ARTERIOSUS (PDA)
KEPERAWATAN ANAK
oleh :
Kelompok 18/ Kelas D 2017
Rizki Iffatul Afifah NIM 172310101209
Raka Putra Achmadi NIM 172310101205
2019
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI PATENT DUCTUS
ARTERIOSUS
KEPERAWATAN ANAK
Oleh :
Kelompok 1/ Kelas D 2017
Rizki Iffatul Afifah NIM 172310101209
Raka Putra Achmadi NIM 172310101205
i
KATA PENGANTAR
Penulis juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi
kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.
Jember,
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I. PENDAHULUAN
1
infeksi rubella dapat mengganggu proses penutupan duktus yang memiliki pengaru
langssung pada jaringan duktus (Wahab S. 2009).
Sebagian besar ahli kardiologi anak menyepakati bahwa pemeriksaan
ekokardiografi dapat dilakukan pada bayi prematur untuk mendiagnosis atau
mengurangi terjadinya patent ductus arteriosus. Ekokardiografi dengan pulsasi
doppler yang dilakukan pada bayi cukup bulan menunjukkan adanya penutupan DA
yang terjadi dalam satu hari sebanyak 50%, 90% menutup pada hari kedua dan
seluruhnya menutup pada hari ketiga setelah kelahiran (Clyman et a, 2012).
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Menjelaskan pengertian dan asuhan keperawatan pada bayi dengan
gangguan PDA (Patent Ductus Arterious) .
2
BAB II. STUDI LITERATURE
2.1 Definisi
Patent ductus artriousus adalah terbentuknya duktus arteriosus yang secara
fungsional menetap beberapa saat setelah lahir. Penutupan fungsional duktus,
normalnya terjadi segera setelah lahir yaitu dalam kisaran 10-15 jam setelah
kelahiran. Akan tetapi, pada bayi yang lahir prematur ada juga duktus yang baru
menutup setelah 6 minggu. Pada bayi prematur, duktus paten biasanya mempunyai
susunan anatomi yang normal dan keterbukaan merupakan akibat dari hipoksia dan
imaturitas. Duktus yang tetap terbuka setelah bayi cukup bulan berusia beberapa
minggu jarang menutup spontan.. prematuritas dianggap sebagai penyebab terbesar
dari timbulnya duktus arteriosus paten. Pada bayi prematur, gejala cenderung timbul
sangat awal, terutama bila disertai dengan sindrom distres pernapasan. Patent ductus
arteriosus juga lebih sering terdapat pada anak yang lahir ditempat yang tinggi atau
didaerah pegunungan, hal ini disebabkan karena adanya hipoksia yang
menyebabkan duktus gagal menutup. Penyakit campak jerman (rubella) yang terjadi
pada trimester I kehamilan juga dihubungkan dengan terjadinya patent ductus
arteriosus. Penyebab lain dari patent duktus dari faktor ibu arteriosus adalah ibu
alkoholisme, umur ibu lebih dari 40 tahun, dan faktor genetik yaitu anak yang lahir
sebelumnya juga menderita penyakit PDA, ayah atau ibu menderita penyakit
jantung bawaan, kelainan kromosom seerti sondrome down, dan lahir dengan
kelainan bawaan yang lain (Wahab S. 2009).
Ductus arteriosus adalah pembuluh darah yang menghubungkan aorta
(pembuluh darah yang mengalirkan darah yang kaya oksigen dari jantung ke seluruh
tubuh), dan arteri pulmonal (pembuluh darah yang mengalirkan darah yang miskin
oksigen dari jantung ke paru-paru).
Patent Ductus Arteriosus adalah kegagalan menutupnya ductus anteriosus (arteri
yang menghubungkan aorta dan arteri pulmonal) pada minggu pertama kehidupan,
yang menyebabkan mengalirnya darah dari aorta yang bertekanan tinggi ke arteri
pulmonal yang bertekanan rendah, sehingga dapat menyebabkan resirkulasi dengan
oksigen yang lebih tinggi mengalir ke paru akhirnya dapat menambah beban jantung.
3
Pada gilirannya mekanisme kerja jantung berupaya memenuhi kebutuhan tersebut
yang akhirnya menyebabkan pelebaran dan hipertensi pada daerah atrium.
