Anda di halaman 1dari 9

LEARNING OBJECTIVE

SKENARIO 4
“PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF”

DISUSUN OLEH :

NAMA : ANDI RAHMA ANUGRAH


STAMBUK : N10118138
KELOMPOK : 10

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2019

1. Mahasiswa mampu menjelaskan anatomi dan fisiologi pernapasan


Jawab :
Saluran pernapasan bagian atas terdiri dari lubang hidung, sinus paranasalis, faring,
dan laring. Hidung dibentuk oleh tulang oleh tulang sejati(os) dan tulang rawan (
kartilago). Rongga hidung mengandung rambut (fimbriae) yang berfungsi sebagai
penyaring (filter) terhadap benda asing yang masuk. Hidung berfungsi sebagai jalan
napas, pengatur napas, pengatur udara, pengatur suhu, pelindung dan penyaring udara,
dan resonantor suara. Sinus paranasalis merupakan daerah terbuka pada tulang kepala,
yang berfungsi membantu menghangatkan dan humidifikasi. Faring merupakanm pipa
berotot berbentuk cerobong yang letaknya bermula dari dasar tengkorak sampai
persambungannya. Faring digunakan pada saat digestion (menelan) seperti pada saat
bernapas. Laring disebut dengan ‘voice box’dibentuk oleh struktur epitheliumlined yang
berhubungan dengan faring dan trakhea. Laring berfungsi untuk pembentukan suara,
sebagai proteksi jalan napas.
Saluran pernapasan bagian bawah terdiri trakhea, brokhus dan bronkhiolus dan
alveoli. Trakhea merupakan perpanjangan dari laring pada ketinggian tulang vertebrae
torakal ke-7 yang bercabang menjadi dua bronkhus trakhea bersifat sangat fleksibel
dengan cincin kartilago. Pada cincin tersebut terdapat epitel bersilis tegak yang
mengandung banyak sel goblet yang mensekresikan lendir. Bronkhus disusun oleh
jaringan kartilago sedangkan bronkhiolus, yang berakhir di alveoli, tidak mengandung
kartilago. Saluran pernapasan mulai daro trakhea sampai bronkhus terminalis tidak
mengalami pertukaran gas dan merupakan area yang dinamakan Anatomical dead space.
Alveoli merupakan kantong udara yang merupakan akhir dari bronkhiolus respiratorius
sehingga memungkinkan O2 dan CO2.
Sumber : Somantri, I. 2009. Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem
pernapasan. Jakarta : Salemba Medika

2. Mahasiswa mampu menjelaskan epidemiologi penyakit paru obstruktif


Jawab :

Secara global diperkiakan sekitar 65 juta orang menderita Penyakit Paru


obstruktif kronik dan 3 jutanya meninggal . Total kematian akibat ini diproyeksikan
akan meningkat lebih dari 30% pada 10 tahun mendatang. Peningkatan secara drastis
pada dua dekade mendatang diperkirakan dinegara-negara asia dan afrika karena
peningkatan pemakaian tembakau.
Diindonesia tidak ada data yang akurat. Hasil survey penyakit tidak menular oleh
dirjen PPM dan PL di lima RS provinsi diindoneisa paada tahun 2004 menunjukkan
ppok verada pada tingkatan pertama penymbang angka kesakitan (35%), diikuti asma
bronkhial (33%), kanker paru (30%) dan lainnya (2%).
Sumber : Nalser, F.E., Medison, I. Erly. Gambaran Derajat Merokok Pada Penderita
PPOK di Bagian Paru RSUP Dr. M. Djamil. J Kes Andalas. Vol 5(2). Viewed 15
Oktober 2019. From <http://jurnal.fk.unand.ac.id

3. Mahasiswa mampu menjelaskan faktor risiko penyakit paru obstruktif


Jawab :
Beberapa faktor risiko terjadinya PPOK diantaranya adalah merokok, polusi udara,
lingkungan kerja berisiko dan penyakit infeksi. Hasil penelitian di China pada tahun
2008, menunjukkan bahwa merokok dan penggunaan bahan bakar padat berkontribusi
pada kematian akibat PPOK (Lin et al. 2008). Disamping itu, merokok diketahui
merupakan faktor risiko utama terjadinya PPOK (Mannino & Buist 2007) (Young et al.
2008). Hasil analisis ini menunjukkan bahwa proporsi riwayat PPOK secara bermakna
lebih tinggi pada populasi yang pernah merokok, merokok dalam dosis yang lebih tinggi
dan waktu yang lebih lama, serta terpajan asap rokok.
Sumber :
Kusumawardani, N. Et all. 2016. Hubungan Antara Keterpajanan Asap Rokok Dan
Riwayat Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) di Indonesia. Jurnal Ekologi
Kesehatan Vol. 15 No 3. From ejournal.litbang.depkes.go

4. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi penyakit paru obstruktif


Jawab :
Penyebab dari ppok adalah
1. Kebiasaan merokok adalah penyebab utama pada bronchitis dan emfisema.
2. Adanya infeksi, haemophilus influenza dan streptococcus pneumonia.
3. Polusi oleh zat zat pereduksi.
4. Faktor keturunan.
5. Faktor sosial-ekonomi: keadaan lingkungan dan ekonomi yang memburuk.
Sumber :
Muttaqin,A. 2008. Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan. Jakarta :
salemba medika

5. Mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala penyakit paru obstruktif


Jawab :
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi dari tanpa gejala dan dengan gejala dari ringan
sampai berat, yaitu batuk kronis, berdahak, sesak napas bila beraktifitas, sesak tidak
hilang dengan pelega napas, memburuk pada malam/dini hari, dan sesak napas episodik.1
Penyakit ini bersifat progresif sehingga pengobatan hanya bersifat supportif paliatif.
Sumber :
Tana, L. Et all. 2016. Sensitifitas dan Spesifisitas Pertanyaan Gejala Saluran Pernapasan
dan Faktor risiko untuk Kejadian Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Buletin
Penelitian Kesehatan, Vol. 44, No. 4. From
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/BPK/article/viewFile/5320/4614

6. Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi penyakit paru obstruktif


Jawab :
PPOK terbagi dua yaitu, bronkitis kronik dan emfisema atau campuran
keduanya.Bronkitis kronik adalah kelainan saluran napas yang ditandai oleh adanya
batuk kronik berdahak minimal selama 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua
tahun berturut - turut, dan tidak disebabkan penyakit lainnya. Emfisema adalah suatu
kelainan anatomis pada paru yang ditandai dengan adanya pelebaran rongga udara distal
bronkiolus terminal, juga disertai kerusakan dinding alveoli. Sekarang ini cukup banyak
penderita bronkitis kronik juga memperlihatkan tanda-tanda emfisema, termasuk
penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh,
dan memenuhi kriteria PPOK.
Sumber :
Saputro, TT. Wulan, AJ. 2016. Madu sebagai Pencegah Penyakit Paru Obstruksi Kronik.
Majority.Vol5(5).From
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/viewFile/921/735

7. Mahasiswa mampu menjelaskan bagaimana proses mendiagnosa penyakit paru


obstruktif
Jawab :
Pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan yang jelas dan tanda inflasi paru.
Penyakit paru obstruktif kronis dapat di tegakkan berdasarkan hasil berikut.
1. Anamnesis
a) Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan. b)
Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja. c) Riwayat penyakit emfisema
pada keluarga. d) Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir
rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara.
e) Batuk berulang dengan atau tanpa dahak. f) Sesak dengan atau tanpa bunyi
b. Pemeriksaan fisis PPOK dini umumnya tidak ada kelainan.
2. Inspeksi
a) Pursed lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu) b) Barrel chest (diameter
anteroposterior dan transversal sebanding) c) Penggunaan otot bantu napas d) Hipertropi
otot bantu napas e) Pelebaran sela iga f) Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat
denyut vena jugularis interna leher dan edema tungkai g) Penampilan pink puffer atau
blue bloater
3. Palpasi Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar.
4. Perkusi Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma
rendah, hepar terdorong ke bawah.
5. Auskultasi a) Suara napas vesikuler normal atau melemah. b) Terdapat ronki dan atau
mengi pada waktu bernapas, biasa, atau pada ekspirasi paksa. c) Ekspirasi memanjang.
d) Bunyi jantung terdengar jauh.
c. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada diagnosis PPOK antara lain: 1)
Radiologi (foto toraks) 2) Spirometri 3) Laboratorium darah rutin (timbulnya polisitemia
menunjukkan telah terjadi hipoksia kronik) 4) Analisis gas darah 5) Mikrobiologi sputum
(diperlukan untuk pemilihan antibiotik bila terjadi eksaserbasi)

Sumber :
Saputro, TT. Wulan, AJ. 2016. Madu sebagai Pencegah Penyakit Paru Obstruksi Kronik.
Majority. Vol 5(5). From
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/viewFile/921/735

8. Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosis dan diagnosis banding penyakit paru


obstruktif
Jawab :

Penyakit paru obstruktif lebih mudah dibedakan dengan asma bronkiekstasis


atau sindroma pasca TB paru. Namun seringkali sulit dibedakan dengan asma
bronkial atau gagal jantung kronik. Berikut perbedaan PPOK, Asma Bronkial dan
gagal jantung kronik

9. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi penyakit paru obstrukti


Jawab :
1. Gagal napas Gagal nafas dibagai menjadi dua, yaitu: Gagal napas kronik. Hasil
analisis gas darah Po2 < 60 mmHg dan Pco2 > 60 mmHg, dan pH normal. Gaga
2. napas akut pada gagal napas kronik. Gagal napas akut pada gagal napas kronik,
ditandai oleh sesak napas dengan atau tanpa sianosis.
3. Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni
kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang.
4. Kor Pulmonal Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai
gagal jantung kanan.

Sumber :
Kemenkes RI, 2008, Pedoman Pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik,
Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

10. Mahasiswa mampu menjelaskan tatalaksana pada penyakit paru obstruktif


Jawab :
a. Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut secara berulang
pada setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun bagi keluarganya.
Edukasi dapat diberikan di poliklinik, ruang rawat, bahkan di unit gawat darurat
ataupun di ICU dan di rumah.
b. Farmakologi
- Golongan Agonis Beta – 2 Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak,
peningkatan jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi.
- Golongan Xantin Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak (pelega
napas), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut.
Penggunaan jangka panjang memerlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.
- Antiinflamasi Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau
injeksi intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan
metalprednisolon atau prednison.
- Antibiotika Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan:
amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin dan kuinolon.
c. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan
oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ -organ
lainnya.
d. Rehabilitasi Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan
memperbaiki kualitas hidup penderita PPOK. Penderita yang dimasukkan ke dalam
program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan pengobatan optimal
yang disertai: gejala pernapasan berat, 35 beberapa kali masuk ruang gawat darurat,
dan kualitas hidup yang menurun.

Sumber :
Kemenkes RI, 2008, Pedoman Pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik,
Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

11. Mahasiswa mampu mekanisme perujukan


Jawab :

Puskesmas bertugas untuk memberikan pelayanan tingkat primer di masyarakat. Puskesmas


akan memberikan pelayanan pemeriksaan dan menegakkan diagnosis suatu penyakit. Apabila
puskesmas tidak mampu menangani penyakit yang diderita pasien, maka puskesmas akan
memberikan rujukan ke rumah sakit yang lebih besar. Selanjutnya rumah sakit yang merawat
pasien akan memberikan surat balasan kepada Puskesmas Bangetayu yang berisi mengenai
kondisi terakhir pasien ketika keluar dari Rumah Sakit. Surat balasan diberikan kepada keluarga
pasien untuk kemudian diserahkan kepada pihak Puskesmas Bangetayu dan Puskesmas
Bangetayu akan memberikan konfirmasi kepada pihak Rumah Sakit.

Sumber :

Boyangan, G. Tumurang, MN. Raule, JH. 2016. ANALISIS PELAKSANAAN RUJUKAN PESERTA JKN
DARI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT I DI PUSKESMAS BAHU KOTA MANADO. From
ejournalhealth.com

12. Mahasiswa mampu menjelaskan prognosis penyakit paru obstruktif

Jawab :

Penurunan massa sel tubuh merupakan manifestasi sistemik yang penting pada PPOK dan
terlihat berupa kehilangan lebih dari 40% actively metabolizing tissue. Perubahan massa sel
tubuh diketahui melalui penurunan berat badan dan penurunan massa lemak bebas. Massa
lemak bebas dapat dibagi 2 yaitu kompartemen intraseluler atau massa sel tubuh dan
kompartemen ekstraseluler. Kompartemen intraseluler menggambarkan bagian pertukaran
energi sedangkan kompartemen ekstraseluler menggambarkan substansi di luar sel.
Kerusakan jaringan umumnya terjadi pada penderita PPOK dengan prevalensi 20% pada
penderita PPOK stabil dan 35% pada penderita yang menjalani rehabilitasi medik.7 Massa
lemak bebas yang hilang mempengaruhi proses pernapasan, fungsi otot perifer, kapasiti
latihan dan status kesehatan. Penurunan berat badan mempunyai efek negatif terhadap
prognosis penderita PPOK.

Sumber :

Fitriani,F. Et all. 2016. Penyakit Paru Obstruktif Kronik Sebagai Penyakit Sistemik. From :
http://www.klikpdpi.com/jurnal-warta/jri-01-07/jurnal-6.html
LEARNING OBJECTIVE
SKENARIO 4
“PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF”

DISUSUN OLEH :

NAMA : HILYATUL AULIA


STAMBUK : N10118080
KELOMPOK : 10
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2019

Anda mungkin juga menyukai