Anda di halaman 1dari 56

SEMINAR KASUS KELOMPOK ARIES

TB PARU DI RUANGAN INTERNE


RUMAH SAKIT ABDUL MANAP KOTA JAMBI

NAMA KELOMPOK
PUSPITA GIRI SUTANTI 2021 91 001
LUKI WELIN HAPSARI 2021 91 002
ETI ETIKA 2021 91 003
LISTARI 2021 91 004
DELL ANGGITA 2021 91 005
SANTI NUR PRATIWI 2021 91 006
RIZKI PANGESTI 2021 91 007
MAYANG NURUL SAKINAH 2021 91 008
FITRIANI 2021 91 009
SILVIA DESRINA SARI 2021 91 010
PUTRI 2021 91 011
NURA SAFI’I 2021 91 039

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN BAITURRAHIM
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh


infeksi Mycobacterium tuberculosis dan dapat disembuhkan. Tuberkulosis dapat
menyebar dari satu orang ke orang lain melalui transmisi udara (droplet dahak
pasien tuberkulosis). Pasien yang terinfeksi Tuberkulosis akan memproduksi
droplet yang mengandung sejumlah basil kuman TB ketika mereka batuk,
bersin, atau berbicara. Orang yang menghirup basil kuman TB tersebut dapat
menjadi terinfeksi Tuberkulosis.
Penyakit Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia.
Hal tersebut menyebabkan gangguan kesehatan jutaan orang pertahun penyebab
utama kematian penyakit menular di dunia .
Pada tahun 2020, diperkirakan 3,7 terduga juta kasus TB baru yaitu 203.243
adalah laki-laki, 148.093 di kalangan perempuan dan 32.816 anak- anak. Angka
kesembuhan 108.704 pada laki-laki dan 73.137 pada wanita. Angka pengobatan
lengkap 156. 904 pada laki-laki dan 125.512 pada perempuan. Angka
keberhasilan pengobatan 265.608 pada laki-laki dan 198.649 pada perempuan.
Jumlah kematian 13.174 kematian (Kemenkes, 2020).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka penulis berniat membuat laporan kasus
tentang asuhan keperawatan pasien dengan TB Paru. Untuk itu penulis merumuskan
masalah sebagai berikut “ Bagaimanakah Asuhan Keperawatan pada Klien dengan TB
Paru di ruang Interne Rumah Sakit H. Abdul Manap Kota Jambi Tahun 2021? “
1.3 Tujuan Studi Kasus
1.3.1 Tujuan Umum
1. Melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan TB Paru di ruang Interne
Rumah Sakit H. Abdul Manap Kota Jambi Tahun 2021.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Melakukan pengkajian pada klien dengan TB Paru di ruang Interne Rumah Sakit H.
Abdul Manap Kota Jambi Tahun 2021.
2. Melakukan diagnose keperawatan pada klien dengan TB Paru di ruang Interne Rumah
Sakit H. Abdul Manap Kota Jambi Tahun 2021.
3. Melakukan rencana keperawatan pada klien dengan TB paru di Ruang Interne Rumah
Sakit H. Abdul Manap Kota Jambi 2021.
4. Melakukan tindakan keperawatan pada klien dengan TB paru di Ruang Interne Rumah
Sakit H. Abdul Manap Kota Jambi 2021.
5. Melakukan dan mengevaluasi tindakan keperawatan pada klien TB paru di Ruang
Interne Rumah Sakit H. Abdul Manap Kota Jambi 2021.
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN
2.1 Definisi

Tuberkulosis atau TB paru adalah suatu penyakit menular yang paling sering
mengenai parenkim paru, biasanya disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis.TB paru dapat menyebar ke setiap bagian tubuh, termasuk meningen,
ginjal, tulang dan nodus limfe (Smeltzer&Bare, 2015). Selain itu TB paru adalah
penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yakni kuman aerob
yang dapat hidup terutama di paru atau di berbagai organ tubuh lainnya yang
mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi (Tabrani Rab, 2010). Menurut
Robinson, dkk (2014),TB Paru merupakan infeksi akut atau kronis yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis di tandai dengan adanya infiltrat
paru, pembentukan granuloma dengan perkejuan, fibrosis serta pembentukan
kavitas.
2.2 Etiologi

TB paru disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang dapat


ditularkan ketika seseorang penderita penyakit paru aktif mengeluarkan
organisme.Individu yang rentan menghirup droplet dan menjadi terinfeksi.Bakteria
di transmisikan ke alveoli dan memperbanyak diri.Reaksi inflamasi menghasilkan
eksudat di alveoli dan bronkopneumonia, granuloma, dan jaringan fibrosa
(Smeltzer&Bare, 2015). Ketika seseorang penderita TB paru batuk, bersin, atau
berbicara, maka secara tak sengaja keluarlah droplet nuklei dan jatuh ke tanah,
lantai, atau tempat lainnya. Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara yang
panas, droplet atau nuklei tadi menguap. Menguapnya droplet bakteri ke udara
dibantu dengan pergerakan angin akan membuat bakteri tuberkulosis yang
terkandung dalam droplet nuklei terbang ke udara. Apabila bakteri ini terhirup
oleh orang sehat, maka orang itu berpotensi terkena bakteri tuberkulosis (Muttaqin
Arif, 2012).

2.3 Tanda dan Gejala

Arif Mutaqqin (2012), menyatakan secara umum gejala klinik TB paru primer
dengan TB paru DO sama. Gejala klinik TB Paru dapat dibagi menjadi 2
golongan, yaitu gejala respiratorik (atau gejala organ yang terlibat ) dan gejala
sistematik.

1. Gejala respratorik

a. Batuk

Keluhan batuk, timbul paling awal dan merupakan gangguan yang


paling sering dikeluhkan.

b. Batuk darah

Keluhan batuk darah pada klien TB Paru selalu menjadi alasan utama
klien untuk meminta pertolongan kesehatan.

c. Sesak nafas

Keluhan ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau
karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura,
pneumothoraks, anemia, dan lain-lain.

d. Nyeri dada

Nyeri dada pada TB Paru termasuk nyeri pleuritik ringan.Gejala ini


timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena TB.

2. Gejala sistematis

a. Demam

Keluhan yang sering dijumpai dan biasanya timbul pada sore atau
malam hari mirip demam atau influenza, hilang timbul, dan semakin
lama semakin panjang serangannya, sedangkan masa bebas serangan
semakin pendek.

b. Keluhan sistemis lain

Keluhan yang biasa timbul ialah keringat malam, anoreksia,


penurunan berat badan, dan malaise.Timbulnya keluhan biasanya
bersifat gradual muncul dalam beberapa minggusampai bulan.Akan
tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, dan sesak nafas.
2.4 Klasifikasi
TB paru diklasifikasikan menurut Wahid & Imam tahun (2013) yaitu:
a. Pembagian secara patologis
1. Tuberculosis primer (childhood tuberculosis)
2. Tuberculosis post primer (adult tuberculosis).
b. Pembagian secara aktivitas radiologis TB paru (koch pulmonum)
aktif, non aktif dan quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembuh)
c. Pembagian secara radiologis (luas lesi)
1. Tuberkulosis minimal
Terdapat sebagian kecil infiltrat nonkavitas pada satu paru maupun
kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.
2. Moderately advanced tuberculosis
Ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm. Jumlah infiltrat
bayangan halus tidak lebih dari 1 bagian paru.Bila bayangan kasar
tidak lebih dari sepertiga bagian 1 paru.
3. Far advanced tuberculosis
Terdapat infiltrat dan kavitas yang melebihi keadaan pada
moderately advanced tuberkulosis. Klasifikasi TB paru dibuat
berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik, dan riwayat
pengobatan sebelumnya.Klasifikasi ini penting karena merupakan
salah satu faktor determinan untuk menentukan strategi terapi.
Sesuai dengan program Gerdunas-TB (Gerakan Terpadu Nasional
Penanggulan Tuberkulosis) klasifikasi TB paru dibagi sebagai
berikut:

a. TB Paru BTA Positif dengan kriteria:


1) Dengan atau tanpa gejala klinik
2) BTA positif:

mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali


disokong biakan positif satu kali atau disokong radiologik
positif 1 kali.
3) Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.

b. TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:


1) Gejala klinik dan gambaran radiologik sesuai dengan TB
paru aktif.

2) BTA negatif, biakan negatif tapi radiologik positif.

c. Bekas TB Paru dengan kriteria:

1) Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif

2) Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat


kelainan paru.

3) Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif,


menunjukkan serial foto yang tidak berubah.
4) Ada riwayat pengobatan OAT yang lebih adekuat (lebih
mendukung).
2.5 Patofisiologi
Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran
pencernaan,dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi TB terjadi melalui
udara, yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman- kuman basil
tuberkel yang berasal dari orang – orang yang terinfeksi. TB adalah penyakit
yang dikendalikan oleh respon imunitas diperantarai sel. Sel efektor adalah
makrofag, dan limfosit( biasanya sel T) adalah sel imunresponsif. Tipe
imunitas seperti ini biasanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan
ditempat infeksi oleh limfosit dan limfokinnya.Respons ini disebut sebagai
reaksi hipersensitivitas seluler (lambat).
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi
sebagai unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil.Gumpalan basil yang lebih
besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak
menyebabkan penyakit.Setelah berada dalam ruangan alveolus, biasanya
dibagian bawah kubus atau paru atau dibagian atas lobus bawah, biasanya
dibagian bawah kubus atau paru atau dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel
ini membangkitkan reaksi peradangan.Leukosit polimorfonuklear tampak pada
tempat tersebut dan memfagosit bakteri namun tidak membunuh organisme
tersebut.Sesudah hari- hari pertama, leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli
yang terserang akan mengalami konsolidasi, dan timbulkan pneumonia akut.
Pneumonia selular ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa
yang tertinggal, atau proses dapat berjalan terus difagosit atau berkembang
biak dalam di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke
kelenjer getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi
lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk seltuberkel epiteloid,
yang dikelilingi oleh limfosit.Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10
sampai 20 hari.
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan
seperti keju disebut nekrosis kaseosa.Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa
dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblas
menimbulkan respons berbeda.Jaringan granulaasi menjadi lebih fibroblas
membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru disebut Fokus Ghon dan gabungan terserangnya kelenjr
getah bening regional dan lesi primer disebut Kompleks Ghon.Kompleks Ghon
yang mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada orang sehat yang kebetulan
menjalani pemeriksaan radio gram rutin.Namun kebanyakan infeksi TB paru
tidak terlihat secara klinis atau dengan radiografi.
Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, yaitu
bahan cairan lepas kedalam bronkus yang berhubungan dan menimbulkan
kavitas. Bahan tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke
dalam percabangan trakeobronkial. Proses ini dapat berulang kembali dibagian
lain dari paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau
usus.
Walaupun tanpa pengobatan, kavitas yang kecil dapat menutup dan
meninggalkan jaringan parut fibrosis.Bila peradangan merada, lumen bronkus
dapat menyepit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat denagan
taut bronkus dan rongga.Bahan perkijuan dapat mengental dan tidak dapat
kavitas penu dengan bahan perkijuan, dan lesi mirip dengan lesi berkapsul
yang tidak terlepas.Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala demam waktu
lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat
peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.
Organisme yang lolos dari kelenjer getah bening akan mencapai aliran darah
dalam jumlah kecil yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada
berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran
limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen
merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan TB miler, ini
terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak
organisme masuk kedalam sistem vaskular dan tersebar ke organ – organ
tubuh.
2.6 Pathway
2.7 Komplikasi

Menurut Wahid&Imam (2013), dampak masalah yang sering terjadi pada


TB paru adalah:
1. Hemomtisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan
nafas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial.
3. Bronki ektasis (peleburan bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4. Pneumothorak (adanya udara dalam rongga pleura) spontan: kolaps spontan
karena kerusakan jaringan paru.
5. Penyebaran infeksi keorgan lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal, dan
sebagainya.
6. Insufisiensi kardiopulmonar (Chardio Pulmonary Insuffciency).

8. Basic Promoting Physiology Of Health


Instrumen Pengukuran Dispnea (Sesak Nafas), menurut West, Et Al (2015)
No Instrument Skala pengukuran Uji Reliabilitas
1 MRC Dyspnea There are 0-4 grade to scaled dyspnea : Koefisien 0,83 :
Scale - I only get breathless with strenuous keandalan sangat
exercise (Grade 0) baik
- I get short of breath when hurrying on
level ground or walking up a slight hill
( Grade 1 )
- On level ground, I walk slower than
people of the same age because of
breathlessness, or I have to stop for
breath when walking at my own pace on
the level (Grade 2 )
- I stop for breath after walking about 100
m or after a few minutes on level ground
( Grade 3 )
- I am too breathless to leave the house or I
am breathless when dressing (Grade 4 ).
2 Modified Borg There are 12 category to scaled : Koefisien 0,88 :
Scale 0 Nothing at all keandalan sangat
0.5 Very light (just little noticeable) baik
1 Very light
2 Light
3 Moderate
4 a little intense
5 Intense
6 Intense
7 Very intense
8 Very intense
9 Very very intense (almost maximal)
10 Maximul

2.8 Pengkajian Keperawatan


a. Identitas
1. Identitas Pasien
Penyakit tuberculosis dapat menyerang manusia mulai dari usia anak sampai
dewasa dengan perbandingan yang hampir sama antara laki-laki dan
perempuan. Penyakit ini biasanya banyak ditemukan pada pasien yang
tinggal di daerah dengan tingkat kepadatan tinggi, sehingga masuknya
cahaya matahari ke dalam rumah sangat minim (Wahid & Suprapto, 2013).

