Anda di halaman 1dari 34

1

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuberculosis (TBC) merupakan yang menjadi masalah kesehatan serius di

negara maju maupun berkembang termasuk di Indonesia baik dari segi

morbiditas maupun mortalitas. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang

telah lama dikenal dan sampai saat ini, belum ada negara yang bebas TBC.

Peningkatan TBC dikarenakan antara lain kebiasaaan merokok ,kurangnya

kepedulian menjaga kebersihan, lingkungan, gizi buruk. Penderita TBC biasanya

mengalami perubahan bentuk fisik menjadi lebih kurus dan pucat, batuk, badan

lemah dan penurunan nafsu makan (Saptawati, et al, 2012).

Tuberculosis (TBC) sampai saat ini masih merupakan salah satu masalah

kesehatan masyarakat di dunia walaupun upaya penanggulangan TBC telah

dilaksanakan di banyak negara sejak tahun 1995. Menurut laporan WHO tahun

2017 di tingkat global diperkirakan 10,400.000 kasus TBC baru dengan

3,700.000 kasus di antaranya adalah perempuan, dengan 1.674.000 kematian

karena TBC. Dari kasus TBC tersebut ditemukan 1,030.000 (10%) HIV positif

dengan kematian 374.000 orang, TBC resisten obat (TB-RO) dengan kematian

240.000 orang. 1.040.000 kasus TBC anak ( dibawah usia 15 tahun) dan

140.000 kematian/tahun.

Jumlah kasus TBC di Indonesia menurut laporan WHO tahun 2017, di

perkirakan ada 1.020.000 kasus TBC baru per tahun ( 391 per 100.000

penduduk ) dengan 100.000 kematian pertahun ( 42 per 100.000 penduduk ).


2

Berdasarkan data dari dinas kesehatan Provinsi Kalimantan Barat dari tahun

2018 sd 2019 sebanyak 17034 orang penderita TBC. Data di Rumah Sakit RSUD

Soedarso penderita TBC dari tahun 2018 sampai tahun 2020 sebanyak 557 orang.

Tuberkulosis atau TBC adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

kuman Mycobacterium tuberculosis yang dapat disembuhkan dengan minum

obat sampai tuntas. Gejala gejala TBC pada orang dewasa yaitu batuk

berdahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu

makan menurun, berat badan menurun, berkeringat malam hari tanpa kegiatan

fisik, demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala TBC pada anak adalah

batuk lama lebih dari 2 minggu, berat badan turun, demam lama sampai 2

minggu atau berulang tanpa sebab yang jelas.

Pencegahan penyakit merupakan komponen penting dalam pelayanan

kesehatan, upaya pencegahan penyakit Tuberkulosis bertujuan untuk

menurunkan angka kematian yang disebabkan oleh penyakit Tuberkulosis

sehingga membutuhkan peran perawat dalam upaya mengatasi bersihan jalan

nafas tidak efektif dengan cara memonitor pola nafas, memonitor bunyi nafas,

memonitor sputum , mempertahankan kepatenan jalan nafas, memberikan posisi

semi fowler, memberikan oksigen, mengajarkan teknik batuk efektif dan

berkolaborasi pemberian obat. ( SIKI, edisi I cetakan II ).

Berdasarkan penjelasan diatas penulis tertarik untuk melakukan studi kasus

yang berjudul Asuhan keperawatan pada klien Tuberkulosis paru dengan

bersihan jalan nafas tidak efektif diruang paru - paru RSUD Soedarso.

B. Tujuan Penulisan
3

1. Tujuan Umum

Memberikan Asuhan keperawatan klien yang menderita Tuberkulosis

paru dengan bersihan jalan tidak efektif nafas diruang paru-paru RSUD

Soedarso.

2. Tujuan Khusus

a. Melaksanakan pengkajian pada klien yang menderita TBC paru

dengan bersihan jalan tidak efektif nafas diruang paru-paru

RSUD Soedarso.

b. Menetapkan diagnosa keperawatan pada klien yang menderita TBC

paru dengan bersihan jalan tidak efektif nafas diruang paru-paru

RSUD Soedarso.

c. Menyusun rencana Asuhan keperawatan pada klien yang menderita

yang menderita TBC paru dengan bersihan jalan nafas tidak efektif

diruang paru-paru RSUD Soedarso.

d. Melakukan tindakan keperawatan pada klien yang menderita TBC

paru dengan bersihan jalan nafas tidak efektif diruang paru paru

RSUD Soedarso.

e. Melakukan evalusi keperawatan pada klien yang menderita TBC paru

dengan bersihan jalan nafas tidak efektif diruang paru-paru RSUD

Soedarso.

C. Sistematika Penulisan
4

Pada bagian ini diuraikan sistematika penulisan yang terdiri bab I sampai

dengan bab V dengan susunan sebagai berikut :

Bab I : Pada bab ini berisi pendahuluan, latar belakang, tujuan penulisan dan

sistematika penulisan.

