ke dalam
trachea, yang biasa digunakan sebagai pembebasan jalan nafas, pemberian
nafas buatan dengan bag and mask dan lain sebagainya.
a. Tujuan :
 Pembebasan jalan nafas
 Pemberian nafas buatan dengan bag and mask
 Pemberian nafas buatan secara mekanik (respirator)
 Memungkinkan penghisapan sekret secara adekuat
 Mencegah aspirasi asam lambung (dengan adanya balon yang
dikembangkan
 Mencegah distensi lambung
 Pemberian oksigen dosis tinggi
b. Indikasi :
 Ada obstruksi jalan nafas bagian atas
 Pasien yang memerlukan bantuan nafas dengan respirator
 Pemberian anestesi
 Terdapat banyak sputum (pasien tidak dapat mengeluarkan sendiri)
c. Jenis Intubasi
 Intubasi oral
 Intubasi nasal
d. Keuntungan dan kerugian intubasi nasal dan oral
 Intubasi Nasal
Keuntungan :
- Pasien merasa lebih enak / nyaman
- Lebih mudah dilakukan pada pasien sadar
- Tidak akan tergigit
Kerugian :
- Pipa ETT yang digunakan lebih kecil
- Penghisapan sekret lebih sulit
- Dapat terjadi kerusakan jaringan dan perdarahan
- Lebih sering terjadi infeksi (sinusitis)
 Intubasi Oral
Keuntungan :
- Lebih mudah dilakukan
- Bisa dilakukan dengan cepat pada pasien emergency
- Resiko terjadinya trauma jalan nafas lebih kecil
Kerugian :
- Tergigit
- Lebih sulit dilakukan oral hygiene
- Tidak nyaman
e. Faktor faktor penyulit
 Leher pendek
 Fraktur cervical
 Rahang bawah kecil
 Trismus
 Ada massa di pharing dan laring
TINDAKAN PEMBEBASAN JALAN NAFAS DENGAN TANPA ALAT
Lidah merupakan penyebab utama tertutupnya jalan napas pada korban
tidak sadar. Pada korban yang tidak sadar, lidah akan kehilangan kekuatan ototnya
sehingga akan terjatuh kebelakang rongga mulut. Hal ini mengakibatkan
tertutupnya trakea sebagai jalan napas.Pada kasus-kasus tertentu, korban
membutuhkan bantuan pernapasan.Sebelum diberikan bantuan pernapasan, jalan
napas korban harus terbuka. Ada dua manuver yang lazim digunakan untuk
membuka jalan napas, yaitu :
1. Head Tilt / Chin Lift
Tehnik ini hanya dapat digunakan pada korban tanpa cedera kepala, leher,
dan tulang belakang. Tahap-tahap untuk melakukan tehnik ini adalah:
a. Letakkan tangan pada dahi korban (gunakan tangan yang paling dekat
dengan dahi korban).
b. Pelan-pelan tengadahkan kepala pasien dengan mendorong dahi kearah
belakang.
c. Letakkan ujung-ujung jari tangan yang satunya pada bagian tulang dari
dagu korban. Jika korban anak-anak, gunakan hanya jari telunjuk dan
diletakkan dibawah dagu.
d. Angkat dagu bersamaan dengan menengadahkan kepala. Jangan samapi
mulut korban tertutup. Jika korban anak-anak, jangan terlalu
menengadahkan kepala.
e. Pertahankan posisi ini.
2. Jaw Trust Manuver
Tehnik ini dapat digunakan selain tehnik diatas.Walaupun tehnik ini
menguras tenaga, namun merupakan yang paling sesuai untuk korban dengan
cedera tulang belakang. Tahap-tahap untuk melakukan tehnik ini adalah:
a. Berlutut diatas kepala korban. Letakkan siku pada lantai di kedua sisi
kepala korban. Letakkan tangan di kedua sisi kepala korban.
b. Cengkeram rahang bawah korban pada kedua sisinya.jika korban anak-
anak, gunakan dua atau tiga jari dan letakkan pada sudut rahang.
c. Gunakan gerakan mengangkat untuk mendorong rahang bawah korban
keatas. Hal ini menarik lidah menjauhi tenggorokan.
d. Tetap pertahankan mulut korban sedikit terbuka. Jika perlu, tarik bibir
bagian bawah dengan kedua ibu jari.

