Anda di halaman 1dari 39

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI PATENT DUCTUS

ARTERIOSUS (PDA)

KEPERAWATAN ANAK

oleh :
Kelompok 18/ Kelas D 2017
Rizki Iffatul Afifah NIM 172310101209
Raka Putra Achmadi NIM 172310101205

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER

2019
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI PATENT DUCTUS
ARTERIOSUS

KEPERAWATAN ANAK

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak


Dosen pengampu : Ns. Nuning dwi merina, M.Kep

Oleh :
Kelompok 1/ Kelas D 2017
Rizki Iffatul Afifah NIM 172310101209
Raka Putra Achmadi NIM 172310101205

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt. yang melimpahkan karunia-Nya sehingga


penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Makalah Asuhan
Keperawatan Pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR”. Makalah ini disusun
untuk memenuhi salah satu tugas dalam mata kuliah Keperawatan Anak Fakultas
Keperawatan Universitas Jember.
Penyusunan makalah ini tentunya tidak lepas dari kontribusi berbagai
pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Ns. Ira Rahmawati, M. Kep., Sp.Kep.An, selaku dosen penanggung jawab
mata kuliah Keperawatan Anak,
2. Ns.Peni Perdani Juliningrum, M.Kep, selaku dosen yang telah membimbing
dalam penyelesaian tugas ini sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
ini dengan baik,
3. Keluarga di rumah yang senantiasa memberikan dorongan dan doanya demi
terselesaikannya makalah ini,
4. Semua pihak yang secara tidak langsung membantu terciptanya makalah ini
yang tidakdapat disebutkan satu per satu.

Penulis juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi
kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.

Jember,

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................. ... i


KATA PENGANTAR ........................................................................... ... ii
DAFTAR ISI .......................................................................................... ... iii
BAB 1. Pendahuluan ............................................................................. ... 5
1.1 Latar Belakang ............................................................................ ... 5
1.2 Tujuan.......................................................................................... ... 6
1.3 Manfaat ........................................................................................ ... 6
BAB 2. Studi Literatur ......................................................................... ... 7
2.1 Definisi ........................................................................................ ... 7
2.2 Klasifikasi.................................................................................... ... 8
2.3 Patofisiologi ................................................................................ ... 10
2.4 Penatalaksanaan .......................................................................... ... 10
BAB 3. Asuhan Keperawatan .............................................................. ... 14
3.1 Pengkajian ................................................................................... ... 14
3.2 Analisis Data ............................................................................... ... 17
3.3 Diagnosa .......................................................................................... 21
3.4 Intervensi .............................................................................................21
3.5 Pendidikan Kesehatan Satu Intervensi Terpilih ..................................26
Leaflet ............................................................................................................ 35
BAB 4. Web of Causation (WOC) ........................................................... ...36
BAB 5. Penutup ..................................................................................... .....38
5.1 Simpulan........................................................................................ .....38
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ .......39

iii
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit jantung bawaan merupakan kelainan struktur atau fungsi dari sistem
kardiovaskular yang ditemukan pada saat lahir, ataupun dapat ditemukan
dikemudian hari. Frekuensi relatif kejadian malformasi jantung pada persalinan
aalah defek septum ventrikel 30,5%, defek septum atrium 9,8%, stenosis pulmonal
6,9%, koarktasio aorta 6,8%, tetralogy fallot 5,8%, transposisi pembuluh darah
besar 4,2%, trunkus arteriosus persisten 2,2%, atresia tricuspid 1,3%, dan duktus
arteriosus persisten atau patent ductus arteriosus 9,7% (Sudoyo dan Alwi, 2009).
Patent Ductus Arteriosus adalah cacat jantung kongingental kelima yang paling
sering ditemukan atau dengan kisaran 8-10% dari seluruh kasus cacat jantung
konginital. Penyakit ini didefinisikan sebagai kegagalan duktus arteriosus (DA) utuk
menutup spontan yang kemudian menetap setelah usia lebih dari 7 hari. Di Amerika
serikat, diperkirakan dari 1000 kelahiran hidup ditemukan 1 kasus Patent Ductus
Arteriosus. Perbandingan anak perempuan dan laki-laki adalah 2:1 dan
kecenderungan kasus meningkat pada saudara penderita. Sekitar 75% kasus Patent
Ductus Arteriosus terjadi pada bayi yang lahir dengan berat badan <1200 gram dan
sering bersamaan dengan penyakit jantung kongenital lain (Wahab S. 2009).
Dari 40.000 bayi dengan penyakit jantung bawaan. Saat ini, hanya sekitar 2%
penderita yang bisa diselamatkan. Dengan perkiraan penduduk Indonesia sekitar
220 juta, maka setiap tahun terdapat sekitar 40.000 bayi lahir dengan penyakit
jantung bawaan. Insiden PDA terjadi pada 70% bayi kurang bulan dengan berat
badan rendah dan usia gestasi <29 minggu (Bagus, 2002).
Prematuritas dianggap sebagai penyebab terbesar timbulnya duktus arteriosus
paten. Pada bayi prematur, gejala cenderung timbul sangat awal, terutama bila
disertai dengn sindrom distres pernapasan. Duktus arteriosus paten juga lebih sering
terdapat pada anak yang lahir ditempat yang tinggi atau didaerah pegunungan. Hal
ini terjadi karena adanya hipoksia, dan hipoksia ini dapat menyebabkan duktus
arteriosus gagal menutup. Penyakit campak jerman atau rubella juga menjadi
penyebab duktus arteriosus paten yang terjadi pada trimester I kehamilan karena

1
infeksi rubella dapat mengganggu proses penutupan duktus yang memiliki pengaru
langssung pada jaringan duktus (Wahab S. 2009).
Sebagian besar ahli kardiologi anak menyepakati bahwa pemeriksaan
ekokardiografi dapat dilakukan pada bayi prematur untuk mendiagnosis atau
mengurangi terjadinya patent ductus arteriosus. Ekokardiografi dengan pulsasi
doppler yang dilakukan pada bayi cukup bulan menunjukkan adanya penutupan DA
yang terjadi dalam satu hari sebanyak 50%, 90% menutup pada hari kedua dan
seluruhnya menutup pada hari ketiga setelah kelahiran (Clyman et a, 2012).

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Menjelaskan pengertian dan asuhan keperawatan pada bayi dengan
gangguan PDA (Patent Ductus Arterious) .

