Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

KEGAWAT DARURATAN NON TRAUMA SISTEM PERNAPASAN


OBSTRUKSI JALAN NAPAS

“Disusun untuk memenuhi tugas Gawat Darurat Non Trauma”


Dosen Pengampu :

Disusun Oleh Kelompok 1:


1. Ahmad yusuf (P07220118061)
2. Chusnul khotimah ( P07220118073)
3. Indah Nurul Kamilia (P07220118088)
4. Nur Apsari (P07220118097)

POLTEKNIK KESEHATAN KEMENKES KALTIM


PRODI D III KEPERAWATAN KELAS C
TAHUN AJARAN
2020
2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Gawat Darurat non
Trauma “Obstruksi Jalan Napas”, dengan tepat pada waktunya. Salawat dan salam senantiasa
tercurah kepada junjugan kita Nabi besar Muhammad SAW, keluarga, para sahabat dan
pengikutnya yang senantiasa bertasbih sepanjang masa.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhai segala usaha kita. Aamiin.

Balikpapan, 12 Januari 2019

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………. 1
DAFTAR ISI……………………………………………………………………… 2
BAB I PENDAHULUAN
a. Latar belakang…………………………………………………………….. 3
b. Tujuan penulisan………………………………………………………….. 4
c. Sistematika penulisan……………………………………………………... 5
BAB II PEMBAHASAN
a. Pengertian obstruksi jalan nafas…………………………………………... 6
b. Klasifikasi obstruksi jalan nafas…………………………………………... 6
c. Penyebab obstruksi jalan nafas…………………………………………..... 6
d. Diagnosis obstruksi jalan nafas……………………………………….…… 7
e. Perawatan obstruksi jalan nafas…………………………………………… 8
f. Metode Umum Penanganan Darurat Obstruksi Jalan Nafas……………… 9

BAB III PENUTUP


a. Kesimpulan…………………………………………………...................... 31
b. Saran…………………………………………………………………….… 32
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….. 33

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem respirasi manusia mempunyai gambaran desain umum yang


dapat dihubungkan dengan sejumlah aktivitas penting. Secara esensial
tentunya sistem ini terdiri dari permukaan respirasi dan bercabang menjadi
pasase konduksi yang membentuk pohon pernafasan. Permukaan respirasi ini
sangat luas kurang lebih 200 m2, dan membentuk sesuatu yang sangat tipis,
barier yang lembab untuk udara dan kapiler darah mengelilingi berjuta-juta
kantong yang disebut alveolus yang akhirnya membentuk suatu massa paru-
paru. Bila pada saluran pernafasan mengalami gangguan maka akan
mengganggu proses respirasi, seperti adanya gedera yang memerlukan
tindakan darurat.

Keadaan Gawat Darurat Keadaan yang menimpa seseorang atau banyak


orang akibat suatu perjalanan penyakit atau rudapaksa. Terjadinya secara
Mendadak Dimana saja Menyangkut siapa saja. Sifatnya mengancam jiwa dan
perlu penanganan segera secara Cermat, Tepat, Cepat. Bila tidak segera
ditangani mengakibatkan kematian, kecacatan, kehilangan anggota tubuh, dan
sebagainya.

Pernafasan dapat terganggu dengan beberapa cara obstruksi jalan nafas,


perubahan gas dalam paru-paru yang tidak normal, kondisi yang
mempengaruhi fungsi paru-paru.

Tersedak makanan merupakan penyebab kematian yang tidak disengaja


keenan yang paling sering terjadi. Sekitar 80 % AFB pada anak adalah bahan
makanan, yang sering adalah kacang tanah atau kacang-kacangan lain. Sekitar

3
10% AFB adalah logam. Orang dewasa yang ompong atau terganggu secara
neurologis atau mental dapat lebih mudah mengalami aspirasi benda asing.
AFB paling sering terletak di bronkus utama kanan pada anak-anak berusia
lebih dari 3 tahun. Pada anak-anak berusia kurang dari 3 tahun, distribusi
antara kanan dan kiri hampir sama.

Oleh karena itu, kita sebagai perawat perlu mengetahui tindakan-


tindakan darurat yang bisa dilakukan pada pasien dengan gangguan obstruksi
jalan nafas untuk membebaskan jalan nafas. Dalam penjelasan makalah ini
terdapat berbagai tindakan darurat yang bisa diterapkan pada pasien dengan
gangguan obstruksi jalan nafas.

B. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan kerya tulis ini, dibedakan menjadi tujuan umum dan
tujuan khusus.

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran mengenai konsep dasar obstruksi


jalan nafas dan cara penanganan darurat pada pasien dengan gangguan
obstruksi jalan nafas.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pengertian obstruksi jalan nafas

b. Untuk mengetahui klasifikasi obstruksi jalan nafas

c. Untuk mengetahui penyebab obstruksi jalan nafas

d. Untuk mengetahui tindakan diagnosis pada gangguan obstruksi jalan


nafas

4
e. Untuk mengetahui cara perawatan pada pasien dengan obstruksi jalan
nafas

f. Untuk mengetahui tindakan-tindakan darurat yang umum dapat


dilakukan pada pasien dengan obstruksi jalan nafas seperti tindakan :

1) Abdominal Thrust, Chest Thrust, Back Blow

2) Intubasi endotrakea
l

3) Laringotomi dan trakeostomi

4) Krikotiroidotomi

C. Sistematika Penulisan

BAB I : Terdiri dari bahasan tentang Pendahuluan yang berisi


tetang latar belakang dibuatnya makalah tentang Prosedur tinkan
kegawatdaruratan pada pasien dengan obstruksi jalan nafas, selain itu juga
Bab ini berisi tetang tujuan disusun makalah ini, serta bab ini juga berisi
tentang sistematika penulisan dari makalah ini.

