Case Report Paraplegia-M.fadhil Y.P 1810070100062
Case Report Paraplegia-M.fadhil Y.P 1810070100062
PARAPLEGIA
Oleh :
M.Fadhil Yerilwan P 1810070100062
Preseptor :
dr. Yulson Rasyid, Sp.N
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih
dan Maha Penyayang atas limpahan rahmat dan anugerah dari-Nya sehingga penulis
dapat meyelesaikan case report session yang berjudul “Paraplegia” ini dengan baik.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita,
Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita semua jalan yang
lurus berupa ajaran agama islam yang sempurna dan menjadi anugerah terbesar
bagi seluruh alam semesta.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Yulson Rasyid, Sp.N yang
telah memberikan bimbingan serta arahan, sehingga case ini dapat diselesaikan
dengan baik. Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam
penulisan tugas ilmiah ini karena keterbatasan pengetahuan, kemampuan serta
pengalaman yang penulis miliki. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak. Semoga tugas ilmiah
ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan terutama
dibidang ilmu kedokteran dan kesehatan dan juga bagi penulis sendiri.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
2.3. Paraplegia...............................................................................................................8
1. Pemeriksaan Fisik....................................................................................................33
2. Status Neurologikus.................................................................................................34
3. Fungsi Otonom........................................................................................................40
4. Fungsi Luhur............................................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................44
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Susunan neuromuskular terdiri dari Upper motor neuron (UMN) dan lower motor
neuron (LMN). Upper motor neurons (UMN) merupakan kumpulan saraf-saraf motorik
yang menyalurkan impuls dan area motorik di korteks motorik sampai inti-inti motorik di
saraf kranial di batang otak atau kornu anterior. Berdasarkan perbedaan anatomik dan
fisiologik kelompok UMN dibagi dalam susunan piramidal dan susunan ekstrapiramidal.
Susunan piramidal terdiri dari traktus kortikospinal dan traktus kortikobulbar. Traktus
kortikobulbar fungsinya untuk geraakan-gerakan otot kepala dan leher, sedangkan traktus
kortikospinal fungsinya untuk gerakan-gerakan otot tubuh dan anggota gerak. Sedangkan
lower motor neuron (LMN), yang merupakan kumpulan saraf-saraf motorik yang berasal
dari batang otak, pesan tersebut dari otak dilanjutkan ke berbagai otot dalam tubuh
seseorang.1
Dari otak medula spinalis turun ke bawah kira-kira ditengah punggung dan
dilindungi oleh cairan jernih yaitu cairan serebrospinal. Medula spinalis terdiri dari
badan, oragan-organ tubuh dan kembali ke otak. Otak dan medula spinalis merupakan
sistem saraf pusat dan yang mehubungkan saraf-saraf medula spinalis ke tubuh adalah
1
sistem saraf perifer. Medula spinalis terdiri atas traktus ascenden (yang membawa
informasi di tubuh menuju ke otak seperti rangsang raba, suhu, nyeri dan gerak posisi) dan
traktus descenden (yang membawa informasi dari otak ke anggota gerak dan mengontrol
fungsi tubuh).1
yang dapat menggerakkan serabut otot. Bilamana terjadi kerusakan pada motorneuron,
maka serabut otot yang tergabung dalam unit motoriknya tidak dapat berkontraksi,
kendatipun impuls motorik masih dapat disampaikan oleh sistem pyramidal dan
lengkap atau suatu kondisi yang ditandai oleh hilangnya sebagian gerakan atau gerakan
kehilangan atau gangguan fungsi motorik pada suatu bagian tubuh akibat lesi pada
mekanisme saraf atau otot. Paraplegia inferior adalah paralisis bagian bawah tubuh
termasuk tungkai,.3 Penyebab tersering paraplegia adalah spinal cord injury, spondylitis
2
Senior (KKS) di RSUD Muhammad Natsir Solok.
paraplegia.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tulang belakang manusia berfungsi sebagai pilar untuk menopang berat tubuh
dan tempat dimana terletaknya medulla spinalis. Tulang belakang juga berfungsi
untuk menyangga kepala dan sebagai titik sambungan terhadap tulang iga, pelvis
dan otot-otot punggung. Susunan tulang belakang manusia terdiri dari tulang
tulang vertebra adalah sebagai bantalan untuk memberikan sifat fleksibel terhadap
pergerakkan tubuh, baik ke arah anterior, posterior, lateral maupun rotasi dan juga
tulang thorax (thoraks atau dada), 5 tulang lumbal, 5 tulang sacral, dan 4 tulang
torakalis maupun lumbalis memiliki struktur dasar yang sama satu dengan yang
lainnya. Pada sisi anterior terdapat tubuh dari tulang vertebra (vertebrae
body) yang berfungsi untuk menahan berat yang paling banyak. Pada bagian
posterior terdapat 3 prosesus, antara lain 1 procesus spinosus pada bagian medial
dan 2 prosesus transversus pada bagian lateral. Bagian anterior dan posterior
dari tulang vertebra digabungkan kaki-kaki yang disebut dengan pedicle. Pada
vertebra torakalis, terdapat yang disebut dengan facet dimana titik pertemuan
4
Gambar 1 Tulang Belakang
5
Medula spinalis mulai dari akhir medulla oblongata di foramen magnum
berlanjut menjadi Kauda Equina (di Bokong) yang lebih tahan terhadap
di tubuh menuju ke otak seperti rangsang raba, suhu, nyeri dan gerak
anggota gerak dan mengontrol fungsi tubuh). Ketika tulang belakang disusun,
foramen ini akan membentuk saluran sebagai tempat sumsum tulang belakang
atau medulla spinalis. Dari otak medulas pinalis turun ke bawah kira- kira
ditengah punggung dan dilindungi oleh cairan jernih yaitu cairan serebrospinal.