b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Tuberkulosis dijuluki the great imitator, suatu penyakit yang
mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan
gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah pasien yang timbul
tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimptomatik
(Muttaqin, 2008). Keluhan yang sering menyebabkan pasien dengan TB
paru meminta pertolongan dari tim kesehatan dapat dibagi menjadi dua
golongan, yaitu (Muttaqin, 2008):
2. Keluhan Respiratori, meliputi :
a) Batuk
Keluhan batuk, timbul paling awal dan merupakan gangguan yang paling
sering dikeluhkan. Perawat harus menanyakan apakah keluhan batuk
bersifat nonproduktif/produktif atau sputum bercampur darah (Muttaqin,
2008)
b) Batuk Darah
Keluhan batuk darah pada klien dengan TB paru selalu menjadi alasan
utama klien untuk meminta pertolongan kesehatan. Hal ini disebabkan
rasa takut klien pada darah yang keluar dari jalan napas. Perawat harus
menanyakan seberapa banyak darah yang keluar atau hanya berupa blood
streak, berupa garis, atau bercak-bercak darah.
c) Sesak Napas
Keluhan ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau
karena hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothoraks,
anemia, danlain-lain
d) Nyeri Dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri ringan. Gejala ini timbul
apabila sistem persarafan di pleura terkena TB.
3. Keluhan Sistemis, meliputi:
a) Demam
Keluhan yang sering dijumpai dan biasanya timbul pada sore atau malam
hari mirip demam influenza, hilang timbul, dan semakin lama semakin
panjang serangannya, sedangkan masa bebas serangan semakin pendek.
b) Keluhan Sistemis lain
Keluhan yang biasa timbul ialah keringat malam, anoreksia, penurunan
berat badan, dan malaise. Timbulnya keluhan biasanya bersifat bersifat
gradual muncul dalam beberapa minggu bulan. Akan tetapi penanmpilan
akut dengan batuk, panas, dan sesak napas walaupun jarang dapat juga
timbul menyerupai gejala pneumonia
c) Riwayat Penyakit Saat Ini
Pengkajian ini dialkukan untuk mendukung keluhan utama. Pengkajian
yang ringkas dengan PQRST dapat memudahkan perawat untuk
melengkapi data pengkajian. Apabila, keluhan utama klien adalah sesak
napas, maka perawat perlu mengarahkan atau menegaskan pertanyaan
untuk membedakan antara sesak napas yang disebabkan oleh gangguan
pada sistem pernapasan dan kardiovaskular. Sesak napas yang
ditimbulkan oleh TB paru, biasanya akan ditemukan gejala jika tingkat
kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang
menyertainya seperti efusi pleura, pneumothoraks, anemia, dan lain- lain.
Pengkajian ringkas dengan menggunakan PQRST yaitu, Provoking
Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor penyebab sesak
napas, apakah sesak napas berkurang apabila istirahat. Quality of Pain:
seperti apa rasa sesak napas yang dirasakan atau digambarkan klien,
apakah rasa sesaknya seperti tercekik atau susah dalam melakukan
pernapasan. Region: dimana rasa berat dalam melakukan pernapasan.
Severity of Pain: seberapa jauh rasa sesak yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala sesak sesuai klasifikasi sesak napas dan klien
menerangkan seberapa jauh sesak napas memengaruhi aktivitas sehari-
hari. Time: berapa lama rasa nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari, sifat mula timbulnya
(onset), tentukan apakah gejala timbul mendadak, perlahan-lahan atau
seketika itu juga, apakah gejala timbul secara terus menerus atau hilang
timbul (intermitten), apa yang sedang dilakukan klien pada saat gejala
timbul, lama timbulnya (durasi), kapan gejala tersebut pertama kali
muncul, dan apakah pasien pernah menderita penyakit yang sama
sebelumnya.
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah
sebelumnya klien pernah menderita TB paru, keluhan batuk lama pada
masa kecil, tuberkulosis dari organ lain, pembesaran getah bening, dan
penyakit lain yang memperberat TB paru seperti diabetes melitus.
Tanyakan mengenai obat-obat yang biasa diminum oleh klien pada masa
yang lalu yang masih relevan, obat-obat ini meliputi obat OAT dan
antitusif. Catat adanya efek samping yang terjadi dimasa lalu. Adanya
alergi obat juga harus ditanyakan serta reaksi alergi yang timbul. Sering
kali klien mengacaukan suatu alergi dengan efek samping obat. Kaji
lebih dalam tentang seberapa jauh penurunan berat badan (BB) dalam
enam bulan terakhir. Penurunan BB pada klien dengan TB paru
berhubungan erat dengan proses penyembuhan penyakit serta adanya
anoreksia dan mual yang disebabkan karena meminum OAT.
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Menurut secara patologi TB paru tidak diturunkan, tetapi perawat
menanykan apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga
lainnya sebagai faktor predisposisi penularan didalam rumah.
f) Riwayat Psiko-Sosio-Spiritual
Pengkajian psikologis pasien meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh presepsi yang jelas mengenai
status emosi, kognitif dan perilaku pasien. Perawat mengumpulkan data
hasil pemeriksaan awal pasien tentang kapasitas fisik dan intelektual saat
ini. Data ini penting untuk menentukan tingkat perlunya pengkajian
psiko-sosio-spritual yang seksama. Pada kondisi klinis, pasien dengan
Tuberkulosis sering mengalami kecemasan bertingkat sesuai dengan
keluhan yang dialaminya. Perawat juga perlu menanyakan kondisi
pemukiman pasien bertempat tinggal. Hal ini penting, mengngat TB paru
sangat rentan dialami oleh mereka yang bertempat tinggal dipemukiman
padat dan kumuh karena populasi bakteri TB paru lebih mudah hidup
ditempat kumuh dengan ventilasi dan pencahayaan sinar matahari yang
kurang. TB paru merupakan penyakit yang pada umumnya menyerang
masyarakat miskin karena tidak sanggup meningkatkan daya tahan tubuh
nonspesifik dan mengonsumsi makanan yang kurang bergizi, dan juga
tidak mampu untuk membeli obat, ditambah lagi kemiskinan membuat
pasien diharuskan bekerja bekerja secara fisik sehingga mempersulit
penyembuhan penyakitnya. Pasien TB kebanyakan berpendidikan
rendah, akibatnya mereka sering kali tidak menyadari bahwa
penyembuhan penyakit dan kesehatan merupakan hal yang penting.
Padahal, taraf hidup yang baik amat dibutuhkan untuk penjagaan
kesehatan pada umumnya dan dalam menghadapi infeksi pada
khususnya.
g) Pola-pola Fungsi Kesehatan
1. Pola Persepsi dan Tatalaksana Hidup Sehat
Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum
alkohol dan penggunaan obat-obatan steroid bisa menjadi faktor
resiko timbulnya penyakit. Menurut Kemenkes RI (2013) tujuan
pemberian pengobatan adalah : menyembuhkan, mempertahankan
kualitas hidup dan produktivitas pasien, mencegah kamatian akibat
TBC, menurunkan tingkat penularan TBC kepada orang lain.
2. Pola Nutrisi dan Metabolik
Pasien dengan tuberkulosis paru biasanya kehilangan nafsu
makan, pada pola nutrisi, pasien TB paru akan mengalami mual,
muntah, penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan.
3. Pola Eliminasi
Dapat ditemukan adanya oliguria. Karena keadaan umum
pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan
menimbulkan konstipasi, bahwa pada saat BAK warna urine pasien
akan berwarna jingga pekat dan berbau yang menandakan fungsi
ginjal masih normal jika pasien TB sudah mendapatkan OAT.
4. Pola Aktivitas dan Latihan
Pasien dapat mengalami kelemahan umum, napas pendek
karena kerja, takikaria, takipnea atau dispnea pada kerja, kelemahan
otot dan nyeri, bahwa gejala yang muncul antara lain kelemahan,
kelelahan, insomnia, pola hidup menetap, dan jadwal olahraga yang
tidak teratur.
5. Pola sensori dan Kognitif
Dalam keadaan kronis perubahan mental (bingung) mungkin
dapat terjadi, bahwa Pasien dengan TB paru kebanyakan berpendidikan
rendah, akibatnya mereka sering kali tidak menyadari bahwa
penyembuhan penyakit dan kesehatan merupakan hal yang sangat
penting.
6. Pola Tidur dan Istirahat
Pasien yang mengalami TB paru harus banyak tirah baring dan
membatasi aktivitas .
7. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Perlu dikaji tentang persepsi pasien terhadap penyakitnya.
Persepsi yang salah dapat menghambat respon kooperatif pada diri
pasien. Cara memandang diri yang salah juga akan menjadi stressor
dalam kehidupan pasien.
8. Pola Hubungan dan Peran
Gangguan pada pernapasan sangat membatasi pasien untuk
menjalani kehidupan secra normal. Pasien perlu menyesuaikan
kondisinya dengan hubungan dan peran pasien, baik dilingkungan
rumah tangga, masyarakat ataupun lingkungan kerja serta perubahan
peran yang terjadi setelah pasien mengalami gangguan pernapasan.
Menurut DiGiulio (2014) menjelaskan bahwa pasien dengan TB Paru
akan mengalami perasaan isolasi karena menderita penyakit menular.
9. Pola Reproduksi Seksual
Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks
intercourse akan terganggu karena pasien mengalami
ketidakmampuan umum, bahwa pada penderita TB Paru akan
mengalami perubahan pola reproduksi dan seksual karena kelemahan
dan nyeri dada.
10. Pola Penanggulangan Stress
Pada pasien dapat ditemukan banyak stessor. Perlu dikaji
penyebab terjadinya stress, frekuensi dan pengaruh stress terhadap
kehidupan pasien serta cara penanggulangan terhadap stresso, bahwa
dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan
mengakibatkan stress pada penderita penyakit TB Paru.
11. Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
Kedekatan pasien pada sesuatu yang diyakini di dunia di
percaya dapat meningkatkan kekuatan pasien. Keyakinan pasien
terhadap Tuhan dan mendekatkan diri Kepada-Nya merupakan
metode penanggulangan stress yang konstruktif. Karena mengalami
sesak nafas dan nyeri dada biasanya penderita TB Paru sering
terganggu ibadahnya.
h) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien TB paru meliputi pemeriksaan fisik
head to toe dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital,
serta pemeriksaan yang fokus dengan pemeriksaan menyeluruh sistem
pernapasan.
a) Keadaan Umum dan Tanda-tanda Vital

Keadaan umum pada pasien TB dapat dilakukan secraa selintas


pandang dengan menilai keadaan fisik tiap bagian tubuh. Selain itu, perlu
dinilai secara umum tentang kesadaran pasien yang terdiri atas compas
mentis, apatis, somnolen, sopor, soporokoma, atau koma. Seorang perlu
mempunyai pengalaman dan pengetahuan tentang konsep anatomi dan
fisiologi umum sehingga dengan cepat dapat menilai keadaan umum,
kesadaran, dan pengukuran GCS bila kesadaran pasien menurun yang
memerlukan kecepatan dan ketepatan penilaian.
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada pasien TB perlu
biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh secara signifikan, frekuensi
napas, meningkatkan apabila disertai sesak napas, denyut nadi biasanya
meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi
pernapasan. tekanan darah biasanya sesuai dengan adanya penyakit
seperti hipertensi.
b) Pemeriksaan fisik Head To Toe
(a) Kepala
Kaji keadaan kulit kepala bersih/tidak, ada benjolan/tidak, simetris/tidak.
(b) Rambut
Kaji pertumbuhan rata/tidak, rontok, warna rambut.
(c) Wajah
Kaji warna kulit, struktur wajah simetris/tidak.
(d) Sistem Penglihatan
Kaji kesimetrisan mata, conjungtiva anemis/tidak, sclera ikterik/tidak
(e) Wicara dan THT
1. Wicara
Kaji fungsi wicara, perubahan suara, afasia, dysfonia
2. THT
a. Inspeksi hidung : Kaji adanya obtruksi/tidak, simetris/tidak, ada
secret/tidak
b. Telinga : Kaji telinga luar bersih/tidak, membran tympani, ada
secret/tidak
c. Palpasi : Kaji THT ada/tidak nyeri tekan lokasi dan penjalaran
(f) Sistem Pencernaan B5 (Bowel))
Kaji pasien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan, dan
penurunan berat badan.
(g) Sistem Pernafasan B1 (Breathing)
Pemeriksaan fisik pada pasien TB paru merupakan pemeriksaan fokus yang
terdiri atas inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi
1. Palpasi

