Asuhan keperawatan pada anak dengan kelainan kongenital pada sistem respirasi
dan gangguan respirasi
Disusun oleh:
FAKULTAS KEPERAWATAN
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang atas
rahmatnya dan karunianya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Adapun judul dari makalah ini adalah “Komunikasi dalam konteks sosial budaya”.
Kami jauh dari sempurna, dan ini merupakan langkah yang baik dari studi yang
sesunggunya. Oleh karena itu, keterbatasan waktu dan kemampuan kami, maka kritik
dan saran yang membangun senantiasa kami harapkan semoga makalah ini dapat berguna
bagi saya khususnya dan pihak lain yang berkepentingan pada umunya.semoga makalah
ini dapat bermanfaat dan berguna bagi kita, akhir kata saya ucapkan terimakasih.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN
BAB 2 PEMBAHASAN
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan..................................................................................................................5
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Seiring perkembangan teknologi yang sangat pesat, pada bidang kedokteran saat
ini juga telah memanfaatkan teknologi untuk membantu peningkatan pelayanan yang
lebih baik kepada masyarakat luas. Pekerjaan yang sangat sibuk dari seorang dokter
mengakibatkan bidang sistem pakar mulai dimanfteatkan untuk membantu seorang pakar
atau ahli dalam mendiagnosa berbagai macam penyakit, seperti Jantung, ginjal, stroke,
kanker, gigi, kulit hingga sistem pernafasan.
1.2 Tujuan Umum
Untuk menjelaskan kelainan kongetial pada sistem respirasi dan gangguan pada
respirasi.
Tujuan Khusus
1. Menjelaskan Asuhan keperawatan dengan kelaian kongenital pada anak
dengan gangguan respirasi: Bronkhomalasia.
2. Menjelaskan Etiologi asuhan keperawatan dengan kelaian kongenital pada
anak dengan gangguan respirasi: Bronkhomalasia.
3. Menjelaskan gangguan respirasi pada anak dengan tanda dan gejala,
PEMBAHASAN
Bronkhomalasia napas kongenital adalah salah satu dari beberapa penyebab obstruksi
saluran udara ireversibel pada anak-anak, tetapi kejadian pada populasi umum tidak
diketahui. Malacia nafas berat atau malacia berhubungan dengan sindrom tertentu.
Biasanya diakui dan didiagnosis awal masa bayi, tetapi informasi tentang fitur klinis
anak dengan malacia primer, sering didiagnosis hanya kemudian di masa kecil,
langka.Bronkomalasia adalah masalah bawaan yang timbul dari dukungan tulang rawan
berkurang dari saluran udara yang lebih kecil (di bawah trakea, atau tenggorokan). Tulang
rawan melemah biasanya menyempit lebih mudah selama ekspirasi dan memperpanjang
waktu, atau mencegah dahak dan sekresi mnejadi terperangkap. Biasanya banyak menyerang
pada anak usia kurang dari 6 tahun.(Children’s National Health System,2016)
A. Etiologi
Bronkomalasia paling sering terjadi pada saat lahir (kongenital) dan hingga saat ini tidak
diketahui mengapa tulang rawan tidak terbentuk dengan baik (Firdiansyah, 2017).
Bronchomalacia dapat digambarkan sebagai cacat lahir bronkus di saluran pernapasan.
Malasia kongenital saluran udara besar adalah salah satu dari beberapa penyebab obstruksi
saluran napas ireversibel pada anak-anak, dengan gejala bervariasi dari mengi berulang dan
infeksi saluran udara bawah berulang untuk dispnea berat dan insufisiensi pernapasan. Ini
juga dapat diperoleh di kemudian hari karena peradangan kronis atau berulang akibat infeksi
atau penyakit saluran napas lainnya (Wikipedia, 2018).
