Anda di halaman 1dari 20

Ilmiah

Sumbatan Napas Atas Kriteria Jackson

Disusun oleh:

Bella Febriani 2210070200101

Preseptor:

dr. Ade Ariadi, Sp. An

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU ANESTESI

RSUD M. NATSIR FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BAITURRAHMAH

2023

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan atas berkat dan rahmat Allah SWT penulis

mampu menyelesaikan Makalah dengan judul “Sumbatan Napas Atas Kriteria

Jackson” dengan baik dan lancar. Tujuan penulisan ini sebagai salah satu tugas

Kepaniteraan Klinik Anestesi, di Rumah Sakit Umum Daerah Muhammad Natsir

Solok. Penulis sangat berterimakasih terhadap seluruh pihak yang berkaitan

khususnya kepada dr. Ade Ariadi, Sp.An yang telah memberikan bimbingan

sehingga Makalah ini dapat tersusun dengan baik.

Penulis menyadari bahwa penulisan serta penyusunan Makalah ini tidak

sempurna, baik mengenai isi, pemaparan, dan susunan bahasa yang digunakan. Hal

ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan serta pengalaman dari penulis. Oleh

karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi

kesempurnaan Makalah ini. Penulis berharap penulisan Makalah ini bisa

memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu

pengetahuan bagi para pembaca.

Solok, 13 November 2023

Bella Febriani

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

DAFTAR TABEL.....................................Kesalahan! Bookmark tidak ditentukan.

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .........................................................................................1

1.2 Tujuan Penelitian .....................................................................................2

1.3 Manfaat Penelitian ...................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 3

2.1 Obstruksi Saluran Napas Atas ..................................................................3

2.1.1 Definisi ....................................................................................................3

2.1.2 Epidemiologi ...........................................................................................3

2.1.3 Etiologi ....................................................................................................4

2.1.4 Manifestasi Klinis ...................................................................................4

2.1.5 Diagnosis .................................................................................................5

2.1.6 Tatalaksana..............................................................................................6

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 15

3.1 Kesimpulan ............................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 28

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Obstruksi saluran napas atas adalah sumbatan pada saluran napas atas yang

disebabkan oleh adanya radang, benda asing, trauma, tumor sehingga ventilasi

terganggu. Saluran napas atas terdiri dari hidung, faring dan laring. Obstruksi

saluran napas atas dapat berupa sumbatan bersifat sebagian dan sumbatan total.

Pada sumbatan yang ringan dapat menyebabkan sesak napas, sedangkan sumbatan

yang lebih berat namun masih terdapat celah kecil dapat menyebabkan sianosis,

gelisah bahkan dapat terjadi penurunan kesadaran. Pada penyumbatan total dapat

menyebabkan kematian jika tidak ditangani dengan segera.

Tanda-tanda obstruksi jalan napas adanya bunyi napas yang tidak normal

seperti snoring, gurgling, stridor dan tarikan otot leher, ada cekungan di daerah iga

dan dibawah diafragma, tidak adanya udara ekspirasi. Obstruksi saluran napas atas

merupakan salah satu kegawatandaruratan saluran napas yang dapat menyebabkan

kematian. Diperlukan penanganan yang tepat yang sesuai dengan indikasi dan

penyebab sumbatan saluran napas atas. Tindakan tersebut dapat berupa

medikamentosa ataupun tindakan segera. Kegawatdaruratan saluran nafas

membutuhkan tindakan segera dengan tidak menggunakan alat yaitu, head tilt, chin

lift dan jaw trust, Heimlich manueuver, dengan menggunakan alat, yaitu intubasi

endotrakea, trakeostomi, dankrikotiroidostomi.

1
.

1.2 Tujuan Penelitian

Mahasiswa Kepaniteraan Klinik senior mampu mengetahui, memahami, dan

menjelaskan mengenai Obstruksi Saluran Napas Kriteria Jackson.

1.3 Manfaat Penelitian

Mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan Obstruksi Saluran Napas

Kriteria Jackson. Sebagai proses pembelajaran bagi mahasiswa yang

menjalankan Kepaniteraan Klinik Senior Departemen Anestesi.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Obstruksi Saluran Napas Atas

2.1.1 Definisi

Obstruksi saluran napas atas adalah suatu kondisi dimana terjadi sumbatan

pada jalan nafas bagian atas baik secara komplit atau parsial yang menyebabkan

gangguan ventilasi. Obstruksi saluran napas atas dapat disebabkan oleh adanya

radang, benda asing, trauma, tumor dan kelumpuhan nervus rekuren bilateral

sehingga ventilasi pada saluran pernapasan terganggu.

