Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN TB PARU


DI RUANG 26P RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

OLEH :
ZAKARIA
2019.04.085

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI
BANYUWANGI
TAHUN 2020
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN TB PARU
DI RUANG 26P RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Untuk memenuhi tugas Profesi Ners Di Ruang 26P RSSA Malang

Oleh :
ZAKARIA
2019.04.085

Telah diperiksa dan disetujui pada :


Hari :
Tanggal :

Pembimbing Klinik Pembimbing Institusi

( ) ( )

Kepala Ruangan

( )
LEMBAR PENGESAHAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN TB PARU
DI RUANG 26P RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Untuk memenuhi tugas Profesi Ners Di Ruang 26P RSSA Malang

Oleh :
ZAKARIA
2019.04.085

Telah diperiksa dan disetujui pada :


Hari :
Tanggal :

Pembimbing Klinik Pembimbing Institusi

( ) ( )

Kepala Ruangan

( )
A. Pengertian
Tuberkulosis atau TB paru adalah suatu penyakit menular yang paling sering
mengenai parenkim paru, biasanya disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. TB
paru dapat menyebar ke setiap bagian tubuh, termasuk meningen, ginjal, tulang dan
nodus limfe (Smeltzer&Bare, 2015).
Selain itu TB paru adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis, yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau di berbagai
organ tubuh lainnya yang mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi (Tabrani Rab,
2010).
Pada manusia TB paru ditemukan dalam dua bentuk yaitu: (1)tuberkulosis primer:
jika terjadi pada infeksi yang pertama kali, (2) tuberkulosis sekunder: kuman yang
dorman pada tuberkulosis primer akan aktif setelah bertahun-tahun kemudian sebagai
infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (Somantri, 2009)
B. Penyebab
TB paru disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang dapat ditularkan
ketika seseorang penderita penyakit paru aktif mengeluarkan organisme. Sumber utama
penularan adalah orang dewasa dengan TBC paru dengan sputum positif
(Mycobacterium tuberculosis), dan susu dari hewan yang terinfeksi (Mycobacterium
bovis) (Smeltzer&Bare, 2015).
C. Tanda dan Gejala
Tanda-tanda yang di temukan pada pemeriksaan fisik tergantung luas dan kelainan
struktural paru. Pada lesi minimal, pemeriksaan fisis dapat normal atau dapat ditemukan
tanda konsolidasi paru utamanya apeks paru. Tanda pemeriksaan fisik paru tersebut
dapat berupa: fokal fremitus meingkat, perkusi redup, bunyi napas bronkovesikuler atau
adanya ronkhi terutama di apeks paru. Pada lesi luas dapat pula ditemukan tanda-tanda
seperti deviasi trakea ke sisi paru yang terinfeksi, tanda konsolidasi, suara napas
amporik pada cavitas atau tanda adanya penebalan pleura.
1. Gejala sistemik/umum
a) Penurunan nafsu makan dan berat badan.
b) Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
c) Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam
hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza
dan bersifat hilang timbul.
2. Gejala khusus
a) Bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru)
akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan
suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.
b) Jika ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan
keluhan sakit dada.
Tanda dan gejala tuberculosis menurut Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam (2006)
dapat bermacam-macam antara lain :
1. Demam
Umumnya subfebris, kadang-kadang 40-410C, keadaan ini sangat dipengaruhi oleh
daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang
masuk.
2. Batuk
Terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang
produk radang. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non produktif). Keadaan
setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum atau dahak).
Keadaan yang lanjut berupa batuk darah haematoemesis karena terdapat pembuluh
darah yang cepat. Kebanyakan batuk darah pada TBC terjadi pada dinding bronkus.
3. Sesak nafas
Pada gejala awal atau penyakit ringan belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas
akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana infiltrasinya sudah
setengah bagian paru-paru.
4. Nyeri dada
Gejala ini dapat ditemukan bila infiltrasi radang sudah sampai pada pleura,
sehingga menimbulkan pleuritis, akan tetapi, gejala ini akan jarang ditemukan.
5. Malaise
Penyakit TBC paru bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan
anoreksia, berat badan makin menurun, sakit kepala, meriang, nyeri otot dan
keringat malam. Gejala semakin lama semakin berat dan hilang timbul secara tidak
teratur.
D. Klasifikasi
Ada beberapa klasifikasi Tb paru yaitu menurut Depkes (2007) yaitu:
1. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
a) Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru
tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
b) Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura,
selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian,
kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
2. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada Tb Paru:
a) Tuberkulosis paru BTA positif
1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
2) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
3) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman Tb positif.
4) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
b) Tuberkulosis paru BTA negatif. Kriteria diagnostik Tb paru BTA negatif harus
meliputi:
1) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
2) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
3) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
4) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
3. Klasifikasi berdasarkan tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan
sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu:
a) Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
b) Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh tetapi kambuh lagi.
c) Kasus setelah putus berobat (default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan
BTA positif.
d) Kasus setelah gagal (failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
e) Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, dalam kelompok ini
termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA
positif setelah selesai pengobatan ulangan (Depkes RI, 2006).
E. Patofisiologi
Infeksi TB terjadi melalui udara, yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung
kuman kuman basil tuberkel yang berasal dari orang-orang yang terinfeksi. Basil
tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi sebagai unit yang
terdiri dari satu sampai tiga basil. Setelah berada diruang alveolus biasanya dibagian
bawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini
membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak didaerah tersebut
dan memfagosit bakteria namun tidak membunuh organisme ini. Sesudah hari-hari
pertama leukosit akan digantikan oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan
mengalami konsolidasi dan timbul gejala  pneumonia akut. Pneumonia seluler akan
sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa atau proses akan berjalan terus dan
bakteri akan terus difagosit atau berkembang biak didalam sel. Basil juga menyebar
melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional. Makrofag yang
mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk
sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limposit. Reaksi ini butuh waktu 10-20 hari.
Nekrosis pada bagian sentral menimbulkan gambaran seperti keju yang biasa disebut
nekrosis kaseosa. Daerah yang terjadi nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi
disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast menimbulkan respon yang
berbeda.Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang
akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru dinamakan fokus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah
bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Respon lain yang dapat
terjadi didaerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan
menimbulkan kavitas. Materi tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk
kedalan percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat terulang lagi kebagian paru lain
atau terbawa kebagian laring, telinga tengah atau usus.
F. Pathway (Terlampir)
G. Pemeriksaan
1. Pemeriksaan Bakteriologis
Pemeriksaan Bakteriologis adalah pemeriksaan yang penting utuk menetukan
diagnosa TB, baik pada naak maupun dewasa. Pemeriksaan sputum pada anak
terutama dilakukan pada anak diatas usia 5 Tahun.
Cara mendapatkan sputum pada anak:
a) Berdahak
b) Bilas Lambung
Bilas lambung dengan NGT dapat dilakukan pada anak yang tidak mengeluarkan
dahak. Dianjurkan spesimen dikumpulkan minimal 2 hari berturut-turut pada
pagi hari.
c) Induksi Sputum
2. Pemeriksaam Penunjang
a) Uji tuberkulin
b) Foto Thoraks
c) Pemeriksaan Hispatologi (PA)
3. Sistem Skor
Diagnosis TBC pada anak dengan sistem skoring (scoring system)

Parameter 0 1 2 3

Kontak TB Tidak jelas Laporan keluarga, BTA (+)


BTA (-) atau
tidak tahu, BTA
tidak jelas

Uji tuberkulin Negatif Positif (> 10 mm,


atau > 5 mm
pada keadaan
imunosupresi)

Berat Bawah garis Klinis gizi buruk


badan/keadaan merah (KMS) (Bb/U < 60%)
gizi (menurut atau BB/U <
KMS) 80%

Demam tanpa ≥ 2 minggu


sebab jelas

Batuk ≥ 3 minggu

Pembesaran ≥ 1cm , jumlah


kelenjar limfe ≥ 1, tidak
leher. Axila, nyeri
inguinal

Pembengkakan Ada
tulang/sendi, pembengkakan
panggul, lutut,
palang

Poto rontgen Normal/tidak Kesan TB


thorak jelas

Ket : Anak didiagnosis TB jika jumlah scor ≥ 6, ( scor maksimal 13)

