Disusun Oleh:
Preseptor:
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas rahmat Tuhan yang Maha Esa karena kehendak-Nya penulis
ALAT DAN DENGAN ALAT. Makalah ini dibuat sebagai salah satu tugas dalam
penulis serta waktu yang tersedia untuk menyusun makalah ini sangat terbatas,
penulis sadar masih banyak kekurangan baik dari segi isi, susunan bahasa, maupun
sistematika penulisannya. Untuk itu kritik dan saran pembaca yang membangun
Sakit Umum Daerah M. Natsir Solok, yang telah memberikan masukan yang
Akhir kata penulis berharap kiranya makalah ini dapat menjadi masukan yang
berguna dan bisa menjadi informasi bagi tenaga medis dan profesi lain terkait
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Penguasaan manajemen jalan nafas merupakan hal mendasar pada setiap bidang
medis. Mempertahankan jalan nafas tetap paten sangat penting untuk mendapatkan
oksigenasi dan ventilasi yang adekuat. Kegagalan dalam mengenali gagal nafas
mengancam nyawa pasien.1 Karena bila terjadi henti napas primer, jantung dapat terus
memompa darah selama beberapa menit dan sisa O2 yang ada dalam paru dan darah
akan terus beredar ke otak dan organ vital lain. Namun bila sampai terjadi henti jantung
primer, O2 tidak beredar dan O2 yang tersisa dalam organ vital akan habis dalam
beberapa detik. Hipoksia yang disebabkan oleh sumbatan jalan napas terjadi paling
cepat dibandingkan dengan hipoksia akibat gangguan fungsi organ lain. Sehingga
manajemen jalan napas merupakan salah satu keterampilan yang paling penting
dimiliki.2
1
1.2 Tujuan Penulisan
dibagian ilmu Anestesi RSUD M. Natsir dan diharapkan agar dapat menambah
pengetahuan penulis serta bisa menjadi bahan referensi bagi para pembaca mengenai
Tujuan khusus dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui mengenai
Makalah ini dibuat dengan metode tinjauan kepustakaan yang merujuk pada
berbagai literatur.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Triple Manuver
a. Head tilt
Tindakan menekan dahi dengan cara meletakkan satu telapak tangan di dahi pasien dan
tekan ke bawah sehingga kepala menjadi mengadah, penyangga leher tegang, dan lidah
terangkat ke depan.3,4
b. Chin lift
Dilakukan dengan cara jari jemari salah satu tangan diletakkan dibawah rahang yang
kemudian secara hati-hati diangkat keatas untuk membawa dagu ke arah depan. Ibu jari
tangan yang sama dengan ringan menekan bibir bawah untuk membuka mulut, ibu jari
juga dapat diletakkan di belakang gigi seri (incisor) bawah dan secara bersamaan dagu
dengan hati-hati diangkat. Manuver chin lift tidak boleh menyebabkan hiperekstensi
leher. Manuver ini berguna pada pasien trauma karena tidak membahayakan pasien
dengan kemungkinan patah ruas tulang leher atau mengubah patah tulang tanpa cedera
3
c. Jaw thrust
Tindakan mendorong angulus mandibula kanan dan kiri ke depan dengan jari-jari
kedua tangan, kedua ibu jari membuka mulut, dan kedua telapak tangan menempel
B. Manuver Heimlich
Yayasan Essentia Medica, 1983: 22) ini merupakan metode yang paling efektif untuk
mengatasi obstruksi saluran pernapasan atas akibat makanan atau benda asing yang
4
c. Kepalkan satu tangan dan letakkan sisi jempol tangan kepalan pada perut korban (di
d. Pegang erat kepalan tangan ke perut dengan hentakan yang cepat ke atas. Setiap
Bila penderita sadar dapat batuk keras, observasi ketat. Bila napas tidak efektif atau
berhenti, lakukan back blow 5 kali (hentakan keras pada punggung korban di titik
5
Bila penderita sadar lakukan chest thrust 5 kali (tekan tulang dada dengan jari(bayi)
atau kepalan tangan (ibu hamil) dibawah garis imajinasi antara kedua putting susu
pasien). Bila sadar, tidurkan terlentang dan lakukan chest thrust tarik lidah apakah ada
Hilangnya tonus otot jalan napas bagian atas pada pasien yang dianestesi menyebabkan
lidah dan epiglotis jatuh kebelakang kearah dinding posterior faring. Mengubah posisi
kepala atau jaw thrust merupakan teknik yang disukai untuk membebaskan jalan napas.
Untuk mempertahankan jalan napas bebas, jalan napas buatan (artificial airway) dapat
dimasukkan melalui mulut atau hidung untuk menimbulkan adanya aliran udara antara
A. Oropharyngeal tube
6
Alat ini dipasang lewat mulut sampai ke faring sehingga menahan lidah tidak jatuh
menutup hipofaring. Ukuran harus tepat yaitu dari Tengah mulut sampai ke angulus
mandibula atau dari tepi mulut sampai ke tragus. Cara memasang alat ini dengan cara
terbalik yaitu menyusuri palatum durum sampai palatum molle kemudian diputar 180
derajat sehingga bagian yang cekung mengarah ke caudal. Alat ini merangsang muntah
dan tidak disukai bila kesadaran pasien membaik. Pasien yang sadar atau
dalam anestesi ringan dapat terjadi batuk atau spasme laring pada saat memasang jalan
napas dan kadang-kadang dengan menekan lidah dengan spatel lidah. Oral airway
dewasa umumnya berukuran kecil (80 mm/Guedel No 3), medium (90 mm/Guedel no
B. Nasopharyngeal tube
Alat ini dipasang lewat salah satu lubang hidung sampai ke faring yang akan menahan
jatuhnya pangkal lidah agar tidak menutup hipofaring. Diameter disesuaikan dengan
7
besarnya lubang hidung pasien, secara mudah kira-kira sebesar diameter jari kelingking
pasien. Pada waktu memasang pelumasan harus baik agar tidak melukai pembuluh
darah yang ada di rongga hidung. Disebabkan adanya resiko epistaksis, nasal airway
tidak boleh digunakan pada pasien yang diberi antikoagulan atau anak dengan adenoid.
yang dimasukkan
8
C. Sungkup muka ( face mask)
Penggunaan face mask dapat memfasilitasi pengaliran oksigen atau gas anestesi dari
sistem breathing ke pasien dengan pemasangan face mask dengan rapat. Lingkaran dari
face mask disesuaikan dengan bentuk muka pasien. Orificium face mask dapat
disambungkan ke sirkuit mesin anestesi melalui konektor. Face mask yang transparan
dapat mengobservasi uap gas ekspirasi dan muntahan. Ventilasi yang efektif
memerlukan jalan napas yang bebas dan face mask yang rapat atau tidak bocor. Teknik
pemasangan face mask yang tidak tepat dapat menyebabkan reservoir bag kempis
walaupun klepnya ditutup, hal ini menunjukkan adanya kebocoran sekeliling face
mask. Sebaliknya, tekanan sirkuit breathing yang tinggi dengan pergerakan dada dan
suara pernapasan yang minimal menunjukkan adanya obstruksi jalan napas. Bila face
mask dipegang dengan tangan kiri, tangan kanan digunakan untuk melakukan
ventilasi dengan tekanan positif dengan memeras breathing bag. Face mask dipasang
dimuka pasien dan sedikit ditekan pada badan face mask dengan ibu jari dan telunjuk.
Jari tengah dan jari manis menarik mandibula untuk ekstensi joint atlantooccipital.
Tekanan jari-jari harus pada mandibula, jangan pada jaringan lunak yang menopang
dasar lidah karena dapat terjadi obstruksi jalan napas. Jari kelingking ditempatkan
dibawah sudut jaw dan digunakan untuk jaw thrust manuver yang paling penting
9
untuk dapat melakukan ventilasi pasien.5,6,9
Intubasi trakea adalah tindakan memasukan pipa khusus ke dalam trakea sehingga jalan
napas dapat bebas hambatan dan napas mudah dibantu atau dikendalikan. Pipa trakea
mengantarkan gas anestetik langsung kedalam trakea. Ukuran diameter pipa trakea
dalam millimeter, karena penampang melintang trakea bayi, anak dan dewasa
berbeda,penampang melintang bayi dan anak kecil dibawah usia lima tahun hampir
bulat, sedangkan dewasa seperti huruf D, maka pada bayi dan anak digunakan pipa
trakea yang tidak ada cuff dan pada dewasa menggunakan cuff agar tidak terjadi
pernapasan.
10
d. Memudahkan penghisapan sekret trako bronchial
Anestesi umum dengan teknik endotrakea dilakukan pada operasi yang lama yang
a. Laringoskop adalah instrumen untuk pemeriksaan laring dan untuk fasilitas intubasi
trakea. Terdiri dari bagian pegangan atau batang (handle) dan bilah (blade). Ada 3-4
ukuran bilah. Handle biasanya berisi batre untuk cahaya bola lampu pada ujung blade,
atau untuk energi fiberoptic bundle yang berakhir pada ujung blade. Cahaya dari bundle
fiberoptik tertuju langsung dan tidak tersebar. Ada beberapa jenis laringoskop yaitu
tipe magill yaitu bilah lurus dan tipe macintosh dengan bentuk bilah bengkok. Bilah
macintosh ini paling sering dipakai untuk tindakan intubasi karena kurang traumatis
berkurang.
11
b. Endotracheal tube (ETT) digunakan untuk mengalirkan gas anestesi langsung ke
cukup keras atau botol infus 1 gram), sehingga kepala dalam keadaan ekstensi
12
menit. Sungkup muka dipegang dengan tangan kiri dan balon dengan tangan
kanan.
sudut kiri dan lapangan pandang akan terbuka. Daun laringoskop didorong ke
dalam rongga mulut. Gagang diangkat dengan lengan kiri dan akan terlihat
kanan. Epiglotis diangkat sehingga tampak aritenoid dan pita suara yang
sudut kanan mulut sampai balon pipa tepat melewati pita suara. Bila perlu,
sehingga pita suara akan dapat tampak dengan jelas. Bila mengganggu, stilet
memompa balon dan tangan kiri memfiksasi. Balon pipa dikembangkan dan
suara napas kanan dan kiri sama. Bila dada ditekan terasa ada aliran udara di
berupa suara napas kanan berbeda dengan suara napas kiri, kadang-kadang
timbul suara wheezing, sekret lebih banyak dan tahanan jalan napas terasa lebih
13
berat. Jika ada ventilasi ke satu sisi seperti ini, pipa ditarik sedikit sampai
ventilasi kedua paru sama. Sedangkan bila terjadi intubasi ke daerah esofagus
maka daerah epigastrum atau gaster akan mengembang, terdengar suara saat
lama pasien akan nampak semakin membiru. Untuk hal tersebut pipa dicabut
bersangkutan.
14
Indikasi intubasi endotrakeal yaitu mengontrol jalan napas, menyediakan saluran udara
yang bebas hambatan untuk ventilasi dalam jangka panjang, meminimalkan risiko
pasien dengan refleks akibat sumbatan yang terjadi, ventilasi yang tidak adekuat,
imobilisasi tulang vertebra servical, sehingga sangat sulit untuk dilakukan intubasi.3
LMA terdiri dari pipa dengan lubang yang besar, yang di akhir bagian proksimal
dihubungkan dengan sirkuit napas dengan konektor berukuran 15 mm, dan dibagian
distal terdapat balon berbentuk elips yang dapat dikembangkan lewat pipa. Balon
hipofaring, sekali telah dikembangkan, balon dengan tekanan rendah ada di muara
memasukan oral airway. Posisi ideal dari balon adalah dasar lidah di bagian superior,
sinus pyriforme dilateral, dan spincter oesopagus bagian atas di inferior. Jika esophagus
terletak di rim balon, distensi lambung atau regurgitasi masih mungkin terjadi. Variasi
anatomi mencegah fungsi LMA yang adekuat pada beberapa pasien. Akan tetapi, jika
LMA tidak berfungsi semestinya dan setelah mencoba memperbaiki masih tidak baik,
kebanyakan klinisi mencoba dengan LMA lain yang ukurannya lebih besar atau lebih
15
kecil. Karena penutupan oleh epiglotis atau ujung balon merupakan penyebab
dengan laringoskop menguntungkan pada kasus yang sulit. Demikian juga, sebagian
balon digembungkan sebelum insersi dapat sangat membantu. Pipa di plester seperti
halnya ETT. LMA melindungi laring dari sekresi faring (tapi tidak terhadap regurgitasi
lambung) dan LMA harus tetap dipertahankan pada tempatnya sampai reflek jalan
dengan batuk atau membuka mulut sesuai dengan perintah. LMA yang dapat dipakai
lagi, dapat di autoklaf, dibuat dari karet silikon (bebas latek) dan tersedia dalam
berbagai ukuran.6,10,11
16
LMA memberikan alternatif untuk ventilasi selain face mask atau ETT. Kontraindikasi
untuk LMA adalah pasien dengan kelainan faring (misalnya abses), sumbatan faring,
lambung yang penuh (misalnya kehamilan, hernia hiatal), atau komplians paru rendah
(misalnya penyakit restriksi jalan napas) yang memerlukan tekanan inspirasi puncak
lebih besar dari 30 cm H2O. Secara tradisional, LMA dihindari pada pasien dengan
bronkhospasme atau resistensi jalan napas tinggi, akan tetapi, bukti-bukti baru
dihubungkan dengan kejadian bronchospasm kurang dari pada dengan ETT. Walaupun
hal ini nyata tidak sebagaipenganti untuk trakheal intubasi, LMA membuktikan sangat
membantu terutama pada pasien dengan jalan napas yang sulit (yang tidak dapat
- Cuff harus dikempeskan maksimal sebelum dipasang. Pengempisan harus bebas dari
- Oleskan jeli pada sisi belakang LMA sebelum dipasang. Hal ini untuk menjaga agar
ujung cuff tidak menekuk pada saat kontak dengan palatum. Pemberian jeli pada sisi
depan akan dapat mengakibatkan sumbatan atau aspirasi, karena itu tidak dianjurkan.