2.1.2 Epidemiologi

` Insiden obstruksi saluran napas atas bervariasi sesuai etiologi gangguan ini.

Kunjungan ke Unit Gawat Darurat untuk insiden tersedak pada anak-anak yang

diteliti oleh CDC ( Centers for Disease Control and Prevention) pada tahun 2000.

Di laporkan bahwa 160 anak berusia 14 tahun meninggal karena insiden tersedak.

jumlah kunjungan untuk insiden tersedak yang tidak fatal adalah sekitar 17.537

pada tahun itu. Telah diketahui secara luas bahwa pembedahan untuk hipertrofi

adenotonsillar adalah prosedur yang umum, untuk prosedur ini bervariasi dari satu

negara ke negara lain dan telah didokumentasikan antara 19 per 10.000 anak dan

118 per 10.000 anak.6 Pada orang dewasa, obstructive sleep apnea telah dilaporkan

26% dari populasi orang dewasa di Amerika Serikat. Kanker kepala dan leher

menyumbang lebih dari 650.000 kasus dan 330.000 kematian setiap tahun di

seluruh dunia.5 Kanker kepala dan leher menyumbang 3% dari semua keganasan

yang tercatat di Amerika Serikat. Pria lebih sering terkena daripada Wanita.

3
2.1.3 Etiologi

Obstruksi saluran napas bagian atas dapat terjadi oleh beberapa sebab

obstruksi saluran napas akut biasanya disebabkan oleh partikel makanan,

muntahan, bekuan darah, atau partikel lain yang masuk dan mengobstruksi laring

atau trakea. Obtruksi saluran napas juga dapat terjadi akibat dari adanya sekresi

kental atau pembesaran jaringan pada dinding saluran napas, seperti : epiglotitis,

edema laring, karsinoma laring atau peritonsilar abses. Aspirasi benda asing di

bronkus sering menyebabkan gangguan pernapasan dan merupakan penyebab

morbiditas dan mortalitas karena dapat mengakibatkan gangguan napas akut,

penyakit paru kronis dan bahkan kematian.

2.1.4 Manifestasi Klinis

Pasien kondisi sumbatan saluran napas, pada evaluasi awal yang harus

ditentukan adalah level sumbatan. Berdasarkan gejala klinik bisa ditentukan level

sumbatan. Wheezing adalah tanda sumbatan saluran napas bawah. Stridor inspirasi

level sumbatan pada daerah glottis ke atas, ekspirasi level trakea ke bawah,

sedangkan biphasic (inspirasi dan ekspirasi) level subglotik.1 Kualitas suara

menentukan level sumbatan, Hot potato/muffled level supraglotik, pangkal lidah

dan dinding faring, sedangkan parau level glotik atau subglotik. Pada pasien dengan

kesadaran umum kompos mentis, tanda dan gejala obstruksi saluran napas atas,

antara lain distress pernapasan, perubahan suara, disfagia, odinofagia, tanda

tersedak, stridor, pembengkakan muka, dan takikardia.

Pasien dengan penurunan kesadaran, gejala utama dari obstruksi saluran

napas atas adalah adanya ketidakmampuan untuk ventilasi dengan bag valve mask

setelah percobaan membuka jalan napas dengan teknik jaw thrust. Setelah obstruksi

4
saluran napas atas berlangsung beberapa menit, asfiksia dapat menyebabkan

sianosis, bradikardia, hipotensi, kolaps kardiovaskular bersifat ireversibel. Kadang-

kadang obstruksi saluran napas atas dapat berkembang secara perlahan. Obstruksi

hidung atau stridor dipikirkan sebagai tanda spefisik dari obstruksi saluran napas

atas. Stridor terdengar pada semua siklus respirasi, namun biasanya terdengar lebih

intensif pada saat inspirasi dan lebih menonjol di atas leher. Adanya stridor

mengindikasikan obstruksi saluran napas yang berat.

2.1.5 Diagnosis

Managemen OSNA secara umum tergantung deraiat sumbatannya. Beberapa

kriteria bisa dipakai untuk acuan, namun yang lazim digunakan adalah kriteria

Jackson karena mudah penerapannya:

Stadium I : Retraksi tampak pada waktu inspirasi di suprasternal, stridor pada waktu

inspirasi dan pasien masih tenang.