Palpasi trakea. Adanya pergeseran trakea menunjukkan- meskipuntetapi


tidak spesifik-penyakit dari lobus atas paru. Pada Tb paru disertai adanya
efusi pleura masif dan pneumothoraks akan mendorong posisi trakea ke arah
berlawanan dari sisi sakit. Gerakan dinding thorak anterior/ekskrusi
pernapasan. TB paru tanpa komplikasi pada saat dilakukan palpasi, gerakan
dada saat bernapas biasanya normal dan seimbang antara bagian kanan dan
kiri. Adanya penurunan gerakan dinding pernapasan biasanya ditemukan pada
klien TB paru dengan kerusakan parenkim paru yang luas.
Getaran suara (fremitus vokal). Getaran yang terasa ketika perawat
meletakkan tangannya di dada pasien saat pasien berbicara adalah bunyi yang
dibangkitkan oleh penjalaran dalam laring arah distal sepanjang pohon
bronkial untuk membuat dinding dada dalam gerakan resonan, terutama pada
bunyi konsonan. Kapasitas untuk merasakan bunyi pada dinding dada disebut
taktil fremitus. Adanya penurunan taktil fremitus pada pasien dengan TB paru
biasanya ditemukan pada pasien yang disertai komplikasi efusi pleura masif,
sehingga hantaran suara menurun karena transmisi getaran suara harus
melewati cairan yang berakumulasi di rongga pleura.
2. Perkusi
Pada pasien dengan TB paru minimal tanpa komplikasi, biasanya akan
didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Pada pasien
dengan TB paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura akan di
dapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang sakit sesuai banyaknya
akumulasi cairan dirongga pleura. Apabila disertai pneumothoraks, maka di
dapatkan bunyi hiperresonan terutama jika pneumothoraks ventil yang
mendorong posisi paru ke sisi yang sehat.
3. Auskultasi
Pada pasiien dengan TB paru didapatkan bunyi napas tambahan (ronchi) pada
sisi yang sakit. Penting bagi perawat pemeriksa untuk mendokumentasikan
hasil auskultasi di daerah mana di dapatkan bunyi ronchi. Bunyi yang
terdengar melalaui stetoskop ketika klien berbicara disebut sebagai resonan
vokal. Pasien dengan TB paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura
dan pneumothoraks akan didapatkan penurunan resonan vokal pada sisi yang
sakit.

(h) Sistem Kardiovaskular B2 (Blood)


Pada pasien dengan TB paru pengkajian yang didapat meliputi:
1. Inspeksi : Inspeksi tentang adanya parut dan keluhan kelemahan fisik.
2. Palpasi : Denyut nadi perifer melemah.
3. Perkusi : Batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru dengan
efusi pleura masif mendorong ke sisi sehat.
4. Auskultasi : Tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan
biasanya tidak didapatkan
(i) Sistem Persyarafan B3 (Brain)
Kesadaran biasanya compos mentis, ditemukan adanya sianosis perifer apabila
gangguan perfusi jaringat berat. Pada pengkajian objektif, pasien tampak dengan
wajah meringis, menangis, merintih, meregang dan menggeliat. Saat dilakukan
pengkajian pada mata, biasanya didapatkan adanya konjungtiva anemis pada TB
paru dengan hemoptoe masif dan kronis, dan sklera ikterik pada TB paru dengan
gangguan fungsi hati
(j) Sistem Endokrin
Kaji terjadinya pembesaran kelenjar thyroid, palpitasi, exopthalmmus, neuropati,
retinopati (
(k) Sistem Genitourinaria B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Oleh
karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut
merupakan tanda awal dari syok. Pasien diinformasikan agar terbiasa dengan
urine yang berwarna jingga pekat dan berbau yang menandakan fungsi ginjal
masih normal sebagai ekskresi karena meminum OAT terutaman Rifampisin
(l) Sistem Muskuloskeletal B6 (Bone)
Aktivitas sehari-hari berkuarang banyak pada klien TB paru. Gejala yang
muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup menetep dan
jadwal olahraga menjadi tak teratur
(m) Sistem Intergumen, Kuku dan Imunitas
1. Inspeksi
Kaji warna kulit, edema/tidak, eritmea.
2. Palpasi
Kaji CRT normal/tidak, perubahan akral, turgor kulit, nyeri tekan,
clubbing finger.
2.9 Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya penumpukan sekret
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual berlebihan
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi

Rencana Keperawatan
No. Diagnosa Noc Nic Paraf
1. Bersihan jalan napas Setelah dilakukan tindakan  Berikan O2l/mnt,
tidak efektif b/d keperawatan selama 3x24 jam pasien  Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam
penumpukan secret pada menunjukkan keefektifan jalan nafas  Posisikan pasien untuk memaksimalkan
jalan napas dibuktikan dengan kriteria hasil : ventilasi
- mendemonstrasikan batuk  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
efektif dan suara nafas yang  Keluarkan sekret dengan batuk
bersih, tidak ada sianosis dan
 Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
dyspneu (mampu mengeluarkan
tambahan
sputum, bernafas dengan mudah,
 Monitor status hemodinamik
tidak ada pursed lips)
 Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
- Menunjukkan jalan nafas yang
Lembab
paten (klien tidak merasa
tercekik, irama nafas, frekuensi  Berikan antibiotik :
pernafasan dalam rentang  Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
normal, tidak ada suara nafas keseimbangan.
abnormal)  Monitor respirasi dan status O2
- Saturasi O2 dalam batas normal  Pertahankan hidrasi yang adekuat untuk
mengencerkan secret
 Ajarkan bagaimana batuk efektif
2. Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
b/d penurunan ekspansi selama 3x24 jam pasien  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
paru menunjukkan keefektifan pola nafas, tambahan
dibuktikan dengan kriteria hasil:  Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
- Mendemonstrasikan batuk Lembab
efektif dan suara nafas yang  Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
bersih, tidak ada sianosis dan keseimbangan.
dyspneu (mampu mengeluarkan  Monitor respirasi dan status O2
sputum, mampu bernafas dg
 Pertahankan jalan nafas yang paten
mudah, tidakada pursed lips)
 Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
- Menunjukkan jalan nafas yang
 Monitor adanya kecemasan pasien terhadap
paten (klien tidak merasa
oksigenasi
tercekik, irama nafas, frekuensi
 Monitor vital sign
pernafasan dalam rentang
 Informasikan pada pasien dan keluarga tentang
normal, tidak ada suara nafas
abnormal) tehnik relaksasi untuk memperbaiki pola nafas.
- Tanda Tanda vital dalam rentang  Monitor pola nafas
normal (tekanan darah, nadi,
pernafasan)

3. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan  Kaji adanya alergi makanan


nutrisi kurang dari keperawatan selama 3x24 jam nutrisi  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
kebutuhna tubuh b/d kurang teratasi dengan indikator: jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
mual - Menghabiskan seluruh porsi  Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi
makan yang disediakan serat untuk mencegah konstipasi
- BB pasien naik sebelum sakit  Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan
makanan harian.
 Monitor adanya penurunan BB dan gula darah
 Monitor lingkungan selama makan
 Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
selama jam makan
 Monitor turgor kulit
 Monitor kekeringan, rambut kusam, total
protein, Hb dan kadar Ht
 Monitor mual dan muntah
 Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
jaringan konjungtiva
 Monitor intake nuntrisi
 Informasikan pada klien dan keluarga tentang
manfaat nutrisi
 Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan
suplemen makanan seperti NGT/ TPN sehingga
intake cairan yang adekuat dapat dipertahankan.
 Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi
selama makan
 Anjurkan banyak minum
 Pertahankan terapi IV line
 Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas oval

BAB III
LAPORAN KASUS

a. Kasus Terkait
pada bab ini diuraikan pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien Tn. M berusia 56 tahun, dengan diagnose medis Tuberculosis paru (TB patu)
di rungan interne Rumah Sakit Abdul Manap Kota Jambi, dimulai sejak tanggal 19 oktober hingga 21 oktober 2021 pelaksanaan asuhan
keperawatan dilakukan secara bertahap diawali dengan pengkajian rumusan masalah keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan dan
evaluasi tindakan keperawatan yang disebut sebagai proses keperawatan, selanjutnya dijabarkan sebagaimana uraian-uraian yang dijelaskan
dibawah ini.
b. Pengkajian
Hari/Tanggal : Selasa/19 Oktober 2021
Jam : 11.00 WIB
Diagnosa Medis : TB Paru/dispneu ec efusi pleura
Ruang : Interne
1. IDENTITAS PASIEN
a. Nama : Tn. M
b. Jenis kelamin : laki-laki
c. Umur : 56 th
d. Agama : islam
e. Status perkawinan : cerai hidup
f. Pekerjaan : buruh harian
g. Pendidikan terakhir : SMP
h. Alamat : jln pool lelang
i. No. RM :16 29 99
j. Diagnostik Medik : tb paru/dispneu ec efusi pleyra