BAB II : Terdiri dari bahasan tentang Pembahasan yang berisi


tentang pengertian obstruksi jalan nafas, Klasifikasi Obstruksi Jalan Nafas,
Penyebab Obstruksi Jalan Nafas, Diagnosis, Perawatan Obstruksi Jalan Nafas,
Metode Umum Penanganan Darurat Obstruksi Jalan Nafas berupa tindakan-
tindakan seperti : Abdominal Thrust, Chest Thrust, Back Blow, Intubasi
Endotrakeal, Krikotoroidotomi.

BAB III : Terdiri dari bahasan tentang Penutup yang berisi tentang
kesimpulan dari isi makalah ini dan saran-saran dari penyusun.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Obstruksi Jalan Nafas

Obstruksi jalan napas atas adalah gangguan yang menimbulkan


penyumbatan pada saluran pernapasan bagian atas.

B. Klasifikasi Obstruksi Jalan Nafas

Beberapa gangguan yang merupakan obstruksi pada jalan napas atas,


diantaranya adalah :

1. Obstruksi Nasal

Merupakan tersumbatnya perjalanan udara melalui nostril oleh


deviasi septum nasi, hipertrofi tulang torbinat / tekanan polip yang dapat
mengakibatkan episode nasofaringitis infeksi.

2. Obstruksi Laring

Adalah adanya penyumbatan pada ruang sempit pita suara yang


berupa pembengkakan membran mukosa laring, dapat menutup jalan
dengan rapat mengarah pada astiksia.

C. Penyebab Obstruksi Jalan Nafas

1. Obstruksi Nasal

a. Tumor hidung

b. Faktor rass

c. Karsinoma Nasofaring

6
d. Virus Epstein Barr

e. Letak geografis

f. Jenis kelamin : laki-laki > wanita

g. Faktor lingkungan (iritasi bahan kimia, kebiasaan memasak dengan


bahan/bumbu masakan tertentu, asap sejenis kayu tertentu).

h. Faktor genetik

i. Polip hidung

j. Akibat reaksi hipersensitif / reaksi alergi pada mukosa hidung

k. Aspirasi benda asing seperti kacang-kacangan, dan sebagainya

2. Obstruksi Laring

a. Kuman aerob dan anaerob

b. Abses Peritonsil (Quinsy)

c. Disebabkan oleh kuman streptococcus beta hemolyticus, streptococcus


viridans dan streptococcus pyogenes.

d. Tersedak benda asing seperti permen, koin, kelereng, bakso, dan


sebagainya.

e. Cedera kepala, mandibula, laring, trakea, dan sebagainya.

D. Diagnosis

Sebelum melakukan tindakan pertolongan pada pasien sebaiknya


dilakukan diagnosis untuk menetukan bahwa jalan nafas pasien mengalami
obstruksi dini. Amatilah bunyi nafas, kegelisahan dan kebingungan, sianosis

7
pada membrane mukosa ( sering merupakan tanda yang sulit untuk
dideteksi ), keringat dan hipertensi ( disebabkan oleh retensi karbondioksida ),
denyutan yang cepat ( kemudian menjadi lambat ketika terjadi gagal
miokardium ), pergerakan yang kuat pada dinding dada, dan interkostal serta
subcostal yang tertarik kedalam.

AFB harus dicurigai berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik.


Foto dada harus selalu dilaksanakan, dengan pemahaman bahwa sebagian
besar AFB tidak radiopak. Foto saat inspirasi dan ekspirasi mungikin
diperlukan pada beberapa kasus, karena udara yang teperangkap dapat
menjadi satu-satunya indikasi radiografik objek yang nonradiopak.
Bronkoskopi AFB sering diperlukan untuk menegakkan diagnosis definitive
dan harus diteruskan jika kecurigaan klinis tinggi, meskipun menghadapi
temuan negative pada radiografi dada. Fluoroskopi C-arm dapat membantu,
terutama untuk AFB yang terletak dibagian perifer cabang saluran nafas.

E. Perawatan Obstruksi Jalan Nafas

1. Segera setelah mengetahui bahwa pasien mengalami obstruksi jalan nafas


untuk dilakukan tindakan yakni dengan mengekstensikan leher pasien dan
tarik rahang kea rah depan. Keluarkan sisa muntahan dan benda asing dari
faring dengan jari tangan. Lalu masukkan oropharingeal airway.

2. Jika terdapat bising pada pernafasan, gelisah dan berusah untuk bernafas,
maka perlu dilakukan intubasi saat pasien masih sadar atau setengah sadar.

