Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN HEMOFILI DAN POSITIF


COVID 19 RUANG HEMATO-ONKOLOGI

Untuk Memenuhi Tugas Profesi Keperawatan Anak


Program Profesi Ners

DISUSUN OLEH :
MUHAMMAD FAISAL
NIM : 11194691910045

PROGRAM PROFESI NERS

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS SARI MULIA

BANJARMASIN

2020
LEMBAR PERSETUJUAN

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN HEMOFILIA DAN POSITIF


COVID 19 RUANG HEMATO-ONKOLOGI

Tanggal April 2020

Disusun oleh :
Muhammad Faisal
NIM : 11194691910045

Banjarmasin, April 2020


Mengetahui,
Preseptor Klinik,

(Umi Hanik Fetriyah, S.Kep. Ns., M. Kep)


NIK. 1166042009023
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL KASUS : Asuhan Keperawatan Anak Dengan


Hemofilia Dan Covid 19 diruang Hemato-Onkologi
NAMA MAHASISWA : Muhammad Faisal
NIM : 111946919100346

Banjarmasin, April 2020

Menyetujui,

Program Studi Profesi Ner


Preseptor Akademik (PA)

Umi Hanik Fetriyah, S.Kep. Ns., M. Kep


NIK. 1166042009023

Mengetahui,
Ketua Jurusan Profesi Ners
Fakultas Kesehatan
Universitas Sari Mulia Banjarmasin

Mohammad Basit, S.Kep., Ns., MM


NIK. 1166102012053
LAPORAN PENDAHULUAN

ANAK DENGAN HEMOFILI

A. DEFENISI

Hemofilia adalah gangguan pendarahan yang disebabkan oleh

defisiensi herediter dan faktor darah esensial untuk koagulasi, gangguan

koagulasi kogenital paling sering dan serius. Hemofilia A dan B adalah suatu

penyakit perdarahan heterogen yang diturunkan dengan pola X-linked resesif yang

menyebabkan penurunan kerja atau jumlah faktor pembekuan VIII dan IX.

B. KLASIFIKASI HEMOFILIA

Hemofilia terbagi atas dua jenis, yaitu :

1. Hemofilia A yang dikenal juga dengan nama :

a. Hemofilia klasik : karena jenis hemofilia ini adalah yang paling banyak

kekurangan faktor pembekuan pada darah.

b. Hemofilia kekurangan faktor VIII : terjadi karena kekurangan faktor 8

( Faktor VIII ) protein pada darah yang menyebabkan masalah pada

proses pembekuan darah.

2. Hemofilia B yang dikenal juga dengan nama :

a. Christmas disease : karena ditemukan untuk pertama kalinya pada

seorang yang bernama Steven Christmas asal Kanada.

b. Hemofilia kekurangan faktor IX : Terjadi karena kekurangan faktor 9

( Faktor IX ) protein pada darah yang menyebabkan masalah pada

prosese pembekuan darah.

Klasifikasi Hemofili menurut berat ringannya penyakit:

1. Defisiensi berat:

Kadar faktor VIII 0-2% dari normal


Terjadi hemartros dan perdarahan berat berulang

2. Defisiensi sedang:

Kadar faktor VIII 2-5 % dari normal

Jarang menyebabkan kelainan ortopedik

Jarang terjadi hemartros dan perdarahan spontan

3. Defisiensi ringan:

Kadar faktor VIII 5-25 % dari normal

Mungkin tidak  terjadi hemartros dan perdarahan spontan lain,

tetapi dapat menyebabkan perdarahan serius bila terjadi

trauma / luka yg tidak berat / proses pembedahan.

4. Subhemofilia

Kadar faktor 25-50% dari normal. Tidak mengakibatkaan

perdarahan, kecuali bila penderita mengalami trauma hebat

dan pembedahan yang luas.

C. ETIOLOGI

1.    Faktor congenital

Bersifat resesif autosomal herediter. Kelainan timbul akibat sintesis faktor

pembekuan darah menurun. Gejalanya berupa mudahnya timbul kebiruan

pada kulit atau perdarahan spontan atau perdarahan yang berlebihan

setelah suatu trauma.

Pengobatan : dengan memberikan plasma normal atau konsetrat faktor

yang kurang atau bila perlu diberikan transfusi darah.