elektrik dari dan ke ekstremitas, badan, organ tubuh dan kembali ke otak.
Otak dan medula spinalis merupakan sistem saraf pusat dan yang
istimewa, yaitu arteri spinalis dan arteri radikularis. Arteri spinalis dibagi menjadi arteri
spinalis anterior dan posterior yang berasal dari arteri vertebralis, sedangkan
arteri radikularis dibagi menjadi arteri radikularis posteriordan anterior yang dikenal
arteri spinalis anterior dan arteri spinalis posterior. Nervus spinalis/akar nervus yang
berasal dari medula spinalis melewati suatu lubang di vertebra yang disebut foramen
dan membawa informasi dari medula spinalis sampai ke bagian tubuh dan dari tubuh ke
otak. Ada 31 pasang nervus spinalis dan dibagi dalam empat kelompok nervus
6
spinalis,yaitu :1
a. Nervus servikal : berperan dalam pergerakan dan perabaan pada lengan, leher,
Upper motor neurons (UMN) dan lower motor neuron (LMN). Upper motor
impuls dan area motorik di korteks motorik sampai inti-inti motorik di saraf kranial
(LMN), yang merupakan kumpulan saraf motorik yang berasal dari batang otak,
pesan tersebut dari otak dilanjutkan ke berbagai otot dalam tubuh seseorang.
neuromuscular tubuh. Sistem ini yang memungkinkan tubuh kita untuk bergerak
secara terencana dan terukur.2 Lintasan traktus medulla spinalis terdiri dari traktus
sensorik ke SSP dan dapat berjalan ke bagian-bagian medulla spinalis dan otak.
Berkas UMN bagian medial, dibatang otak akan saling menyilang. Sedangkan UMN
bagian Internal tetap berjalan pada sisi yang sama sampai berkas lateral ini tiba di medulla
spinalis. Di segmen medulla spinalis tempat berkas bersinap dengan neuron LMN. Berkas
tersebut akan menyilang. Dengan demikian seluruh impuls motorik otot rangka akan
menyilang, sehingga kerusakan UMN diatas batang otak akan menimbulkan kelumpuhan
secara bilateral, kecuali nervus VII & XII, berfungsi untuk menyalurkan impuls motorik
untuk gerak otot tangkas. Dalam klinik gangguan traktus piramidalis memberikan
kelumpuhan tipe UMN berupa parese/paralisis spastis disertai dengan tonus meninggi,
Rangkaian neuron di korteks selanjutnya membentuk jalan saraf sirkuit meliputi berbagai
ganglia basalis antara lain nukleus kaudatus, putamen, globus pallidus, nukleus Ruber,
neuron.
Pusat kesadaran
Susunan ekstrapiramidal berfungsi untuk gerak otot dasar / gerak otot tonik,
9
pembagian tonus secara harmonis, mengendalikan aktifitas piramidal. Gangguan pada
Merupakan neuron yang langsung berhubungan dgn otot, dapat dijumpai pada nbatang
otak dan kornu anterior medulla spinalis. Gangguan pada LMN memberikan kelumpuhan
tipe LMN yaitu parese yang sifatnya flaccid, arefleksi, tak ada refleks patologis, atrofi
cepat terjadi.3
Perasaan yang dirasa oleh bagian tubuh baik dari kulit, jaringan ikat, tulang maupun otot
Perasaan eksteroseptif dalam bentuk rasa nyeri, rasa suhu dan rasa raba.
Perasaan proprioseptif : disadari sebagai rasa nyeri dalam, rasa getar, rasa tekan, rasa
Perasaan luhur : Diskriminatif & demensional Menentukan tinggi lesi medula spinalis
berdasarkan :
tetraparese
- Paraparese UMN : lesi terdapat supranuklear thd segmen medula spinalis lumbosakral
(L2-S2).
- Paraparese LMN : lesi setinggi segmen medula spinalis L2-S2 atau lesi infra nuklear.
