Anda di halaman 1dari 17

PERSYARAFAN PADA SALURAN NAFAS

DAN REFLEKS JALAN NAFAS

Oleh:

Nora Rozamila (2210070200137)

Preseptor:

dr.Ade Ariadi, Sp. An

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ANESTESI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
RSUD M.NATSIR SOLOK
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan referat ini dengan judul “persarafan pada saluran

nafas dan reflex jalan nafas ” yang merupakan salah satu tugas kepaniteraan klinik dari bagian

anestesi.

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada dr. Ade Ariadi, Sp. An

selaku pembimbing sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan referat ini tepat waktu demi

memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Senior.

Penulis menyadari bahwa penulisan referat ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu

penulis mengharapkan masukan dan saran dari pembaca untuk penyempurnaan referat ini. Akhir

kata penulis mengucapkan terimakasih.

Solok, 13 November 2023

Penulis

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................................... 2


BAB I ..........................................................................................Error! Bookmark not defined.
PENDAHULUAN ................................................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................... 3
1.2 Tujuan Penulisan ........................................................................................................... 4
1.3 Manfaat Penulisan........................................................................................................... 4
BAB II...................................................................................................................................... 5
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................................... 5
2.1 Persyarafan saluran Nafas ..................................................................................... 5
2.2 Refleks Jalan Nafas................................................................................................. 7
2.2.1 Reflex Muntah ................................................................................................. 7
2.2.2 Refleks Batuk................................................................................................... 8
2.2.3 Refleks Bersin .................................................................................................. 9
2.2.4 Refleks Menelan ............................................................................................ 11
BAB III .................................................................................................................................. 15
PENUTUP ............................................................................................................................. 15
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 16

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem pernapasan merupakan komponen vital dalam fungsi fisiologis tubuh manusia.

Persarafan jalan nafas dan refleks jalan nafas menjadi dua aspek utama yang memainkan

peran krusial dalam menjaga homeostasis oksigen dan karbon dioksida dalam darah.

Persarafan jalan nafas melibatkan kerja sama kompleks antara otot-otot pernapasan dan

sistem saraf otonom untuk mengontrol ritme dan kedalaman pernapasan. Sementara itu,

refleks jalan nafas mencakup respons cepat terhadap perubahan lingkungan, seperti

penurunan kadar oksigen atau peningkatan kadar karbon dioksida.1

Pemahaman mendalam tentang persarafan jalan nafas dan refleks jalan nafas penting

untuk mengidentifikasi gangguan dalam sistem pernapasan, termasuk gangguan neurologis

atau kondisi patologis lainnya. Sistem pernapasan manusia adalah suatu keajaiban biologis

yang kompleks, menghadirkan serangkaian mekanisme terkoordinasi untuk memastikan

pasokan oksigen yang cukup ke seluruh tubuh dan pembuangan karbon dioksida. Dalam

kerangka ini, persarafan jalan nafas dan refleks jalan nafas menjadi elemen-esensial yang

mengatur dan mengawasi proses pernapasan ini. Persarafan jalan nafas melibatkan

keterlibatan sistem saraf otonom dan somatik, yang berkolaborasi untuk mengontrol pola,

ritme, dan kedalaman pernapasan. Di sisi lain, refleks jalan nafas berperan sebagai respons

instan terhadap perubahan kondisi lingkungan, seperti penurunan kadar oksigen atau

peningkatan kadar karbon dioksida dalam darah.2

3
Refleks jalan nafas bertindak sebagai garda terdepan dalam menjaga keseimbangan gas

dalam darah. Refleks ini, yang mencakup refleks Hering-Breuer untuk menghindari

hiperinflasi paru-paru dan refleks kemoreseptor untuk mengatur kadar gas darah,

memberikan adaptasi cepat terhadap fluktuasi lingkungan.

1.2 Tujuan Penulisan

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik di bagian

anestesi RSUD M. Natsir dan di harapkan agar dapat menambah pengetahuan penulis

serta sebagai bahan informasi bagi para pembaca, khususnya kalangan medis tentang

“persarafan pada saluran nafas dan reflex jalan nafas”.

1.3 Manfaat Penulisan

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan makalah ini:

1. Untuk menambah pengetahuan bagi penulis mengenai persarafan pada saluran nafas

dan reflex jalan nafas.

2. Sebagai proses pembelajaran bagi mahasiswa yang menjalankan kepaniteraan klinik

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Persyarafan saluran Nafas

Persarafan jalan nafas bagian atas berasal dari saraf kranium Selaput mukosa dari

hidung di inervasi bagian optalmikus (V1) dari nervus trigeminus anterior (anterior

nervus etmoidal) dan oleh bagian maksilaris (V2) posterior (nervus spenopalatinus).

