Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DENGAN MASALAH

KEPERAWATAN OBSTRUKSI SALURAN NAFAS KRONIS

Disusun oleh
Kelompok 5 :

1. NI MADE NONIK KARSANI (P07120419055)


2. KHOFIFAH NAJWATURRIZKAEN (P07120419050)
3. DESQIYA QATRUNNADA (P07120419043)
4. SITI HAJAR USMAN (P07120419064)
5. TATA EKA APRILIA (P07120419067)
6. MUHAMMAD HILAL ISWANDI (P07120419053)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MATARAM
TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kelompok panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan anugerah
kepada kami untuk dapat menyusun makalah Keperawatan Gawat Darurat yang berjudul
“Obstruksi Saluran Nafas Kronis”.
Makalah ini disusun berdasarkan hasil data-data dari media elektronik berupa Internet.
Kelompok berharap makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua dalam menambah
pengetahuan atau wawasan mengenai keperawatan gawat darurat. Kelompok sadar makalah ini
belumlah sempurna maka dari itu kelompok sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
agar makalah ini menjadi sempurna.

Mataram, 27 Septerber 2022

Penyusun
Kelompok 5

2
DAFTAR ISI

COVER........................................................................................................................................1

KATA PENGANTAR.................................................................................................................2

DAFTAR ISI................................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................4

A. Latar Belakang................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................4
C. Tujuan..............................................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................6

A. Definisi..............................................................................................................................6
B. Etiologi.............................................................................................................................6
C. Klasifikasi........................................................................................................................7
D. Patofisiologi......................................................................................................................8
E. Manifestasi Klinis............................................................................................................8
F. Komplikasi.......................................................................................................................9
G. Pemeriksaan Penunjang.................................................................................................9
H. Tindakan Keperawatan..................................................................................................10

ASUHAN KEPERAWATAN.....................................................................................................17

BAB III PENUTUP.....................................................................................................................23

A. Kesimpulan......................................................................................................................23
B. Saran................................................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................24

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mengenal gangguan pernafasan atau airway adalah kemampuan dasar bagi dokter
atau tenaga kesehatan lainnya sebagai lini terdepan yang menangani pasien dengan
gangguan tersebut. Dengan mengetahui penyebab obstruksi nafas, terapi oksigen dan
jumlah simpel manuver, patensi jalan nafas dan aliran oksigen terhadap proses ventilasi
bisa ditentukan. Ventilasi adalah perbedaan mekanik udara masuk dan keluar dari sistem
respiratori yang menyebabkan keluarnya karbon dioksida.
Obstruksi jalan nafas menyebabkan hipoventilasi, sehingga meningkatkan kerja
pernafasan dan gangguan pertukaran gas sehingga dapat menyebabkan hiperkarbia yang
berkomplikasi menjadi hipoksemia. Terapi oksigen tidak akan menangani hiperkapnia
yang berhubungan hipoventilasi dan gangguan alveolar. Obstruksi dapat terjadi secara
parsial dan total, tergantug mekanisme dan penyebabnya. Obstruksi jalan nafas komplit
dapat menyebabkan hipoksia dan cardiak arrest secara cepat, sedangkan obstruksi jalan
nafas partial lebih membahayakan. Penurunan ventilasi alviolar dan obstruksi jalan nafas
menyebabkan hiperkapnia, asidosis respiratorik, dan hipoksemia . Nafas yang berbunyi
merupakan tanda dari obstruksi jalan nafas parsial dan tidak adanya suara nafas
merupakan tanda obstruksi jalan nafas total.
Saluran nafas dibagi menJadi saluran nafas atas dan saluran nafas bawah. Saluran
nafas atas di mulai dari hidung, faring dan laring sedangkan pernafasan bawah terdiri dari
terakea, bronkus dan paru paru.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi obstruksi saluran nafas kronis?
2. Apa yang dimaksud dengan Etiologi dari obstruksi saluran nafas kronis?
3. Apa yang dimaksud dengan Klasifikasi obstruksi saluran nafas kronik?
4. Apa itu Patofisiologi?
5. Apa saja Manifestasi Klinis obstruksi saluran nafas kronis?
6. Apa saja Komplikasi obstruksi saluran nafas kronis?
7. Apa saja Pemeriksaan Penunjang?
8. Apa saja Tindakan Keperawatan yang diberikan?

4
9. Apa saja Asuhan Keperawatan yang diberikan?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Definisi obstruksi saluran nafas kronis
2. Untuk mengetahui Etiologi dari obstruksi saluran nafas kronis
3. Untuk mengetahui Klasipikasi obstruksi saluran nafas kronis
4. Untuk mengetahui Patofisiologi
5. Untuk mengetahui Manifestasi Klinis dari obstruksi saluran nafas kronis
6. Untuk mengetahui Komplikasi
7. Untuk mengetahui Pemeriksaan Penunjang
8. Untuk mengetahui Tindakan Keperawatan yang diberikan
9. Untuk mengetahu Konsep Asuhan Keperawatan yang diberikan

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Obstruksi saluran nafas kronis merupakan sekumpulan gejala dan tanda
yang diakibatkan oleh sumbatan di saluaran nafas bagian atas. Sumbatan jalan
nafas karena benda asing sangat berbahaya dan harus segera dibersihkan karena
apabila tidak dapat bernafas, maka kita tidak dapat memberikan pernafasan
buatan.
Sumbatan airway pada penderita yang sadar dapat menyebabkan henti
jantung. Pada sumbatan total, pernafasan akan berhenti karena benda tersebut
menyumbat airway sepenuhnya. Beberapa menit kemudian penderita yang sada
akan menjadi tidak sadar (karna otak kekurangan oksigen) dan kematian akan
terjadi jika sumbatan tidak diatasi. Penyebab sumbatan yang banyak ditemukan
adalah “makanan”.

B. Etiologi
1. Kelainan kogenital hidung atau jaringan
2. Atresia koana
3. Stenosis supra glottis, glottis dan infra glottis
4. Kista dukstus tiroglosus
5. Kista brankiogen yang besar
6. Laringokel yang besar
7. Trauma
8. Tumor
9. Infeksi akut
10. Paralisis satu atau kedua plika vokalis
11. Pangkal lidah jatuh kebelakang pada pasien tidak sadar
12. Benda asing

6
Benda- benda asing tersebut dapat tersangkut pada :

 Laring
Terjadi obstruksi pada laring dapat diketahui melalui tanda-tanda sebagai
berikut, yakni secara progresif terjadi stridor, dispnoe, apnea, disfagia,
hemoptisis, pernapasan otot-otot napas tambahan atau dapat pula terjadi
sianosis. Gangguan oleh benda asing ini biasanya terjadi pada anak-anak
yang disebabkan oleh berbagai biji-bijian dan tulang ikan yang tak teratur
bentuknya.
 Saluran napas
Berdasarkan lokasi benda-benda yang tersangkut dalam saluran napas
maka dapat dibagi pada bagian atas pada trachea, dan pada bronkus.

C. Klasifikasi
1. Sumbatan Parsial
Tersendak terjadi bila benda asing masuk kearah paru-paru dan menyumbat
jalan nafas kea rah paru-paru. Bila penderita bias menghilangkan penyumbata
denga cara batuk-batuk keras, maka tidak perlu dilakukan pertolonga lagi.
Tetapi bila penderita terus tersedak sehingga sesak nafas maka perlu segera
dilakukan pertologan pertama.
Gejala :
 Tersedak, tetapi tetap bisa bernafas batuk dan berbicara
 Sesak bicara
2. Sumbatan Total
Perlu tindakan segera dan anda hanya mempunyai waktu 3 menit untuk
mengambil sumbatan, sebelum terjadi kerusakan otak karena kekurangan
oksigen.
Gejala :
 Tersedak dan tidak bias bernafas, batuk atau bicara
 Muka menjadi biru

Kelainan klinis yang terjadi ditentukan oleh 3 faktor :