H. Penanganan
1. Obat anti tuberculosis (OAT)
Anak umumnya memiliki jumlah kuman yang lebih sedikit sehingga rekomendasi
pemberian 4 macam OAT pada fase intensif hanya diberikan pada anak dengan BTA
positif, TB berat dan TB tipe dewasa. Terapi TB pada anak dengan BTA
negatifmenggunakan panduan INH, rifampisin, dan pirazinamid pada fase inisial (2 bulan
pertama) diikuti rifampisin dan INH pada 4 bulan selanjutnya.

Nama obat Dosis harian Efek samping


(mg/kgBB/hari)

Isoniazide 5 – 15 (300 mg) Hepatitis, neuritis perifer, hipersensitif

Rifampisin 10 – 20 (600 mg) Gastrointestinal, reaksi kulit, hepatitis,


trombositopeni, enzim hati, cairan
tubuh berwarna oranye

Pirazinamid 15 – 30 (2 g) Toksisitas hati, artarlgia,


gastrointestinal

Etambutol 15 – 25 (2,5 g) Neuritis optik, ketajaman mata


berkurang, buta warna merah hijau,
hipersensitif, gastrointestinal

Streptomisin 15 – 40 (1 g) Ototoksik, nefrotoksik

2. Kombinasi Dosis Tetap


Obat sediaan paket KDT dibut untuk satu pasien satu pengobatan. Paket KDT unuk
anak berisi obat fase intensif yaitu Rifampisin (R) 75 mg, INH (H) 50 mg, dan
pirazinamid (Z) 150 mg, serta obat fase lanjutan yaitu R 75 mg dan H 50 mg dalam
satu paket.

Berat Badan Fase Intensif (2 bulan) Fase lanjutan (4 bulan)


(RHZ 75/50/150) (RH 75/50)

5-7 1 Tablet 1 Tablet

8-11 2 Tablet 2 Tablet

12-16 3 Tablet 3 Tablet

17-22 4 Tablet 4 Tablet

23-30 5 Tablet 5 Tablet

>30 OAT dewasa OAT dewasa

Catatan:
a) Bayi dibawah 5kg pemberian secara terpisah tidak dalam bentuk KDT
b) Apabila kenaikanada kenaikan BB, maka jumlah dosis/tablet yag dibeikan sesuai
dengan BB saat itu
c) Untuk anak obesitas, KDT yang diberikan sesuai dengan berat badan Ideal sesuai
umur.
3. Nutrisi
Status nutrisi pada anak dengan Tb akan memperngaruhi keberhasilan
pengobatan TB. Malnutrisi berat meningkatkan risiko kematian pada ada dengan TB.
Penilaian status gizi harus dilakukan secara rutin selama anak dalam masa
pengobatan. Penilaian dilakukan dengan mengukur berat badan, tinggi adan, lingkar
lengan atas atau pengamatan gejala dan tanda malnutrisi seperti edema atau muscle
wasting
Pemberian makanan tambahan sebaiknya diberikan selama pengobatan. Jika
tidak memungkinkan dapat diberikan suplemen nutrisi samapa anak stabil dan TB
dapat diatasi. Air susu ibu tetap diberikan jika anak masih dalam tahap menyusu.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TB PARU