- Sebelum pemasangan, posisi pasien dalam keadaan “air sniffing” dengan cara
menekan kepala dari belakang dengan menggunakan tangan yang tidak dominan. Buka
mulut dengan cara menekan mandibula kebawah atau dengan jari ketiga tangan yang
dominan.
- LMA dipegang dengan ibu jari dan jari telunjuk pada perbatasan antara pipa dan cuff.
17
- Ujung LMA dimasukkan pada sisi dalam gigi atas, menyusur palatum dan dengan
bantuan jari telunjuk LMA dimasukkan lebih dalam dengan menyusuri palatum.
- Pipa LMA dipegang dengan tangan yang tidak dominan untuk mempertahankan
- LMA dihubungkan dengan alat pernapasan dan dilakukan pernapasan bantu. Bila
- Pasang bite – block untuk melindungi pipa LMA dari gigitan, setelah itu lakukan
fiksasi.
F. Trakeostomi
Trakeostomi adalah tindakan operasi membuat jalan udara melalui leher dengan
membuat stoma atau lubang di dinding depan/ anterior trakea cincin kartilago trakea
ketiga dan keempat, dilanjutkan dengan membuat stoma, diikuti pemasangan kanul.
napas di atas trakea dan tidak dapat diatasi dengan cara lain, misalnya intubasi. 3,7,13
18
buatan untuk waktu lama dan yang memerlukan bantuan pernapasan buatan untuk
waktu lama dan yang memerlukan pertolongan pembersihan jalan napas secara
memadai. Terdapat beberapa hal yang menjadi indikasi dan kontraindikasi tindakan
trakeostomi. Indikasi trakeostomi antara lain adanya obstruksi mekanis saluran napas
atas, perlindungan cabang trakeobronkial pada pasien yang beresiko aspirasi, gagal
napas, retensi sekresi bronkial, dan trakeostomi elektif seperti pada kasus bedah leher
Kontraindikasi trakeostomi antara lain koagulopati tak terkoreksi, infeksi pada bagian
insisi, rasio tinggi pada tekanan positif akhir ekspirasi terhadap fraksi oksigen yang
anatomi trakea.
a. Alat Trakeostomi
Alat-alat dan bahan yang digunakan untuk melakukan trakeostomi cukup beragam.
Alat bahan tersebut meliputi tracheostomy tube, obturator, kateter pengisap, kantung
Ukuran dari tracheostomy tube yang dipakai bergantung dari kelompok usia dan berat
badan pasien.