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui definisi PDA (Patent Ductus Arterious)
2. Mengetahui klasifikasi PDA (Patent Ductus Arterious)
3. Mengetahui patofisiologi PDA (Patent Ductus Arterious)
4. Mengetahui penatalaksanaan PDA (Patent Ductus Arterious)
5. Mengidentifikasi asuhan keperawatan PDA (Patent Ductus Arterious)
1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Institusi Pendidikan
Makalah ini diharapkan dapat memberikan asuhan keperawatan pada masalah
keperawatan bayi dengan PDA (Patent Ductus Arterious).
1.3.2 Bagi Pelayanan Masyarakat
Makalah ini diharapkan dapat memberikan gambaran untuk meningkatkan
pelayanan kesehatan khususnya pada tindakan keperawatan pada masalah
keperawatan bayi dengan PDA (Patent Ductus Arterious).
1.3.3 Bagi Masyarakat
Makalah ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan pengetahuan kepada
masyarakat sehingga dapat mengetahui tindakan keperawatan pada masalah
keperawatan bayi dengan PDA (Patent Ductus Arterious).

2
BAB II. STUDI LITERATURE

2.1 Definisi
Patent ductus artriousus adalah terbentuknya duktus arteriosus yang secara
fungsional menetap beberapa saat setelah lahir. Penutupan fungsional duktus,
normalnya terjadi segera setelah lahir yaitu dalam kisaran 10-15 jam setelah
kelahiran. Akan tetapi, pada bayi yang lahir prematur ada juga duktus yang baru
menutup setelah 6 minggu. Pada bayi prematur, duktus paten biasanya mempunyai
susunan anatomi yang normal dan keterbukaan merupakan akibat dari hipoksia dan
imaturitas. Duktus yang tetap terbuka setelah bayi cukup bulan berusia beberapa
minggu jarang menutup spontan.. prematuritas dianggap sebagai penyebab terbesar
dari timbulnya duktus arteriosus paten. Pada bayi prematur, gejala cenderung timbul
sangat awal, terutama bila disertai dengan sindrom distres pernapasan. Patent ductus
arteriosus juga lebih sering terdapat pada anak yang lahir ditempat yang tinggi atau
didaerah pegunungan, hal ini disebabkan karena adanya hipoksia yang
menyebabkan duktus gagal menutup. Penyakit campak jerman (rubella) yang terjadi
pada trimester I kehamilan juga dihubungkan dengan terjadinya patent ductus
arteriosus. Penyebab lain dari patent duktus dari faktor ibu arteriosus adalah ibu
alkoholisme, umur ibu lebih dari 40 tahun, dan faktor genetik yaitu anak yang lahir
sebelumnya juga menderita penyakit PDA, ayah atau ibu menderita penyakit
jantung bawaan, kelainan kromosom seerti sondrome down, dan lahir dengan
kelainan bawaan yang lain (Wahab S. 2009).
Ductus arteriosus adalah pembuluh darah yang menghubungkan aorta
(pembuluh darah yang mengalirkan darah yang kaya oksigen dari jantung ke seluruh
tubuh), dan arteri pulmonal (pembuluh darah yang mengalirkan darah yang miskin
oksigen dari jantung ke paru-paru).
Patent Ductus Arteriosus adalah kegagalan menutupnya ductus anteriosus (arteri
yang menghubungkan aorta dan arteri pulmonal) pada minggu pertama kehidupan,
yang menyebabkan mengalirnya darah dari aorta yang bertekanan tinggi ke arteri
pulmonal yang bertekanan rendah, sehingga dapat menyebabkan resirkulasi dengan
oksigen yang lebih tinggi mengalir ke paru akhirnya dapat menambah beban jantung.

3
Pada gilirannya mekanisme kerja jantung berupaya memenuhi kebutuhan tersebut
yang akhirnya menyebabkan pelebaran dan hipertensi pada daerah atrium.

Perbandingan tekanan darah dan saturasi oksigen pada jantung normal dan
patent ductus arteriosus. Pada patent ductus arteriosus, terjadi peningkatan saturasi
oksigen di arteri pulmonalis (dari 75% menjadi 88%) karema shunt aliran dari aorta
Sumber : Wahab S. 2009. Kardiologi Anak: Penyakit Jantung Kongenital Yang
Tidak Sianotik. jakarta: EGC
2.2 Klasifikasi
Klasifikasi penyakit patent ductus arteriosus ditentukan berdasarkan perubahan
antomi jantung bagian kiri, tahanan arteri pulmonal, saturasi oksigen dan
perbandingan sirkulasi pulmonal dan sistemik (Wahab S. 2009) :

Klasifikasi dan manifestasi klinik

4
Sumber : Wahab S. 2009. Kardiologi Anak: Penyakit Jantung
Kongenital Yang Tidak Sianotik. jakarta: EGC

A. Tingkat 1
Pada tingkat 1 umumnya penderita tidak memiliki gejala. Pertumbuhan dan
perkembangan fisik berlangsung dengan baik. Pada pemeriksaan fisik dengan
menggunakan elektrokardiografi dan rontgen foto dada, tidak ditemukan adanya
pembesaran jantung.
B. Tingkat 2
Pasien sering mengalami infeksi saluran nafas, tetapi pertumbuhan fisik masih
sesuai dengan umur. Peningkatan aliran darah ke sirkulasi pulmonal dapat terjadi
sehingga timbul hipertensi pulmonal ringan. Apabila pasien tidak tertangani
dengan baik pada tingkat ini, maka akan jatuh dalam tingkat 3 atau 4.
C. Tingkat 3
Pada tingkat ini infeksi saluran nafas semakin sering terjadi. Pertumbuhan anak
biasanya terlambat, pada pemeriksaan, anak tampak kecil tidak sesuai dengan
umur dan dengan gejala-gejala gagal jantung. Nadi juga dengan amplitudo yang
lebar. Jika melakukan aktivitas, pasien akan mengalami sesak napas yang disertai
dengan sianosis ringan. Pada pasien dengan duktus berukuran besar, gagal
jantung dapat terjadi pada minggu pertama kehidupan. Dengan pemeriksaan
rontjen foto dada dan elektrokardiografi, ditemukan hipertrofi ventrikel kiri dan
atrium kiri juga disertai dengan hipertrofi ventrikel kanan yang ringan. Suara
bising jantung dapat didengar di antara sela iga tiga dan empat.
D. Tingkat 4
Pada keadaan ini, keluhan sesak napas dan sianosis akan semakin nyata. Tahanan
sirkulasi paru lebih tinggi daripada tahanan sistemik, sehingga aliran darah di
duktus berbalik dari kanan ke kiri. Pemeriksaan dengan foto rontgen dan
elektrokardiografi menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri, atrium kiri dan ventrikel
kanan. Kondisi pasien ini disebut dengan Sindrome Elsenmenger.