Perbandingan tekanan darah dan saturasi oksigen pada jantung normal dan
patent ductus arteriosus. Pada patent ductus arteriosus, terjadi peningkatan saturasi
oksigen di arteri pulmonalis (dari 75% menjadi 88%) karema shunt aliran dari aorta
Sumber : Wahab S. 2009. Kardiologi Anak: Penyakit Jantung Kongenital Yang
Tidak Sianotik. jakarta: EGC
2.2 Klasifikasi
Klasifikasi penyakit patent ductus arteriosus ditentukan berdasarkan perubahan
antomi jantung bagian kiri, tahanan arteri pulmonal, saturasi oksigen dan
perbandingan sirkulasi pulmonal dan sistemik (Wahab S. 2009) :
4
Sumber : Wahab S. 2009. Kardiologi Anak: Penyakit Jantung
Kongenital Yang Tidak Sianotik. jakarta: EGC
A. Tingkat 1
Pada tingkat 1 umumnya penderita tidak memiliki gejala. Pertumbuhan dan
perkembangan fisik berlangsung dengan baik. Pada pemeriksaan fisik dengan
menggunakan elektrokardiografi dan rontgen foto dada, tidak ditemukan adanya
pembesaran jantung.
B. Tingkat 2
Pasien sering mengalami infeksi saluran nafas, tetapi pertumbuhan fisik masih
sesuai dengan umur. Peningkatan aliran darah ke sirkulasi pulmonal dapat terjadi
sehingga timbul hipertensi pulmonal ringan. Apabila pasien tidak tertangani
dengan baik pada tingkat ini, maka akan jatuh dalam tingkat 3 atau 4.
C. Tingkat 3
Pada tingkat ini infeksi saluran nafas semakin sering terjadi. Pertumbuhan anak
biasanya terlambat, pada pemeriksaan, anak tampak kecil tidak sesuai dengan
umur dan dengan gejala-gejala gagal jantung. Nadi juga dengan amplitudo yang
lebar. Jika melakukan aktivitas, pasien akan mengalami sesak napas yang disertai
dengan sianosis ringan. Pada pasien dengan duktus berukuran besar, gagal
jantung dapat terjadi pada minggu pertama kehidupan. Dengan pemeriksaan
rontjen foto dada dan elektrokardiografi, ditemukan hipertrofi ventrikel kiri dan
atrium kiri juga disertai dengan hipertrofi ventrikel kanan yang ringan. Suara
bising jantung dapat didengar di antara sela iga tiga dan empat.
D. Tingkat 4
Pada keadaan ini, keluhan sesak napas dan sianosis akan semakin nyata. Tahanan
sirkulasi paru lebih tinggi daripada tahanan sistemik, sehingga aliran darah di
duktus berbalik dari kanan ke kiri. Pemeriksaan dengan foto rontgen dan
elektrokardiografi menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri, atrium kiri dan ventrikel
kanan. Kondisi pasien ini disebut dengan Sindrome Elsenmenger.
5
2.3 Patofisiologi
Duktus arteriosus adalah pembuluh darah yang menghubungkan aliran darah
pulmonal ke aliran darah sistemik dalam masa kehamilan (fetus). Hubungan ini (shunt)
ini diperlukan oleh karena sistem respirasi fetus yang belum bekerja di dalam masa
kehamilan tersebut. Aliran darah balik fetus akan bercampur dengan aliran darah bersih
dari ibu (melalui vena umbilikalis) kemudian masuk ke dalam atrium kanan dan
kemudian dipompa oleh ventrikel kanan kembali ke aliran sistemik melalui duktus
arteriosus. Normalnya duktus arteriosus berasal dari arteri pulmonalis utama (atau arteri
pulmonalis kiri) dan berakhir pada bagian superior dari aorta desendens, ± 2-10 mm
distal dari percabangan arteri subklavia kiri. Dinding duktus arteriosus terutama terdiri
dari lapisan otot polos (tunika media) yang tersusun spiral. Diantara sel-sel otot polos
terdapat serat-serat elastin yang membentuk lapisan yang berfragmen, berbeda dengan
aorta yang memiliki lapisan elastin yang tebal dan tersusun rapat (unfragmented). Sel-
sel otot polos pada duktus arteriosus sensitif terhadap mediator vasodilator
prostaglandin dan vasokonstriktor (pO2). (Wahab, S. 2009 )
Setelah persalinan terjadi perubahan sirkulasi dan fisiologis yang dimulai segera
setelah eliminasi plasenta dari neonatus. Adanya perubahan tekanan, sirkulasi dan
meningkatnya pO2 akan menyebabkan penutupan spontan duktus arteriosus dalam
waktu 2 minggu. Duktus arteriosus yang persisten (PDA) akan mengakibatkan pirai
(shunt) L-R yang kemudian dapat menyebabkan hipertensi pulmonal dan sianosis.
Awalnya darah mengalir melalui aorta masuk ke arteri pulmonalis (karena tekanan
darah aorta lebih besar) Lama-kelamaan karena darah memenuhi pembuluh darah paru-
paru, terjadilah hipertensi pulmonal karena peningkatan tahanan pulmonalis terjadilah
aliran balik, dari pulmonalis menuju aorta Karena darah yang teroksidasi masuk ke
arteri sistemik, otomatis akan timbul sianosis (Wahab, 2009)
6
khas untuk Patent Duktus Arteriosus, di daerah subklavikula kiri. Bila telah
terjadi hipertensi pulmonal, bunyi jantung kedua mengeras dan bising
diastolik melemah atau menghilang (Cassidy, 2005).
2. Patent Duktus Arteriosus sedang
Patent Duktus Arteriosus sedang dengan diameter 2,5-3,5 mm biasanya timbul
sampai usia dua sampai lima bulan tetapi biasanya keluhan cenderung tidak
berat. Biasanya mengalami kesulitan makan, seringkali menderita infeksi
saluran nafas, namun biasanya berat badannya masih dalam batas normal.
Anak lebih mudah lelah tetapi masih dapat mengikuti permainan (Kumar,
2008).
3. Patent Duktus Arteriosus besar
Patent Duktus Arteriosus besar dengan diameter >3,5-4,0 mm menunjukkan
gejala yang berat sejak minggu-minggu pertama kehidupannya. Ia sulit makan
dan minum, sehingga berat badannya tidak bertambah. Pasien akan tampak
sesak nafas (dispnea) atau pernafasan cepat (takipnea) dan banyak berkeringat
bila minum (Kumar, 2008).
7
4. Implus ventrikel kiri yang nyata akibat hipertrofi ventrikel kiri denyut nadi
perifer yang memantul (nadi corigan) akibat keadaan yang tinggi.
5. Tekanan nadi yang melebar akibar kenaikan tekanan sistolik dan terutama
akibat penurunan diastolik pada saat darah memintas melalui PDA dan dengan
demikian mengurangi tahapan tepi.
6. Motorik yang lambat akibat gagal jantung.
7. Kegagalan tumbuh kembang akibat gagal jantung.
8. Keletihan dan dispnea pada saat melakukan kegiatan yang dapat terjadi pada
dewasa yang mengalami PDS yang tidak terdeteksi.
2.4 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan patent ductus arteriosus pasien yang tidak terkomplikasi
adalah untuk menghentikan shunt dari kiri ke kanan. Pada penderita dengan ductus
kecil, penutupan ini ditunjukan untuk menvegah endokartiditis (infeksi lapisan dalam
jantung), sednagkan pada ductus sedang dan besar untuk menangani gagal jantung
kongestif dan mencegah terjadinya penyakit vaskular pulmonal. Penatalaksanaan ini
dibagi atas terapi medikamentosa dan tindakan bedah (Wahab S. 2009) :
1. Medikamentosa
Terapi ini diberikan terutama pada duktus ukuran kecil, dengan tujuan
terjadinya kontriksi otot duktus sehingga duktus menutup, jenis obat yang
sering diberikan adalah :
a. Golongan obat-obatan non-steroid anti-inflamasi (indometasin/indosin).
Berfungsi untuk menekan produksi prostaglandin dengan cara
menurunkan aktivitas cylo-oksigenase.
Dosis : 0,2 mg/kg iv pada 12 jam I, diikuti 0,1 ɱg/kg iv pada 12 jam
berikutnya.
Kontraindikasi : hipersensitivitas, pendarahan gastrointerstinal, dan
insufisiensi ginjal.
b. Prostaglandin E1 (Aprostil, Prostin VR)
Berfungsi mempertahankan patensi duktus arteriosus, terutama jika sudah
ada shunt dari kanan ke kiri (sindrome eisenmenger). Obat ini diberikan
8
sebelum tindakan operasi penutupan duktus dilakukan dan efektif pada
bayi prematur
Dosis awal : 0,05-0,1 mcg/kg/min iv.
Dosis rumatan : 0,01-0,04 mcg/kg/min iv.
Kontraindikasi : hipersensitivitas dan sindrom distres pernafasan
Efek samping : apnea, kejang, demam, hipotensi, dan penekanan aggregasi
trombosit.
2. Tindakan bedah
Tindakan terbaik untuk menutup duktus adalah dengan melakukan operasi.
Mortalitas tindakan operasi kurang dari 2% meskipun operasi dilakukan antara
umur beberapa bulan sampai diatas 60 tahun. risiko kematian yang kecil ini
menyebabkan banyak dokter lebih aktif dalam melakukan operasi pada umur
muda karena menunggu penutupa spontan mempunyai resiko yang lebih besar
daripada operasi.
Pada bayi prematus tanpa sindrome distres respirasi, dicoba dahulu
memperbaiki gagal jantung dengan digitalis... bila ini berhasil, operasi dapat
ditunda 3 bulan lagi atau lebih lama karena banyak kasus dapat menutup
spontan.
Indikasi untuk melakukan tindakan bedah yaitu adanya kegagalan terapi
medikamentosa, trombositopenia, dan insufisiensi ginjal. Adanya bebrapa
tehnik operasi yang dipakai untuk menutup duktus, seperti penutupan dengan
menggunakan tehnik cincin dan metode ADO (Amplatzer Duct Occluder).
ADO berupa cpil, terdiri dari beberapa ukuran yang sesuai dengan ukuran
duktus, dan dimaksukkan ke dalam duktus dengan bantuan kateterisasi jantung
melalui arteri femoralis sampai ke aorta.
9
BAB III. ASUHAN KEPERAWATAN
Kasus :
Ny.B adalah seorang ibu rumah tangga berumur 28 tahun. pada hari senin 3
oktober 2019 membawa anaknya an.A usia 18 bulan ke rumah sakit dengan
keluhan mengalami sesak nafas, terlihat lelah dan letih, serta enggan saat
disusui sejak usia 2 bulan dan sering terengah-engah, berkeringat,
menghisap hanya sebentar-sebentar saja. Pada saat melahirkan An.B, Ny.B
mengatakan bahwa kelahiran premature. Namun Ny.B mengatakan bahwa
perkembangan bayinya normal-normal saja sejak awal. Keluhan
disampaikan oleh Ny.B kepada perawat yang bertugas. Tim medis
mendiagnosa anaknya dengan penyakit PDA. TD : 90/40 mmHg, Nadi : 120
x/menit, RR : 44x/menit, Suhu : 38oC.
3.1 Pengkajian
a. Identitas pasien
Nama : An. A
Nama Ibu : Ny. B
Tanggal lahir : 1 Mei 2019
Umur : 7 bulan
Agama : Islam
Suku : Madura
Jenis Kelamin : laki-laki
Alamat : Jl. Lurus Rt 3 Rw 4
No. rekam medis : 1449189
Tanggal MRS : 3 Oktober 2019 / 10.00 WIB
Tanggal Pemeriksaan : 3 Oktober 2019 / 10.00 WIB
Diagnosa Medis : Patent Duktus Arteriosus
Sumber informasi : Orangtua
b. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama
10
An.A sesak nafas, merasa lelah letih, dan tidak nafsu makan.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Ny.B mengatakan bahwa An.A sesak nafas, merasa lelah letih, dan tidak
nafsu makan.
3. Riwayat penyakit dahulu
Berdasarkan riwayat kesehatan ibu, perkembangan bayi pada bulan-bulan
pertama normal-normal saja. Namun sekitar 2 bulan, tampak saat menyusu
tergengah-engah, menghiap hanya sebentar-sebentar saja, tampak kelelahan
dan berkeringat, juga sering mengalami ISPA. Bayi lahir prematur.
4. Riwayat penyakit keluarga
Ny.B mengatakan bahwa keluarganya ada yang memiliki penyakit jantung.
5. Pola fungsi kesehatan
a) Pola nutrisi dan metabolisme
Minum ASI Eksklusif selam 6 bulan pertama dan mendapatkan MP ASI
setelah diatas usia 6 bulan
Bayi mengalami penurunan nafsu makan, terlihat lemas setelah makan ataau
menyusui. Biasanya mengalami penurunan berat badan.
BB : 7 Kg saat masuk RS
BB : 8 Kg sebelum masuk RS
b) Pola aktivitas
Bayi terlihat lemas, anak menjadi tidak aktif
c) Pola istirahat dan tidur
Tidur bayi sering terganggu karena sesaf nafas. Tidur bayi 13 jam
d) Pola eliminasi
Jarang karena asupan makanan sedikit. Produksi urin menurun.
c. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Bayi terlihat lemah letih, sesak nafas
2. Tanda-tanda vital
TD : 90/40 mmHg
Nadi : 120 x/menit
11
RR : 44x/menit
Suhu : 38oC
3. Kepala
Inspeksi : rambut tipis dan kulit kepala bersih, tidak ada lesi.
Palpasi : tidak ada benjolan dan tidak ada nyeri tekan.
4. Wajah
Inspeksi : kedua pipi berbintik merah, betuk simetris kanan kiri.
Palpasi : teraba kasar dikedua pipi, tidak ada nyeri tekan, dan tidak ada
massa.
5. Mata
Inspeksi : konjungtiva anemis.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada kedua bola mata, kedua bola mata
teraba lunak
6. Hidung
Inspeksi : simetris kanan dan kiri, tidak tampak adanya septum deviasi.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada hidung
7. Mulut
Inspeksi : bentuk ukuran proposional dengan wajah, bibir brwana pucat,
lidah dan uvula berada digaris tengah
8. Leher : inspeksi, tidak ada pembesaran kelenjar tyroid. Palpasi, tidak ada
nyeri tekan.
9. Pemeriksaan thorax
Inspeksi : bentuk dada kiri menonjol (asimetris)
Palpasi : ekstermitas dingin, teraba getaran bising pada parasenternal kiri
atas, palpasi abdomen pada kuadran kanan atas teraba hepar 4 cm.
Perkusi : -
Auskultasi : S1 norml, S2 tertutup suara bising kontinyu. Terdengar murmur
mid-diastolik dengan derajat 2/6 terdengar irama gallop, ada suara paru
rales.
10. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : perut nampak datar
12
Perkusi : suara timpani, pekak pada daerah hepar
Palpasi : palpasi abdomen pada kuadran kanan atas teraba hepar 4 cm.
Auskultasi : bising usus terdengar tiap 6 detik/menit
13
kebutuhan
pelebaran dan
hipertensi pada
atrium kiri
edema paru
difusi oksigen
menurun dan
hipoksia
kontraksi arteriol
paru
takipnea, pola
nafas abnormal,
perubahan ekskursi
dada
14
irama gallop, nadi keletihan
120x/menit, terdengar
murmur.
Perubahan volume
sekuncup
Penurunan curah
jantung
Tekanan
meningkat
Dapat terjadi
kebocoran(pirau)
kanan ke kiri
Darah berkurang
ketubuh
Tampak kelelahan,
Ektremitas dingin,
15
ketikdaknyamanan
setelah beraktivitas
Masalah sirkulasi
Intoleransi
aktivitas
16
3.3 Diagnosa
1. pola nafas tidak efektif b.d.adanya kelebihan cairan dalam paru d.d takipnea, pola nafas abnormal, sesak nafas
2. Penurunan curah jantung b.d perubahan volume sekuncup d.d takikardi, murmur jantung, edema, tampak kelelahan
3. Intoleransi aktivitas b.d masalah sirkulasi d.d ketidaknyamanan saat beraktivitas, berkeringat, tampak kelelahan
.
3.3 Intervensi
No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional TTD
1 pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan 1. Memposisikan untuk 1. Untuk mengurangi sesak Թ
b.d.adanya kelebihan tindakan keperawatan meringankan sesak nafas. napas Ns. Y
cairan dalam paru d.d selama 2 x 24 jam 2. Auskultasi bunyi napas 2. Untuk mengetahui bunyi
takipnea, pola nafas diharapkan masalah 3. Memonitor status napas klien
abnormal, sesak nafas pola nafas tidak efektif pernafasan dan oksigenasi 3. Untuk mengetahui status
dapat teratasi sebagaimana mestinya pernafasan dan
Kriteria hasil : oksigenasi
1. RR normal
2. Nafas teratur,
anak dapat
menyusui tanpa
terrengah-engah.
17
2 Penurunan curah Setelah dilakukan 1. Memastikan tingkat aktivitas 1. Meminimalisir Թ
jantung b.d perubahan tindakan keperawatan pasien yang tidak bahaya yang tidak Ns. Y
volume sekuncup d.d dalam 2 x 24 jam membahayakan curah diinginkan
takikardi, murmur diharapkan masalah jantung atau memprovokasi 2. Untuk mengetahui
jantung, edema, Penurunan curah serangan jantung. nilai komprehensif
tampak kelelahan jantung teratasi 2.Melakukan penilaian pada sirkulasi pitmia
Kriteria hasil : komprehensif pada sirkulasi jantung, termasuk
1. Curah jantung pitmia jantung, termasuk gangguan ritme
meningkat gangguan ritme perifer perifer (misalnya
2. Curah jantung (misalnya cek nadi perifer, cek nadi perifer,
normal edema, pengisian ulang edema, pengisian
kapiler, warna dan suhu ulang kapiler, warna
ekstremitas) secara rutin dan suhu
sesuai kebijakan agen. ekstremitas) secara
3.Memonitor tanda-tanda vital rutin sesuai
secara rutin. kebijakan agen.
4.Memonitor disritmeia 3. Untuk mengetahui
jantung, termasuk gangguan tanda-tanda vital
18
ritme dan konduksi jantung. 4. Untuk mengetahui
5.Mencatat tanda dan gejala disritmeia jantung,
penurunan curah jantung. termasuk gangguan
6.Monitor status pernafasan ritme dan konduksi
terkait dengan adanya gejala jantung
gagal jantung 5. Untuk mengetahui
perubahan
penurunan curah
jantung
6. Untuk mengetahui
status pernafasan
terkait dengan
adanya gejala gagal
jantung
19
3 Intoleransi aktivitas b.d Setelah dilakukan 3. Mengkaji status fisiologis 1. Untuk mengetahui Թ
masalah sirkulasi d.d tindakan keperawatan pasien yang menyebabkan status fisiologis Ns. Y
ketidaknyamanan saat dalam 2 x 24 jam kelelahan sesuai dengan pasien yang
beraktivitas, diharapkan masalah konteks usia dan menyebabkan
berkeringat, tampak Intoleransi aktivitas perkembangan. kelelahan sesuai
kelelahan teratasi 4.Memonitor sistem dengan konteks usia
Kriteria hasil : kardiorespirasi pasien selama dan perkembangan.
1. Sirkulasi lancer pasien selama selama 2. Untuk mengetahui
2. Bisa beraktivitas kegiatan (misalnya takikardia sistem kardiorespirasi
normal disritmia, dyspea, pasien selama pasien
diaphoresis, pucat, tekanan selama selama
hemodinamik, frekuensi kegiatan (misalnya
pernafasan). takikardia disritmia,
20
5.Monitor respon oksigen dyspea, diaphoresis,
pasien (misalnya tekanan pucat, tekanan
nadi, tekanan darah, hemodinamik,
respirasi) saat perawatan. frekuensi pernafasan)
6.Memonitor toleransi pasien 3. Untuk mengetahui
terhadap aktivitas. respon oksigen
7.Memberi dukungan dan pasien (misalnya
harapan yang realistis pada tekanan nadi, tekanan
pasien dan keluarga. darah, respirasi) saat
perawatan.
4. Untuk mengetahui
toleransi pasien
terhadap aktivitas
5. Untuk meningkatkan
status kesehatan
pasien
21
3.4 Pendidikan Kesehatan Satu Intervensi Keperawatan Terpilih
Oleh :
Kelompok 18/ Kelas D 2017
Rizki Iffatul Afifah NIM 172310101209
Raka Putra Achmadi NIM 172310101204
22
SATUAN ACARA PENYULUHAN
I. Analisa Data
A. Kebutuhan Peserta Didik
Pada survei yang telah di lakukan ibu usia produktif maupun ibu hamil pada desa
sumbersari tidak mengetahui atau belum paham dengan bayi prematur, jarang
sekali merka mendapat penjelasan dari bidan maupun tenaga kesehatan lainnya.
karena kurangnya informasi tersebut kita kelomlok 18 ingin mengedukasi tentang
bayi prematur.
23
Materi Terlampir
a. Definisi bayi prematur
b. Penyebab bayi prematur
e. Risiko bayi prematur
c. Pencegahan bayi prematur
V. Media
Leaflet, Power Point
24
prematur
- Menyelesaikan
penyebab bayi
prematur
- Menyelesaikan risiko
yang muncul pada
bayi prematur
- Menyelesaikan
pencegahan bayi
prematur
3 Penutup - Menutup pertemuan
5 menit dengan memberikan
kesimpulan yang
disampaikan,
- Mengajukan
pertanyaan, menutup
pertemuan dan
memberi salam
25
VII. EVALUASI
1. Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
2. Peserta dapat mengerti dan memahami tentang bayi prematur
3. Peserta dapat memahami definisi, penyebab, risiko, dan pencegahan bayi
prematur
A. DEFINISI
Menurut WHO, prematur adalah persalinan dengan usia kehamilan kurang dari 37
minggu (kurang dari 9 bulan) atau berat badan bayi kurang dari 2500 g. Menurut
WHO indonesia menduduki urutan sebagai negara dengan jumlah bayi prematur
terbanyak didunia. Minggu terakhir merupakan maa penting dlam pembentukan
tahap akhir organ vital, termasuk otak dan paru-paru, serta prosess peningkatan
berat badan bayi. Oleh karena itu apabila bayi lahir prematur berisiko mengalami
gangguan kesehatan karena kondisi organ tubuh yang belum sempurna, sehingga
membutuhkan perawatan insentif.
B. PENYEBAB BAYI PREMATUR
1. FAKTOR KESEHATAN IBU
a. Preeklamsia.
b. Penyakit yang berifat kronii, seperti penyakit ginjal atau jantung.
c. Kelainan bentuk rahim.
d. Ketidakmampuan serviks menutup selama maa kehamilan
e. Stres.
f. Kebiasaan merokok sebelum dan selama masa kehamilan
g. Penyalahgunan NAPZA.
h. Pernah mengalmi kelahiran prematur sebelumnya.
2. FAKTOR KEHAMILAN
a. Kelainan atau menurunnya fungsi ari-ari.
26
b. Kelainan posisi ari-ari
c. Aei-ari yang lepas sebelum waktunya.
d. Terlalu banyak cairan ketuban.
e. Ketuban pecah dini.
3. FAKTOR YNG MELIBATKAN JANIN
a. kehamilan kembar.
b. Kelainan darah pada janin.
C. RISIKO BAYI PREMATUR
1. Penyakit kuning pada bayi
Kasus penyakit kuning merupakan kasus yang sangat umum terjadi pada
kelahiran bayi prematur. Tidak hanya karena usia kandungan yang masih belum
sempurna, penyakit ini juga disebabkan dengan adanya kadar bilirubin dalam
tubuh bayi sangat tinggi. Normalnya, kadar bilirubin akan dikeluarkan melalui
urin atau bersama kotoran bayi. Tapi karena pada usia kandungan yang belum
mencapai 9 bulan, maka sistem organ dalam tubuh bayi prematur pun belum
bekerja sempurna. Hal inilah yang membuat fungsi ginjal dan hati bayi belum
sempurna dan mengalami peningkatan kadar bilirubin.
2. Anemia
Selain penyakit kuning, bayi prematur juga rentan terkena penyakit gangguan
darah seperti anemia. Penyakit ini terjadi karena tubuh bayi yang belum
memiliki sel darah merah yang cukup. Hal ini erat kaitannya dengan usia
kelahiran yang lebih cepat dari seharusnya dan banyak organ yang belum
sempurna. Penyakit anemia pada bayi prematur bisa menjadi sangat berbahaya
karena meningkatkan risiko pendarahan dan kehilangan darah pada bayi. Kasus
seperti ini sering terjadi pada usia bulan pertama bayi setelah dilahirkan. Agar
bisa mengatasinya, usahakan agar bayi selalu mendapatkan asupan ASI yang
cukup.
27
Masih berkaitan dengan sistem organ yang belum sempurna, bayi prematur juga
memiliki risiko lebih tinggi terkena penyakit metabolisme. Biasanya bayi akan
terkena hipoglikemia atau kondisi di mana kadar gula darah dalam tubuh bayi
sangat rendah. Padahal, kadar gula yang cukup bisa membantu tumbuh
kembangnya menjadi sehat dan baik. Hal ini juga terjadi karena kondisi fungsi
hati bayi yang belum sempurna. Sehingga membuat penyimpanan glikogen
dalam tubuh menjadi sangat lambat.
Usia kehamilan yang cukup muda biasanya membuat bayi prematur memiliki
sistem pencernaan belum sempurna. Kondisi ini juga yang membuat bayi
berisiko terkena komplikasi NEC (Necrotizing enterocolitis). Penyakit ini bisa
berubah menjadi penyakit yang sangat berbahaya. Hal ini dikarenakan sel-sel
yang seharusnya melapisi usus rusak dan membuat sistem pencernaan bayi
terganggu. Kecukupan ASI sangat dibutuhkan supaya penyakit ini bisa dihindari
dan membuat bayi tetap sehat.
