“ BRONKOMALASIA “
Kelompok 1 :
Keperawatan Anak I
A3 Keperawatan Semester 4
Ns. Julita Legi S,Kep.,M,Kep
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA MANADO
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi Bronkomalasia
Malasia napas kongenital adalah salah satu dari beberapa penyebab obstruksi saluran udara
ireversibel pada anak-anak, tetapi kejadian pada populasi umum tidak diketahui. Malasia
nafas berat atau malacia berhubungan dengan sindrom tertentubiasanya diakui dan
didiagnosis awal masa bayi, tetapi informasi tentang fitur klinisanak dengan malacia primer,
sering didiagnosis hanya kemudian di masa kecil,langka (Firdiansyah, 2017).
Bronkomalasia merupakan degenerasi dari jaringan penyangga dan jaringan elastin bronkus.
Kata bronkomalasia juga digunakan untuk kelemahan kartilago pada dinding bronkus,
mengenai anak/bayi diusia dibawah 6 tahun, dapat ditemukan ronchi dan wheezing.
Bronkomalasia dapat dideskripsikan sebagai efek kelahiran pada bronkus ditraktus
respiratorus.
B. Etiologi
Bronkomalasia paling sering terjadi pada saat lahir (kongenital) dan hingga saat ini tidak
diketahui mengapa tulang rawan tidak terbentuk dengan baik (Firdiansyah, 2017).
Bronchomalacia dapat digambarkan sebagai cacat lahir bronkus di saluran pernapasan.
Malasia kongenital saluran udara besar adalah salah satu dari beberapa penyebab obstruksi
saluran napas ireversibel pada anak-anak, dengan gejala bervariasi dari mengi berulang dan
infeksi saluran udara bawah berulang untuk dispnea berat dan insufisiensi pernapasan. Ini
juga dapat diperoleh di kemudian hari karena peradangan kronis atau berulang akibat infeksi
atau penyakit saluran napas lainnya (Wikipedia, 2018).
Bronkomalasia adalah runtuhnya dinamis dari satu atau kedua bronkus utama dan atau
divisilobus atau segmental distal mereka yang dapat terjadi karena cacat yang melekat pada
kartilago atau dari kompresiextinsik. Bronkomalasia lebih sering muncul dengan
trakeomalasia dibandingkan dengan lesi yang terisolasi. Bronchomalacia terlihat dominan di
sisi kiri (35,7%) dibandingkan dengan kanan (22%). Bronkomalasia paling sering terlihat
pada bronkus batang utama kiri, bronkuslobus kiri atas, bronkuslobus kanan tengah, dan
bronkus batang utama kanan, dalam urutan prevalensi menurun. Ada juga dominasi laki-laki
pada lesi ini (Laberge, 2008).
Pengobatan sering konservatif, karena banyak dari anak-anak ini akan membaik ketika
saluran udara mereka matang dan tumbuh dengan berjalannya waktu. Ketika Bronkomalasia
parah dan berkembang menjadi kompromi pernapasan, tracheostomy dan ventilasi tekanan
positif dapat di indikasikan. Selain itu, perawatan bedah dari sumber kompresi eksternal,
seperti dengan aortopeksi dapat membantu. Stent juga dapat digunakan, seperti yang di
diskusikan dengan Traakomalasia, tetapi mereka memiliki komplikasi serius termasuk caut,
penghilangan yang sulit, pembentukan jaringan granulasi. Dengan demikian ini harus
disediakan untuk situasi yang muncul dan bukan untuk terapi jangka panjang saat ini
(Laberge, 2008) Bronkomalasia primer melibatkan defek pada kartilago. Ini dapat berasal
dari prematuritas, defek struktural tulang rawan yang melekat, atau dari ketiadaan kongenital
cincin tulang rawan di bronkus subsegmental seperti yang terlihat dengan sindrom Williams-
campbell. Rembesan saluran napas distal pada sindrom William-Campbell dapat
menyebabkan bronkiektasis.
Bronchomalacia sekunder terjadi dari kompresi eksternal oleh struktur jantung diperbesar
atau anomali vaskular mirip dengan trakeomalasia sekunder. Bronchomalacia juga dapat
dikaitkan dengan emfisema lobus kongenital yang menyebabkan hiperinflasi pada jaringan
yang terkena. (Laberge, 2008).
C. Patofisiologi
Penyakit bronkomalasia adalah penyakit/kelainan yang salah satu penyebabnya adalah bayi
yang lahir premature. Kelahiran prematur menyebabkan beberapa kelainan bawaan/
ketidaksempurnaan organ tubuh pada bayi. Hal itu disebut kelainan congenital yang
menyebabkan defisiensi pada cincin kartilago. Pada pasien bronkomalasia, defisiensi pada
cincin kartilago menyebabkan jalan napas (bronkus) menyempit/menutup pada saat ekspirasi.
Hal itu menyebabkan gangguan disfungsi gas pada alveoli yang berdampak hipoksemia dan
hiperkapnia. Hal ini menyebabkan terjadinya kekurangan oksigen di jaringan sehingga pasien
akan mengalami hipoksia. Suplai oksigen ke jaringan yang tidak adekuat akan berdampak
kepada pasien sehingga pasien akan mengalami gejala sesak napas. Pasien yang mengalami
bronkomalasia biasanya terjadi ketidakmampuan mengeluarkan kadar CO2 yang tidak
adekuat sehingga menyebabkan asidosis respiratorik yang dapat menyebabkan penderita
mengalami gangguan pertukaran gas. Suplai O2 ke otak menurun akan menyebabkan
terjadinya kejang dan bias menyebabkan penurunan kesadaran sehingga penderita dapat
mengalami ketidakefektifan perfusi jaringan serebral dan apabila penderita mengalami kejang
akan beresiko mengalami cidera.
Pada pasien bronkomalasia pasien mengalami sesak napas dapat menyebabkan otot tubuh
menjadi lemah sehingga jika terjadi pada bayi, bayi akan menjadi cepat lelah dan nafsu
makannya akan menurun.
D. Patoflow
E. Manifestasi Klinis
1. Gejala Bronkomalasia
a. Satu sampai empat hari sebelumnya didapat pilek encer, hidung tersumbat.
b. Demam sub-febril (kecuali infeksi sekunder oleh bakteri).
c. Puncak gejala pada hari ke-5 sakit : batuk, sesak napas, takipne, mengi,minum
menurun, apne, sianosis.
d. Bila terjadi obstruksi hebat, pernafasan menjadi lebih cepat dan dangkal, suara nafas
melemah, dan “wheezing” yang semula jelas dapat menghilang.
2. Tanda-tanda Bronkomalasia
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Bronkoskopi
Tujuan utama bronkoskopi adalah untuk melihat, mengambil dan mengumpulkan spesimen.
Indikasi bronkoskopi adalah sebagai berikut.
a. Persetujuan tindakan.
b. Puasa selama 6 jam, lebih dianjurkan 8-12 jam.
c. Lepaskan gigi palsu, kontak lensa dan perhiasan.
d. Kaji riwayat alergi terhadap obat-obatan.
e. Periksa dan catat tanda-tanda vital.
f. Premedikasi.
g. Pasien dibaringkan diatas meja dengan posisi terlentang atau semi fowlers dengan
kepala ditengadahkan atau didudukan dikursi. Tenggorok disemprot dengan anestesi
lokal. Bronkoskop dimasukan melalui mulut atau hidung.
h. Wadah spesimen diberi label dan segera dibawa ke laboratorium.
i. Lama pemeriksaan kurang lebih 1 jam.
2. CT-Scan
CT scan paru-paru merupakan salah satu metode pencitraan yang digunakan untuk
mendiagnosis dan memantau tatalaksana dari berbagai kelainan pada paru-paru. CT scan atau
pemindaian tomografi terkomputerisasi melibatkan berbagai gambar yang diambi l dari
sudut-sudut yang berbeda, yang kemudian akan dikombinasikan untuk menghasilkan
gambaran melintang dan gambaran 3 dimensi dari struktur internal paru-paru.
Tujuan utama dari pencitraan ini adalah untuk mendeteksi struktur abnormal di dalam paru-
paru atau ketidakteraturan yang bisa jadi merupakan gejala yang dialami oleh pasien. Di
samping untuk mendiagnosis penyakit atau jejas pada paru-paru, CT scan juga dapat
digunakan untuk memandu pengobatan tertentu untuk memastikan ketepatan dan ketelitian.
Banyak tenaga medis profesional menggunakan CT scan paru-paru untuk menentukan
rencana pengobatan yang pasien, yangmeliputi peresepan, pembedahan, atau terapi radiasi.
CT scan paru-paru biasanya tergolong kedalam kategori CT scan dada atau toraks. Prosedur
untuk melakukan CT scan paru-paru meliputi penghasilan berbagai gambaran
X-ray, yang disebut dengan irisan yang dilakukan di dada atau abdomen bagian atas pasien.
Irisan-irisan tersebut kemudian dimasukkan kedalam komputer untuk melihat gambaran akhir
yang dapat dilihat dari berbagai sudut, sisi, dan bidang. Tidak seperti prosedur X-ray
tradisional, CT scan menyediakan gambaran yang lebih rinci dan akurat yang menunjukkan
hingga abnormalitas atau ketidakteraturan yang bersifat minor.
Selain itu, CT scan paru- paru lebih berguna untuk mendiagnosis tumor paru apabila
dibandingkan dengan X-ray standar pada dada. Itulah mengapa CT scan paru-paru digunakan
untuk menentukan lokasi, ukuran, dan bentuk dari pertumbuhan kanker. Prosedur pencitraan
ini juga dapat membantu mengidentifikasi adanya pembesaran nodus limfa, yang merupakan
gejala dari penyebaran sel kanker dari paru-paru.
3. MRI Dada
Magnetic Resonance Imaging (MRI) atau pencitraan resonansi magnetik adalah pemeriksaan
yang memanfaatkan medan magnet dan energi gelombang radio untuk menampilkan gambar
struktur dan organ dalam tubuh. MRI dapat memberikan gambaran struktur tubuh yang tidak
bisa didapatkan pada tes lain, seperti Rontgen,USG, atau CT scan.
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama : An. A
Umur : 1 Tahun
Alamat : Banyubiru
No CM : 077687
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Banyubiru
2. Keluhan Utama : Anak sesak napas sejak 3 hari disertai batuk dan pilek.
2. Riwayat Keperawatan
1) Penyakit waktu kecil : Riwayat sebelum masuk rumah sakit, orang tua
pasien mengatakan anak panas tinggi, secara terus menerus serta panas
menurun ketika diberi obat turun panas. Pasien menderita batuk serta pilek.
Pasien tidak menggigil, tidak mengalami kejang. Pasien tidak mengalami mual
serta muntah. BAK dengan jumlah cukup, warna kuning serta bau khas. BAB
tidak mengalami gangguan warna hijau, konsistensi padat serta bau khas. Satu
minggu yang lalu anak masih panas tinggi, naik turun. Pasien masih batuk dan
pilek. Anak masih bersedia makan dan minum, BAB dan BAK tidak ada
kelainan. Anak dibawa ke puskesmas dan diberi paracetamol sirup, namun
belum ada perbaikan. Tiga hari lalu anak masih panas tinggi, batuk dan pilek.
Nafas anak tampak lebih cepat dari biasanya. Kelopak mata tampak bengkak,
kaki tampak bengkak, terkadang muntah sekitar ¼ gelas kecil sesuai yang
dimakan. Anak tampak lemas. BAK dan BAB tidak ada kelainan.
2) Intra Natal : An.A lahir ditolong oleh bidan, letak belakang kepala, spontan,
langsung menangis, berat badan lahir 2800 gram, panjang badan 48 cm, umur
kehamilan 9 bulan.
3) Post Natal : Bayi diasuh oleh kedua orang tua, diberikan ASI ekskeksklusif,
mulai awal bulan sudah diberikan makanan tambahan selerac.
1) An.A diasuh oleh kedua orang tuanya, kedua orang tua sangat
menyayanginya.
1) Pola istirahat /tidur : An.A mempunyai kebiasaan tidur siang jam 13.00 dan
jika malam sering terjaga.
3) Pola eliminasi : An.A sebelum sakit BAB 2X sehari, BAK 8 kali sehari,
setelah sakit BAB 1x sehari
3. Pemeriksaan Fisik
e. Kulit :
2) Warna kulit sawo matang, lembab, tidak ada bekas luka, elastis.
f. Mata :
3) Pupil : normal berbentuk bulat, diameter 3 mm kanan kiri dan reflek cahaya
( + ) langsung
g. Kepala :
h. Hidung : Septum deviasi tidak ada, concha normal, tidak ada polip, rongga hidung
bersih, ada cuping hidung
i. Telinga :
j. Mulut : Mulut bersih, tidak berbau, bibir berwarna pucat, lidah bersih, mukosa
lembab
k. Leher : Tidak terdapat pembesaran kelenjar thyroid, tidak ditemukan distensi vena
jugularis.
l. Dada :
1) Frekuensi : 48x/menit
3) Palpasi : tactil fremitus meningkat pada kedua sisi kanan dan kiri.
m. Perut :
1) Inspeksi : Perut datar, tidak ada massa, lemas.
4) Perkusi : Timpani
n. Genetalia : Tidak ada jamur, Testis tindak oedem, skrotum tidak membesar, penis
normal. Pada anus tidak terdapat hemoroid.
o. Ekstrimitas :
DIAGNOSA KEPERAWATAN
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan dispneu, anoreksia, mual
muntah.
e. Resiko aspirasi b.d sfingter esophagus bagian bawah yang tidak kompeten.
INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan
1 Pola nafas tidak Tujuan : perbaikan a.Ajarkan pasien
efektif b.d deformitas dalam pola nafas. pernafasan diafragmatik
tulang dan pernafasan bibir
rawan Rasional:
Membantu pasien
Memperpanjang waktu
ekspirasi.
Dengan teknik ini pasien
akan bernafas lebih
efisien dan efektif.
b. Berikan dorongan
untuk menyelingi aktivitas
dan periode istirahat
Rasional: memungkinka
n pasien untuk
melakukan aktivitas tanpa
distres berlebihan.
c. Berikan dorongan
penggunaan pelatihan
otot-otot pernafasan jika
diharuskan
Rasional: menguatkan
dan
mengkondisikan otot-otot
pernafasan.
2 Perubahan nutrisi Tujuan: a. Kaji kebiasaan diet.
kurang dari Menunjukkan Rasional: Pasien
kebutuhan b.d peningkatan berat distress pernafasan akut,
dispneu, anoreksia, badan. anoreksia karena
mual muntah. dispnea, produksi
sputum.
b. Auskultasi bunyi usus
Rasional:
Penurunan bising usus
menunjukkan penurunan
motilitas gaster.
c. Berikan perawatan oral
Rasional:
Rasa tidak enak, bau
adalah pencegahan
utama yang dapat
membuat mual dan
muntah.
d. Timbang berat badan
sesuai indikasi.
Rasional:
Berguna menentukan
kebutuhan kalori dan
evaluasi keadekuatan
rencana nutrisi.
e. Konsul ahli gizi
Rasional:
Kebutuhan kalori yang
didasarkan pada
kebutuhan individu
memberikan nutrisi
maksimal.
3 Resiko tinggi Tujuan: a. Awasi suhu.
terhadap infeksi b.d mengidentifikasi Rasional:
menetapnya sekret, intervensi untuk Demam dapat terjadi
proses penyakit mencegah resiko karena infeksi atau
kronis. tinggi dehidrasi.
b. Observasi warna, bau
sputum.
Rasional:
Sekret berbau, kuning
dan kehijauan
menunjukkan adanya
infeksi.
c. Tunjukkan dan bantu
pasien tentang
pembuangan sputum.
Rasional:
mencegah penyebaran
patogen.
d. Diskusikan kebutuhan
masukan nutrisi
adekuat.
Rasional:
Malnutrisi dapat
mempengaruhi
kesehatan umum dan
menurunkan tekanan
darah terhadap
infeksi.
e. Berikan anti mikroba
sesuai indikasi
Rasional:
Dapat diberikan untuk
organisme khusus yang
teridentifikasi dengan
kultur.
4 Intoleran aktifitas Tujuan: Dukung pasien dalam
berhubungan Menunjukkan menegakkan
dengan insufisiensi perbaikan dengan latihan teratur dengan
ventilasi dan aktivitas intoleran menggunakan
oksigenasi. exercise, berjalan
perlahan atau latihan
yang sesuai.
Rasional:
Otot-otot yang mengalami
kontaminasi
membutuhkan lebih
banyak O2
5 Resiko aspirasi b.d Tujuan : a. Kaji frekuensi,
sfingter esophagus Menunjukkan kedalaman pernafasan.
bagian bawah yang peningkatan Rasional:
tidak kompeten kemampuan Berguna dalam evaluasi
menelan. Menoleransi derajat distress
asupan pernafasan dan kronisnya
nutrisi oral dan proses penyakit.
secret tanpa b. Tinggikan kepala
aspirasi. tempat tidur,
Mempunyai bunyi dorong nafas dalam.
paru yang bersih Rasional:
dan jalan napas Pengiriman oksigen
yang paten. dapat
Mempertahankan diperbaiki dengan posisi
kekuatan dan tonus duduk tinggi
otot yang adekuat. dan latihan nafas untuk
menurunkan kolaps jalan
nafas, dispenea dan kerja
nafas.
c. Pantau tingkat
kesadaran, reflek batuk,
muntah dan kemampuan
menelan.
Rasional :
Mengevaluasi dan
mencegah terjadinya
resiko aspirasi yang
terjadi pada klien.
d. Anjurkan keluarga
untuk memberikan
makanan dalam bentuk
potongan
kecil-kecil.
Rasional :
Untuk mencegah
terjadinya
aspirasi karena beresiko
tersedak dan melatih
kekuatan tonus otot agar
tetap adekuat.
DAFTAR PUSTAKA
Ho, A. M. H., Winthrop, A., Jones, E. F., & Flavin, M. P. 2016. Severe
pediatricbronchomalacia(Jurnal)
http://anesthesiology.pubs.asahq.org/article.aspx?articleid=2479591 The Journal of the
American Society of Anesthesiologists, 124 (6), 1395-1395. diakses pada 11 April 2018.