Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut World Health Organitation (WHO) pada tahun 2012, jumlah
penderita PPOK mencapai 274 juta jiwa dan diperkirakan meningkat menjadi
400 juta jiwa di tahun 2020 mendatang dan setengah dari angka tersebut
terjadi di negara berkembang, termasuk negara Indonesia.
Angka kejadian PPOK di Indonesia menempati urutan kelima tertinggi di
dunia yaitu 7,8 juta jiwa. Penderita PPOK di Rumah Sakir Umum Daerah
Pandan Arang Boyolali berdasarkan data instalasi rekam medik pada tahun
2014 sebanyak 217 jiwa, pada tahun 2015 sebanyak 84 dan 47 jiwa
diantaranya mengalami komplikasi dan tidak menutup kemungkinan jumlah
tersebut akan meningkat di tahun mendatang. Jumlah penderita PPOK
meningkat akibat faktor genetik, pola hidup yang tidak sehat, asap rokok dan
polusi udara. PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan
interaksi genetik dengan lingkungan.
Adapun faktor penyebabnya adalah: merokok, polusi udara, dan
pemajanan di tempat kerja (terhadap batu bara, kapas, padi-padian)
merupakan faktor-faktor resiko penting yang menunjang pada terjadinya
penyakit ini. Prosesnya dapat terjadi dalam rentang lebih dari 20-30 tahunan.
(Smeltzer dan Bare. 2006). Penyakit ini juga mengancam jiwa seseorang jika
tidak segera ditangani (Smeltzer dan Bare, 2006). Penyakit Paru Obstruksi
Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang dapat menyebabkan kematian.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam
laporan kasus ini adalah “Bagaimana melakukan pelaksanaan Asuhan
Keperawatan pada Tn. T dengan Gangguan Penyakit Paru Obstruksi Kronik
(PPOK) diruang paru “

1
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penulisan ini adalah untuk memberikan
gambaran terhadap aplikasi asuhan keperawatan dengan masalah
gangguan sistem pernapasan : Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)
pada Tn. T
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari makalah ini yaitu penulis mampu
menggambarkan, mengetahui, menentukan, memahami, menjelaskan,
dan mendiskripsikan :
1. Pengkajian pada Tn. T dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronik.
2. Penentuan diagnosa atau masalah keperawatan yang muncul pada
Tn. T dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronik.
3. Penyusunan intervensi keperawatan secara tepat pada Tn. T dengan
Penyakit Paru Obstruksi Kronik.
4. Implementasi keperawatan pada Tn. T dengan Penyakit Paru
Obstruksi Kronik.
5. Evaluasi tindakan yang telah dilakukan pada Tn. T dengan Penyakit
Paru Obstruksi Kronik.
6. Pendokumentasian tindakan yang telah dilakukan pada Tn. T
dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronik.
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat bagi mahasiswa yaitu dapat mengetahui makalah tentang asuhan
keperawatan pada pasien dengan ppok.
2. Manfaat bagi kampus, diharapkan penulisan makalah ini dapat dijadikan
sebagai salah satu acuan di dalam menyusun materi khususnya asuhan
keperawatan tentang kebutuhan dasar rasa aman dan nyaman.
3. Manfaat bagi dosen, diharapkan penulisan makalah ini dapat dijadikan
sebagai bahan acuan di dalam mengajar sehingga dapat meningkatkan
pengetahuan mahasiswa.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP MASALAH KEPERAWATAN
Bersihan jalan napas tidak efektif b.d penumpukan sekresi yang bertahan.
1. Definisi
Bersihan jalan nafas tidak efektif adalah ketidakmampuan
membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas untuk mempertahankan
jalan nafas tetap paten. Adapun tanda dan gejala yang ditimbulkan
seperti, batuk tidak efektif, sputum berlebih, suara napas mengi atau
wheezing dan ronkhi(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
2. Etiologi
Pada pasien PPOK akan mengalami batuk yang produktif dan juga
penghasilan sputum. Penghasilan sputum ini dikarekan dari asap rokok
dan juga polusi udara baik di dalam maupun di luar ruangan. Asap rokok
dan polusi udara dapat menghambat pembersihan mukosiliar. Mukosiliar
berfungsi untuk menangkap dan mengeluarkan partikel yang belum
tesaring oleh hidung dan juga saluran napas besar. Faktor yang
menghambat pembersihan mukosiliar adalah karena adanya poliferasi sel
goblet dan pergantian epitel yang bersilia dengan yang tidak bersilia.
Poliferasi adalah pertumbuhan atau perkembangbiakan pesat sel baru.
Hiperplasia dan hipertrofi atau kelenjar penghasil mukus meyebabkan
hipersekresi mukus di saluran napas. Hiperplasia adalah meningkatnya
jumlah selsementara hipertrofi adalah bertambahnya ukuran sel. Iritasi
dari asap rokok juga bisa menyebabkan infalmasi bronkiolus dan alveoli.
Karena adanya mukus dan kurangnya jumlah silia dan gerakan silia
untuk membersihkan mukus, maka pasien dapat mengalami bersihan
jalan nafas tidak efektif. Hal yang bisa terjadi jika tidak ditangani maka
akan terjadi infeksi berulang, dimana tanda-tanda dari infeksi tersebut
adalah perubahan sputum seperti meningkatnya volume mukus,
mengental dan perubhan warna (Ikawati, 2011)

3
3. Manifestasi klinik
Dari bersihan jalan napas tidak efektif
Manifestasi klinik yng biasanya muncul menurut (Padila, 2012) sebagai
berikut :
a. Batuk yang sangat produktif dan mudah memburuk oleh udara dingin
atau infeksi.
b. Hipoksia,hipoksia merupakan keadaan kekurangan oksigen di jarigan
atau tidak adekuatnya pemenuhan kebutuhan oksigen seluler akibat
defesiensi oksigen yang diinspirasi atau meningkatnya penggunaan
oksigen pada tingkat seluler (Tarwoto & Wartonah, 2015).
c. Takipnea adalah pernapasan lebih cepat dari normal dengan frekuensi
lebih dari dua puluh empat kali permenit (Tarwoto & Wartonah,
2015).
d. Sesak napas atau dipsnea.
Manifestasi klinik yang muncul dari bersihan jalan napas tidak efektif
menurut (Tarwoto & Wartonah, 2015) sebagai berikut :
a. Sindrom gagal napas akut, adalah keadaan dimana terjadi kegagalan
tubuh memenuhi keutuhan oksigen karena pasien kehilangan
kemampuan ventilasi secara adekuat sehingga terjadi kegagalan
pertukaran gas karbon dioksida dan oksigen.
b. Pneumoni, pada penderita PPOK telah mengalami masalah di paru-
paru sehingga sangat mudah terinfeksi.
4. Tanda dan gejala
Dari bersihan jalan napas tidak efetif b.d penumpukan sekresi yang
bertahan
Tanda dan gejala yang biasa dilami pasien PPOK yang mengalami
bersihan jalan nafas tidak efektif menurut (Ikawati, 2016) sebagai
berikut :
a. Batuk kronis selama 3 bulan dalam setahun, terjadi berselang atau
setiap hari, dan seringkali terjadi sepanjang hari.
b. Produksi sputum secara kronis.

