Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

BRONCOMALASIA

DISUSUN OLEH :

1. FIKRON FADILAH 195140001

2. DEWANGGA TRI MARGA 19514009

3.YONIF ALDINATA 195140025

4. ILHAM YUSUP 195140023

5. RIO AFRIANSYAH 195140026

6. ROBY IRAWAN 195140044

7. GENTA DHARMA S 195140057

8. VIDA LIA JAPLANI 195140032

9.RIZMAYA ITAZORA 195140024

10.IIS DWI NURIZA 195140036

11. NADIA PUTRI 195140127

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS MITRA INDONESIA

2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala
anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah dengan judul
“Bronkomalasia” dapat diselesaikan untuk memenuhi tugas Keperawatan semester 4 S1
Keperawatan Fakultas Mitra Indonesia.

Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu
saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan makalah ini. Kami
berharap semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca.

Wasalamu’alaikum wr.wb
BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar belakang
Bronkomalasia merupakan degenerasi dari jaringan penyangga dan jaringan
elastin bronkus. Kata bronkomalasia juga digunakan untuk kelemahan kartilago
pada dinding bronkus, mengenai anak/bayi diusia dibawah 6 tahun, dapat ditemukan
ronchi dan wheezing.
Bronkomalasia dapt dideskripsikan sebagai efek kelahiran pada bronkus ditraktus
respiratorus. Malasia congenital pada saluran udara/nafas besar merupakan salah
satu dari beberapa penyebab obstruksi saluran nafas ieversibel pada anak, dengan
gejala bervariasi yang dapat berupa wheezing rekuren dan infeksi saluran nafas
bawah rekuren sampai dipsnea dan insufisiensi respirasi.

B.  Rumusan masalah
1. Apa definisi dari Bronkomalasia?
2. Apa etiologi dari Bronkomalasia?
3. Apa saja klasifikasi dari Bronkomalasia?
4. Bagaimana patofisiologi dari Bronkomalasia?
5. Apa saja penatalaksanaan medisnya?
6. Bagaimana konsep asuhan keperawatannya?

C. Tujuan
Untuk mengetahui penyelesaian terhadap rumusan masalah diatas.

BAB II
PEMBAHASAN

A.                Definisi Bronkomalasia
Malasia napas kongenital adalah salah satu dari beberapa penyebab
obstruksi saluran udara ireversibel pada anak-anak, tetapi kejadian pada populasi
umum tidak diketahui. Malasia nafas berat atau malacia berhubungan dengan
sindrom tertentubiasanya diakui dan didiagnosis awal masa bayi, tetapi informasi
tentang fitur klinisanak dengan malacia primer, sering didiagnosis hanya kemudian
di masa kecil,langka (Firdiansyah, 2017).
Bronkomalasia merupakan degenerasi dari jaringan penyangga dan jaringan
elastin bronkus. Kata bronkomalasia juga digunakan untuk kelemahan kartilago
pada dinding bronkus, mengenai anak/bayi diusia dibawah 6 tahun, dapat ditemukan
ronchi dan wheezing. Bronkomalasia dapat dideskripsikan sebagai efek kelahiran
pada bronkus ditraktus respiratorus.
B.                 Etiologi
Bronkomalasia paling sering terjadi pada saat lahir (kongenital) dan hingga
saat ini tidak diketahui mengapa tulang rawan tidak terbentuk dengan baik
(Firdiansyah, 2017). Bronchomalacia dapat digambarkan sebagai cacat lahir
bronkus di saluran pernapasan. Malasia kongenital saluran udara besar adalah
salah satu dari beberapa penyebab obstruksi saluran napas ireversibel pada anak-
anak, dengan gejala bervariasi dari mengi berulang dan infeksi saluran udara bawah
berulang untuk dispnea berat dan insufisiensi pernapasan. Ini juga dapat diperoleh
di kemudian hari karena peradangan kronis atau berulang akibat infeksi atau
penyakit saluran napas lainnya (Wikipedia, 2018).
Bronkomalasia adalah runtuhnya dinamis dari satu atau kedua bronkus
utama dan atau divisilobus atau segmental distal mereka yang dapat terjadi karena
cacat yang melekat pada kartilago atau dari kompresiextinsik. Bronkomalasia lebih
sering muncul dengan trakeomalasia dibandingkan dengan lesi yang terisolasi.
Bronchomalacia terlihat dominan di sisi kiri (35,7%) dibandingkan dengan kanan
(22%). Bronkomalasia paling sering terlihat pada bronkus batang utama kiri,
bronkuslobus kiri atas, bronkuslobus kanan tengah, dan bronkus batang utama
kanan, dalam urutan prevalensi menurun. Ada juga dominasi laki-laki pada lesi ini
(Laberge, 2008).