Nervus palatinus menyediakan serabut-serabut berhubungan dengan sensorik dari

nervus trigeminus (V) ke superior dan inferior dari palatum mole dan durum. Nervus

lingual (suatu cabang dari bagian mandibula (V3) dari nervus trigeminus) dan nervus

glosofaring (saraf kranium yang kesembilan) mempersarafi dua pertiga anterior dan

sepertiga posterior dari lidah, berturut-turut. Cabang dari nervus fasial (VII) dan saraf

glosofaring menyediakan sensasi rasa kepada bagian tersebut, berturut-turut. Saraf

glosofaring juga memberi persarafan pada atap dari faring, tonsil, dan bagian bawah

dari palatum mole. Saraf vagus (saraf kranium yang kesepuluh) mempersarafi jalan

nafas di bawah epiglotis. Cabang superior laringeal dari vagus membagi dalam satu

yang nervus eksternal (motor) dan satu yang nervus internal (sensorik) laringeal yang

mempersarafi sensoris pada laring antara epiglottis dan pita suara. Cabang lain dari

vagus, nervus rekuren laringeal, memberi persarafan laring di bawah pita suara dan

trakea.1

5
Gambar 2.1 Persyarafan Jalan Nafas

Suplai darah ke laring berasal dari cabang dari arteri tiroid. Arteri krikotiroid

berasal dari arteri tiroid superior itu sendiri, cabang yang pertama keluar dari arteri karotid

luar, dan menyilang selaput krikotiroid yang bagian atas, yang meluas dari tulang rawan

krikoid ke tulang rawan tiroid. Arteri tiroid superior ditemukan sepanjang sisi lateral dari

selaput krikotiroid. Ketika merencanakan suatu krikotirotomi, anatomi arteri krikotiroid

dan arteri tiroid harus dipertimbangkan tetapi jarang perlu mempengaruhi praktek. Cara

yangterbaik adalah tetap di dalam midline, di pertengahan antara krikoid dan tulang rawan

tiroid.

6
2.2 Refleks Jalan Nafas

2.2.1 Reflexs Muntah

Refleks muntah ( gagging refleks ) dianggap suatu mekanisme fisiologis tubuh

untuk melindungi tubuh terhadap benda asing atau bahan-bahan yang berbahaya bagi tubuh,

masuk kedalam tubuh melalui faring, laring atau trakea. Sumber refleks muntah secara fisiologis

dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok yaitu (1) somatic (stimulasi saraf sensoris berasal

darikontak langsung pada area sensitive yang disebut trigger zone, misalnya : sikat gigi,

makanan,meletakkan benda di dalam rongga mulut), dan (2) psikogenik (distimulasi di pusat otak

yanglebih tinggi tanpa stimulasi secara langsung, misalnya : penglihatan, suara, bau, perawatan

kedokteran gigi). Refleks Muntah ( Gagging Refleks ) Refleks muntah ( gagging refleks )

dianggap suatu mekanisme fisiologis tubuh untukmelindungi tubuh terhadap benda asing atau

bahan-bahan yang berbahaya bagi tubuh, masuk kedalam tubuh melalui faring, laring atau trakea.

Sumber refleks muntah secara fisiologis dapatdiklasifikasikan dalam dua kelompok yaitu (1)

somatic (stimulasi saraf sensoris berasal darikontak langsung pada area sensitive yang disebut

trigger zone, missal nya : sikat gigi, makanan,meletakkan benda di dalam rongga mulut), dan (2)

psikogenik (distimulasi di pusat otak yanglebih tinggi tanpa stimulasi secara langsung, mis :

penglihatan, suara, bau, perawatan kedokteran gigi).3

Letak trigger area pada setiap individu dilaporkan tidak sama/sangat spesifik. Pada

beberapa orang Trigger zone dapat ditemukan di bagian lateral lidah, posterior palatum, dinding

posterior faring, dan lain-lain. Impuls rangsangan saraf ini akan diteruskan ke otak melalui

N.Glosso-faringeus, dan motoriknya akan dibawa kembali oleh N. Vagus. Selain tempat tersebut,

(gagging refleks) dapat juga disebabkan karena hidung tersumbat, gangguan saluran pencernaan,

perokok berat, gigi tiruan, variasi anatomi dari palatum molle, perubahan posisi tubuh yangsangat

cepat atau pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan. Mekanisme refleks muntah dapat

diuraikan sebagai berikut3 :

7
(1) Pada tahap awal dari iritasi gastro-intestinal atau distensi yang berlebihan, akan terjadi

gerakan anti peristaltis (beberapa menit sebelum muntah).

