“ASMA BRONKIAL”
Pembimbing :
Disusun Oleh :
FAKULTAS KEDOKTERAN
2017
1
BABI
PENDAHULUAN
adanya mengi episodik, batuk dan rasa sesak di dada akibat penyumbatan saluran
kesakitan atau kematian pada anak, asma merupakan masalah kesehatan yang
penting. Jika tidak ditangani dengan baik, asma dapat menurunkan kualitas hidup
belahan dunia dan sejak 20 tahun terakhir prevalensinya semakin meningkat pada
tersebut diduga berkaitan dengan pola hidup yang berubah dan peran faktor
lingkungan terutama polusi baik indoor maupun outdoor.1 Prevalensi asma pada
anak berkisar antara 2-30%. Di Indonesia, prevalensi asma pada anak sekitar 10%
pada usia sekolah dasar dan sekitar 6,5% pada usia sekolah menengah pertama.(2)
Prevalensi asma di seluruh dunia adalah sebesar 8-10% pada anak dan 3-
5% pada dewasa, dan dalam 10 tahun terakhir ini meningkat sebesar 50%.
sebanyak 10-15% anak laki-laki dan 7-10% anak wanita dapat menderita asma
pada suatu saat selama masa kanak-kanak. Beberapa survei menunjukkan bahwa
penyakit asma menyebabkan absensi 16 % pada anak sekolah di Asia, 43% anak-
2
anak di Eropa, dan 40% hari pada anak-anak di Amerika Serikat. Serangan asma
yang terjadi pada anak-anak tersebut, didiagnosis oleh para ahli sebagai asma
belum diketahui secara pasti, namun hasil penelitian pada anak sekolah usia 13-
and Allergy in Children) tahun 1995 prevalensi asma masih 2,1%, sedangkan
penduduk dunia menderita asma. Bahkan jumlah ini diperkirakan akan terus
menyebutkan bahwa pasien asma sudah mencapai 300 juta orang di seluruh dunia
diagnosis, dan tata laksana asma telah mengalami banyak kemajuan. Terjadinya
asma dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Akan tetapi, faktor mana
yang lebih berperan tidak dapat dipastikan karena kompleksitas hubungan kedua
respiratori yang berlangsung kronik bahkan sudah ada sebelum munculnya gejala
awal asma. Penyempitan dan obstruksi pada saluran respiratori terjadi akibat
mukus. Apabila tidak dicegah dan ditangani dengan baik, maka diperkirakan
akan terjadi peningkatan prevalensi yang lebih tinggi lagi pada masa akan datang
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Definisi asma pada anak masih diperdebatkan dan belum ada yang diterima
secara universal. Definisi asma yang ada pada beberapa pedoman memasukkan
Inflamasi kronik ini ditandai dengan riwayat gejala-gejala pada saluran respiratori
seperti wheezing (mengi), sesak napas, dan batuk yang bervariasi dalam waktu
respiratori dan hiperesponsif bronkus, yang secara klinis ditandai dengan adanya
asma dapat berupa batuk, wheezing, sesak napas, dada tertekan yang timbul
secara kronik dan atau berulang, reversibel, cenderung memberat pada malam
4
2.2 Anatomi dan Fisiologi
karbondioksida (CO2) sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Penghisapan
ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi. Secara garis besar
saluran pernafasan dibagi menjadi dua zona yaitu zona konduksi dan
respiratorius. Zona konduksi dimulai dari hidung, faring, laring, trakea, bronkus,
respiratoris dimulai dari bronkiolus respiratoris, duktus alveoli dan berakhir pada
membran mukosa yang bersilia. Ketika udara masuk kerongga hidung, udara
5
tersebut disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan
fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epitel thorak yang bertingkat,
bersilia dan bersel goblet. Permukaan epitel dilapisi oleh lapisan mukus yang
disekresi oleh sel goblet dan kelenjar serosa. Partikel-partikel debu yang kasar
dapat disaring oleh rambut- rambut yang terdapat dalam lubang hidung.