7
1. Lokasi dari obstruksi yang terjadi
Bila obstruksi terjadi sebelum karina, maka obstruksi tersebut berbahaya
dibandingkan bila terjadi di bagian distal dari bronkus. Hal ini disebabkan
oleh karena obstruksi ini bersifat total, disamping itu mekanisme
konpensasi pada obstruksi distal lebih baik dari obstruksi di proksimal.
2. Tingkat dari obstruksi yang terjadi
Makin total suatu tingkat obstruksi, maka makin berbahaya. Tetapi suatu
obstruksi parsial dapat pula menimbulkan check valve phenomen, artinya
udara dapat masuk pada jalan pernapasan akan tetapi tidak dapat keluar
sehingga menimbulkan emfisema yang disebabkan oleh karena udara yang
terperangkap (air tappering).
3. Fase obstruksi yang terjadi pada obstruksi yang akut, kelainan perubhan
faal baru, maupun hemodinamik lebih cepat timbul tanpa sempat
dikompensasi oleh mekanisme tubuh.

D. Patofisiologi
PPOK ditandai dengan pertambahan neutrofil, makrofag, dan T-Limfosit
disejumlah bagian paru – paru dan berkaitan dengan tingkat hambatan aliran
udara. Mungkin terjadi peningkatan esinofil pada beberapa pasien, khususnya
jika terjadi peemburukan penyakit, inflamasi, terutama leukotrien 4, interleukin
8, dan tumor necrosis factor. Ada dua jenis emfisema : (1) centriacinar
(centrilobular) dimana kerusakan umumnya terjadi disekitar bronkiolus
pernapasan (2) panacinar (panlobular) dimana kehilangan dan kerusakan jaringan
terjadi disepanjang acius. Jenis emfisema lainnya adalah : (1) paraseptal, dimana
bullae muncul ditepi paru – paru dan (2) tidak teratur, akibat bekas luka, sama
halnya dengan tuberculosis.

E. Manifestasi Klinis
1. Tidak dapat bicara, bernafas, bersuara
2. Menunjukkan sikap tercekik (pasien memegang leher)
3. Cyanosis

8
4. Gerakan napas tidak teratur(tidak normal)
5. Colaps, tidak sadar

F. Komplikasi
1. Nyeri abdomen,ekimosis
2. Fraktur iga
3. Cedera atau trauma pada organ-organ di bawah abdomen dan dada.
4. Gagal nafas, kor pulmonal, septicemia

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang diperolah akan timbul bayangan
radiologi yang diakibatkan oleh dua sebab, yakni:
 Bila benda asing itu bersifat radioopaque, maka bayangan yang terjadi
adlah disebabkan oleh benda asing itu sendiri.
 Bila bayangan yang terjadi disebabkan karna komlikasi, misalnya
ateoetksis dan emfisema,maka akan terkantung pada tipe obstruksi yang
terjadi.
2. Pemeriksaan faal baru
Dari pemeriksaan faal paru didapatkan defek obstruktif faal paru dan ini
tergantung kepada lokasi obstruksi yang terjadi di daerah laringotrakeal, maka
akan terjadi pengurangan dari kecepatan aliran (flowrate). Bila obstruksi
terjadi disuparstrnal notch, maka akan terjadi pengurangan dari kecepatan
aliran inspirasi (inspiratory flow rate), sedangkan bila terjadi dibawah
suparsternal nocht, maka akan terjadi pengurangan dari kecepatan aliran
ekspirasi (expiratory flow rate).
3. Pemeriksaan gas darah
Pada pase permulaan obstruksi dapat menimbulkan peningkatan PaCo2 .
kecepat pernapasan yang 30 kali/menit masih dapt mengkompensasi sehingga
tidak terjadi hipoksemia akan tetapi pada penyumbatan yang sifatnya
proksimal maka total perburukan gas dan pH terjadi secara cepat.