Bab II : Pada bab ini berisi landasan teoritis yang mencakup defenisi dan

konsep masalah utama yang diangkat, Pengkajian, Patofisiologi, Diagnosis

keperawatan, Perencanaan, Implementasi dan Evaluasi.s

Bab III : Pada bab ini menggambarkan Asuhan keperawatan yang diberikan

kepada klien Ny. S, dengan bersihan jalan nafas tidak efektif

diruang paru-paru RSUD Soedarso, Pontianak.

Bab IV : Pada bab ini menjelaskan mengenai Analisa proses Asuhan

keperawatan yang diberikan dan ( Pendokumentasian yang dilakukan

bersdasarkan konsep teori dan Analisa praktik keperawatan yang diberikan

dalam meningkatkan kompetensi mahasiswa praktek ners.

Bab V : Pada bab ini tentang pembahasan yang memberikan ulasan dan

bahasan mengenai asuhan keperawatan yang diberikan kepada Ny. S ditinjau

dari sudut pandang konsep dan teori.

BAB II
5

LANDASAN TEORITIS

A. Inefektif bersihan jalan nafas

1. Defenisi

Inefektif bersihan jalan nafas merupakan suatu keadaan dimana

individu mengalami ancaman yang nyata atau potensial berhubungan dengan

ketidak mampuan untuk batuk secara efektif ( Carpenito & Moyet, 2013 )

Pengertian lain juga menyebutkan bahwa inefektif bersihan jalan nafas

merupakan ketidak mampuan memberisihkan secret atau obstruksi jalan nafas

untuk mempertahankan jalan nafas tetap paten. ( Tim Pokja SDKI DPP PPNI,

2016 )

2. Batasan karakteristik

Gullian barre syndrome, Sklerosis multiple, Myasthenia gravis, Prosedur

diagnostic ( mis. Bronkoskopi, transesophageal echocardiography ( TEE ), Depresi

sistem saraf pusat, Cedera kepala, stroke, Kuadriplegia, Sindrom aspirasi

mekonium dan Infeksi saluran nafas.

3. Tujuan yang ingin dicapai

a. Kemampuan membersihkan sekret

b. Mempertahankan jalan nafas tetap paten

4. Kriteria hasil

a. Batuk efektif meningkat

b. Produksi sputum meningkat


6

c. Mengi meningkat

d. Wheejing menurun

e. Mekonium menurun

f. Frekuensi nafas membaik

g. Pola nafas membaik

B. Tuberkulosis Paru

1. Defenisi

Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang

parenkim paru. Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular yang disebkan

oleh basil Mycobacterium tuberculosis yang merupakan salah satu penyakit

saluran pernafasan bagian bawah yang sebagian besar basil tuberculosis masuk

kedalam jaringan paru melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami

proses yang dikenal sebagai focus primer dari ghon ( Hood Alsagaff, 1995 :

73 ).

Batuk darah ( hemoptisis ) adalah darah atau dahak berdarah yang

dibatukkan berasal dari saluran pernafasan bagian bawah yaitu mulai dari

glottis kearah distal, batuk darah akan berhenti sendiri jika asal robekan

pembuluh darah tidak luas, sehingga penutupan luka dengan cepat terjadi

( Hood Alsagaff, 1995, hal 301 ).

2. Etiologi
7

a. Agen infeksius utama, mycobacterium tuberculosis adalah batang aerobic

tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitive terhadap

panas dan sinar ultraviolet

b. Mycobacterium Bovis dan mycobacterium Avium, pernah pada kejadian

yang jarang, berkaitan dengan terjadinya infeksi tuberculosis.

3. Klasifikasi

Klasifikasi TB Paru dibuat berdasarkan gejala klinik, Bakteriologi,

Radioligik, dan riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini penting karena

merupakan salah satu factor determinan untuk menetapakan strategi terafi.

Sesuai dengan program Gerdunas P2TB klasifikasi TB Paru dibagi

sebagai berikut :

a. TB Paru BTA Positif dengan kriteria :

1). Dengan atau tanpa gejala klinik

2). BTA Positif : mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali

disokong biakan positis 1 kali

3). Gambaran radiologi sesuai dengan TB paru.

b. TB Paru BTA negative dengan kriteria :

1. Gejala klinik dan gambaran radiologi sesuai dengan TB paru aktif

2. BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologi positif

c. Bekas TB Paru dengan kriteria :