Stadium II : Retraksi pada waktu inspirasi di daerah suprasternal makin dalan,

ditambah lagi dengan timbulnya cekungan di daerah epigastrium. Pasien sudah

mulai gelisah. Stridor terdengar saat inspirasi.

Stadium III : Retraksi selain di daerah suprasternal, epigastrium juga terdapat di

Infrakalvikula dan sela-sela iga, pasien sangat gelisah dan dispnea. Stridor saat

inspirasi dan ekspirasi

Stadium IV : Retraksi bertambah jelas, pasien sangat gelisah dan tampak sangat

ketakutan serta sianosis. Jika keadaan ini berlangsung terus, maka pasien akan

kehabisan tenaga, pusat pernafasan paralitik karena hiperkapnea. Pasien lemah dan

tertidur dan akhirnya meninggal karena asfiksia.

5
2.1.6 Tatalaksana

Dalam penanggulangan sumbatan laring pada prinsipnya diusahakan supaya

jalan napas lancar kembali. Tindakan konservatif dengan pemberian anti inflamasi,

anti alergi, antibiotika, serta pemberian oksigen intermitten dilakukan pada

sumbatan laring stadium 1 yang disebabkan peradangan. Tindakan operatif atau

resusitasi untuk membebaskan saluran napas ini dapat dengan cara memasukkan

pipa endotrakea melalui mulut (intubasi orotrakea) atau melalui hidung (intubasi

nasotrakea), membuat trakeostoma atau melakukan krikotirotomi.

lntubasi endotrakea dan trakeostomi di lakukan pada pasien dengan sumbatan

laring stadium 2 dan 3, sedangkan krikotirotomi dilakukan pada sumbatan laring

stadium 4. Tindakan operatif atau resusitasi dapat dilakukan berdasar analisis gas

darah ( pemeriksaan Astrup). Bila fasilitas tersedia, maka intubasi endo- trakea

merupakan pilihan pertama, sedangkan jika ruangan perawatan intensif tidak

tersedia, sebaiknya dilakukan trakeostomi.

Penanganan tersedak pada anak-anak dan orang dewasa berbeda. Terdapat

beberapa manuver yang terbukti efektif untuk menangani tersedak untuk dewasa,

antara lain:

1. Back blow (tepukan di punggung)

Tepukan di punggung (back blow) dilakukan dengan memberikan lima kali

tepukan di punggung korban. Berikut cara melakukan tepukan di punggung (back

blow):

a. Berdirilah di belakang orang yang tersedak

b. Letakkan satu tangan Anda di dadanya

c. Condongkan tubuh korban ke depan hingga dadanya sejajar dengan lantai

6
d. Setelah itu, berikan 5 pukulan dengan tumit tangan di antara kedua tulang

belikat.

Gambar 2.2.1 Back Blow

2. Manuver Hentakan Dada(Chest Thrust)

Apabila korban tersedak sedang hamil atau mengalami kegemukan, manuver

hentakan pada perut mungkin tidak efektif. Pada keadaaan-keadaan tersebut, dapat

dilakukan manuver hentakan pada dada.

a. Letakkan tangan di bawah ketiak korban

b. Lingkari dada korban dengan lengan kita

c. Letakkan bagian ibu jari pada kepalan di tengah-tengah tulang dada korban

(sama seperti tempat melakukan penekanan dada pada RJP)

d. Genggam kepalan tangan tersebut dengan tangan satunya dan hentakan ke

dalam dan ke atas.

7
Gambar 2.2.2 Chest thrust.

3. Abdominal thrusts (hentakan pada perut) atau Heimlich maneuver

Abdominal thrusts adalah teknik pemberian hentakan pada perut yang

dilakukan dengan cara menekan area ulu hati secara kuat untuk mengeluarkan

sumbatan benda asing di saluran tenggorokan. Langkahnya adalah :

Posisikan diridi belakang orang yang sedang tersedak.

a. Lingkarkan kedua lengandi pinggang penderita dan peluk dengan erat.

b. Selanjutnya, kepalkan satu tangan tepat di atas ulu hati dan tarik kencang

kepalan menggunakan tangan satunya sekuat mungkin hingga menekan

ulu hati.

c. Lakukan sebanyak 5 kali atau ulangi hingga benda asing yang menyumbat

bisa keluar dari tenggorokan.

8
Gambar 2.2.3 Heimlich Manuver

Adapun penanganan khusus untuk bayi yang tersendak, caranya adalah :

a. Letakkan bayi dengan posisi tengkurap di pangkuan

b. Posisikan kepala lebih rendah dari tubuhnya

c. Tahan kepala bayi dengan memegang kedua pipinya untuk memastikan

jalur napas terbuka.

d. Berikan 5 tepukan lembut tetapi tegas di antara kedua tulang belikat.