PENANGGUNG JAWAB
a. Nama : Nella
b. Umur : 25 th
c. Pendidikan : SMA
d. Pekerjaan : IRT
e. Alamat : jln pool lelang

2. RIWAYAT KEPERAWATAN
a. Keluhan Utama : pasien datang ke IGD pukul 15.00 WIB hari Sabtu,16 Oktober 2021 dengan keluhan sesak napas
memberat sejak pagi, pasien tidak bisa berbaring, semakin sesak jika berbaring dan tidur dengan 3 bantal dalam 1 minggu, nyeri ulu
hati (+), mual (+), keringat dingin (+), muntah (-), kaki bengkak (-), demam (-), riwayat DM type 2 (+) tidak minum obat, riwayat
hipertensi (+) minum amlodipine 5mg tidak teratur, riwayat magh (+), riwayat vaksin (-), TD: 198/116 mmHg, N: 129x/I R: 26x/i S:
36 C SpO2: 84 %
b. Riwayat Kesehatan Pasien : pasien mengatakan sesak napas memberat jika berbaring dan hanya bisa tidur dengan posisi duduk
menunduk ke depan dengan bantal, pasien mengatakan batuk berdahak dengan warna secret putih keruh, pasien mengatakan tidak
nafsu makan, nyeri ulu hati dan mual, keringat dingin (+), SpO2: 90 % TD: 110/70 mmHg N : 90x/I R: 28x/I S: 36,6 C
c. Riwayat Penyakit Masa Lalu : pasien mengatakan punya riwayat hipertensi tetapi tidak minum obat amlodipine 5 mg teratur,
riwayat DM type 2 tidak minum obat, riwayat magh, tidak ada riwayat operasi
d. Riwayat Kesehatan Keluarga : pasien mengatakan ada anggota keluarga yang sama mengalami riwayat sesak, tidak ada keluarga
riwayat hipertensi, tidak ada keluarga riwayat DM type 2
e. Genogram
Keterangan : : Pasien
: meninggal
: laki-laki
: perempuan
------- : tinggal serumah

3. PENGKAJIAN BIOLOGIS
a. Rasa Aman dan Nyaman

Sebelum sakit Saat sakit


Tn. M mengatakan nyaman dengan Tn. M mengatakan badannya terasa
tubuhnya yang sehat tidak nyaman dan pegal-pegal

b. Aktivitas
Sebelum sakit Saat sakit
Tn. M mengatakan sering berolahraga Tn. M mengatakan badan terasa sesak
pagi walau hanya sekedar jalan santai dan merasa letih

c. Istirahat

Sebelum sakit Saat sakit


Tn. M mengatakan bersantai jika tidak ada Tn. M mengatakan tidak bisa
kegiatan beristrirahat/ bersantai karena sesak

d. Tidur

Sebelum sakit Saat sakit


Tn. M mengatakan tidur 7 jam sehari dari Tn. M mengatakan tidur tidak nyenyak
jam 23.00-05.00 WIB dan tidak tidur karena sesak
siang

e. Cairan

Sebelum sakit Saat sakit


Tn. M mengatakan minum air putih 1,5 sakit Tn. M mengatakan minum air
liter perhari putih hanya 600 mL perhari

f. Nutrisi
Sebelum sakit Saat sakit
Tn. M mengatakan makan 3x sehari Tn. M mengatakan tidak nafsu makan
dengan porsi besar dan aneka lauk yang dan merasakan mual dan hanya
tidak tentu menghabiskan ¼ porsi makan

g. Eliminasi: Urine dan Feses

Sebelum sakit Saat sakit


Tn. M mengatakan BAB 1X dalam Tn. M mengatakan tidak mengalami
sehari dan BAK 4-5 kali sehari gangguan BAB dan BAK dan terpasang
kateter urin

h. Kebutuhan Oksigenasi

Sebelum sakit Saat sakit


Tn. M mengatakan bernapas secara Tn. M mengatakan pernapasan
normal, tidak menggunakan alat bantu meningkat karena adanya secret dijalan
pernapasan napas, klien mengatakan sesak,
terpasang NRM 10 l/menit

i. Kardiovaskuler

Sebelum sakit Saat sakit


Tn. M mengatakan tidak cepat lelah dan Tn. M mengatakan cepat lelah tetapi
tidak ada riwayat penyakit jantung tidak ada masalah pada kardiovaskuler

j. Personal Hygiene

Sebelum sakit Saat sakit


Tn. M mengatakan mandi 2x sehari Tn. M mengatakan mandi dilap dibantu
oleh keluarga sehari 2x
k. Psikososial dan Spiritual

Sebelum sakit Saat sakit


Tn. M mengatakan menjalankan shalat 5 Tn. M mengatakan berkeyakinan bahwa
waktu akan sembuh dan terus berdoa kepada
Allah SWT.

4. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum
1. Kesadaran : Composmentis GCS : 15 E: 4 M: 6 V: 5
2. Kondisi klien secara umum : Lemah
3. Tanda-tanda vital : TD: 100/70 mmHg S: 36,7 C HR: 89x/i RR: 28x/I SpO2: 90%
4. Pertumbuhan fisik : BB sebelum sakit: 70 kg BB saat sakit 67 kg
b. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala : bentuk kepala mesochepal, rambut beruban, rambut lurus, tidak berketombe dan tidak ada benjolan
2. Mata : bentuk simetris kanan dan kiri, konjungtiva anemis, sclera ikterik, tidak terdapat oedema, bentuk pupil isokor
3. Telinga : bentuk simentris kiri dan kanan, tidak ada serument dan pendengaran baik, tidak ada nyeri
4. Hidung : bentuk simentris kiri dan kanan, bersih tidak ada secret, dan tidak ada nyeri
5. Mulut : mukosa bibir kering, mulut bersih kemampuan bicara baik, warna lidah merah muda, kondisi gigi baik dan lengkap, terdapat
secret pada jalan napas
6. Leher : tidak ada kesulitan menelan, tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan pembesaran JVP
7. Dada : bentuk dada simentri kiri dan kanan, pergerakan dada simentris kiri dan kanan, tidak menggunakan otot bantu pernapasan,
vocal vernitus normal, teraba denyut jantung ictus cordis pada ICS 5 mid clavicula, bunyi pekak, S1>S2 reguler tidak ada bunyi suara
tambahan, terdapat ronchi
8. Abdomen : bentuk simentris kiri dan kanan, tidak ada benjolan, bising usus normal 20x/I, tidak ada nyeri tekan, bunyi timpani
9. Genetalia, anus dan rectum : tidak dikaji, warna urin kuning pekat, terpasang kateter, tidak teraba benjolan
10. Ekstrimitas :
- Atas : todak ada luka, tangan kanan dan kiri lengkap, kuku tampak bersih, kekuatan otot normal, terpasang IVFD asering 10
tetes/menit
- Bawah : tidak ada oedema, kaki kiri dan kanan lengkap, bentuk kaki normal, kekuatan notot normal
11. Pemeriksaan penunjang
a. Hasil pemeriksaan kimia klinik
- Albumin: 3,0 (3,5-5.0 mg/l)
- SPGT: 43 (<41 mg/l)
- Natrium: 123,39 (135-150 mmol/l)
- Clorida: 84,21 (95-110 mmol/l
b. Hasil swab
- Negative
12. Terapi yang diberikan
- IVFD asering 10 tpm
- Inj. Omeprazole 2x40mg
- Inj. Ceftriaxone 1x2 gr
- Antasida 3x1
- Amlodipine 5 mg 1x5mg
a. Analisa Data

No Data Penyebab Masalah


1. DS: penumpukkan Bersihan jalan napas tidak
- Klien batuk berdahak secret pada jalan efektif
DO: napas
- Klien tampak batuk
- Secret berwarna putih
keruh

2. DS: Penurunan ekspansi


Popola nafas tidak efektif
- Klien mengatakan sesak paru
meberat saat berbaring
DO :
- Klien tampak sesak
- RR : 28x/i
- Terpasang oksigen NRM
10 L/i