2.   Faktor didapat.

Biasanya disebabkan oleh defisiensi faktor II ( protombin ) yang terdapat

pada keadaan berikut :


Neonatus, karena fungsi hati belum sempurna sehingga pembekuan faktor

darah khususnya faktor II mengalami gangguan. Pengobatan : umumnya

dapat sembuh tanpa pengobatan atau dapat diberikan.

Terjadi Luka Trombasit Pecah

Mengakibatkan

Trombokinase
Mengaktifkan

Protombin

Dengan Bantuan
Vit K dan Ion Ca2+

Trombin
Mengaktifkan

Fibrinogen Benang Fibrin

Luka Tertutup

D. PATOFISIOLOGI

Perdarahan karena gangguan pada pembekuan biasanya terjadi pada

jaringan yang letaknya dalam seperti otot, sendi, dan lainya yang dapat terjadi

kerena gangguan pada tahap pertama, kedua dan ketiga, disini hanya akan di

bahas gangguan pada tahap pertama, dimana tahap pertama tersebutlah yang

merupakan gangguan mekanisme pembekuan yang terdapat pada hemofili A

dan B. Perdarahan mudah terjadi pada hemofilia, dikarenakan adanya gangguan

pembekuan, di awali ketika seseorang berusia ± 3 bulan atau saat – saat akan
mulai merangkak maka akan terjadi perdarahan awal akibat cedera ringan,

dilanjutkan dengan keluhan-keluhan berikutnya. Hemofilia juga dapat

menyebabkan perdarahan serebral, dan berakibat fatal. Rasionalnya adalah

ketika mengalami perdarahan, berarti terjadi luka pada pembuluh darah (yaitu

saluran tempat darah mengalir keseluruh tubuh) → darah keluar dari pembuluh.

Pembuluh darah mengerut/ mengecil → Keping darah (trombosit) akan menutup

luka pada pembuluh→Kekurangan jumlah factor pembeku darah tertentu,

mengakibatkan anyaman penutup luka tidak terbentuk sempurna→darah tidak

berhenti mengalir keluar pembuluh → perdarahan (normalnya: Faktor-faktor

pembeku darah bekerja membuat anyaman (benang - benang fibrin) yang akan

menutup luka sehingga darah berhenti mengalir keluar pembuluh)

Proses pembekuan darah atau koagulasi adalah proses kompleks, di

mana darah membentuk gumpalan (bekuan darah) guna menutup dan

memulihkan luka, serta menghentikan pendarahan Berikut adalah proses

pembekuan darah dari awal hingga akhir :

1. Trombosit membentuk sumbatan

Trombosit bereaksi ketika pembuluh darah rusak atau ada luka. Mereka

menempel pada dinding daerah yang luka dan bersama-sama

membentuk sumbatan. Sumbatan dibentuk guna menutup bagian yang

rusak, agar menghentikan darah yang keluar. Trombosit juga melepaskan

bahan kimia untuk menarik lebih banyak trombosit dan sel-sel lain untuk

melanjutkan tahap berikutnya.

2. Pembentukan bekuan darah

Faktor-faktor pembekuan memberi sinyal terhadap satu sama lain, untuk

melakukan reaksi berantai yang cepat. Reaksi ini dikenal sebagai

kaskade koagulasi. Pada tahap akhir kaskade ini, faktor koagulasi yang
disebut trombin mengubah fibrinogen menjadi helai-helai fibrin. Fibrin

bekerja dengan cara menempel pada trombosit untuk membuat jaring

yang memerangkap lebih banyak trombosit dan sel. Gumpalan (bekuan)

pun menjadi lebih kuat dan lebih tahan lama.

3. Penghentian proses pembekuan darah

Setelah bekuan darah terbentuk dan perdarahan terkendali. Protein-

protein lain akan menghentikan faktor pembekuan, agar gumpalan tidak

berlanjut lebih jauh dari yang diperlukan.

4. Tubuh perlahan-lahan membuang sumbatan

Ketika jaringan kulit yang rusak sembuh, otomatis sumbatan tidak

diperlukan lagi. Helai fibrin pun hancur, dan darah mengambil kembali

trombosit dan sel-sel dari bekuan darah.