8

1. Bakteriologi ( mikroskopik dan biakan ) negative

2. Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru

3. Radiologi menunjukkan gambaran lesi TB Inaktif, menunjukkan serial

foto yang tidak berunah

4. Ada riwayat pengobatan OAT yang mendukung

4. Patofisiologi

Basil tuberkel yang mencapai permukaan alvaeoli biasanya diinhalasi

sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil karena gumpalan

yang lebih besar cenderung bertahan dirongga hidung dan tidak menyebabkan

penyakit ( Dannerberg, 1981 dikutip dari Price, 1995 ). Setelah berada dalam

ruang alveolus ( biasanya dibagian bawah lobus atas atau dibagian atas lobus

bawah ) basil tuberculosis ini membangkitkan reaksi peradangan. Lekosit

polimorponuklear tampak pada tempat tersebut dan mefagosit bakteri tetapi

tidak membunuh organisme tersebut. Alveoli yang terserang akan mengalami

konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pnemonia seluler ini dapat

sembuh dengan sendirinya tanpa menimbulkan kerusakan jaringan paru atau

proses dapat berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak

didalam sel. Basil juga menyebar melalui kelenjar limferegional. Reaksi ini

biasanya berlangsung selama 10 - 20 hari. Nekrosis bagian sentral lesi

memberikan gambaran yang relative padat seperti keju, lesia nekrosis ini

disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosisi kaseosa dan

jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast
9

menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa,

membentuk jaringan paru yang akhirnya membentuk suatu kapsul yang

mengelilingi tuberkel.

Lesi primer paru paru disebut focus Ghon dan gabungan terserangnya

kelenjar limfe regional dan lesi primer dinamakan kompleks Ghon. Respon lain

yang terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cair lepas

kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuber kular yang dilepaskan

dari dinding kavitas akan masuk kepercabangan trakeo bronkial. Proses ini

dapat terulang kembali pada bagian lain dari paru atau basil dapat terbawa ke

laring, telinga tengah atau usus. Bila peradangan meredah lumen bronkus dapat

menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat dengan

perbatasan bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat

mengalir melalui saluran yang ada dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang

tidak telepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama

atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat

peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui saluran limfe atau

pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar limfe akan mencapai

aliran darah dalam jumlah yang lebih kecil yang kadang kadang dapat

menimbulkan lesi pada berbagai organ lain ( ekstrapulmoner ).

5. Pathway

M. Tuberkulosis M. Bovis

Tertiup melalui udara


10

Menempel pada bronchiole


Atau alveolus

Proliferasi sel epitel disekeliling basil dan membentuk dinding


Antara basil dan organ yang terinfeksi (tuberkel)

Basil menyebar melalui kelenjar getah bening menuju


kelenjar regional

Inflamasi / infeksi <-- Lesi primer menyebabkan


kerusakan jaringan
- Demam
- Anoreksia Meluas keseluruh paru paru (bronchioles atau pleura)
- Malaise
- BB turun - Batuk
Erosi pembuluh darah - Nyeri
MK : dada
Perubahan - Pucat -
nutrisi Haemaptue
- Anemia
- Lemah MK : Ggn rasa nyaman nyeri
Ggn pertukaran gas Infeksi
Basil menyebar kedaerah yang
pola nafas
dekat dan jauh
MK : Perubahan perfusi
jaringan
ekspirasi

MK : Risiko stranmisi infeksi

6. Manifestasi klinis

Gambaran klinik TB paru dibagi menjadi 2 golongan, gejala

respiratorik dan gejala sistemik :

a. Gejala respiratorik, meliputi :

1). Batuk : Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan

yang paling sering dikeluhkan. Mula mula bersifat non


11

produktif kemudian berdahak bercampur darah bila sudah ada

kerusakan jaringan.

2). Batuk darah : Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi,

mungkin tampak berupa garis atau bercak bercak darah,

gumpalan darah dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah

terjadi karena pecahnya pembuluh darah.

3). Sesak nafas : Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru

sudah luas atau karena ada hal hal yang menyertai seperti efusi

pleura, pneumotorak, anemia dan lain lain.

4). Nyeri dada : Nyeri dada pada TB paru temasuk nyeri pleuritik yang

ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan dipleura terkenak.

b. Gejala sistemik, meliputi :

1). Demam : Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul

pada sore dan malam hari mirip demam influensa, hilang

timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa

bebas serangan makin pendek.

2). Gejala sistemik lain : keringat malam, anoreksia, penurunan berat

badan serta malaise.

3). Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan

tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak bafas

walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala

pneumonia.
12

7. Komplikasi TB Paru

Komplikasi dari TB paru adalah :

a. Pleuritis tuberkulosa

b. Efusi pleura (cairan yang keluar kedalam rongga pleura)

c. Tuberkulosa milier

d. Meningitis tuberkulosa

8. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang dilakukan pada penderita TB paru adalah :

a. Pemeriksaan diagnostic

b. Pemeriksaan sputum

c. Ziel-Nelsen (pewarnaan terhadap sputum). positif jika ditemukan

bakteri tahan asam.

d. Skin test (PPD, Mantoux)

Hasil test Mantoux dibagi menjadi :

1). Indurasi 0-5 mm (diameternya) maka Mantoux negatif

2). Indurasi 6-9 mm (diameternya) maka hasilnya meragukan

3). Indurasi 10-15 mm yang artinya hasil Mantoux positif

4). Indurasi lebih dari 16 mm hasil Mantoux positif kuat


13

5). Reaksi timbul 48-72 jam setelah injeksi antigen intrakutan berupa

indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrasi limfosit yaitu

persenyawaan antara antibody dan antigen tuberculin.