3. DS: Mual Ketidakakseimbangan


- Klien mengatakan tidak nutrisi kurang dari
nafsu makan dan mual kebutuhan tubuh
DO :
- Klien tampak lemas
- Klien hanya menghabiskan
¼ porsi makan yang
disediakan
- Klien tampak mual

b. Priotitas masalah
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d penumpukkan secret pada jalan napas
2. Pola napas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual
c. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Noc Nic Paraf
1. Bersihan jalan napas tidak Setelah dilakukan tindakan  Berikan O2l/mnt,
efektif b/d penumpukan keperawatan selama 3x24 jam pasien  Anjurkan pasien untuk istirahat dan
secret pada jalan napas menunjukkan keefektifan jalan nafas napas dalam
dibuktikan dengan kriteria hasil :  Posisikan pasien untuk
- mendemonstrasikan batuk memaksimalkan ventilasi
efektif dan suara nafas yang  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
bersih, tidak ada sianosis dan  Keluarkan sekret dengan batuk
dyspneu (mampu mengeluarkan
 Auskultasi suara nafas, catat
sputum, bernafas dengan mudah,
adanya suara tambahan
tidak ada pursed lips)
 Monitor status hemodinamik
- Menunjukkan jalan nafas yang
 Berikan pelembab udara Kassa
paten (klien tidak merasa
basah NaCl Lembab
tercekik, irama nafas, frekuensi
 Berikan antibiotik :
pernafasan dalam rentang
 Atur intake untuk cairan
normal, tidak ada suara nafas
mengoptimalkan keseimbangan.
abnormal)
 Monitor respirasi dan status O2
- Saturasi O2 dalam batas normal
 Pertahankan hidrasi yang adekuat
untuk mengencerkan secret
 Ajarkan bagaimana batuk efektif
2. Pola napas tidak efektif b/d Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Posisikan pasien untuk
penurunan ekspansi paru selama 3x24 jam pasien memaksimalkan ventilasi
menunjukkan keefektifan pola nafas,  Auskultasi suara nafas, catat
dibuktikan dengan kriteria hasil: adanya suara tambahan
- Mendemonstrasikan batuk  Berikan pelembab udara Kassa
efektif dan suara nafas yang basah NaCl Lembab
bersih, tidak ada sianosis dan  Atur intake untuk cairan
dyspneu (mampu mengeluarkan mengoptimalkan keseimbangan.
sputum, mampu bernafas dg  Monitor respirasi dan status O2
mudah, tidakada pursed lips)  Pertahankan jalan nafas yang paten
- Menunjukkan jalan nafas yang
 Observasi adanya tanda tanda
paten (klien tidak merasa
hipoventilasi
tercekik, irama nafas, frekuensi
 Monitor adanya kecemasan pasien
pernafasan dalam rentang
terhadap oksigenasi
normal, tidak ada suara nafas
 Monitor vital sign
abnormal)
 Informasikan pada pasien dan
- Tanda Tanda vital dalam rentang
keluarga tentang tehnik relaksasi
normal (tekanan darah, nadi,
untuk memperbaiki pola nafas.
pernafasan)
 Monitor pola nafas
3. Ketidakseimbangan nutrisi Setelah dilakukan tindakan  Kaji adanya alergi makanan
kurang dari kebutuhna keperawatan selama 3x24 jam nutrisi  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
tubuh b/d mual kurang teratasi dengan indikator: menentukan jumlah kalori dan
- Menghabiskan seluruh porsi nutrisi yang dibutuhkan pasien
makan yang disediakan  Yakinkan diet yang dimakan
- BB pasien naik sebelum sakit mengandung tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
 Ajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan harian.
 Monitor adanya penurunan BB dan
gula darah
 Monitor lingkungan selama makan
 Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam makan
 Monitor turgor kulit
 Monitor kekeringan, rambut
kusam, total protein, Hb dan kadar
Ht
 Monitor mual dan muntah
 Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
 Monitor intake nuntrisi
 Informasikan pada klien dan
keluarga tentang manfaat nutrisi
 Kolaborasi dengan dokter tentang
kebutuhan suplemen makanan
seperti NGT/ TPN sehingga intake
cairan yang adekuat dapat
dipertahankan.
 Atur posisi semi fowler atau fowler
tinggi selama makan
 Anjurkan banyak minum
 Pertahankan terapi IV line
 Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas
oval

d. Implementasi
No Hari/Tanggal Diagnosa Implementasi Evaluasi Paraf
.
1. Selasa/19 Oktober Bersihan jalan 11.15 WIB S : pasien mengatakan masih ada
2021 napas tidak efektif 1. Memberikan O2 10 L/mnt dahak saat batuk
Dinas Pagi b/d penumpukkan dengan NRM
08.00-14.00 WIB secret pada jalan 11.17 WIB O : pasien mengeluarkan dahak
napas 2. Menganjurkan pasien untuk putih keruh
istirahat dan napas dalam
11.20 WIB A: masalah belum teratasi
3. Memposisikan pasien untuk - Bersihan jalan napas tidak
memaksimalkan ventilasi efektif b/d penumpukkan
11.22 WIB secret pada jalan napas
4. Mengajarkan pasien batuk
efektif P: intervensi dilanjutkan
11.30 WIB
5. Menganjurkan pasien untuk
istirahat dan napas dalam
2. Selasa/19 Oktober Pola napas tidak 11.35 WIB S : pasien mengatakan masih
2021 efektif b/d 1. Monitoring respirasi dan sesak
Dinas Pagi penurunan ekspansi status O2
08.00-14.00 WIB paru 11.40 WIB O : pasien tampak sesak
2. Monitoring adanya RR : 26x/I SpO2 : 92 %
kecemasan pasien terhadap Osigen NRM 10 L/menit
oksigenasi
11.45 WIB A : masalah belum teratasi
3. Monitoring vital sign - Pola napas tidak efektif
11.50 WIB b/d penurunan ekspansi
4. Menginformasikan pada paru
pasien dan keluarga tentang
tehnik relaksasi untuk P :intervensi dilanjutkan
memperbaiki pola nafas.

3. Selasa/19 Oktober Ketidakseimbangan 12.00 WIB S : Pasien mengatakan tidak ada


2021 nutrisi kurang dari 1. Mengkaji adanya alergi alergi makanan, mual dan tidak
Dinas Pagi kebutuhan tubuh makanan nafsu makan
08.00-14.00 WIB b/d mual 12.05 WIB
2. Menyakinkan diet yang O : Pasien tampak lemas, CRT
dimakan mengandung tinggi >2, minum 500 ml, IVFD asering
serat untuk mencegah 10 tetes/I, kongjungtiva anemis,
konstipasi menghabiskan ¼ porsi makan
12.15 WIB yang disediakan
3. Monitoring turgor kulit
12.15 WIB A : masalah belum teratasi
4. Mengatur posisi semi fowler - Ketidakseimbangan
atau fowler tinggi selama nutrisi kurang dari
makan kebutuhan tubuh b/d mual
12.17 WIB P : intervensi dilanjutkan
5. Menganjurkan banyak
minum
12.20 WIB
6. Mempertahankan terapi IV
line
12.25 WIB
7. Monitoring mual dan
muntah
12.30 WIB
8. Monitoring pucat,
kemerahan, dan kekeringan
jaringan konjungtiva

4. Rabu/20 Oktober Bersihan jalan 11.15 WIB S : pasien mengatakan masih ada
2021 napas tidak efektif 1. Memberikan O2 10 L/mnt dahak saat batuk
Dinas pagi b/d penumpukkan dengan NRM
08.00-14.00 WIB secret pada jalan 11.17 WIB O : pasien mengeluarkan dahak
napas 2. Menganjurkan pasien untuk putih keruh
istirahat dan napas dalam
11.20 WIB A: masalah belum teratasi
3. Memposisikan pasien untuk - Bersihan jalan napas tidak
memaksimalkan ventilasi efektif b/d penumpukkan
11.22 WIB secret pada jalan napas
4. Mengajarkan pasien batuk
efektif P: intervensi dilanjutkan
11.30 WIB
5. Menganjurkan pasien untuk
istirahat dan napas dalam
5. Rabu/20 Oktober Pola napas tidak 11.35 WIB S : pasien mengatakan masih
2021 efektif b/d 1. Monitoring respirasi dan sesak
Dinas pagi penurunan ekspansi status O2
08.00-14.00 WIB paru 11.40 WIB O : pasien tampak sesak
2. Monitoring adanya RR : 25x/I SpO2 : 97 %
kecemasan pasien terhadap Osigen NRM 10 L/menit
oksigenasi
11.45 WIB A : masalah belum teratasi
3. Monitoring vital sign - Pola napas tidak efektif
11.50 WIB b/d penurunan ekspansi
4. Menginformasikan pada paru
pasien dan keluarga tentang
tehnik relaksasi untuk P : intervensi dilanjutkan
memperbaiki pola nafas.