Pengobatan sering konservatif, karena banyak dari anak-anak ini akan


membaik ketika saluran udara mereka matang dan tumbuh dengan berjalannya
waktu. Ketika Bronkomalasia parah dan berkembang menjadi kompromi
pernapasan, tracheostomy dan ventilasi tekanan positif dapat di indikasikan. Selain
itu, perawatan bedah dari sumber kompresi eksternal, seperti dengan aortopeksi
dapat membantu. Stent juga dapat digunakan, seperti yang di diskusikan dengan
Traakomalasia, tetapi mereka memiliki komplikasi serius termasuk caut,
penghilangan yang sulit, pembentukan jaringan granulasi. Dengan demikian ini
harus disediakan untuk situasi yang muncul dan bukan untuk terapi jangka panjang
saat ini (Laberge, 2008)
Bronkomalasia primer melibatkan defek pada kartilago. Ini dapat berasal dari
prematuritas, defek struktural tulang rawan yang melekat, atau dari ketiadaan
kongenital cincin tulang rawan di bronkus subsegmental seperti yang terlihat dengan
sindrom Williams-campbell. Rembesan saluran napas distal pada sindrom William-
Campbell dapat menyebabkan bronkiektasis.
Bronchomalacia sekunder terjadi dari kompresi eksternal oleh struktur jantung
diperbesar atau anomali vaskular mirip dengan trakeomalasia sekunder.
Bronchomalacia juga dapat dikaitkan dengan emfisema lobus kongenital yang
menyebabkan hiperinflasi pada jaringan yang terkena. (Laberge, 2008).

C.                Klasifikasi
1.            Bronkomalasia primer
a)            Disebabkan oleh defisiensi pada cincin kartilago
b)            Diklasifikasikan sebagai congenital
2.            Bronkomalasia sekunder
a)            Merupakan kelainan didapat (bukan kongenital)
b)            Disebabkan oleh kompresi ekstrinsik (luar), dapat dari pelebaran pembuluh-
pembuluh darah, cincin vascular, atau kista bronkogenik.
D.                Manifestasi Klinis
1.   Gejala Bronkomalasia
a.      Satu sampai empat hari sebelumnya didapat pilek encer, hidung tersumbat.
b.      Demam sub-febril (kecuali infeksi sekunder oleh bakteri).
c.      Puncak gejala pada hari ke-5 sakit : batuk, sesak napas, takipne, mengi,minum
menurun, apne, sianosis.
d.      Bila terjadi obstruksi hebat, pernafasan menjadi lebih cepat dan dangkal, suara
nafas melemah, dan “wheezing” yang semula jelas dapat menghilang.

2.   Tanda-tanda Bronkomalasia
a.      Nafas cuping hidung
b.      Penggunaan otot bantu napas (dada mengembang disertai retraksi interkostal
dan subkostal).
c.      Sesak napas, takipne, apneu.
d.      Hiperinflasi dada.
e.      Retraksi, expiratory effort.
f.       Ronki pada akhir inspirasi dan awal ekspirasi.
g.      Ekspirasi memanjang, mengi.
h.      Hepar atau limpa dapat teraba.