(2) Anti peristaltis dapat dimulai dari ileum dan bergerak naik menuju duodenum dan

lambung dengan kecepatan 2-3 cm/detik dalam waktu 3-5 menit.

(3) Kemudian pada bagian saat traktus gastro intestinal, terutama duodenum, menjadi

sangat meregang, peregangan ini yang menjadi faktor pencetus yang menimbulkan

tindakan muntah.

(4) Pada saat muntah, kontraksi instrinsik kuat terjadi pada duodenum maupun pada

lambung, bersama dengan relaksasi sebagian dari sfingter esophagus bagian bawah,

sehingga mambuatmuntahan bergerak ke esophagus. Selanjutanya kontraksi otot-otot

abdomen akan mendorongmuntahan keluar.

(5) Distensi berlebihan atau adanya iritasi duodenum menyebabkan suatu rangsangan

khususnyakuat untuk muntah, baik oleh saraf aferen vagal maupun oleh saraf simpatis ke

pusat muntah bilateral di medulla (terletak dekat traktus solitaries).

2.2.2 Refleks Batuk

Batuk adalah refleks fisiologis sebagai mekanisme pertahanan tubuh untuk

mengeluarkan benda asing dari saluran pernafasan. Batuk bukanlah merupakan suatu

penyakit, namun merupakan gejala adanya gangguan di saluran pernafasan. Namun bila

batuk itu berlebihan, maka batuk akan sangat mengganggu aktivitas. Refleks batuk dapat

ditimbulkan oleh berbagai sebab, diantaranya yaitu: 4

1. Adanya infeksi bakteri atau virus, misalnya tuberkulosa, influenza

2. Adanya faktor alergi, seperti debu, dingin, asap rokok.'"

8
3. Asma

4. Peradangan pada jaringan paru dan tumor.

5. Efek samping obat, seperti obat anti hipertensi captopril.

6. Adanya rangsangan kimia&i -gas, bau"

Mekanisme batuk :

1) Fase Iritasi Iritasi dari salah satu saraf sensoris nervus vagus d laring, trakea,

bronkus besar, atau serat aferen cabang faring dari nervus glosofaringeus dapat

menimbulkan batuk.Batuk juga timbul bila reseptor batuk dilapisan faring dan

esophagus, rongga pleura dan saluran telinga luar dirangsang.

2) Fase Inspirasi Inspirasi terjadi secara dalam dan cepat, sehingga dengan cepat dan

dalam jumlah banyak masuk ke dalam paru-paru.

3) Fase Kompresi Fase ini dimulai dengan tertutupnya glotis dan batuk dapat terjadi

tanpa penutupan glotis karena otot-otot ekspirasi mampu meningkatkan tekanan

intrathoraks walaupun glotis tetap terbuka.

4) Fase Ekspirasi Pada fase ini glottis terbuka secara tiba-tiba akibat konst\raksi aktif

otot-otot ekspirasi, sehingga terjadilah pengeluarana udara dalam jumlah besar dengan

kecepatan yang tinggi disertai dengan pengeluaran benda – benda asing dan bahan –

bahan lain.

2.2.3 Refleks Bersin

Bersin merupakan ekspirasi penuh dan tiba- tiba melewati rongga hidung

dan terkadang sedikit melewati mulut. Bersin adalah respon tubuh yang dilakukan

9
oleh membran hidung ketika mendeteksi adanya irritan, bakteri dan kelebihan

cairan yang masuk ke dalam hidung, sehingga membersihkan rongga hidung

tersebut. Refleks bersin Refleks bersin dapat dipicu oleh rangsangan yang ringan

sekalipun, pada lapisan hidung. Ketika dirangsang, reseptor di lapisan hidung

mengirimkan impuls melalui saraf kranial kelima (CN V / saraf trigeminal) ke pusat

bersin di medula. Hal ini memicu refleks bersin yang mirip dengan refleks batuk,

dengan perbedaan adalah bahwa udara dipaksa keluar terutama melalui hidung

dengan menekan uvula.

Inspirasi cepat mengisi paru-paru dengan udara ekstra. Epiglotis dan pita

suara menutup erat untuk membangun tekanan di paru-paru. Otot-otot ekspirasi

pernapasan serta aksesori pernapasan berkontraksi penuh. Hal ini semakin

meningkatkan tekanan di paru-paru. Setelah tekanan yang cukup tinggi tercapai,

pita suara relaksasi , epiglotis terbuka dan udara bergegas keluar dengan cepat

Karena kecepatan udara yang bergerak, bagian terminal dari pernapas sehingga

menciptakan slitswhich lebih lanjut meningkatkan tekanan udara . Uvula tertekan

dalam refleks bersin mendorong udara keluar melalui hidung. Seluruh proses ini

terjadi dalam hitungan detik. Sama seperti dengan batuk, kecepatan udara bergegas

keluar melalui hidung bisa dekat dengan 100mph. Stimulasi umum dan erat

hubunganya dengan menutup mata saat bersin, dapat menyebabkan kelenjar

lakrimal (kelenjar air mata) untuk mengosongkan isinya sehingga menghasilkan

mata sedikit berair dengan bersin. Iritasi pada saluran hidung memicu respon

inflamasi yang menyebabkan lendir hipersekresi. Lendir berlebih ini juga terpaksa

keluar selama bersin dalam mode aerosol.

10
Gambar 2.1 mekanisme reflex bersin

2.2.4 Refleks Menelan

Mekanisme Menelan (Deglutisi) Proses menelan merupakan suatu proses

yang kompleks, yang memerlukan setiap organ yang berperan harus bekerja secara

terintegrasi dan berkesinambungan. Dalam proses menelan inidiperlukan kerjasama

yang baik dari 6 syaraf kranial, 4 syaraf servikal dan lebih dari 30 pasangotot

menelan. Pada proses menelan terjadi pemindahan bolus makanan dari rongga

mulut ke dalamlambung. Secara klinis terjadinya gangguan pada deglutasi disebut

disfagia yaitu terjadikegagalan memindahkan bolus makanan dari rongga mulut

sampai ke lambung.2

Dalam proses menelan akan terjadi hal-hal seperti berikut:

(1) Pembentukan bolus makanan dengan bentuk dankonsistensi yang baik.

(2) Usaha sfingter mencegah terhamburnya bolus ini dalam fase-fasemenelan.

11
(3) Kerja sama yang baik dari otot-otot di rongga mulut untuk mendorong

bolusmakanan ke arah lambung.

(4) Mencegah masuknya bolus makanan dan minuman ke dalamnasofaring dan

laring.

(5) Mempercepat masuknya bolus makanan ke dalam faring pada saatrespirasi.

(6) Usaha untuk membersihkan kembali esofagus.

Proses menelan dapat dibagi dalam tiga fase yaitu:

1. Fase Volunter/Fase Oral

Pada fase oral ini akan terjadi proses pembentukan bolus makanan yang

dilaksanakan oleh gigi geligi, lidah, palatum mole, otot-otot pipi dan saliva untuk

menggiling dan membentuk bolus dengan konsistensi dan ukuran yang siap untuk

ditelan. Proses ini berlangsung secara disadari. Pada fase oral ini perpindahan bolus

dari ronggal mulut ke faring segera terjadi, setelah otot-otot bibir dan pipi berkontraksi

meletakkan bolus di atas lidah. Otot intrinsik lidah berkontraksi menyebabkan lidah

terangkat mulai dari bagian anterior ke posterior. Bagian anterior lidah menekan

palatum durum sehingga bolus terdorong ke faring. Bolus menyentuh bagian arkus

faring anterior, uvula dan dinding posterior faring sehingga menimbulkan refleks

faring. Arkus faring terangkat ke atas akibat kontraksi m. palato faringeus (n. IX, n.X

dan n.XII). Jadi pada fase oral ini secara garis besar bekerja saraf karanial n.V2 dan

nV.3 sebagai serabut afferen (sensorik) dan n.V, nVII, n.IX, n.X, n.XI, n.XII sebagai

serabut efferen (motorik).

2. Fase Faringeal

12
Fase ini dimulai ketika bolus makanan menyentuh arkus faring anterior (arkus

palatoglosus) dan refleks menelan segera timbul. Pada fase faringeal ini terjadi:

a. m. Tensor veli palatini (n.V) dan m. Levator veli palatini (n.IX, n.X dann.XI)

berkontraksi menyebabkan palatum mole terangkat, kemudian uvula tertarik ke atas dan

ke posterior sehingga menutup daerah nasofaring.

b. m.genioglosus (n.XII, servikal 1), m ariepiglotika (n.IX, nX) m.krikoaritenoid lateralis

(n.IX,n.X) berkontraksi menyebabkan aduksi pita suara sehingga laring tertutup.

c. Laring dan tulang hioid terangkat ke atas ke arah dasar lidah karena kontraksi

m.stilohioid, (n.VII), m. Geniohioid, m.tirohioid (n.XII dan n.servikal I).