10
- Tetraparese UMN : lesi terdapat supranuklear terhadap segmen medula spinalis servikal
IV.
Gangguan Sensibilitas
Glove/stocking anestesia
- Produksi keringat
11
- Bladder : berupa inkontinensia urine atau uninhibited bladder.
segmen sakral.
2.3 Paraplegia
Parese adalah kelemahan parsial yang ringan/tidak lengkapatau suatu kondisi yang ditandai oleh
hilangnya sebagian gerakan atau gerakan terganggu. Plegia adalah kelemahan berat/kelumpuhan
Monoplegia adalah paralisis/ kelemahan berat pada satu ekstremitas atas atau ekstremitas
bawah.
Hemiplegia adalah paralisis/ kelemahan berat pada satu sisi tubuh yaitu satu ekstremitas
Paraplegi terbagi menjadi tipe spastic (UMN) dan flaksid (LMN).Paraplegi spastik adalah
kekakuan otot dan kejang otot disebabkan oleh kondisi saraf tertentu. Paraplegi spastik
disebabkan oleh spondylitis TB , spinal cord injury, genetic disorder (hereditary spastic
paraplegia), autoimmune diseases, syrinx (a spinal chord disorder) 6,tumor medulla spinalis,
12
mutiple sclerosis,7
Paraplegi flaksid adalah kelemahan atau kurangnya otot yang tidak memiliki penyebab yang jelas.
Otot lemas sebagian karena kurangnya aktivitas dalam otot, gerakan sukarela yang sebagian atau
seluruhnya hilang. Paraplegi flaksid termasuk polio, lesi pada neuron motorik yang lebih rendah,
Lesi yang mendesak medulla spinalis sehingga merusak daerah jaras kortikospinalis
lateral dapat menimbulkan kelumpuhan UMN pada otot-otot bagian tubuh yang terletak dibawah
tingkat lesi. Lesi yang memotong melintang (tranversal) medulla spinalis pada tingkat servikal,
misalnya C5 dapat mengakibatkan kelumpuhan UMN pada otot-otot tubuh yang berada dibawah
C5, yaitu sebagian dari otot-otot kedua lengan yang berasal dari miotoma C6 sampai miotoma C8,
lalu otot-otot toraks dan abdomen serta segenap muskulatur kedua tungkai. Kelumpuhan seperti
Akibat terputusnya lintasan somatosensorik dan lintasan autonom neurovegetatif asendens dan
desendens, maka dari tingkat lesi kebawah, penderita tidak dapat merasakan apapun, tidak dapat
melakukan buang air besar dan kecil, serta tidak memperlihatkan reaksi neurovegetatif.
Lesi Tranversal yang memotong medulla spinalis pada tingkat torakal atau tingkat lumbal atas
mengakibatkan kelumpuhan yang pada dasarnya serupa dengan lesi yang terjadi pada daerah
servikal, yaitu pada tingkat lesi terjadi kelumpuhan LMN, dan dibawah tingkat lesi terdapat
kelumpuhan UMN. Kelumpuhan LMN pada tingkat lesi melibatkan kelompok otot yang
merupakan sebagian kecil dari muskulatur toraks dan abdomen, namun kelumpuhan yang terjadi
tidak begitu jelas terlihat dikarenakan peranan dari muskulus tersebut yang kurang begitu
13
menonjol.
Tingkat lesi transversal di medulla spinalis mudah terungkap oleh batas deficit sensorik. Dibawah
batas tersebut, tanda-tanda UMN dapat ditemukan pada kedua tungkai secara lengkap.