5
2.3 Patofisiologi
Duktus arteriosus adalah pembuluh darah yang menghubungkan aliran darah
pulmonal ke aliran darah sistemik dalam masa kehamilan (fetus). Hubungan ini (shunt)
ini diperlukan oleh karena sistem respirasi fetus yang belum bekerja di dalam masa
kehamilan tersebut. Aliran darah balik fetus akan bercampur dengan aliran darah bersih
dari ibu (melalui vena umbilikalis) kemudian masuk ke dalam atrium kanan dan
kemudian dipompa oleh ventrikel kanan kembali ke aliran sistemik melalui duktus
arteriosus. Normalnya duktus arteriosus berasal dari arteri pulmonalis utama (atau arteri
pulmonalis kiri) dan berakhir pada bagian superior dari aorta desendens, ± 2-10 mm
distal dari percabangan arteri subklavia kiri. Dinding duktus arteriosus terutama terdiri
dari lapisan otot polos (tunika media) yang tersusun spiral. Diantara sel-sel otot polos
terdapat serat-serat elastin yang membentuk lapisan yang berfragmen, berbeda dengan
aorta yang memiliki lapisan elastin yang tebal dan tersusun rapat (unfragmented). Sel-
sel otot polos pada duktus arteriosus sensitif terhadap mediator vasodilator
prostaglandin dan vasokonstriktor (pO2). (Wahab, S. 2009 )
Setelah persalinan terjadi perubahan sirkulasi dan fisiologis yang dimulai segera
setelah eliminasi plasenta dari neonatus. Adanya perubahan tekanan, sirkulasi dan
meningkatnya pO2 akan menyebabkan penutupan spontan duktus arteriosus dalam
waktu 2 minggu. Duktus arteriosus yang persisten (PDA) akan mengakibatkan pirai
(shunt) L-R yang kemudian dapat menyebabkan hipertensi pulmonal dan sianosis.
Awalnya darah mengalir melalui aorta masuk ke arteri pulmonalis (karena tekanan
darah aorta lebih besar) Lama-kelamaan karena darah memenuhi pembuluh darah paru-
paru, terjadilah hipertensi pulmonal karena peningkatan tahanan pulmonalis terjadilah
aliran balik, dari pulmonalis menuju aorta Karena darah yang teroksidasi masuk ke
arteri sistemik, otomatis akan timbul sianosis (Wahab, 2009)

Manifestasi klinis patent ductus arteriosus :


1. Patent Duktus Arteriosus kecil
Patent duktus arteriosus kecil dengan diameter 1,5-2,5 mm umumnya tidak
menimbulkan gejala. Tekanan darah dan tekanan nadi dalam batas normal.
Jantung tidak membesar. Kadang teraba getaran bising di sela iga II kiri
sternum. Pada auskultasi terdengar bising kontinu, machinery murmur yang

6
khas untuk Patent Duktus Arteriosus, di daerah subklavikula kiri. Bila telah
terjadi hipertensi pulmonal, bunyi jantung kedua mengeras dan bising
diastolik melemah atau menghilang (Cassidy, 2005).
2. Patent Duktus Arteriosus sedang
Patent Duktus Arteriosus sedang dengan diameter 2,5-3,5 mm biasanya timbul
sampai usia dua sampai lima bulan tetapi biasanya keluhan cenderung tidak
berat. Biasanya mengalami kesulitan makan, seringkali menderita infeksi
saluran nafas, namun biasanya berat badannya masih dalam batas normal.
Anak lebih mudah lelah tetapi masih dapat mengikuti permainan (Kumar,
2008).
3. Patent Duktus Arteriosus besar
Patent Duktus Arteriosus besar dengan diameter >3,5-4,0 mm menunjukkan
gejala yang berat sejak minggu-minggu pertama kehidupannya. Ia sulit makan
dan minum, sehingga berat badannya tidak bertambah. Pasien akan tampak
sesak nafas (dispnea) atau pernafasan cepat (takipnea) dan banyak berkeringat
bila minum (Kumar, 2008).

Manifestasi patent duktus arteriosus secara umum :


1. Gawat nafas disertai tanda-tanda gagal jantung khususnya pada bayi lahir
prematur. gangguan pernafasan ini disebabkan oleh pemintasan aliran darah
dalam jumlah sangat besar ke dalam paru-paru melalui duktus arteriosus yang
terbuka (paten) dan peningkatan beban kerja pada jantung sebela kiri.
2. Bising Gipson (machineri mur mur yang klasik), bising yang terus menerus
terdengan sepanjang systole dan diastole pada anak yang lebih besar dan
dewasa akibat pemintasan aliran darah dari aorta ke dalam artei pulmonalis
pada saat systole dan diastole. Bising ini terengan paling jelas pada daera basis
kordis, yaitu pada ruang slaiga kedua kiri di bawah klafikula kiri. Bising
tersebut mengaburkan bunyi s2 namun bising ini pada shunt kanan ke kiri
mungkin tidak ada.
3. Vibrasi (thirll) yang teraba saat meragukan palpasi pada tepi kiri sternum
(gejala ini disebabkan oleh pemintasan aliran darah dari aorta pulmonalis.

7
4. Implus ventrikel kiri yang nyata akibat hipertrofi ventrikel kiri denyut nadi
perifer yang memantul (nadi corigan) akibat keadaan yang tinggi.
5. Tekanan nadi yang melebar akibar kenaikan tekanan sistolik dan terutama
akibat penurunan diastolik pada saat darah memintas melalui PDA dan dengan
demikian mengurangi tahapan tepi.
6. Motorik yang lambat akibat gagal jantung.
7. Kegagalan tumbuh kembang akibat gagal jantung.
8. Keletihan dan dispnea pada saat melakukan kegiatan yang dapat terjadi pada
dewasa yang mengalami PDS yang tidak terdeteksi.