e. Rontgen dada

Menunjukkan adanya infiltrasi lesi pada paru paru bagian atas,

timbulnya kalsium dari lesi primer atau penumpukan cairan.

f. Pemeriksaan histology/kultur jaringan positif bila terdapat

mikobakterium tuberculosis.

g. Biopsi jaringan paru

h. Pemeriksaan elektrolit

i. Analisa gas darah (AGD)

j. Pemeriksaan fungsi paru

Turunnya kapasitas vital, meningkatnya ruang fungsi, meningkatnya

rasio residu udara pada kapasitas total paru dan menurunnya

saturasi oksigen sebagai akibat infiltrasi parenkim/fibrosa,

hilangnya jaringan paru dan kelainan pleura.

9. Penatalaksanaan TB Paru

Pengobatan TB paru dibagi dalam 2 tahap yaitu :

a. Tahap intensif (initial) dengan memberikan 4-5 macam obat anti TB

perhari dengan tujuan mendapatkan konversi sputum dengan cepat.

(pengobatan 2- 3 bulan ).
14

b. Tahap lanjutan (continuation phase) dengan hanya memberikan 2

macam obat per hari. (pengobatan 4-7 bulan) Paduan obat yang

digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis OAT

yang digunakan sesuai rekomendasi WHO adalah Isoniasid,

Rifampisin, Pirazinamid, Etambutol, dan Streptomisin

Dosis rekomendasi OAT lini 1 untuk dewasa

Obat Dosis rekomendasi


Harian 3 kali per minggu
Dosis Maksimum Dosis Maksimum

(mg/kgBB) (mg) (mg/kgBB) (mg)


Isoniazid (H) 5 (4-6) 300 10 (8-12) 900
Rifampisin (R) 10 (8-12) 600 10 (8-12) 600
Pirazinamid (Z) 25 (20-30) 35 (30-40)
Etambutol (E) 15 (15-20) 30 (25-35)
Streptomisin(S) 15 (12-18) 15 (12-18)
C. Asuhan Keperawatan Teoritis

Menurut Tarwoto dalam Hendika 2017 pengkajian keperawatan pada

pasien TB Paru meliputi :

1. Pengkajian

a. Identitas klien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, tempat/tanggal lahir, alamat,

pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal MRS, nomor register, dan

diagnosa medis.

b. Riwayat keperawatan

Riwayat keperawatan yang berhubungan dengan gangguan sistem

oksigenasi, yang difokuskan untuk mengenal tanda dan gejala


15

umum. Keluhan utama yang sering muncul yaitu batuk, batuk

darah, produksi sputum berlebih dan sesak nafas ( Muttaqin, 2010 ).

c. Riwayat penyakit sebelumnya

Secara umum pertanyaan yang sering diajukan pada pasien TB paru

yaitu :

1). Pernah mengalami batuk dalam kurun waktu yang lama dan

tidak sembuh

2). Memiliki riwayat kontak dengan orang yang terinfeksi TB paru

3). Memiliki sistem imun lemah

4). Memiliki riwayat vaksinasi BCG yang tidak teratur ( Wahid &

Suprapto, 2013 )

d. Riwayat keluarga

Pengkjian terhadap riwayat penyakit keluarga merupakan hal yang

sangat penting untuk mendukung keluhan yang dialami pasien, yang

akan membantu memberikan predisposisi keluhan seperti adanya

riwayat sesak nafas, batuk dalam waktu yang lama, batuk disertai

darah. ( Muttaqin, 2010 )

e. Faktor pendukung

Secara umum faktor faktor yang dapat mendukung peningkatan

kasus TB paru yaitu :

1). Kondisi lingungan


16

2). Pola hidup yang tidak sehat seperti kebiasaan merokok,

minuman beralkohol, pola istirahat dan tidur yang tidak

teratur, kurang kebersihan diri dan pola makan yang tidak

seimbang.

3). Rendahnya tingkat pengetahuan dan Pendidikan yang dimiliki

pasien dan keluarga tentang penyakit, cara penceghan, pengobatan

dan perawatan yang harus dilakukan ( Wahid & Suprapto,

2013 ).

f. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada sistem pernafasan berfokus pada bagian

thorax yang meliputi :

1). Inspeksi

Pemeriksaan dengan melihat keadaan umum sistem pernafasan

dan menilai adanya tanda tanda abnormal missalnya sianosis,

pucat, kelelahan, sesak nafas, batuk dan menilai adanya produksi

sputum ( Muttaqin, 2010 )

2). Palpasi

Pemeriksaan dengan palpasi bertujuan untuk mendeteksi

kelaianan seperti peradangan didaerah setempat. Melalui

palpasi dapat diketahui gerakan dinding thorax pada saat proses

inspirasi dan ekspirasi. Cara palpasi dapat dilakukan dari belakang


17

dengan meletakkan kedua tangan dikedua sisi tulang belakang (

Hidayat, 2009 )

3). Perkusi

Pengetukan dada atau perkusi akan menghasilkan vibrasi pada

dinding dada dan organ paru paru yang ada dibawahnya, akan

dipantulakn dan dapat diterima oleh pendengaran pemeriksa.

Perkusi berguna untuk menetukan apakah jaringan yang terdapat

dibawahnya terisi oleh cairan, udara, bahan padat atau tidak

( Muttaqin, 2010 ).

4). Auskultasi

Auskultasi merupakan mendengarkan suara yang berasal dari

dalam tubuh dengan cara menempelkan telinga kedekat sumber

bunyi dengan menggunakan stetoskop. Pemeriksaan auskultasi

bertujuan untuk mengkaji aliran udara melalui pohon

bronkeal dan mengevaluasi cairan atau obstruksi ( Muttaqin, 2010

).

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan bertujuan untuk dapat mengidentifikasi berbagai

respon klien baik individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi

yang berkaitan dengan kesehatan ( PPNI, 2016 ). Diagnosa keperawatan

yang sering muncul pada pasien TB yaitu bersihan jalan nafas tidak

efektif dan gangguan pertukaran gas ( Nurarif & Kusuma, 2015 ).


18

Diagnosa keperawatan yang difokuskan pada masalah ini yaitu

bersihan jalan nafas tidak efektif b.d sekret darah yang dibuktikan

dengan frekwensi pernafasan dan sekresi yang tertahan.

3. Intervensi keperawatan

Rencana keperawatan pada masalah TB paru menurut Tarwoto 2011

Nanda International 2012-2014 yaitu : bersihan jalan nafas tidak

efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan.

NOC : Outcome untuk mengukur penyelesaian dari diagnosis status

pernafasan kepatenan jalan nafas yang merupakan suatu kondisi saluran

trakeobronkial yang terbuka dan lancer untuk proses pertukaran udara.

Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x24 jam diharapkan status

pernafasan : kepatenan jalan nafas dapat ditingkatkan dengan kriteria

hasil a. Frekwensi pernafasan dalam rentang normal

b. Irama pernafasan dalam rentang normal

c. Mampu mengeluarkan sputum

d. Mampu bernafas normal tanpa ada suara nafas tambahan

e. Tidak ada dispnea saat istirahat

f. Mampu untuk batuk

g. Tidak ada penumpukan sputum

NIC : Peningkatan ( Manajemen ) batuk


19

a. Dampingi pasien untuk duduk pada posisi kepala sedikit lurus, bahu

dalam kondisi relax dan lutut ditekuk

b. Berikan dukungan pada pasien untuk melakukan latihan nafas

dalam, tahan selama 2 detik selajutnya bungkukkan kearah depan,

tahan selama 2 detik dan batukkan 2 sampai 3 kali.

c. Anjurkan pasien untuk menekan perut dibawah xiphoid dengan

menggunakan tangan terbuka selanjutnya bantu pasien dalam posisi

fleksi kedepan selama batuk.

d. Dukung pemberian hidrasi cairan secara sistemik sesuai dengan

kebutuhan

Rasional :

a. Untuk membantu memaksimalkan ekspansi paru

b. Untuk meningkatkan ventilasi alveoli dan menggunakan pengeluaran

sputum.

c. Untuk mempermudah pengenceran mucus

d. Untuk membantu menahan perut saat batuk

4. Implementasi keperawatan

Implementasi keperawatan adalah suatu proses keperawatan yang

mengikuti rumusan yang sudah ada direncana keperawatan.

Implementasi mencakup pelaksanaan dari intervensi keperawatan yang


20

ditunjukan dalam mengatasi diagnosa keperawatan, masalah kolaboratif

dan untuk memenuhi kebutuhan pasien ( Smeltzer dan Bare, 2013 ).

5. Evaluasi keperawatan

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan dan bertujuan

untuk menentukan berbagai respon pasien terhadap intervensi

keperwatan yang sudah disusun dan sebatas mana tujuan yang

direncanakan sudah tercapai ( Smeltzer & Bare, 2013 ). Tujuan dan

kriteria hasil yang diharapkan setelah tindakan yang diberikan untuk

bersihan jalan nafas tidak efektif yaitu :

a. Pasien mampu bernafas dalam rentang normal

b. Irama pernafasan normal

c. Pasien mampu mengeluarkan sputum

d. Pasien mampu untuk bernafas dengan normal tanpa ada suara nafas

tambahan.

e. Pasien tidak merasa sesak nafas saat istirahat dan saat melakukan

aktifitas ringan

g. Pasien mampu untuk batuk

h. Pasien tidak mengalami penumpukan sputum pada jalan nafas

( Moorhead et al., 2016 )


21

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

Bab ini menggambarkan asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien Ny.