Paraplegi dapat disebabkan oleh suatu infeksi, satu hingga dua segmen dari medulla spinalis dapat
rusak secara sekaligus, infeksi langsung dapat terjadi melalui emboli septic, luka terbuka dari
tulang belakang, penjalaran osteomielitis atau perluasan dari proses meningitis piogenik. Istilah
mielitis tidak saja digunakan untuk proses peradangan pada medullah spinalis namun juga
digunakan apabila lesinya menyerupai proses peradangan dan disebabkan oleh proses patologi
yang mempunyai hubungan dengan infeksi, adanya tumor, baik tumor ekstramedular maupun
Kelumpuhan UMN dicirikan oleh tanda-tanda khas disfungsi susunan UMN adalah sebagai
berikut :
Gejala ini terjadi karena hilangnya pengaruh inhibisi korteks motorik tambahan terhadap inti-inti
intrinsik medulla spinalis. Hipertonus adalah ciri khas bagi disfungsi komponen ekstrapiramidal
susunan UMN. Hipertonus tidak akan bangkit bahkan tonus otot menurun, jika lesi paralitik
merusak hanya korteks motorik primer saja. Lesi hipertonus menjadi jelas apabila korteks motorik
tambahan (area 4 dan area 6) ikut terlibat dalam lesi. Lesi paralitik yang mengganggu pyramidal
juga pasti akan mengganggu serabut-serabut kortikobulbar/spinal dan juga serabut frontopontin,
temporo parietopontin berikut serabut-serabut striatal utama. Hal itu menggambarkan bahwa
komponen pyramidal dan ekstrapiramidal akan mengalami gangguan bersama. Hal ini terjadi
14
karena lintasan pyramidal dan ekstrapiramidal berada dikawasan yang sama yaitu pedunkulus
Hipertonus yang diiringi kelumpuhan pada UMN tidak melibatkan semua otot skeletal, melainkan
otot fleksor seluruh lengan serta otot abductor bahu dan pada tungkai seluruh otot ekstensornya
Tergantung dalam jumlah serabut penghantar impuls ektrapiramidal dan pyramidal yang terkena
gangguan, anggota gerak yang lumpuh dapat memperlihatkan hipertonia dalam posisi fleksi atau
ekstensi. Hal ini terjadi pada kelumpuhan UMN yang melanda bagian bawah tubuh (paraparese)
akibat oleh karena lesi transversal di medulla spinalis di atas intumesensia lubosakralis. Apabila
paraparese yang disebabkan oleh lesi yang terutama merusak serabut penghantar impuls
pyramidal saja,maka parapleginya menunjukan hipertonus dalam posisi ekstensi. Apabila jumlah
serabut penghantar impuls ekspiramidal terlibat dalam lesi, maka hipertonus dalam posisi fleksi.
b. Hiperrefleksia
Pada kerusakan UMN, refleks tendon lebih peka daripada keadaan biasa (normal).Dalam hal ini,
gerak otot bangkit secara berlebihan, walapun rangsangan pada tendon sangat lemah.
Hiperrefleksi merupakan keadaan setelah impuls inhibisi dari susunan pyramidal dan
ekstrapiramidal tidak dapat disampaikan pada motorneuron. Refleks tendon merupakan refleks
spinal yang bersifat segmental. Ini berarti bahwa lengkung refleks disusun oleh neuron-neuron
yang berada disatu segmen. Tetapi ada juga gerak otot reflektorik, yang lengkung refleks
segmentalnya berjalan dengan lintasan-lintasan UMN yang ikut mengatur efektornya. Hal ini
dijumpai pada refleks kulit dinding perut. Pada UMN, refleks tersebut menghilang atau menurun.
c. Klonus
15
Hiperrefleksia sering diiringi oleh klonus. Tanda ini adalah gerak otot reflektorik, yang bangkit
secara berulang-ulang selama perangsangan masih berlangsung. Pada lesi UMN kelumpuhannya
d. Refleks patologis
Pada kerusakan UMN dapat ditemukannya refleks patologis. Tetapi mekanisme timbulnya refleks
Motorneuron dengan sejumlah serabut-serabut otot yang disarafinya menyususn satu kesatuan
motorik. Kesatuan fisiologi ini mencakup hubungan timbal-balik antara kehidupan motorneuron
dan serabut otot yang disarafinya. Runtuhnya motorneuron akan disusul dengan kerusakan-
kerusakan serabut-serabut saraf motoriknya. Oleh karena itu, otot yang terkena akan menjadi
atrofi. Dalam hal kerusakan pada UMN, motorneuron tidak dilibatkan. Oleh karena itu, otot-otot
yang lumpuh karena lesi UMN tidak akan memperlihatkan atrofi. Namun demikian, otot yang
lumpuh masih dapat mengecil, bukan karena serabut-serabut yang musnah akan tetapi
dikarenakan oleh karena otot tersebut tidak dipergunakan yang dikenal dengan istilah disuse
atrophy.
Jika motorneuron tidak mempunyai hubungan dengan korteks motorik primer dan korteks motorik
tambahan bukan berarti tidak berdaya menggerakkan otot. Otot masih dapat digerakkan oleh
rangsang yang datang dari bagian susunan saraf pusat dibawah tingkat lesi yang dinamakan
sebagai gerakan refleks automatisme spinal. Pada penderita paraparese akibat lesi transversal di
medulla spinalis bagian atas, dapat dijumpai kejang fleksi lutut sejenak padahal kedua tungkai
16
lumpuh, apabila penderita terkejut. Tanda- tanda kelumpuhan UMN tersebut diatas dapat
seluruhnya atau sebagian saja ditemukan pada tahap kedua masa setelah terjadinya lesi UMN.
Pada tahap pertamanya yaitu langsung setelah lesi UMN terjadi, tanda-tanda kelumpuhan UMN
tidak dapat disaksikan. Tahap pertama ini berlangsung 1 hingga 3 minggu. Jika lesinya terletak
dikorteks motorik, kurun waktu tahap pertama panjang sekali. Sebaliknya, lesi
Setiap lesi yang secara mekanik menekan medulla spinalis akan menyebabkan gangguan fungsi
yang progresif dan suatu sindrom transeksi medulla spinalis yang relative lambat. Gejala-gejala
gangguan medulla spinalis yang disebabkan kompresi memiliki karakterisktik sebagai berikut :
3. Gangguan sensorik distal. Lesi sensorik yang batasnya jelas tidak selalu ditemukan
6. Gangguan urinasi
17
9. Foto rontgen kolumna vertebralis dapat memperlihatkan destuksi tulang, pelebaran
kanalis spinalis, destruksi pedikel atau prosesus spinosus atau adanya hemangioma
vertebra.