2.4 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan patent ductus arteriosus pasien yang tidak terkomplikasi
adalah untuk menghentikan shunt dari kiri ke kanan. Pada penderita dengan ductus
kecil, penutupan ini ditunjukan untuk menvegah endokartiditis (infeksi lapisan dalam
jantung), sednagkan pada ductus sedang dan besar untuk menangani gagal jantung
kongestif dan mencegah terjadinya penyakit vaskular pulmonal. Penatalaksanaan ini
dibagi atas terapi medikamentosa dan tindakan bedah (Wahab S. 2009) :
1. Medikamentosa
Terapi ini diberikan terutama pada duktus ukuran kecil, dengan tujuan
terjadinya kontriksi otot duktus sehingga duktus menutup, jenis obat yang
sering diberikan adalah :
a. Golongan obat-obatan non-steroid anti-inflamasi (indometasin/indosin).
Berfungsi untuk menekan produksi prostaglandin dengan cara
menurunkan aktivitas cylo-oksigenase.
Dosis : 0,2 mg/kg iv pada 12 jam I, diikuti 0,1 ɱg/kg iv pada 12 jam
berikutnya.
Kontraindikasi : hipersensitivitas, pendarahan gastrointerstinal, dan
insufisiensi ginjal.
b. Prostaglandin E1 (Aprostil, Prostin VR)
Berfungsi mempertahankan patensi duktus arteriosus, terutama jika sudah
ada shunt dari kanan ke kiri (sindrome eisenmenger). Obat ini diberikan

8
sebelum tindakan operasi penutupan duktus dilakukan dan efektif pada
bayi prematur
Dosis awal : 0,05-0,1 mcg/kg/min iv.
Dosis rumatan : 0,01-0,04 mcg/kg/min iv.
Kontraindikasi : hipersensitivitas dan sindrom distres pernafasan
Efek samping : apnea, kejang, demam, hipotensi, dan penekanan aggregasi
trombosit.
2. Tindakan bedah
Tindakan terbaik untuk menutup duktus adalah dengan melakukan operasi.
Mortalitas tindakan operasi kurang dari 2% meskipun operasi dilakukan antara
umur beberapa bulan sampai diatas 60 tahun. risiko kematian yang kecil ini
menyebabkan banyak dokter lebih aktif dalam melakukan operasi pada umur
muda karena menunggu penutupa spontan mempunyai resiko yang lebih besar
daripada operasi.
Pada bayi prematus tanpa sindrome distres respirasi, dicoba dahulu
memperbaiki gagal jantung dengan digitalis... bila ini berhasil, operasi dapat
ditunda 3 bulan lagi atau lebih lama karena banyak kasus dapat menutup
spontan.
Indikasi untuk melakukan tindakan bedah yaitu adanya kegagalan terapi
medikamentosa, trombositopenia, dan insufisiensi ginjal. Adanya bebrapa
tehnik operasi yang dipakai untuk menutup duktus, seperti penutupan dengan
menggunakan tehnik cincin dan metode ADO (Amplatzer Duct Occluder).
ADO berupa cpil, terdiri dari beberapa ukuran yang sesuai dengan ukuran
duktus, dan dimaksukkan ke dalam duktus dengan bantuan kateterisasi jantung
melalui arteri femoralis sampai ke aorta.

9
BAB III. ASUHAN KEPERAWATAN
Kasus :

Ny.B adalah seorang ibu rumah tangga berumur 28 tahun. pada hari senin 3
oktober 2019 membawa anaknya an.A usia 18 bulan ke rumah sakit dengan
keluhan mengalami sesak nafas, terlihat lelah dan letih, serta enggan saat
disusui sejak usia 2 bulan dan sering terengah-engah, berkeringat,
menghisap hanya sebentar-sebentar saja. Pada saat melahirkan An.B, Ny.B
mengatakan bahwa kelahiran premature. Namun Ny.B mengatakan bahwa
perkembangan bayinya normal-normal saja sejak awal. Keluhan
disampaikan oleh Ny.B kepada perawat yang bertugas. Tim medis
mendiagnosa anaknya dengan penyakit PDA. TD : 90/40 mmHg, Nadi : 120
x/menit, RR : 44x/menit, Suhu : 38oC.

3.1 Pengkajian

a. Identitas pasien
Nama : An. A
Nama Ibu : Ny. B
Tanggal lahir : 1 Mei 2019
Umur : 7 bulan
Agama : Islam
Suku : Madura
Jenis Kelamin : laki-laki
Alamat : Jl. Lurus Rt 3 Rw 4
No. rekam medis : 1449189
Tanggal MRS : 3 Oktober 2019 / 10.00 WIB
Tanggal Pemeriksaan : 3 Oktober 2019 / 10.00 WIB
Diagnosa Medis : Patent Duktus Arteriosus
Sumber informasi : Orangtua
b. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama

10
An.A sesak nafas, merasa lelah letih, dan tidak nafsu makan.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Ny.B mengatakan bahwa An.A sesak nafas, merasa lelah letih, dan tidak
nafsu makan.
3. Riwayat penyakit dahulu
Berdasarkan riwayat kesehatan ibu, perkembangan bayi pada bulan-bulan
pertama normal-normal saja. Namun sekitar 2 bulan, tampak saat menyusu
tergengah-engah, menghiap hanya sebentar-sebentar saja, tampak kelelahan
dan berkeringat, juga sering mengalami ISPA. Bayi lahir prematur.
4. Riwayat penyakit keluarga
Ny.B mengatakan bahwa keluarganya ada yang memiliki penyakit jantung.
5. Pola fungsi kesehatan
a) Pola nutrisi dan metabolisme
Minum ASI Eksklusif selam 6 bulan pertama dan mendapatkan MP ASI
setelah diatas usia 6 bulan
Bayi mengalami penurunan nafsu makan, terlihat lemas setelah makan ataau
menyusui. Biasanya mengalami penurunan berat badan.
BB : 7 Kg saat masuk RS
BB : 8 Kg sebelum masuk RS
b) Pola aktivitas
Bayi terlihat lemas, anak menjadi tidak aktif
c) Pola istirahat dan tidur
Tidur bayi sering terganggu karena sesaf nafas. Tidur bayi 13 jam
d) Pola eliminasi
Jarang karena asupan makanan sedikit. Produksi urin menurun.
c. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Bayi terlihat lemah letih, sesak nafas
2. Tanda-tanda vital
TD : 90/40 mmHg
Nadi : 120 x/menit

11
RR : 44x/menit
Suhu : 38oC
3. Kepala
Inspeksi : rambut tipis dan kulit kepala bersih, tidak ada lesi.
Palpasi : tidak ada benjolan dan tidak ada nyeri tekan.
4. Wajah
Inspeksi : kedua pipi berbintik merah, betuk simetris kanan kiri.
Palpasi : teraba kasar dikedua pipi, tidak ada nyeri tekan, dan tidak ada
massa.
5. Mata
Inspeksi : konjungtiva anemis.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada kedua bola mata, kedua bola mata
teraba lunak
6. Hidung
Inspeksi : simetris kanan dan kiri, tidak tampak adanya septum deviasi.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada hidung
7. Mulut
Inspeksi : bentuk ukuran proposional dengan wajah, bibir brwana pucat,
lidah dan uvula berada digaris tengah
8. Leher : inspeksi, tidak ada pembesaran kelenjar tyroid. Palpasi, tidak ada
nyeri tekan.
9. Pemeriksaan thorax
Inspeksi : bentuk dada kiri menonjol (asimetris)
Palpasi : ekstermitas dingin, teraba getaran bising pada parasenternal kiri
atas, palpasi abdomen pada kuadran kanan atas teraba hepar 4 cm.
Perkusi : -
Auskultasi : S1 norml, S2 tertutup suara bising kontinyu. Terdengar murmur
mid-diastolik dengan derajat 2/6 terdengar irama gallop, ada suara paru
rales.
10. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : perut nampak datar

12
Perkusi : suara timpani, pekak pada daerah hepar
Palpasi : palpasi abdomen pada kuadran kanan atas teraba hepar 4 cm.
Auskultasi : bising usus terdengar tiap 6 detik/menit

3.2 Data Penunjang


1. EKG : tampak hipertropi ventrikel kiri dan pembesaran atrium sinistra
2. Toraks Photo : tampak cardiomegali, corakan vaskuler paru bertambah.
3. Therapy : digoksin, furosemid, diet 120 kcal/kg BB dengan rendah
natrium, intake cairan disesuaikan dengan deuresis, perbaikan kondisi untuk
operasi jantung.

3.2 Analisis Data

NO Data Etiologi Masalah

1 DS: Mengisap sebentar- setelah lahir Ketidakefektifan


bentar saat menyusu, Ny.B pola nafas
adanya cacat
mengatakan bahwa anaknya
duktus arteriorus
sering sesak nafas dan
terbuka
mengalami ISPA, saat
menyusui terengah-engah, aliran darah
menghisap hanya sebentar- langsung dari aorta
sebentar, tampak kelelahan, ke arteri pulmoner
berkeringat.
resirkulasi darah
DO: beroksigenasi
tinggi meningkat
RR : 44x/menit
mengalir ke paru
Nadi : 120x/menit
beban jantung kiri
Ada irama gallop, suara paru meningkat
rales, tampak retraksi
ventrikel kiri
interkostal.
berespons
memenuhi

13
kebutuhan

pelebaran dan
hipertensi pada
atrium kiri

edema paru

difusi oksigen
menurun dan
hipoksia

kontraksi arteriol
paru

takipnea, pola
nafas abnormal,
perubahan ekskursi
dada

sesak nafas dan


keletihan

pola nafas tidak


efektif

2 DS : tampak ekstermitas Resirkulasi darah Penurunan curah


bayi dingin, dada kirinya yang mengandung jantung
menonjol O2 yang masuk ke
DO : TD 90/40 mmHg, paru
distensi vena jugularis,
Darah ke sirkulasi
bentuk dada kiri menonjol
sistemik menurun
(asimetris), Hipertropi
ventrikel kiri dan Takikardi, murmur
pembesaran atrium kiri, jantung, edema,

14
irama gallop, nadi keletihan
120x/menit, terdengar
murmur.
Perubahan volume
sekuncup

Penurunan curah
jantung

3 DS: Tampak saat menyusu Setelah lahir Intoleransi


anak terengah-engah, aktivitas
Adanya cacat
mengisap hanya sebentar-
duktus arteriosus
sebentar, tampak kelelahan,
terbuka
berkeringat, juga sering
mengalami ISPA Tekanan jantung
kiri meningkat
DO: Tampak anak tidak
aktif, ekstremitas dingin Kebocoran jantung
dari kiri ke kanan

Makin besar cacat

Tekanan
meningkat

Dapat terjadi
kebocoran(pirau)
kanan ke kiri

Darah berkurang
ketubuh

Tampak kelelahan,
Ektremitas dingin,

15
ketikdaknyamanan
setelah beraktivitas

Masalah sirkulasi

Intoleransi
aktivitas

16
3.3 Diagnosa
1. pola nafas tidak efektif b.d.adanya kelebihan cairan dalam paru d.d takipnea, pola nafas abnormal, sesak nafas
2. Penurunan curah jantung b.d perubahan volume sekuncup d.d takikardi, murmur jantung, edema, tampak kelelahan
3. Intoleransi aktivitas b.d masalah sirkulasi d.d ketidaknyamanan saat beraktivitas, berkeringat, tampak kelelahan
.

3.3 Intervensi
No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional TTD

1 pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan 1. Memposisikan untuk 1. Untuk mengurangi sesak Թ
b.d.adanya kelebihan tindakan keperawatan meringankan sesak nafas. napas Ns. Y
cairan dalam paru d.d selama 2 x 24 jam 2. Auskultasi bunyi napas 2. Untuk mengetahui bunyi
takipnea, pola nafas diharapkan masalah 3. Memonitor status napas klien
abnormal, sesak nafas pola nafas tidak efektif pernafasan dan oksigenasi 3. Untuk mengetahui status
dapat teratasi sebagaimana mestinya pernafasan dan
Kriteria hasil : oksigenasi
1. RR normal
2. Nafas teratur,
anak dapat
menyusui tanpa
terrengah-engah.

17
2 Penurunan curah Setelah dilakukan 1. Memastikan tingkat aktivitas 1. Meminimalisir Թ
jantung b.d perubahan tindakan keperawatan pasien yang tidak bahaya yang tidak Ns. Y
volume sekuncup d.d dalam 2 x 24 jam membahayakan curah diinginkan
takikardi, murmur diharapkan masalah jantung atau memprovokasi 2. Untuk mengetahui
jantung, edema, Penurunan curah serangan jantung. nilai komprehensif
tampak kelelahan jantung teratasi 2.Melakukan penilaian pada sirkulasi pitmia
Kriteria hasil : komprehensif pada sirkulasi jantung, termasuk
1. Curah jantung pitmia jantung, termasuk gangguan ritme
meningkat gangguan ritme perifer perifer (misalnya
2. Curah jantung (misalnya cek nadi perifer, cek nadi perifer,
normal edema, pengisian ulang edema, pengisian
kapiler, warna dan suhu ulang kapiler, warna
ekstremitas) secara rutin dan suhu
sesuai kebijakan agen. ekstremitas) secara
3.Memonitor tanda-tanda vital rutin sesuai
secara rutin. kebijakan agen.
4.Memonitor disritmeia 3. Untuk mengetahui
jantung, termasuk gangguan tanda-tanda vital

18
ritme dan konduksi jantung. 4. Untuk mengetahui
5.Mencatat tanda dan gejala disritmeia jantung,
penurunan curah jantung. termasuk gangguan
6.Monitor status pernafasan ritme dan konduksi
terkait dengan adanya gejala jantung
gagal jantung 5. Untuk mengetahui
perubahan
penurunan curah
jantung
6. Untuk mengetahui
status pernafasan
terkait dengan
adanya gejala gagal
jantung