3. Jika pasien tidak sadar, maka dapat dilakukan intubasi seolah-olah pasien
dianastesi.

4. Jika perawat atau tenaga medis menduga bahwa pasien mendapat sedera
kolumna vertebrata, maka dengan mengekstensikan leher untuk
memasukkan pipa trakea mungkin akan mengakibatkan cedera pada
medulla spinalis. Untung, kebanyakan cedera pada kolumna vertebrata

8
adalah bentuk fleksi, sehingga ekstensi sedikit atau posisi netral yang
diperlukan untuk intubasi tidak membahayakan asal perlu hindari ekstensi
berlebihan.

5. Jika intubasi gagal atau tidak praktis, lakukan laringotomi dengan jarum,
atau pisau, atau tindakan trakeostomi. Sayangnya, penatalaksanaan
laringotomi temporer sulit dilakukan.

6. Jika pasien mendapat cedera maksilofacialis, mungkin perlu dilakukan


menarik lidah pasien kedepan dengan forcep atau sepotong kain, atau
memasukkan kateter nasotrakeal, atau memberikan tampon postnasal.
Kadang-kadang diperlukan aspirasi bronkoskopik.

F. Metode Umum Penanganan Darurat Obstruksi Jalan Nafas

Terdapat banyak keadaan yang akan menyebabkan kematian dalam


waktu singkat, tetapi semuanya berakhir pada satu akhir yakni kegagalan
oksigenasi sel, terutama otak dan jantung. Usaha yang dilakukan untu
mempertahankan kehidupan pada saat penderita mengalami keadan yang
mengancam nyawa yang dikenal sebagai “Bantuan Hidup” (Life Support).
Bila usaha Bantuan Hidup ini tanpa memakai cairan intra-vena, obat ataupun
kejutan listrik maka dikenal sebagai Bantuan Hidup Dasar (Basic Life
Support).

Yang harus dilakukan pada BHD adalah :

1. Airway (jalan nafas)

2. Breathing (pernafasan)

3. Circulation (jantung dan pembuluh darah)

Jika seorang pasien dapat melangsungkan hidupnya akibat cedera


semula, maka resiko berikutnya yang harus dihadapi adalah masalah obstruksi

9
jalan nafas. Prioritas utama anda adalah memastikan apakah ia dapat bernafas.
Akan berbahaya apabila terdapat :

a. Tidak sadar akibat cedera kepala yang mengakibatkan depresi reflex batuk
dan menyebabkan tidak terkontrolnya lidah dan rahang

b. Wajah, mandibula, atau leher mengalami cedera

c. Wajah atau saluran nafas terbakar

d. Laring atau trakea mengalami cedera, walaupun agak jarang terjadi

Satu-satunya tindakan yang penting dalam mencegah obstruksi jalan


nafas adalah memastikan bahwa pasien dibawa dalam posisi pemulihan.
Setelah itu, pengelolaan selanjutnya adalah dengan metode yang dipergunakan
untuk mencegah obstruksi saat anastesi. Hal ini berdasarkan Prinsip Dasar
dari penanganan pada pasien dengan gangguan obstruksi jalan nafas.
Kebanyakan metode yang diberlakukan dapat dengan cepat diterapkan, tetapi
jika salah satu metode gagal dilakukan, dapat dicoba metode lainnya.
Biasanya dengan metode pertama sudah cukup berhasil. Jika gagal, dan pasien
dalam keadaan sadar atau setengah sadar, coba lakukan “awake intubation”.
Cara ini aman karena tidak menimbulkan distress, dan dapat diterapkan
sesering mungkin. Laringotomi dan trakeostomi jarang diperluka, tetapi
apabila pasien benar-benar memerlukannya, maka harus dilakukan secara
urgen untuk menyelamatkan jiwanya. Anda akan menemukan bahwa anda
sering melakukan intubasi, namun laringotomi dan trakeostomi jarang.
Pelaksanaanya sulit dilakukan.

Tindakan-tindakan darurat yang umum dilakukan pada penderita


dengan gangguan obstruksi jalan nafas :

1. ABDOMINAL THRUST, CHEST THRUST

a. Tujuan

10
Untuk menghilangkan obstruksi di jalan napas atas yang
disebabkan oleh benda asing.

b. Indikasi

Tindakan ini dapat dilakukan pada pasien dengan obstruksi


jalan nafas atas yang ditandai oleh beberapa atau semua dari tanda
dan gejala berikut ini :

1) Secara mendadak tidak dapat berbicara.

2) Tanda-tanda umum tercekik—rasa leher tercengkeram

3) Bunyi berisik selama inspirasi.

4) Penggunaan otot asesoris selama bernapas dan peningkatan


kesulitan bernapas.

5) Sukar batuk atau batuk tidak efektif atau tidak mampu untuk
batuk.

6) Tidak terjadi respirasi spontan atau sianosis

7) Bayi dan anak dengan distres respirasi mendadak disertai


dengan batuk, stidor atau wizing.

c. Kontra indikasi

1) Pada klien sadar, batuk volunter menghasilkan aliran udara yg


besar dan dapat menghilangkan obstruksi.

11
2) Chest thrust hendaknya tidak digunakan pada klien yg
mengalami cedera dada, seperti flail chest, cardiac contusion,
atau fraktur sternal

3) Pada klien yg sedang hamil tua atau yg sangat obesitas,


disarankan dilakukan chest thrusts.