19
b. Prosedur Trakeostomi
mengelevasikan laring serta bagian atas trakea. Berikan antibiotik profilaksis 30-60
menit sebelum mulai insisi. Lakukan sterilisasi pada bagian yang akan diinsisi, lalu
2-3 cm pada cincin trakeal kedua. Hindari insisi hingga sedalam jaringan subkutan agar
tidak melukai isthmus tiroid atau vena leher yang besar. Diseksi pada otot platisma dan
tiroid di superior cincin trakeal ketiga, maka retraksikan kelenjar ke atas untuk
mendapat akses ke trakea. Jika kelenjar terletak antara cincin kedua dan ketiga, maka
komplit. Terdapat 2 macam entri trakea, yaitu dengan membuang bagian anterior dari
cincin trakea secara komplit untuk membuat stoma atau pembentukan flap pada bagian
terparah cincin trakea. Pada pembuangan cincin, cincin diangkat dengan kait trakea
dan dua jahitan sirkumferensial di sekitar cincin. Setelah itu bagian tengah cincin yang
20
anterior untuk jalan masuk pipa trakeostomi. Pada cara yang kedua, yaitu dengan
Hal ini dilakukan dengan cara menginsisi fasia pada bagian cincin superior untuk
membentuk fistula dan memasukan pipa trakeostomi pada margin inferior. Penutup
yang sudah terbuat dapat ditempelkan ke kulit dengan beberapa jahitan. Fistula ini yang
G. Krikotirotomi
Krikotirotomi adalah suatu prosedur bedah dalam manajemen saluran napas (airway
management ) untuk membuka membran krikotiroid pada saat pasien emergensi tidak
dapat diventilasi dan tidak dapat diintubasi. Krikotirotomi disebut juga laringostomi,
oksigen dapat masuk ke saluran napas secara langsung atau melalui jarum
Krikotirotomi dilakukan dengan beberapa indikasi. Indikasi yang dimaksud antara lain
21
adanya kegagalan intubasi, obstruksi saluran napas atas, retensi sekresi, gagal napas
setelah sternotomi, fraktur servikal, dan trauma fasial. Kegagalan intubasi dapat
ditemui pada kasus spasme maseter, perdarahan masif oral, nasal, atau faringeal, dan
spasme larigeal.
Obstruksi saluran napas dapat ditemui pada kasus traumatik yang menyebabkan edema
dan mudah, adanya transeksi trakea dengan retraksi bagian distal mediastinum, fraktur
laring, anak di bawah 12 tahun, diatesis berdarah, dan pasien dengan edema masif pada
Peralatan bedah yang dibutuhkan untuk krikotirotomi yaitu kateter intubasi, pipa
endotrakeal, dan skapel. Skapel yang digunakan berupa skapel dengan pisau no. 15 dan
no. 11. Selain itu yang perlu dipersiapkan adalah dilator trakeal, hemostats, gunting,
kait trakeal, pemegang jarum, pipa trakeostomi, suntikan berisi lidokain dan epinefrin
Prosedur krikotirotomi secara runtut dibagi menjadi tahap persiapan posisi, stabilisasi,
insisi kutaneus, insisi krikotiroid, stabilisasi, dilatasi, insersi, konfirmasi, dan fiksasi.
bahu. Setelah itu pada tahap stabilisasi, tangan yang nondominan menstabilkan
kartilago laringeal dengan cara kelingking di jakun serta ibu jari dan jari tengah di
sebelah lateralnya. Lalu lakukan insisi kutaneus secara vertikal hingga terlihat
menggores dinding trakea posterior. Stabilisasikan hasil insisi dengan kait pada
22
superior dan inferior kulit agar tetap insisi tetap terbuka. Pada tahap dilatasi, gantikan
pisau skalpel dengan dilator Trousseaux atau hemostats yang melengkung. Setelah
Nilai jalur masuk udara yang masuk melalui pipa dan cek posisi pipa apakah sudah
tepat atau belum. Jika mungkin, lakukan auskultasi dada atau pemotretan radiologi
untuk memastikan tidak ada pneumothoraks. Setelah pipa terpasang, fiksasi pipa
dengan kain, ikatan trakeal, dan jahitan atau pita perekat di sekitar pipa.16
23
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pembebasan jalan nafas merupakan hal utama yang harus dikuasai karena terkait
dengan kebutuhan oksigen tubuh yang apabila terjadi kegagalan akan berdampak pada
kematian.
Menjaga jalan napas dapat dilakukan dengan maupun tanpa alat, seperti triple airway
24
DAFTAR PUSTAKA
25
Dalam The ABCs of Emergency Medicine. Edisi 12. Pp:115-125. Toronto:
University of Toronto
14. Guyton AC, Hall JE.Textbook of medical physiology. 9th ed. Pennsylvania:
W.B.saunders company; 2007: 375-393
15. American Society of Anesthesiologists. 2013. Practice Guidelines for
Management of the Difficult Airway : An Updated Report by the American
Society of Anesthesiologists Task Force on Management of the Difficult Airway.
Anesthesiology
16. Izakson, et al. “Complete airway obstruction by foreign body: another anesthetic
challenge. A brief review” Jurnalul Român de Anestezie Terapie Intensivă 2013
Vol.20 Nr.2, 125-129
26