19
3 Intoleransi aktivitas b.d Setelah dilakukan 3. Mengkaji status fisiologis 1. Untuk mengetahui Թ
masalah sirkulasi d.d tindakan keperawatan pasien yang menyebabkan status fisiologis Ns. Y
ketidaknyamanan saat dalam 2 x 24 jam kelelahan sesuai dengan pasien yang
beraktivitas, diharapkan masalah konteks usia dan menyebabkan
berkeringat, tampak Intoleransi aktivitas perkembangan. kelelahan sesuai
kelelahan teratasi 4.Memonitor sistem dengan konteks usia
Kriteria hasil : kardiorespirasi pasien selama dan perkembangan.
1. Sirkulasi lancer pasien selama selama 2. Untuk mengetahui
2. Bisa beraktivitas kegiatan (misalnya takikardia sistem kardiorespirasi
normal disritmia, dyspea, pasien selama pasien
diaphoresis, pucat, tekanan selama selama
hemodinamik, frekuensi kegiatan (misalnya
pernafasan). takikardia disritmia,

20
5.Monitor respon oksigen dyspea, diaphoresis,
pasien (misalnya tekanan pucat, tekanan
nadi, tekanan darah, hemodinamik,
respirasi) saat perawatan. frekuensi pernafasan)
6.Memonitor toleransi pasien 3. Untuk mengetahui
terhadap aktivitas. respon oksigen
7.Memberi dukungan dan pasien (misalnya
harapan yang realistis pada tekanan nadi, tekanan
pasien dan keluarga. darah, respirasi) saat
perawatan.
4. Untuk mengetahui
toleransi pasien
terhadap aktivitas
5. Untuk meningkatkan
status kesehatan
pasien

21
3.4 Pendidikan Kesehatan Satu Intervensi Keperawatan Terpilih

PENCEGAHAN BAYI PREMATUR

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Oleh :
Kelompok 18/ Kelas D 2017
Rizki Iffatul Afifah NIM 172310101209
Raka Putra Achmadi NIM 172310101204

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019

22
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : Pencegahan bayi prematur


Sub Pokok Bahasan : Pengertian dari bayi prematur, peyebab bayi prematur, penyakit
yang dapat muncul pada bayi prematur dan pencegahan bayi
prematur.
Sasaran : Ibu usia produktif dan ibu hamil
Hari/Tanggal : Minggu, 20 September 2019
Tempat : Balai Desa Sumbersari
Pukul : 09.00-09.30 WIB
Penyuluh : Kelompok 18 Keperawatan Anak Kelas D

I. Analisa Data
A. Kebutuhan Peserta Didik
Pada survei yang telah di lakukan ibu usia produktif maupun ibu hamil pada desa
sumbersari tidak mengetahui atau belum paham dengan bayi prematur, jarang
sekali merka mendapat penjelasan dari bidan maupun tenaga kesehatan lainnya.
karena kurangnya informasi tersebut kita kelomlok 18 ingin mengedukasi tentang
bayi prematur.

B. Karakteristik Peserta Didik


Masyarakat desa sumbersari rata rata lulusan sekolah dasar atau tidak sekolah.

II. Tujuan Instruksional Umum


Setelah mendapatkan penyuluhan kesehatan diharapkan peserta mampu memahami
tentang bayi prematur.

III. Tujuan Instruksional Khusus


Setelah mendapatkan penyuluhan kesehatan diharapkan peserta mampu:
a. Menjelaskan kembali apa bayi prematur itu
b. Menjelaskan kembali tentang peyebab bayi prematur
c. Menjelaskan kembali tentang penyakit yang dapat muncul pada bayi prematur
d. Menjelaskan kembali tentang pencegahan bayi prematur

23
Materi Terlampir
a. Definisi bayi prematur
b. Penyebab bayi prematur
e. Risiko bayi prematur
c. Pencegahan bayi prematur

IV. Metode Penyuluhan


Ceramah dan Diskusi

V. Media
Leaflet, Power Point

VI. Kegiatan Penyuluhan


No Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiatan
Peserta

1 Pembukaan - Memberikan salam


5 menit - Memperkenalkan diri
- Menyelesaikan tujuan
penyuluhan
- Menyebutkan
materi/pokok bahasan
yang akan diberikan
2. Inti 20 - Menanyakan
menit kabar/keadaan
audience
- Menyelesaikan
materi penyuluhan
secara berurutan
materi
- Menyelesaikan
definisi dari bayi

24
prematur
- Menyelesaikan
penyebab bayi
prematur
- Menyelesaikan risiko
yang muncul pada
bayi prematur
- Menyelesaikan
pencegahan bayi
prematur
3 Penutup - Menutup pertemuan
5 menit dengan memberikan
kesimpulan yang
disampaikan,
- Mengajukan
pertanyaan, menutup
pertemuan dan
memberi salam

25
VII. EVALUASI
1. Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
2. Peserta dapat mengerti dan memahami tentang bayi prematur
3. Peserta dapat memahami definisi, penyebab, risiko, dan pencegahan bayi
prematur

VIII. LAMPIRAN MATERI

Materi Penyuluhan Pencegahan Bayi Prematur

A. DEFINISI
Menurut WHO, prematur adalah persalinan dengan usia kehamilan kurang dari 37
minggu (kurang dari 9 bulan) atau berat badan bayi kurang dari 2500 g. Menurut
WHO indonesia menduduki urutan sebagai negara dengan jumlah bayi prematur
terbanyak didunia. Minggu terakhir merupakan maa penting dlam pembentukan
tahap akhir organ vital, termasuk otak dan paru-paru, serta prosess peningkatan
berat badan bayi. Oleh karena itu apabila bayi lahir prematur berisiko mengalami
gangguan kesehatan karena kondisi organ tubuh yang belum sempurna, sehingga
membutuhkan perawatan insentif.
B. PENYEBAB BAYI PREMATUR
1. FAKTOR KESEHATAN IBU
a. Preeklamsia.
b. Penyakit yang berifat kronii, seperti penyakit ginjal atau jantung.
c. Kelainan bentuk rahim.
d. Ketidakmampuan serviks menutup selama maa kehamilan
e. Stres.
f. Kebiasaan merokok sebelum dan selama masa kehamilan
g. Penyalahgunan NAPZA.
h. Pernah mengalmi kelahiran prematur sebelumnya.
2. FAKTOR KEHAMILAN
a. Kelainan atau menurunnya fungsi ari-ari.