4
c. Bronkhitis akut.
d. Riwayat paparan terhadap faktor risikoseperti merokok dan paparan
polusi
5. Pemeriksaan diagnostik
Bersihan jalan napas tidak efektif pada pasien PPOK
Pemeriksaan diagnostic yang biasa dilakukan pada pasien PPOK
menurut (Muttaqin, 2008) sebagai berikut :
a. Pemeriksaan fungsi paru
1) Kapasitas inspirasi menurun
2) Volume residu meningkat
3) FEV1 (Force Expiratory Volume) adalah volume udara yang
dapat dikeluarkan melalui ekspirasi selama satu detik, nilai FEV1
selalu menurun sama dengan derajat obastruksi progresif PPOK
4) FVC (Force Vital Capacity)adalah kapasitas vital dari usaha untuk
ekspirasi maksimal, nilai FVC awalnya normal kemudian
menurun nilainya.
b. Pemerikasaan sputum
Pemeriksaan sputum yang dilakukan adalah pemeriksaan gram kuman/
kultur adanya infeksi campuran. Kuman pathogen yang ditemukan
adalah Steptococcus pneumonia dan Hemophylus influenza.
c. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi menunjukkan adanya hiperinflasi paru,
pembesaran jantung, dan bedungan di area paru.
d. Pemeriksaan bronkogram
Menunjukkan dilatasi bronkus, kolap bronkhiale pada eksprirasi akut.
6. Komplikasi
Menurut Bararah & Jauhar (2013), komplikasi yang dapat terjadi pada
bersihan jalan napas tidak efektif jika tidak ditangani antara lain.
a. Hipoksemia
Merupakan keadaan di mana terjadi penurunan konsentrasi
oksigen dalam darah arteri (PaO2) atau saturasi oksigen arteri (SaO2)

5
di bawah normal (normal PaO2 85-100 mmHg, SaO2 95%). Pada
neonatus, PaO2 < 50 mmHg atau SaO2 < 88%. Pada dewasa, anak,
dan bayi, PaO2 < 60 mmHg atau SaO2 < 90%. Keadaan ini
disebabkan oleh gangguan ventilasi, perfusi, difusi, pirau (shunt), atau
berada pada tempat yang kurang oksigen. Pada keadaan hipoksemia,
tubuh akan melakukan kompensasi dengan cara meningkatkan
pernapasan, meningkatkan stroke volume, vasodilatasi pembuluh
darah, dan peningkatan nadi. Tanda dan gejala hipoksemia di
antaranya sesak napas, frekuensi napas dapat mencapai 35 kali per
menit, nadi cepat dan dangkal serta sianosis.
b. Hipoksia
Merupakan keadaan kekurangan oksigen di jaringan atau tidak
adekuatnya pemenuhan kebutuhan oksigen seluler akibat defisiensi
oksigen yang diinspirasi atau meningkatnya penggunaan oksigen pada
tingkat seluler. Hipoksia dapat terjadi setelah 4-6 menit ventilasi
berhenti spontan. Penyebab lain hipoksia yaitu.
1) Menurunnya hemoglobin
2) Berkurangnya konsentrasi oksigen.
3) Ketidakmampuan jaringan mengikat oksigen
4) Menurunnya perfusi jaringan seperti pada syok
5) Kerusakan atau gangguan ventilasi
Tanda-tanda hipoksia di antaranya kelelahan, kecemasan,
menurunnya kemampuan konsentrasi, nadi meningkat, pernapasan
cepat dan dalam, sianosis, sesak napas, serta jari tabuh (clubbing
finger).
c. Gagal napas
Merupakan keadaan dimana terjadi kegagalan tubuh memenuhi
kebutuhan karena pasien kehilangan kemampuan ventilasi secara
adekuat sehingga terjadi kegagalan pertukaran gas karbondioksida
dan oksigen. Gagal napas ditandai oleh adanya peningkatan
karbondioksida dan penurunan oksigen dalam darah secara

6
signifikan. Gagal napas disebabkan oleh gangguan system saraf
pusat yang mengontrol pernapasan, kelemahan neuromuskular,
keracunan obat, gangguan metabolisme, kelemahan otot pernapasan,
dan obstruksi jalan napas.
d. Perubahan pola napas
Frekuensi pernapasan normal pada anak berbeda pada masing –
masing usia.

7
E. TINJAUAN TEORI
1. Definisi PPOK
Penyakit paru-paru obstrutif kronis (PPOK) merupakan suatu istilah
yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru- paru yang
berlangsung lama (Grace & Borlay, 2011) yang ditandai oleh adanya
respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya (Padila,
2012). Adapun pendapat lain mengenai P P O K adalah kondisi
ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan
aliran masuk dan keluar udara paru-paru (Smeltzer & Bare, 2006) yang
ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai
gambaran patofisiologi utamanya (Edward. 2012).
3. Klasifikasi
Klasifikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) menurut
Alsagaff & Mukty (2006):
a. Asma
Dikarakteristikkan oleh konstruksi yang dapat pulih dari otot halus
bronkhial, hipersekresi mukoid, dan inflamasi, cuaca dingin, latihan
otot.
b. Bronkitis kronic
Ditandai dengan batuk-batuk hampir setiap hari disertai pengeluaran
dahak sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut dalam satu tahun,
dan paling sedikit selama 2 tahun. Gejala ini perlu dibedakan dari
tuberkulosis paru, bronkiektasis, tumor paru, dan asma bronkial.
4. Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit Paru Obstruksi Kronik
(PPOK) menurut Mansjoer (2008) dan Ovedoff (2006) adalah :
a. Kebiasaan merokok,
Menurut buku report of the WHO expert comitte on smoking
control, rokok adalah penyebab utama timbulnya COPD. Secara
fisiologis rokok berhubungan langsung dengan hiperplasia kelenjar
mukosa bronkus dan metaplasia skuamulus epitel saluran pernapasan.

8
Juga dapat menyebabkan bronkokonstriksi akut. Menurut Crofton &
Doouglas merokok menimbulkan pula inhibisi aktivitas sel rambut
getar, makrofage alveolar dan surfaktan.
1) Riwayat Perokok :
a) Perokok Aktif
b) Perokok Pasif
c) Bekas Perokok
2) Derajat berat merokok
(Indeks Brinkman = Jumlah rata-2 batang rokok /hr X lama merokok
/th):
a) Ringan : 0 - 200
b) Sedang : 200 - 600
c) Berat : > 600
3) Polusi Udara
Polusi zat-zat kimia yang dapat juga menyebabkan brokhitis adalah
zat pereduksi seperti O2, zat-zat pengoksidasi seperti N2O,
hydrocarbon, aldehid dan ozon.
a) Polusi di dalam ruangan : Asap rokok, asap kompor .
b) Polusi di luar ruangan : Gas buang kendaranan bermotor, debu
jalanan.
c) Polusi tempat kerja ( bahan kimia, zat iritasi, gas beracun).
4) Faktor Usia dan jenis kelamin sehingga mengakibatkan
berkurangnya fungsi paru-paru, bahkan pada saat gejala penyakit
tidak dirasakan.
5) Infeksi sistem pernafasan akut, seperti peunomia, bronkitis, dan
asmaorang dengan kondisi ini berisiko mendapat PPOK. Infeksi
saluran pernapasan bagian atas pada seorang penderita bronchitis
koronis hampir selalu menyebabkan infeksi paru bagian bawah, serta
menyebabkan kerusakan paru bertambah. Eksaserbasi bronchitis
kronis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus, yang
kemudian menyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri.

9
6) Kurangnya alfa anti tripsin. Ini merupakan kekurangan suatu enzim
yang normalnya melindungi paru-paru dari kerusakan peradangan
orang yang kekurangan enzim ini dapat terkena empisema pada usia
yang relatif muda, walau pun tidak merokok.
5. Patofisiologi
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok.Komponen-
komponen asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil
mukus bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami
kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan pada sel-sel
penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris
dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan
sulit dikeluarkan dari saluran napas.
Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme
penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Proses ventilasi terutama
ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang
memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya
peradangan. (Jackson, 2014). Komponen-komponen asap rokok juga
merangsang terjadinya peradangan kronik pada paru. Mediator-mediator
peradangan secara progresif merusak struktur- struktur penunjang di
paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus,
maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi
karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara
pasif setelah inspirasi. Dengan demikian apabila tidak terjadi recoil pasif,
maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps.
(Grece & Borley, 2011).
6. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala PPOK adalah sebagai berikut Brunner & Suddarth
(2005) :
a. Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin.
b. Sputum putih.

10
c. Sesak, sampai menggunakan otot-otot pernapasan tambahan untuk
bernapas
d. Nafas pendek dan cepat (Takipnea).
e. Anoreksia.
f. Penurunan berat badan dan kelemahan.
g. Takikardia, berkeringat.
h. Hipoksia, sesak dalam dada.

