DISUSUN OLEH :
MUHAMMAD FAISAL
NIM : 11194691910045
FAKULTAS KESEHATAN
BANJARMASIN
2020
LEMBAR PERSETUJUAN
Disusun oleh :
Muhammad Faisal
NIM : 11194691910045
Menyetujui,
Mengetahui,
Ketua Jurusan Profesi Ners
Fakultas Kesehatan
Universitas Sari Mulia Banjarmasin
A. DEFENISI
koagulasi kogenital paling sering dan serius. Hemofilia A dan B adalah suatu
penyakit perdarahan heterogen yang diturunkan dengan pola X-linked resesif yang
menyebabkan penurunan kerja atau jumlah faktor pembekuan VIII dan IX.
B. KLASIFIKASI HEMOFILIA
a. Hemofilia klasik : karena jenis hemofilia ini adalah yang paling banyak
1. Defisiensi berat:
2. Defisiensi sedang:
3. Defisiensi ringan:
4. Subhemofilia
C. ETIOLOGI
2. Faktor didapat.
Mengakibatkan
Trombokinase
Mengaktifkan
Protombin
Dengan Bantuan
Vit K dan Ion Ca2+
Trombin
Mengaktifkan
Luka Tertutup
D. PATOFISIOLOGI
jaringan yang letaknya dalam seperti otot, sendi, dan lainya yang dapat terjadi
kerena gangguan pada tahap pertama, kedua dan ketiga, disini hanya akan di
bahas gangguan pada tahap pertama, dimana tahap pertama tersebutlah yang
pembekuan, di awali ketika seseorang berusia ± 3 bulan atau saat – saat akan
mulai merangkak maka akan terjadi perdarahan awal akibat cedera ringan,
ketika mengalami perdarahan, berarti terjadi luka pada pembuluh darah (yaitu
saluran tempat darah mengalir keseluruh tubuh) → darah keluar dari pembuluh.
pembeku darah bekerja membuat anyaman (benang - benang fibrin) yang akan
Trombosit bereaksi ketika pembuluh darah rusak atau ada luka. Mereka
bahan kimia untuk menarik lebih banyak trombosit dan sel-sel lain untuk
kaskade koagulasi. Pada tahap akhir kaskade ini, faktor koagulasi yang
disebut trombin mengubah fibrinogen menjadi helai-helai fibrin. Fibrin
diperlukan lagi. Helai fibrin pun hancur, dan darah mengambil kembali
pendarahan
Trombin lama terbentuk
Pendarahan
HEMOFILIA
bulan ).
F. KOMPLIKASI
Inhibitor adalah cara tubuh untuk melawan apa yang dilihatnya sebagai
benda asing yang masuk. Hal ini berarti segera setelah konsetrat faktor
terjadi jika sistem kekebalan tubuh melihat konsetrat faktor VIII atau faktor
Komplikasi hemofilia yang paling serius adalah infeksi yang ditularkan oleh
darah.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
4. Uji fungsi feal hati : digunakan untuk mendeteksi adanya penyakit hati
H. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Medis.
2. Penatalaksanaan Keperawatan.
gigi.
es.
f. Letakkan bagian tubuh tersebut dalam posisi lebih tinggi dari posisi
II. COVID 19
A. Definisi
coronavirus (Huang Z et al. 2020; Wang Z et al. 2020; Fehr Ar & Perlman
S. 2015).
B. Karakteristik
Semua virus ordo Nidovirales memiliki kapsul, tidak bersegmen, dan virus
positif RNA serta memiliki genom RNA sangat panjang (Fehr Ar &
protein merupakan salah satu protein antigen utama virus dan merupakan
dengan reseptornya di sel inang) (Wang Z et al. 2020; Fehr Ar & Perlman
S. 2015).
Gambar 2.1. Struktur Coronaviru Korsman, et all. 2012)
Sumber: https://mediaindonesia.com/read/detail/290940-
menyibak-tabir-covid-19
tertentu (Huang Z et al. 2020; Wang Z et al. 2020; Fehr Ar & Perlman
S. 2015).
kasus SARS, saat itu host intermediet (masked palm civet atau
2003; Tn. C. Et al. 2004). Secara umum, alur Coronavirus dari hewan
yang lalu. NL63 dan HKU1 diidentifikasi mengikuti kejadian luar biasa
tua, dengan gejala klinis ringan seperti common cold dan faringitis
sering terjadi pada musim dingin dan semi. Hal tersebut terkait
dengan faktor iklim dan pergerakan atau perpindahan populasi yang
kekebalan tubuh yang lemah terhadap virus ini lagi sehingga dapat
D. Manifestasi Klinis
1. Tidak berkomplikasi
dengan demam dan gejala relatif ringan. Pada kondisi ini pasien
tidak memiliki gejala komplikasi diantaranya dehidrasi, sepsis atau
napas pendek.
2. Pneumonia ringan
bernapas
3. Pneumonia berat
5. Sepsis
(jarang).
aspirat endotrakeal)
3. Bronkoskopi
kemungkinan penularan).
F. Penatalaksanaan
di rumah atau isolasi rumah sakit untuk kasus yang ringan. Pada kasus
yang ringan mungkin tidak perlu perawatan di rumah sakit, kecuali ada
memburuk.
menonaktifkan virus.
G. Pencegahan
napas
1. Pengumpulan Data
a. Anamnesa
1) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa
yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa
medis.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah
rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan
lamanya serangan.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan
sebab dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat
rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi
terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan
kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena.
Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya
kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab
fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut
akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker
tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur
patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu,
penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko
terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur,
seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada
beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetik
6) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat
serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-
harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat
7) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan
terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus menjalani
penatalaksanaan kesehatan untuk membantu
penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga
meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat
steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium,
pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu
keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga
atau tidur
b) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi,
protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien
bisa membantu menentukan penyebab masalah
muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari
nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein
dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan
faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama
pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat
degenerasi dan mobilitas klien.
c) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada
pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji
frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola
eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji
frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada
kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. Pola
Tidur dan Istirahat. Semua klien fraktur timbul rasa nyeri,
keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu
pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,
kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan
obat tidur.
d) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua
bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan
klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang
perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama
pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan
beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan
yang lain
e) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap
f)Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul
ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa
cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang
salah (gangguan body image)
g) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada
bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak
timbul gangguan. begitu juga pada kognitifnya tidak
mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri
akibat fraktur
h) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa
melakukan hubungan seksual karena harus menjalani
rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status
perkawinannya termasuk jumlah anak, lama
perkawinannya
i) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan
dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan
fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien
bisa tidak efektif.
j)Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan
beribadah dengan baik terutama frekuensi dan
konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien
b. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status
generalisata) untuk mendapatkan gambaran umum dan
pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk dapat
melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana
spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit
tetapi lebih mendalam.
1) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
a) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah
tanda-tanda,
b) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
(1) Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma
meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan.
(2) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris,
tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
(3) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan,
reflek menelan ada.
(4) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada
perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris,
tak oedema.
(5) Mata
Terdapat gangguan seperti konjungtiva anemis (jika
terjadi perdarahan)
(6) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan
normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.
(7) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
(8) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi
perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
(9) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada
simetris.
(10) Paru
(a) Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya
tergantung pada riwayat penyakit klien yang
berhubungan dengan paru.
(b) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba
sama.
(c) Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara
tambahan lainnya.
(d) Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara
tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
(11) Jantung
(a) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
(b) Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
(c) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
(12) Abdomen
(a) Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
(b) Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak
teraba.
(c) Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
(d) Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kali/menit.
(13) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB
1. Monitor status
pernafasan dan
oksigenasi
sebagaimana mestinya
2. Kolaborasi dengan tim
dokter mengenai kelola
pemberian
bronkodilator atau
nebulizer
https://www.liputan6.com/health/read/2675564/prediksi-penyandang-
Rahmat. dkk. 2019. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2.Jakarta : Sagung
Seto
2014.
spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wpcontent/uploads/2017/04/HO11_Hemofilia-revisi-
1.pdf