Bronkomalasia adalah runtuhnya dinamis dari satu atau kedua bronkus.Utama dan atau
divisilobus atau segmental distal mereka yang dapat terjadi karena cacat yang melekat pada
kartilago atau dari kompresiextinsik. Bronkomalasia lebih sering muncul dengan
trakeomalasia dibandingkan dengan lesi yang terisolasi. Bronchomalacia terlihat dominan di
sisi kiri (35,7%) dibandingkan dengan kanan (22%). Bronkomalasia paling sering terlihat
pada bronkus batang utama kiri, bronkuslobus kiri atas, bronkuslobus kanan tengah, dan
bronkus batang utama kanan, dalam urutan prevalensi menurun. Ada juga dominasi laki-laki
pada lesi ini (Laberge, 2008)Pengobatan sering konservatif, karena banyak dari anak-anak
ini akan membaik ketika saluran udara mereka matang dan tumbuh dengan berjalannya
waktu. Ketika Bronkomalasia parah dan berkembang menjadi kompromi pernapasan,
tracheostomy dan ventilasi tekanan positif dapat di indikasikan. Selain itu, perawatan bedah
dari sumber kompresi eksternal, seperti dengan aortopeksi dapat membantu. Stent juga dapat
digunakan, seperti yang di diskusikan dengan Traakomalasia, tetapi mereka memiliki
komplikasi serius termasuk caut, penghilangan yang sulit, pembentukan jaringan granulasi.
Dengan demikian ini harus disediakan untuk situasi yang muncul dan bukan untuk terapi
jangka panjang saat ini (Laberge, 2008)
Bronkomalasia primer melibatkan defek pada kartilago. Ini dapat berasal dari
prematuritas, defek struktural tulang rawan yang melekat, atau dari ketiadaan kongenital
cincin tulang rawan di bronkus subsegmental seperti yang terlihat dengan sindrom Williams-
campbell. Rembesan saluran napas distal pada sindrom William-Campbell dapat
menyebabkan bronkiektasis.
B. Manifestasi Klinik
2. Sesak nafas
5. Kelelahan
6. Apnea
C. Pemeriksaan Penunjang
a. Bronkoskopi
Bronkoskopi adalah pemeriksaan/inspeksi langsung
tetrhadap laring, trakea dan bronkus, melalui suatu
bronkoskop logam standar atau bronkoskop serat optic
fleksibel yang disebut dengan bronkofibroskop. Melalui
bronkoskop sebuah sikat kateter atau forsep bipsi dapat
dimasukkan untuk mengambil sekresi dan jaringan untuk
pemeriksaan sitologi.
b. CT-Scan
D.Komplikasi
1. Pneumonia
2. Bronkitis
3. Polychondritis
4. Asma
F. Penatalaksanaan
1. Time
3. Trakheotomi
1. Identitas Data :
Nama : An. A
Tempat/tgl.lahir :
Margohayu/ 1 januari 2020
Usia : 3 bulan
Nama ayah/ibu :
Tn.J/Ny.E
1) Penyakit waktu kecil : An. A tidak memiliki riwayat sakit waktu kecil
e. Riwayat sosial
1) Yang mengasuh : An.A diasuh oleh kedua orang
tuanya, kedua orang tua sangat menyayanginya.
2) Hub. dengan anggota keluarga: Hubungan antara
anggota keluarga baik, ada komunikasi antar anggota
keluarga. Saat dirawat di RS orang tua selalu menjaga
pasien
3) Hub. Dengan teman sebaya : An.A belum bisa
berkomunikasi dan interaksi
4) Pembawaan secara umum : An.A terlihat kurang aktif
Keluhan
3. Personal hygiene
(mandi,keramas,gosok gigi,)
Frekuensi Mandi 2 kali sehari Mandi 2 kali sehari
Mandi dengan air Mandi dengan
Cara pemenuhan
di dalam bak waslap basah
4. Istirahat tidur
14-16 jam sehari >14 jam she
Jumlah jam tidur
Pola Kebiasaan tidur tidur siang dan
siang jam 13.00 dan malam sering
malam sering terjaga
terjaga
c. Obat obatan :-
Hasil pemeriksaan penunjang :
2) Rontgen/USG : -
4. Pemeriksaan fisik :
a. Keadaan umum :
1) Tb/BB : 58cm/3,8kg
2) Lingkar kepala : 38 cm
4) Lingkar perut : -
S : 37,2֯c
7) sistem pencernaan:
b. Sistem pesyarafan :
c. Sistem endokrin :
g. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Analisa Data
No Data Etiologi Problem
1. Ds : ibu mengatakan nafas anak Ketidakseimbangan Gangguan
tampak lebih cepat Ventilasi Perfusi Pertukaran Gas
Do :
-retraksi dada