10. Fungsi lumbal dapat memperlihatkan kadar protein yang sangat tinggi dengan
2.3.4 DIAGNOSIS
1.Ray-spine
Dilakukan X-Ray spine dengan permintaan lateral dan oblique. Tanda degenerasi dari spine
adalah :
c. Formasi osteofit
2. Mielogram
3.CT Scan
4.Analisis CSF
e. Pemeriksaan urin6
2.3.5 KOMPLIKASI 3
a. Luka dekubitus
b. Kontraktur
d. Emboli paru
2.3.6 PENATALAKSANAAN3
spastik.
Hydrotherapy
19
Ice therapy Farmakologi
Antispasmodik
Blok saraf lokal sementara dengan toksin botulinum pada otot yang spesifik.
Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam mediastinum yaitu rongga yang
berada di antara paru kanan dan kiri. Mediastinum berisi jantung, pembuluh darah arteri,
pembuluh darah vena, trakea, kelenjar timus, syaraf, jaringan ikat, kelenjar getah bening dan
salurannya.
B. Etiologi
- Penyebab kimiawi
Di berbagai negara ditemukan banyak tumor kulit pada pekerja pembersih cerobong asap. Zat
Perubahan genetik termasuk perubahan atau mutasi dalam gen normal dan pengaruh protein
- Faktor fisik
Secara fisik, tumor berkaitan dengan trauma/pukulan berulang-ulang baik trauma fisik
maupun penyinaran. Penyinaran bisa berupa sinar ultraviolet yang berasal ari sinar matahari
maupun sinar lain seperti sinar X (rontgen) dan radiasi bom atom.
20
- Faktor nutrisi
Salah satu contoh utama adalah dianggapnya aflaktosin yang dihasilkan oleh jamur pada
- Faktor hormon
Pengaruh hormon dianggap cukup besar, namun mekanisme dan kepastian peranannya belum
jelas. Pengaruh hormon dalam pertumbuhan tumor bisa dilihat pada organ yang banyak
C. Patofisiologi
mediastinum belum diketahui secara pasti; namun diduga berbagai faktor predisposisi yang
jaringan mediastinum.
Adanya pertumbuhan sel-sel karsinoma dapat terjadi dalam waktu yang relatif singkat
maupun timbul dalam suatu proses yang memakan waku bertahun-tahun untuk menimbulkan
manifestasi klinik.
Dengan semakin meningkatnya volume massa sel-sel yang berproliferasi maka secara
mekanik menimbulkan desakan pada jaringan sekitarnya; pelepasan berbagai substansia pada
jaringan normal seperti prostalandin, radikal bebas dan protein-protein reaktif secara berlebihan
sebagai ikatan dari timbulnya karsinoma meningkatkan daya rusak sel-sel kanker terhadap
jaringan sekitarnya; terutama jaringan yang memiliki ikatan yang relatif lemah.
Kanker sebagai bentuk jaringan progresif yang memiliki ikatan yang longgar
mengakibatkan sel-sel yang dihasilkan dari jaringan kanker lebih mudah untuk pecah dan
menyebar ke berbagai organ tubuh lainnya (metastase) melalui kelenjar, pembuluh darah maupun
21
melalui peristiwa mekanis dalam tubuh.
penekanan (direct pressure/indirect pressure) serta dapat menimbulkan destruksi jaringan sekitar;
yang menimbulkan manifestasi seperti penyakit infeksi pernafasan lain seperti sesak nafas, nyeri
inspirasi, peningkatan produksi sputum, bahkan batuk darah atau lendir berwarna merah
(hemaptoe) manakala telah melibatkan banyak kerusakan pembuluh darah. Kondisi kanker juga
meningkatkan resiko timbulnya infeksi sekunder; sehingga kadangkala manifestasi klinik yang
lebih menonjol mengarah pada infeksi saluran nafas seperti pneumonia, tuberkulosis walaupun
mungkin secara klinik pada kanker ini kurang dijumpai gejala demam yang menonjol.
D. Klasifikasi
Klasifikasi tumor mediastinum didasarkan atas organ/jaringan asal tumor atau jenis
Jenis tumor mediastinum sulit ditentukan secara radiologic. Tumor-tumor yang sering
dijumpai pada:
22
- Mediastinum superior: struma, kista bronkogenik, adenoma paratiroid dan limfoma
- Mediastinum medius: kista bronkogenik, limfoma, kista perikardium, aneurisma, dan hernia
E. Gambaran Klinis
- Anamnesis
Tumor mediastinum sering tidak memberi gejala dan terdeteksi pada saat dilakukan foto toraks.