Sedangkan, partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mukus untuk
kemudian dibatukkan atau ditelan. Air untuk kelembapan diberikan oleh lapisan
mukus, sedangkan panas yang disuplai keudara inspirasi berasal dari jaringan
dibawahnya yang kaya dengan pembuluh darah, sehingga bila udara mencapai
faring hampir bebas debu, bersuhu mendekati suhu tubuh dan kelembapannya
mencapai 100%.(8)
antara jalan pernafasan dan jalan makanan. Faring dapat dibagi menjadi tiga
udara dan bertindak sebagai pembentukan suara terletak didepan bagian faring
merupakan rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot dan
mengandung pita suara. Diantara pita suara terdapat glotis yang merupakan
Trakea dibentuk dari 16 sampai dengan 20 cincin tulang rawan dan diantara
kartilago satu dengan yang lain dihubungkan oleh jaringan fibrosa dan di bagian
sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar (sel bersilia) yang
hanya bergerak keluar. Sel-sel bersilia ini berguna untuk mengeluarkan benda-
benda asing yang masuk bersama udara pernafasan, dan dibelakang terdiri dari
6
jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos dan lapisan mukosa.(8)
Bronkus merupakan lanjutan dari trakea dan terdapat dua cabang yang
trakea bercabang menjadi bronkus utama kanan dan kiri disebut karina. Karina
memiliki banyak syaraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk yang
kuat jika batuk dirangsang. Bronkus utama kanan lebih pendek, lebih besar dan
lebih vertikal dari yang kiri yang terdiri dari 6-8 cincin dan mempunyai tiga
cabang. Bronkus utama kiri lebih panjang, lebih kecil, terdiri dari 9-12 cincin
alveoli dan memiliki garis tengah 1 mm. Seluruh saluran udara mulai dari hidung
sampai bronkiolus terminalis ini disebut saluran penghantar udara atau zona
lebih banyak sel goblet dan otot polos. Setelah bronkiolus terminalis terdapat
asinus yang merupakan unit fungsional paru yaitu tempat pertukaran gas. Asinus
Secara garis besar fungsi pernafasan dapat dibagi menjadi dua yaitu
pertukaran gas dan keseimbangan asam basa. Fungsi pertukaran gas dibagi
pada alveoli dan karbondioksida dibuang. Pergerakan ini terjadi karena adanya
perbedaan tekanan antara udara luar dengan di dalam paru-paru. Proses kedua
adalah difusi yaitu masuknya oksigen dari alveoli ke kapiler melalui membran
7
alveoli-kapiler. Proses ini terjadi karena gas mengalir dari tempat yang tinggi
dalam alveoli mempunyai tekanan parsial yang lebih tinggi dari oksigen yang
berada didalam darah. Karbondioksida darah lebih tinggi tekanan parsialnya dari
2.3 Epidemologi
Prevalensi total asma di dunia diperkirakan 7,2% (6% pada dewasa dan 10%
pada anak). Prevalensi pada anak menderita asma meningkat 8-10 kali di negara
Indonesia, prevalensi asma pada anak berusia 6-7 tahun sebesar 3% dan untuk
usia 13-14 tahun sebesar 5,2%. Berdasarkan laporan National Center for Health
Statistics (NCHS), prevalensi serangan asma pada anak usia 0-17 tahun adalah 57
per 1000 anak (jumlah anak 4,2 juta) dan pada dewasa > 18 tahun adalah 38 per
1000 (jumlah dewasa 7,8 juta). Sebelum masa pubertas, prevalensi asma pada
prevalensinya hampir sama dan pada dewasa laki-laki lebih banyak menderita
Berdasarkan laporan NCHS terdapat 4487 kematian akibat asma atau 1,6 per 100
ribu. Sedangkan, laporan dari CDC menyatakan terdapat 187 pasien asma yang
meninggal pada usia 0-17 tahun atau 0.3 kematian per 100,000 anak. Namun
8
(11)
secara umum kematian pada anak akibat asma jarang.
tipe, yaitu(12) :
1. Ekstrinsik (alergik)
pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan
(antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan
dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika
ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan
pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau
bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi.
Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya
3. Asma gabungan
9
Gambar 2. Tipe asma.(12)
10
(a) Alergen didalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing,
alternaria/jamur)
(b) Alergen di luar ruangan (alternaria, tepung sari)
(c) Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang,
makanan laut, susu sapi, telur)
(d) Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, beta-
blocker dll)
(e) Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray dll)
(f) Ekspresi emosi berlebih
(g) Asap rokok
(h) Polusi udara di luar dan di dalam ruangan
(i) Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika
melakukan aktivitas tertentu
(j) Perubahan cuaca.(13)
11
terjadi pengeluaran mediator inflamasi maupun peningkatan eosinofil, neutrofil,
atau sel epitel kolumnar sehingga tidak berespon terhadap steroid inhalasi.(13)
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya asma(13):
Pemicu: Alergen dalam ruangan seperti tungau, debu rumah, binatang
berbulu (anjing, kucing, tikus), alergen kecoak, jamur, kapang, ragi, serta
pajanan asap rokok.
Pemacu: Rhinovirus, ozon, pemakaian β2 agonist.
Pencetus: Infeksi viral saluran napas, aeroalergen seperti bulu binatang,
alergen dalam rumah (debu rumat, kecoa, jamur), seasonal aeroalergen
seperti serbuk sari, asap rokok, polusi udara, pewangi udara, alergen di
tempat kerja, udara dingin dan kering, olahraga, menangis, tertawa,
hiperventilasi, dan kondisi komorbid (rinitis, sinusitis, dan gastroesofageal
refluks).
Faktor Genetik
Sensitisasi inflamasi Gejala Asma
Faktor Lingkungan
12
2.5 Patofisiologi
Asma dapat terjadi pada usia berapapun, tetapi paling sering berawal pada
anak usia dini. Asma terjadi sebagai hasil interaksi antara faktor genetik dan
faktor tersebut antara lain infeksi, pajanan mikroba, alergen, stres, polusi, dan
di negara-negara maju.(16)
adanya inflamasi saluran respiratori adalah aktivasi eosinofil, sel mast, makrofag,
dan sel limfosit T pada mukosa dan lumen saluran respiratori. Perubahan ini
dapat terjadi meskipun secara klinis asmanya tidak bergejala. Pemunculan sel-sel
tersebut secara luas berhubungan dengan derajat beratnya penyakit secara klinis.
Pada banyak kasus, terutama pada anak dan dewasa muda, asma
13
dihubungkan dengan manifestasi atopi melalui mekanisme IgH
Sedikitnya ada dua jenis T3helper (Th1 dan Th2), limfosit subtipe
+
CD4 telah dikenal profilnya dalam produksi sitokin. Meskipun kedua
memproduksi sitokin yang terlibat dalam asma, yaitu ILH4, ILH5, ILH9,
ILH13, dan ILH16. Sitokin yang dihasilkan oleh Th2 bertanggung jawab
mediated.(14)
kelas II pada sel T CD4+ dan MHC kelas I pada sel T CD8+). Sel
yaitu sitokin yang terbentuk oleh aktivasi sel epitel, fibroblas, sel T,
makrofag, dan sel mast. Setelah antigen ditangkap, sel dendritik pindah ke
14
pengaruh sitokin-sitokin lainnya, sel dendritik menjadi matang sebagai
APC yang efektif. Sel dendritik juga mendorong polarisasi sel T naïve-
respons alergi fase cepat dan pada beberapa kasus dapat diikuti dengan
respons fase lambat. Reaksi cepat dihasilkan oleh aktivasi sel-sel yang
sensitif terhadap alergen IgE spesifik terutama sel mast dan makrofag. Pada
basofil juga ikut berperan. Ikatan antara sel dan IgE mengawali reaksi
15
histamin, proteolitik, enzim glikolitik, dan heparin serta mediator newly