S, dengan bersihan jalan nafas tidak efektif (Tuberculosis paru) di Ruang I

RSUD R. Soedarso, Pontianak. Asuhan keperawatan dilakukan selama 3 hari

mulai dari tanggal 7 Nopember sampai dengan 9 Nopember 2019.

A. Pengkajian

Klien bernama Ny. S, umur 61 tahun, dirawat sejak tanggal 7 Nopember 2019

dengan diagnose medis Tuberculosis paru, nomor RM : 11813719, suku

Madura, agama Islam, Pendidikan tidak sekolah, pekerjaan ibu romah tangga,

alamat Jl. Sei Mendalam Perumnas IV.

Keluhan utama saat dikaji Ny. S mengatakan batuk sudah lama, banyak

lender, susah makan dan susah tidur. Se belum masuk rumah sakit Ny. S

mengatakan batuk selama 1 minggu disertai lendir dan berkeringat dingin

malam hari tanpa ada aktifitas. Untuk keluhan ini Ny. S sudah berobat tetapi

tidak ada perubahan.

Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa tanda tanda vital : TD

130/70 mmHg, N = 80 x/mt, R/R = 20 x/mt S = 37 C, kesadaran pasien compos

mentis.
22

Pada system pernafasan ada keluhan sesak, batuk produktif, sekret susah

keluar, warna kuning kehijauan, irama nafas teratur, suara nafas ada wheezing,

tidak menggunakan alat bantu nafas.

Pada system kardiovaskular tidak ada keluhan nyeri dada, irama jantung

regular S1/S2 tunggal, suara jantung normal, CRT > 2 detik, akral hangat, dan

JVP normal.

Pada system persyarafan, GCS 14 – 15, reflex fisiologis patella, reflex

patologis babinsky budzinsky kernig, tidak ada keluhan pusing, pupil isokor,

sclera tidak anemis, dan tidak ada gangguan pandangan serta gangguan

penciuman, istirahat atau tidur pasien hanya 2 jam/hari.

Pada system perkemihan tampak bersih, tidak ada keluhan kencing,

produksi urine 500 ml/hari warna kuning bau amoniak, tidak ada pembesaran

kandung kemih dan tidak ada nyeri tekan, intake cairan oral 4500 cc/hari dan

tidak menggunakan alat bantu kateter.

Pada system pencernaan mulut tampak bersih, mukosa bibir kering tidak

ada pembesaran tonsil, abdomen kembung, tidak ada nyeri tekian dan tidak

ada luka operasi, peristaltic 12 x/mt, BAB 2 hari sekali konsistensi keras, diet

lunak, nafsu makan menurun frekwensi 1 x/hari, forsi makan tidak habis hanya

1 x/hari.

Pada system muskuloskletal dan integument pergerakan sendi bebas, tidak

ada kelainan extremitas, tidak ada kelaianan tulang belakang, tidak ada fraktur,

tidak ada pemasangan gips, kulit tampak kemerahan, turgor kulit baik.
23

Pada system endokrin tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, dan getah

bening, tidak ada tanda tanda hipoglikemia dan hiperglikemia serta tidak ada

luka gangrene.

Pada pengkajian psikososial persepsi klien terhadap penyakitnya merupakan

cobaan Tuhan, ekspresi klien menangis terhadap penyakitnya, reaksi saat

interaksi kooperatif dan tidak ada gangguan konsep diri.

Personal Hygiene dan kebiasaan pada pasien Ny. S mandi hanya diseka

seka saja, tidak ada keramas dalam sehari, tidak ada memotong kuku dan

tidak merokok serta tidak minum alkohol.

Pemeriksaan penunjang

Tanggal 8 Nopember 2019

Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal


HB 8,4 g/dl
White Blood Cell 2316
Flaralat Count 774 H
SGOT 21 U/L
SGPT 29 U/L
Ureum 6,8 Mg/dl
Creatinin 0,8 Mg/dl
WBC 19,61 (1013/ul)
RBC 3,63 (1016/ul)
HGB 7,9 g/dl
HCT 26,8 %
MCV 738 FL
MCH 21,8 pg
PLT 690 g/dl
RDW-SD 52,3 (1013/ul)
RDW-CW 19,4 FL
PDW 7,6 %
DR 10,6 %
P 0,56 %
Differential
NRBC 0,01 (1013/ul)
NEUT 16,78 (10
24

LMPHT 1,22 (10


Morto 1,53
EO 0,01
BASO 0,07
NRBC 0,1
NEUT% 6,2 %
Lymph% 7,8 %
Mono% 6,2 %
EO% 0,1 %
BASO% 0,1 %
IG% 1,0 %

Obat yang diterima

1. Infus RL 20 tpm

2. Gentamicin injeksi 2x160mg

3. Omeprazole injeksi 2x1

4. Paracetamol 3x500mg k/p

5. Ambroxol tab 3 x 1

B. Diagnosis Keperawatan, Perencanaan Keperawatan,Implementasi dan

Evaluasi

1. Diagnosis keperawatan

Hasil analisis data menunjukkan diagnosis keperawatan Ny.S adalah:

a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi

lendir ditandai dengan

b. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan ditandai

dengan berat badan menurun

c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan faktor eksternal/kebisingan


25

2. Perencanaan, Implementasi dan Evaluasi

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi

lendir ditandai dengan

1). Perencanaan

Tujuan perawatan yang diberikan kepada Ny. S, setelah dilakukan perawatan

selama 3 hari klien mengatakan bersihan jalan yang efektif dengan kriteria hasil,

klien dapat mengeluarkan lendir melalui batuk efektif, suara nafas bersih dan

produksi sputum menurun.