Untuk tumor jinak, keluhan biasanya mulai timbul bila terjadi peningkatan ukuran tumor yang
Gejala dan tanda yang timbul tergantung pada organ yang terlibat,
batuk, sesak atau stridor muncul bila terjadi penekanan atau invasi pada trakea
sindrom vena kava superior (SVKS) lebih sering terjadi pada tumor mediastinum yang
suara serak dan batuk kering muncul bila nervus laringel terlibat, paralisis diafragma
nyeri dinding dada muncul pada tumor neurogenik atau pada penekanan sistem syaraf.
- Pemeriksaan Fisik
23
Pemeriksaan fisik akan memberikan informasi sesuai dengan lokasi, ukuran dan
F. Diagnosis
- Pada umumnya kelainan yang terjadi di mediastinum adalah jinak dan asimtomatik
- Lebih dari 60% lesi pada dewasa ditemukan pada rongga anterior-superior mediastinum,
- Pada 75% dewasa dan 50% anak-anak massa yang terjadi adalah jinak
- Massa ganas yang paling umum terjadi di rongga anterior superior adalah timoma,
- Neurinoma adalah tumor yang paling sering terjadi di rongga posterior dan mudah dikenal
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto toraks
Dari foto toraks PA/ lateral sudah dapat ditentukan lokasi tumor, anterior, medial atau
posterior, tetapi pada kasus dengan ukuran tumor yang besar sulit ditentukan lokasi
yang pasti. Adanya struktur berupa lesi kistik, kalsifikasi, lemak dan vaskuler dapat
24
Tiroid retrosternal: massa berbatas tegas dan mungkin berlobul. Perluasan ke
Tumor timus: tumor ini dapat bersifat jinak atau ganas dan sering disebabkan oleh
miastenia gravis
Teratodermoid: tumor ini biasanya jinak namun berpotensi menjadi ganas. Biasanya dapat
25
Gambar 3.3. Kista bronkogenik (Tumor Mediastinum Superior)
Tumor neurogenik yang berkembang dari saraf interkostal dan rantai simpatis.
simpatis).
26
Gambar 3.5. Neurofibroma (Tumor Mediastinum Posterior)
2. Tomografi
Selain dapat menentukan lokasi tumor, juga dapat mendeteksi klasifikasi pada lesi,
yang sering ditemukan pada kista dermoid, tumor tiroid dan kadang-kadang timoma.
Selain dapat mendeskripsi lokasi juga dapat mendeskripsi kelainan tumor secara
lebih baik dan dengan kemungkinan untuk menentukan perkiraan jenis tumor,
misalnya teratoma dan timoma. CT-Scan juga dapat menentukan stage pada kasus
timoma dengan cara mencari apakah telah terjadi invasi atau belum. Perkembangan
4. Flouroskopi
5. Ekokardiografi
Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi pulsasi pada tumor yang diduga aneurisma.
27
6. Angiografi
Teknik ini lebih sensitif untuk mendeteksi aneurisma dibandingkan flouroskopi dan
ekokardiogram.
7. Esofagografi
Pemeriksaan ini dianjurkan bila ada dugaan invasi atau penekanan ke esofagus.
I. PENATALAKSANAAN
untuk tumor ganas, tindakan berdasarkan jenis sel kanker. Tumor mediastinum jenis limfoma
Hodgkin's maupun non Hondgkin's diobati sesuai dengan protokol untuk limfoma dengan
mediastinum nonlimfoma secara umum adalah multimodality meski sebagian besar membutuhkan
tindakan bedah saja, karena resisten terhadap radiasi dan kemoterapi tetapi banyak tumor jenis
lain membutuhkan tindakan bedah, radiasi dan kemoterapi, sebagai terapi adjuvant atau
neoadjuvant. Syarat untuk tindakan bedah elektif adalah syarat umum, yaitu pengukuran toleransi
berdasarkan fungsi paru, yang diukur dengan spirometri dan jika mungkin dengan body box. Bila
nilai spirometri tidak sesuai dengan klinis maka harus dikonfirmasi dengan analisis gas darah.
Hb > 10 gr%
Jika digunakan obat antikanker yang bersifat radiosensitaizer maka radio kemoterapi dapat
diberikan secara berbarengan (konkuren). Jika keadaan tidak mengizinkan, maka kombinasi
radiasi dan kemoterapi diberikan secara bergantian (alternating: radiasi diberikan di antara siklus
kemoterapi) atau sekuensial (kemoterapi > 2 siklus, lalu dilanjutkan dengan radiasi, atau radiasi
lalu dilanjutkan dengan kemoterapi). Selama pemberian kemoterapi atau radiasi perlu diawasi
terjadinya melosupresi dan efek samping obat atau toksisiti akibat tindakan lainnya.