-cuping hidung
-RR : 50 kali/menit
-PH : 7,20
-HCO3 : 21 mmHg
-PCO2 : 48mmHG
-BE : -30
-PO3 : 75
2. Ds : orangtua pasien mengatakan Kelemahan otot Pola nafas tidak
anaknya sesak nafas sejak 3 hari
pernafasan efektif
yang lalu disertai batuk dan pilek
Do :
-pasien terlihat kesulitan bernafas
- RR : 50 kali/menit
3. Perencanaan keperawatan
No Diagnosa Intervensi
Keperawatan Tujuan Rencana
tindakan
keperawa
tan
1. Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1) Monitor
pertukaran gas b.d keperawatan selama 3 kali respirasi dan
ketidakseimbangan 24 jam Gangguan status O2
ventilasi perfusi pertukaran gas teratasi 2) Monitor
dengan kriteria hasil : TTV, AGD,
a. Peningkatan ventilasi elektrolit,
dan oksigenasi yang dan status
adekuat mental
b. Paru paru dan bebeas 3) Posisikan
dari distress pernafasan pasien untuk
c. AGD dalam batas memaksimalk
normal an ventilasi
4) Auskultasi
suara nafas,
dan catat
adanya suara
tambahan
5) Jelaskan
posisi pasien
untuk
memaksimalk
an ventilasi
6) Berikan
kolaborasi
bronkodilator
2. Pola nafas tidak Setelah dilakukan tindakan 1) Monitor vital
keperawatan selama 3 sign
efektif b.d
kali 24 jam Pola nafas Observasi
kelemahan otot
tidak efektif teratasi adanya tanda
pernafasan
dengan kriteria hasil hipoventilasi
a. Tidak ada usara nafas
3) Monitor pola
tambahan
nafas
b. Tidak terjadi sianosis
4) Posisikan
Ttv dalam batas normal
pasien untuk
memaksimalk
an ventilasi
5) Pertahankan
jalan nafas
yang paten
6) Informasikan
pada keluarga
tentang teknik
relaksasi untuk
memperbaiki
pola nafas
7) Kolaborasi
pemberian
2) bronkodilator
4.Implementasi
Tanggal Diagnosa Tindakan Catatan Tanda
-PO3 : 75
A : masalah teratasi
P : hentikan
intervensi
2 april Pola nafas tidak 1) Memonitor vital S : orangtua pasien
eektif b.d sign mengatakan
2020
kelemahan otot 2) Memonitor pola sesak nafas,
pernafasan nafas batuk dan pilek
3) Mengobservasi berkurang
adanya O : - nafas pasien
hipoventilasi kembali teratur
4) Memosisikan - RR 20kali
pasien untuk per menit
memaksimalkan - Terdapat
ventilasi retraksi otot
5) Mempertahankan dada
jalan nafas yang - Nafas
paten cuping
6) Menginformasikan hidung
pada keluarga A : masalah teratasi
teknik relaksasi P : hentikan
untuk intervensi
memperbaiki pola
nafas
Evaluasi Keperawatan
Tanggal Diagnosa Evaluasi keperawatan Paraf
-PCO2 : 48mmHG
keperawatan
-BE : -30
-PO3 : 75
A : masalah teratasi
P : hentikan intervensi
1 april Gangguan S : ibu mengatakan nafas anak sudah
pertukaran gas b.d tidak begitu cepat lagi
2020
ketidakseimbangan O : -retraksi dada normal
ventilasi perfusi
-cuping hidung
-PH : 7,20
-HCO3 : 21 mmHg
2 april Pola nafas tidak S : orangtua pasien mengatakan sesak
eektif b.d kelemahan nafas, batuk dan pilek berkurang
2020
otot pernafasan O : - nafas pasien kembali teratur
A. ISPA
Pengertian ISPA Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang
melibatkan organ saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan bagian bawah.
Infeksi ini disebabkan oleh virus, jamur, dan bakteri. ISPA akan menyerang host, apabila
ketahanan tubuh (immunologi) menurun. Penyakit ISPA ini paling banyak di temukan
pada anak di bawah lima tahun karena pada kelompok usia ini adalah kelompok yang
memiliki sistem kekebalan tubuh yang masih rentan terhadap berbagai penyakit.
(Karundeng Y.M, etal. 2016)
Gejala dari ISPA ringan Seseorang balita dinyatakan menderita ISPA ringan jika
ditemukan satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :
1) Batuk.
2) Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (pada waktu berbicara
atau menangis).
4) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37°C atau jika dahi anak diraba dengan
punggung tangan terasa panas.