9
Manajemen Jalan Napas dengan Alat

1. Oropharyngeal airway (OPA) atau guedel’s airway

Berbentuk S yang berguna untuk menahan lidah yang menutup dinding

posterior faring sehingga udara dapat mengalir dan penghisapan dapat dilakukan

melalui mulut. OPA digunakan dengan ukuran yang sesuai.

.Gambar 2.2.4 Oropharyngeal airway

Gambar 2.2.5 Teknik pemasangan Oropharyngeal airway.

10
2. Nasopharyngeal airway (NPA)

Nasopharyngeal airway (NPA) adalaj pipa karet elastic berbentuk seperti

terompet tanpa cuff yang dapat dimasukan melalui lubang hidung masuk ke dalam

faring digunakan pada pasienintoksikasi atau kesadaran menurun yang tidak dapat

menggunakan OPA. Efektif pada keadaan trauma,trismus atau penghalang lain yang

menyulitkan masuknya OPA. NPA yang sesuai dengan pasien harus diukur mulai

dari ujung hidung hingga telinga dan kira-kira 2-4 cm lebih Panjang dari OPA. NPA

sebaiknya tidakdigunakan pada pasien dengan gangguan perdarahan adanya risiko

epistaksis. Juga tidak digunakan pada patah tulang basis cranii. Setiap pipa yang

dimasukkanmelalui hidung harus dilumbrikasi.

Gambar 2.2.6 A. Nasofaringeal airway B. Insersi Nasofaringeal airway.

3. Intubasi Endoctracheal Tube

Intubasi Endoctraheal Tube adalah Intubasi endotrakeal merupakan tindakan

medis berupa memasukan tabung endotrakeal melalui mulut atau hidung untuk

menghubungkan udara luar dengan kedua paru.Pada penderita yang pernapasannya

11
terganggu biasanya dilakukan tindakan ini untuk mengatasi jalan napas yang

tesumbat. Intubasi endotrakhea dibutuhkan untuk menjamin patensi dari saluran

nafas pada pasien yang memiliki resiko terjadinya aspirasi, ataupun pada pasien

yang sulit menjaga saluran nafasnya dengan menggunakan sungkup, ataupun juga

bagi pasien yang memerlukan kontrol ventilasi dalam waktu yang lama.

Gambar 2.2.7 Intubasi endotracheal

4. Trakeostomi

Trakeostomi adalah tindakan pembedahan untuk membuat lubang di trakea

atau batang tenggorokan agar dapat dipasang tabung pernapasan.Tujuan utama

prosedur ini adalah memudahkan masuknya oksigen ke paru-paru, sehingga

memudahkan pasien untuk bernapas. Trakeostomi merupakan tindakan membuat

lubang (stoma) yang selanjutnya diikuti dengan pemasangan kanul sehingga udara

dapat masuk ke dalam paru-paru.

12
Gambar 2.II.8 Trakeostomi.

5. Krikotirotomi

Krikotirotomi merupakan tindakan penyelamat pada pasien dalam keadaan

gawat napas. Dengan cara membelah membran krikotiroid. Tindakan ini harus

dikerjakan cepat walaupun persiapannya darurat.

Teknik krikotirotomi:

Pasien tidur telentang dengan kepala ekstensi pada artikulasi atlanto

oksipitalis. Puncak tulang rawan tiroid (Adam's apple) mudah diidentifikasi

difiksasi dengan jari tangan kiri. Dengan telunjuk jari tangan kanan tulang rawan

tiroid diraba ke bawah sampai ditemukan kartilago krikoid. Membran krikotiroid

terletak di antara kedua tulang rawan ini. Daerah ini diinfiltrasi dengan anestetikum

kemudian dibuat sayatan horizontal pada kulit. Jaringan di bawah sayatan

dipisahkan tepat pada garis tengah. Setelah tepi bawah kartilago tiroid terlihat,

tusukkan pisau dengan arah ke bawah. Kemudian, masukkan kanul bila tersedia.

Jika tidak, dapat dipakai pipa plastik untuk sementara. Krikotirotomi merupakan

kontraindikasi pacla anak di bawah 12 tahun, demikian juga pada tumor laring yang

sudah meluas ke sub bglotik dan terdapat laringitis. Stenosis subglotik akan timbul

bila kanul dibiarkan terlalu lama karena kanul yang letaknya tinggi akan mengiritasi

13
jaringan-jaringan di sekitar subglotis, sehingga terbentuk jaringan granulasi dan

sebaiknya segera diganti dengan trakeostomi dalam waktu 48 jam.