29
30
BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas pasien
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Umur : 43 tahun
Anamnesa
Keluhan Utama : Seorang pasien laki-laki usia 43 tahun datang ke IGD RSUD
SMRS.
Tn.B, usia 43 tahun datang ke IGD RSUD M. Natsir dengan keluhan lemah
anggota garak bawah sejak 10 jam sebelum masuk rumah sakit. Keluhan seperti ini
31
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien tinggal bersama istri dan adik kandung. Pasien tidak memiliki kebiasaan
32
1. Pemeriksaan Fisik
Umum
Paru
Inspeksi : Bentuk dan pergerakan simetris kiri dan kanan
Palpasi : Fremitus kiri dan kanan sama
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler kiri dan kanan, wheezing (-), rhonki
(+)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Dalam batas normal
Auskultasi : Irama regular, murmur (-), S3 gallop (-)
33
Abdomen
Inspeksi : Perut tidak tampak pembesaran
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+)
2. Status Neurologikus
GCS : E4M6V5 = Compos mentis
N. II Optikus
Penglihatan Kanan Kiri
Tajam Penglihatan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Melihat Warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Lapang Pandang Tidak dilakukan Tidak dilakukan
34
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N. III Okulomotorius
Kanan Kiri
Bola Mata Simetris Simetris
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Gerakan Bulbus Normal Normal
Strabismus Tidak ada Tidak ada
Nistagmus Tidak ada Tidak ada
Ekso/Endopthalamus Tidak ada Tidak ada
Pupil Isokor Isokor
Bentuk Bulat, Isokor Bulat, Isokor
Reflek Cahaya + +
Reflek Akomodasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Reflek Konvergensi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N. IV Troklearis
Kanan Kiri
Gerakan Mata Kebawah Normal Normal
Sikap Bulbus Normal Normal
Diplopia - -
N. V Trigeminus
Kanan Kiri
Motorik
Membuka Mulut Normal Normal
Menggerakan Normal Normal
Rahang
Menggigit Normal Normal
35
Mengunyah Normal Normal
Sensorik
N. VI Abdusen
Kanan Kiri
Gerakan Mata Kelateral Normal Normal
Sikap Bulbus Tidak dapat dilakukan Tidak dapat dilakukan
Diplopia - -
N. VII Fasialis
Kanan Kiri
Raut Wajah Normal
Menggerakan Dahi Normal
Menutup Mata Normal
Memperlihatkan Gigi Normal
Menggembungkan Pipi Normal
Sekresi Air Mata Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Fisura Palpebra Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Sensasi Lidah 2/3 Depan Tidak dilakukan
Hiperakusis Tidak dilakukan
N. VIII Vestibulokoklearis
Kanan Kiri
Suara Berbisik Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Detik Arloji Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Rinne Test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Weber Test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Scwabach Test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
36
N. IX Glosopharingeus
Sensasi Lidah 1/3 Belakang Tidak dilakukan
Reflek Muntah/Gag Reflek Tidak dilakukan
N. X Vagus
Arkus Faring Tidak dilakukan
Uvula Tidak dilakukan
Menelan Normal
Artikulasi Jelas
Suara Normal
Nadi Reguler
N. XI Accesorius
Kanan Kiri
Menoleh ke Kanan Normal Normal
Menoleh ke Kiri Normal Normal
Mengangkat Bahu Normal Normal
N. XII Hiplogosus
Kedudukan Lidah Dalam Normal
Kedudukan Lidah Dijulurkan Nomal
Tremor Tidak ada
Fasikulasi Tidak ada
Atrofi Tidak ada
37
D. Pemeriksaan Koordinasi
Cara Berjalan Tidak Dilakukan
Romberg Test Tidak Dilakukan
Ataksia Tidak Dilakukan
Rebound Phenomen Tidak Dilakukan
Tes Tumit Lutut Tidak Dilakukan
Disartria Tidak Dilakukan
Disgrafia Tidak Dilakukan
Tes Jari Hidung Tidak Dilakukan
Tes Hidung Jari Tidak Dilakukan
Supinasi-Pronasia Tidak Dilakukan
F. Pemeriksaan Sensibilitas
Sensibilitas Nyeri Tidak dilakukan
Sensibilitas Taktil Tidak dilakukan
38
Sensibilitas Termis Tidak dilakukan
Sensibilitas Kortikal Tidak dilakukan
Stereognosis Tidak dilakukan
Pengenalan 2 Titik Tidak dilakukan
Pengenalan Rabaan Tidak dilakukan
G. Sistem Refleks
1. Fisiologis Kanan Kiri Kanan Kiri