mekanisme inflamasi pada asma. Selama respons fase lambat dan selama
kurang adekuat.(15)
16
perubahan struktural dan fungsional yang menyimpang pada saluran
respiratorik yang dikenal dengan istilah remodeling atau repair. Pada proses
remodeling yang berperan adalah sitokin IL4, TGF beta dan Eosinophil
17
respiratori menyebabkan keterbatasan aliran udara yang dapat kembali baik
terjadi dihubungkan dengan gejala khas pada asma, yaitu batuk, sesak,
otot polos bronkus yang diprovokasi oleh pelepasan agonis dari sel-sel
18
hiperplasia dan hipertrofi kronik otot polos, vaskular, dan sel-sel sekretori,
serta deposisi matriks pada dinding saluran respiratori. Selain itu, hambatan
kental, dan lengket oleh sel goblet dan kelenjar submukosa, protein plasma
19
obstruksi saluran respiratori. Meskipun perubahan patofisiologis yang
fungsi paru (PFR atau FEV1). Provokasi/stimulus lain seperti latihan fisis,
memunyai efek langsung terhadap otot polos (tidak seperti histamin dan
metakolin) tetapi dapat merangsang pelepasan mediator dari sel mast, ujung
20
2.6 Manifestasi klinis
Batuk kering berulang dan mengi adalah gejala utama asma pada anak. Pada
anak yang lebih besar dan dewasa, gejala juga dapat berupa sesak napas dada
terasa berat gejala biasanya akan memburuk pada malam hari yang dipicu dengan
infeksi pernapasan dan inhalasi alergen. Gejala lainnya dapat tersembunyi dan
tidak spesifik seperti keterbatasan aktivitas dan cepat lelah. Riwayat penggunaan
penegakan diagnosis.(18)
didahului batuk dan atau mengi. Gejala awal tersebut ditelusuri dengan algoritme
anak di bawah 3 tahun, respons yang baik terhadap obat bronkodilator dan steroid
sistemik (5 hari) dan dengan penyingkiran penyakit lain diagnosis asma menjadi
lebih definitif. Untuk anak yang sudah besar (>6 tahun) pemeriksaan faal paru
sebaiknya dilakukan. Uji fungsi paru yang sederhana dengan peak flow meter,
atau yang lebih lengkap dengan spirometer. Uji provokasi bronkus dengan
histamin, metakolin, latihan (exercise), udara kering dan dingin atau dengan NaCl
21
2.7 Diagnosis
Penegakan diagnosis asma pada anak mengikuti alur klasik diagnosis medis
2.7.1. Anamnesis
klinis yang diterima luas sebagai titik awal diagnosis asma. Gejala
respiratori asma berupa kombinasi dari batuk, wheezing, sesak napas, rasa
adalah(7):
rinofaringitis
22
o Aktivitas fisis: berlarian, berteriak, menangis, atau tertawa
berlebihan.
hari (nokturnal).
(audible wheeze) atau yang terdengar dengan stetoskop. Selain itu, perlu
dicari gejala alergi lain pada pasien seperti dermatitis atopi atau rinitis
alergi, dan dapat pula dijumpai tanda alergi seperti allergic shiners atau
geographictongue.(1)
Saturasi
23
menit setelah terapi oksigen dihentikan. Pasien dengan serangan asma
Spirometri
untuk anak, dan jika tersedia, pemeriksaan ini belum rutin dikerjakan.
Jika alat tersedia dan kondisi pasien memungkinkan, PEF atau FEV1
dengan terapi awal. Hasil PaO <60 mmHg (8 kPa) dan PaCO
2 2
24
Rontgen toraks
Uji cukit kulit (skin prick test), eosinofil total darah, pemeriksaan IgE
spesifik. (7)
hipertonik.(7)
sinus paranasalis, foto toraks, uji refluks gastro esofagus, uji keringat,
25
Gambar 8. Alur diagnosis.(19)
2.8 Klasifikasi
26
Tabel 1. Klasifikasi asma berdasarkan GINA.(6)
27
Tabel 3. Klasifikasi asma menurut derajat serangan.(1)
Terdapat banyak kondisi dengan gejala dan tanda yang mirip dengan asma.