4) Posisi tangan yg tepat merupakan hal penting untuk


menghindari cedera pada organ-organ yang ada dibawahnya
selama dilakukan chest thrust.

d. Peralatan

1) Suction oral, jika tersedia.

2) Magill atau Kelly forcep dan laryngoscope (untuk


mengeluarkan benda asing yang dapat dilihat di jalan napas
atas).

e. Persiapan Klien

1) Posisi klien—duduk, berdiri atau supine.

2) Suction semua darah/mukus yg terlihat dimulut klien.

3) Keluarkan semua gigi yg rusak/tanggal.

4) Siapkan untuk dilakukan penanganan jalan napas yg definitif,


misalnya cricothyrotomi.

f. Prosedur Tindakan

1) Abdominal Thrust

a) Jika pasien dlm keadaan berdiri/duduk:

I. Anda berdiri di belakang klien

12
II. Lingkarkan lengan kanan anda dengan tangan kanan
terkepal, kemudian pegang lengan kanan tsb dg lengan kiri.
Posisi lengan anda pd abdomen klien yakni dibawah
prosesus xipoideus dan diatas pusat/umbilikus.

III. Dorong secara cepat (thrust quickly), dengan dorongan


pada abdomen ke arah dalam-atas.

IV. Jika diperlukan, ulangi abdominal thrust beberapa kali utk


menghilangkan obstruksi jalan napas.

V. Kaji jalan napas secara sering utk memastikan


keberhasilan tindakan ini.

b) Jika pasien dlm keadaan supine/unconcious:

I. Anda mengambil posisi berlutut/mengangkangi paha


klien.

II. Tempatkan lengan kiri anda diatas lengan kanan anda yg


menempel di abdomen tepatnya di bawah prosesus
xipoideus dan diatas pusat/umbilikus.

III. Dorong secara cepat (thrust quickly), dengan dorongan


pada abdomen ke arah dalam-atas.

IV. Jika diperlukan, ulangi abdominal thrust beberapa kali utk


menghilangkan obstruksi jalan napas.

V. Kaji jalan napas secara sering utk memastikan


keberhasilan tindakan ini.

VI. Jika mungkin, lihat secara langsung mulut dan paring


klien dengan laringoskopi dan jika tampak utamakan

13
mengekstraksi benda asing tersebut menggunakan Kelly
atau Megil forcep.

2) Chest Thrust

a) Jika posisi klien duduk/ berdiri:

I. Anda berdiri di belakang klien

II. Lingkarkan lengan kanan anda dengan tangan kanan


terkepal di area midsternal di atas prosesus xipoideus
klien (sama seperti pada posisi saat kompresi jantung
luar).

III. Lakukan dorongan (thrust) lurus ke bawah ke arah


spinal. Jika perlu ulangi chest thrust beberapa kali utk
menghilangkan obstruksi jalan napas.

IV. Kaji jalan napas secara sering utk memastikan


keberhasilan tindakan ini.

b) Jika posisi klien supine:

I. Anda mengambil posisi berlutut/mengangkangi paha


klien.

II. Tempatkan lengan kiri anda diatas lengan kanan anda


dan posisikan bagian bawah lengan kanan anda pada
area midsternal di atas prosesus xipoideus klien (sama
seperti pada posisi saat kompresi jantung luar).

III. Lakukan dorongan (thrust) lurus ke bawah ke arah


spinal. Jika perlu ulangi chest thrust beberapa kali utk
menghilangkan obstruksi jalan napas.

14
IV. Kaji jalan napas secara sering untuk memastikan
keberhasilan tindakan ini.

c) Jika mungkin, lihat secara langsung mulut dan faring klien


dengan laringoskopi dan jika tampak utamakan
mengekstraksi benda asing tersebut menggunakan Kelly
atau Megil forcep.

g. Komplikasi

1) Nyeri abdomen, ekimosis

2) Mual, muntah

3) Fraktur iga

4) Cedera atau trauma pada organ-organ dibawah abdomen atau


dada.

h. Pendidikan Kesehatan untuk Klien

1) Makan secara perlahan perlahan

2) Potong makanan menjadi kecil-kecil

3) Kunyah makanan hingga halus

4) Jangan mengobrol dan tertawa saat mengunyah

5) Pastikan gigi atau gigi palsu anda dalam keadaan baik

6) Duduk saat makan

7) Jaga makanan / mainan yang berukuran kecil / keras seperti


kacang, agar jauh dari jangkauan anak di bawah 3 tahun

8) Larang anak berjalan atau lari saat makan untuk menurunkan


kemungkinan aspirasi makanan.

15
2. INTUBASI ENDOTRAKEAL

a. Pengertian

Menurut Hendrickson (2002), intubasi adalah memasukkan


suatu lubang atau pipa melalui mulut atau melalui hidung, dengan
sasaran jalan nafas bagian atas atau trakhea. Pada intinya, Intubasi
Endotrakhea adalah tindakan memasukkan pipa endotrakha ke
dalam trakhea sehingga jalan nafas bebas hambatan dan nafas
mudah dibantu dan dikendalikan.

b. Tujuan

Tujuan dilakukannya tindakan intubasi endotrakhea adalah


untuk membersihkan saluran trakheobronchial, mempertahankan
jalan nafas agar tetap paten, mencegah aspirasi, serta
mempermudah pemberian ventilasi dan oksigenasi bagi pasien
operasi. Pada dasarnya, tujuan intubasi endotrakheal (Anonim,
1986) :

1) Mempermudah pemberian anestesia.

2) Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas serta


mempertahankan kelancaran pernafasan.

3) Mencegah kemungkinan terjadinya aspirasi isi lambung (pada


keadaan tidak sadar, lambung penuh dan tidak ada refleks
batuk).

4) Mempermudah pengisapan sekret trakheobronchial.

5) Pemakaian ventilasi mekanis yang lama.

6) Mengatasi obstruksi laring akut.

16
7) Untuk menegakkan patensi jalan nafas

c. Indikasi

1) Indikasi bagi pelaksanaan intubasi endotrakheal menurut


Gisele tahun 2002 antara lain :

a) Keadaan oksigenasi yang tidak adekuat (karena


menurunnya tekanan oksigen arteri dan lain-lain) yang
tidak dapat dikoreksi dengan pemberian suplai oksigen
melalui masker nasal.

b) Keadaan ventilasi yang tidak adekuat karena meningkatnya


tekanan karbondioksida di arteri.

c) Kebutuhan untuk mengontrol dan mengeluarkan sekret


pulmonal atau sebagai bronchial toilet.

d) Menyelenggarakan proteksi terhadap pasien dengan


keadaan yang gawat atau pasien dengan refleks akibat
sumbatan yang terjadi.

2) Dalam sumber lain (Anonim, 1986) disebutkan indikasi


intubasi endotrakheal antara lain :

a) Menjaga jalan nafas yang bebas dalam keadaan-keadaan


yang sulit.

b) Operasi-operasi di daerah kepala, leher, mulut, hidung dan


tenggorokan, karena pada kasus-kasus demikian sangatlah
sukar untuk menggunakan face mask tanpa mengganggu
pekerjaan ahli bedah.

c) Pada banyak operasi abdominal, untuk menjamin


pernafasan yang tenang dan tidak ada ketegangan.

17
d) Operasi intra torachal, agar jalan nafas selalu paten, suction
dilakukan dengan mudah, memudahkan respiration control
dan mempermudah pengontrolan tekanan intra pulmonal.

e) Untuk mencegah kontaminasi trachea, misalnya pada


obstruksi intestinal.

f) Pada pasien yang mudah timbul laringospasme.

g) Tracheostomni.

h) Pada pasien dengan fiksasi vocal chords.

i) Bila oral tube menghalangi pekerjaan dokter bedah,


misalnya tonsilektomi, pencabutan gigi, operasi pada lidah

j) Pemakaian laringoskop sulit karena keadaan anatomi


pasien.

k) Bila direct vision pada intubasi gagal.

l) Pasien-pasien yang tidak sadar untuk memperbaiki jalan


nafas

m) Selain intubasi endotrakheal diindikasikan pada kasus-


kasus di ruang bedah, ada beberapa indikasi intubasi
endotrakheal pada beberapa kasus nonsurgical, antara lain:

I. Asfiksia neonatorum yang berat.

II. Untuk melakukn resusitasi pada pasien yang tersumbat


pernafasannya, depresi atau abcent dan sering
menimbulkan aspirasi.

III. Obstruksi laryngeal berat karena eksudat inflamatoir.

18
IV. Pasien dengan atelektasis dan tanda eksudasi dalam
paru-paru.

V. Pada pasien-pasien yang diperkirakan tidak sadar untuk


waktu yang lebih lama dari 24 jam seharusnya
diintubasi.

VI. Pada post operative respiratory insufficiency.

d. Kontra indikasi

Tidak terdapat indikasi yang absolute, namun demikian


edema jalan nafas bagian atas yang buruk atau fraktur dari wajah
dan leher dapat memungkinkan dilakukannya intubasi.

Tetapi Menurut Gisele, 2002 ada beberapa kontra indikasi


bagi dilakukannya intubasi endotrakheal antara lain :

1) Beberapa keadaan trauma jalan nafas atau obstruksi yang tidak


memungkinkan untuk dilakukannya intubasi. Tindakan yang
harus dilakukan adalah cricothyrotomy pada beberapa kasus.

2) Trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi tulang


vertebra servical, sehingga sangat sulit untuk dilakukan
intubasi.

e. Peralatan

1) Endotrakeal (ET) Tube dalam berbagai ukuran

2) Stylet ( sejenis kawat yang dimasukkan kedalam kateter atau


kanul dan menjaga kanul tersebut agar tetap kaku atau tegak.