Kornea Tidak Tidak Biceps +++ +++
dilakukan dilakukan
Berbamgkis Tidak Tidak Triceps +++ +++
dilakukan dilakukan
Laring Tidak Tidak APR - -
dilakukan dilakukan
Maseter Tidak Tidak KPR - -
dilakukan dilakukan
Dinding Perut Tidak Tidak Bulbokavernosus Tidak Tidak
dilakukan dilakukan dilakukan dilakukan
Atas Tidak Tidak Cremaster Tidak Tidak
dilakukan dilakukan dilakukan dilakukan
Tengah Tidak Tidak Sfingter Tidak Tidak
dilakukan dilakukan dilakukan dilakukan
Bawah Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
39
Chaddoks Negatif Negatif
Oppenheim Negatif Negatif
Gordon Negatif Negatif
Schaeffer Negatif Negatif
3. Fungsi Otonom
Miksi : Normal
Defekasi : Terganggu
Sekresi Keringat : Normal
4. Fungsi Luhur
Kesadaran Tanda Dementia
Reaksi Bicara Normal Reflek Glabela Tidak dilakukan
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Laboratorium tanggal 11/03/2023
Darah Rutin
1. Hemoglobin : 9.2 g/dL(L)
2. Eritrosit : 3,77 106/mm3 (L)
3. Hematokrit : 29.6 %(L)
4. Leukosit : Normal
5. Trombosit : Normal
40
Kimia Klinik
1. Glukosa Darah : 149 mg/dL
2. Ureum : 22 mg/dL
3. Kreatinin : 0.95 mg/dL
4. Kalsium : 8.88 mg/dL
Kimia Klinik
1. Trigliserida : 145 mg/dL
2. Kolesterol Total : 157 mg/dL
3. Kolesterol HDL : 58 mg/dL
4. Kolesterol LDL : 91 mg/dL (L)
5. Asam Urat : 5.5 mg/dL
Rencana Pemeriksaan
1. Rontgen Toraks :
- ditemukan gambaran
pneumonia
- Suspect efusi pleura
bilateral
41
Diagnosis
Diagnosis Klinis : Paraplegia Inferior tipe Spastic (UMN)
Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : malam
Quo ad fungsionam : malam
42
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Parese adalah kelemahan parsial yang ringan/tidak lengkap atau suatu kondisi yang
ditandai oleh hilangnya sebagian gerakan atau gerakan terganggu. Plegia adalah
menjadi tipe spastic (UMN) dan flaksid (LMN).Paraplegi spastik adalah kekakuan otot
dan kejang otot disebabkan oleh kondisi saraf tertentu. Paraplegi spastik disebabkan oleh
autoimmune diseases, syrinx (a spinal chord disorder) 6,tumor medulla spinalis, mutiple
sclerosis.
Paraplegi flaksid adalah kelemahan atau kurangnya otot yang tidak memiliki penyebab
yang jelas. Otot lemas sebagian karena kurangnya aktivitas dalam otot, gerakan sukarela
yang sebagian atau seluruhnya hilang. Paraplegi flaksid termasuk polio, lesi pada neuron
4.2. Saran
menegakkan diagnosis dan menatalaksana dengan baik dan tepat karena telah
paraplegia.
43
DAFTAR PUSTAKA
1. Adam, R.D., Victor, M. and Ropper, A.H. 2005. Principles of Neurology. Edisi 8. New
York : McGraw-Hill. p 50-52; 1049-1092
2. Japardi, Iskandar. 2002. Radikulopati Thorakalis. Diakses dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1994/1/bedah-iskandar%20japardi43.pdf.
Diakses 4 Desember 2012.
3. Mumenthaler, M. and Mattle, H. 2006 .Fundamental of Neurology. NewYork: Thieme.p146-
147.6.
4. Guirguis, A. R. (1967). Pott Paraplegia. Cairo : The Journal of Bone and Joint Surgery.
11. Satyanegara. 2010. Ilmu Bedah Saraf. Edisi IV. Jakarta: PT. GramediaPustaka
5. Pratama S, Syahruddin E, Hudoyo A. Karakteristik Tumor Mediastinum Berdasarkan
Keadaan Klinis, Gambaran CT SCAN dan Petanda Tumor Di Rumah Sakit Persahabatan.
Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia,2003.
6. Temes R, Chavez T, Mapel D, Ketai L, Crowell R, Key C, et al. Primary mediastinal
malignancies: finding in 219 patients. West J Med 1999; 170(3): 161-6.
7. Tim kelompok kerja PDPI. Tumor mediastinum. Pedoman diagnosis & penatalaksanaan di
Indonesia,2003.
8. Amin Z. Penyakit mediastinum. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Editor Sudoyo AW
dkk. Jilid II edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta.2006: 1011-
4.
9. Bennisler L. Respiratory system. In: Gray’s anatomy. Williams PL, Bennister L, Berry
LH,Collins P, Dyson M, Dussek JE, et al. Editors. 38 th ed, Churchill Livingstone,
Edinburgh,1999.p. 1627-76.
10. Diana Kohnle. 2011. Paraplegia. Keck Medical Center of University Of Sourthern California
44