Selain asma, penyebab umum lain dari gejala batuk berulang pada asma meliputi
disease pada anak, sedangkan pada anak dengan sinusitis kronik tidak memiliki
28
gejala yang khas seperti dewasa dengn adanya nyeri tekan local pada daerah
sinus yang terkena. Selain itu, kedua penyakit ini merupakan penyakit komorbid
yang sering pada asama, sehingga membuat terapi spesifik pada asma tidak
Pada masa-masa awal kehidupan, batuk kronis dan mengi dapat terjadi pada
fibrosis kistik dan displasia bronkopulmoner. Pada anak usia 3 bulan, mengi
biasanya ditemukan pada keadaan infeksi, malformasi paru dan kelainan jantung
dan gastrointestinal. Pada bayi dan batita, bronkiolitis yang disebabkan oleh
yang lebih besar, mengi berulang dapat terjadi pada disfungsi pita suara. Selain
itu, batuk berulang jug dapat ditemukan pada tuberculosis terutama pada daerah
Gejala asma tidak patognomonik, dalam arti dapat disebabkan oleh berbagai
• Rinitis, rinosinusitis
• Bronkiolitis
• Aspirasi berulang
• Defisiensi imun
• Tuberkulosis
29
Obstruksi mekanis
• Laringomalasia, trakeomalasia
• Hipertrofi timus
Patologi bronkus
• Displasia bronkopulmonal
• Bronkiektasis
• Fibrosis kistik
• Gangguan neuromuskular
• Batuk psikogen
2.10 Penatalaksanaan
Obat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda (reliever)
dan obat pengendali (controller). Obat pereda digunakan untuk meredakan serangan
atau gejala asma jika sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi dan sudah tidak ada
30
lagi gejala maka obat ini tidak lagi digunakan atau diberikan bila perlu. Kelompok
kedua adalah obat pengendali yang disebut juga obat pencegah, atau obat profilaksis.
Obat ini digunakan untuk mengatasi masalah dasar asma, yaitu inflamasi kronik
saluran nafas. Dengan demikian pemakaian obat ini terus menerus diberikan
walaupun sudah tidak ada lagi gejalanya kemudian pemberiannya diturunkan pelan –
minggu.(21)
Berikut adalah jenis obat pelega dan pengendali asma pada anak(21):
Merupakan bronkodilator terbaik dan terpilih untuk terapi asma akut pada
alveolus, sel-sel inflamasi, jantung, pembuluh darah, otot lurik, hepar, dan
pankreas.
ATP menjadi cyclic-AMP sehingga timbul relaksasi otot polos jalan napas
Efek puncak dalam 2-4 jam dan lama kerja hingga 5 jam.
Pemberian SABA secara inhalasi: awitan kerja cepat (<1 menit). Efek
(semprotan) tiap 3-4 jam, serangan asma sedang :6-10 puff setiap 1-2
31
jam, dan pada serangan asma berat: 10 puff setiap 1-2 jam.
Salbutamol
Terbutalin
32
Dosis rumatan : 0,5-1mg/kgBB/jam. Kadar aminofilin dalam darah
Efek samping: mual, muntah sakit kepala. Pada konsentrasi tinggi dapat
menimbulkan kejang,takikardia,aritmia.
Awitan kerja 15 menit, efek puncak dalam 1-3 jam, dan lama kerja hingga
3-4 jam.
jam
33
Prednison, prednisolon, Dosis 1-2 mg/kgBB/hari 2-3
50 ug/inhalasi, 2kali
sehari
12 ug/inhalasi 2 kali
sehari
34
fungsi paru dan hiperresponsif bronkial, dan mengurangi
bronkokonstriksi yang diinduksi latihan.
Glukokortikosteroid dapat mencegah penebalan lamina retikularis,
mencegah terjadinya neoangiogenesis, dan mencegah atau mengurangi
terjadinya down regulation receptor β2 agonist.
Efek samping berupa gangguan pertumbuhan, katarak, gangguan sistem
saraf pusat, dan gangguan pada gigi dan mulut.
Tabel 7. Dosis obat kortikosteroid controller. (26)
Budesonide
Bentuk : Inhalasi (MDI,Turbuhaler)
Asma sering:
-Usia < 12 tahun: 100-200ug
-Usia >12 tahun: 200-400ug
Asma persisten
-Usia < 12 tahun: 200-400ug
-Usia >12 tahun: 400-600ug
Fluticasone
Bentuk: Inhalasi (MDI)
Asma episodik sering
-Usia < 12 tahun: 50-100ug
-Usia >12 tahun: 100-200ug
Asma persisten
-Usia < 12 tahun: 100-200ug
-Usia >12 tahun: 200-300ug
Prednison
Bnetuk: oral
Dosis : 1-2mg/kgBB/hari; kemudian diturunkan hingga dosis terkecil
yang diberikan, selang sehari,pada pagi hari.