Intervensi keperawatan yang diberikan kepada Ny. S, adalah : kaji suara

nafas setiap 8 jam, pukul 05.00, pukul 12.00, pukul 21.00 dengan rasional

bersihan jalan nafas efektif, lakukan fisio terafi dada pukul 09.00 dengan rasional

suara nafas bersih, ajarkan latihan nafas dan batuk efektif dengan rasional

produksi sputum menurun, berikan terafi ambroxol tab 3 x 1, pukul 08.00, pukul

14.00, pukul 18.00.

2). Implementasi

Pada tanggal 11 Nopember 2019 tindakan keperawatan yang diberikan kepada

klien Ny. S, pada pukul 08.00 memberikan obat ambroxol 1 tab, mengkaji suara

nafas setiap 8 jam, mengajarkan latihan tarik nafas dalam dan melatih batuk

efektif pukul 09.00 yaitu dengan cara menganjurkan tarik nafas dalam melalui

hidung selama 4 detik, ditahan selama 2 detik, kemudian keluarkan dari mulut

dengan bibir mencucu selama 8 detik dan menganjurkan batuk dengan kuat

langsung setelah tarik nafas yang ke 3.


26

Pada tanggal 12 Nopember 2019 tindakan keperawatan yang diberikan kepada

klien Ny. S, pada pukul 08,00 memberikan obat ambroxol 1tab, mengajarkan

latihan tarik nafas dalam dan melatih batuk efektif pada pukul 09.30.

Pada tanggal 13 Nopember 2019 tindakan keperawatan yang diberikan kepada

klien Ny. S, pada pukul 08,00 memberikan obat ambroxol 1tab, mengajarkan

latihan tarik nafas dalam dan melatih batuk efektif pada pukul 09.00.

3). Evaluasi

Pada tanggal 11 Nopember 2019

S : Pasien mengatakan batuk berdahak sudah mulai berkurang

O : - Batuk sedang meningkat

- Produksi sputum sedang meningkat

- TTV : TD 130/80 mmHg, HR 80 x / mt, RR 20 x/mt S 37℃

A : Masalah teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi : berikan ambroxol tab 3x1, ajarkan latihan Tarik nafas

dalam dan latih batuk efektif.

Evaluasi pada tanggal 12 Nopember 2019

S : Pasien mengatakan batuk berdahak sudah mulai berkurang

O : Batuk cukup meningkat

- Produksi sputum cukup meningkat

- TTV : TD 120/80 mmHg, HR 80 x / mt, RR 20 x/mt S 37℃


27

A : Masalah teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi : berikan ambroxol tab 3x1, ajarkan latihan Tarik nafas

dalam dan latih batuk efektif.

Evaluasi pada tanggal 13 Nopember 2019

S : Pasien mengatakan batuk berdahak sudah berkurang dan tidak sesak

O : Batuk sudah efektif dan membaik

- Produksi sputum menurun

- TTV : TD 120/80 mmHg, HR 80 x / mt, RR 20 x/mt S 37℃

A : Masalah teratasi sebagian

P : Hentikan intervensi : pasien pulang atas instruksi dokter

b. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidak mampuan menelan makanan ditandai

dengan berat badan menurun

1). Perencanaan

Tujuan perawatan yang diberikan kepada Ny. S, setelah dilakukan perawatan

selama 3 hari maka keseimbangan nutrisi klien terpenuhi dengan kriteria hasil,

berat badan meningkat, frekwensi makan membaik, nafsu makan membaik dan

membran mukosa membaik.

Intervensi keperawatan yang diberikan kepada Ny. S adalah : monitor asupan

makanan, monitor berat badan, berikan makanan tinggi serat untuk mencegah

konstifase, ajarkan diet yang diprogramkan dan kolaborasi dengan ahli gizi untuk

menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan.


28

2). Implementasi

Pada tanggal 11 Nopember 2019 tindakan yang diberikan kepada klien Ny. S,

memonitor asupan makanan, memonitor berat badan, memberikan makanan tinggi

serat untuk mencegah konstipasi, mengajarkan diet yang diprogramkan dan

berkolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan.

Pada tanggal 12 Nopember 2019 tindakan yang diberikan kepada klien Ny. S,

memonitor asupan makanan, memonitor berat badan semula 38 Kg menjadi 42

Kg, memberikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi, mengajarkan

diet yang diprogramkan dan berkolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan

jumlah kalori yang dibutuhkan.

Pada tanggal 13 Nopember 2019 tindakan yang diberikan kepada klien Ny. S,

monitor asupan makanan, monitor berat badan semula 38 Kg menjadi 42 Kg,

memberikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi.

3). Evaluasi

Pada tanggal 11 Nopember 2019

S : Pasien mengatakan kurang nafsu makan dan tidak selera makan

O : - Berat badan turun menjadi 38 Kg

- Keinginan makan kurang membaik

- Asupan makan kurang membaik

- Asupan nutrisi kurang membaik

A. Masalah teratasi sebagian


29

P. Lanjutkan intervensi : monitor asupan makanan, monitor berat badan, berikan

makanan tinggi serat, dan kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan

jumlah kalori yang dibutuhkan.

Pada tanggal 12 Nopember 2019

S : Pasien mengatakan sudah mulai ada nafsu makan dan selera makan

O : - Berat badan sudah naik menjadi 42 Kg

- Keinginan makan mulai membaik

- Asupan makan mulai membaik

- Asuapan nutrisi mulai membaik

A. Masalah teratasi sebagian

P Lanjutkan intervensi : monitor asupan makanan, monitor berat badan, berikan

makanan tinggi serat, dan kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan

jumlah kalori yang dibutuhkan.

Pada tanggal 13 Nopember 2019

S : Pasien mengatakan sudah ada nafsu makan dan selera makan

O : - Berat badan sudah naik menjadi 42 Kg

- Keinginan makan membaik

- Asupan makan membaik

- Asuapan nutrisi membaik

A. Masalah teratasi

P. Intervensi dihentikan : pasien pulang atas instruksi dokter

c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan faktor eksternal / kebisingan dintandai

dengan gelisah dan susah tidur


30

1). Perencanaan

Tujuan perawatan yang diberikan kepada Ny. S, setelah dilakukan perawatan

selama 3 hari maka gangguan pola tidur klien membaik dengan kriteria hasil,

keluhan sulit tidur membaik, keluhan pola tidur dapat diatasi, istirahat terpenuhi.

Intervensi keperawatan yang diberikann kepada Ny. S adalah : identifikasi pola

aktifitas dan tidur, identifikasi makan dan minuman yang mengganggu tidur,

batasi waktu tidur siang, jelaskan pentingnya tidur selama sakit, ajrkan faktor

faktor yang berkontribusi terhadap gangguan pola tidur.

2). Implementasi

Pada tanggal 11 Nopember 2019 tindakan yang diberikan kepada klien Ny. S,

mengidentifikasi pola aktifitas dan tidur, mengidentifikasi makan dan minuman

yang mengganggu tidur ( mis. kopi, teh ), membatasi waktu tidur siang,

menjelaskan pentingnya tidur selama sakit dan mengajarkan faktor faktor yang

berkontribusi terhadap gangguan pola tidur.

Pada tanggal 12 Nopember 2019 tindakan yang diberikan kepada klien Ny. S,

mengidentifikasi pola aktifitas dan tidur, mengidentifikasi makan dan minuman

yang mengganggu tidur ( mis. kopi, teh ), membatasi waktu tidur siang,

menjelaskan pentingnya tidur selama sakit dan mengajarkan faktor faktor yang

berkontribusi terhadap gangguan pola tidur.

Pada tanggal 13 Nopember 2019 tindakan yang diberikan kepada klien Ny. S,

mengidentifikasi pola aktifitas dan tidur, mengidentifikasi makan dan minuman

yang mengganggu tidur ( mis. kopi, teh ), membatasi waktu tidur siang,

menjelaskan pentingnya tidur selama sakit.

3). Evaluasi
31

Pada tanggal 11 Nopember 2019

S : Pasien mengatakan sulit tidur dan gelisah

O : - Tampak gelisah

- Kwalitas tidur kurang membaik

- Istirahat tidak cukup

A. Masalah teratasi sebagian

P. Lanjutkan intervensi : identifikasi pola aktifitas dan tidur, identigfikasi makan

dan minuman yang mengganggu tidur, batasi waktu tidur siang, jelaskan

pentingnya tidur selama sakit dan ajarkan faktor faktor yang berkontribusi

terhadap gangguan pola tidur.

Pada tanggal 12 Nopember 2019

S : Pasien mengatakan sudah mulai bias tidur

O : - Tampak gelisah

- Kwalitas tidur sudah mulai membaik

- Istirahat sudah mulai cukup

A. Masalah teratasi sebagian

P. Lanjutkan intervensi : identifikasi pola aktifitas dan tidur, identigfikasi makan

dan minuman yang mengganggu tidur, batasi waktu tidur siang.

Pada tanggal 13 Nopember 2019

S : Pasien mengatakan sudah bias tidur

O : - Tampak tenang

- Kwalitas tidur membaik

- Istirahat cukup

A. Masalah teratasi
32

P. Hentikan intervensi : pasien pulang atas instruksi dokter.


33
34

Anda mungkin juga menyukai