Pengkajian
1. Identitas
identitas pasien : nama tempat tanggal lahir, usia, agama, jenis kelamin, juga
identitas orangtuanya yang meliputi : nama orangtua, pendidikan, dan pekerjaan.
2. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama
Pasien pada TB Paru biasanya mengeluhkan sesak nafas dan batuk
b) Riwayat Penyakit dahulu
1) Penyakit waktu kecil
Penyakit yang pernah diderita (riwayat batuk yang lama dan benjolan bisul
pada leher serta tempat kelenjar yang lainnya dan sudah diberi pengobatan
antibiotik tidak kunjung sembuh. riwayat berobat tapi tidak sembuh, riwayat
berobat tapi tidak teratur)
2) Pernah di rawat di Rumah Sakit
Riwayat sakit yang dialami di waktu kecil sampai membuat pasien dirawat
dirumah sakit, jika ia, apakah keadaannya parah atau seperti apa.
3) Obat-obatan yang pernah digunakan
Obat-obatan yang pernah diberikan sangat penting untuk diketahui, agar kerja
obat serta efek samping yang timbul dapat di ketahui. Pemberian antibiotik
dalam jangka panjang perlu diidentifikasi.
4) Tindakan (operasi)
Riwayat melakukan tindakan operasi, bagian dan penyebabnya.
5) Alergi
riwayat alergi terhadap obat-obatan, udara atau makanan.
c) Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga memiliki riwayat penyakit TB paru
3. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum : pada umumnya pasien tuberkulosis yang berobat sering
ditemukan sudah dalam keadaan lemah, pucat, kurus dan tidak bergairah
b) Tanda-tanda vital : sering demam walaupun tidak terlalu tinggi, demam dapat
lama atau naik turun, nafas cepat dan pendek, saat badan demam atau panas
biasanya tekanan nadi anak menjadi tachicardi.
c) Antropometri
Mengukur lingkar kepala, lengan, dada dan panjang badan serta berat badan.
4. Pemeriksaan fisik Head to Toe
1. Pemeriksaan Kepala dan Rambut:
- Inspeksi : pada pasien TB paru biasanya tidak ada masalah pada bentuk, keadaan
rambut, warna dan kebersihan rambut
- Palpasi : Periksa adanya nyeri tekan, benjolan, odema, masa
2. Hidung :
- Inspeksi : Periksa warna kulit, ada pernafasan cuping hidung, adanya sumbatan
jalan nafas
3. Telinga :
- Inspeksi : Periksa warna kulit, kesimetrisan antara telinga kanan dan telinga kiri,
kebersihan, adanya lesi/tidak, fungsi pendengaran.
- Palpasi : Periksa adanya benjolan, masa.
4. Mata :
- Inspeksi : Periksa pupil mata, konjungtiva, sclera, kesimetrisan antara kanan dan
kiri.
- Palpasi : Periksa adanya nyeri tekan, adanya benjolan
5. Mulut, Gigi, Lidah, Tonsil dan Pharing
- Inspeksi : Mulut (mukosa bibir), Gigi (kebersihan), Lidah (Kebersihan), Tonsil
(Adanya pembesaran/tidak)
- Palpasi : Periksa adanya benjolan, adanya nyeri tekan, adanya masa.
6. Leher dan Tenggorokan :
- Inspeksi : Periksa adanya pembesaran, adanya lesi/tidak, warna sama dengan
sekitar/tidak.
- Palpasi : Periksa adanya nyeri tekan, masa, kaji vena junggularis, arteri karotis &
kelnjar limfe/tiroid.
7. Dada/ Thorak :
a. Pemeriksaan Paru
- Inspeksi : Periksa kesimetrisan antara dada kanan dan kiri, bentuk dada, adanya
lesi/tidak
- Palpasi : Periksa adanya masa, nyeri tekan, vocal fremitus kanan dan kiri, odema
- Perkusi : Periksa adanya keabnormalan
- Auskultasi : Periksa adanya suara nafas tambahan seperti rochi/ wheezing
b. Pemeriksaan Jantung
- Inspeksi : Periksa Ictus Cordis
- Palpasi : Periksa Ictus Cordis teraba pada ICS berapa
- Perkusi : Periksa batas kanan atas, kanan bawah, kiri atas, kiri bawah jantung
- Auskultasi : Periksa adanya suara tambahan seperti Mur-Mur
8. Pemeriksaan Payudara
- Inspeksi : periksa bentuk dan kesimetrisan
- Palpasi : periksa adanya nyeri tekan atau tidak adanya massa atau tidak
9. Abdomen :
- Inspeksi : Periksa strie, warna kulit, adanya luka bekas operasi
- Auskultasi : Periksa bising usus.
- Palpasi : Periksa adanya nyeri tekan,
- Perkusi : Periksa keabnormalan hepar, lambung, apendik, usus
10. Genetalia dan Anus :
 Genetalia :
- Inspeksi : Periksa terpasang selang kateter/tidak, adanya pembengkakan, adanya
luka
- Palpasi : Periksa adanya nyeri tekan/tidak
 Anus :
- Inspeksi : Periksa kebersihan, adanya hemoroid/tidak
- Palpasi : Periksa adanya nyeri tekan/tidak, benjolan
11. Ekstremitas, kuku dan kekuatan otot
- Ektremitas : Periksa terpasang selang infus, nyeri tekan kelainan
- Kuku : Periksa kebersihan
- Kekuatan otot
4. Diagnosa keperawatan
a. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan / spasme
jalan napas
b. Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi
c. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan
d. Defisit Nutrisi berhubungan dengan mual muntah
e. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit
5. Rencana tindakan keperawatan
1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan / spasme
jalan napas
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan jalan nafas
kembali efektif
Kriteria Hasil :
Intervensi :
a. Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering)
Rasional : mengetahui tingkat pernapasan pasien dan mengetahui adanya penumpukan
sekret
b. Monitor Sputum
Rasional : mengetahui seberapa banyak, warna, aroma sputum yang keluar dari jalan
nafas
c. Lakukan teknik maneuver (head till, chin lift, jaw trust)
Rasional : membuka jalan nafas untuk memudahkan pasokan O2
d. Atur posisi semi Fowler atau Fowler
Rasional : mengurangi rasa sesak
e. Berikan minum hangat
Rasional : membantu mengencerkan dahak/sputum
f. Lakukan Fisioterapi dada, jika perlu
Rasional : dapat memudahkan klien dalam mengeluarkan secret yang sulit dikeluarkan
secara mandiri
g. Lakukan pengisapan lender kurang dari 15 detik
Rasional : memudahkan masuknya O2 tanpa adanya hambatan (penumpukan secret
pada jalan nafas)
h. Berikan Oksigen, jika perlu
Rasional : membantu memenuhi kebutuhan O2
i. Ajarkan teknik batuk efektif
Rasional : membantu mengeluaran sputum pada jalan nafas
j. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu
Rasional : memudahkan pengenceran dan pembuangan sekret
2. Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan gangguan
pertukaran gas tidak terjadi
Kriteria Hasil :
Intervensi :
a. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
Rasional : mengetahui keadaan umum dan perubahan status pernafasan
b. Monitor pola napas (seperti : bradipnea, takipnea, hiperventilisasi, kussmaul, cheyne-
stokes, biot, ataksik)
Rasional : membantu mengetahui status pola nafas klien
c. Monitor kemampuan batuk efektif
Rasional : membantu mengetahui kemampuan klien dalam mengeluaran sputum pada
jalan nafas
d. Monitor adanya produksi sputum
Rasional : mengetahui seberapa banyak, warna, aroma sputum yang keluar dari jalan
nafas
e. Monitor adanya sumbatan jalan nafas
Rasional : mengetahui ada atau tidaknya sumbatan pada jalan nafas
f. Auskultasi bunyi nafas
Rasional : mengevaluasi keefektifan jalan nafas
g. Monitor saturasi oksigen
Rasional : untuk membantu mengetahui kadar oksigen yang dibutuhkan dalam darah
h. Monitor kecepatan aliran oksigen
Rasional : kecepatan dan kelambatan aliran oksigen sangat berpengaruh terhadap
pentingnya kebutuhan oksigen di dalam tubuh
i. Pertahankan kepatenan jalan nafas
Rasional : jalan nafas yang paten dapat memberikan kebutuhan oksigen di semua
jaringan tubuh secara adekuat
j. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
Rasional : untuk membantu mengetahui kebutuhan oksigen klien yang harus dipenuhi
k. Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan/ atau tidur
Rasional : Pemberian oksigen mengurangi beban otot – otot pernafasan.
3. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan
Tujuan : Setelelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
intoleransi aktivitas dapat teratasi
Kriteria Hasil :
Intervensi :
a. Monitor kelelahan fisik dan emosional
Rasional : mengetahui tingkat kelelahan dan emosional yang dialami klien saat itu
b. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. Cahaya, suara, kunjungan)
Rasional : memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat
c. Anjurkan tirah baring
Rasional : untuk mencegah terjadinya komplikasi dan mempercepat kesembuhan
d. Fasilitasi aktivitas fisik rutin (mis. Ambulasi, mobilisasi, dan perawatan diri), sesuai
kebutuhan
Rasional : membantu melatih klien dalam melakukan aktivitas secara bertahap
e. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan
Rasional : untuk menentukan komposisi dan jenis makanan yang akan diberikan sesuai
dengan kebutuhan individu
4. Defisit nutrisi berhubungan dengan mual dan muntah
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan defisit
nutrisi dapat teratasi
SLKI
Status nutrisi
1. Porsi makanan yang dihabiskan meningkat
2. Perasaan cepat kenyang menurun
SIKI
Manajemen nutrisi
Observasi
1. Identifikasi status nutrisi
2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3. Identifikasi perlunya penggunaan selang NGT
4. Monitor asupan makanan
5. Monitor berat badan
Terapeutik
1. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
2. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
3. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
4. Hentikan pemberian makanan melalui selang NGT jika asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk
2. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan
5. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan berkurang
sampai hilang
SLKI
Tingkat ansietas
1. Verbalisasi kebingungan menurun
2. Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun
3. Perilaku gelisah menurun
4. Perilaku tegang menurun
SIKI
Reduksi ansietas
Observasi
1. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
2. Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
3. Monitor tanda-tanda ansietas
Terapeutik
1. Pahami situasi yang membuat ansietas dengarkan dengan penuh perhatian
2. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
3. Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
Edukasi
1. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien
2. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
3. Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat antiansietas
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, et al. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC), Edisi Keenam