26
b. Kelainan posisi ari-ari
c. Aei-ari yang lepas sebelum waktunya.
d. Terlalu banyak cairan ketuban.
e. Ketuban pecah dini.
3. FAKTOR YNG MELIBATKAN JANIN
a. kehamilan kembar.
b. Kelainan darah pada janin.
C. RISIKO BAYI PREMATUR
1. Penyakit kuning pada bayi

Kasus penyakit kuning merupakan kasus yang sangat umum terjadi pada
kelahiran bayi prematur. Tidak hanya karena usia kandungan yang masih belum
sempurna, penyakit ini juga disebabkan dengan adanya kadar bilirubin dalam
tubuh bayi sangat tinggi. Normalnya, kadar bilirubin akan dikeluarkan melalui
urin atau bersama kotoran bayi. Tapi karena pada usia kandungan yang belum
mencapai 9 bulan, maka sistem organ dalam tubuh bayi prematur pun belum
bekerja sempurna. Hal inilah yang membuat fungsi ginjal dan hati bayi belum
sempurna dan mengalami peningkatan kadar bilirubin.

2. Anemia

Selain penyakit kuning, bayi prematur juga rentan terkena penyakit gangguan
darah seperti anemia. Penyakit ini terjadi karena tubuh bayi yang belum
memiliki sel darah merah yang cukup. Hal ini erat kaitannya dengan usia
kelahiran yang lebih cepat dari seharusnya dan banyak organ yang belum
sempurna. Penyakit anemia pada bayi prematur bisa menjadi sangat berbahaya
karena meningkatkan risiko pendarahan dan kehilangan darah pada bayi. Kasus
seperti ini sering terjadi pada usia bulan pertama bayi setelah dilahirkan. Agar
bisa mengatasinya, usahakan agar bayi selalu mendapatkan asupan ASI yang
cukup.

3. Penyakit gangguan metabolisme

27
Masih berkaitan dengan sistem organ yang belum sempurna, bayi prematur juga
memiliki risiko lebih tinggi terkena penyakit metabolisme. Biasanya bayi akan
terkena hipoglikemia atau kondisi di mana kadar gula darah dalam tubuh bayi
sangat rendah. Padahal, kadar gula yang cukup bisa membantu tumbuh
kembangnya menjadi sehat dan baik. Hal ini juga terjadi karena kondisi fungsi
hati bayi yang belum sempurna. Sehingga membuat penyimpanan glikogen
dalam tubuh menjadi sangat lambat.

4. Penyakit gangguan pencernaan

Usia kehamilan yang cukup muda biasanya membuat bayi prematur memiliki
sistem pencernaan belum sempurna. Kondisi ini juga yang membuat bayi
berisiko terkena komplikasi NEC (Necrotizing enterocolitis). Penyakit ini bisa
berubah menjadi penyakit yang sangat berbahaya. Hal ini dikarenakan sel-sel
yang seharusnya melapisi usus rusak dan membuat sistem pencernaan bayi
terganggu. Kecukupan ASI sangat dibutuhkan supaya penyakit ini bisa dihindari
dan membuat bayi tetap sehat.

5. Penyakit gangguan otak

Otak yang menjadi pusat saraf tubuh pun ikut merasakan dampak dari kelahiran
bayi prematur. Gangguan otak yang akan terjadi seperti pendarahan pada otak
atau penyakit pendarahan intraventrikular. Pendarahan ringan yang terjadi masih
bisa diobati dengan baik dalam waktu yang singkat. Sementara jika pendarahan
yang lebih serius terjadi menyebabkan bayi terkena cacat otak permanen.

6. Penyakit paru-paru

Memasuki minggu pertama setelah dilahirkan, bayi prematur rentan memiliki


gangguan pernapasan. Hal ini terjadi tak lain karena organ paru-paru yang belum
terbentuk sempurna. Pada beberapa kasus, bayi prematur juga mengalami

28
kekurangan sufaktan dan membuatnya terkena penyakit sindrom gangguan
pernapasan. Dari kasus ini, tak sedikit juga bayi yang terkena panyakit paru-paru
kronis.

Selain gangguan pernapasan, bayi prematur juga berisiko terkena apnea.


Penyakit apnea merupakan penyakit yang bisa membuat bayi berhenti bernapas,
denyut jantung melemah, dan kulit yang menjadi pucat. Apnea terjadi karena
adanya masalah pada otak yang mengontrol organ untuk bernapasan. Biasanya
penyakit apnea akan dialami oleh bayi prematur yang sudah berusia 30 minggu.

7. Penyakit gangguan jantung

Bayi prematur juga sangat erat dengan penyakit gangguan jantung bawaan,salah
satunya PDA (paten ductus arteriosus). Penyakit jantung bawaan ini bisa
mengganggu dua pembuluh darah utama pada jantung bayi yang terus terbuka
dan masuk ke dalam jantung. Akibat dari penyakit ini, bayi juga memiliki
kemungkinan terkena penyakit hipotensi yakni kondisi tekanan darah rendah
yang berbahaya bagi kesehatan bayi. Umumnya, penyakit ini akan pulih sendiri
atau lubang tersebut akan menutup dengan sendirinya sesuai perkembangan
bayi.

D. PENCEGAHAN BAYI PREMATUR


Langkah pencegahan utama kelahiran prematur adalah dengan menjaga kesehata,
sebelum dan selama masa kehamilan. Upaya ini dapat dilakukan dengan beberapa
cara, yaitu :
a. Lakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin.
Melalui pemeriksaan kehamilan, dokter dapat memantau kesehatan ibu hamil
dan janin dalam kandungan, serta mendeteksi kelainan yang mungkin terjadi
selama kehamilan.
b. Menjalani diet sehat sebelum hamil.

29
Konsumsi makanan sehat yang kaya protein, buah, dan biji-bijian sebelum
hamil, dapat mengurangi risiko kelahiran prematur.
c. Hindari paparan bahan kimia dan substansi berbahaya.
seperti asap rokok, makanan kaleng, kosmetik, alkohol, dan NAPZA.
d. Konsumsi suplemen kalsium.
Konsumsi suplemen kalsium 1000 mg atau lebih per hari, dapat mengurangi
risiko kelahiran prematur dan preeklamsia
e. Mempertimbangkan jarak kehamilan.
Kehamilan yang hanya berjarak kurang dari 6 bulan dari persalinan terakhir,
dapat meningkatkan kelahiran prematur.
f. Menggunakan pesarium (cervical pessary).
Ibu hamil dengan ukuran serviks yang pendek disarankan memakai pesarium
guna menyangga rahim agar tidak turun. Bentuk alat ini menyerupai cincin yang
dipasang di mulut rahim