9
H. Tindakan Keperawatan
Beberapa metode tujuanya adalah mengeluarkan benda benda asing sehingga
jalan nafas tidak terhalang oleh benda asing:
1. Pengambilan
Buka mulut pasien bersihakan benda asing yang ada didalam mulut pasien
dengan mengorek dan menyapukan dua jari penolong yang telah dibukus
dengan secarik kain, bebaskan jalan nafas dari sumbatan benda asing
2. Dihisap
 Posisikan pasien terlentang/miring, kepala lebih rendah dari rungkai.
 Buka mulut korban lebar-lebar
 Hisap dengan bahan yang dapat meresap cairan
 Hisap pakai mulut dengan bantuan pipa penghisap atau hisap dengan pipa
karet menggunakan semprot penghisap atau hisap dengan pipa karet
menggunakan pipa penghisap mekanik/listrik
3. Abdomen Thrust

Prosedur abdomen thrust

1) Jika pasien dalam keadaan berdiri atau duduk:

a. Anda berdiri di belakang klien

b. Lingkarkan lengan kanan anda dengan tangan kanan terkepal, kemudian


pegang lengan kanan tersebut dengan lengan kiri.

c. Posisi lenan anda pada abdomen klien yakni dibawah prosesus


xipoideus dan diatas pusat atau umbilicus.

d. Dorong secara cepat (thrust quikly), dengan dorongan pada abdomen


kea rah dalam dan atas.
e. Jika diperlukan, ulangi abdominal trust beberapa kali untuk
menghilangkan obstruksi jalan napas.
f. Kaji jalan napas sesering mungkin untuk memastikan kebersihan
tindakan ini.

10
2) Jika pasien dalam keadaan supine atau unconscious:

a. Anda mengambil posisi berlutut atau mengangkangangi paha klien.

b. Tempatkasn lengan kiri anda di atas lengan kanan anda yang menempel
di abdomen tepatnya di bawah prosesus xipoideus dan di atas pusat
atau umbilicus.

c. Dorong secara cepat (thrust quikly), dengan dorongan pada abdomen


kearah dalam dan atas

d. Jika diperlukan, ulangi abdominal thrust beberapa kali untuk


menghilangkan obstruksi jalan napas.

e. Kaji jalan napas secara sering untuk memastikan keberhasilan


tindakan yang dilakukan.

f. Jika perlu, lihat secara langsung mulut dan paring klien dengan
laringoskopi dan jika tampak utamaka mengekstraksi benda asing
tersebut menggunakan Kelly atau megil forcep.

4. Chest trust
Tahap prosedur chest thrust
3) Jika posisi klien duduk atau berdiri
a. Anda berdiri di belakang klien
b. Lingkarkan lengan kanan anda dengan tangan kanan terkepal di area
midsternal di atas prosesus xipideus klien (sama seperti pada posisi
saat kompresi jantung luar).
c. Lakukan dorongan (thrust) lurus ke bawah kearah spinal. Jika perlu
ulangi chest trhrust beberapa kali untuk menghilangkan obstruksi jalan
napas
d. Kaji jalan napas secara sering untuk memastikan keberhasilan tindakan
ini.
4) Jika posisi klien supine
a. Anda mengambil posisi berlutut atau mengakangi paha klien.

11
b. Tempatkan lengan kiri anda di atas lengan kanan anda dan posisikan
bagian bawah lengan kanan anda pada area midsternal di atas prosesus
xipoideus klien (sama seperti pada posisi saat kompresi jantung luar).
c. Lakukan dorongan (thrust) lurus ke bawah kea rah spinal. Jika perlu
ulangi chest thrust beberapa kali untuk menghilangkan obstruksi jalan
napas.
d. Kaji jalan napas secara sering untuk memastikan keberhasilan tindakan
ini.
e. Jika mungkin, lihat secara langsung mulut dan paring klien dengan
laringoskopi dan jika tampak utamakan mengestraksi benda asing
tersebut menggunakan Kelly atau megil forcep.

Indikasi
Untuk menghilangkan obstruksi pada jalan nafas atas yang di tangai oleh
beberapa atau semua dari tanda dan gejala beriktu ini:
1. Secara mendadak tidak dapat berbicara
2. Tanda-tanda umum tercekik dan rasa leher tercengkram
3. Bunyi berisik selama inspirasi
4. Penggunaan otot assesoris selama bernapas dan peningkatan kesulitan
bernapas.
5. Sukar batuk atau batuk tidak efektif atau tidak mampu untuk batuk
6. Tidak terjadi respirasi spontan atau sianosis
7. Bayi dan anak dengan distress respirasi mendadak disertai dengan
dengan batuk, stidor atau wheezing.