Bahasa Indonesia. Oxford: Elsevier

Corwin, E. J. 2007. Buku Saku Patofisiologi, Ed. 3; Alih Bahasa, Nike Budhi Subekti.
Jakarta: EGC.

Moorhead, et al. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC), Edisi Keenam


Bahasa Indonesia. Oxford: Elsevier.

Muscari, M. E. 2005. Panduan Belajar: Keperawatan Pediatrik; Alih Bahasa, Aifrina


Hany. Jakarta: EGC.

Wilkinson, J. M. 2016. Diagnosis keperawatan. Jakarta: EGC

SIKI DPP PPNI, Tim pokja. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi I
Cetakan II. DPP PPNI : Jakarta Selatan

SLKI DPP PPNI, Tim pokja. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi I
Cetakan II. DPP PPNI : Jakarta Selatan

SDKI DPP PPNI, Tim Pokja. 2018. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Edisi I
Cetakan II, DPP PPNI : Jakarta Selatan
5. PATHWAY

Droplet mengandung
M.Tuberculosis
Terhirup lewat Masuk ke
saluran paru Alveoli
pernapasan
Udara tercemar
M.Tuberculosis
Proses Produksi sekret
peradangan berlebih

Kelenjar getah Sekret sukar


Limfadenitis Tuberkel
bening dikeluarkan

Koping individu tidak TB Primer Infeksi primer Bersihan jalan napas


efektif
(Ghon) pada alveoli tidak efektif
Meluas
Kurang informasi Mengalami perkejuan
tentang penyakit
Hematogen
Kalsifikas
Stress psikologis i
Bakterimia
Menganggu perfusi dan
disfungsi O2 Intoleransi Aktivitas
Ansietas Peritonium

Asam lambung meningkat Suplai O2 kurang

Mual, muntah, anoreksia Gangguan pertukaran


gas

Defisit Nutrisi

Anda mungkin juga menyukai