Gejala dari ISPA sedang Seseorang balita dinyatakan menderita ISPA sedang jika
dijumpai gejala dari ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :
1) Pernapasan cepat (fastbreathing) sesuai umur yaitu: untuk kelompok umur kurang
dari 2 bulan frekuensi nafas 60 kali permenit atau lebih untuk umur 2 -< 5 tahun.
Gejala dari ISPA berat Seseorang balita dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai
gejala-gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai
berikut :
5) Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah :
a. Pemeriksaan kultur/biakan kuman (swab) : hasil yang didapatkan
Penatalaksanaan ISPA
Terapi untuk ISPA atas tidak selalu dengan antibiotik karena sebagian besar kasus ISPA
atas disebabkan oleh virus. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) atas yang
disebabkan oleh virus tidak memerlukan antiviral, tetapi cukup dengan terapi suportif.
a. Terapi Suportif
Berguna untuk mengurangi gejala dan meningkatkan performa pasien berupa nutrisi
yang adekuat, pemberian multivitamin.
b. Antibiotik
Hanya digunakan untuk terapi penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri, idealnya
berdasarkan jenis kuman penyebab, utama ditujukan pada pneumonia, influenza, dan
aureus. (Kepmenkes RI, 2011)
Komplikasi
Penyakit ini sebenarnya merupakan selflimiteddisease, yang sembuh sendiri 5-6 hari jika
tidak terjadi invasi kuman lainnya. Komplikasi yang dapat terjadi adalah sinusitis
paranasal, penutupan tuba eusthacii dan penyebaran infeksi. (Windasari, 2018)
a. Sinusitis paranasal :Komplikasi ini hanya terjadi pada anak besar karena pada bayi
dan anak kecil sinus paranasal belum tumbuh. Gejala umum tampak lebih besar, nyeri
kepala bertambah, rasa nyeri dan nyeri tekan biasanya didaerah sinus frontalis dan
maksilaris. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan foto rontgen dan transiluminasi
pada anak besar. Proses sinusitis sering menjadi kronik dengan gejala malaise, cepat
lelah dan sukar berkonsentrasi (pada anak besar). Kadangkadang disertai sumbatan
hidung, nyeri kepala hilang timbul, bersin yang terus menerus disertai secretpurulen
dapat unilateral ataupunbilateral. Bila didapatkan pernafasan mulut yang menetap dan
rangsang faring yang menetap tanpa sebab yang jelas perlu yang dipikirkan terjadinya
komplikasi sinusitis. Sinusitis paranasal ini dapat diobati dengan memberikan antibiotik.
b. Penutupan tuba eusthachii:Tuba eusthachii yang buntu memberi gejala tuli dan
infeksi dapat menembus langsung kedaerah telinga tengah dan menyebabkan otitis media
akut (OMA). Gejala OMA pada anak kecil dan bayi dapat disertai suhu badan yang
tinggi (hiperpireksia) kadang menyebabkan kejang demam. Anak sangat gelisah, terlihat
nyeri bila kepala digoyangkan atau memegang telinganya yang nyeri (pada bayi juga
dapat diketahui dengan menekan telinganya dan biasanya bayi akan menangis
keras).Kadang-kadang hanya ditemui gejala demam, gelisah, juga disertai muntah atau
diare. Karena bayi yang menderita batuk pilek sering menderita infeksi pada telinga
tengah sehingga menyebabkan terjadinya OMA dan sering menyebabkan kejang demam,
maka bayi perlu dikonsul kebagian THT. Biasanya bayi dilakukan parsentesis jika
setelah 48-72 jam diberikan antibiotika keadaan tidak membaik.Parasentesis (penusukan
selaput telinga) dimaksudkan mencegah membran timpani pecah sendiri dan terjadi otitis
media perforata
(OMP).Faktor-faktor OMP yang sering dijumpai pada bayi dan anak adalah :
1) Tuba eustachii pendek, lebar dan lurus hingga merintangi penyaluran sekret.
2) Posisi bayi anak yang selalu terlentang selalu memudahkan perembesan infeksi juga
merintangi penyaluran sekret.
3) Hipertrofi kelenjar limfoid nasofaring akibat infeksi telinga tengah walau jarang dapat
berlanjut menjadi mastoiditis atau ke syaraf pusat (meningitis).
c. Penyebaran infeksi Penjalaran infeksi sekunder dari nasofaring kearah bawah seperti
laryngitis, trakeitis, bronkitis dan bronkopneumonia. Selain itu dapat pula terjadi
komplikasi jauh, misalnya terjadi meningitis purulenta.
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
b. Usia
penelitian menunjukkan bahwa anak pada usia muda akan lebih sering
c. Jenis Kelamin
Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun,
d. Alamat
2. Keluhan Utama
Adanya demam, kejang, sesak napas, batuk produktif, tidak mau makan
3. Riwayat Kesehatan
lemah, nyeri otot dan sendi, nafsu makan menurun, batuk, pilek dan
sakit tenggorokan.
d. Riwayat sosial
4. Kebutuhan Dasar
c. BAK
d. Kenyamanan
e. Hygine
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
b. Tanda vital :
menurun, nafas sesak, nadi lemah dan cepat, suhu meningkat, sianosis
c. TB/BB
d. Kuku
kelainan.
e. Kepala
f. Wajah
ikterik/ tidak, keadaan pupil, palpebra dan apakah ada gangguan dalam
penglihatan
h. Hidung
serta cairan yang keluar, ada sinus/ tidak dan apakah ada gangguan
dalam penciuman
i. Mulut
j. Leher
k. Telinga
l. Thoraks
1) Inspeksi
a) Membran mukosa- faring tampak kemerahan
2) Palpasi
a) Adanya demam
3) Perkusi
4) Auskultasi
m. Abdomen
usus/tidak.
n. Genitalia
Bagaimana bentuk alat kelamin, distribusi rambut kelamin, warna
o. Integumen
tidak, apakah ada nyeri tekan pada kulit, apakah kulit teraba panas.
p. Ekstremitas
Palpasi
Adakah terjadi tremor atau tidak, kelemahan fisik, nyeri otot serta
kelainan bentuk.
6. Pemeriksaan Penunjang
7. Analisa Data
Dari hasil pengkajian kemudian data terakhir dikelompokkan lalu
dianalisa data sehingga dapat ditarik kesimpulan masalah yang timbul dan
8. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang biasanya muncul pada pasien ISPA menurut SDKI (2016)
kebutuhan oksigen
Kriteria hasil :
3) Gelisah menurun
Intervensi :
1) Observasi
2) Terapeutik
3) Edukasi
yang ke-3
4) Kolaborasi
Kriteria hasil :
1) Takikardia menurun
2) Hipoksia menurun
Intervensi :
1) Observasi
2) Terapeutik
3) Edukasi
4) Kolaborasi
Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu
kebutuhan oksigen
aktivitas meningkat
Kriteria hasil :
Intervensi :
1) Observasi
aktivitas.
2) Terapeutik
suara, kunjungan)
3) Edukasi
4) Kolaborasi
makanan
d. Ansietasb.d kurang terpaparnya informasi
ansietas menurun
Kriteria hasil :
Intervensi :
1) Observasi
stresor)
2) Terapeutik
3) Edukasi
4) Kolaborasi
Perry, 2010)
11. Evaluasi
& Perry,2010)
A. Definisi
Pneumonia ialah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi
seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing yang mengensi jaringan paru (alveoli).
(DEPKES. 2006)
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. (Zuh Dahlan. 2006)
Pneumonia adalah infeksi akut jaringan (parenkim) paru yang ditandai dengan demam,
batuk dan sesak napas. Selain gambaran umum di atas, Pneumonia dapat dikenali
berdasarkan pedoman tanda-tanda klinis lainnya dan pemeriksaan penunjang (Rontgen,
Laboratorium). (Masmoki. 2007)
B. Etiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2002), etiologi pneumonia adalah
a. Bakteri
Bakteri adalah penyebab paling sering pneumonia di masyarakat dan nosokomial. Berikut ini
adalah bakteri-bakteri yang menjadi etiologi pneumonia di masyarakat dan nosokomial:
Lokasi sumber masyarakat
Bakterinya adalah Streptococcus pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae, Legionella
pneumoniae, Chlamydida pneumoniae, Anaerob oral (aspirasi), dan Influenza tipe A
dan B.
Lokasi sumber nosokomial
Bakterinya adalah Basil usus gram negatif (Escherichia coli, Klebsiella
pneumoniae), Pseudomonas aeroginosa, Staphylococcus aureus, dan Anaerob oral
(aspirasi).
b. Virus
Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Virus yang
tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial Virus (RSV). Meskipun
virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan bagian atas, pada balita
gangguan ini bisa memicu pneumonia.
Berikut ini adalah virus yang dapat menyebakan terjadinya pneumonia:
Influenza virus
Adenovirus
Virus respiratory
Syncytial repiratory virus
Pneumonia virus
c. Mikoplasma
Mikoplasma adalah penyebab pneumonia atipikal primer yang paling umum.
Mikoplasma merupakan organisme kecil yang dikelilingi oleh membran berlapis tiga
tanpa diding sel. Organisme ini tumbuh pada media kultur khusus tetapi berbeda dengan
virus. Pneumonia mikoplasma sering terjadi pada anak-anak yang sudah besar dan dewas
muda.
d. Protozoa
Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia pneumosistis.
Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii Pneumonia (PCP). Berikut ini
adalah protozoa yang dapat menyebabkan pnuemonia:
Pneumositis karini
Pneumonia pneumosistis
Pneumonia plasma sel
e. Penyebab Lain
Penyebab lain yang dapat menyebabkan pnuemonia adalah terapi radiasi, bahan kimia,
dan aspirasi. Pneumonia radiasi dapt menyertai terapi radiasi untuk kanker payudara atau
paru, biasanya 6 minbbu atau lebih setelah pengobatan selesai. Pneumonia kimiawi
terjadi setelah mencerna kerosin atau inhalasi gas yang mengiritasi.
C. Pemeriksaan Diagnostik
a) Sinar X dada : mengidentifikyanasi distribusi struktural; dapat juga menyatakan abses
luas/infiltrasi baik menyebar ataupun terlokalisasi, atau penyebaran/perluasan infiltrate
nodul. Selain itu juga dapat menunjukkan efusi pleura, kista udara-cairan, sampai
konsolidasi.
b) Analisis gas darah : untuk mendiagnosis gagal napas,serta menunjukkan hipoksemia dan
hiperkarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
c) LED meningkat
d) Hitung jumlah leukosit, biasanya lebih dari 10.000/µl kadang-kadang mencapai
30.000/µl
e) Pemeriksaan fungsi paru : volume turun, tekanan jalan napas meningkat, dan komplain
menurun.
f) Pemeriksaan elektrolit : Na dan Cl meningkat.
g) Pemeriksaan bilirubin : terjadi peningkatan bilirubin.
h) Aspirasi/biopsi jaringan paru
i) Kultur sputum : penting untuk koreksi terapi antibiotik. (Misnadiarly, 2008)
D. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab, sesuai yang
ditentukan oleh pemeriksaan sputum mencakup :
• Oksigen 1-2 L/menit
• IVFD dekstrose 10%: NaCl 0,9% = 3:1, +KCl 10 mEq/500 ml cairan
• Jumlah cairan sesuai berat badan,kenaikan suhu, status hidrasi
• Jika sesak tidak selalu berat dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui
selang nasogastrik dengan feeding drip
• Jika sekresi lender berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan
beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier
• Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit
Antibiotik sesuai hasil biakan atau diberikan untuk kasus pneumonia community
base:
• Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dalam 41 kali pemberian
• Kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian
Untuk kasus pneumonia hospital base:
• Sefatoksim 100 mg/kg BB/ hari dalam 2 kali pemberian
• Amikasin 10-15 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian
E. Komplikasi
a. Shock dan gagal napas
Komplikasi parah pneumonia meliputi hipotensi dan syok dan kegagalan
pernafasan (terutama dengan penyakit bakteri gram negatif pada pasien usia lanjut).
Komplikasi ini ditemui terutama pada pasien yang tidak menerima pengobatan khusus
atau pengobatan yang tidak memadai atau tertunda. Komplikasi ini juga ditemui ketika
organisme penyebab infeksi yang resisten terhadap terapi dan ketika penyakit penyerta
mempersulit pneumonia.
Jika pasien sakit parah, terapi agresif termasuk dukungan hemodinamik dan
ventilasi untuk mencegah pecahnya kapiler perifer, menjaga tekanan darah arteri, dan
memberikan oksigenasi yang memadai. Agen vasopressor dapat diberikan secara
intravena dengan infus dan pada tingkat disesuaikan sesuai dengan respon tekanan.
Kortikosteroid dapat diberikan parenteral untuk memerangi shock dan toksisitas pada
pasien yang sangat sakit dengan pneumonia dan bahaya nyata kematian dari infeksi.
Pasien mungkin memerlukan intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik. Gagal jantung
kongestif, disritmia jantung, perikarditis, miokarditis dan juga komplikasi dari
pneumonia yang dapat menyebabkan shock.
b. Atelektasis dan Efusi pleura
Atelektasis (dari obstruksi bronkus oleh akumulasi sekresi) dapat terjadi pada
setiap tahap pneumonia akut. Efusi pleura parapneumonik terjadi pada setidaknya 40%
dari pneumonia bakteri. Sebuah efusi parapneumonik adalah setiap efusi pleura yang
berhubungan dengan pneumonia bakteri, abses paru, bronkiektasis atau. Setelah efusi
pleura terdeteksi pada dada x-ray, thoracentesis yang dapat dilakukan untuk
mengeluarkan cairan tersebut. Cairan ini dikirim ke laboratorium untuk analisis. Ada tiga
tahap efusi pleura parapneumonik berdasarkan patogenesis: tidak rumit, rumit, dan
empiema toraks. Sebuah empiema terjadi ketika tebal, cairan purulen terakumulasi dalam
ruang pleura, sering dengan perkembangan fibrin dan loculated (berdinding-off) daerah
di mana infeksi berada. Sebuah tabung dada dapat dimasukkan untuk mengobati infeksi
pleura dengan mendirikan drainase yang tepat dari empiema tersebut. Sterilisasi rongga
empiema membutuhkan 4 sampai 6 minggu antibiotik. Kadang-kadang manajemen
bedah diperlukan.
c. Superinfeksi
Superinfeksi dapat terjadi dengan pemberian dosis yang sangat besar antibiotik,
seperti penisilin, atau dengan kombinasi antibiotik. Superinfeksi juga dapat terjadi pada
pasien yang telah menerima berbagai kursus dan jenis antibiotik. Dalam kasus tersebut,
bakteri dapat menjadi resisten terhadap terapi antibiotik. Jika pasien membaik dan
demam berkurang setelah terapi antibiotik awal, tetapi kemudian ada kenaikan suhu
dengan meningkatnya batuk dan bukti bahwa pneumonia telah menyebar,
superinfeksi mungkin terjadi. Antibiotik dapat diubah atau dihentikan sama sekali dalam
beberapa kasus.
Pengkajian
Menurut Brunner & suddarth (2012) Proses keperawatan adalah
penerapan pemecahan masalah keperawatan secara ilmiah yang
digunakan untuk mengidentifikasi masalah-masalah klien. Merencanakan
secara sistematis dan melaksanakan serta mengevaluasi hasil tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan.
a. Pengumpulan data
B1 (Breathing)
Pemeriksaan fisaik pada klien dengan pneumonia
merupakan pemeriksaan fokus, berurutan pemeriksaan ini terdiri
atas inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
Inspeksi : Bentuk dada dan gerakan pernapasan, Gerakan
pernapasan simetris. Pada klien dengan pneumonia sering
ditemukan peningkatan frekuensi napas cepat dan dangkal, serta
adanya retraksi sternum dan intercostal space (ICS). Napas cuping
hidung pada sesak berat dialami terutama oleh anak-anak. Batuk
dan sputum. Saat dilakukan pengkajian batuk pada klien dengan
pneumonia, biasanya didapatkan batuk produktif disertai dengan
adanya peningkatan produksi sekret dan sekresi sputum yang
purulen. Palpasi : Gerakan dinding thorak anterior/ ekskrusi
pernapasan. Pada palpasi klien dengan pneumonia, gerakan dada
saat bernapas biasanya normal dan seimbang antara bagian kanan
dan kiri. Getaran suara (frimitus vocal). Taktil frimitus pada klien
dengan pneumonia biasanya normal. Perkusi : Klien dengan
pneumonia tanpa disertai komplikasi, biasanya didapatkan bunyi
resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Bunyi redup perkusi
pada klien dengan pneumonia didapatkan apabila bronkopneumonia
menjadi suatu sarang (kunfluens). Auskultasi ; Pada klien dengan
pneumonia, didapatkan bunyi napas melemah dan bunyi napas
tambahan ronkhi basah pada sisi yang sakit. Penting bagi perawat
pemeriksa untuk mendokumentasikan hasil auskultasi di daerah
mana didapatkan adanya ronkhi.
B2 (Blood)
B4 (Bladder)
B6 (Bone)
Diagnosa Keperawatan
Intervensi Keperawatan
Evaluasi
a. Pernapasan kembali normal. Pasien dapat mengeluarkan sekret.
Hipertermi berkurang atau teratasi
d. Peningkatan aktivitas
pengertian TB
parenkim paru, bersifat sistemis sehingga dapat mengenai organ tubuh lain,
terutama meningen, tulang, dan nodus limfe.
Etiologi
Mycobakterium tuberculosis
Varian asian
Varian african I
Varian asfrican II
Manifestasi Klinis
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus
yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis
tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit
diungkapkan diagnosa secara klinik.
Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat
Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang
pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di
atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut
sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi,
adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
Komplikasi
Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi
Pemeriksaan penunjang
I. Identifikasi Klien
i. Identifikasi klien
Nama : An.EP
Umur : 7 tahun
Tanggal
MRS : 20-09-2012 Tanggal pengkajian
: 21-09-2012 Diagnosa medis
: Tuberculosis Paru
ii. Identitas Orang Tua
Usia : 45 tahun
Agama : Islam
Suku : Banjar
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Usia : 35
Agama : Islam
Suku : Bugis
Pendidikan : SMP
2. Imunisasi
a. BCG :-
b Campak : 1 kali
.
c. DPT : 3 kali
d. Polio : 4 kali
e. Hepatitis : 3 kali
c. RR : 37 x/menit
1. Integumen
4. Telinga
5. Hidung
Inspeksi : M. Sternokleidomastoideus
simetris, kontraksi (-
Auskultasi : Bunyi
ronki kasar pada apek
paru ki/ka. a.Ronki (+)
+ +
- -
- -
b.Vokal fremitus lemah ki/ka.
9. Abdomen
- - -
- - -
- - -
Perkusi : Timpani.
10. Inguinal-Genitalia-Anus
).
5 5
5 5
12. Persyarafan
13. ReflekS
spame akut otot polos bronkiolus. Hal ini menyebabkan obsktrusi aliran udara
trakea dan bronchi berspon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.
Asma adalah obstruksi jalan nafas yang bersifat reversibel, terjadi ketika
B. PENYEBAB
- Reaksi antigen-antibodi
- Iritan : kimia
1 Stadium dini
b. Rochi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang
timbul
b. Whezing
2. Stadium lanjut/kronik
a. Batuk, ronchi
kiri
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Spirometri
2. Uji provokasi bronkus
3. Pemeriksaan sputum
4. Pemeriksaan cosinofit total
5. Uji kulit
6. Pemeriksaan kadar IgE total dan IgE spesifik dalam sputum
7. Foto dada
8. Analisis gas darah
PENGKAJIAN
- Sesak nafas
d. Diaforesis
i. Hipokria
j. Hipotensi
l. Dehidrasi
.
G. INTERVENSI KEPERAWATAN
bersih/jelas
Intervensi
a) Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, mis; mengi, krekels,
b) ronki
c) Kaji/pantau frekuensi pernafasan
d) Catat adanya/derajat diespnea mis : gelisah, ansietas, distres
e) pernafasan, penggunaan otot bantu
f) Kaji pasien untuk posisi yang nyaman mis : peninggian kepala tempat
g) tidur, duduk pada sandaran tempat tidur
h) Pertahankan polusi lingkungan minimum
i) Dorong/bantu latihan nafas abdomen/bibir
j) Observasi karakteristik batuk mis : menetap, batuk pendek, basah
k) Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hr ss toleransi jantung dan
l) memberikan air hangat, anjurkan masukkan cairan sebagai ganti
m) makanan
n) Berikan obat sesuai indikasi
kemampuan /situasi
Intervensi
Kh : - Menunjukan peningkatan BB
Intervensi :
D. DP : Kurang pengetahuan
tindakan.
program pengobatan.
Intervensi:
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Masalah kelainan penyakit pada sistem respirasi pada anak sudah sangat banyak dan
menjadi masalah kesehatan yanga serius oleh karena itu pentingnya para tenaga kesehatan
terutama perawat untuk berperan penting dalam memberikan perawatan serta edukasi yang
baik kepada pasien sehingga dapat diterapkan dan dilakukan oleh orang tua dalam mengasuh
anak mereka dan kerjasama yang baik antara keduanya.
DAFTAR PUSTAKA
Heru Sundaru(2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga.
BalaiPenerbit FKUI. Jakarta.