d. Kontraksi m.konstriktor faring superior (n.IX, n.X, n.XI), m. Konstriktor faring

inermedius (n.IX, n.X, n.XI) dan m.konstriktor faring inferior (n.X,n.XI) menyebabkan

faring tertekan ke bawah yang diikuti oleh relaksasim. Kriko faring (n.X).

e. Pergerakan laring ke atas dan ke depan, relaksasi dari introitus esofagus dan dorongan

otototot faring ke inferior menyebabkan bolus makanan turun ke bawah dan masuk ke

dalam servikal esofagus. Proses ini hanya berlangsung sekitar satu detik untuk menelan

cairan dan lebih lama bila menelan makanan padat. Pada fase faringeal ini saraf yang

bekerja saraf karanial n.V.2, n.V.3 dan n.X sebagai serabut afferen dan n.V, n.VII, n.IX,

n.X, n.XI dan n.XII sebagai serabut efferen. Bolus dengan viskositas yang tinggi akan

memperlambat fase faringeal, meningkatkan waktu gelombang peristaltik dan

memperpanjang waktu pembukaan sfingter esofagus bagian atas. Bertambahnya volume

bolus menyebabkan lebih cepatnya waktu pergerakan pangkal lidah, pergerakan palatum

mole dan pergerakan laring serta pembukaan sfingter esofagus bagian atas. Waktu

13
faringeal transit juga bertambah sesuai dengan umur. Kecepatan gelombang peristaltik

faring rata-rata 12 cm/detik.

3. Fase Esofageal Pada fase esofageal proses menelan berlangsung tanpa disadari. Bolus

makanan turun lebih lambat dari fase faringeal yaitu 3-4 cm/ detik. Fase ini terdiri dari

beberapa tahapan (3):

a. Dimulai dengan terjadinya relaksasi m.kriko faring. Gelombang peristaltik

primer terjadi akibat kontraksi otot longitudinal dan otot sirkuler dinding esofagus

bagian proksimal. Gelombang peristaltik pertama ini akan diikuti oleh gelombang

peristaltik kedua yang merupakan respons akibat regangan dinding esofagus.

b. Gerakan peristaltik tengah esofagus dipengaruhi oleh serabut saraf pleksus

mienterikus yang terletak di antara otot longitudinal dan otot sirkuler dinding

esofagus dan gelombang ini bergerak seterusnya secara teratur menuju ke distal

esofagus

14
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sistem pernapasan merupakan komponen vital dalam fungsi fisiologis tubuh manusia.

Persarafan jalan nafas dan refleks jalan nafas menjadi dua aspek utama yang memainkan

peran krusial dalam menjaga homeostasis oksigen dan karbon dioksida dalam darah.

Persarafan jalan nafas melibatkan kerja sama kompleks antara otot-otot pernapasan dan

sistem saraf otonom untuk mengontrol ritme dan kedalaman pernapasan. Sementara itu,

refleks jalan nafas mencakup respons cepat terhadap perubahan lingkungan, seperti

penurunan kadar oksigen atau peningkatan kadar karbon dioksida. persarafan jalan nafas

dan refleks jalan nafas menjadi elemen-esensial yang mengatur dan mengawasi proses

pernapasan ini. Persarafan jalan nafas melibatkan keterlibatan sistem saraf otonom dan

somatik, yang berkolaborasi untuk mengontrol pola, ritme, dan kedalaman pernapasan. Di

sisi lain, refleks jalan nafas berperan sebagai respons instan terhadap perubahan kondisi

lingkungan, seperti penurunan kadar oksigen atau peningkatan kadar karbon dioksida

dalam darah.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Rusnedy R, Susanty A, Octavia R, Sandi NH, Firmansyah F, Fernando A. Sosialisasi

pencegahan dan pengendalian Infeksi Saluran Nafas Akut di Wilayah XIII Koto Kampar.

INDRA J Pengabdi Kpd Masy. 2020;1(2):20–4.

2. Pandaleke JJC, Sengkey LS, Angliadi E. Rehabilitasi Medik Pada Penderita Disfagia. J

Biomedik. 2014;6(3).

3. Ani IP, Machfudloh M. Literature Review: Terapi Komplementer Untuk Mengurangi

Mual Muntah Pada Ibu Hamil. Bhamada J Ilmu dan Teknol Kesehat. 2021;12(2):20–6.

4. Purwanto IF, Imandiri A, Arifanti L. Combination of Acupuncture Therapy and

Turmericliquorice Herbs for Chronic Coughing Case. J Vocat Heal Stud. 2018;1(3):121.

16

Anda mungkin juga menyukai