35
c. Golongan Leukotriene Receptor Antagonist (LTRA) (26)
mungkin hasilnya lebih baik. Sayangnya, belum ada percobaan jangka panjang
leukotriane;
bronkokonstriktor;
Dapat diberikan per oral, bahkan montelukast hanya diberikan sekali per
a. Montelukast
Preparat ini belum ada di Indonesia dan harganya mahal. Dosis per oral 1 kali
sehari.(respiro anak) Dosis pada anak usia 2-5 tahun adalah 4 mg qhs. (gina)
b. Zafirlukast
Preparat ini terdapat di Indonesia, digunakan untuk anak usia > 7 tahun
36
Leukotrin memberikan manfaat klinis yang baik pada berbagai tingkat
stimulasi ringan SSP, palpitasi, takikardi, aritmia, sakit perut, diare, dan
jarang, perdarahan lambung. Efek samping muncul pada dosis lebih dari
37
Tabel 9. Derajat kendali asma.(24)
kekerapan gejala dan derajat kendali. Setelah dilakukan tata laksana umum
dalam waktu enam minggu. Pada asma intermiten tidak dibutuhkan tata
asma persisten dilakukan tata laksana jangka panjang sesuai dengan jenjang
harus dipertimbangkan pada pasien asma dengan salah satu dari kriteria
pereda asma 3 kali dalam satu minggu, terbangun karena serangan asma 1
38
Gambar 9. Jenjang pengendali asma.(20)
Keterangan :
Bila suatu jenjang dalam tata laksana sudah berlangsung selama 6-8
minggu dan asma belum terkendali, maka tata laksana naik jenjang
omalizumab.(20)
39
Pengendalian asma senantiasa dilakukan berdasarkan derajat kendali
pendek.(27)
A. Jenjang 1
aktivitas sehari hari. Pada saat ini pasien hanya mendapatkan obat
kerja pendek oral, atau teofilin kerja pendek oral. Pengendalian asma
40
rendah.(20)
B. Jenjang 2
C. Jenjang 3
D. Jenjang 4
41
jenjang 4 ialah kombinasi steroid inhalasi dosis menengahHagonis β2
E. Jenjang 5
lanjut, oleh karena itu tata laksana pada jenjang ini tidak dituliskan
pasien, derajat asma, dan penyakit lain yang menyertai asma. Pada
setelah 3 bulan. Selain jenis obat, dosis obat, cara pemberian obat dan
42
Penurunan dosis steroid dipertimbangkan setiap 8H12 minggu dengan
serangan asma menjadi dua, yaitu tata laksana di rumah dan di fasilitas
pasien (atau orang tuanya) sendiri di rumah. Hal ini dapat dilakukan oleh
awal berupa inhalasi agonis β2 kerja pendek hingga tiga kali dalam satu
setelah dilakukan inhalasi dua kali tidak memunyai respons yang baik,
sakit.(27)
dan rencana tata laksana asma yang diberikan tertulis (asthma action
plan, AAP). Dalam edukasi dan “rencana aksi asma” (RAA) tertulis
harus disampaikan dengan jelas tentang jenis obat dan dosisnya serta
43
kapan orangtua harus segera membawa anaknya ke fasilitas pelayanan
kesehatan.(27)
pasien/orang tua dalam tata laksana serangan asma di rumah ini. Tenaga
44
Jika gejala tidak membaik dengan dosis 4 semprot, segera bawa
kefasyankes.(20)
Gambar 10. Alur tatalaksana asma pada anak di fasyankes dan rumah sakit.(20)
45
Gambar 11. Alur tatalaksana asma pada anak di fasyankes dan rumah sakit.(20)
46
b. Tatalaksana di ruang emergency
47
c. Tata laksana di Ruang Rawat Sehari (RRS)
Oksigen yang telah diberikan saat pasien masih di UGD tetap diberikan.
dilanjutkan hingga 3H5 hari. Jika dalam 12 jam klinis tetap baik, maka
Berikut tata laksana yang diberikan setelah pasien masuk ke ruang rawat
inap (25):
48
• Aminofilin diberikan secara intravena dengan dosis:
diberikan setiap 4H6 jam selama 24H48 jam. Selain itu, steroid
49
e. Kriteria rawat di Ruang Rawat Intensif
rawat inap.