Otak yang menjadi pusat saraf tubuh pun ikut merasakan dampak dari kelahiran
bayi prematur. Gangguan otak yang akan terjadi seperti pendarahan pada otak
atau penyakit pendarahan intraventrikular. Pendarahan ringan yang terjadi masih
bisa diobati dengan baik dalam waktu yang singkat. Sementara jika pendarahan
yang lebih serius terjadi menyebabkan bayi terkena cacat otak permanen.
6. Penyakit paru-paru
28
kekurangan sufaktan dan membuatnya terkena penyakit sindrom gangguan
pernapasan. Dari kasus ini, tak sedikit juga bayi yang terkena panyakit paru-paru
kronis.
Bayi prematur juga sangat erat dengan penyakit gangguan jantung bawaan,salah
satunya PDA (paten ductus arteriosus). Penyakit jantung bawaan ini bisa
mengganggu dua pembuluh darah utama pada jantung bayi yang terus terbuka
dan masuk ke dalam jantung. Akibat dari penyakit ini, bayi juga memiliki
kemungkinan terkena penyakit hipotensi yakni kondisi tekanan darah rendah
yang berbahaya bagi kesehatan bayi. Umumnya, penyakit ini akan pulih sendiri
atau lubang tersebut akan menutup dengan sendirinya sesuai perkembangan
bayi.
29
Konsumsi makanan sehat yang kaya protein, buah, dan biji-bijian sebelum
hamil, dapat mengurangi risiko kelahiran prematur.
c. Hindari paparan bahan kimia dan substansi berbahaya.
seperti asap rokok, makanan kaleng, kosmetik, alkohol, dan NAPZA.
d. Konsumsi suplemen kalsium.
Konsumsi suplemen kalsium 1000 mg atau lebih per hari, dapat mengurangi
risiko kelahiran prematur dan preeklamsia
e. Mempertimbangkan jarak kehamilan.
Kehamilan yang hanya berjarak kurang dari 6 bulan dari persalinan terakhir,
dapat meningkatkan kelahiran prematur.
f. Menggunakan pesarium (cervical pessary).
Ibu hamil dengan ukuran serviks yang pendek disarankan memakai pesarium
guna menyangga rahim agar tidak turun. Bentuk alat ini menyerupai cincin yang
dipasang di mulut rahim
30
Leaflet
Setelah Lahir
Gannguan Pertukaran gas
Tekanan meningkat
Ventrikel kiri berespon Beban jantung kiri
memenuhi kebutuhan meningkat
Kontriks
arteriol paru Intoleransi aktivitas
Ketidak 33
seimbangan
nutrisi Pola nafas tidak
efektif
BAB V. PENUTUP
1.1 Simpulan
1. Patent ductus artriousus adalah terbentuknya duktus arteriosus yang secara
fungsional menetap beberapa saat setelah lahir. Penutupan fungsional duktus,
normalnya terjadi segera setelah lahir yaitu dalam kisaran 10-15 jam setelah
kelahiran.
2. Penyebab lain dari patent duktus dari faktor ibu arteriosus adalah ibu
alkoholisme, umur ibu lebih dari 40 tahun, dan faktor genetik yaitu anak yang
lahir sebelumnya juga menderita penyakit PDA, ayah atau ibu menderita
penyakit jantung bawaan, kelainan kromosom seerti sondrome down, dan lahir
dengan kelainan bawaan yang lain.
3. Klasifikasi penyakit patent ductus arteriosus tingkat 1, 2, 3, dan 4.
DAFTAR PUSTAKA
Clyman, Ronald I. 2012. Patent ductus arteriosus: are current neonatal treatment options
better or worse than no treatment at all?. California San Francisco
Kumar, V., Cotran, R.S., Robbins, S.L., 2008, Buku Saku Dasar Patologi Penyakit, Ed.
7, EGC, Jakarta, 32-40.
Manuaba Ida Bagus, 2002, Ilmu Kebidanan, Kandungan dan KB, Jakarta: EGC.
Suriadi, Rita Yuliani.2010.Asuhan keperawatan pada anak. Jakarta: CV. Sagung Seto.
Sudoyo A W, Setyohadi B, Alwi I dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi
V. Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. 2009 ;
2773-2779
Wahab S. 2009. Kardiologi Anak: Penyakit Jantung Kongenital Yang Tidak Sianotik.
jakarta: EGC