E. Manajemen Breathing
Tindakan ini merupakan salah satu dari prosedur resusitasi jantung paru
(RJP). Untuk menilai seseorang bernafas secara normal dapat dilihat dari berapa
kali seseorang bernapas dalam satu menit, secara umum;
1. Frekuensi/jumlah pernapasan 12-20x/menit (dewasa), anak (20-30x/menit),
bayi (30-40x/menit)
2. Dada sampai mengembang
Pernapasan dikatakan tidak baik atau tidak normal jika terdapat keadaan
berikut ini:
1. Ada tanda-tanda sesak napas: peningkatan frekuensi napas dalam satu menit
2. Ada napas cuping hidung (cuping hidung ikut bergerak saat bernafas)
3. Ada penggunaan otot-otot bantu pernapasan (otot sela iga, otot leher, otot
perut)
4. Warna kebiruan pada sekitar bibir dan ujung-ujung jari tangan
5. Tidak ada gerakan dada
6. Tidak ada suara napas
7. Tidak dirasakan hembusan napas
8. Pasien tidak sadar dan tidak bernapas
Penilaian : Tentukan bernafas atau tidakUntuk menilai apakah ada nafas
spontan atau tidak : Look Listen Feel.
 Dekatkan telinga anda diatas mulut dan hidung korban sambil terus
mempertahankan terbukanya jalan nafas
 Perhatikan dada pasien sambil :
- Melihat turun naiknya dada
- Mendengarkan udara yang keluar saat ekspirasi.
- Merasakan aliran darah.
Jika gerakan turun naiknya dada tidak didapatkan dan aliran udara keluar
waktu ekspirasi tidak ada, maka pasien dipastikan mengalami gagal nafas.
Evaluasi ini sebaiknya dilakukan dalam waktu 3 – 5 detik. Perlu diperhatikan
bahwa meskipun pasien tampak berusaha bernafas tetapi saat itu jalan nafas masih
tertutup maka pembebasan jalan nafas perlu dilakukan.
Cara Memeriksa Tanda – Tanda Gangguan Pernafasan :
1. Look ( Lihat ) :
 Ada tidak pernafasan, status mental, warna,
 Distensi vena leher, jejas thorak
 Bila ada nafas, hitung frekwensi pernafasan & Keteraturannya besar
kecil volume / pengembangan
 Dada / Simetris ?Adakah gerak cuping hidung,
 Tegangnya otot-otot bantu nafas serta tarikan / napas dengan cuping
hidung
 Cekungan antar iga ?
2. Listen ( Dengar ) :
 Keluhan dan suara pernafasan, adakah stridor, wheezing, ronchi,
gurgling, choking.
3. Feel ( Raba ) :
 Adakah hawa ekshalasi dari lubang hidung/mulut/trakheostomi atau
pipa endotrakheal
 Adakah empisema subkutis
 Adakah krepitasi / nyeri tekan pada thorak
 Adakah deviasi trakhea
Pelaksanaan Pernafasan Buatan
1. Tanpa alat
Teknik mulut ke mulut (mouth to mouth) ini adalah teknik yang cepat dan
efektif untuk memberikan oksigen pada seorang korban
a. Mulut ke mulut :
 Pasien terlentang
 Bebaskan jalan nafasnya
 Buka mulut penolong lebar-lebar, tarik nafas dalam-dalam
 Katupkan mulutke mulut pasien, tutup hidung pasien, tiupkan
hawake mulut pasien.
 Perhatikan dada pasien mengembang.
 Bila pasien hanya perlu nafas buatan saja, lakukan nafas buatan
tersebut dengan frekwensi 10 – 20 x / menit.
b. Mulut ke hidung :
 Pada saat meniupkan hawa ke lubang hidung tutup mulut pasien
rapat – rapat
2. Dengan Menggunakan Alat
Memberikan pernafasan buatan dengan alat “ambu bag” (self inflating
bag). Pada alat tersebut dapat pula ditambahkan oksigen.Pernapasan buatan
dapat pula di berikan dengan menggunakan ventilator mekanik (ventilator/
respirator).
a. Mulut ke sungkup :
Hembuskan udara ekshalasi penolong melalui sungkup yang cocok
menutup lubang hidung dan mulut pasien memberikan konsentrasi O2,
16%
b. Menggunakan bag valve mask ( BVM )
Hanya digunakan untuk membantu atau membuatkan pernafasan
artinya oksigen berada dalam balonnya harus ditekan akan, masuk ke
paru-paru pasien. Cek BVM lengkap, ada sungkup yang sesuai :
 Katup pengatur kelebihan tekanan
 Balon tidak bocor
 Katup masuk oksigen atau udara yang umumnya berada dibagian
belakang balon
 Pipa atau balon cadangan oksigen yang dihubungkan dibelakang
 balon ambu bag
3. Terapi Oksigen
Pemberian tambahan oksigen pada pasien agar kebutuhan oksigennya.
(Untuk kehidupan sel – sel yang mempertanggungjawabkan sempurnanya
fungsi organ) dapat terpenuhi. Terapi oksigen adalah : Suatu tindakan untuk
meningkatkan tekanan parsial oksigen pada inspirasi, yang dapat d lakukan
dengan cara:
a. Meningkatkan kadar oksigen inspirasi ( FiO2 )
b. Meningkatkan tekanan oksigen ( hiperbarik )
Secara umum indikasi terapi oksigen adalah :
a. Mencegah terjadinya hipoksia
b. Terapi terhadap hipoksia
Kondisi yang memerlukan oksigen antara lain :
a. Sumbatan jalan nafas
b. Distres nafas
c. Henti nafas
d. Hiperthermia
e. Henti Jantung
f. Shock
g. Nyeri Dada
h. Stroke (CVA)
i. Trauma Thorax
j. Keracunan gas, asap, CO
k. Tenggelam
l. Pasien Tidak Sadar
m. Hypoventilasi
Konsentrasi oksigen tergantung dari jenis alat dan flowrate (liter
permenit) yang diberikan. Kondisi pasien menentukan keperluan alat dan
konsentrasi oksigen yang diperlukan.
KONSENTRASI ALIRAN
JENIS ALAT
OKSIGEN OKSIGEN
Nasal prong - nasal kateter 24% - 40% 2 – 4 LPM
Simple Mask / masker sederhana 40% - 60% 6 – 8 LPM
Masker dengan reservoir 40% - 80% 6 – 10 LPM
Rebreathing 40% - 90% 10 – 15 LPM
Masker dengan reservoir Non - 24% - 60% 4 – 10 LPM
Rebreathing ( ada valve nya ) 100 % 10 LPM
Sistem Venturi ( 21- 100% )
Jackson rees
Respirator
Bag. Valve Mask : 21% (Udara) 8 – 10 LPM
Tanpa Oksigen 40% - 60% 8 – 10 LPM
Dengan Oksigen 100%
Dengan Resevoir
PERHATIAN :
a. Pemberian oksigen atas indikasi tepat.
b. Awas pasien muntah, siapkan penghisap
c. Pantau pernafasan dan aliran oksigen (LPM)
CATATAN :
a. Oksigen menyebabkan mukosa kering
b. Pergunakan humidifier pada pemberian O2> 30 menit
c. Terangkan pada pasien apa yang diterapkan
Efek samping terapi oksigen
a. Langsung :
 Keracunan oksigen, penggunakan oksigen konsentrasi tinggi
dalam waktu lama, tidak berati tidak boleh menggunakan
konsentrasi oksigen 100%, kalau memang masih di perlukan.
Setelah hipoksia teratasi secara bertahap konsentrasi oksigen harus
di turunkan serendah mungkin selama saturasi > 96 %.
 C02 narkosis, pada pasien COPD, yang mengalami hipoksia, bila
di berikan oksigen konsentrasi tinggi akan kehilangan rangsangan
untuk bernapas, sehingga terjadi penumpukan C02, pada batas
tertentu pasien menjadi tak sadar.
 Atelektasis
 Retrolenthal fibroplasis, kebutaan, terutama pada bayi premature
yang di berikan oksigen konsentrasi tinggi dalam waktu lama.
 Gangguan neurologis
 Gangguan gerakan cilia dan selaput lendir ( mukus blanket )
b. Tak langsung :
 Nosokomial infeksi
 Mucus plug
 Kembung
 Barotrauma
 Meledak
4 masalah yang mengancam breathing serta tindakannya adalah :
1. Tension Pneumothoraks (terperangkapnya udara di dalam rongga pleura)
Dengan pemeriksaan IAPP ditemukan tanda dan gejala :
 Pasien sangat sesak, frekuensi nafas cepat dan dangkal
 Ekspansi dinding dada tidak simetris disertai jejas pada daerah
thorax
 Hasil auskultasi negatif
 Hasil perkusi hipersonor
 Trakhea bergeser
 Distensi vena jugularis
Tindakan penyelamatan setelah pemberian O2 yaitu dekompresi →
needle thoracosintesis (menusukkan jarum di intercosta 2 mid clavicula).
Kemudian kolaborasi dokter untuk tindakan pemasangan Chest
Tube/WSD.
2. Open Pneumothoraks (luka terbuka pada thorax)
Ditemukan adanya tanda dan gejala :
 Pasien sangat sesak, frekuensi nafas cepat dan dangkal
 Ekspansi dinding dada tidak simetris
 Luka terbuka/tembus pada thorax
 Hasil perkusi hipersonor
 Terdengar suara sucking chest wound (paru menghisap udara lewat
lubang terbuka) pada luka terbuka/tembus.
Tindakan setelah pemberian O2→tutup dengan kassa 3 sisi yang kedap
udara. Kemudian kolaborasi dokter untuk tindakan pemasangan chest
tube/WSD.
3. Masive Hematotoraks (perdarahan didalam rongga pleura/thorax)
Dengan pemeriksaan IAPP ditemukan tanda dan gejala :
 Pasien sangat sesak, frekuensi nafas cepat dan dangkal
 Ekspansi dinding dada tidak simetris disertai jejas/fraktur pada
daerah thorax
 Hasil auskultasi negatif
 Hasil perkusi dullnes/pekak/redup
 Terdapat tanda-tanda shock hemoragic dengan perdarahan lebih dari
1500 cc (lebih dari 200 cc/jam selama 2 jam)
Tindakan setelah pemberian O2→kolaborasi dengan dokter untuk
pemasangan chest tube/WSD.
4. Fail Chest dengan kontusio paru (fraktur lebih dari 2 segmen)
Dengan pemeriksaan IAPP ditemukan tanda dan gejala :
 Pasien sangat sesak, frekuensi nafas cepat dan dangkal
 Ekspansi dinding dada tampak paradoksal
 Pasien nyeri hebat saat bernafas sehingga cenderung takut bernafas
Tindakan setelah pemberian O2→analgetik, assisted ventilasi. Perlu
definitif/intubasi (kolaborasi dokter)
Kesimpulan kondisi Fungsi pernapasan :
 Fungsi pernafasan ada dan adekuat lakukan monitoring ketat, jaga jangan
sampai mengalami gangguan.
 Fungsi pernafasan ada namun tidak adekuat , penderita masih bernafas
maka pengelolaan dapat berupa bantuan oksigenasi menggunakan alat –
alat bantu untuk terapi oksigen.
 Fungsi pernafasan berhenti :
- Tambah oksigen, nafas spontan, dibantu
- Tambah oksigen, tidak bernafas, dikendalikan

F. Management Shock
1. Definisi
Seseorang dikatakan syok bila terdapat ketidakcukupan perfusi
oksigen dan zat gizi ke sel- sel tubuh. Kegagalan memperbaiki perfusi
menyebabkan kematian sel yang progressif, gangguan fungsi organ dan
akhirnya kematian penderita. Syok atau renjatan dapat diartikan sebagai
keadaan terdapatnya pengurangan yangsangat besar dan tersebar luas pada
kemampuan pengangkutan oksigen serta unsur-unsurgizi lainnya secara
efektif ke berbagai jaringan sehingga timbul cidera seluler yang mula-mula
reversible dan kemudian bila keadaan syok berlangsung lama
menjadiirreversible.
2. Klasifikasi shock
a. Syok Hipovolemik atau oligemik
Perdarahan dan kehilangan cairan yang banyak akibat sekunder
dari muntah,diare, luka bakar, atau dehidrasi menyebabkan pengisian
ventrikel tidak adekuat, seperti penurunan preload berat, direfleksikan
pada penurunan volume, dan tekanan diastolic ventrikel kanan dan kiri.
Perubahan ini yang menyebabkan syok dengan
menimbulkan isi sekuncup (stroke volume) dan curah jantung yang tidak
adekuat.
b. Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik ini akibat depresi berat kerja jantung sistolik.
Tekanan arteri sistolik < 80 mmHg, indeks jantung berkurang di bawah
1,8 L/menit/ m2, dan tekanan pengisian ventrikel kiri meningkat. Pasien
sering tampak tidak berdaya, pengeluaran urin kurang dari 20 ml/ jam,
ekstremitas dingin dan sianotik.
Penyebab paling sering adalah 40% lebih karena miokard infark
ventrikel kiri, yang menyebabkan penurunan kontraktilitas ventrikel kiri
yang berat, dan kegagalan pompa ventrikel kiri. Penyebab lainnya
miokarditis akut dan depresi kontraktilitas miokard setelah henti jantung
dan pembedahan jantung yang lama. Bentuk lain bisa karena gangguan
mekanis ventrikel. Regurgitasi aorta atau mitral akut, biasanya disebabkan
oleh infark miokard akut, dapat menyebabkan penurunan yang berat pada
curah jantung forward (aliran darah keluar melalui katub aorta ke dalam
sirkulasi arteri sistemik) dan karenanya menyebabkan syok kardiogenik.
c. Syok Obstruktif Ekstra Kardiak
Syok ini merupakan ketidakmampuan ventrikel untuk mengisi
selama diastole, sehingga secara nyata menurunkan volume sekuncup
(Stroke Volume) dan berakhirnya curah jantung. Penyebab lain bisa
karena emboli paru masif.
d. Syok Distributif
Bentuk syok septic, syok neurogenik, syok anafilaktik yang
menyebabkan penurunan tajam pada resistensi vaskuler perifer.
Patogenesis syok septic merupakan gangguan kedua system vaskuler
perifer dan jantung.
 Syok Neorugenik
Pada syok neurogenik, vasodilatasi terjadi sebagai akibat
kehilangan tonus simpatis. Kondisi ini dapat disebabkan oleh cedera
medula spinalis, anastesi spinal, dan kerusakan sistem saraf. Syok ini
juga dapat terjadi sebagai akibat kerja obat-obat depresan atau
kekurangan glukosa (misalnya : reaksi insulin atau syok). Syok
neurogenik spinal ditandai dengan kulit kering, hangat dan bukan
dingin, lembab seperti terjadi pada syok hipovolemik. Tanda lainnya
adalah bradikardi.
 Syok Anafilaktik
Syok anafilaktik disebabkan oleh reaksi alergi ketika pasien
yang sebelumnya sudah membentuk anti bodi terhadap benda asing
(anti gen) mengalami reaksi anti gen- anti bodi sistemik.
 Syok Septik
Syok septik adalah bentuk paling umum syok distributuf dan
disebabkan oleh infeksi yang menyebar luas. Insiden syok septik
dapat dikurangi dengan melakukan praktik pengendalian infeksi,
melakukan teknijk aseptik yang cermat, melakukan debriden luka
ntuk membuang jarinan nekrotik, pemeliharaan dan pembersihan
peralatan secara tepat dan mencuci tangan secara menyeluruh.
3. Derajat syok
a. Syok Ringan
Penurunan perfusi hanya pada jaringan dan prgan non-vital seperti
kulit, lemak, otot rangka, dan tulang. Jaringan ini relative dapat hidup
lebih lama dengan perfusi rendah, tanpa adanya perubahan jaringan yang
menetap(irreversible). Kesadaran tidak terganggu, produksi urin normal
atau anya sedikit menurun, asidosis metabolic tidak ada atau ringan.
b. Syok Sedang
Perfusi ke organ vital selain jantung dan otak menurun (hati, usus,
ginjal, dan lainnya). Organ- organ ini tidak dapat mentoleransi
hipoperfusi lebih lama seperti lemak, kulit, dan otot. Oligouria bisa
terjadi dan asidosis metabolic. Akan tetapi kesadaran relative masih baik.
c. Syok Berat
Perfusi ke jantung dan otak tidak adekuat. Mekanisme kompensasi
syok beraksi untuk menyediakan aliran darah ke dua organ vital. Pada
syok lanjut terjadi vasokonstriksi di semua pembuluh darah lain. Terjadi
oligouria dan asidosis berat, ganguan kesadaran dan tanda- tanda
hipoksia jantung (EKG Abnormal, curah jantung menurun).