6. Rabu/20 Oktober Ketidakseimbangan 12.05 WIB S : Pasien mengatakan tidak ada


2021 nutrisi kurang dari 1. Menyakinkan diet yang alergi makanan, mual dan tidak
Dinas pagi kebutuhan tubuh dimakan mengandung tinggi nafsu makan
08.00-14.00 WIB b/d mual serat untuk mencegah
konstipasi O : Pasien tampak lemas, CRT
12.16 WIB >2, minum 600 ml, IVFD asering
2. Monitoring turgor kulit 10 tetes/I, kongjungtiva anemis,
12.15 WIB menghabiskan ½ porsi makan
3. Mengatur posisi semi fowler yang disediakan
atau fowler tinggi selama
makan A : masalah belum teratasi
12.17 WIB - Ketidakseimbangan
4. Menganjurkan banyak nutrisi kurang dari
minum kebutuhan tubuh b/d mual
12.20 WIB
5. Mempertahankan terapi IV P : intervensi dilanjutkan
line
12.25 WIB
6. Monitoring mual dan
muntah
12.30 WIB
7. Monitoring pucat,
kemerahan, dan kekeringan
jaringan konjungtiva
7. Kamis/21 Oktober Bersihan jalan 11.15 WIB S : pasien mengatakan masih ada
2021 napas tidak efektif 1. Memberikan O2 10 L/mnt dahak saat batuk
Dinas pagi b/d penumpukkan dengan NRM
08.00-14.00 WIB secret pada jalan O : pasien mengeluarkan dahak
11.17 WIB
napas putih keruh
2. Menganjurkan pasien untuk
istirahat dan napas dalam
A: masalah belum teratasi
11.20 WIB - Bersihan jalan napas tidak
3. Memposisikan pasien untuk efektif b/d penumpukkan
memaksimalkan ventilasi secret pada jalan napas

11.22 WIB
P: intervensi dilanjutkan
4. Mengajarkan pasien batuk
efektif

11.30 WIB

5. Menganjurkan pasien untuk


istirahat dan napas dalam
8. Kamis/21 Oktober Pola napas tidak 11.35 WIB S : pasien mengatakan masih
2021 efektif b/d 1. Monitoring respirasi dan sesak
Dinas pagi penurunan ekspansi status O2
08.00-14.00 WIB paru 11.40 WIB O : pasien tampak sesak
2. Monitoring adanya RR : 26x/I SpO2 : 90 %
kecemasan pasien terhadap Osigen NRM 10 L/menit
oksigenasi
11.45 WIB A : masalah belum teratasi
3. Monitoring vital sign - Pola napas tidak efektif
11.50 WIB b/d penurunan ekspansi
4. Menginformasikan pada paru
pasien dan keluarga tentang
tehnik relaksasi untuk P : intervensi dilanjutkan
memperbaiki pola nafas.

9. Kamis/21 Oktober Ketidakseimbangan 12.15 WIB S : Pasien mengatakan tidak ada


2021 nutrisi kurang dari 1. Menyakinkan diet yang alergi makanan, mual dan tidak
Dinas pagi kebutuhan tubuh dimakan mengandung nafsu makan
08.00-14.00 WIB b/d mual tinggi serat untuk
mencegah konstipasi O : Pasien tampak lemas, CRT
12.17 WIB >2, minum 600 ml, IVFD asering
2. Monitoring turgor kulit 10 tetes/I, kongjungtiva anemis,
12.18 WIB menghabiskan ¼ porsi makan
3. Mengatur posisi semi yang disediakan
fowler atau fowler tinggi
selama makan A : masalah belum teratasi
12.20 WIB - Ketidakseimbangan
4. Menganjurkan banyak nutrisi kurang dari
minum kebutuhan tubuh b/d mual
12.25 WIB
5. Mempertahankan terapi P : intervensi dilanjutkan
IV line
12.27 WIB
6. Monitoring mual dan
muntah
12.30 WIB
7. Monitoring pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva

BAB IV

PEMBAHASAN
Pada pembahasan kasus ini penulis akan menguraikan kesenjangan yang ditemukan antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus
nyata yang dilaksanakan penulis dalam memberikan Asuhan Keperawatan pada Tn. M di ruangan interne dengan diagnosa tuberkulosis
paru yang dimulai pada hari sabtu sampai selasa sampai 16 oktober sampai 26 oktober 2021 sehingga dapat diketahui sejauh mana
keberhasilan proes Asuhan Keperawatan yang telah dilaksanakan. Adapun pembahasan yang penulis pergunakan berdasarkan pendekatan
proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.

4.1 Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah tahap awal dari proses Keperawatan, dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam
pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Pengkajian keperawatan
merupakan dasar pemikiran dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien. Dari pengkajian pada tanggal
Selasa/19 Oktober 2021 didapatkan data dari pengkajian aspek bio : data subjektif meliputi yang ditemukan, yaitu : pasien mengatakan
sesak napas memberat jika berbaring dan hanya bisa tidur dengan posisi duduk menunduk ke depan dengan bantal, pasien mengatakan
batuk berdahak dengan warna secret putih keruh, pasien mengatakan tidak nafsu makan, nyeri ulu hati dan mual, keringat dingin (+), Data
objektif : Pasien terlihat lemas, SpO2: 90 % TD: 110/70 mmHg N : 90x/I R: 26x/I S: 36,6 C
Pada Tn. M dilakukan pemeriksaan BTA dan hasilnya positif serta data-data yang didapat sudah menunjukkan untuk
ditegakkannya diagnosa tuberkulosis paru. Data-data yang menunjukkan bahwa Tn. M menderita tuberkulosis paru yaitu : pas pasien
mengatakan sesak napas memberat jika berbaring dan hanya bisa tidur dengan posisi duduk menunduk ke depan dengan bantal, pasien
mengatakan batuk berdahak dengan warna secret putih keruh, pasien mengatakan tidak nafsu makan, nyeri ulu hati dan mual kesimpulan
dokter TB paru aktif. Pembahasan hasil pengkajian yang ditemukan penulis dalam melakukan pengkajian tanggal Selasa/19 Oktober 2021
sudah sesuai dengan apa yang ada di teori sehingga tidak terjadi kesenjangan antara teori dan praktik..
Pemeriksaan fisik adalah mengukur tanda-tanda vital dan pengukuran lainnya. Pemeriksaan head to toe pada semua bagian tubuh.
Pemeriksaan fisik menggunakan teknik Inspeksi, Palpasi, Perkusi, dana Auskultasi (Potter dan Perry, 2005).
Hasil pengkajian fisik pada klien didapatkan Pemeriksaan dada: bentuk dada simentri kiri dan kanan, pergerakan dada simentris kiri
dan kanan, tidak menggunakan otot bantu pernapasan, vocal vernitus normal, teraba denyut jantung ictus cordis pada ICS 5 mid clavicula,
bunyi pekak, S1>S2 reguler tidak ada bunyi suara tambahan, terdapat ronchi, TD: 100/70 mmHg S: 36,7 C HR: 89x/i RR: 26x/I SpO2:
90% Pertumbuhan fisik : BB sebelum sakit: 70 kg BB saat sakit 67 kg, Rhonky (+), Whezzing (-)
4.2 Diagnosa keperawatan
Berdasarkan buku Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (2016) diagnosa keperawatan pada klien dengan TB paru adalah Bersihan jalan
napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukkan secret pada jalan napas, Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan
ekspansi paru, Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
Penulis menegakkan diagnosa Bersihan jalan napas tidak efektif b/d penumpukkan secret pada jalan napas ini karena saat
pengkajian didapatkan data subjektif : Batuk Berdahak sejak 1 bulan terakhir, Dahak susah untuk dikeluarkan. Data objektif : Ny. M
Tampak Batuk dan susah mengeluarkan dahaknya, TTV sebagai berikut TD: 100/80 mmhg, N: 90x/menit, RR: 26x/menit, S: 39,2o C.
Diagnosa kedua yang muncul yaitu Pola napas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru karena saat pengkajian Klien
mengatakan sesak meberat saat berbaring, Klien tampak sesak, RR : 26x/i, Terpasang oksigen NRM 10 L/i
Diagnosa ketiga Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual Klien mengatakan tidak nafsu makan dan
mual, Klien tampak lemas, Klien hanya menghabiskan ¼ porsi makan yang disediakan, Klien tampak mual
saat pengkajian tampak bingung saat ditanyakan tentang penyakit dan cara perawatan penyakitnya.