PATWHAY
HEMOFILI

Faktor Kongiental: Genetik Faktor Lainnya : Defisiensi Vit. K

Faktor Genetik Defisiensi Vit. K

G3 pembentukan faktor VIII. IX


Penurunan sintesis
faktor VIII dan IX
G3 proses koagulasi
Faktor X tdk teraktivasi

Luka tidak tertutup


Pemanjangan APTT

pendarahan
Trombin lama terbentuk

Stabilitas fibrin tdk memadai

Pendarahan

Darah sukar membeku

HEMOFILIA

Kehilangan banyak darah Kumpulan Vasokonstriksi Absorpsi usus


trombosit pembuluh darah otak menurun
menurun
Hb menurun
Defisit faktor Sari makanan
Sirkulasi darah ke
pembekuan darah tdk dpt diserap
Aliran darah dan O2 jantung menurun
ke paru menurun
Iskemik miokard
Nekrosis jaringanNutrisi
orak kurang dr
Hipoksia
kebutuhan
Pengisian Vulume
Dispneu letargi
sekuncup menurun

Ketidak efektipan Cardiac Ocput Tambhakan CRT Resiko cedera


pola nafas menurun memanjang Nyeri
E.MANIFESTASI

resiko syok hipovolemik


Penurunan gngguang perfusi
curah jantung jaringan perifer
1. Masa bayi ( untuk diagnosis ).

a. Perdarahan berkepanjangan setelah sirkumsisi.

b. Ekimosis sudkutan diatas tonjolan – tonjolan tulang (saat berumur 3 – 4

bulan ).

c. Hematoma besara setelah infeksi.

d. Perdarahan dari mukosa oral.

e. Perdarahan jaringan lunak.

2. Episode perdarahan ( selama rentang hidup ).

a. Gejala awal, yaitu nyeri.

b. Setelah nyeri, yaitu bengkak, hangat dan penurunan mobilitas.

3. Sekuela jangka panjang.

Perdarahan berkepanjangan dalam otot dapat menyebabkan kompresi saraf

dan fibrosis otot.

F. KOMPLIKASI

1.  Timbulnya inhibitor.

Inhibitor adalah cara tubuh untuk melawan apa yang dilihatnya sebagai

benda asing yang masuk. Hal ini berarti segera setelah konsetrat faktor

diberikan tubuh akan melawan dan akan menghilangnya. Suatu inhibitor

terjadi jika sistem kekebalan tubuh melihat konsetrat faktor VIII atau faktor

IX sebagai benda asing dan menghancurkanya. Pada penderita hemofilia

dengan inhibitor terhadap konsetrat faktor, reaksi penolakkan mulai terjadi

segera setelah darah diinfuskan. Ini berarti konsetrat faktor dihancurkan

sebelum ia dapat menghentikan pendarahan.

2.  Kerusakan sendi akibat pendarahan berulang.


Kerusakan sendi adalah kerusakan yang disebabkan oleh perdarahan

berulang didalam dan disekitar rongga sendi. Kerusakan yang menetap

dapat di sebabkan oleh satu kali pendarahan yang berat ( Hemarthrosis ).

3.   Infeksi yang ditularkan oleh darah.

Komplikasi hemofilia yang paling serius adalah infeksi yang ditularkan oleh

darah.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Waktu tromboplastin parsia ( PTT ) atau waktu tromboplastin parsial

teraktivasi (APTT) adalah tes darah yang mencirikan pembekuan darah,

waktu pemebkuan darah normalnya adalah 120 – 300 detik.

2. Uji skining untuk koagulasi darah.

a. Jumlah trombosi ( normal 150.000 – 450.000 per mm3 darah ).

b. Masa protombin ( normal memerlukan waktu 11 – 13 detik ).

c. Masa tromboplastin parsial ( meningkat, mengukut keadekuatan

faktor koagulasi intrinsik ).

d. Fungsional terhadap faktor VII dan IX ( memastikan diagnosis )

e. Masa pembekuan trombin ( normalnya 10 – 13 detik ).

3. Biopsi hati : digunakan untuk memperoleh jaringan untuk pemeriksaan

patologi dan kultur.

4.  Uji fungsi feal hati : digunakan untuk mendeteksi adanya penyakit hati

( misalnya, serum glutamic – piruvic trasaminase [ SPGT ], serum glutamic

– oxaloacetic transaminase [ SGOT ], fosfatase alkali, bilirubin ).

H. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Medis.

a. Diberikan infus kriopresipitas yang mengandung 8 sampai 100 unit

faktor VIII setiap kantongnya.

b. Berikan AHF pada awal perdarahan untuk mengontrol Hematosis.

c. Berikan analgetik dan kortikosteroid untuk dapat mengurangi nyeri

sendi dan kemerahan pada hemofilia ringan.

d. Jika dalam darah terdapat antibodi, maka dosis plasma

konsenratnya dinaikan atau diberikan faktor pembekuan yang yang

berbeda atau obat – obatan untuk mengurangi kadar antibodi.

2. Penatalaksanaan Keperawatan.

a. Memperhatikan perawatan gigi agar tidak mengalami pencabutan

gigi.

b. Istirahatkan anggota tubuh dimana ada luka.

c. Gunakan alat bantu seperti tongkat bila kaki mengalami perdarahan.

d. Kompreslah bagian tubuh yang terluka dan daerah sekitar dengan

es.

e. Tekan dan ikat, sehingga bagian tubuh yang mengalami perdarahan

tidak bergerak ( immobilisasi ).

f. Letakkan bagian tubuh tersebut dalam posisi lebih tinggi dari posisi

dada dan letakkan diatas benda yang lembut.

II. COVID 19
A. Definisi

Corona Virus Disiase merupakan virus RNA strain tunggal positif,

berkapsul dan tidak bersegmen. Coronavirus tergolong ordo Nidovirales,

keluarga Coronaviridae. Coronaviridae dibagi dua subkeluarga dibedakan

berdasarkan serotipe dan karakteristik genom. Terdapat empat genus

yaitu alpha coronavirus, betacoronavirus, deltacoronavirus dan gamma

coronavirus (Huang Z et al. 2020; Wang Z et al. 2020; Fehr Ar & Perlman

S. 2015).

B. Karakteristik

Coronavirus memiliki kapsul, partikel berbentuk bulat atau elips,

sering pleimorfik dengan diameter sekitar 50-200m (Wang Z et al. 2020).

Semua virus ordo Nidovirales memiliki kapsul, tidak bersegmen, dan virus

positif RNA serta memiliki genom RNA sangat panjang (Fehr Ar &

Perlman S. 2015). Struktur coronavirus membentuk struktur seperti kubus

dengan protein S berlokasi di permukaan virus. Protein S atau spike

protein merupakan salah satu protein antigen utama virus dan merupakan

struktur utama untuk penulisan gen. Protein S ini berperan dalam

penempelan dan masuknya virus kedalam sel host (interaksi protein S

dengan reseptornya di sel inang) (Wang Z et al. 2020; Fehr Ar & Perlman

S. 2015).
Gambar 2.1. Struktur Coronaviru Korsman, et all. 2012)

Sumber: https://mediaindonesia.com/read/detail/290940-
menyibak-tabir-covid-19

C. Prognosis & Patofisiologi

Kebanyakan Coronavirus menginfeksi hewan dan bersirkulasi

di hewan. Coronavirus menyebabkan sejumlah besar penyakit pada

hewan dan kemampuannya menyebabkan penyakit berat pada

hewan seperti babi, sapi, kuda, kucing dan ayam. Coronavirus

disebut dengan virus zoonotik yaitu virus yang ditransmisikan dari

hewan ke manusia. Banyak hewan liar yang dapat membawa

patogen dan bertindak sebagai vektor untuk penyakit menular

tertentu (Huang Z et al. 2020; Wang Z et al. 2020; Fehr Ar & Perlman

S. 2015).

Kelelawar, tikus bambu, unta dan musang merupakan host

yang biasa ditemukan untuk Coronavirus. Coronavirus pada


kelelawar merupakan sumber utama untuk kejadian severe acute

respiratory syndrome (SARS) dan Middle East respiratory syndrome

(MERS) (Korsman, et al. 2012; Li W. et al. 2005). Namun pada

kasus SARS, saat itu host intermediet (masked palm civet atau

luwak) justru ditemukan terlebih dahulu dan awalnya disangka

sebagai host alamiah. Barulah pada penelitian lebih lanjut ditemukan

bahwa luwak hanyalah sebagai host intermediet dan kelelawar tapal

kuda (horseshoe bars) sebagai host alamiahnya (Guan, Y. Et al.

2003; Tn. C. Et al. 2004). Secara umum, alur Coronavirus dari hewan

ke manusia dan dari manusia ke manusia melalui transmisi kontak,

transmisi droplet, rute feses dan oral (Wang Z. Et al. 2020).

Berdasarkan penemuan, terdapat tujuh tipe Coronavirus yang

dapat menginfeksi manusia saat ini yaitu dua alphacoronavirus (229E

dan NL63) dan empat betacoronavirus, yakni OC43, HKU1, Middle

East respiratory syndrome-associated coronavirus (MERS-CoV), dan

severe acute respiratory syndrome-associated coronavirus (SARS-

CoV). Yang ketujuh adalah Coronavirus tipe baru yang menjadi

penyebab kejadian luar biasa di Wuhan, yakni Novel Coronavirus

2019 (2019-nCoV). Isolat 229E dan OC43 ditemukan sekitar 50 tahun

yang lalu. NL63 dan HKU1 diidentifikasi mengikuti kejadian luar biasa

SARS. NL63 dikaitkan dengan penyakit akut laringotrakeitis (croup)

(Huang C. Et al. 2020)

Coronavirus terutama menginfeksi dewasa atau anak usia lebih

tua, dengan gejala klinis ringan seperti common cold dan faringitis

sampai berat seperti SARS atau MERS serta beberapa strain

menyebabkan diare pada dewasa. Infeksi Coronavirus biasanya

sering terjadi pada musim dingin dan semi. Hal tersebut terkait
dengan faktor iklim dan pergerakan atau perpindahan populasi yang

cenderung banyak perjalanan atau perpindahan. Selain itu, terkait

dengan karakteristik Coronavirus yang lebih menyukai suhu dingin

dan kelembaban tidak terlalu tinggi (Fehr AR & Perlmen S. 2015).

Semua orang secara umum rentan terinfeksi. Pneumonia

Coronavirus jenis baru dapat terjadi pada pasien immunocompromis

dan populasi normal, bergantung paparan jumlah virus. Jika kita

terpapar virus dalam jumlah besar dalam satu waktu, dapat

menimbulkan penyakit walaupun sistem imun tubuh berfungsi normal.

Orang-orang dengan sistem imun lemah seperti orang tua, wanita

hamil, dan kondisi lainnya, penyakit dapat secara progresif lebih

cepat dan lebih parah. Infeksi Coronavirus menimbulkan sistem

kekebalan tubuh yang lemah terhadap virus ini lagi sehingga dapat

terjadi re-infeksi (Wang Z. Et al. 2020).

D. Manifestasi Klinis

Berikut sindrom klinis yang dapat muncul jika terinfeksi:

1. Tidak berkomplikasi

Kondisi ini merupakan kondisi teringan. Gejala yang muncul

berupa gejala yang tidak spesifik. Gejala utama tetap muncul

seperti demam, batuk, dapat disertai dengan nyeri tenggorok,

kongesti hidung, malaise, sakit kepala, dan nyeri otot. Perlu

diperhatikan bahwa pada pasien dengan lanjut usia dan pasien

immunocompromises presentasi gejala menjadi tidak khas atau

atipikal. Selain itu, pada beberapa kasus ditemui tidak disertai

dengan demam dan gejala relatif ringan. Pada kondisi ini pasien
tidak memiliki gejala komplikasi diantaranya dehidrasi, sepsis atau

napas pendek.

2. Pneumonia ringan

Gejala utama dapat muncul seperti demam, batuk, dan sesak.

Namun tidak ada tanda pneumonia berat. Pada anak-anak dengan

pneumonia tidak berat ditandai dengan batuk atau susah

bernapas

3. Pneumonia berat

Gejala yang muncul diantaranya demam atau curiga infeksi

saluran napas. Tanda yang muncul yaitu takipnea (frekuensi

napas: > 30x/menit), distress pernapasan berat atau saturasi

oksigen pasien <90% udara luar.

4. Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)

Onset: baru atau perburukan gejala respirasi dalam 1 minggu

setelah diketahui kondisi klinis. Derajat ringan beratnya ARDS

berdasarkan kondisi hipoksemia. Hipoksemia didefinisikan

tekanan oksigen arteri (PaO₂) dibagi fraksi oksigen inspirasi (FIO₂)

kurang dari< 300 mmHg.

5. Sepsis

Sepsis merupakan suatu kondisi respons disregulasi tubuh

terhadap suspek infeksi atau infeksi yang terbukti dengan disertai

disfungsi organ. Tanda disfungsi organ perubahan status mental,

susah bernapas atau frekuensi napas cepat, saturasi oksigen

rendah, keluaran urin berkurang, frekuensi nadi meningkat, nadi

teraba lemah, akral dingin atau tekanan darah rendah, kulit

mottling atau terdapat bukti laboratorium koagulopati,

trombositopenia, asidosis, tinggi laktat atau hiperbilirubinemia.


E. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan diantaranya:

1. Pemeriksaan radiologi: foto toraks, CT-scan toraks, USG

toraks Pada pencitraan dapat menunjukkan: opasitas

bilateral, konsolidasi subsegmental, lobar atau kolaps paru

atau nodul, tampilan ground- glass. Pada stage awal, terlihat

bayangan multiple plak kecil dengan perubahan intertisial

yang jelas menunjukkan di perifer paru dan kemudian

berkembang menjadi bayangan multiple ground-glass dan

infiltrate di kedua paru. Pada kasus berat, dapat ditemukan

konsolidasi paru bahkan “white-lung” dan efusi pleura

(jarang).

2. Pemeriksaan spesimen saluran napas atas dan bawah

Saluran napas atas dengan swab tenggorok (nasofaring dan

orofaring). Saluran napas bawah (sputum, bilasan bronkus,

BAL, bila menggunakan endotrakeal tube dapat berupa

aspirat endotrakeal)

3. Bronkoskopi

4. Pungsi pleura sesuai kondisi

5. Pemeriksaan kimia darah

a) Darah perifer lengkap

Leukosit dapat ditemukan normal atau menurun; hitung

jenis limfosit menurun. Pada kebanyakan pasien LED

dan CRP meningkat.

b) Analisa Gas Darah

6. Biakan mikroorganisme dan uji kepekaan dari bahan saluran


napas (sputum, bilasan bronkus, cairan pleura) dan darah.

Kultur darah untuk bakteri dilakukan, idealnya sebelum

terapi antibiotik. Namun, jangan menunda terapi antibiotik

dengan menunggu hasil kultur darah).

7. Pemeriksaan feses dan urin (untuk investasigasi

kemungkinan penularan).

F. Penatalaksanaan

Deteksi dini dan pemilahan pasien yang berkaitan dengan infeksi

COVID-19 harus dilakukan dari mulai pasien datang ke Rumah Sakit.

Triase merupakan garda terdepan dan titik awal bersentuhan dengan

Rumah Sakit sehingga penting dalam deteksi dini dan penangkapan

kasus. Selain itu, Pengendalian Pencegahan Infeksi (PPI) merupakan

bagian vital terintegrasi dalam managemen klinis dan harus diterapkan

dari mulai triase dan selama perawatan pasien.

Pada saat pasien pertama kali teridentifikasi, isolasi pasien

di rumah atau isolasi rumah sakit untuk kasus yang ringan. Pada kasus

yang ringan mungkin tidak perlu perawatan di rumah sakit, kecuali ada

kemungkinan perburukan cepat. Semua pasien yang dipulangkan

diinstruksikan untuk kembali ke rumah jika sakit memberat atau

memburuk.

Beberapa upaya pencegahan dan kontrol infeksi perlu diterapkan

prinsip-prinsip yaitu hand hygiene, penggunaan alat pelindung diri

untuk mencegah kontak langsung dengan pasien (darah, cairan tubuh,

sekret termasuk sekret pernapasan, dan kulit tidak intak), pencegahan

tertusuk jarum serta benda tajam, managemen limbah medis,

pembersihan dan desinfektan peralatan di RS serta pembersihan

lingkungan RS. Pembersihan dan desinfektan berdasarkan


karakteristik Coronavirus yaitu sensitif terhadap panas dan secara

efektif dapat diinaktifkan oleh desinfektan mengandung klorin, pelarut

lipid dengan suhu 56℃ selama 30 menit, eter, alkohol, asam

perioksiasetat dan kloroform. klorheksidin tidak efektif dalam

menonaktifkan virus.

G. Pencegahan

Adapun pencegahan yang dapat dilakukan perawat untuk

mengurangi penularan infeksi COVID- 19 yaitu:

1) Lakukan hand hygiene

2) Jaga jarak minimal 1 meter,

3) Gunakan masker bedah ketika satu ruangan sama dengan pasien

4) Buang benda segera setelah digunakan, cuci tangan setelah

kontal dengan sekret saluran napas

5) Hindari kontak dengan cairan tubuh, secret mulut atau saluran

napas

6) Mempertahankan diet yang sehat dengan makanan yang

dijadwalkan secara rutin

7) Usahakan mencari waktu luang untuk mengurus diri sendiri sambil

mengurus pasien Anda.

8) Berbagi pengalaman dengan mentor, senior atau guru anda

9) Luangkan waktu untuk bersantai dan mengisi hari dengan

kegiatan yang menyenangkan.

10) Selalu menjaga keseimbangan antara bekerja dan bermain.

11) Selalu pupuk berpikir positif. Serta menetapkan harapan tinggi

dan bekerja dengan baik. Hindari orang-orang bersikap negatif

Jangan cemas yang berlebihan.


I. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengumpulan Data
a. Anamnesa
1) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa
yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa
medis.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah
rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan
lamanya serangan.
3)  Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan
sebab dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat
rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi
terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan
kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena.
Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya
kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab
fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut
akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker
tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur
patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu,
penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko
terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur,
seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada
beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetik
6) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat
serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-
harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat
7) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan
terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus menjalani
penatalaksanaan kesehatan untuk membantu
penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga
meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat
steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium,
pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu
keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga
atau tidur
b) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi,
protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien
bisa membantu menentukan penyebab masalah
muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari
nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein
dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan
faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama
pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat
degenerasi dan mobilitas klien.
c) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada
pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji
frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola
eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji
frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada
kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. Pola
Tidur dan Istirahat. Semua klien fraktur timbul rasa nyeri,
keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu
pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,
kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan
obat tidur.
d) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua
bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan
klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang
perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama
pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan
beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan
yang lain
e) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap
f)Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul
ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa
cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang
salah (gangguan body image)
g) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada
bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak
timbul gangguan. begitu juga pada kognitifnya tidak
mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri
akibat fraktur
h) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa
melakukan hubungan seksual karena harus menjalani
rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status
perkawinannya termasuk jumlah anak, lama
perkawinannya
i) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan
dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan
fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien
bisa tidak efektif.
j)Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan
beribadah dengan baik terutama frekuensi dan
konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien

b. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status
generalisata) untuk mendapatkan gambaran umum dan
pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk dapat
melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana
spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit
tetapi lebih mendalam.
1)    Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
a)  Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah
tanda-tanda,
b)  Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
(1)     Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma
meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan.
(2)    Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris,
tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
(3)    Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan,
reflek menelan ada.
(4)    Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada
perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris,
tak oedema.
(5)   Mata
Terdapat gangguan seperti konjungtiva anemis (jika
terjadi perdarahan)
(6) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan
normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.
(7)    Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
(8)    Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi
perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
(9)    Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada
simetris.
(10)  Paru
(a)    Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya
tergantung pada riwayat penyakit klien yang
berhubungan dengan paru.
(b)   Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba
sama.
(c)    Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara
tambahan lainnya.
(d)   Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara
tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
(11)   Jantung
(a)   Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
(b)   Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
(c)    Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
(12)  Abdomen
(a)    Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
(b)   Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak
teraba.
(c)    Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
(d)   Auskultasi
Peristaltik usus normal  20 kali/menit.
(13) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB

2.      DIAGNOSA KEPERAWATAN


a. Ketidak efektipan pola napas b/d Hipoksia
b. Ketidakefektipan perfusi jaringan perifer b/d CO menurun
c. Nyeri b.d perdarahan dalam jaringan dan sendi
d. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan akibat
perdarahan ditandai dengan mukosa mulut kering,turgor kulit lambat
kembali.
e. Defisit pengetahuan b.d proses penyakitnya
INTERVESI KEPERAWATAN
Dx Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan (NOC) (NIC)

Ketidakefektif Manajemen jalan nafas


an pola nafas Setelah dilakukan tindakan
b/d Hipoksia keperawatan selama 1x15 1. Monitor adanya kecemasan
menit, diharapkan
ketidakefektifan  pola nafas  pasien terhadap oksigenasi
pada klien dapat teratasi
dengan 2. Monitor vital sign
 Respiratory
3. Informasikan pada pasien
status: ventiolation dan keluarga tentang
tehnik relaksasi untuk
 Respiratory status:
memperbaiki
Airway patency
 pola nafas.
 Vital sign status
4. Posisikan
pasien untuk
kriteria Hasil : memaksimalkan ventilasi
1. Irama pernafasan klien 5. Buka jalan napas dengan
normal teknik chin lif/ jaw thrust,
2. Tidak ada sebagaimana mestinya
penggunaan otot 6. Instruksikan
bantu nafas
bagaimana melakukan
3. Tidak ada suara napas batuk efektif
tambahan 7. Lakukan penyedotan
4. Tidak ada sianosis melalui endotrachea atau
nasotrachea sebagaimana
mestinya
Monitor pernapasan

1. Monitor status
pernafasan dan
oksigenasi
sebagaimana mestinya
2. Kolaborasi dengan tim
dokter mengenai kelola
pemberian
 bronkodilator atau
nebulizer

Ketidakefektipa Circulation status Observasi status hidrasi


 
n perfusi  Electrolite and Acid (kelembaban membran mukosa, TD
jaringan perifer  Base Balance  
 Fluid Balance NIC
b/d CO
 Hidration Peripheral Sensation
menurun  issue Prefusion : renal Management 
 Urinari elimination (Manajemen sensasi perifer)
  1. Monitor adanya daerah
Setelah dilakukan asuhan tertentu yang hanya peka
  terhadap
Selama 1 x 30 menit panas/dingin/tajam/tumpul
ketidakefektifan perfusi 2. Monitor adanya paretese
jaringan renal teratasi dengan 3. lnstruksikan keluarga untuk
kriteria hasil: mengobservasi kulit jika ada
1. Tekana systole dan isi atau laserasi
diastole dalam batas 4. Gunakan sarung tangan
normal untuk proteksi
2. Tidak ada gangguan 5. Batasi gerakan pada kepala,
mental leher dan punggung
3. Tidak ada tanda tanda 6. Monitor kemampuan BAB
peningkatan tekanan 7. Kolaborasi pemberian
intrakranial (tidak lebih analgetik
dari 15 mmHg), 8. Monitor adanya
tromboplebitis
  9. Diskusikan menganai
  penyebab perubahan
sensasi

Nyeri Akut Pain Level Pain Management


berhubungan
dengan Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi reaksi nonverbal
perdarahan keperawatan selama 1x 60 dari ketidaknyamanan
dalam jaringan menit , pasien akan : 2. Ajarkan tentang relaksasi
dan sendi dan distraksi
1. Mampu mengontrol 3. Berikan informasi tentang
nyeri penyebab nyeri dan cara
2. Melaporkan nyeri penangan nyeri
berkurang 4. Berkolaborasi dengan dokter
3. TTV dalam rentan dalam pemberian terapi
normal 5. Evaluasi perubahan perilaku
dan psikologi anak.
6. Kolaborasi dengan tim medis
dalam pemberian analgesik

Nutrisi kurang Status: nutrient intake Nutrition Management


dari kebutuhan
tubuh Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor intake dan ouput
keperawatan selama 1 x 20 makanan dan kaji ada atau
berhubungan menit, pasien akan : tidak alergi makanan
dengan 2. Sediakan makan selagi
Anoreksia 1. Nutrisi pasien mulai hangat
terpenuhi 3. Berikan makanan sedikit tapi
2. Pasien mau untuk sering
makan 4. Jelaskan kepada pasien
3. TTV dalam rentan pentingnya nutrisi bagi
normal proses penyembuhannya
5. Berkolaborasi dengan tim
medis lainnya
Defisit Kwolwedge: health behavior Exercise Management
pengetahuan
berhubungan 1. Pasien mampu paham 1. Mengkaji tingkat pendidikan
dengan proses dengan perjalan pasien
penyakit penyakitnya 2. Ajarkan pasien pentingnya
2. Pasien mampu menjaga kesehatan tubuh
menerapkan apa yang 3. Menjelaskan kepada pasien
jelaskan perawat di tanda dan gejala penyakit
kehidupan sehari harinya pasien dan cara
menanganinya
4. Berkolaborasi dengan tim
medis lainnya kalo perlu
DAFTAR PUSTAKA

Desideria B. Prediksi penyandang hemofilia di Indonesia sekitar 25 ribu.

Liputan 6 website, 11 Des 2016. Diakses dari

https://www.liputan6.com/health/read/2675564/prediksi-penyandang-

hemofilia-di-indonesia-sekitar-25-ribu pada 8 April 2019.

Rahmat. dkk. 2019. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2.Jakarta : Sagung

Seto

Sakurai Y, Takeda T. Acquired hemophilia A: a frequently overlooked

autoimmune hemorrhagic disorder. Journal of Immunology Research.

2014.

spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wpcontent/uploads/2017/04/HO11_Hemofilia-revisi-

1.pdf

Smeltzer, 2014 Rencana Perawatan Maternal, Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai