Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak merupakan anugerah yang diberikan oleh Tuhan YME kepada
setiap pasangan. Setiap manusia tentunya ingin mempunyai anak yang
sempurna baik secara fisik maupun psikis. Anak adalah aset bangsa dan
generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa yang akan menentukan masa depan
bangsa dan negara (Depkes, 2014). Di tangan anak-anak yang sehat dan
sejahtera akan melahirkan bangsa yang kuat, sejahtera dan bermartabat. Suatu
kenyataan saat ini bahwa harapan kelangsungan hidup anak-anak Indonesia
masih rendah sehingga masih banyak anak terlahir di negeri ini dalam situasi
yang tidak menguntungkan karena berbagai sebab seperti penyakit infeksi,
penyakit bawaan (kelainan kongenital), malnutrisi, berat badan lahir rendah dan
lain-lain sehingga kualitas hidup mereka dimasa depan akan rendah (IDAI,
2008). Di beberapa negara mortalitas anak mulai menurun karena suksesnya
imunisasi, kontrol diare, infeksi saluran pernapasan akut, dan perbaikan
pelayanan yang terfokus pada layanan kesehatan primer. Sebagai konsekuensi,
kelainan kongenital mengambil proporsi yang lebih besar dalam mortalitas anak
(World Bank dalam WHO, 2013).
Kelainan kongenital didefinisikan sebagai kelainan struktural atau
fungsional termasuk kelainan metabolisme yang timbul saat lahir (Rosano A,
dkk., 2000. Agha MM, dkk., 2006). Kelainan kongenital atau bawaan adalah
kelainan yang sudah ada sejak lahir yang dapat disebabkan oleh faktor genetik
maupun non genetik. WHO memperkirakan adanya 260.000 kematian (7% dari
seluruh kematian neonatus) yang disebabkan oleh kelainan kongenital di tahun
2004. Bayi-bayi dengan kelainan kongenital menjadi masalah khususnya untuk
negara berkembang karena angka kejadiannya yang cukup tinggi dan membuat
sumber daya berkurang. Bayi dengan kelainan kongenital yang bertahan hidup,
saat tumbuh akan mengalami ketergantugan terhadap orang lain, ataupun alat
bantu (WHO, 2013).
Angka kematian bayi baru lahir dengan kelainan kongenital di dunia
yaitu sekitar 303.000 jiwa pada 4 minggu pertama setelah lahir setiap tahunnya

1
(WHO, 2016). Data World Health Organization South-East Asia Region (WHO
SEARO) tahun 2010 memperkirakan prevalensi kelainan kongenital di Indonesia
3 adalah 59,3 per 1000 kelahiran hidup. Jika setiap tahun lahir 5 juta bayi di
Indonesia, maka akan ada sekitar 295.000 kasus kelainan bawaan pertahun. Data
laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menyatakan bahwa sebesar 1,4% bayi
baru lahir usia 0-6 hari pertama kelahiran dan 19% bayi baru lahir usia 7-28 hari
meninggal disebabkan karena kelainan kongenital (Depkes, 2016).
Salah satu kelainan kongenital yang dapat ditemui yaitu bronkomalasia.
Bronkomalasia adalah masalah bawaan yang timbul dari dukungan tulang rawan
berkurang dari saluran udara yang lebih kecil (di bawah trakea, atau
tenggorokan). tulang rawan melemah biasanya menyempit lebih mudah selama
ekspirasi dan memperpanjang waktu, atau mencegah dahak dan sekresi mnejadi
terperangkap. Biasanya banyak menyerang pada anak usia kurang dari 6 tahun
(Children’s National Health System,2016).
Prevalensi bronkomalasia di dunia sangat luas dan bervariasi secara
geografis. Di Indonesia, prevalensi bronkomalasia belum diketahui secara pasti.
Bronkomalasia sendiri dapat ditangani dengan tindakan pembedahan atau
trakheotomi.
Dengan pertimbangan angka kejadian yang cukup tinggi, maka sangat
perlu dilakukan pencegahan yang lebih optimal. Tindakan asuhan keperawatan
yang tepat pada anak dengan kelainan kongenital bronkomalasia penting
dilakukan dan harus diperhatikan oleh perawat untuk memberikan pelayanan
yang optimal sehingga akan membantu mengurangi dampak yang diakibatkan.
Berdasarkan latar belakang diatas, dalam makalah ini akan dibahas
mengenai asuhan keperawatan pada anak dengan bronkomalasia.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mahasiswa/i bisa menyusun dan memahami tentang asuhan keperawatan
kelainan kongenital yaitu bronkhomalasia.
2. Tujuan khusus
a) Untuk mengetahui definisi bronkomalasia.
b) Untuk mengetahui etiologi bronkomalasia.
c) Untuk mengetahui pathway bronkomalasia.

2
d) Untuk mengetahui patofisiologi bronkomalasia.
e) Untuk mengetahui manifestasi klinis bronkomalasia.
f) Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang bronkomalasia
g) Untuk mengetahui komplikasi bronkomalasia
h) Untuk mengetahui penatalaksanaan bronkomalasia
i) Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan
bronkomalasia

3
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Bronko + Malakia, merupakan degenerasi dari jaringan penyangga dan
jaringan elastin bronkus. Kata bronkomalasia juga digunakan untuk kelemahan
kartilago pada dinding bronkus, mengenai anak/ bayi usia di bawah 6 tahun,
dapat ditemukan rhonki dan atau wheezing (mengi).
Bronkomalsia dapat dideskripsikan sebagai defek kelahiran pada
bronkus di traktus respiratorius. Malasia kongenital pada saluran udara/nafas
besar merupakan salah satu dari beberapa penyebab okstruksi saluran nafas
ireversibel pada anak, dengan gejala bervariasi yang dapat berupa wheezing
rekuren dan infeksi saluran nafas bawah rekuren sampai dispneu berat dan
insufisiensi respirasi (Febriari, 2010).
Malasia napas kongenital adalah salah satu dari beberapa penyebab
obstruksi saluran udara ireversibel pada anak-anak, tetapi kejadian pada
populasi umum tidak diketahui. Malasia nafas berat atau malacia berhubungan
dengan sindrom tertentubiasanya diakui dan didiagnosis awal masa bayi, tetapi
informasi tentang fitur klinisanak dengan malacia primer, sering didiagnosis
hanya kemudian di masa kecil,langka (Firdiansyah, 2017).
Bronkomalsia juga dapat dideskripsikan sebagai defek kelahiran pada
bronkus di traktus respiratorius. Malasia kongenital pada saluran udara/nafas
besar merupakan salah satu dari beberapa penyebab okstruksi saluran nafas
ireversibel pada anak, dengan gejala bervariasi yang dapat berupa wheezing
rekuren dan infeksi saluran nafas bawah rekuren sampai dispneu berat dan
insufisiensi respirasi (Akhyar, 2010).
Bronkomalasia adalah masalah bawaan yang timbul dari dukungan
tulang rawan berkurang dari saluran udara yang lebih kecil (di bawah trakea,
atau tenggorokan). Tulang rawan melemah biasanya menyempit lebih mudah
selama ekspirasi dan memperpanjang waktu, atau mencegah dahak dan sekresi
menjadi terperangkap.Biasanya banyak menyerang pada anak usia kurang dari
6 tahun (Children’s National Health System, 2016).

4
B. Etiologi
Bronchomalacia paling sering terjadi pada saat lahir (kongenital) dan
mungkin berhubungan dengan kondisi lain. Saat ini, tidak diketahui mengapa
tulang rawan tidak terbentuk dengan baik.
Bronkomalasia paling sering terjadi pada saat lahir (kongenital) dan
hingga saat ini tidak diketahui mengapa tulang rawan tidak terbentuk dengan
baik (Firdiansyah, 2017).
Bronchomalacia dapat digambarkan sebagai cacat lahir bronkus di
saluran pernapasan. Malasia kongenital saluran udara besar adalah salah satu
dari beberapa penyebab obstruksi saluran napas ireversibel pada anak-anak,
dengan gejala bervariasi dari mengi berulang dan infeksi saluran udara bawah
berulang untuk dispnea berat dan insufisiensi pernapasan. Ini juga dapat
diperoleh di kemudian hari karena peradangan kronis atau berulang akibat
infeksi atau penyakit saluran napas lainnya (Wikipedia, 2018).
Bronkomalasia adalah runtuhnya dinamis dari satu atau kedua bronkus
utama dan atau divisi lobus atau segmental distal mereka yang dapat terjadi
karena cacat yang melekat pada kartilago atau dari kompresiextinsik.
Bronkomalasia lebih sering muncul dengan trakeomalasia dibandingkan
dengan lesi yang terisolasi. Bronchomalacia terlihat dominan di sisi kiri
(35,7%) dibandingkandengankanan (22%). Bronkomalasia paling sering
terlihat pada bronkus batang utama kiri, bronkus lobus kiri atas, bronkus lobus
kanan tengah, dan bronkus batang utama kanan, dalam urutan prevalens
imenurun. Ada juga dominasi laki-laki pada lesi ini (Laberge, 2008).
Pengobatan sering konservatif, karena banyak dari anak-anak ini akan
membaik ketika saluran udara mereka matang dan tumbuh dengan berjalannya
waktu .Ketika Bronkomalasia parah dan berkembang menjadi kompromi
pernapasan, tracheostomy dan ventilasi tekanan positif dapat di indikasikan.
Selain itu, perawatan bedah dari sumber kompresi eksternal, seperti dengan
aortopeksi dapat membantu. Stent juga dapat digunakan, seperti yang
didiskusikan dengan Traakomalasia, tetapi mereka memiliki komplikasi serius
termasuk caut, penghilangan yang sulit, pembentukan jaringan

5
granulasi.Dengan demikian ini harus disediakan untuk situasi yang muncul dan
bukan untuk terapi jangka panjang saat ini (Laberge, 2008).
Bronkomalasia primer melibatkan defek pada kartilago. Ini dapat
berasal dari prematuritas, defek struktural tulang rawan yang melekat, atau dari
ketiadaan kongenital cincin tulang rawan di bronkus subsegmental seperti yang
terlihat dengan sindrom Williams-campbell. rembesan saluran napas distal
pada sindrom William-Campbell dapat menyebabkan bronkiektasis.
bronchomalacia sekunder terjadi dari kompresi eksternal oleh struktur jantung
diperbesar atau anomali vaskular mirip dengan trakeomalasia sekunder.
Bronchomalacia juga dapat dikaitkan dengan emfisema lobus kongenital yang
menyebabkan hiperinflasi pada jaringan yang terkena. (Laberge, 2008).
Secara simtomatik, pasien datang dengan gambaran yang mirip dengan
trakeomalasia. Pasien dapat mengalami stridor, mengi, batuk terus-menerus,
infeksi pernapasan berulang, gangguan pernapasan, dan sianosis. Mereka
sering hadir pada masa bayi dengan infeksi pernafasan pertama mereka.
Bronchomalacia sering salah didiagnosis sebagai asma dan dengan demikian
dapat terjadi keterlambatan diagnosis. Diagnosis dan diferensiasi dari asma
dilakukan oleh bronkoskopi dengan pernapasan spontan di mana karakteristik
dinamis dari saluran napas dapat disaksikan. (Laberge, 2008).
C. Patofisiologi
Ketika kita hirup masuk dan keluar, udara masuk ke dalam hidung
dan mulut, melalui kotak suara (laring) ke dalam tenggorokan (trakea), yang
terbagi menjadi dua cabang (bronkus kanan dan bronkus kiri) yang masing-
masing paru-paru.Trakea dan bronkus terbuat dari cincin tidak lengkap dari
tulang rawan dan jika tulang rawan ini lemah tidak dapat mendukung jalan
napas (Firdiansyah, 2017).
Pada bayi cincin tulang rawan trakea terbuka sehingga udara bisa
didapatkan dari tenggorokan ke paru-paru. Ketika cincin ini kecil, berbentuk
aneh, tidak kaku cukup, atau tidak membentuk sama sekali maka trakea
dapat menutup ke dalam dirinya sendiri. Hal ini lebih mungkin terjadi saat
mengembuskan napas dan menangis. Hal ini dapat menyebabkan mengi,
batuk, sesak napas, dan/atau napas cepat. Biasanya tulang rawan

6
berkembang dengan sendirinya dari waktu ke waktu sehingga
tracheomalacia tidak lagi masalah. Sementara lebih umum pada bayi,
tracheomalacia tidak terjadi pada orang dewasa. Ketika masalah yang sama
terjadi di saluran napas kecil disebut bronkus itu disebut bronchomalacia.
Saluran udara dari paru-paru yang sempit atau runtuh saat menghembuskan
napas karena pelunakan dinding saluran napas.

7
D. Pathway

BRONKOMALASIA

Kelainan Kongenital

Defisiensi pada
cincin kartilago

Menutup saluran
pernafasan
kecil(bronkus )

Sesak nafas

RISIKO KETIDAKEFEKTIFAN
ASPIRASI Batuk tidak efektif
POLA NAFAS

Akumulasimukus Mudah terjadi infeksi


di tulangrawan
KETIDAKSEIMBANG
AN NUTRISI
KURANG DARI Pengeluaran energy
RISIKO INFEKSI
KEBUTUHAN TUBUH berlebihan

Anoreksia Kelelahan INTOLERANSI


AKTIVITAS

DEFISIT
Cemas
PENGETAHUAN

ANSIETAS

8
E. Manifestasi Klinis Bronkomalasia
1. Gejala Bronkomalasia
a. Satu sampai empat hari sebelumnya didapat pilek encer, hidung
tersumbat.
b. Demam sub-febril (kecuali infeksi sekunder oleh bakteri).
c. Puncak gejala pada hari ke-5 sakit : batuk, sesak napas, takipne,
mengi,minum menurun, apne, sianosis.
d. Bila terjadi obstruksi hebat, pernafasan menjadi lebih cepat dan
dangkal, suara nafas melemah, dan “wheezing” yang semula jelas
dapat menghilang.
2. Tanda-tanda Bronkomalasia
a. Nafas cuping hidung
b. Penggunaan otot bantu napas (dada mengembang disertai retraksi
interkostal dan subkostal).
c. Sesak napas, takipne, apneu.
d. Hiperinflasi dada.
e. Retraksi, expiratory effort.
f. Ronki pada akhir inspirasi dan awal ekspirasi.
g. Ekspirasi memanjang, mengi.
h. Hepar atau limpa dapat teraba.
F. Komplikasi Bronkomalasia
1. Pneumonia
Pneumonia adalah peradangan pada paru-.paru dan bronkiolus yang
disebabkan oleh bakteri, jamur ,virus, atau aspirasi karena makanan atau
benda asing. Pneumonia adalah infeksi pada parenkim paru, biasanya
berhubungan dengan pengisian cairan didalam alveoli hal ini terjadi akibat adanya
infeksi agen/ infeksius atau adanya kondisi yang mengganggu tekanan
saluran trakheabronkialis. (Wilson, 2006)
2. Bronkitis
Bronkhitis pada anak berbeda dengan bronchitis yang terdapat pada
orang dewasa. Pada anak, bronchitis merupakan bagian dari berbagai
penyakit saluran nafas lain, namun ia dapat juga merupakan penyakit

9
tersendiri.Secara harfiah bronkhitis adalah suatu penyakit yang ditanda
oleh adanya inflamasi bronkus. Secara klinis pada ahli mengartikan
bronkitis sebagai suatu penyakit atau gangguan respiratorik dengan batuk
merupakan gejala yang utama dan dominan. Ini berarti bahwa bronkitis
bukan penyakit yang berdiri sendiri melainkan bagian dari penyakit lain
tetapi bronkitis ikut memegang peran (Ngastiyah, 2006)
Bronkhitis berarti infeksi bronkus. Bronkitis dapat dikatakan
penyakit tersendiri, tetapi biasanya merupakan lanjutan dari infeksi saluran
peranpasan atas atau bersamaan dengan penyakit saluran pernapasan atas
lain seperti Sinobronkitis, Laringotrakeobronkitis, Bronkitis pada asma
dan sebagainya (Gunadi Santoso, 2004)
3. Polychondritis
Polychondritis adalah gangguan kronis langka yang ditandai
peradangan tulang rawan yang biasa terjadi pada telinga dan hidung.
Penyakit ini dikenal dengan nama lain seperti Meyenburg Altherr
Uehlinger sindrom, kronis atrofi polychondritis dan sindrom Von
Meyenburg.Penyakit ini dapat mempengaruhi tulang rawan dari setiap
jenis dan jaringan sendi, telinga, hidung dan trakea.
Penyebab polychondritis diyakini gangguan autoimun. Sistem
kekebalan tubuh mulai menyerang jaringan dan tulang rawan
menyebabkan kerusakan dan peradangan. Antibodi yang dihasilkan
autoimun akan menghancurkan glycosaminoglycans yang merupakan
bagian terpenting dalam jaringan ikat di tulang rawan.
4. Asma
Asma yaitu penyakit yang dikarenakan oleh peningkatan respon
dari trachea dan bronkus terhadap berbagai macam stimuli yang ditandai
dengan penyempitan bronkus atau bronkhiolus dan sekresi yang berlebih –
lebihan dari kelenjar – kelenjar di mukosa bronchus.(Smelzer Suzanne :
2001).
Asma adalah suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitivitas
cabag-cabang trakheobronkial terhadap berbagai jenis rangsangan
(Pierce, 2007).

10
G. Pemeriksaan Penunjang Bronkomalasia
1. Bronkoskopi
Bronkoskopi adalah pemeriksaan/inspeksi langsung terhadap
laring, trakea dan bronkus, melalui suatu bronkoskop logam standar atau
bronkoskop serat optik fleksibel yang disebut dengan
bronkofibroskop.Melalui bronkoskop sebuah sikat kateter atau forsep
biopsi dapat dimasukan untuk mengambil sekresi dan jaringan untuk
pemeriksaan sitologi.
Tujuan utama bronkoskopi adalah untuk melihat, mengambil dan
mengumpulkan spesimen. Indikasi bronkoskopi adalah sebagai berikut.
a. Untuk mendeteksi lesi trakeobronkial karena tumor.
b. Untuk mengetahui lokasi perdarahan.
c. Untuk mengambil benda asing (sekresi dan jaringan).
d. Untuk pemeriksaan sitologi dan bakteriologik.
e. Untuk memperbaiki drainase trakeobronkial.
Adapun prosedur tindakan bronkoskopi adalah sebagai berikut.
a. Persetujuan tindakan.
b. Puasa selama 6 jam, lebih dianjurkan 8-12 jam.
c. Lepaskan gigi palsu, kontak lensa dan perhiasan.
d. Kaji riwayat alergi terhadap obat-obatan.
e. Periksa dan catat tanda-tanda vital.
f. Premedikasi.
g. Pasien dibaringkan diatas meja dengan posisi terlentang atau semi
fowlers dengan kepala ditengadahkan atau didudukan dikursi.
Tenggorok disemprot dengan anestesi lokal. Bronkoskop dimasukan
melalui mulut atau hidung.
h. Wadah spesimen diberi label dan segera dibawa ke laboratorium.
i. Lama pemeriksaan kurang lebih 1 jam.
2. CT-Scan
CT scan paru-paru merupakan salah satu metode pencitraan
yang digunakan untuk mendiagnosis dan memantau tatalaksana dari
berbagai kelainan pada paru-paru. CT scan atau pemindaian tomografi

11
terkomputerisasi melibatkan berbagai gambar yang diambil dari sudut-
sudut yang berbeda, yang kemudian akan dikombinasikan untuk
menghasilkan gambaran melintang dan gambaran 3 dimensi dari
struktur internal paru-paru.
Tujuan utama dari pencitraan ini adalah untuk mendeteksi
struktur abnormal di dalam paru-paru atau ketidakteraturan yang bisa
jadi merupakan gejala yang dialami oleh pasien. Di samping untuk
mendiagnosis penyakit atau jejas pada paru-paru, CT scan juga dapat
digunakan untuk memandu pengobatan tertentu untuk memastikan
ketepatan dan ketelitian. Banyak tenaga medis profesional
menggunakan CT scan paru-paru untuk menentukan rencana
pengobatan yang tepat bagi pasien, yang meliputi peresepan,
pembedahan, atau terapi radiasi.
CT scan paru-paru biasanya tergolong kedalam kategori CT
scan dada atau toraks. Prosedur untuk melakukan CT scan paru-paru
meliputi penghasilan berbagai gambaran X-ray, yang disebut dengan
irisan yang dilakukan di dada atau abdomen bagian atas pasien. Irisan-
irisan tersebut kemudian dimasukkan kedalam komputer untuk melihat
gambaran akhir yang dapat dilihat dari berbagai sudut, sisi, dan
bidang. Tidak seperti prosedur X-ray tradisional, CT scan
menyediakan gambaran yang lebih rinci dan akurat yang menunjukkan
hingga abnormalitas atau ketidakteraturan yang bersifat minor.
Selain itu, CT scan paru-paru lebih berguna untuk mendiagnosis
tumor paru apabila dibandingkan dengan X-ray standar pada dada.
Itulah mengapa CT scan paru-paru digunakan untuk menentukan
lokasi, ukuran, dan bentuk dari pertumbuhan kanker. Prosedur
pencitraan ini juga dapat membantu mengidentifikasi adanya
pembesaran nodus limfa, yang merupakan gejala dari penyebaran sel
kanker dari paru-paru.
3. MRI Dada
Magnetic Resonance Imaging (MRI) atau pencitraan resonansi
magnetik adalah pemeriksaan yang memanfaatkan medan magnet dan

12
energi gelombang radio untuk menampilkan gambar struktur dan organ
dalam tubuh. MRI dapat memberikan gambaran struktur tubuh yang tidak
bisa didapatkan pada tes lain, seperti Rontgen,USG, atau CT scan.
H. Penatalaksanaan Medis
1. Time
Invasif minimal, bersamaan dengan pemberian tekanan udara positif
yang kontinyu.
2. Tekanan udara positif kontinyu
Metode menggunakan respiratory ventilation/CPAP ( Continuous
positive airway pressure )
3. Trakheotomi
Prosedur pembedahan pada leher untuk membuka/membuat saluran
udara langsung melalui sebuah insisi di trakhe (the windpipe).

13
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
BRONKHOMALASIA PADA ANAK
A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas pasien dan penanggung jawab
2. Keluhan Utama
3. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Perawatan Sekarang
1) Penyakit waktu kecil
Riwayat sebelum masuk rumah sakit.
2) Pernah dirawat di rumah sakit
Riwayat apakah pernah anak pernah dirawat dirumah sakit.
3) Obat-obatan yang digunakan
4) Tindakan operasi
Apakah pernah dilakukan operasi.
5) Alergi
6) Kecelakaan
7) Imunisasi
b. Riwayat Keperawatan Kelahiran
1) Pre Natal
Selama kehamilan ibu melakukan pemeriksaan ke bidan lebih dari
6 kali.
2) Intra Natal
3) Post Natal
4) Pengasuh
c. Riwayat Keperawatan Keluarga
d. Riwayat Sosial
1) Yang mengasuh
2) Hubungan dengan anggota keluarga
3) Pembawaan secara umum
4) Lingkungan rumah
e. Riwayat Sosial

14
1) Pola istirahat /tidur
2) Pola kebersihan
3) Pola eliminasi
4. Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaran
b. Nadi
c. Pernafasan
d. Suhu tubuh
e. Kulit
f. Mata :
1) Konjungtiva
2) Sclera
3) Pupil
g. Kepala :
1) Rambut
2) Kulit kepala
h. Hidung
i. Telinga :
1) Daun telinga
2) Liang telinga
3) Fungsi pendengaran
j. Mulut
k. Leher
l. Dada
m. Perut
n. Genetalia
o. Ekstrimitas :
1) Ekstrimitas atas
2) Ekstrimitas bawah

15
B. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh
sekresi, spasme bronchus.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan deformitas tulang rawan.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksia, mual muntah.
4. Resiko tinggi terhadap infeksi.
5. Intoleran aktifitas berhubungan dengan insufisiensi ventilasi dan
oksigenasi.
6. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
proses penyakit.
C. Intervensi Keperawatan
1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh
sekresi, spasme bronchus.
Dx Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Setelah diberikan asuhan 1. Posisikan 1. Melancarkan
keperawatan 1 x 12 jam, pasien untuk pernapasan
diharapkan kerusakan memaksimalka klien.
pertukaran gas teratasi, dengan n ventilasi
kriteria hasil : udara.
- Klien mampu mengeluarkan 2. Lakukan terapi 2. Merilekskan
secret. fisik dada untuk
- RR klien normal 16-20 dada,sesuai memperlancar
x/menit kebutuhan. pernapasan
- Irama pernapasan teratur. klien.
- Kedalaman inspirasi normal. 3. Keluarkan 3. Mengeluarkan
- Oksigenasi pasien adekuat secret dengan secret yang
melakukan menghambat
batuk efektif jalan
atau dengan pernapasan.
melakukan

16
suctioning.
4. Monitor 4. Untuk
frekuensi, mendeteksi
ritme, adanya
kedalaman gangguan
pernapasan. pernapasan.
5. Monitor 5. Mendeteksi
tekanan darah, adanya
nadi, gangguan
temperature, respirasi dan
dan status kardiovaskule
respirasi, sesuai r.
kebutuhan.
6. Monitor 6. Mengecek
respiration rate adanya
dan ritme gangguan
(kedalaman dan pernapasan.
simetrsi).
7. Pertahankan 7. Untuk
kepatenan jalan membuat
napas. klien agar
bernapas
dengan baik
tanpa adanya
gangguan.
8. Berikan posisi 8. Posisi yang
untuk tepat
memfasilitasi menyebabkan
ventilasi yang berkurangnya
memadai tekanan
(misalnya diafragma ke
membukan atas sehingga

17
jalan napas dan ekspresi paru
mengangkat maksimal
kepala tempat sehingga klien
tidur). dapat
bernapas
dengan
leluasa.
9. Pantau pola 9. Sebagai
pernapasan. indikator
adanya
gangguan
napas dan
indikator
dalam
tindakan
selanjutnya.
10. Berikan terapi 10. Untuk
oksigen, jika memperlancar
perlu. pernapasan
klien dan
memenuhi
kebutuhan
oksigen klien.

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan deformitas tulang rawan


Dx Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Setelah diberikan asuhan 1. Posisikan pasien 1. Untuk
keperawatan 3 x 24 jam semi fowler. memaksimalka
menunjukkan keefektifan pola n potensial
napas, dengan kriteria hasil : ventilasi.
- Frekuensi, irama, 2. Auskultasi suara 2. Memonitor
kedalaman pernapasan nafas, catat hasil kepatenan

18
dalam batas normal. penurunan jalan napas.
- Tidak menggunakan otot- daerah ventilasi
otot bantu pernapasan. atau adanya
- Tanda-tanda vital dalam suara adventif.
rentang normal (tekanan 3. Monitor 3. Memonitor
darah, nadi, pernapasan) pernapasan dan respirasi dan
(TD 120-90/90-60 mmHg, status oksigen keadekuatan
nadi 80-100 x/menit, RR : yang sesuai. oksigen.
16-20 x/menit, suhu 36,5- 4. Mempertahankan 4. Menjaga
37-5 0C jalan napas keadekuatan
paten. ventilasi.
5. Kolaborasi 5. Meningkatkan
dalam pemberian ventilasi dan
oksigen terapi. asupan
oksigen.
6. Monitor aliran 6. Menjaga aliran
oksigen. oksigen
mencukupi
kebutuhan
pasien.
7. Monitor 7. Monitor
kecepatan, ritme, keadekuatan
kedalaman dan pernapasan.
usaha pasien saat
bernapas.
8. Catat pergerakan 8. Melihat
dada, simetris apakah ada
atau tidak, obstruksi di
menggunakan salah satu
otot bantu bronkus atau
pernapasan. adanya
gangguan pada

19
ventilasi.
9. Monitor suara 9. Mengetahui
napas seperti adanya
snoring. sumbatan pada
jalan napas.
10. Monitor pola 10. Memonitor
napas : keadaan
bradypnea, pernapasan
tachypnea, klien.
hiperventilasi,
respirasi
kusmaul,
respirasi cheyne-
stoke, dll.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia,


mual muntah.
D Tujuan
Tujuan Umum Intervensi Rasional
X Khusus
Ketidakseimbanga Menurunny 1. Kaji 1. Pasien distress
n nutrisi akan a kebiasaan pernafasan akut,
teratasi dengan kemampuan diet. anoreksia karena
cara: akan teratasi dispnea, produksi
1. Memberikan dalam sputum.
nutrisi adekuat waktu
melalui mulut. kurang dari 2. Auskultas 2. Penurunan bising
2. Memonitori 1x 48 jam i bunyi usus menunjukkan
berat badan ditandai usus. penurunan motilitas
klien. dengan : gaster.
1. Menaikk 3. Berikan 3. Rasa tidak enak,
an berat perawatan bau adalah
badan. oral. pencegahan utama

20
2. Menaika yang dapat
n 1-2 membuat mual dan
kilogram muntah.
melalui 4. Timbang 4. Berguna
mulut berat menentukan
hingga badan kebutuhan kalori
berat sesuai dan evaluasi
badan indikasi. keadekuatan
ideal rencana nutrisi.
tercapai. 5. Konsul 5. Kebutuhan kalori
3. Status ahli gizi. yang didasarkan
nutrisi. pada kebutuhan
4. Kebutuh individu
an memberikan nutrisi
nutrisi maksimal.
terpenuh 6. Berikan 6. Menurunkan
i, oksigen dispnea dan
dengan tambahan meningkatkan
asupan selama energi untuk makan,
kalori makan sehingga dapat
dan sesuai meningkatkan
protein indikasi. masukan.
yang 7. Anjurkan 7. Makanan sedikit
cukup makan dapat menurunkan
setiap sedikit, kelemahan dan
harinya. tetapi meningkatkan
5. Temuan sering. masukan dan
pegkajia mencegah distensi
n fisik gaster.
akan 8. Kaji 8. Mengidentifikasi
kembali riwayat defisiensi menduga
dalam nutrisi, kemungkinan

21
batas termasuk intervensi.
normal. makanan
6. Penilaia yang
n disukai.
laborator
ium
akan
kembali
ke batas
normal.

4. Resiko tinggi terhadap infeksi.

Dx Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


Setelah diberikan asuhan 1. Monitor 1. Untuk
keperawatan 3 x 2 jam, karakteristik, mengetahui
diharapkan pasien dapat warna, ukuran, keadaan luka
terhindar dari risiko infeksi, cairan, dan bau dan
dengan kriteria hasil : luka. perkembangan
- Integritas kulit klien normal. nya.
- Temperatur kulit klien 2. Rawat luka 2. Agar tidak
normal. dengan konsep terjadi infeksi
- Tidak adanya lesi pada steril. dan terpapar
kulit. oleh kuman
- Tidak ada tanda-tanda atau bakteri.
infeksi. 3. Ajarkan klien 3. Memandirikan
- Menunjukan pemahaman dan keluarga pasien dan
dalam proses perbaikan untuk keluarga.
kulit dan mencegah melakukan
terjadinya cidera berulang. perawatan luka.
- Menunjukkan terjadinya 4. Berikan 4. Agar keluarga
proses penyembuhan luka. penjelasan pasien

22
kepada klien mengetahui
dan keluarga tanda dan
mengenai tanda gejala dari
dan gejala dari infeksi.
infeksi.
5. Kolaborasi 5. Pemberian
pemberian antibiotik
antibiotik. untuk
mencegah
timbulnya
infeksi.
6. Bersihkan 6. Meminimalka
lingkungan n risiko
setelah dipakai infeksi.
klien lain.
7. Instruksikan 7. Meminimalka
pengunjung n patogen
untuk mencuci yang ada di
tangan saat sekeliling
berkunjung dan pasien.
setelah
berkunjung.
8. Gunakan sabun 8. Mengurangi
anti mikroba mikroba
untuk cuci bakteri yang
tangan. dapat
menyebabkan
infeksi.

5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi ventilasi dan


oksigenasi.
Dx Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

23
Setelah diberikan asuhan 1. Kolaborasi 1. Mengkaji
keperawatan 3 x 24 jam, dengan tim setiap aspek
diharapkan kondisi klien stabil kesehatan lain klien
saat aktifitas, dengan kriteria untuk terhadap
hasil : merencanakan, terapi latihan
- Saturasi O2 saat aktivitas monitoring yang
dalam batas normal (95- program direncanakan.
100%). aktivitas klien.
- Nadi saat aktivitas dalam 2. Bantu klien 2. Aktivitas
batas normal (60-100 memilih yang terlalu
x/menit). aktivitas yang berat dan
- RR saat aktivitas dalam sesuai dengan tidak sesuai
batas normal (12-20 kondisi. dengan
x/menit). kondisi klien
- Tekanan darah systole saat dapat
aktivitas dalam batas normal memperburuk
(100-120 mmHg). toleransi
- Tekanan darah diastole saat terhadap
aktivitas dalam batas normal latihan.
(60-80 mmHg). 3. Bantu klien 3. Melatih
- Tidak nampak lelah dan untuk kekuatan dan
lesu. melakukan irama jantung
- Tidak ada penurunan nafsu aktivitas/latiha selama
makan. n fisik secara aktivitas.
- Kualitas tidur dan istirahat teratur.
dalam batas normal. 4. Monitor status 4. Mengetahui
emosional, setiap
fisik dan social perkembanga
serta spiritual n yang
klien terhadap muncul
latihan/aktivita segera setelah
s. terapi

24
aktivitas.
5. Tentukan 5. Mencegah
pembatasan penggunaan
aktivitas fisik energy yang
pada klien. berlebihan
karena dapat
menimbulkan
kelelahan.
6. Tentukan 6. Memudahkan
persepsi klien klien untuk
dan perawat mengenali
mengenai kelelahan dan
kelelahan. waktu untuk
istirahat.
7. Tentukan 7. Mengetahui
penyebab sumber
kelelahan asupan
(perawatan, energy klien.
nyeri,
pengobatan).
8. Anjurkan klien 8. Mencegah
untuk timbulnya
membatasi sesak akibat
aktivitas yang aktivitas fisik
cukup berat yang terlalu
seperti berjalan berat.
jauh, berlari,
mengangkat
beban berat,
dll.

25
6. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Dx Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Setelah diberikan asuhan 1. Mendengarkan 1. Klien dapat
keperawatan 3 x 24 jam, penyebab mengungkap
diharapkan klien tidak kecemasan klien kan penyebab
mengalami kecemasan, dengan penuh kecemasanny
dengan kriteria hasil : perhatian. a sehingga
- Kecemasan pada klien perawat dapat
berkurang dari skala 3 menentukan
menjadi skala 4. tingkat
- Menunjukkan relaksasi dan kecemasan
melaporkan berkurangnya klien dan
ansietas ke tingkat yang menentukan
dapat diatasi. intervensi
- Memahami dan untuk klien
mendiskusikan rasa takut. selanjutnya.
- Menunjukkan 2. Observasi tanda 2. Mengobserva
kewaspadaan akan verbal dan non si tanda
perasaan ansietas dan cara- verbal dari verbal dan
cara sehat untuk kecemasan klien. non verbal
menghadapinya. dari
- Menunjukkan pemecahan kecemasan
masalah dan menggunakan klien dapat
sumber-sumber secara mengetahui
efektif. tingkat
kecemasan
yang klien
alami.
3. Menganjurkan 3. Dukungan
keluarga untuk keluarga
tetap dapat
mendampingi memperkuat

26
klien. mekanisme
koping klien
sehingga
tingkat
ansietasnya
berkurang.
4. Mengurangi atau 4. Pengurangan
menghilangkan atau
rangsangan yang penghilangan
menyebabkan rangsang
kecemasan pada penyebab
klien. kecemasan
dapat
meningkatka
n ketenangan
pada klien
dan
mengurangi
tingkat
kecemasanny
a.
5. Meningkatkan 5. Peningkatan
pengetahuan pengetahuan
klien mengenai tentang
glaucoma. penyakit yang
dialami klien
dapat
membangun
mekanisme
koping klien
terhadap
kecemasan

27
yang
dialaminya.
6. Menginstruksika 6. Teknik
n klien untuk relaksasi
menggunakan yang
teknik relaksasi. diberikan
pada klien
dapat
mengurangi
ansietas.

7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang


proses penyakit.

Dx Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


Setelah diberikan asuhan 1. Monitor 1. Menentukan
keperawatan 1 x 1 jam, kesiapan pasien intervensi
diharapkan terjadi peningkatan sebelum yang tepat
pengetahuan pasien dan dilakukan dan
keluarga, dengan kriteria hasil : kemoterapi. meningkatka
- Pasien/keluarga dapat n kesiapan
menyebutkan kembali tujuan pasien untuk
dan proses kemoterapi. melaksanaka
- Pasien/keluarga dapat n kemoterapi
menyebutkan kembali efek .
terapeutik kemoterapi. 2. Berikan 2. Meningkatka
- Pasien/keluarga dapat informasi n
menyebutkan kembali efek kepada pasien pengetahuan
samping kemoterapi. tentang tujuan dan kesiapan
- Pasien/keluarga dapat dan proses pasien untuk
menyebutkan kembali kemoterapi. menjalani

28
penanganan terhadap efek Berikan kemoterapi.
samping yang timbul akibat informasi
kemoterapi. kepada pasien
dan keluarga
mengenai efek
samping dari
kemoterapi
(mual, muntah,
rambut rontok).
3. Ajarkan pasien 3. Mengurangi
teknik relaksasi kecemasan
untuk dilakukan pasien dan
sebelum meningkatka
dikemoterapi , n kesiapan
saat pasien
dikemoterapi, menjalani
dan setelah kemoterapi.
kemoterapi.
4. Anjurkan pasien 4. Relaksasi
dan keluarga dapat
untuk mengurangi
meminimalisasi kecemasan
rangsangan bau pasien
yang menyengat sebelum
(bau makanan kemoterapi.
yang terlalu
kuat).
5. Anjurkan pasien 5. Meningkatka
untuk diet n kesiapan
bubur dan tidak keluarga
terlalu banyak untuk
mengandung menimalisasi

29
bumbu. efek samping
kemoterapi.
6. Anjurkan pasien 6. Meningkatka
untuk makan n kesiapan
dalam porsi keluarga
yang hangat, untuk
sedikit tapi menimalisasi
sering dan efek samping
menghindari kemoterapi.
makanan yang
pedas.
7. Anjurkan pasien 7. Meningkatka
untuk n kesiapan
mempertahanka keluarga
n intake cairan untuk
sebelum menimalisasi
kemoterapi, efek samping
selama kemoterapi
kemoterapi, dan
setelah
kemoterapi.
8. Ajarkan klien 8. Meningkatka
teknik non n kesiapan
farmakologi keluarga
untuk untuk
mengurangi menimalisasi
mual dan efek samping
muntah. kemoterapi
9. Kolaborasi 9. Meningkatka
pemberian obat n kesiapan
antiemetic keluarga
untuk untuk

30
mengurangi menimalisasi
mual dan efek samping
muntah kemoterapi
(Ondansentron
4mg IV).

D. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang
dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria
hasil yang diharapkan (Gordon, 1994, dalam Potter & Perry, 2011).
E. Evaluasi
Merupakan penilaian perkembangan ibu hasil implementasi keperawatan
yang berpedoman kepada hasil dan tujuan yang hendak dicapai. (Mitayani,
2009).

31
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bronkomalasia adalah masalah bawaan yang timbul dari dukungan
tulang rawan berkurang dari saluran udara yang lebih kecil (di bawah trakea,
atau tenggorokan). tulang rawan melemah biasanya menyempit lebih mudah
selama ekspirasi dan memperpanjang waktu, atau mencegah dahak dan
sekresi mnejadi terperangkap. Biasanya banyak menyerang pada anak usia
kurang dari 6 tahun.(Children’s National Health System,2016)
Bronchomalasia paling sering terjadi pada saat lahir (kongenital) dan
mungkin berhubungan dengan kondisi lain. Saat ini, tidak diketahui mengapa
tulang rawan tidak terbentuk dengan baik.
Bronkomalasia terdapat 2 jenis yaitu bronkomalasia primer dan
bronkomalasia sekunder. Bronkomalais primer disebabkan oleh defisiensi
pada cincin kartilago diklasifikasikan sebagai kongenital sedangkan
bronkomalasia sekunder merupakan kelainan didapat (bukan kongenital)
disebabkan oleh kompresi ekstrinsik (luar), dapat dari pelebaran pembuluh-
pembuluh darah, cincin vascular, atau kista bronkogenik.
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan bronkoskopi, CT-
Scan dada, dan MRI dada. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain
pneumonia,bronchitis, polychondritis, dan asma.
B. Saran
Penulis mengetahui bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna
sehingga penulis mengharapkan saran atau kritik yang membangun dari
pembaca sehingga makalah ini bisa mendekati kata sempurna.Opini dari para
pembaca sangat berarti bagi kami guna evaluasi untuk menyempurnakan
makalah ini.

32
33
DAFTAR PUSTAKA
T. Heather Herdman, Alih Bahasa, Made Sumarwati, dan Nike Budhi Subekti ,
2012, NANDA International Diagnosa Keperawatan: Definisi, Dan
Klasifikasi 2012-2014/Editor,Jakarta,EGC.
Moorhed, (et al), 2013,Nursing Outcomes Classifications (NOC) 5th Edition,.
Missouri: Mosby Elsevier.
Gloria M, Bulechek, (et al),2013,Nursing Interventions Classifications (NIC) 6th
Edition, Missouri: Mosby Elsevier.
Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C.
Geisser,2000,Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta:EGC
Children’s National Health System 2016,Situation analysis, New York.
Departemen Kesehatan, 2016,Hari kelainan bawaan sedunia cegah bayi lahir
cacat dengan pola hidup sehat., (Diakses 11 Mei 2019) Dari URL :
http://www.depkes.go.id/article/print/16030300001/3-maret-hari-
kelainan-bawaansedunia-cegah-bayi-lahir-cacat-dengan-pola-hidup-
sehat-.html.
Departemen Kesehatan, 2014, Kondisi Pencapaian Program Kesehatan Anak
Indonesia, Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI,Jakarta.

34

Anda mungkin juga menyukai