E.                 Patofisiologi

Ketika kita hirup masuk dan keluar, udara masuk ke dalam hidung dan mulut,
melalui kotak suara (laring) ke dalam tenggorokan (trakea), yang terbagi menjadi
dua cabang (kanan dan bronkus kiri) yang masing-masing paruparu.Trakea dan
bronkus terbuat dari cincin tidak lengkap dari tulang rawan dan jika tulang rawan ini
lemah tidak dapat mendukung jalan napas.
Pada bayi cincin tulang rawan trakea terbuka sehingga udara bisa didapatkan
dari tenggorokan ke paru-paru. Ketika cincin ini kecil, berbentuk aneh, tidak kaku
cukup, atau tidak membentuk sama sekali maka trakea dapat menutup ke dalam
dirinya sendiri. Hal ini lebih mungkin terjadi saat mengembuskan napas dan
menangis.
Hal ini dapat menyebabkan mengi, batuk, sesak napas, dan / atau napas
cepat. Biasanya tulang rawan berkembang dengan sendirinya dari waktu ke waktu
sehingga tracheomalacia tidak lagi masalah. Sementara lebih umum pada bayi,
tracheomalacia tidak terjadi pada orang dewasa. Ketika masalah yang sama terjadi
di saluran napas kecil disebut bronkus itu disebut bronchomalacia. Saluran udara
dari paru-paru yang sempit atau runtuh saat mengembuskan napas karena
pelunakan dinding saluran napas.

F.  Pemeriksaan Penunjang

1. Bronkoskopi

Bronkoskopi adalah pemeriksaan/inspeksi langsung terhadap laring, trakea dan


bronkus, melalui suatu bronkoskop logam standar atau bronkoskop serat optik
fleksibel yang disebut dengan bronkofibroskop. Melalui bronkoskop sebuah sikat
kateter atau forsep biopsi dapat dimasukan untuk mengambil sekresi dan jaringan
untuk pemeriksaan sitologi.
Tujuan utama bronkoskopi adalah untuk melihat, mengambil dan mengumpulkan
spesimen. Indikasi bronkoskopi adalah sebagai berikut.
a. Untuk mendeteksi lesi trakeobronkial karena tumor.
b. Untuk mengetahui lokasi perdarahan.
c. Untuk mengambil benda asing (sekresi dan jaringan).
d. Untuk pemeriksaan sitologi dan bakteriologik.
e. Untuk memperbaiki drainase trakeobronkial.

Adapun prosedur tindakan bronkoskopi adalah sebagai berikut.


a. Persetujuan tindakan.
b. Puasa selama 6 jam, lebih dianjurkan 8-12 jam.
c. Lepaskan gigi palsu, kontak lensa dan perhiasan.
8
d. Kaji riwayat alergi terhadap obat-obatan.
e. Periksa dan catat tanda-tanda vital.
f. Premedikasi.
g. Pasien dibaringkan diatas meja dengan posisi terlentang atau semi fowlers
dengan kepala ditengadahkan atau didudukan dikursi. Tenggorok
disemprot dengan anestesi lokal. Bronkoskop dimasukan melalui mulut
atau hidung.
h. Wadah spesimen diberi label dan segera dibawa ke laboratorium.
i. Lama pemeriksaan kurang lebih 1 jam.

2. CT-Scan
CT scan paru-paru merupakan salah satu metode pencitraan yang digunakan
untuk mendiagnosis dan memantau tatalaksana dari berbagai kelainan pada paru-
paru. CT scan atau pemindaian tomografi terkomputerisasi melibatkan berbagai
gambar yang diambi l dari sudut-sudut yang berbeda, yang kemudian akan
dikombinasikan untuk menghasilkan gambaran melintang dan gambaran 3 dimensi
dari struktur internal paru-paru.
Tujuan utama dari pencitraan ini adalah untuk mendeteksi struktur abnormal
di dalam paru-paru atau ketidakteraturan yang bisa jadi merupakan gejala yang
dialami oleh pasien. Di samping untuk mendiagnosis penyakit atau jejas pada paru-
paru, CT scan juga dapat digunakan untuk memandu pengobatan tertentu untuk
memastikan ketepatan dan ketelitian. Banyak tenaga medis profesional
menggunakan CT scan paru-paru untuk menentukan rencana pengobatan yang
pasien, yangmeliputi peresepan, pembedahan, atau terapi radiasi.
CT scan paru-paru biasanya tergolong kedalam kategori CT scan dada atau
toraks. Prosedur untuk melakukan CT scan paru-paru meliputi penghasilan berbagai
gambaran
X-ray, yang disebut dengan irisan yang dilakukan di dada atau abdomen bagian atas
pasien. Irisan-irisan tersebut kemudian dimasukkan kedalam komputer untuk melihat
gambaran akhir yang dapat dilihat dari berbagai sudut, sisi, dan bidang. Tidak
seperti prosedur X-ray tradisional, CT scan menyediakan gambaran yang lebih rinci
dan akurat yang menunjukkan hingga abnormalitas atau ketidakteraturan yang
bersifat minor.
Selain itu, CT scan paru- paru lebih berguna untuk mendiagnosis tumor paru
apabila dibandingkan dengan X-ray standar pada dada. Itulah mengapa CT scan
paru-paru digunakan untuk menentukan lokasi, ukuran, dan bentuk dari
pertumbuhan kanker. Prosedur pencitraan ini juga dapat membantu mengidentifikasi
adanya pembesaran nodus limfa, yang merupakan gejala dari penyebaran sel
kanker dari paru-paru.

3. MRI Dada
Magnetic Resonance Imaging (MRI) atau pencitraan resonansi magnetik
adalah pemeriksaan yang memanfaatkan medan magnet dan energi gelombang
radio untuk menampilkan gambar struktur dan organ dalam tubuh. MRI dapat
memberikan gambaran struktur tubuh yang tidak bisa didapatkan pada tes lain,
seperti Rontgen,USG, atau CT scan.

G.                Komplikasi
1.   Pneumonia
Pneumonia adalah peradangan pada paru-.paru dan bronkiolus yang disebabkan
oleh bakteri, jamur ,virus, atau aspirasi karena makanan atau benda asing.
Pneumonia adalah infeksi pada parenkim paru, biasanya berhubungan dengan
pengisian cairan didalam alveoli hal ini terjadi akibat adanya infeksi agen/ infeksius
atau adanya kondisi yang mengganggu tekanan saluran trakheabronkialis (Wilson,
2006)

2.   Bronkitis
Bronkhitis pada anak berbeda dengan bronchitis yang terdapat pada orang
dewasa. Pada anak, bronchitis merupakan bagian dari berbagai penyakit saluran
nafas lain, namun ia dapat juga merupakan penyakit tersendiri.Secara 10 harfiah
bronkhitis adalah suatu penyakit yang ditanda oleh adanya inflamasi bronkus.

Secara klinis pada ahli mengartikan bronkitis sebagai suatu penyakit atau
gangguan respiratorik dengan batuk merupakan gejala yang utama dan dominan. Ini
berarti bahwa bronkitis bukan penyakit yang berdiri sendiri melainkan bagian dari
penyakit lain tetapi bronkitis ikut memegang peran (Ngastiyah, 2006). Bronkhitis
berarti infeksi bronkus. Bronkitis dapat dikatakan penyakit tersendiri, tetapi biasanya
merupakan lanjutan dari infeksi saluran peranpasan atas atau bersamaan dengan
penyakit saluran pernapasan atas lain seperti Sinobronkitis, Laringotrakeobronkitis,
Bronkitis pada asma dan sebagainya (Gunadi Santoso, 2004)

3.   Polychondritis
Polychondritis adalah gangguan kronis langka yang ditandai peradangan tulang
rawan yang biasa terjadi pada telinga dan hidung. Penyakit ini dikenal dengan nama
lain seperti Meyenburg Altherr Uehlinger sindrom, kronis atrofi polychondritis dan
sindrom Von Meyenburg. Penyakit ini dapat mempengaruhi tulang rawan dari setiap
jenis dan jaringan sendi, telinga, hidung dan trakea. Penyebab polychondritis
diyakini gangguan autoimun. Sistem kekebalan tubuh mulai menyerang jaringan dan
tulang rawan menyebabkan kerusakan dan peradangan. Antibodi yang dihasilkan
autoimun akan menghancurkan glycosaminoglycans yang merupakan bagian
terpenting dalam jaringan ikat di tulang rawan.