4.3 Intervensi Keperawatan


Perencanaan keperaatan pada kasus Tn. M ini sesuai dengan teori yang telah diuraikan pada bab sebelumnya. Penulis menetapkan
perencanaan sesuai dengan kondisi dan keluahan yang dirasakan oeh klien baik saat pengkajian pertama maupun kelanjutannya.
Perencanana keperawatan merupakan proses perawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan yang telah direncanakan
dalam intervensi keperawatan. Dalam tahap ini perawat harus mengetahui berbagai hal diantaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungan
pada klien, teknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman tentang hak-hak pasien serta memehami tingkat
perkembangan pasien. Dalam pelaksanaan tindakan keperawatan terdapat dua jenis tindakan yaitu tindakan keperawatan mandiri dan
tindakan kolaborasi. Sebagai profesi perawat mempunyai kewenangan dan tanggung jawab dalam menentukan asuhan keperawatan
(Hidayat, 2009).
Hasil yang diperoleh dari intervensi yang dilakukan adalah masalah yang dirasakan klien belum dapat teratasi selama tiga hari dan
akan dilanjutkan intervensi di rumah sakit H. Abdul Manap.

4.4 Implementasi Keperawatan

Impementasi keperawatan yang dilakukan pada kasus Tn. M ini mengacu pada intervensi yang telah disusun oleh penulis pada
asuhan keperawatan klien dengan penderita TB Paru mengacu pada pedoman Buku Nursing Intervention Classification (NIC).
Implementasi Keperawatan adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat dan pasien. Perawat bertanggung jawab terhadap
asuhan keperawatan yang berfokus pada pasien dan berorientasi pada tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dimana
tindakan dilakukan dan diselesaikan, sebagaimana di gambarkan dalam rencana yang sudah dibuat di atas.

4.5 Evaluasi Keperawatan


1) Bersihan jalan napas tidak efektif b/d penumpukkan secret pada jalan napas
bersihan jalan nafas belum dapat teratasi selama tiga hari berturut-turut selama pengobatan di Rs H. Abdul Manap masalah
yang berhubungan dengan medis akan tetap di kolaborasikan dengan dokter. Program pengobatan kasus ini diperlukan waktu
yang lama lebih kurang selama enam bulan tanpa putus obat (Kemenkes, 2014). Peran perawat dalam hal ini adalah melanjutkan
intervensi dan implementasi kepada klien agar masalah dapat teratasi.
2) Pola napas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru
Pola napas tidak efektif adalah keadaan ketika seseorang individu mengalami kehilangan ventilasi yang aktual dan potensial
yang berhubungan dengan perubahan pola pernapasan . Berdasarkan hasil pengkajian tentang pola napas tidak efektif didapatkan
dari data pasien tersebut terjadi peningkatan frekuensi pernapasan dari batas normal pasien Tn. M RR: 26 x/mt. Pada Pasien Tn. M
mengeluh sesak dan mengatakan merasakan sesak sedikit berkurang ketika posisi duduk.
Menurut evidence based Ryan L West menyatakan bahwa terdapat dua skala pengukuran sesak pada pernapasan klien yaitu
yang pertama dengan MRC Diysnea Scale dengan 4 grade nilai pengukuran dan skala pengukuran kedua Modified Brog Scale
dengan 12 kategori penilaian sesak pada klien. Berdasarkan kondisi Tn. M yang diukur berdasarkan MRC Scale klien berada di
grade 4 yaitu menyatakan bahwa klien merasakan sesak saat mengganti baju, melakukan aktifitas sehari-hari, saat pergi jalan-jalan
keluar rumah.
Penulis berasumsi bahwa terjadinya pola napas tidak efektif diakibatkan karena sesak yang muncul pada pasien
Tuberculosis paru merupakan proses penyakit TBC yang meningkatkan produksi lendir dan dapat menyebabkan penyempitan
saluran nafas, serta merusak jaringan paru. Dengan demikian kondisi sesak ini muncul dan meningkat pada kondisi tertentu,
seperti stress atau kelelahan fisik. Kondisi ini akan membaik seiring berjalannya proses pengobatan. Salah satu cara yang
dilakukan penulis untuk mengatasi pola napas tidak efektif ialah dengan cara memposisikan pasien dengan posisi nyaman seperti
semifowler atau fowler.
Setelah dilakukannya tindakan selama 3 hari klien mengatakan masih merasakan sesak lagi RR : 26x/mt terdengar bunyi napas
tambahan ronkhi, masalah pola napas tidak efektif belum teratasi.
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual
Pada diagnosa keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual tidak
mengalami banyak kesenjangan antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus , yaitu pada tinjauan kasus ditambahkan rencana
tindakan jelaskan tentang pentingnya pemenuhan nutrisi bagi tubuhnya yang berguna agar klien mengerti tentang nutrisi yang
dibutuhkan. Dan pada tinjauan kasus tidak diterapkan rencana untuk melakukan dan menganjurkan perawatan oral hygiene
sebelum dan sesudah makan karena kebersihan mulut sudah bersih hanya saja gigi pasien ada yang caries. Pada tinjauan kasus
diterapkan implementasi menganjurkan banyak makan makanan yang mengandung tinggi serat dan minum.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada Tn. M Di Rumah sakit M. Abdul Manap dengan diagnosa tb
paru/dispneu ec efusi pleyra yang dimulai pada hari Selasa s/d kamis tanggal 19 s/d 21 Oktober 2021, sehingga dapat diketahui sejauh
mana keberhasilan proes Asuhan Keperawatan yang telah dilaksanakan. Adapun pembahasan yang penulis pergunakan berdasarkan
pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
Setelah melakukan asuhan keperawatan pada Tn. M selama 3 hari dan melakukan
pengkajian baik secara teoritis maupun secara tinjauan kasus didapat kesimpulan sebagai berikut :
1. Dari pengkajian didapatkan data aspek bio : data subjektif meliputi yang ditemukan, yaitu : klien mengatakan mengeluh batuk
berdahak, sesak napas, mual, napsu makan menurun, Berat badan sebelum sakit 70 Kg, Berat badan selama sakit 67 Kg, bibir
kering, suhu tubuh naik turun. Data objektif : Pasien terlihat lemas, Tekanan darah : TD: 100/70 mmHg S: 36,7 C HR: 89x/i RR:
26x/I SpO2: 90%
2. Diagnosa Keperawatan utama yang muncul pada pasien yaitu

a. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d penumpukkan secret pada jalan napas
b. Pola napas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual

3. Perencanaan keperawatan pada kasus Tn.M ini sesuai dengan teori yang telah diuraikan pada bab sebelumnya. Penulis menetapkan
perencanaan sesuai dengan kondisi dan keluhan yang dirasakan oleh klien baik saat pengkajian pertama maupun kelanjutannya.
Perencanana keperawatan merupakan proses perawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan yang telah
direncanakan dalam intervensi keperawatan.
4. Impementasi keperawatan yang dilakukan pada kasus Tn.M ini mengacu pada intervensi yang telah disusun oleh penulis pada
asuhan keperawatan klien dengan penderita TB Paru mengacu pada pedoman Buku NIC NOC Implementasi Keperawatan adalah
pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat dan pasien. Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan keperawatan yang
berfokus pada pasien dan berorientasi pada tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dimana tindakan
dilakukan dan diselesaikan, sebagaimana di gambarkan dalam rencana yang sudah dibuat di atas.
5. Akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang diberikan pada evaluasi yang peneliti
lakukan selama 3 hari pada pasien dengan diagnosa keperawatan ketidakefektifan jalan napas berhubungan dengan adanya
penumpukan secret, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual.
5.2 Saran
Berdasarkan analisa data kesimpulan maka dalam sub bab ini akan disampaikan beberapa saran diantaranya :

5.2.1 Bagi Pasien


Dapat meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga tentang bagaimana menangani masalah tuberkulosis paru dengan
tindkan yang benar sehingga masalah Tuberculosis paru teratasi dan kebutuhan kenyamanan pasien terpenuhi.

5.2.2 Bagi institusi pendidikan

Dapat meningkatkan mutu pendidikan yng lebih berkualitas dan professional agar tercipta perawat yng professional,
terampil, inovatif, aktif, dan bermutu yang mampu memberikan asuhan keperwatan secara menyeluruh berdasarkan kode etik
keperawatan

5.2.3 Manfaat bagi penulis

Diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan pengetahuan. Sebagai bahan untuk meningkatkan pengetahuan,
keterampilan, dan pengalaman penulis dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien Tuberculosis Paru.

DAFTAR PUSTAKA
Kemenkes RI. 2015. Profil Kesehatan Indonesia 2014. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Mutaqqin, Arif. 2012. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan.Jakarta: Salemba Medika
NANDA International.(2015). Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015- 2017, edisi 10. Jakarta: EGC
Rab, Tabrani. 2016. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Trans Info Medika
Smeltzer, S.C., and Bare, B.G. (2015).Medical Surgical Nursing (Vol 1). LWW
Somantri Irman. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan.Jakarta: Salemba Medika.
Wahid & Imam, 2013.Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem Pernafasan.
Jakarta: CV Trans Info Media

Anda mungkin juga menyukai