11
7. Patway

8. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis menurut Reeves (2006) dan Mansjoer (2008)

12
pasien dengan penyakit paru obstruksi kronis adalah perkembangan
gejala-gejala yang merupakan ciri dari PPOK yaitu : malfungsi kronis
pada sistem pernafasan yang manifestasi awalnya ditandai dengan batuk-
batuk dan produksi dahak khususnya yang muncul di pagi hari. Napas
pendek sedang yang berkembang menjadi nafas pendek akut.
9. Komplikasi
Komplikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) menurut
Padila(2012):
a. Kegagalan Pernafasan Akut (ARF).
ARF terjadi kompilasiventilasi dan oksigenasi tidak cukup untuk
memenuhikebutuhan tubuh saat istirahat. Analisis gas untuk pasien
dengan penyakit paruobstruksi menunjukkan tekanan oksigen arteri
PaO2 sebesar 55 mmHg atau kurang dan tekanan karbondioksida arteri
(PaCO2) sebesar 50 mm Hgatau lebih besar. Jika pasien memerlukan
bantuan alat-alatkehidupan maka pasien tersebut dilakukan intubasi dan
diberi respiratoruntuk kemudahan mekanik.
b. Cor Pulmonale.
Dengan pulmonale atau dekompensasi ventrikel kanan merupakan
pembesaranventrikel kanan yang disebabkan oleh kelebihan akibat
penyakit pulmo. Komplikasi jantung ini terjadi sebagai intervensi
tambahan bagi paru-paru yang rusak pada pend erita penyakit paru
obstruksi menahun.Pulmonary merupakan contoh yang tepat dari sistem
kerja seluruh tubuh. Bila terjadi malfungsi pada satu sistem organ maka
hal ini akanmerembet ke sistem organ lainnya. Pada penderita dengan
penyakit paruobstruksi menahun, hipoksemia kronis menyebabkan
vasokonstriksi kapiler paru-paru yang  kemudian akan  meningkatkan
resistensi vaskuler pulmonari.
Efekdomino dari perubahan ini terjadi peningkatan tekanan pada
paru-parumengakibatkan ventrikel kanan lebih kuat dalam memompa
sehingga lama-kelamaan otot ventrikel kanan menjadi hipertrofi atau

13
membesar. Pemberian dosis rendah untuk2 liter per menit, edukasi
untuk menurunkan edema perifer danistirahat. 
Edema perifer merupakan efek domino yang terletak karena darah
balikke jantungdari perifer atau sistemik pengaturan oleh hipertrofi vent
rikel kanan.Digitalis hanya digunakan pada penyakit jantung yang juga
menderita gagal jantung kiri.
c. Pneumotoraks.
Pneumotoraks merupakan komplikasi PPOM serius
lainnya. Pnemo berartiudara sehingga pneumotoraks diartikan sebagai
dikumpulkan udara dalam rongga pleural.
Rongga pleural sungguh merupakan rongga yang khusus yakni Ber
upalapisan cairan tipis antara lapisan viseral dan parietal paru-paru. Fun
gsi cairan pleural adalah untuk membantu gerakan paru-paru menjadi
lancar dan lancarselama pernafasan berlangsung. Ketika udara
terakumulasi dalam rongga 13 pleural, maka kapasitsebagai paru-paru
untuk transit udara secara biasa, menjadimenurun dan hal ini
menyebabkan menurunnya kapasitas vital dan hipoksemia
10. Derajat PPOK
Klasifikasi derajat PPOK menurut Global initiative for chronic
Obstritif Lung Disiase (GOLD) 2011.
a. Derajat I (PPOK Ringan) : Gejala batuk kronik dan produksi sputum
ada tetapi tidak sering. Pada derajat ini pasien sering tidak menyadari
bahwa menderita PPOK.
b. Derajat II (PPOK Sedang) : Gejala sesak mulai dirasakan saat aktivitas
dan kadang ditemukan gejala batuk dan produksi sputum. Pada derajat
ini biasanya pasien mulai memeriksakan kesehatannya.
c. Derajat III (PPOK Berat) : Gejala sesak lebih berat, penurunan
aktivitas, rasa lelah dan serangan eksasernasi semakin sering dan
berdampak pada kualitas hidup pasien.
d. Derajat IV (PPOK Sangat Berat) : Gejala di atas ditambah tanda-tanda
gagal napas atau gagal jantung kanan dan ketergantungan oksigen.

14
Pada derajat ini kualitas hidup pasien memburuk dan jika eksaserbasi
dapat mengancam jiwa biasanya disertai gagal napas kronik.
11. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan diagnokstik pada pasien ppok menurut doenges
(2012)antara lain :
a. Sinar X dada dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru, mendatarnya
diafragma, peninggkatan area udara retrosternal, penurunan tanda
vaskularisasi atau bula, peninggkatan bronkovaskuler (bronchitis)
hasil normal selama periode remisi (asma)
b. Tes fungsi paru untuk menemukan penyebab dispnea untuk
menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi,
untuk memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek
terapi misalnya bronkodilator.
c. Kapasitas inspirasi menurun pada emfisema.
d. Forced expiratory volume (FEV1) atau FVC.
e. Kimia darah memperkirakan progresi proses penyakit kronis
misalnya paling sering PaO2 menurun, dan PaCO2 normal atau
meninggkat tetapi sering menurun pada asma.
f. Hemoglobin meningkat, peninggkatan eusinofil.
g. Kimia darah antara lain alfa satu antiripsin dilakukan untuk
meyakinkan defisiensi dan diagnosa emfisema primer.
h. EKG, AVF, QRS.
i. Tes sters membantu dalam mengkaji derajat disfungsi paru.
12. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ada pasien dengan penyakit paru obstruksi kronis
menurut mansjoer (2002) adalah :
a. Pencegahan yaitu kebiasaan merokok , infeksi, polusi udara
b. Memberikan terapi :
1) Terapi okssigen 2 Lt/mt dengan nasal kanul
2) Fisioterapi membantu pasien mengeluarkan sputum dengan baik.
3) Berikan Infus RL drip KCl 25 mg/24 jam

15
4) Berikan Tab Codein 3 X 10 mg
5) Berikan terapi Atroven Nebulizer 4 x / hr dan Bricasma
Nebulizer 4 x / hr.
6) Berikan Inj Cepotaxime 3 X 1 gr. Berikan
7) Tab Cefrofloxacin 2 X 500 mg berikan
8) Syr Antacid 3 X 1 C1
Asih (2003) menambahkan penatalaksanaan medis pada pasien dengan
Penyakit Paru Obstruksi Kronis adalah
a. Penatalaksanaan medis untuk asma adalah penyingkiran agen
penyebab dan edikuasi atau penyuluhan kesehatan. Sasaran
penatalaksanaan medis asma adalah untuk meningkatkan fungsi
normal individu, menegah gejala kekambuhan, mencegah serangan
hebat, dan mencegah efk samoing obat . tujuan utama dari berbagai
medikasi yang diberikan untuk klien asma adalah untuk membuat
klien mencapai relaksasi bronchial dengan cepat, progesif
danberkelanjutan.
Karena diperkirakan itu inflamasi adalah merupakan proses
fundamental dalam asma, maka inhalasi steroid bersamaan preparat
inhalasi betadua adrenergik lebih sering diresepkan. Penggunaan
inhalasi steroid
memastikan bahwaobat mencapai lebih dalam ke dalam paru dan tid
ak  menyebabkan efeksamping yang berkaitan dengan steroid
oral. Direkomendasikan itu inhalasi betadoa adrenergic diberikan 
sebelumnya dahulu untuk dibuka jalan nafas, nantisteroid inhalasi
akan menjadi lebih bermanfaat.
b. Penatalaksanaan medis emfisema adalah untuk memperbaiki kulitas
hidup. Memperlambat progesi penyakit, dan mengatasi obstruksin
jalan nafas untuk menghilangkan hipoksia