4.   Asma
Asma yaitu penyakit yang dikarenakan oleh peningkatan respon dari trachea dan
bronkus terhadap berbagai macam stimuli yang ditandai dengan penyempitan
bronkus atau bronkhiolus dan sekresi yang berlebih – lebihan dari kelenjar – kelenjar
di mukosa bronchus (Smelzer Suzanne : 2001). Asma adalah suatu penyakit yang
dicirikan oleh hipersensitivitas cabagcabang trakheobronkial terhadap berbagai jenis
rangsangan (Pierce, 2007).

H.                Penatalaksanaan Medis
1.            Time invasif minimal, bersamaan dengan pemberian tekanan udara positif
yang kontinu.
2.            Tekanan udara positif kontinu Metode menggunakan respiratory ventilation/
CPAP (Continuous Positive Airway Pressure ).
3.            Trakheotomi Prosedur pembedahan pada leher untuk membuka atau
membuat saluran udara langsung melalui sebuah insisi di trakhea (the windpipe)
BAB III
PENUTUP
A.           Kesimpulan
Bronkomalasia adalah bawaan yang timbul dari dukungan tulang rawan
berkurang dari saluran udara yang lebih kecil (dibawah trakea atau tenggorokan).
Tulang rawan melemah biasanya menyempit lebih mudah selama ekspirasi dan
memperpanjang waktu, atau mencegah dahak dan sekresi menjadi terperangkap.
Biasanya banyak menyerang pada anak usia kurang dari 6 tahun. Secara
simtomatik, pasien Bronkomalasia datang dengan gambaran yang mirip dengan
trakeomalasia. Pasien dapat mengalami stridor, mengi, batuk terus-menerus, infeksi
pernapasan berulang, gangguan pernapasan, dan sianosis. Mereka sering hadir
pada masa bayi dengan infeksi pernafasan pertama mereka. Bronchomalacia sering
salah didiagnosis sebagai asma dan dengan demikian dapat terjadi keterlambatan
diagnosis. Diagnosis dan diferensiasi dari asma dilakukan oleh bronkoskopi dengan
pernapasan spontan di mana karakteristik dinamis dari saluran napas dapat
disaksikan.

B.           Saran
1.   Pada saat bayi baru lahir kita harus meriksa cara nafas bayi, untuk mengetahui
apakah terjadi penyumbatan atau tidak.
2.   Gambaran Bronkomalasia memiliki kemiripan dengan Asma, oleh karena itu
diperlukan bronkoskopi.
DAFTAR PUSTAKA

Cahaya, Nurul. 2018. Manajemen Keperawatan Bronkomalasi, Pneunomia, Difteri.


https://www.scribd.com/document/376466621/BAB-1-2-3-fix-docx  diakses tanggal 11 Maret
2018.

Children National Health System. 2016. Pediatric Bronchomalacia


https://childrensnational.org/choose-childrens/conditions-andtreatments/ear-
nosethroat/bronchomalacia diakses pada 30 April 2018.

Ho, A. M. H., Winthrop, A., Jones, E. F., & Flavin, M. P. 2016. Severe
pediatricbronchomalacia(Jurnal)
http://anesthesiology.pubs.asahq.org/article.aspx?articleid=2479591 The Journal of the
American Society of Anesthesiologists, 124 (6), 1395-1395. diakses pada 11 April 2018.

Kharismawati, Devi. 2017 Bronkomalasia LP


https://www.scribd.com/document/338085656/Bronkomalasia-Lp diakses tanggal 1 mei
2018.

Schwartz, Daniel. 2017. Tracheomalacia Treatment & Managemen


https://emedicine.medscape.com/article/426003-treatment diakses tanggal 30 April 2018

Anda mungkin juga menyukai