Anda di halaman 1dari 35

ASUHAN KEPERAWATAN

BRONKOMALASIA

Dosen Pembimbing
Tenriwati, S.Kep, Ns, M.Kes

Disusun oleh:
Kelompok 1

1. Miftha Hidayat Aksad (A.18.10.040)


2. Nur Azizah Waris (A.18.10.043)
3. Sri Wahyuni (A.18.10.059)
4. Nurul Azizah Nurdin (A.18.10.048)
5. Musdalifah Nasrun (A.18.10.042)
6. Nurasni Wulandari (A.18.10.046)
7. Makrifatul Hikmah (A.18.10.039)

S1 KEPERAWATAN
STIKes PANRITA HUSADA BULUKUMBA
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas karunia-Nya sehingga makalah
Asuhan Keperawatan Bronkomalasia ini dapat kami selesaikan. Makalah ini disusun sebagai
salah satu tugas dalam melengkapi bahan materi untuk mata kuliah Keperawatan Anak I.

Makalah ini berisi tentang Bronkomalsia dapat dideskripsikan sebagai efek kelahiran pada
bronkus di traktus respiratorius. Ulasan yang kami sediakan ini semoga dapat menambah
wawasan sehingga memperjelas pembahasan materi. Kami mengambil sumber dari buku-
buku, internet, serta dan lain-lain.

Dengan tersusunnya makalah ini kami harap, makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi kita semua. Makalah kami masih jauh dari sempurna. Saran dan kritik yang membangun
akan sangat membantu kami dalam memperbaiki makalah selanjutnya.

Bulukumba, 30 November 2019

penyusun

i
DAFTAR ISI

SAMPUL

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... i

DAFTAR ISI.......................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ...................................................................................................... 1
C. Tujuan ........................................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

I. KONSEP MEDIS....................................................................................................... 3
A. Defenisi ................................................................................................................ 3
B. Etiologi ........................................................................................................................... 4

C. Menifestasi Klinik .......................................................................................................... 5

D. Anatomi Fisiologi Bronkhus .......................................................................................... 6

E. Patofisiologi Sesak ............................................................................................... 10

F. Patofisiologi ................................................................................................................... 12

G. Pemeriksaan Diagnostik....................................................................................... 13

H. Pengobatan ........................................................................................................... 14

II. KONSEP KEPERAWATAN .................................................................................... 15


A. Pengkajian ................................................................................................ 15
B. Pemeriksaan Fisik ............................................................................................... 17
C. Diagnose Keperawatan ........................................................................................ 19
D. Intervensi Keperawatan ....................................................................................... 23
E. Luaran ................................................................................................ 28

ii
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................................................ 30
B. Saran .......................................................................................................................... 30

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Bronko dan malakia, merupakan degenerasi dari jaringan penyangga dan jaringan
elastin bronkus. Kata bronkomalesia juga di gunakan untuk kelemahan kartilago pada
dinding bronkus, mengenai anak/ bayi usia di baawah 6 tahun dapat di temukan rhonki.
Bronkomalasia dapat didekskripsikan sebagai defek kelahiaran pada bronkus di
traktus respiratorius. Malasia kongenital pada saluran udara/nafas besar merupakan salah
satu dari beberapa penyebab okstruksi saluran nafas ireversibel pada anak, dengan gejala
yang berfariasi yang dapat berupa wehaeezing rekuren dan infeksi saluran nafas bawah
rekuren sampai dispneu berat dan insufisiensi respirasi .
Selama priode 10 tahun dan didefinisikan aspek keterkaitan dan asosiasi. Dua
ratus Sembilan kasus gangguan malacia 34% yang diamati di 885 prosedur bronkoskopi.
Batuk, mengi, dan srridor berkisar antara 24% untuk kasus tracheobroncomalasia.
Alasan kelompok membuat makalah ini untuk mengetahui tentang penyakit
bronkomalasia pada bayi atau anak-anak dan untuk mengetahui asuhan keperawatan
untuk penyakit bronkomalasia.
B. Rumusan masalah
KONSEP MEDIS
1. Apa Defenisi Bronkomalasia?
2. Apa Etiologi Bronkomalasia?
3. Apa Menifestasi Klinik pada Bronkomalasia?
4. Bagaimana Anatomi Fisiologi Bronkhus pada Bronkomalasia?
5. Apa Patofisiologi Sesak Bronkomalasia?
6. Apa Patofisiologi Bronkomalasia?
7. Bagaimana Pemeriksaan Diagnosa pada Bronkomalasia?
8. Bagaimana Pengobatan pada Bronkomalasia?
KONSEP KEPERAWATAN
1. Bagaimana Pengkajian Keperawatan pada Bronkomalasia?
2. Bagaimana Pemeriksaan Fisik pada Bronkomalasia?
3. Bagaimana Diagnose pada Bronkomalasia?
4. Bagaimana Intervensi pada Bronkomalasia?
5. Apa Luaran pada Bronkomalasia?

1
C. Tujuan
KONSEP MEDIS
1. Mampu Mengetahui Defenisi dari Bronkomalasia.
2. Mampu Mengetahui Etiologi Bronkomalasia.
3. Mampu Mengetahui Menifestasi Klinik pada Bronkomalasia.
4. Mampu Mengetahui Anatomi Fisiologi Bronkhus pada Bronkomalasia.
5. Mampu Mengetahui Patofisiologi Sesak pada Bronkomalasia.
6. Mampu Mengetahui Patofisiologi pada Bronkomalasia.
7. Mampu Mengetahui Pemeriksaan diagnose pada Bronkomalasia.
8. Mampu Mengetahui Pengobatan pada Bronkomalasia.
KONSEP KEPERAWATAN
1. Mampu Mengetahui Pengkajian Keperawatan pada Bronkomalasia.
2. Mampu Mengetahui Pemeriksaan Fisik pada Bronkomalasia.
3. Mampu Mengetahui Diagnosa Keperawatan pada Bronkomalasia.
4. Mampu Mengetahui Intervensi Keperawatan pada Bronkomalasia.
5. Mampu Mengetahui Luaran pada Bronkomalasia.

2
BAB II
PEMBAHASAN
I. KONSEP MEDIS

A. DEFINISI

Bronko dan Malacia, merupakan degenerasi dari jaringan penyangga dan jaringan

elastin bronkus. Kata bronkomalasia juga digunakan untuk kelemahan kartilago pada dinding

bronkus, mengenai anak/ bayi usia di bawah 6 tahun, dapat ditemukan rhonki dan atau

wheezing (mengi).

Bronkomalasia adalah masalah bawaan yang timbul dari tulang rawan yang berkurang

dari saluran udara yang lebih kecil (di bawah trakea, atau tenggorokan). tulang rawan

melemah biasanya menyempit lebih mudah selama ekspirasi dan memperpanjang waktu, atau

mencegah dahak dan sekresi menjadi terperangkap. Biasanya banyak menyerang pada anak

usia kurang dari 6 tahun.

Bronkomalsia dapat dideskripsikan sebagai efek kelahiran pada bronkus di traktus

respiratorius. Malasia kongenital pada saluran udara/nafas besar merupakan salah satu dari

3
beberapa penyebab okstruksi saluran nafas ireversibel pada anak, dengan gejala bervariasi

yang dapat berupa wheezing rekuren dan infeksi saluran nafas bawah rekuren sampai dispneu

berat dan insufisiensi respirasi.

Bronchomalacia adalah istilah untuk tulang rawan lemah di dinding saluran bronkial ,

sering terjadi pada anak di bawah enam tahun. Bronchomalacia berarti 'kelemahan' dari

beberapa bagian bronkus. Pasien datang dengan napas bising atau mengi. Ada keruntuhan

batang bronkus utama saat pernafasan . Jika trakea juga terlibat, istilah tracheobronchomalacia

(TBM) digunakan. Jika hanya jalan nafas atas trakea yang terlibat itu disebut

tracheomalacia(TM). Ada dua jenis bronkomalasia. Bronkomalasia primer disebabkan oleh

defisiensi cincin kartilago. Bronkomalasia sekunder dapat terjadi dengan kompresi ekstrinsik

dari pembuluh yang membesar, cincin pembuluh darah atau kista bronkogenik. Meskipun

jarang, trakeobronchomalacia idiopatik (karena penyebab tidak diketahui) .

B. ETIOLOGI

Bronchomalacia dapat digambarkan sebagai cacat lahir bronkus pada saluran

pernapasan . Malacia kongenital pada saluran napas besar adalah salah satu dari beberapa

penyebab obstruksi saluran napas yang tidak dapat diperbaiki pada anak-anak, dengan gejala

bervariasi dari mengi berulang dan infeksi saluran udara bagian bawah yang berulang hingga

dispnea yang parah dan kekurangan pernapasan. Ini juga dapat diperoleh di kemudian hari

karena peradangan kronis atau berulang yang disebabkan oleh infeksi atau penyakit saluran

napas lainnya.

Bronkomalasia dikelompokkan menjadi 2, yaitu :

a. Bronkomalasia primer

Disebabkan oleh defisiensi pada cincin kartilago dan diklasifikasikan sebagai

kongenital (cacat lahir) pada bayi. Terapinya akan disesuaikan dengan beratnya gejala.

Pada bronkomalasia yang ringan, gejala biasanya akan membaik dengan sendirinya saat

anak semakin besar. Bila gejala cukup berat, anak bisa diberikan continuous positive

4
airway pressure atau CPAP yang memberikan aliran udara secara terus menerus untuk

menjaga agar saluran nafasnya tetap terbuka

b. Bronkomalasia sekunder

kelainan didapat (bukan kongenital) disebabkan oleh kompresi ekstrinsik (luar),

dapat dari pelebaran pembuluh-pembuluh darah, cincin vascular, atau kista bronkogenik.

Pada orang dewasa, yang biasanya terjadi adalah kelemahan pada tulang rawan di

sekitar trakea juga (bukan hanya pada bronkus) sehingga lebih disebut dengan

trakeobronkomalasia. Kondisi ini bisa terjadi karena trauma/cedera pada area trakea,

intubasi berkepanjangan, infeksi ataupun peradangan kronis pada trakea dan bronkus.

Dalam kondisi seperti ini, terapi lebih ditujukan pada mengatasi penyebab terjadinya

trakeobronkomalasia (misalnya bila disebabkan karena infeksi, maka infeksinya harus

diatasi).

Malacia jalan nafas sekunder didefinisikan sebagai malacia jalan nafas sekunder

akibat atresia esofagus, asosiasi VATER / VACTERL (kondisi dengan anomali vertebral,

atresia dubur, penyakit jantung bawaan, fistula trakeo-esofagus atau atresia esofagus,

anomali renourinary, atau cacat ekstremitas radial lainnya, kompresi vaskular atau defek

eksternal lainnya) saluran udara, atau sindrom spesifik.

C. MENIFESTASI KLINIK

a. Tanda-tanda yang muncul dari penyakit bronkomalasia

 Batuk dengan suara brassy atau barking

 Sesak nafas

 Ditemukan suara wheezing(mengi)

 Infeksi pada saluran nafas bawah berulang

 Kelelahan

 Apnea

5
b. Gejala penyakit yang akan muncul

 Pneumonia

 Bronkitis

 Polychondritis

 Asma

D. ANATOMI FISIOLOGI BRONKHUS

Struktur utama sistem pernapasan terdiri dari saluran pernapasan bagian atas

(jalan napas) dan saluran pernapasan bagian bawah (saluran napas). Batas antara

saluran pernapasan bagian atas dan bawah adalah pinggir bawah kartilago krikoidea.

Saluran udara pernapasan bagian bawah dimulai dari ujung bawah trakea (kartilago

krikoidea) sampai bronkiolus terminalis. Trakea yang panjangnya antara 10-12 cm,

dibentuk oleh sekitar 20 lapis kartilago berbentuk huruf C dan berakhir ketika

bercabang menjadi dua di karina (Djojodibroto, 2009).

Trakea bercabang dua di karina menjadi brokus utama kanan dan bronkus

utama kiri. Pada tempat masuknya bronkus utama, kedua ujung kartilago bertemu

membentuk cincin kartilago yang sempurna, namun tidak lagi berbentuk huruf C

melainkan berbentuk huruf O. Bronkus utama kanan lebih pendek dibandingkan

dengan bronkus utama kiri serta sudut yang dibentuk oleh bronkus utama kanan

terhadap trakea lebih tajam daripada sudut yang dibentuk oleh bronkus utama kiri

terhadap trakea (Djojodibroto, 2009).

Lempeng-lempeng kartilago pada dinding trakea dan bronkus utama berfungsi

untuk mencegah kolaps selama perubahan tekanan udara dalam paru paru. Cabang-

cabang dari trakea dilapisi dengan silia dan epitel yang menghasilkan mukus. Apabila

ada benda asing atau debu yang masuk akan terperangkap di mukosa kemudian

disapukan oleh silia ke laring dan dibatukkan keluar (Gibson, 2003). Bronkus

6
bercabang-cabang lagi dan seterusnya menjadi semakin kecil, membentuk bronkiolus

yang tidak memiliki penyokong kartilago, melainkan memiliki dinding otot polos

yang dapat berkontraksi untuk menyempitkan saluran pernapasan (Gibson, 2003).

Gambar 2.1

Anatomi Trakea-Bronkus dan percabangannya

Potongan Sagittal

Trakea bercabang di luar paru-paru dan membentuk bronkus primer kanan

dan kiri (ekstrapulmonal) kemudian menjadi bronkus yang lebih kecil dan masuk ke

dalam paru (intrapulmonal). Di dalam paru (intrapulmonal) cincin tulang rawan hialin

digantikan oleh lempeng tulang rawan hialin tidak beraturan yang mengelilingi

bronkus. Sewaktu bronkus terus bercabang dan berkurang ukurannya, jumlah dan

ukuran lempeng tulang rawan juga berkurang. Bronkus ekstrapulmonal maupun

intrapulmonal dilapisi epitel bertingkat semu silindris bersilia yang ditunjang oleh

lapisan tipis lamina propria, jaringan ikat halus dengan serat elastik dan beberapa
7
limfosit. Selapis tipis otot polos mengelilingi lamina propria dan memisahkannya dari

submukosa. Submukosa mengandung kelenjar bronkialis seromukosa (Eroschenko,

2012)

Menurut Mescher dalam buku Atlas Histologi dasar Junqueira, 2012 setiap

bronkus primer bercabang-cabang dengan setiap cabang yang mengecil sehingga

tercapai diameter sekitar 5 mm. Mukosa bronkus besar secara struktural mirip dengan

struktur trakea, kecuali pada susunan kartilago dan otot polosnya

Gambar 2.3

Bronkiolus Terminalis Pulasan Hematoksilin-Eosin Perbesaran lemah

8
Tissue (MALT) relatif bertambah banyak seiring dengan mengecilnya bronkus dan

berkurangnya kartilago dan jaringan ikat lain (Mescher, 2012).

9
E. PATOFISIOLOGI SESAK

Dispnea atau yang biasa dikenal dengan sesak napas adalah Perasaan sulit

bernapas dan biasanhya merupakan gejala utama dari penyakit kardiopulmonal. Orang

yang mengalamisesak napas sering mengeluh napas nya terasa pendek dan

dangkal.Sumber penyebab dispnea termasuk :

a. Reseptor reseptor mekanik pada otot otot pernapasan, paru, dinding dada dalam

teoti tegangan panjang, elemen elemen sensoris, gelendong otot padakhususnya

berperan penting dalam membandingkan tegangan otot dengan drjatelastisitas nya.

Dispnea dapat terjadi jika tegangan yang ada tidak cukup besar untuk satu panjang

otot

b. Kemoreseptor untuk tegangan CO2 dan O2.

c. Peningkatan kerja pernapasan yang mengakibatkan sangat meningkatnya rasa

sesak napas.

d. Ketidak seimbangan antara kerja pernapasan dengan kapasitas ventilasi besarnya

tenaga fisik yang dikeluarkan untuk menimbulkan dispnea bergantung pada

beberapa hal berikut :1. Usia2. Jenis kelamin3. Ketinggian tempat4. Jenis latihan

fisik Pasien denagn gejala dispnea biasanya memiliki keadaanseperti berikut yaitu

:-Penyakit kardiovaskular -Emboli paru-Penyakit paru interstisial atau alveolar -

Gangguan dinding dada atau otot otot dada-Penyakit obstruktif paru-Kecemasan

Sensasi dispnea berawal dari aktivasi sistem sensorik yang terlibat dalam sistem

respirasi.Informasi sensorik sampai pada pusat pernapasan di otak dan memproses

respiratory -related signals dan menghasilkan pengaruh kognitif, kontekstual dan

perilaku sehingga terjadi sensasi dispnea.Mekanisme terjadinya sesak

napasDispnea atau sesak napas bisa terjadi dari berbagai mekanisme seperti jika

ruang fisiologimeningkat maka akan dapat menyebab kan gangguan pada

10
pertukaran gas antara O2 Dan CO2sehingga menyebabkan kebutuhan ventilasi

makin meningkat sehingga terjadi sesak napas.

11
F. PATOFISIOLOGI

KELAINAN KONGENITAL

BRONKOMALASIA

DEFISIENSI PADA CINCIN KARTILAGO

MENUTUP SALURAN PERNAFASAN KECIL ( BRONKUS )

SESAK NAFAS

Ketika kita hirup oksigen akan masuk dan keluar, udara masuk ke dalam

hidung dan mulut, melalui kotak suara (laring) ke dalam tenggorokan (trakea), yang

terbagi menjadi dua cabang (bronkus kanan dan bronkus kiri) dan bronkus terbuat dari

cincin tidak lengkap dari tulang rawan dan jika tulang rawan ini lemah tidak dapat

mendukung jalan napas. Pada bayi cincin tulang rawan trakea terbuka sehingga udara

bisa didapatkan dari tenggorokan ke paru-paru. Ketika cincin ini kecil, berbentuk

aneh, atau tidak membentuk sama sekali maka trakea dapat menutup ke dalam dirinya

12
sendiri. Hal ini lebih mungkin terjadi saat mengembuskan napas dan menangis. Hal

ini dapat menyebabkan mengi, batuk, sesak napas, atau napas cepat. Biasanya tulang

rawan berkembang dengan sendirinya dari waktu ke waktu sehingga tidak lagi terjadi

masalah. Sementara hal ini lebih umum terjadi pada bayi.

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

a. Sinar x dada: Dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru; pendatarnya diafragma;

peningkatan area udara retroseterna; penurunan tanda faskularisasi/bula

(emfisema); peningkatan tanda bronkofaskuler (bronchitis); hasil normal selama

periode remisi (asma).

b. Tes fungsi paru; Dilakukan untuk melakukan penyebab dyspnea untuk

menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi, untuk

memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengefaluasi efek terapi, misalnya.,

bronkodilator.

c. TLC; Peningkatan pada luasnya bronchitis dan kadang-kadang pada asma;

penurunan efisema.

d. Kapasitas inspirasi: Menurun pada enfisema.

e. Volume residu: Meningkat pada emfisema, bronchitis kronis, dan asma.

f. FEV 1/ FVC : Rasio volume expirasi kuat degan kafasitas vital kuat menurun

pada bronchitis dan asma.

g. GDA : Memperkirakan progresi proses penyakit kronis, misalnya., paling sering

PaO2 menurun, dan PaCO2 normal atau meningkat (bronchitis kronis dan

emfisema) tetapi sering menurun pada asma; pH normal atau asidotik, alkalosis

respiratorik ringan sekunder terhadap hiperpentilasi (efisema sedang atau asma).

13
h. Bronkogram: Dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada inspirasi; kulaps

ronkial pada expirasi kuat (emfisema); pembesaran ductus mukosa yang terlihat

pada bronchitis. Selanjutnya

i. JDL dan diferensial: Hemoglobin meningkat (emfisema luas), peningkatan

eosinophil (asma).

j. Kimia darah : Halfa 1-antitripsin dilakukn untuk menyakinkan defisiensi dan

diagnosa efisema primer.

k. Sputum : Kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi pathogen;

pemeriksaan sitolitik untuk mengetahui keganasan atau gangguan elergi.

l. EKG : Deviasi aksisis kanan, peninggian gelombang P(asma berat); distritmia

atrial (bronkitis), peninggian gelombang Pada leat II, III, AVF (Bronkitis,

efisema); aksis vertical QRS (emfisema)

m. EKG Latihan, test setres: membantu dalam mengkaji derajat disfungsi paru,

mengefaluasi keefektifan terapi bronkodilator perencaan evaluasi program latihan.

H. PENGOBATAN

a. Time

Invasisf minimal, kebersamaan dengan pemeberian tekanan udara positif yang

kontinu.

b. Tekanan udara positif kontinu

Metode menggunakan respiratory ventilation.

c. Trakheotomi

Prosedur pembedahan pada leher untuk membuka atau membuat saluran udara

langsung melalui sebuah insisi di trakhe (the windpipe).

14
II. KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

a. INSPEKSI

Pengkajian fisik sebenarnya dimulai sejak pengumpulan riwayat kesehatan

saat anda mengamati klien dan respon klien terhadap pernyataan. Perhatikan

manifastasi distress pernafasan saat ini : posisi yang nyaman, takipnea, mengap-

mengap, sianosi, mulut terbuka, cuping hidung mengembang, dispnea, warna

kulit, wajah dan bibir, dan penggunaan otot –otot asesoris pernapasan. Perhatikan

rasio inspirasi ke ekspirasi.

Paling mudah dilakukan dari kepala dan area leher untuk mengetahui

kelainan yang menggangu pernapasan, perhatikan bau napas dan apakah ada

sputum. Perhatiakan kembang cuping hidung, napas bibir di monyongkan, atau

sianosis membrane mukosa . catat adanya penggunaan otot aksesoris pernapasan,

seperti fleksi otot sternokleidomastoid.

Amati penampilan umum klien, frekuensi pernapasan dan konfigurasi

toraks, luangkan waktu untuk mengamati pasien secara menyeluruh sebelum

beralih pada pemeriksaan lainnya

b. PALPASI

Palpasi menggunakan tangan untuk meraba permukaan tubuh untuk

mengevaluasi kulit dan dinding dada. Palpasi dada dan medulla spinalis adalah

teknik skrining umum untuk mengidentifikasi adanya abnormalitas seperti

inflamasi.

Palpasi dengan perlahan letakkan ibu jari pada trakhea dan jari lainnya

pada sisi sebelahnya gerakkan trakhea sambil palpasi terhadap adanya massa
15
krepitus, atau deviasi dari garis tengah. Trakhea biasanya agak mudah di

gerakkan dan cepat kembali ke posisi tengah setelah di geser.

Selama palpasi kaji adanya krepitus (udara dalam jaringan subkutan );

defek atau nyeri tekan di dada; tonus otot; edema; dan fremitus taktil, atau vibrasi

gerakan udara melalui dinding dada ketika klien sedang bicara.

Untuk mengevaluasi ekskurasi toraks, klien diminta untuk duduk tegak,

dan tangan pemeriksa di letakkan pada dinding dada posterior klien ( bagian

punggung). Ibu jari berhadapan satu sama lain, saat klien mengirup napas tangan

pemeriksa harus bergerak ke atas dan keluar secara simetri.

Palpasi dinding saat klien mengucapkan kata vibrasi yang relatif keras

(mis. Tujuh-tujuh). Vibrasi ditransmisikan dari laring melalui jalan napas dan

dapat di palpasi pada dinding dada.

c. PERKUSI

Mengetuk dinding dada menghasilkan bunyi resonan yang terdengar di

atas jaringan paru normal, bunyi hiperesonan terdengar saat meningkatnya udara

dalam paru-paru atau spasium pleural, bunyi pekak terjadi saat jaringan paru

padat, bunyi datar terjadi saat jaringan tidak mengandung udara, bunyi timpani

terdengar di atas lambung, usus besar.

Perkusi juga dilakukan untuk mengkaji ekskurasi diafrahma minta klien

untuk menghirup nafas dalam dan menahannya ketika anda memperkusi kearah

bawah bidang paru posterior dan dengarkan bunyi perkusi yang berubah dari

bunyi resonan ke pekak. Tandai area ini menggunakan pena kaji kedua sisi kanan

dan kiri jarak antara dua tangan seharusnya 3-6 cm.

16
d. AUSKULTASI

Dengan stetoskop mendengarkan paru-paru klien saat bernapas melalui

mulut, pemeriksa mampu mengkaji karakter bunyi napas, adanya bunyi tambahan,

dan karakter suara yang di ucapkan, untuk mendengar bunyi napas seluruh bidang

paru, perawat harus meminta klien untuk bernapas lambat, sedang, sampai napas

dalam melalui mulut.

B. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan radiologi toraks dan paru-paru

Klien diberikan penjelasan lengkap tentang tipe pemeriksaan yagn akan di

lakukan dan manfaatnya dalam hubungan rasionalnya dengan risiko akibat pemajanan

terhadap radiasi. Pemeriksaan radiologi memberikan manfaaat:

a. Status sangkar iga, termasuk tulang rusuk, pleura, dan kontur diagrafma, dan jalan

napas atas

b. Ukuran, kontur, dan posisi mediastinum dan hilus paru, termasuk jantung, aorta,

nodus limfe, dan percabangan bronkial

c. Tekstur dan tingkat penyebaran udara dari parenkim paru

d. Ukuran, bentuk, jumlah, dan lokas lesi pulmonal, termasuk kavitasi, area fibrosis,

dan daerah konsolidasi

Pemeriksaan ronsen atau radiologi dada diindikasikan untuk :

a. Mendeteksi perubahan paru yang disebabkan proses patologis, seperti tumor,

inflamasi, fraktur, akumulasi cairan atau uadara.

b. Menentukan terapi yang sesuai

c. Mengevaluasi kesangkilan pengobatan

17
d. Menetapkan posisi selang dan kateter

e. Memberikan gambaran tentang suatu proses progresif dari penyakit paru.

Pemeriksaan ronsen dada sebaiknya dilakukan di bagian radiologi.

Pemeriksaan sinar-x standar lebih dipilih dengan posisi berdiri, meskipun posisi

duduk atau berbaring dapat di lakukan. pemajanan standar untuk pemeriksaan ini

adalah :

a. Posterior-anterior (PA)-sinar-x menjalar melalui punggung ke bagian depan tubuh

b. Lateral-sinar-x menembus bagian samping tubuh (biasanya sebelah kiri)

Pemeriksaan spesifik dada pemajanan tersebut termasuk :

a. Oblique-film sinar-x diarahkan miring dengan sudut spesifik

b. Lordotis-film sinar-x dimiringkan dengan sudut 45derajat dari bawah untuk

melihat kedua aspek paru,

c. Dekubitus-film sinar –x diambil dengan posisi pasien berbaring miring (kanan

atau kiri) untuk memperlihatkan cairan bebas dalam dada`

18
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. NANDA

Diagnosa keperawatan : PERTUKARAN GAS, GANGGUAN

(1980,1996,1998)

Definisi : kelebihan atau kekurangan oksigenasi atau eliminasi karbon dioksida di

membran kapiler- alveolar

Batasan karakteristik

 Subjektif : dispnea, sakit kepala saat bangun tidur, gangguan penglihatan

 Objektif : gas darah arteri yang tidak normal, pH arteri tidak normal,

ketidaknormalan frekuensi, irama, dan kedalaman pernafasan, warna kulit

tidak normal (misalnya, pucat, dan kehitaman), Konfusi, sianosis (hanya pada

neonatus), dan Karbon dioksida menurun, Diaforesis, hiperkapnia, dan

hiperkarbia, hipoksia, hipoksemia, iritabilitas, napas cuping hidung,

gelisah,somnolen, takikardia.

b. SDKI

1. Diagnosa keperawatan : GANGGUAN PERTUKARAN GAS

Definisi : kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan/atau eleminasi

karbondioksida pada membran alveolus-kapiler.

Penyebab :

1) Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi

2) Perubahan membrane alveolus-kapiler

Gejala dan tanda mayor

 Subjektif : dyspnea

 Objektif : PCO2 meningkat/ menurun

PO2 menurun

19
Takikardia

pH arteri meningkat/ menurun

bunyi napas tambahan

Gejala dan tanda minor

 subjektif : pusing dan penglihatan kabur

 objektif : sianosis, diaforesis, gelisah, nafas cuping hidung, pola nafas

abnormal, (cepat/ lambat, regular/inregular, dalam/

dangkal), warna kulit abnormal (mis. Pucat, kebiruan),

kesadaran menurun.

2. Diagnosa Keperawatan: GANGGUAN MENELAN

Definisi: fungsi menelan abnormal akibat defisit struktur atau fungsi oral,

faring atau esophagus

Penyebab :

1. Defek laring

2. Defek trakea

3. Defek nasal

Gejala dan tanda mayor:

 Subjektif: mengeluh sulit menelan

 Objektif :

1. Batuk sebelum menelan

2. Batuk setelah makan dan minum

3. Tersedak

4. Makanan tertinggal di rongga mulut

20
Gejala dan tanda mayor:

 Subjektif : oral (tidak tersedia )

 Objektif : Oral

1. Bolus masuk terlalu cepat

2. Refluks nasal

3. Tidak

4. mampu membersihkan rongga mulut

5. Makanan jatuh dari mulut

6. Makanan terdorong keluar dari mulut

7. Sulit mengunyah

8. Muntah sebelum menelan

3. Diagnosa keperawatan : GANGGUAN POLA TIDUR

Definisi : Gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat factor external

Penyebab : Tidak familiar dengan peralatan tidur

Gejala dan tanda mayor :

 Subjektif :

1. Mengeluh sulit tidur

2. Mengeluh sering terjaga

3. Mengeluh tidak puas

4. Mengeluh pola tidur berubah

5. Mengeluh istirahat tidak cukup

 Objektif : (tidak tersedia)

21
Gejala dan tanda minor :

 Subjektif: Mengeluh kemampuan beraktifitas menurun

 Objektif: (tidak tersedia)

4. Diagnosa keperawatan : DEFISIT NUTRISI

Definisi: asupan nitrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolism

Penyebab : ketidak mampuan menelan makanan

Gejala dan tanda mayor

 Subjektif : ( tidak tersedia)

 Objektif : berat badan menurun minimal 10% di bawah rentan ideal

Gejala dan tanda minor

 Subjektif :

1) cepat kenyang setelah makan

2) Kram atau nyeri abdomen nafsu makan menurun

 Objektif :

1) bising usus hiperatif

2) Otot pengunyah lemah

3) Otot menelan lemah

4) Membran mukosa pucat

5) Sariawan

6) Serum albumin turun

7) Rambut rontok berlebihan

8) Diare

c. DOENGES

Diagnosa keperawatan : PERTUKARAN GAS, KERUSAKAN

22
 Dapat di hubungkan dengan : gangguan suplai oksigen (obstruksi jalan nafas

oleh sekresi, spasme bronkus, jebakan udara)

 Kemungkinan di buktikan oleh : dispnea, bingung, gelisah, ketidak mampuan

membuang secret, nilai GDA tidak normal (hipoksia, dan hiperkapnia),

perubahan tanda vital, penurunan toleransi terhadap aktivitas

 Hasil yang diharapkan/ kriteria evaluasi pasian akan : menunjukkan perbaikan

ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal

dan bebas gejala distres pernafasan, berpartisipasi dalam program pengobatan

dalam tingkat kemampuan /situasi.

D. INTERVENSI KEPERAWATAN

a. SIKI

Intervensi keperawatan : PERTUKARAN GAS

intervensi utama : pemantauan respirasi

definisi : mengumpulkan dan menganalisis data untuk memastikan kepatenan

jalan nafas dan keefektifan pertukaran gas

observasi :

 Monitor frekuensi, irama, keadaan dan upaya nafas

 Monitor pola nafas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi, kussmaul,

Cheyne-stokes, biot, ataksik).

 Monitor kemampuan batuk efektif

 Monitor adanya produksi sputum

 Monitor adanya sumbatan jalan napas

 Monitor nilai AGD

 Monitor hasil x-ray toraks

Terapeutik :

23
 Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien

 Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi :

 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan

 Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

Intervensi pendukung : pencegahan aspirasi

Definisi : mengidentifikasi dan mengurangi resiko masuknya partikel makanan/

cairan ke dalam paru- paru

Observasi :

 Monitor tingkat kesadaran, batuk, muntah dan kemampuan menelan

 Monitor status pernapasan

 Monitor bunyi napas, terutama setelah makan/ minum

 Pemeriksaan residu gaster sebelum melakukan asupan oral

 Pemeriksaan kepatenan selang nasogastrik sebelum memberi asupan oral

 Pemeriksaan kepatenan selang nasogastric sebelum memberi asupan oral

Terapeutik:

 Posisikan semi fowler (30-45 derajat) 30 menit sebelum memberi asupan oral

 Pertahankan posisi semi fowler (30-45 derajat) pada pasien tidk sdar

 Pertahankan kepatenan jalan nafas (min. tehnik head tilt chin lift, jaw thrust, in

line)

 Pertahankan pengembangan balon endotracheal tube (ETT)

 Lakukan penghisapan jalan nafas, jika produksi secret meningkat

24
 Sediakan suction di ruangan

 Hindari memberi makan melalui selang gastrointestinal, jika residu banyak

 Berikan makanan dengan ukuran kecil atau lunak

 Berikan obat oral dalam bentuk cair

Terapeutik :

 Anjurkan makan secara perlahan

 Ajarkan strategi mencegah aspirasi

 Ajarkan tehnik mengunyah atau menelan, jika perlu

b. DOENGES

1. Mandiri

a. Kaji frekuensi, kedalaman persiapan. Catat penggunaan otot aksesori,

napas bibir, ketidakmampuan bicara/berbincang.

b. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang

mudah untuk bernapas. Dorong nafas dalam perlahan atau nafas bibir

sesuai kebutuhan/toleransi individu

c. Kaji/awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa.

d. Dorong mengeluarkan sputum; penghisapan bila diindikasikan.

e. Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara dan/atau bunyi

tambahan.

f. Palpasi fremitus.

g. Awasi tingkkat kesadaran/status mental. Selidiki adanya perubahan.

h. Evaluasi tingkat toleransi aktivitas. Berikan lingkungan tenang dan kalem.

Batasi aktivitas pasien atau dorong untuk turun/istirahat dikursi selama

25
fase akut. Mungkinkah pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan

tingkatkan sesuai toleransi individu

Rasional

a. Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan dan/atau kronisnya

proses penyakit.

b. Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan

latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dyspnea, dan kerja

napas.

c. Sianosis mungkin parier (latihan pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar

bibir/atau daun telinga). Keabu-abuan dan diagnisos sentral

mengidentifikasikan beratnya hipoksemia.

d. Kental, tebal, dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan

pertukaran gas pada jalan napas kecil. Pengisapan dibutuhkan bila batuk

tidak efektif.

e. Bunyi napas mungkin redup karena penurunan aliran udara atau area

konsolidasi. Adanya mengindikasikan spasme bronkus/tertahannya secret.

Krekles basa menyebar menunjukkan cairan pada interstitial/dekonpensasi

jantung.

f. Penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau udara

terjebak.

g. Gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum pada hipoksia GDA

memburuk disertai bingung/somnoren menunjukkan disfungsi serebral

yang berhubungan dengan hipoksemia

26
h. Selama distres pernapasan berat/akut/refraktori pasien secara total tak

mampu melakukan aktivitas sehari-hari karena hipoksemia dan dyspnea,

istirahat diselingi aktivitas perawatan masih penting dari program

pongobatan namun, program latihan ditunjukkan untuk meningkatkan

ketahanan dan kekuatan tampa menyebakan dispnea berat, dan dapat

meningkatkan rasa sehat

2. Mandiri

Awasi tanda vital dan irama jantung

Rasional

a. takikardia, dispripmia, dan perubahan TD dapat menunjukkan efek

hipoksenia sistematik pada fungsi jantung

b. PaCO2 biasanya meningkat (bronchitis, enfisema) dan PaO2 secara umum

menurun, sehingga hipoksia terjadi dengan derajat lebih keci tau lebih

besar catatan: PaCO2 “Normal” atau meningkat menandakan kegagalan

c. pernapasan yang akan dtang selama asmatik.

d. Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya hopoksia. Catatan:

emfisema kronis, mengatur pernapasan pasien ditentukan oleh kadar CO2

dan mungkin dikeluarkan dengan meningkatkan PaO2 berlebihan.

e. Digunakan untuk mengentrol ansietas/kebutuhan. Eksaserbasi dyspnea.

Dipantau ketat karena dapat terjadi gagal napas.

f. Terjadinya/kegagalan napas yang akan datang memerlukan upaya tindakan

penyelamatan hidup.

27
3. Kolaborasi

a. Awasi/gambarkan seri GDA dan nadi oksimetri

b. Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan

toleransi pasien.

c. Berikan penekan SSP (mis., antiansieatas, sedatife, atau narkotik) dengan

hati-hati

d. Bantu intubasi, berikan/pertahankan ventilasi mekanik, dan pindah ke UPI

sesai intruksi untuk pasien.

E. LUARAN

PERTUKARAN GAS

a. DEFINISI

Oksigenasi dan/atau eliminasi karbondioksida pada membran alveolus kapiler

dalam batas normal.

b. KRITERIA HASIL

Tingkat kesadaran meningkat 5

Dispnea menurun 5

Bunyi napas tambahan menurun 5

Takikardia menurun 5

Pusing menurun 5

Penglihatan kabur menurun 5

Diafooresis menurun 5

Gelisah menurun 5

Napas cuping hidung menurun 5

PCO2 membaik 5

PO2 membaik 5

28
PH arteri membaik 5

Sianosis membaik 5

Pola napas membaik 5

Warna kulit membaik 5

29
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Bronko dan Malacia, merupakan degenerasi dari jaringan penyangga dan jaringan

elastin bronkus. Kata bronkomalasia juga digunakan untuk kelemahan kartilago pada

dinding bronkus, mengenai anak/ bayi usia di bawah 6 tahun, dapat ditemukan rhonki dan

atau wheezing (mengi).

Bronkomalasia adalah masalah bawaan yang timbul dari tulang rawan yang

berkurang dari saluran udara yang lebih kecil (di bawah trakea, atau tenggorokan). tulang

rawan melemah biasanya menyempit lebih mudah selama ekspirasi dan memperpanjang

waktu, atau mencegah dahak dan sekresi menjadi terperangkap. Biasanya banyak

menyerang pada anak usia kurang dari 6 tahun.

B. Saran

Demikian dalam hal ini penulis akhiri makalah ini tak lupa mohon maaf kepada

semua pihak, kritik dan saran penulis harapkan demi perbaikan penulisan makalah ini

selanjutnya.

30
DAFTAR PUSTAKA

https://www.google.com/amp/s/docplayer.info/amp/73056736-D-patofisiologi-ketika-kita-
hirup-masuk-dan-keluar-udara-masuk-ke-dalam-hidung-dan-mulut-melalui-kotak-suara-
laring-ke-dalam-tenggorokan.html (dikutip pada 26 nov 19)

https://www.google.com/amp/s/yayanakhyar.wordpress.com/2010/02/19/bronkomalasia-
bronchomalacia/amp/(dikutip pada 26 nov 19)

https://www.coursehero.com/file/46593142/408115746-Kep-Anak-Bronkomalasiapdf/
(dikutip pada 26 nov 2019)

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Bronchomalacia (dikutip 26 nov 2019)


https://kupdf.net/download/bronkomalasia-lp_5a9553fce2b6f50c3ee2d4dd_pdf (dikutip pada
26 nov 2019)

https://id.scribd.com/doc/171711644/Patomekanisme-sesak (Dikutip pada 29 .11.19)

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&rct=j&url=http://eprints.umm.ac.id/4
1730/3/jiptummpp-gdl-atikarachm-48502-3
bab2.pdf&ved=2ahUKEwif_p7fuZDmahVYU30KHYtUBaEQFjALegQICRAB&usg=AOvV
aw05WclMXznBp8elzxdxmaX0 (dikutip pada 29 nov 2019)

31

Anda mungkin juga menyukai