Kontra indikasi dan perhatian


1. Pada klien sadar, batuk volunteer menghasilan aliran udara yang besar
dan dapat menghilangkan obstruksi.
2. Chest thrust hendaknya tidak digunakan pada klien yang mengalami
cedera dada, seperti flail chest, cardiac contusion, atau fraktur strnal.

12
3. Pada klien yang sedang hamil tua atau yang sangat obesutas,
disarankan dilakukan chest thrusts.
4. Posisi tangan yang tepat merupakan hal penting untuk menghindari
cedera pada organ- organ yang ada di bawahnya selama dilakukan
chest thrust.
I. Penatalaksanaan Gawat Darurat
1. Tentukan masalah yang menonjol, misalnya
a. Infeksi saluran napas
b. Gangguan keseimbangan asam basa
c. Gawat napas
2. Triase untuk ke ruang rawat atau ICU
Penanganan di ruang rawat untuk eksaserbasi sedang dan berat (belum memerlukan
ventilasi mekanik)
a. Obat-obatan adekuat diberikan secara intravena dan nebulizer
b. Terapi oksigen dengan dosis yang tepat, gunakan ventury mask
c. Evaluasi ketat tanda-tanda gagal napas
d. Segera pindah ke ICU bila ada indikasi penggunaan ventilasi mekanik

Indikasi perawatan ICU


a. Sesak berat setelah penangan adekuat di ruang gawat darurat atau ruang rawat
b. Kesadaran menurun, lethargi, atau kelemahan otot-otot respirsi
c. Setelah pemberian osigen tetap terjadi hipoksemia atau perburukan
d. Memerlukan ventilasi mekanik (invasif atau non invasif)

Tujuan perawatan ICU


a. Pengawasan dan terapi intensif
b. Hindari inturbasi, bila diperlukan intubasi gunakan pola ventilasi mekanik
yang tepat
c. Mencegah kematian

13
Prinsip penatalaksanaan PPOK pada eksaserbasi akut adalah mengatasi segera
eksaserbasi yang terjadi dan mencegah terjadinya gagal napas. Bila telah
menjadi gagal napas segera atasi untuk mencegah kematian. Beberapa hal
yang harus diperhatikan meliputi :
1. Diagnosis beratnya eksaserbasi
 Derajat sesak, frekuensi napas, pernapasan paradoksal
 Kesadaran
 Tanda vital
 Analisis gas darah
 Pneomonia
2. Terapi oksigen adekuat
Pada eksaserbasi akut terapi oksigen merupakan hal yang pertama dan
utama, bertujuan untuk memperbaiki hipoksemi dan mencegah keadaan
yang mengancam jiwa. dapat dilakukan di ruang gawat darurat, ruang
rawat atau di ICU. Sebaiknya dipertahankan Pao2 > 60 mmHg atau Sat O2
> 90%, evaluasi ketat hiperkapnia. gunakan sungkup dengan kadar yang
sudah ditentukan (ventury masks) 24%, 28% atau 32%. Perhatikan apakah
sungkup rebreathing atau nonrebreathing, tergantung kadar Paco2 dan
Pao2. Bila terapi oksigen tidak dapat mencapai kondisi oksigenasi adekuat,
harus digunakan ventilasi mekanik. Dalam penggunaan ventilasi mekanik
usahakan dengan Noninvasive Positive Pressure Ventilation (NIPPV), bila
tidak berhasil ventilasi mekanik digunakan dengan intubasi.
3. Pemberian obat-obatan yang maksimal
Obat yang diperlukan pada eksaserbasi akut
a. Antibiotik
 Peningkatan jumlah sputum
 Sputum berubah menjadi purulen
 Peningkatan sesak
Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan pola kuman setempat dan
komposisi kombinasi antibiotik yang mutakhir. Pemberian antibiotik di

14
rumah sakit sebaiknya per drip atau intravena, sedangkan untuk rawat
jalan bila eksaserbasi sedang sebaiknya kombinasi dengan makrolide,
bila ringan dapat diberikan tunggal.
b. Bronkodilator
Bila rawat jalan B-2 agonis dan antikolinorgik harus diberikan dengan
peningkatan dosis. Inhaler masih cukup efektif bila digunkan dengan
cara yang tepat, nebuliser dapat digunakan agar bronkodilator lebih
efektif. Hati-hati dengan penggunaan nebuliser yang memakai oksigen
sebagai kompressor, karena penggunaan oksigen 8-10 liter untuk
menghasilkan uap dapat menyebabkan retensi CO2. Golongan xantin
diberikan bersamasama dengan bronkodilator lainnya karena
mempunyai efek memperkuat otot diafragma. Dalam perawatan di
rumah sakit, bronkodilator diberikan secara intravena dan nebuliser,
dengan pemberian lebih sering perlu monitor ketat terhadap timbulnya
palpitasi sebagai efek samping bronkodilator.
c. Kortikosteroid
Tidak selalu diberikan tergantung derajat berat eksaserbasi. Pada
eksaserbasi derajat sedang dapat diberikan prednison 30 mg/hari selama
1-2 minggu, pada derajat berat diberikan secara intravena. Pemberian
lebih dari 2 minggu tidak memberikan manfaat yang lebih baik, tetapi
lebih banyak menimbulkan efek samping.
4. Nutrisi adekuat untuk mencegah starvation yang disebabkan hipoksemia
berkepanjangan, dan menghindari kelelahan otot bantu napas.
5. Ventilasi mekanik
Penggunaan ventilasi mekanik pada PPOK eksaerbasi berat akan
mengurangi mortaliti dan morbiditi, dan memperbaiki simptom. Dahulukan
penggunaan NIPPV, bila gagal dipikirkan penggunaan ventilasi mekanik
dengan intubasi
6. Kondisi lain yang berkaitan
 Monitor balans cairan elektrolit
 Pengeluaran sputum

15
 Gagal jantung atau aritmia
7. Evaluasi ketat progesiviti penyakit
Penanganan yang tidak adekuat akan memperburuk eksaserbasi dan
menyebabkan kematian. Monitor dan penanganan yang tepat dan segera
dapat mencegah dan gagal napas berat dan menghindari penggunaan
ventilasi mekanik. Indikasi penggunaan ventilasi mekanik dengan intubasi:
 Sesak napas berat, pernapasan > 35 x/menit
 Penggunaan obat respiratori dan pernapasan abdominal
 Kesadaran menurun
 Hipoksemia berat Pao2 < 50 mmHg
 Asidosis pH < 7,25 dan hiperkapnia Paco2 > 60 mmHg
 Komplikasi kardiovaskuler, hipotensi
 Komplikasi lain, gangguan metabolik, sepsis, pneumonia, barotrauma,
efusi pleura dan emboli massif
 Penggunaan NIPPV yang gagal

16
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas pasien
2. Riwayat kesehatan yang lalu
3. Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya
4. Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat atau factor lingkungan
5. Kaji riwayat perkerjaan pasien
6. Pengkajian keperawatan pasien yang mempunyai masalah pernapasan
difokuskan pada ventilasi, perfusi, kognisis.
a. Ventilasi
 Bunyi napas
Ronkhi basah atau mengi dapat terdengar pada bayak masalah
pernapasan. Hilangya atau berkurangnya bunyi napas merupakan
temuan yang signifikan dan mungkin mengindikasikan pneumotoraks
atau beberapa bentuk konsolidasi alveolar. Bunyi napas dapat saja
hilang atau berkurang sebagai akibat konstriksi bronkus kanan yang
disebakan oleh adanya aspirasi benda asing.
 Pernapasan
Tentukan karakter pernapasan. Frekuensi pernapasan >50
pernapasan/menit pada bayi atau >40 pernapasan/ menit pada anak-
anak usia <3 tahun merupakan kondisi sensitive dan spensitifik
adanya infeksi saluran pernapasan bawah.
 Laju aliran ekspirasi

17
Jika pasien PPOK atau asma, periksa laju aliran ekspirasi puncak
dengan menggunakan peak floemeter. Jika nilainya kurang dari 200
l/menit, triase segera keruang tindakan.
 Saturasi oksigen
Tentukan tingkat SpO2 dengan oksimetri nadi kontinu. Jika tingkat
SpO2 91 % atau kurang, diperkirakan pasien harus dirawat di rumah
sakit.
 Sputum
Jelaskan produksi sputum. Sputum merah muda yang berbusa
merupakan tanda edema alveoli paru kardiogenik.
 Dispnea
Kaji dispnea dengan menggunakan skala yang sudah distandarisasi.
b. Perfusi
 Bunyi jantung
Bunyi jantung ketiga sering kali terdengar pada kasus-kasus gagal
jantung
 Titik implus maksimal
Palpasi titik implus maksimal. Bagian apeks jantung biasanya sampai
pada dinding anterior dada atau dekat dengan ruang interkosta lima kiri
di faris midklavikula
 Distensi vena junggularis
Tentukan ada tidaknya distensi vena jugularis. Ubah posisi pasien
menjadi semifowler dengan kepala miring ke kanan atau ke kiri.
c. Kognisi
Lakukan pengkajian neurologis dan catat nilai GCS. Medikasi misalnya
teofilin dan alupent. Yang digunakan untuk mengatasi gangguan pulmonal
menimgulkan efek pada system saraf pusat, seperti kegelisahan,
takikardia, dan agitasi. Hipoksemia dan hiperkapnia dapat menyebabkan
kegelisahan dan penurunan kesadaran.
 Kondisi pernapasan

18
1. Dapat menjawab, lengkap tidak terputus-putus, tidak tersendat-
sendat tidak menggeh- menggeh dan fungsi pernapasan baik
2. Bila menjawab terputus-putus, tersendat-sendat, menggeh-menggeh
dan fungsi pernapasan terganggu.
3. Bila tidak menjawab, tidak ada suara, tidak ada gerakan nafas, tidak
ada hawa nafas dan pernafasan berhenti.
Jika pengobatan mencakup pembedahan, penting artinya jika
perawatan mengetahui sifat dari pembedahan sehingga dapat
merencanakan asuhan yang sesuai. Jika pasien diperkirakan akan tidak
mempunyai suara lagi, evaluasi paska operatif oleh terapi wicara
diperlukan. Kemampuan pasen untuk mendengarm melihat, membaca,
dan menulis dikaji, kerusakan visual dan buta huruf fungsional dapat
menimbulkan masalah tambahan.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasme
2. Gangguan bertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
3. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi
trakheobronkial, edema dan peningkatan produksi sputum, menurunnya
fungsi fisiologis saluran pernapasan, ketidakmampuan batuk, adanya benda
asing (ETT, Corpus alienum)

C. INTERVENSI
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasme
Tujuan : mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi bersih dan jelas
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas,ex: mengi
b. Kaji/ pantau frekuensi pernapasan, catat rasio inspirasi atau ekspirasi
c. Catat adanya derajat dispnea, ansietas, distress pernafasan, penggunaan
obat

19
d. Tempat klien pada posisi yang nyaman. Contoh: meninggikan kepala TT,
duduk pada sandaran TT.
e. Pertahankan polusi lingkungan minimum ,contoh:debu, asap dll
f. Tingkatkan masukan cairan sampai dengan 3000 ml/hari sesuai toleransi
jantung, memberikan air hangat.
g. Kolaborari dengan dokter untuk pemberian obat sesuai indikasi

2. Pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen


Tujuan : perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat
Intervensi:
a. Kaji atau awasi secara rutin keadaan kulit klien dan membrane mukosa
b. Awasi tanda vital dan irama jantung.
c. Kolaborasi: berika oksigen tambahan sesuai dengan indikasi hasil AGDA
dan toleransi klien.
d. Sianosis mungkin perifer atau sentral mengindikasikan beratnya
hipoksemia.
e. Penurunan getaran vibrasi diduga adanya penggumpalan cairan atau udara.
f. Takikardia, disritmia, dan perubahan tekanan darah dapat menunjukkan
efek hipoksemia sistemik.

3. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan


trakeobrongkial, edema dan peningkatan produski sputum,
menurunnya pungsi fisiologis saluran pernapasan, ketidakmampuan
batuk, adanya benda asing (ETT, corpus alienum)
Tujuan : jalan nafas bersih dari sumbatan
Intervensi:
a. Kaji kepatenan jalan napas
b. Kaji pengembangan dada, kedalamman dan kemudahan bernapas dan
auskultasi bunyi paru

20
c. Monitor tekana dara, frekuensi pernapasan dan denyut nadi
d. Monitor lokasi selang endotraheal/ gudel dan fiksasi dengan hati-hati
e. Perhatikan bentuk yang berlebihan, meningkatnya dispnea, adanya secret
pada selang endotrakeal/ gudel dan adanya ronchi.
f. Lakukan suction bila diperluakn, batasi lamanya suction kurang dari 15
detik.
g. Dan lakukan pembeian oksigen 100 % sebelum melakukan suction
h. Observasi hasil pemeriksaan GDA
i. Anjurkan untuk minum air hangat
j. Berikan posisi yang nyaman (fowler atau semi fowler)
k. Bantu klien untuk melakukan latihan batuk efektif bila membungkinkan.
l. Lakukan fifioterapi dada sesuai indikasi: postular drainase, perkusi dan
vibrasi.
m. Motivasi dan berikan minum sesuai dengan kebutuhan cairan (40-50 cc/kg
BB/24 jam)

21
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Obstruksi saluran nafas kronis merupakan sekumpulan gejala dan tanda
yang diakibatkan oleh sumbatan di saluaran nafas bagian atas. Sumbatan jalan
nafas karena benda asing sangat berbahaya dan harus segera dibersihkan karena
apabila tidak dapat bernafas, maka kita tidak dapat memberikan pernafasan
buatan.
Sumbatan airway pada penderita yang sadar dapat menyebabkan henti
jantung. Pada sumbatan total, pernafasan akan berhenti karna benda tersebut
menyumbat airway sepenuhnya. Beberapa menit kemudian penderita yang sada
akan menjadi tidak sadar (karna otak kekurangan oksigen) dan kematian akan
terjadi jika sumbatan tidak diatasi. Penyebab sumbatan yang banyak ditemukan
adalah “makanan”.
Berbagai faktor berperan pada perjalanan penyakit ini, antara lain faktor
resiko yaitu factor yang menimbulkan atau memperburuk penyakit seperti
kebiasaan merokok, polusi udara, polusi lingkungan, infeksi, genetic dan
perubahan cuaca. Derajat obtruksi saluran nafas yang terjadi, dan identifikasi
komponen (kelainan kogenita) yang memugkinkan adanya reversibilitas. Tahap
perjalanan penyakit dan penyakit lain diluar paru seperti sinusitis dan faringitis
kronik. Yang pada akhirnya faktor-faktor tersebut membuat perburukan makin
lebih cepat terjadi. Untuk melakukan penatalaksanaan Obatruksi saluran nafas

22
cronis perlu diperhatikan factor-faktor tersebut, sehingga pengobatan Obstruksi
saluran nafas cronis menjadi lebih baik.

B. Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya
penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas
dengan sumber- sumber yang lebih banyak yang tentu dapat di pertanggung
jawabkan.
Untuk saran bisa berisi kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa
untuk menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang telah di
jelaskan. Untuk bagian terakhir dari makalah adalah daftar pustaka. Pada
kesempatan lain akan saya jelaskan tentang daftar pustaka makalah.

23
DAFTAR PUSTAKA

PDPI.2006. “ PPOK Pedoman Praktis Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia”.


Jakarta

Riyanto BS, Hisyam B.2006. “Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4. Obstruksi
Saluran Pernafasan Akut”. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI

24

Anda mungkin juga menyukai