4. Langkah pertolongan pertama dalam menangani syok
1. Posisi Tubuh
a. Posisi tubuh penderita diletakkan berdasarkan letak luka. Secara
umum posisipenderita dibaringkan telentang dengan tujuan
meningkatkan aliran darah keorgan-organ vital.
b. Apabila terdapat trauma pada leher dan tulang belakang, penderita
jangandigerakkan sampai persiapan transportasi selesai, kecuali
untuk menghindari terjadinya luka yang lebih parah atau untuk
memberikan pertolongan pertamaseperti pertolongan untuk
membebaskan jalan napas.
c. Penderita yang mengalami luka parah pada bagian bawah muka, atau
penderita tidak sadar, harus dibaringkan pada salah satu sisi tubuh
(berbaring miring) untuk memudahkan cairan keluar dari rongga
mulut dan untuk menghindari sumbatan jalan nafas oleh muntah atau
darah. Penanganan yang sangat penting adalah
meyakinkan bahwa saluran nafas tetap terbuka untuk menghindari
terjadinyaasfiksia.
d. Penderita dengan luka pada kepala dapat dibaringkan telentang datar
ataukepalaagak ditinggikan. Tidak dibenarkan posisi kepala lebih
rendahdaribagiantubuhlainnya.
e. Kalau masih ragu tentang posisi luka penderita, sebaiknya penderita
dibaringkandengan posisi telentang datar.
f. Pada penderita-penderita syok hipovolemik, baringkan penderita
telentangdengan kaki ditinggikan 30 cm sehingga aliran darah balik
ke jantung lebih besar dan tekanan darah menjadi meningkat. Tetapi
bila penderita menjadi lebih sukar bernafas atau penderita menjadi
kesakitan segera turunkan kakinya kembali.
2. Pertahankan Respirasi
a. Bebaskan jalan napas
Lakukan penghisapan, bila ada sekresi atau muntah.
b. Tengadah kepala-topang dagu, kalau perlu pasang alat bantu jalan
nafas (Gudel/oropharingeal airway)
c. Berikan oksigen 6 liter/menit
d. Bila pernapasan/ventilasi tidak adekuat, berikan oksigen dengan
pompa sungkup (Ambu bag) atau ETT.
3. Pertahankan Sirkulasi Segera pasang infus intravena
Bisa lebih dari satu infus. Pantau nadi, tekanan darah, warna kulit,
isi vena, produksi urin, dan (CVP).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bantuan Hidup Dasar (BHD) adalah suatu tindakan penanganan yang
dilakukan dengan sesegera mungkinuntuk membantu mengenali orang yang
mengalami henti napas dan jantung serta menggunakan waktu yang ada
sampai pasien mendapatkan tatalaksana lebih lanjut atau bertujuan untuk
menghentikan proses yang menuju kematian. Dalam memberikan bantuan
hidup dasar perlu diperhatikan mengenai airway dan breathing pasien, untuk
mengidentifikasi adanya masalah dalam pernafasan pasien. Pasien yang
memiliki masalah dalam airway dan breathing dan tidak segera mendapatkan
penanganan beresiko mengalami shock, karena pasokan O2 yang tidak
memadai.

B. Saran
Sebagai perawat, perlu memahami mengenai konsep bantuan hidup
dasar, airway-breathing manajemen agar dapat memberikan pertolongan yang
tepat sehingga pasien mendapat O2 yang cukup dan terhindar dari adanya
shock. Perawat juga perlu memahami mengenai manajemen shock untuk
menangani pasien yang mengalami shock.
DAFTAR PUSTAKA

Alexander R H, Proctor H J.Shock.Dalam buku: Advanced Trauma LifeSupport


Course for Physicians. USA

Anda mungkin juga menyukai