16
F. Asuhan Keperawatan pada pasien dengan PPOK
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 14 oktober 2019 pukul 08:00
WIB, pengkajian diperoleh dari anamnesa pasien dan keluarga,
pemeriksaan fisik dan data rekam medis. Identitas Pasien : Pasien
bernama Tn. T umur 50 tahun, berjenis kelamin Laki-Laki, diagnosa
medis Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK).
13. Analisa Data
Pengkajian yang dilakukan penulis, penulis menganalisa data yang
ada sehingga muncul masalah keperawatan yaitu :
Bersihan jalan napas tidak efektif dengan keluhan pasien
mengatakan sesak napas dan sering batuk-batuk di sertai dahak (sekret)
dan merasa sesak napas yang kemudian di bawa ke RS oleh keluarganya
dengan RR: 32x/menit, pasien tampak sesak napas dan pernapasan
pendek, suara napas saat di auskultasi ronchi, wheezing, dan redup,
Perkusi hypersonor pada area paru. Sianosis bibir dan dasar kuku, jari
tabuh. Distensi vena leher, sianosis
Kemudian muncul masalah keperawatan defisit nutrisi pasien
mengatakan mual,muntah. Pasien mengatakan Nafsu makan menurun.
Pasien merasa lelah,lemah.
Kemudian muncul masalah keperawatan pola nafas tidak efektif
Pasien mengatakan sesak napas, Pasien mengatakan batuk berdahak,
Sesak nafas kumat-kumatan sejak 5 tahun yang lalu Pasien tampak sesak
pada saat bernafas.
Kemudian muncul masalah keperawatan Intoleransi aktivitas dengan
etiologi seimbangan suplai & kebutuhan oksigen menjadi mudah lelah.
Dengan TD: 100/60 mmHg, N: 100 X/menit, RR: 32x/menit, S: 36,8 0C.
14. Diagnosa keperawatan
Penulis merumuskan beberapa diagnose keperawatan antara lain :
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan sekresi yang bertahan.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan

17
kebutuhan dan suplai oksigen.
c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas.
d. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis.
e. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi perfusi.
f. Nyeri kronis b.d
g. Gangguan pola tidur b.d
h. Keletihan b.d
15. Rencana Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang
bertahan
Tujuan : menurunkan produksi sputum.
Kriteria hasil :
Batuk efektif
Produk sputum menurun
Frekuensi napas 12-24 kali /menit
Intervensi
1) Kaji/pantau frekuensi pernapasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi.
Rasional :
Takipnea biasanya ada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada
penerimaan atau selama stress/adanya proses infeksi akut. Pernapasan
dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang disbanding
inspirasi.
2) Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian
kepala tempat tidur, duduk dan sandaran tempat tidur.
Rasional:
Peninggian kepala tempat tidur mempermudah pernapasan dan
menggunakan gravitasi. Namun pasien dengan distress berat akan
mencari posisi yang lebih mudah untuk bernapas. Sokongan
tangan/kaki dengan meja, bantal dan lain-lain membantu menurunkan
kelemahan otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada.
3) Auskultasi bunyi napas, catat adanya bunyi napas misalnya :

18
mengi, krokels dan ronki.
Rasional :
Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas
dan dapat/tidak dimanifestasikan dengan adanya bunyi napas
adventisius, misalnya : penyebaran, krekels basah (bronchitis), bunyi
napas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema), atau tidak adanya
bunyi napas (asma berat).
4) Catat adanya /derajat disepnea, misalnya : keluhan “lapar udara”,
gelisah, ansietas, distress pernapasan, dan penggunaan obat bantu.
Rasional :
Disfungsi pernapasan adalah variable yang tergantung pada tahap
proses kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan di
rumah sakit, misalnya infeksi dan reaksi alergi.
5) Dorong/bantu latihan napas abdomen atau bibir.
Rasional :
Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol
dispnea dan menurunkan jebakan udara.
6) Observasi karakteristik batuk, misalnya : menetap, batuk pendek,
basah, bantu tindakan untuk memperbaiki keefektifan jalan napas.
Rasional :
Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya bila pasien lansia,
sakit akut, atau kelemahan. Batuk paling efektif pada posisi duduk
paling tinggi atau kepala dibawah setelah perkusi dada.
7) Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi
jantung.
Rasional :
Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret, mempermudah
pengeluaran. Penggunaan air hangat dapat menurunkan spasme
bronkus. Cairan selama makan dapat meningkatkan distensi gaster dan
tekanan pada diafragma.
8) Bronkodilator, misalnya, β-agonis, efinefrin (adrenalin,

19
vavonefrin), albuterol (proventil, ventolin), terbutalin (brethine,
brethaire), isoeetrain(brokosol,bronkometer).
Rasional :
Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti local, menurunkan
spasme jalan napas, mengi dan produksi mukosa. Obat-obatan
mungkin per oral, injeksi atau inhalasi. dapat meningkatkan distensi
gaster dan tekanan pada diafragma.
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan pola nafas kembali
aktif
Kriteria Hasil:
Pasien dapat bernafas secara efektif .
Pasien tidak sesak nafas lagi.
Sputum pasien berkurang.
Intervensi:
1) Ajarkan pasien pernapasan diafragmatik dan pernapasan bibir
dirapatkan
Rasional:
Membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi. Dengan teknik ini
pasien akan bernapas dengan efisien dan lebih efektif
2) Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dengan periode
istirahat. Biarkan pasien membuat beberapa keputusan ( mandi,
bercukur) tentang perawatannya berdasarkan tingkat toleransi
pasien.
Rasional:
Memberikan jeda aktivitas akan memungkinkan pasien untuk
melakukan aktivitas tanpa distress berlebihan.
3) Berikan dorongan penggunaan otot pernapasan jika diharuskan
Rasional:
Menguatkan dan mengkondisikan otot-otot pernapasan.
c. Intoleransi aktivitas akibat keletihan hipoksemia dan pola pernapasan

20
tidak efektif
Tujuan: meninggkatkan rasa segar pada badan pasien
Kriteria Hasil:
Pasien sudah lebih segar badanya.
Sianosis di bibir dan kuku sudah tidak ada lagi.
Intervensi:
Mendukung pasien menegakkan regimen latihan teratur dengan
menggunakan treadmill dan exercycle, berjalan atau latihan lainnya
yang sesuai seperti berjalan perlahan.
1) Kaji tingkat fungsi pasien yang terakhir dan kembangkan rencana
latihan berdasarkan pada status fungsi dasar.
2) Sarankan konsultasi dengan ahli terapi fisik untuk menentukan
program latihan spesifik terhadap kemampuan pasien. Siapkan unit
oksigen portable untuk berjaga-jaga jika diperlukan selama latihan.
Rasional:
Otot-otot yang mengalami kontaminasi membutuhkan lebih bnyak
oksigen dan memberikan beban tambahan pada paru-paru. Melalui
latihan yang teratur, bertahap, kelompok otot ini menjadi lebih
terkondisi, dan pasien dapat melakukan lebih banyak tanpa mengalami
napas pendek. Latihan yang bertahap memutus siklus yang
melemahkan ini.
d. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis
Tujuan :
Status nutrisi
Kriteria hasil :
Pasien nafsu makannya meninggkat.
Berat badan pasien meninggkat
Intervensi :
Meningkatkan kenyamanan flora normal mulut, sehingga akan
meninggkatkan nafsu makan. Meninggkatkan intake makanan dan
nutrisi klien terutama kadar protein tinggi akan meninggkatkan

21
mekanisme tubuh dalam proses penyembuhan. Menentukan
kebutuhan nutrisi yang tepat bagi pasien. Mengontrol keefektifan
tindakan terutama dengan kadar protein dalam darah. Meninggkatkan
komposisi tubuh akan vitamin dan nafsu makan pasien.
e. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidak seimbangan
ventilasi perfusi
Tujuan : tidak ada tanda-tanda dispnea
Kriteria hasil : melaporkan tidak adanya penurunan dispnea,
menunjukkan perbaikan ventilasi dan O2 jaringan adekuat
dengan AGP dalamrentang normal, bebes dari gejala, distres
pernafasan.
 Intervensi:
1) Kaji dispnea, takipnea, tidak normal atau menurunnya
bunyinafas,peningkatan upaya pernafasan, terbatasnya ekspansi
dindingdadadan kelemahan.
Rasional : TB paru menyebabkan efek luas pada paru dari
bagiankecil bronkopneumonia sampai inflamasi difus luas
nekrosis effure pleural untuk fibrosis luas.
2) Evaluasi tingkat kesadaran, catat sianosis dan
perubahan padawarna kulit, termasuk membran mukosa dan
kuku.
Rasional : Akumulasi sekret/pengaruh jalan nafas
dapatmengganggu O2 organ vital dan jaringan.
3) Tunjukkan/dorong bernafas dengan bibir selama
endikasi,khususnya untuk pasien dengan fibrosis atau kerusakan
parenkim.
Rasional : Membuat tahanan melawan udara luar
untukmencegahkolaps atau penyempitan jalan nafas,
sehinggamembantu menyebarkan udara melalui paru
danmenghilangkanatau menurunkan nafas pendek.
4) Tingkatkan tirah baring / batasi aktivitas dan bantu aktivitas

22
pasiensesuai keperluan.
Rasional : Menurunkan konsumsi oksigen/kebutuhan
selama periode penurunan pernafasan dapat menurunkan beratnya
gejala.
5) Kolaborasi medis dengan pemeriksaan ACP dan
pemberianoksigen.
Rasional : Mencegah pengeringan membran mukosa,
membantu pengenceran sekret.
16. Implementasi keperawatan
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang
bertahan penulis melakukan implementasi yaitu : memonitoring TTV,
memberikan posisi semi fowler, memonitoring pemberian terapi O2,
mengajarkan napas dalam dan batuk efektif, memotivasi minum air
hangat, memotivasi pasien untuk sering melakukan napas dalam dan
batuk efektif, kolaborasi pemberian terapi obat ventolin melalui
nebulizer.
Intoleransi aktifitas berhubungan dangan ketidakseimbangan
kebutuhan dan suplai oksigen penulis melakukan implementasi yaitu
mengkaji respons pasien taerhadap aktivitas (memonitoring TTV,
dispnea, kelelahan sebelum, saat dan setelah aktivitas), memdiskusikan
aktivitas yang sesuai, membantu memiih aktivitas yang sesuai,
menganjurkan pasien untuk melakukan aktivitas sesuai dengan
kesepakatan (jalan-jalan di ruangan/di taman), monitoring pemberian
terapi O2, mengkaji keadaan pasien setelah aktivitas.
Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis penulis
melakukan implementasi yaitu : menentukan kebutuhan nutrisi yang
tepat bagi pasien. mengontrol keefektifan tindakan terutama dengan
kadar protein dalam darah. meninggkatkan intake makanan dan nutrisi
klien terutama kadar protein tinggi akan meninggkatkan mekanisme
tubuh dalam proses penyembuhan.

23
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
penulis melakukan implementasi yaitu : Mengajarkan pasien pernapasan
diafragmatik dan pernapasan bibir dirapatkan. Mengajarkan pasien
pernapasan diafragmatik dan pernapasan bibir dirapatkan. Memberikan
dorongan untuk menyelingi aktivitas dengan periode istirahat. Biarkan
pasien membuat beberapa keputusan (mandi, bercukur) tentang
perawatannya berdasarkan tingkat toleransi pasien.
Gangguan pertukaran gas berhubungan ketidakseimbangan ventilasi
perfusi penulis melakukan implementasi yaitu : mengkaji dispnea,
takipnea, tidak normal atau menurunnya bunyinafas,peningkatan upaya
pernafasan, terbatasnya ekspansi dindingdadadan kelemahan. Evaluasi
tingkat kesadaran, catat sianosis dan perubahan padawarna kulit,
termasuk membran mukosa dan kuku. Tunjukkan/dorong bernafas
dengan bibir selama endikasi,khususnya untuk pasien dengan fibrosis
atau kerusakan parenkim. Tingkatkan tirah baring / batasi aktivitas dan
bantu aktivitas pasiensesuai keperluan. Kolaborasi medis dengan
pemeriksaan ACP dan pemberianoksigen.
17. Evaluasi
Diagnosa bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
produksi mukus berlebih. Berdasarkan respon perkembangan yang
ditunjukkan oleh pasien masalah keperawatan dapat teratasi sebagian
dengan terpenuhinya sebagian kriteria hasil yang ada yaitu pasien
mengatakan sesak napas berkurang, terlihat pasien tidak menggunakan
tarikan dada saat bernapas dan tidak terlihat menggunakan cuping hidung
saat bernapas. Untuk itu penulis memotivasi pasien untuk menghindari
penyebab-penyebab terjadinya sesak napas serta sering melakukan napas
dalam dan batuk efektif untuk mengeluarkan sputum (Wilkinson, 2013).
Diagnosa Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
kebutuhan dan suplai oksigen Berdasarkan respons perkembangan yang
ditunjukkan oleh pasien masalah keperawatan dapat teratasi sebagian
dengan terpenuhinya kriteria hasil pasien mampu melakukan aktivitas

24
sendiri seperti ke toilet sendiri tanpa di bantu dengan anggota keluarganya.
Untuk ini penulis mempertahankan dan melanjutkan perencanaan yaitu
melakukan aktivitas (jalan-jalan) dengan jeda istirahat selama aktivitas dan
monitor tanda – tanda vital untuk mengetahui apakah terjadi dispnea atau
kelelahan saat beraktivitas (Carpenito, 2006).

25
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
A. Pengkajian kasus
Seorang pria bernama Tn. T usia 50 tahun dirawat diruang paru dengan keluhan
sesak nafas sejak 3 hari yang lalu, pada saat dikaji pasien mengatakan masih
sesak nafas, serta mengalami batuk berdahak, mengeluarkan dahak 2x, nyeri
pada dada sebelah kanan, nyeri bertambah bila batuk. Pasien tampak memegang
dadanya, pasien terbaring lemah. Menurut keterangan klien Orang tua dan anak
dari klien ada juga yang menderita penyakit seperti yang diderita klien saat ini.
Sesak nafas kumat-kumatan sejak 5 tahun yang lalu. Klien pernah MRS dengan
penyakit yang sama selama 8 kali. Mempunyai riwayat Asthma Bronkiale sejak
kecil. Klien merokok selama 30 tahun sebanyak 2 pak/hari. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan Suhu : 36,8 0C, Nadi: 100 X/menit. Kuat dan teratur,
Tekanan darah : 100/60 mmHg, Respirasi : 32 x/menit. Pernafasan
melalui hidung. Frekuensi 32 x/menit. Nafas pendek, khususnya pada saat kerja,
cuaca atau episode serangan asthma, rasa dada tertekan/ketidakmampuan untuk
bernafas. Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari selama 3 bulan
berturut-turut selama 3 tahun sedikitnya 2 tahun. Sputum putihkekuningan
dengan jumlah banyak. Pengguanaan otot bantu pernafasan, Dada barell chest,
gerakan diafragma minimal. Bunyi nafas, Ronki, wheezing, redup. Perkusi
hypersonor pada area paru. Sianosis bibir dan dasar kuku, jari tabuh. Distensi
vena leher, sianosis perifer. Jumlah urine 1200 cc/24 jam, warna urine kuning
muda. Klien mengatakan mengeluh mual/muntah, nafsu makan menurun,
ketidakmampuan makan karena distress pernafasan maka berat badan menurun
dan mudah lelah. Dalam istirahat Perlu tidur dalam posisi duduk cukup tingi.
Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.
DIAGNOSTIC TEST/PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil pemeriksaan Laboratorium.
Darah lengkap tanggal : 15 Oktober 2019.
1. Hb : 10,7 gr% mg/dl
2. Leukosit : 18.600

26
3. Trombosit : 381
4. PCV : 0,33
Faal Hati tanggal : 15 Oktober 2019
1. SGOT : 20
Faal Ginjal tanggal : 15 Oktober 2019
1. Ureum/BUN : 12 mg/dl (10 – 45)
2. Serum Creatinin : 0,93 mg/dl (L : 0,9 – 1,5 P : 0,7 – 1,3)
3. Darah lengkap tanggal : 15 Oktober 2019
4. Hb : 10,6 gr% mg/dl
5. LED : 100
6. Leukosit : 17.600
7. Hematokrit : 31,1
8. Trombosit : 421
9. PCV : 0,33
Gula darah tanggal : 15 Oktober 2019
1. Glukosa Puasa : 50 mg/dl
Lemak tanggal :15 Oktober 2019
2. Cholesterol Total : 217
Faal Hati tanggal : 15 Oktober 2019.
1. Alkali Phospatase : 261
2. SGOT : 29,2
3. SGPT : 16,11
4. Albumin : 3,81 gr/dl
Faal Ginjal tanggal : 20 Oktober 2019
1. Uric Acid : 4,13 mg/dl
2. Elektrolit tanggal : 15 Oktober 2019
3. Natrium : 136 mmol/l
4. Kalium : 2,2 mmol/l
TERAPI :
1. Oksigen 2 Lt/mt
2. Inj Cepotaxime 3 X 1 gr.

27
3. Tab Cefrofloxacin 2 X 500 mg
4. Atroven Nebulizer 4 x / hr.
5. Bricasma Nebulizer 4 x / hr.
6. Syr Antacid 3 X 1 C1
7. Tab Ranitidin 2 X 1
8. Tab Codein 3 X 10 mg
9. Infus RL drip KCl 25 mg/24 jam
Pembahasan

28
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PPOK
1. Identitas Klien
Inisial klien : Tn. T
Tempat &tanggal lahir : pinang, 12 maret 1968
Jenis kelamin : laki-laki
Statu perkawinan : menikah
Agama : islam
Pendidikan : sma
Pekerjaan : wiraswasta
2. Riwayat penyakit sekarang
Sejak kapan serangan datang : pasien mengatakan sejak 3 hari yang lalu
Lamanya : pasien mengatakan batuk menetap dengan
produksi sputum setiap hari selama 3 bulan berturut-turut selama 3 tahun
sedikitnya 2 tahun.
Gejala : pada saat dikaji pasien mengatakan masih
sesak nafas, serta mengalami batuk berdahak, mengeluarkan dahak 2x,
nyeri pada dada sebelah kanan, nyeri bertambah bila batuk.
Faktor presdiposisi : kalau kerja berat, asma kambuh, cuaca.
Tindakan pengobatan : pasien mengatakan pernah MRS dengan
penyakit yang sama selama 8 kali.
Harapan pasien terhadap
Pemberi perawat : Pasien berharap dapat penanganan yang
sesuai dan bisa mengurangi atau menyembuhkan penyakitnya.
3. Riwayat kesehatan lalu
a. Penyakit
Penyakit yang sering diderita: pasien mengatakan memiliki riwayat
asma
b. Alergi : pasien tidak memiliki alergi apa pun
c. Imunisasi : pasien tidak mengetahui atau lupa
d. Kebiasaan
Merokok : pasien mengatakan beliau merokok ,

29
selama 30 tahun dan setiap 1 hari dapat menghabiskan sebanyak 2
pak/hari.
Minum alkohol : pasien tidak minum alkohol
e. Pola tidur : pasien mengatakan kalau dirumah tidur
harus posisi bantal yang tinggi, pada saat dirumah sakit
f. Pola nutrisi :pasien mengatakan sebelum sakit makan
3x1 hari habis 1 porsi, pada saat sakit makan hanya 2X1 hari dengan
½ posi saja
g. Pola latihan & kerja :pasien mengatakan pada saat sebelum sakit
dapat melakukan aktivitas seperti biasa, pada saat sakit pasien
mengatakan dapat melakukan aktivitas biasa namun kada masih di
bantu.
h. Pola eliminasi urin&bowel: Jumlah urine 1200 cc/24 jam, warna urine
kuning muda. Bowel (pasien mengatakan babnya lancar )
4. Riwayat Keluarga : pasien mengatakan Orang tua dan anak dari
pasien ada juga yang menderita penyakit seperti yang diderita pasien saat
ini
5. Riwayat lingkungan :Pasien mengatakan sanitasi rumah bersih.
Pasien mengatakan tidak ada bahaya polusi
udara lingkungan rumahnya.
Pasien mengatakan tidak ada kebisingan di
lingkungan rumahnya.
6. Riwayat psikososial
Bahasa yang digunakan : pasien menggunakan bahasa Indonesia
Suasana hati : pasien tampak tidak baik suasana hatinya.
Organisasi di lingkungan : pasien mengatakan tidak mengikuti
organisasi apa pun.
Tinggkat perkembangan : usia 50 tahun
7. Pemeriksaan fisik (data fokus)
Kepala : inspeksi (persebaran rambutnya bagus,
warna rambut tampak ada yang putih, keadaan kulit kepala pasien bersih

30
kepala pasien tampak simetris), palpasi (tidak terdapat masssa).
Mata : inspeksi (mata pasien tampak simetris,
sclera nerwarna putih, konjugtiva pucat, mata matriasis dan mitriasis),
palpasi (tidak ada nyeri tekan)
Telinga : inspeksi (telinga pasien tampak simetris,
tidak ada lessi) palpasi( tidak ada luka tekan).
Mulut&tenggorokan : inspeksi (terlihat Sianosis bibir) ,
tenggorokan tampak tidak ada kelainan
Leher :inspeksi terdapat Distensi vena leher,
sianosis perifer) , palpasi (tidak ada nyeri tekan)
Kelenjar limfe : kelenjar limfe tidaka terdapat gangguan
Paru-paru :perkusi (terdengar hypersonor pada area
paru), , aukultasi(terdengar Bunyi nafas, Ronki, wheezing, redup).
Inspeksi (pada saat bernafas tampak sesak,tidak ada lessi)
Jantung :inspeksi (tidak ada pembengkakan jantung,
tidak da lessi, massa), aukultasi (suara jantung normal), palpasi (tidak ada
udem, tidak ada nyeri tekan)
Abdomen : inspeksi (perut tidak ada lesi,massa),
aukultas (tidak ada bising usus), palpasi (tidak ada nyeri tekan, tidak ada
udem), perkusi (suara perut timpani).
Ekstermitas atas :inspeksi (tidak ada lessi,luka), palpasi
(masa otot baik, tidak ada fraktur)
Ekstermitas bawah :inspeksi (tidak ada lessi, luka) palpasi
(massa otot baik, tidak ada fraktur)
Integemun : inspeksi (tidak ada jejas,lessi,udem).
Palpasi (tidak ada nyeri tekan, kulit elastis).
Genetalia :tidak terperiksa
8. Data penunjang
Laboratorium :
Darah lengkap
j. Hb : 10,7 gr% mg/dl

31
k. Leukosit : 18.600
l. Trombosit : 381
m. PCV : 0,33
Faal Hati
SGOT : 20
Faal Ginjal
a. Ureum/BUN : 12 mg/dl (10 – 45)
b. Serum Creatinin : 0,93 mg/dl (L : 0,9 – 1,5 P : 0,7 – 1,3)
c. Darah lengkap
d. Hb : 10,6 gr% mg/dl
e. LED : 100
f. Leukosit : 17.600
g. Hematokrit : 31,1
h. Trombosit : 421
i. PCV : 0,33
Gula darah tanggal : 15 Oktober 2019
a. Glukosa Puasa : 50 mg/dl
Lemak
a. Cholesterol Total : 217
Faal Hati
a. Alkali Phospatase : 261
b. SGOT : 29,2
c. SGPT : 16,11
d. Albumin : 3,81 gr/dl
Faal Ginjal
a. Uric Acid : 4,13 mg/dl
Elektrolit
a. Natrium : 136 mmol/l
b. Kalium : 2,2 mmol/l

32
G. Analisa Data
Data Problem Etiologi
Tanda & gejala
A. Ds : Defisit nutrisi Faktor fisiologis
1. pasien mengatakan
mual,muntah
2. Pasien mengatakan
Nafsu makan
menurun
3. Pasien merasa
lelah,lemah
Do :
1. Pasien tampak
lemah

B. Ds :
1. Pasien mengatakan Pola napas tidak Hambatan upaya
sesak napas efektif napas
2. Pasien mengatakan
batuk berdahak
3. Sesak nafas kumat-
kumatan sejak 5
tahun yang lalu
Do:
1. Pasien tampak sesak
pada saat bernafas.

33
C. Ds:
1. Pasien mengatakan Bersihan jalan napas sekresi yang bertahan
batuk menetap tidak efektif
dengan produksi
dahak setiap hari
2. Pasien mengatakan
batuk berdahak
3. RR pasien :
32X/menit
Do :
1. Tampak Sputum
pasien putih
kekuningan dengan
jumlah banyak
2. Pasien mengeluarkan
dahak 2X
3. gerakan diafragma
pasien minimal
4. Bunyi nafas pasien
Ronki, wheezing.

D. Ds:
1. Pasien mengatakan Intoleransi aktivitas ketidakseimbangan
mudah lelah kebutuhan dan suplai
Do: oksigen.
1. pasien tampak
Sianosis bibir dan
dasar kuku, jari
tabuh.

34
E. Ds :
1. Dispnea Gangguan pertukaran Ketidakseimbangan
Do : gas ventilasi perfusi
1. Pasien tampak
sianosis.
2. Terdapat bunyi
napas tambahan
Ronki, wheezing

H. Diagnosa yang muncul


Berdasarkan analisis data tersebut dapat disimpulkan diagnosa keperawatan
diantaranya :
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d penumpukan secret
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis
3. Pola napas tidak efektif b.d Hambatan upaya napas
4. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan kebutuhan dan suplai oksigen
5. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi perfusi
I. Diagnose, intervensi dan tujuan kriteria hasil
N Diagnosa Intervensi Tujuan
o Kriteria hasil
1. Defisit nutrisi b.d 1. tentukan Setelah dilakukan
faktor psikologis kebutuhan nutrisi intervensi selama 3X24
Kriteria hasil : yang tepat bagi jam maka defisit nutrisi
a. pasien nafsu pasien. membaik dengan kriteria
makannya 2. Kontrol hasil :

35
meninggkat. keefektifan a. pasien nafsu makannya
b. berat badan tindakan terutama meninggkat
pasien dengan kadar c. berat badan pasien
meninggkat protein dalam meninggkat
darah.
3. tinggkatkan
intake makanan
dan nutrisi klien
terutama kadar
protein tinggi
akan
meninggkatkan
mekanisme tubuh
dalam proses
penyembuhan
2. Pola napas tidak 1. Ajarkan pasien Setelah dilakukan
efektif b.d hambatan pernapasan intervensi selama 3X24
upaya nafas. diafragmatik dan jam maka pola napas
kriteria hasil : pernapasan bibir meninggkat dengan
a. Pasien dapat dirapatkan. kriteria hasil :
bernafas secara 2. Ajarkan pasien a. Pasien dapat bernafas
efektif pernapasan secara efektif .
b. Pasien tidak diafragmatik dan b. Pasien tidak sesak
sesak nafas lagi pernapasan bibir nafas lagi.
c. Sputum pasien dirapatkan. c. Sputum pasien
berkurang. berkurang.

3. Bersihan jalan napas 1. Kaji/pantau Setelah dilakukan


tak efektif b.d frekuensi intervensi selama 2X24

36
sekresi yang pernapasan, catat jam maka bersihan jalan
bertahan rasio meningkat dengan kriteria
Kriteria hasil : inspirasi/ekspirasi hasil :
a. Batuk efektif 2. Berikan pasien a. Batuk efektif
b. Produk sputum untuk posisi yang b. Produk sputum
menurun nyaman, menurun
c. Frekuensi napas misalnya c. Frekuensi napas
12-24 kali /menit peninggian 12-24 kali /menit
kepala tempat
tidur, duduk dan
sandaran tempat
tidur.
3. Auskultasi bunyi
napas, catat
adanya bunyi
napas.
4. Dorong/bantu
latihan napas
abdomen atau
bibir.
5. Observasi
karakteristik
batuk

4. Intoleransi 1. Kaji tingkat Setelah dilakukan

37
aktivitas b.d fungsi pasien intervensi selama 1X24
ketidakseimbang yang terakhir dan jam maka intoleransi
an kebutuhan dan kembangkan aktivitas membaik dengan
suplai oksigen rencana latihan kriteria hasil :
Kriteria hasil : berdasarkan pada a. Pasien sudah lebih
a. Pasien sudah status fungsi segar badanya.
lebih segar dasar. b. Sianosis di bibir dan
badanya. 2. Sarankan kuku sudah tidak ada
b. Sianosis di bibir konsultasi dengan lagi.
dan kuku sudah ahli terapi fisik
tidak ada lagi. untuk
menentukan
program latihan
spesifik terhadap
kemampuan
pasien. Siapkan
unit oksigen
portable untuk
berjaga-jaga jika
diperlukan
selama latihan.

5. Gangguan 1. Kaji dispnea, Setelah dilakukan


pertukaran gas b.d takipnea, tidak intervensi selama 3X24
ketidakseimbangan normal atau jam maka gangguan
ventilasi perfusi menurunnya pertukaran gas membaik
kriteria hasil : bunyinafas,peningka dengan kriteria hasil :
melaporkan tidak tan upaya melaporkan tidak adanya
adanya penurunan pernafasan, penurunan dispnea,

38
dispnea, terbatasnya ekspansi menunjukkan perbaikan
menunjukkan perb dindingdadadan ventilasi dan O2 jaringan
aikan ventilasi dan kelemahan. adekuat dengan AGP
O2 jaringan 2. Evaluasi tingkat dalamrentang normal,
adekuat kesadaran, catat bebes dari gejala, distres
dengan AGP sianosis dan pernafasan.
dalamrentang perubahan padawarn
normal, bebes dari a kulit, termasuk
gejala, distres membran mukosa
pernafasan. dan kuku.
3. Tunjukkan/dorong
bernafas dengan
bibir selama
endikasi,khususnya
untuk pasien dengan
fibrosis atau
kerusakan parenkim.
4. Tingkatkan tirah
baring / batasi
aktivitas dan bantu
aktivitas
pasiensesuai
keperluan.
5. Kolaborasi medis
dengan pemeriksaan
ACP dan
pemberianoksigen.

J. Implementasi dan Evaluasi


NO IMPLEMENTASI EVALUASI
DX (DAR) (SOAP)

39
1. Data S : pasien mengatakan batuk
Ds : berdahak sudah berkurang
1. Pasien mengatakan batuk O :
menetap dengan produksi 1. Sputum pasien sudah putih dan
dahak setiap hari. jumlahnya sedikit.
2. Pasien mengatakan batuk 2. Pasin sudah jarang
berdahak. mengluarkan dahak.
3. Bunyi napas pasien sudah
Do : normal.
1. Tampak Sputum pasien 4. RR pasien : 20X/menit
putih kekuningan dengan A : masalah teratasi
jumlah banyak. P : hentikan intervensi
2. Pasien mengeluarkan
dahak 2X.
3. Bunyi nafas pasien Ronki,
wheezing.
4. RR pasien : 32X/menit
Action
1. Mengkaji/pantau
frekuensi pernapasan,
catat rasio
inspirasi/ekspirasi
2. Memberikan pasien untuk
posisi yang nyaman,
misalnya peninggian
kepala tempat tidur, duduk
dan sandaran tempat tidur.
3. Mengauskultasi bunyi
napas, catat adanya bunyi
napas.
4. Mengobservasi
karakteristik batuk

40
Respon
1. Frekuensi napas pasien
sudah berangsur normal.
2. Pasien mengatakan sudah
nyaman untuk bernafas
pada saat berbaring.
3. Bunyi napas abnormal pada
pasien sudah mulai
menghilang.
4. Batuk pasien
berkarakteristik berdahak.

2. Data S:
Ds : 1. Pasien mengatakan sudah
1. pasien mengatakan tidak mual muntah

mual,muntah. 2. Pasien mengatakan nafsu


makan pasien mulai
2. Pasien mengatakan
meninggkat.
Nafsu makan menurun.
3. Pasien mengatakan sudah
3. Pasien merasa
merasa membaik ataubadanya
lelah,lemah.
segar
Do :
O : pasien tampak segar
1. Pasien tampak lemah
A : masalah teratasi
Action
P : hentiakn intervensi
1. Mentukan kebutuhan
nutrisi yang tepat bagi
pasien.
2. Mengkontrol keefektifan
tindakan terutama dengan
kadar protein dalam darah.
3. Meninggkatkan intake
makanan dan nutrisi klien

41
terutama kadar protein
tinggi akan meninggkatkan
mekanisme tubuh dalam
proses penyembuhan.
Respon
1. Nutrisi pasien sudah
tercukupi.
2. Kadar protein dalam drah
terkontrol.
3.

3. Data S:
Ds : 1. Pasien mengatakan sudah
1. Pasien mengatakan sesak tidak sesak napas lagi

napas 2. Pasien mengatakan sudah


berkurang batuk berdahaknya.
2. Pasien mengatakan batuk
3. Pasien mengatakan sudah
berdahak
tidak kumat-kumat lagi sesak
3. Sesak nafas kumat-
nafasnya
kumatan sejak 5 tahun
O : pasien tampak lega saat
yang lalu
bernapas
Do:
A : masalah teratasi
1. Pasien tampak sesak pada
P : hentikan intervensi
saat bernafas.
Action
1. Mengajarkan pasien
pernapasan diafragmatik
dan pernapasan bibir
dirapatkan.
2. Memantau poa napas
pasien.
Respon
1. Pasien dapat

42
memperatekkan secara
mandiri.
2. Pola napas pasien sudah
membaik.

4. Data S : pasien mengatakan sudah tidak


Ds: lelah lagi
1. Pasien mengatakan O : sianosis pasien sudah tidak
mudah lelah tampak lagi.
Do: A : masalah teratasi
1. pasien tampak Sianosis P : hentikan intervnsi
bibir dan dasar kuku,
jari tabuh.
Action
1. Mengkaji tingkat fungsi
pasien yang terakhir dan
kembangkan rencana
latihan berdasarkan pada
status fungsi dasar.
2. Menyarankan konsultasi
dengan ahli terapi fisik
untuk menentukan
program latihan spesifik
terhadap kemampuan
pasien.
3. Menyiapkan unit oksigen
portable untuk berjaga-jaga
jika diperlukan selama
latihan
Respon
Pasien sudah dapat hasil dari
terapi yang di berikan oleg
perawat.

43
5. Data S : pasien sudah tidak dispnea lagi
Ds : O:
1. Dispnea 1. pasien sudah tidak sianosis
Do : lagi.

1. Pasien tampak sianosis. 2. Sudah tidak terdengar suara


abnormal napas
2. Terdapat bunyi napas
A : masalah teratasi
tambahan Ronki,
P : hentikan intervensi
wheezing
Action
1. Mengkaji dispnea,
takipnea, tidak normal
atau menurunnya bunyi
nafas, peningkatan upaya
pernafasan, terbatasnya
ekspansi dinding dada
dan kelemahan.
2. Mengevaluasi tingkat
kesadaran, catat sianosis
dan perubahan pada
warna kulit, termasuk
membran mukosa dan
kuku.
3. Meningkatkan tirah
baring / batasi aktivitas
dan bantu aktivitas
pasien sesuai keperluan.
4. Mengkolaborasi medis
dengan pemeriksaan ACP
dan pemberian oksigen.
Respon

44
1. Dispnea, takipnea sudah
tidak ada. Pernapasan
pasien sudah normal.
2. Kesadaran pasien
composmentis , tidak
terdapat sianosis pada
pasien, kulit pasien sudah
normal dan segar, mukosa
pasien sudah normal.
3. Pasien masih dibantu oleh
keluarga untuk beraktivitas

45
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
COPD atau yang lebih dikenal dengan PPOM merupakan suatu
kumpulan penyakit paru yang menyebabkan obstruksi jalan napas, termasuk
bronchitis, emfisema, bronkietaksis dan asma. PPOM paling sering
diakibatkan dari iritasi oleh iritan kimia (industri dan tembakau), polusi udara,
atau infeksi saluran pernapasan kambuh. Faktor-faktor yang dapat
meningkatkan resiko munculnya merokok, polusi, infeksi saluran napas dan
bersifat genetik yaitu defisiensi -1 antitripsin. Tanda dan gejala dari PPOK
antara lain batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin, batuk
kronik dan pembentukan sputum purulen dalam jumlah yang sangat banyak,
dispnea, nafas pendek dan cepat (Takipnea). Penatalaksanaan pasien PPOK
diberikan terapi sesuai dengan gejala yang dialami misalnya terapi oksigen.
Dan asuhan keperawatan dimulai dari mengkaji keadaan fisik, memperoleh
data subjektif dan objektif dari pasien, kemudian menetukan diagnose
berdasarkan dari data-data yang telah diperoleh yaitu bersihan jalan napas tak
efektif berhubungan dengan gangguan peningkatan produksi secret, sekresi
tertahan, tebal dan kental dan kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan
gangguan suplai oksigen berkurang. (obstruksi jalan napas oleh secret, spasme
bronkus), kemudian melakukan intervensi sampai dengan evaluasi.
K. Saran
Sebagai perawat diharapkan mampu membuat asuhan keperawatan dengn
baik terhadap penderita penyakit saluran pernapasan terutama ppok. Oleh
karena itu, perawat juga harus mampu menghadiri sebagaitenaga pendidik
dalam hal ini melakukan penyuluhan atau memberikan edukasi kepada pasien
juga keluarga pasien terutama tentang tanda-tand, penanganan dan
pencegahannya.

46
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L J. 2006. Diagnosa keperawatan Aplikasi pada 13 Praktek Klinik


Edisi 6. Jakarta: EGC.
Edward Ringel. 2012. “buku saku hitam kedokteran paru” Jakarta : Permata Puri
Media
Global initiative for chronic Obstruktif Lung Disease (GOLD), (2011), Inc.
Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management, and
Prevention.http://www.goldc opd.com.
Grace A. Pierce, Borley R. Nier. (2011). Ata Glace Ilmu Bedah Edisi 3. Pt Gelora
Aksara Pratama
Jackson, D. (2014). Keperawatan Medikal Bedah edisi 1. Yogyakarta, Rapha
Pubising.
Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC Buku
Kedokteran.
Ovedoff, D. 2006. Kapita selekta kedokteran 2/editor ed. Revisi 2. Jakarta,
Binarupa Aksara.
Padila. 2012. Buku ajar : keperawatan medical bedah. Yogyakarta : Nuha Medika.
Price, S.A dan Wilson. 2014. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta : EGC
Reeves, Charlene J. 2006. Buku Satu Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :
Salemba Medika.
Smeltzer, S. C. and Bare, B. G. 2006. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Edisi 8 Volume 2. Alih Bahasa H. Y. Kuncara, Monica
Ester, Yasmin Asih, Jakarta : EGC.
Wilkinson, W. (2013). Kapita Selekta Penyakit. Jakarta: EGC
Menurut World Health Organitation (WHO) pada tahun 2012
Ikawati, Z. 2011. Penyakit Sistem Pernafasan dan Tatalaksana Terapinya.
Yogyakarta : Bursa Ilmu.
Hurst, Marlene. (2016). Belajar Mudah Keperawatan Medikal Bedah, Vol, 1.
Jakarta: ECG

47
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2017)
Tarwoto dan Wartonah., 2015. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan. Edisi : 4. Jakarta
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Imunologi,. Jakarta : Salemba Medika.
Bararah, T dan Juhar, M. 2013. Asuhan Keperawatan Panduan lengkap Menjadi
Perawat Profesional. Jakarta : Prestasi Pustakarya.
Alsagaff, H, dan Mukti, A. (2006). Dasar-dasar Ilmu Penykit Paru. Surabaya :
Airlngga University Press.

48

Anda mungkin juga menyukai