3) Laringoskop, bengkok dan berujung lurus

4) Forsep Macgill ( hanya untuk intubasi nasotrakeal )

19
5) Jelli anastesi

6) Kasa busa 4 x 4

7) Spuit 10 cc

8) Jalan nafas nasofaringeal

9) Resusitasi Bag dengan adapter dan masker yang dihubungkan


dengan tabung oksigen dan flow meter

10) Peralatan penghisap lender

11) Kanul penghisap dengan sarung tangan

12) Ujung penghisap tonsil Yankauer

13) Plester 1 cm

14) Ventilator atau set oksigen

15) Restrain

16) Mesin monitor jantung atau EKG

17) Peralatan henti jantung

f. Prosedur Tindakan

1) Tindakan

a) Ingatkan ahli terapi pernafasan, dan siapkan alat vebtilator


atau set oksigen seperti yang dianjurkan oleh dokter

b) Jelaskan prosedur pada pasien, jika mungkin. Pasang


restrain jika diperlukan

c) Yakinkan bahwa pasien mendapat terapi intravena yang


stabil

20
d) Tempatkan peralatan henti jantung disis tempat tidur

e) Periksa untuk meyakinkan bahwa peralatan penghisap


( suction ) dan ambu bag sudah tersedia dan berfungsi
dengan baik. Hubungkan ujung penghisap Yankauer pada
sumbernya

f) Jika pasien tidak dalam monitor jantung, hubungkan pada


monitor atau pada mesin EKG

g) Pindahkan alas kepala dan tempatkan pasien sedekat


mungkin dengan bagian atas tempat tidur. Pasien harus
dalam posisi sniffing, leher dalam keadaan fleksi dengan
kepala ekstensi. Hal ini dapat dicapai dengan menempatkan
2-4 inci alas kepala di leher belakang bagian bawah.

h) Tanyakan pada dokter tipe pisau operasi yang harus


disiapkan dan ukuran dari ET tube yang akan digunakan

i) Hubngkan mata pisau operasi pada`laringoskop, dan


periksa bola lampu untuk medapatkan penerangan yang
cukup

j) Siapkan ET tube, dan kembangkan manset / balonnya untuk


mengetahui adanya kebocoran dan pengembangan yang
simetris

k) Basahi ujung distal dari ET tube dengan jeli anstesi

l) Masukkan stylet kedalam tube, yakinkan untuk tidak


menonjol keluar dari ET tube

m) Persipakan untuk meberikan obat-obatan intravena


( suksinilkholin atau diazepam )

21
n) Pegang ET tube dengan bagian probe dan stylet pada
tempatnya, laringoskop dengan mata pisau terpasang, dan
jalan nafas orofaringeal kea rah dokter

o) Observasi dan berikan dukungan pada pasien. Pertahankan


terapi intravena, dan awasi adanya distrimia

p) Berikan tekanan pada krikoid selama intubasi endotrakeal


untuk melindungi regurgitasi isi lambung. Temukan
kartilago krikoid dengan menekan raba tepat dibawah
kartilago tiroid ( Adam’s Apple ). Bagian inferior yang
menonjol kearah kartilaago adalah krikoid kartilago.
Berikan tekanan pada bagian anterolateral dari kartilago
tepat sebelah lateral dari garis tengah, gunakan ibu jari dan
jari telunjuk. Pertahankan tekanan sampai manset
endotrakeal dikembangkan

q) Setelah ET tube pada tempatnya, kembangkan manset


dengan isi yang minimal sebagai berikut :

I. Selama inspirasi ( bag resusitasi manual atau ventilator


), masukkan dengan perlahan udara kedalam garis
manset. Tahan manset yang sudah dikembangkan
selama siklus ekspirasi

II. Ulangi dengan perlahan pengembangan manset selama


siklus inspirasi tambahan

III. Akhiri pemgembangan manset bila kebocoran sudah


terhenti

r) Lakukan penghisapan dan ventilasi

22
s) Untuk memeriksa posisi ET tube, ventilasi dengan bag dan
lakukan auskultasi bunyi nafas. Observasi penyimpangan
bilateral dada.

t) Fiksasi ET tube pada tempatnya

g. Tindak Lanjut

1) Pastikan bahwa ET tube telah terfiksasi dengan baik dan pasien


mendapat ventilasi yang adekuat

2) Kaji sumber oksigen atau ventilator

3) Instruksikan untuk melakukan rontgen dada portable untuk


memeriksa letak ET tube

4) Yakinkan dan beri rasa nyaman pasien

h. Dokumentasi

1) Ukuran dari ET tube dan perputaran dari insersi

2) Hitung udara yang dibutuhkan untuk mencegah kelebihan


jumlah udara

3) Toleransi pasien terhadap prosedur

i. Komplikasi

1) Memar, laserasi, dan abrasi

2) Perdarahan hidung ( dengan intubasi nasotrakeal )

3) Obstruksi jalan`nafas ( herniasi manset, tube kaku )

4) Sinusitis ( dengan nasotrakeal tube )

5) Rupture trakea

23
6) Fistula trakeoesofageal

7) Muntah dengan aspirasi, gigi copot, atau rusak

8) Distrimia jantung

3. KRIKOTOROIDOTOMI ( LARINGOTOMI DAN TRAKEOSTOMI )

a. Tujuan

Jika pernafasan pasien tersumbat dan tidak dapat


dihilangkan dengan metode yang sederhana atau intubasi, untuk
penatalaksanaan bedah jalan nafas darurat dengan aman dan cepat
maka kadang perlu membuka saluran nafas dibawah tempat
obstruksi. Anda dapat mencapainya melalui membrane krikotiroid,
atau trakeanya.

Sebagai suatu metode darurat yang bermanfaat. Metode ini


akan menghilangkan obstruksi jalan nafas pasien seketika,
mengurangi dead space sebesar 100 ml dan hampir mengandalkan
ventilasi alveolar, memberikan suatu muaradi mana anda dapat
melakukan pengisapan sekresi, meberikan jalan nafas yang dapat
dilanjutkan untuk jangka waktu tak terbatas.

b. Indikasi

1) Kedaruratan medis yang menutupi jalan nafas

a) Epiglolitis

b) Abses peritonsilar akut

c) Komplikasi pasca bedah

24
d) Trauma fasial

2) Kemungkinan adanya cidera leher yang tidak stabil ketika


intubasi nasotrakeal tidak dapat dilakukan dengan mudah

c. Kontra indikasi

1) Tidak dianjurkan pada pasien pediatric dibawah 12 tahun.


Karena 40-50 % kasus pneumotoraks berkembang setelah
dilakukan prosedur bedah jalan nafas

2) Cedera pada trakea bila daerah yang sakit tidak mudah untuk
dikenali

d. Peralatan

1) Betadine

2) Kasa penyerap 4x4

3) Kemasan kasa

4) Jarum kateter No. 12 dan No. 14

5) Peralatan Jetinsuflasi :

a) Konektor berbentuk Y dan tabung oksigen

b) Sumber oksigen di dinding atau tabing oksigen dengan flow


meter

6) Spuit 5 atau 10 cc

7) Hemostats

8) Tube trakeostomi No. 4 dan No. 5

9) Endotrakeal Tube ( ET ) 3,0 mm

25
10) Lidokain ( tanpa epinefrin ) 10 ml

11) Perban

12) Retractor, hok trakeal, spreder trakea ( peregang )

13) Masker, sarung tangan, gaun

14) Elektrokauter

15) Sumber cahaya

e. Prosedur tindakan

1) Needle Krikotiroidotomi

a) Kaji jalan nafas pasien, pernafasan, dan sirkulasi ( ABC ),


dan pertahankan untuk melindungi serta menberikan jalan
nafas yang adekuat

b) Ingatkan dokter terhadap kemungkinan adanya bahaya jalan


nafas

c) Kaji pernafasan secara adekuat, benda asing dalam rongga


mulut

d) Lakukan analisa gas darah

e) Pasang peralatan, stop kontak pada elektrokauter

f) Berikan sedative jika diperlukan

g) Baringkan pasien dalam posisi dengan leher sejajar

h) Bantu dokter dalam menyiapkan daerah leher

i) Arahkan sumber cahaya pada daerah leher

j) Bantu dokter menggunakan sarung tangan, gaun, masker

26
k) Bantu dokter dalam membatasi daerah steril

l) Buka jarum kateter arahkan pada daerah steril

m) Buka endotrakeal tube

n) Hubungkan Y konektor ke tabung oksigen dengan flow meter


menunjukkan angka 15 L/menit ( 50 psi )

o) Bantu dokter dalam menusukkan jarum 45º ke dalam bagian


tengah bawah dari membrane krikotiroid

p) Observasi terhadap adanya aspirasi udara

q) Bantu dalam mengontrol perdarahan bila terlihat

r) Kaji ekspansi paru dengan cara auskultasi

s) Amankan peralatan pada leher

2) Bedah Krikotiroidotomi

a) Kaji jalan nafas pasien, pernafasan, dan sirkulasi ( ABC ),


dan pertahankan untuk melindungi serta menberikan jalan
nafas yang adekuat

b) Ingatkan dokter terhadap kemungkinan adanya bahaya jalan


nafas

c) Kaji pernafasan secara adekuat, benda asing dalam rongga


mulut

d) Lakukan analisa gas darah

e) Pasang peralatan, stop kontak pada elektrokauter

f) Berikan sedative jika diperlukan

27
g) Baringkan pasien dalam posisi dengan leher sejajar

h) Bantu dokter dalam menyiapkan daerah leher

i) Arahkan sumber cahaya pada daerah leher

j) Bantu dokter menggunakan sarung tangan, gaun, masker

k) Bantu dokter dalam membatasi daerah steril

l) Jika pasien sadar, bantu dokter dalam melakukan anastesi


local

m) Buka ET atau Tube trakeostomi seperti yang dimaksud,


arahkan pada daerah steril

n) Bantu dalam menyiapkan ventilator, atau persediaan oksigen


dengan adaptor

o) Bantu dokter mengarahkan cahaya pada leher, pertahankan


leher dalam posisi netral, pastikan spuit siap untuk
mengembangkan manset trakeostomi

p) Bantu dalam mengatasi perdarahan jika terlihat

q) Observasi ekspansi dada setelah manset dikembangkan

r) Lakukan auskultasi dada secara bilateral untuk mengetahui


ventilasi yang adekuat

s) Bantu dokter dalam melakukan fiksasi tube

f. Tindak lanjut

1) Bantu ahli terapi pernafasan dalam memastikan ventilasi yang


adekuat

2) Kaji kembali ABC pasien ( jalan nafas, pernafasan, sirkulasi )

28
3) Lanjutkan pemeriksaan ulang analisa gas darah

4) Lanjutkan pengawasan dan pencatatan tanda-tanda vital serta


tingkat kesadaran pasien

5) Bantu dalam melanjutkan intervensi darurat

6) Ingatkan kamar operasi bila pasien memerlukan tindakan bedah


lebih lanjut

7) Dokumentasi

I. Kenali pengkajian pada pasien

II. Prosedur yang digunakan dan hasilnya

III. Kelanjutan dari pengkajian pernafasan

g. Komplikasi

1) Stenosis trakea

2) Perdarahan yang mungkin sulit terkontrol

3) Asfiksia

4) Aspirasi

5) Selulitis

6) Perforsasi esophagus

7) Hematom yang mengeluarkan darah

8) Perforasi dinding trakea posterior

9) Perforasi tiroid

29
10) Ventilasi yang tidak adekuat yanh mengarah pada hipoksia atau
kematian

11) Stenosis laryngeal

12) Laserasi pada esophagus

13) Kelumpuhan pita suara

14) Serak

30
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Obstruksi jalan napas atas adalah gangguan yang menimbulkan penyumbatan


pada saluran pernapasan bagian atas. Beberapa gangguan yang merupakan obstruksi
pada jalan napas atas, diantaranya Obstruksi Nasal, Obstruksi Laring. Obstruksi jalan
nafas tersebut dapat disebabkan oleh berbagai faktor baik dari faktor penyakit, cedera
dan sebagainya.

Perawatan yang dapat dilakukan pada pasien dengan obstruksi jalan nafas
yaitu segera setelah mengetahui bahwa pasien mengalami obstruksi jalan nafas untuk
dilakukan tindakan yakni dengan mengekstensikan leher pasien dan tarik rahang kea
rah depan. Keluarkan sisa muntahan dan benda asing dari faring dengan jari tangan.
Lalu masukkan oropharingeal airway.

Terdapat banyak keadaan yang akan menyebabkan kematian dalam waktu


singkat, tetapi semuanya berakhir pada satu akhir yakni kegagalan oksigenasi sel,
terutama otak dan jantung. Usaha yang dilakukan untu mempertahankan kehidupan
pada saat penderita mengalami keadan yang mengancam nyawa yang dikenal sebagai
“Bantuan Hidup” (Life Support). Bila usaha Bantuan Hidup ini tanpa memakai cairan
intra-vena, obat ataupun kejutan listrik maka dikenal sebagai Bantuan Hidup Dasar
(Basic Life Support).

Yang harus dilakukan pada BHD adalah :

1. Airway (jalan nafas)

2. Breathing (pernafasan)

3. Circulation (jantung dan pembuluh darah)

31
Tindakan-tindakan darurat yang umum dilakukan pada penderita dengan
gangguan obstruksi jalan nafas : abdominal thrust, chest thrust, back blow, intubasi
endotrakeal, krikotoroidotomi. Tindakan-tindakan tersebut merupakan tindakan yang
dapat dilakukan tanpa alat smpai menggunakan alat dan melalui proses pembedahan.

B. Saran

Suatu peristiwa yang mengancam jiwa tidaklah dapat diketahui dan dapat
terjadi secara tiba-tiba. Hal ini dapat terjadi diman saja, kapan saja, dan dapat
tertimpa siapa saja. Jadi keselamatan diri sangat perlu diterapkan pada diri kita.
Seperti halnya pada perawat atau tenaga medis lainnya, bila menemukan suatu
keadaan drurat terjadi pada pasien, hendknya tenaga kesehatan terlebih dahulu
memperhatikan pelindung diri. Umtuk menolong pasien dengan cedera yang dalam
keadaan darurat maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan yakni Basic Life
Support asien yakni berupa tindakan ABC yakni Airway, Breathing dan Circulation.
Namun dalam setiap mealkukan tindakan hendaknya tenaga medis terlebih dahulu
mengamankan kondisi lingkungan serta meminta bantuan dengan orang lain baru
bertindak melakukan pertolomgam pada pasien, setelah itu lakukan rujukan ke
tepmpat pelayanan kesehatan terdekat.

32
DAFTAR PUSTAKA

Greenberg, Michael I, dkk. 2008. Teks-Atlas Kedokteran Kedaruratan jilid 1. Jakarta : Erlangga

King, Maurice, dkk. 2001. Bedah Primer : Tarauma. Jakarta : EGC

Mancini, E Mary. 1994. Pedoman Praktis Prosedur Keperawatan Darurat. Jakarta : EGC

Ilhamsyah. Kamis, 10 Juli 2008. Obstruksi Jalan Nafas. www. Health Reference-
ilham.blogspot.com. Diakses pada 2 Maret 2009, 11.47 WITE.

Harry Wahyudhy Utama, S.Ked. 11 Juli 2007. Trakeostomi (Tracheostomy).


www.blogspot.com Diakses pada 2 Maret 2009, 11.45 WITE.

Ilhamsyah. Senin, 7 Juli 2008. Intubasi Endotrakeal. www. Health Reference-


ilham.blogspot.com Diakses pada 2 Maret 2009, 11.55 WITE.

Rohman Azzam. Jumat, 15 Februari 2008, 03.13 pm. Mengatasi Sumbatan Jalan Napas Oleh
Benda Asing. http//:www.kegawatdaruratan.blogspot.com. Diakses pada 24 Februari 2009,
10.00 WITE

33

Anda mungkin juga menyukai