2.10 komplikasi
1) Status asmatikus adalah setiap serangan asma berat atau yang kemudian
menjadi berat dan tidak memberikan respon (refrakter) adrenalin dan atau
50
aminofilin suntikan dapat digolongkan pada status asmatikus. Penderita harus
asma.(25)
2.11 Pencegahan
b. Menghindari kelelahan.
51
Gambar 13. Faktor pencetus asma dan cara pengindaran.(20)
52
53
Gambar 14. Faktor pencetus asma dan cara pengindaran.(20)
54
2.12 Prognosis
menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko yang
penyakitnya ringan timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang menderita
persen, dengan nilai rata-rata 46 persen; akan tetapi persentase anak yang
menderita penyakit yang berat relative rendah (6 sampai 19 persen). Bahkan bila
tidak diobati, pasien asma tidak terus menerus berubah dari penyakit yang ringan
mengatakan bahwa remisi spontan terjadi pada kira-kira 20 persen pasien yang
menderita penyakit ini di usia dewasa dan 40 persen atau lebih diharapkan
membaik dengan jumlah dan beratnya serangan yang jauh berkurang sewaktu
55
BAB III
KESIMPULAN
ditandai adanya mengi episodik, batuk dan rasa sesak di dada akibat
bronkus, jenis kelamin, dan ras) dan faktor-faktor lingkungan (infeksi virus,
makrofag, dan sel limfosit T pada mukosa dan lumen saluran respiratori.
Perubahan ini dapat terjadi meskipun secara klinis asmanya tidak bergejala.
dan benar agar asma tidak menjadi berat dan pengobatan yang paling baik
56
DAFTAR PUSTAKA
1. Global Initiative for Asthma. Global strategy for asthma management and
prevention. 2014.
11.
2007;62:213-5
2012;67:976–97
57
11. Eder W, Ege MJ, von Mutius E. The asthma epidemic. N Engl J Med.
2006;355:2226H35.
12. John M. Weiler, Sergio Bonini, Robert Coifman, Timothy Craig, Luı´s
Delgado, Miguel Capa o-Filipe. Asthma & Immunology Work Group Report :
Exercise-induced asthma. Iowa City, Iowa, Rome and Siena, Italy, Millville,
NJ, Hershey, Pa, Porto, Portugal, and Colorado Springs, Colo : American
2006.
14. Holgate ST, Davies DE, Lackie PM, Wilson SJ, Puddicombe SM, Lordan JL.
J A l l e rg y C l i n I m m u n o l . 2000;105:193- 204.
15. Bousquet J, Jeffery PK, Busse WW, Johnson M, Vignola AM. Asthma: from
2000;161:1720H 45.
Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi pertama. Jakarta
18. Nataprawira HMD. Diagnosis Asma Anak. dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B,
58
19. Hamasaki Y, Kohno Y, Ebisawa M, Kondo N, Nishima S, Nishimuta T,
2014;63:335H56.
Pulmonologi 2004.
21. FitzFerald M. Global strategy for asthma management and prevention update;
2012.
23. Zar HJ, Asmus MJ, Weinberg EG. A 500Hml plastic bottle: An effective
24. Zar HJ, Streun S, Levin M, Weinberg EG, and Swingler GH. Randomised
controlled trial of the efficacy of a metered dose inhaler with bottle spacer for
2007;92:142-6.
25. Sly M. Asthma. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM, penyunting.
628-40.
26. Rahajoe N. Deteksi dan Penanganan Jangka Asma Anak. dalam : Manajemen
59
28. Barthwal MS.Pitfalls in the management of bronchial asthma. Medicine
Update.2008;18:283-9.
60