Gambar 2.9 krikotirotomi

14
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Obstruksi saluran napas atas salah satu kegawatdaruratan di bidang Anestesi

dapat menyebabkan kematian dikarenakan terjadinya sumbatan pada saluran napas

bagian atas yang menyebabkan gangguan ventilasi yang dapat menyerang seluruh

usia. Sumbatan atau obstruksi saluran napas atas merupakan kegawatdaruratan

yang harus segera diatasi untuk mencegah kematian. Obstruksi saluran napas atas

dapat disebabkan oleh radang akut dan radang kronis, benda asing, trauma akibat

kecelakaan, perkelahian, percobaan bunuh diri dengan senjata tajam dan trauma

akibat tindakan medik yang dilakukan dengan gerakan tangan kasar, tumor pada

laring berupa tumor jinak maupun tumor ganas, serta kelumpuhan nervus rekuren

bilateral. Tatalaksana manajemen saluran napas bisa menggunakan alat ataupun

tanpa menggunakan alat serta pentingnya mengedukasi kepada masyarakat banyak

untukmengenali obstruksi saluran napas atas secara keseluruhan.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Widodo, dkk. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan XIII Ilmu Kesehatan


Telinga Hidung dan Tenggorok Bedah Kepala Leher. (Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga, 2015).
2. Julianti Erlina. Obstruksi Jalan Napas Atas.Fakultas Kedokteran
UniversitasPadjajaran. 2018.
3. Netter, Frank H. 2016. Atlas Anatomi Manusia Bahasa Latin/ Indonesia
Edisi 6. Indonesia: Elsevier.
4. FK UI. 2014. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan
Leher, edisi Ketujuh. Badan Penerbit FK Universitas Indonesi: Jakarta.
5. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Ed 8. Jakarta: EGC;
2016.
6. O Cathain E, Gaffey MM.2022. Upper Airway Obstruction. [Updated
2022 May 2]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing; Jan.
7. Chalam KV, Ambati BK, Beaver HA, Grover S, Levine LM, Wells
T, et al. Fundamentals and principles of ophthalmology. Bagian ke-2.
Singapore: American Academy of Ophthalmology; 2011. hal 71-81, 291-4.
8. Yataco JC, Mehta AC. Upper airway obstruction. In: Raoof S, George L,
Saleh A, Sung A, editors. Manual of critical care. New York: McGraw Hill
Medical; 2009:388-397.
9. Jose C, Atul C. Upper Airway Obstruction. in: American College of
Physicians: Manual of Critical Care. Raoof S, editor. USA: McGraw-Hill,
Inc; 2009. p 388- 96.
10.Soepardi EA, Iskandar N. Editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga-
Hidung-Tenggorok. Edisi 7. Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta. 2012.
11. MW, Z. & PF, D. Airway Evaluation and Management. In: Dunn PF.
Clinical Anesthesia Procedures of the Massachusetts General Hospital.
(Lippincott Williams & Wilkins, 2007).

28
12. AHA. 2020. Highlight of the AHA Guideline Update for CPR and ECC.
AHA: Dallas Texas.
13. Bakta M, dkk. 2016. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan XXIV
Emergency in Internal Medicine : Innovation For Future. Denpasar.
PT.Percetakan Bali. p 37- 38.
14. Dhingra PL. Anatomy of Nose. In: Dhingra PL, Dhingra D, Dhingra S,
editors. Diseases of Ear, Nose and Throat, and Head & Neck Surgery. 7th
ed. Kundli: Replica Press; 2016. p. 134–5.
15. Bailey, Byron J. HEAD & NECK SURGERY – OTOLARYNGOLOGY.
Secondedition. Volume 1. Lippincot – Raven. New York. 1998. p. 731-738,
885 – 887.
16. Andersen LW, Holmberg MJ, Berg KM, Donnino MW, Granfeldt A. In-
Hospital Cardiac Arrest: A Review. JAMA. 2019 Mar 26;321(12):1200-
1210.
17. Botros N, Concato J, Mohsenin V, Selim B, Doctor K, Yaggi HK.
Obstructive sleep apnea as a risk factor for type 2 diabetes. Am J Med. 2009
Dec;122(12):1122-7

29

Anda mungkin juga menyukai