30
Leaflet

c. Hindari paparan bahan kimia dan 6 1


5
3.5 Leaflet
PENCEGAHAN BAYI
Penyuluhan
substansi berbahaya.
PREMATUR seperti asap rokok, Pencegahan
Langkah pencegahan utama makanan kaleng, kosmetik,
kelahiran prematur adalah alkohol, dan NAPZA. Bayi Prematur
dengan menjaga kesehata,
d. Konsumsi suplemen kalsium.
sebelum dan selama masa
Konsumsi suplemen
kehamilan. Upaya ini dapat
kalsium 1000 mg atau lebih
dilakukan dengan beberapa
per hari, dapat mengurangi
cara, yaitu :
risiko kelahiran prematur
a. Lakukan pemeriksaan
dan preeklamsia
kehamilan secara rutin.
e. Mempertimbangkan jarak
Melalui pemeriksaan
kehamilan.
kehamilan, dokter dapat
Kehamilan yang hanya
memantau kesehatan ibu
berjarak kurang dari 6 bulan
hamil dan janin dalam Oleh:
dari persalinan terakhir,
kandungan, serta mendeteksi
dapat meningkatkan
kelainan yang mungkin
kelahiran prematur. Raka Putra Achmadi 172310101205
terjadi selama kehamilan. Rizki Iffatul Afifah 172310101209
f. Menggunakan pesarium (cervical
b. Menjalani diet sehat sebelum
pessary).
hamil. PROGRAM STUDI SARJANA
Ibu hamil dengan ukuran
Konsumsi makanan sehat KEPERAWATAN
serviks yang pendek
FAKULTAS KEPERAWATAN
yang kaya protein, buah, dan
disarankan memakai UNIVERSITAS JEMBER
biji-bijian sebelum hamil,
pesarium guna menyangga 2019
dapat mengurangi risiko
rahim agar tidak turun.
kelahiran prematur.
Bentuk alat ini menyerupai
31
cincin yang dipasang di
mulut rahim
2 3 4
2. FAKTOR KEHAMILAN
DEFINISI
PENYEBAB BAYI PREMATUR a. Kelainan atau menurunnya fungsi ari-ari.
Menurut WHO, prematur 1. FAKTOR KESEHATAN IBU b. Kelainan posisi ari-ari
adalah persalinan dengan usia a. Preeklamsia. c. Ari-ari yang lepas sebelum waktunya.
kehamilan kurang dari 37 b. Penyakit yang berifat kronis, seperti d. Terlalu banyak cairan ketuban.
minggu (kurang dari 9 bulan) penyakit ginjal atau jantung. e. Ketuban pecah dini.
atau berat badan bayi kurang c. Kelainan bentuk rahim. 3. FAKTOR YANG MELIBATKAN JANIN
dari 2500 g. Menurut WHO d. Ketidakmampuan serviks menutup a. Kehamilan kembar.
indonesia menduduki urutan
selama maa kehamilan
sebagai negara dengan jumlah
e. Stres.
bayi prematur terbanyak RISIKO BAYI PREMATUR
f. Kebiasaan merokok sebelum dan
didunia. Minggu terakhir 1. Penyakit kuning pada bayi
selama masa kehamilan
merupakan maa penting dlam 2. Anemia
g. Penyalahgunan NAPZA.
pembentukan tahap akhir 3. Penyakit gangguan metabolism
h. Pernah mengalmi kelahiran
organ vital, termasuk otak dan 4. Penyakit gangguan pencernaan
prematur sebelumnya.
paru-paru, serta prosess 5. Penyakit gangguan otak
i. Kelainan darah pada janin.
peningkatan berat badan bayi.
6. Penyakit paru-paru
Oleh karena itu apabila bayi
7. Penyakit gangguan jantung
lahir prematur berisiko
mengalami gangguan
kesehatan karena kondisi
organ tubuh yang belum
sempurna, sehingga
membutuhkan perawatan 32
insentif.
BAB.4 PATHWAY

Faktor genetik Faktor prenatal

Setelah Lahir
Gannguan Pertukaran gas

Adanya cacat duktus arteriosus Tekanan jantung kiri meningkat


terbuka

Kebocoran jantung dari


Resirkulasi darah kiri ke kanan
Aliran darah
langsung dari aorta beroksigenasi tinggi
ke arteri pulmoner meningkat mengalir ke
Makin besar cacat
paru

Tekanan meningkat
Ventrikel kiri berespon Beban jantung kiri
memenuhi kebutuhan meningkat

Dapat terjadi kebocoran


Penurunan curah (pirau) kanan ke kiri
Pelebaran dan hipertensi jantung
pada atrium kiri

Aliran ke paru Darah berkurang


meningkat ke tubuh

Tekanan vena Edema paru Bila tidak


ISPA
dan kapiler dapat terapi
pulmonal
meningkat Eksteremitas Gangguan
Difusi oksigen Gagal jantung dingin, tampak pertumbuhan
menurun dan kanan atau kelelahan, dan
Terengah- hipoksia tampak anak perkembangan
hipertensi
engah saat pulmoner tidak aktif
menyusui

Kontriks
arteriol paru Intoleransi aktivitas
Ketidak 33
seimbangan
nutrisi Pola nafas tidak
efektif
BAB V. PENUTUP
1.1 Simpulan
1. Patent ductus artriousus adalah terbentuknya duktus arteriosus yang secara
fungsional menetap beberapa saat setelah lahir. Penutupan fungsional duktus,
normalnya terjadi segera setelah lahir yaitu dalam kisaran 10-15 jam setelah
kelahiran.
2. Penyebab lain dari patent duktus dari faktor ibu arteriosus adalah ibu
alkoholisme, umur ibu lebih dari 40 tahun, dan faktor genetik yaitu anak yang
lahir sebelumnya juga menderita penyakit PDA, ayah atau ibu menderita
penyakit jantung bawaan, kelainan kromosom seerti sondrome down, dan lahir
dengan kelainan bawaan yang lain.
3. Klasifikasi penyakit patent ductus arteriosus tingkat 1, 2, 3, dan 4.
DAFTAR PUSTAKA

Clyman, Ronald I. 2012. Patent ductus arteriosus: are current neonatal treatment options
better or worse than no treatment at all?. California San Francisco

Kumar, V., Cotran, R.S., Robbins, S.L., 2008, Buku Saku Dasar Patologi Penyakit, Ed.
7, EGC, Jakarta, 32-40.

Manuaba Ida Bagus, 2002, Ilmu Kebidanan, Kandungan dan KB, Jakarta: EGC.

Muttaqin, A. (2009). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika.

Olver J, Cassidy L (2005). Ophtalmology at a Glance. Oxford: Blackwell Publishing


Ltd

Suriadi, Rita Yuliani.2010.Asuhan keperawatan pada anak. Jakarta: CV. Sagung Seto.
Sudoyo A W, Setyohadi B, Alwi I dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi
V. Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. 2009 ;
2773-2779
Wahab S. 2009. Kardiologi Anak: Penyakit Jantung Kongenital Yang Tidak Sianotik.
jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai