Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

CAP (Community Acquired Pneumonia)

1. Aatomi

Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya berada
di atas tulang iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru terbagi menjadi
dua yaitu, paru kanan dan paru kiri. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus
sedangkan paruparu kiri mempunyai dua lobus. Kelima lobus tersebut dapat terlihat
dengan jelas. Setiap paru-paru terbagi lagi menjadi beberapa subbagian menjadi
sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut bronchopulmonary segments. Paru-paru
kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang yang disebut mediastinum (Sherwood, 2001)
Paru-paru dibungkus oleh selaput tipis yaitu pleura. Pleura terbagi menjadi pleura
viseralis dan pleura pariental. Pleura viseralis yaitu selaput yang langsung
membungkus paru, sedangkan pleura parietal yaitu selaput yang menempel pada
rongga dada. Diantara kedua pleura terdapat rongga yang disebut kavum pleura
(Guyton, 2007).
Paru manusia terbentuk setelah embrio mempunyai panjang 3 mm.
Pembentukan paru di mulai dari sebuah Groove yang berasal dari Foregut. Pada
Groove terbentuk dua kantung yang dilapisi oleh suatu jaringan yang disebut Primary
Lung Bud. Bagian proksimal foregut membagi diri menjadi 2 yaitu esophagus dan
trakea. Pada perkembangan selanjutnya trakea akan bergabung dengan primary lung
bud. Primary lung bud merupakan cikal bakal bronchi dan cabang-cabangnya.
Bronchial-tree terbentuk setelah embrio berumur 16 minggu, sedangkan alveoli baru
berkembang setelah bayi lahir dan jumlahnya terus meningkat hingga anak berumur 8
tahun. Alveoli bertambah besar sesuai dengan perkembangan dinding toraks. Jadi,
pertumbuhan dan perkembangan paru berjalan terus menerus tanpa terputus sampai
pertumbuhan somatic berhenti (Evelyn, 2009).
Sitem pernafasan dapat dibagi ke dalam sitem pernafasan bagian atas dan
pernafasan bagian bawah.
a. Pernafasan bagian atas meliputi, hidung, rongga hidung, sinus paranasal, dan
faring.
b. Pernafasan bagian bawah meliputi, laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan
alveolus paru (Guyton, 2007)

Pergerakan dari dalam ke luar paru terdiri dari dua proses, yaitu inspirasi dan
ekspirasi. Inspirasi adalah pergerakan dari atmosfer ke dalam paru, sedangkan
ekspirasi adalah pergerakan dari dalam paru ke atmosfer. Agar proses ventilasi dapat
berjalan lancar dibutuhkan fungsi yang baik pada otot pernafasan dan elastisitas
jaringan paru. Otot-otot pernafasan dibagi menjadi dua yaitu,

a. Otot inspirasi yang terdiri atas, otot interkostalis eksterna,


sternokleidomastoideus, skalenus dan diafragma.
b. Otot-otot ekspirasi adalah rektus abdominis dan interkostalis internus (
Alsagaff dkk., 2005).

2. Definisi
Pneumonia adalah peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh
mikroorganisme-bakteri, virus, jamur, parasit (Djojodibroto, 2007). Menurut Corwin
(2008) pneumonia adalah infeksi akut pada jaringan paru oleh mikroorganisme.
Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan
paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan
toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis (PDDI, 2003).
Berdasarkan tempat terjadinya pneumonia dibagi menjadi :
a. CAP (community-acquired pneumonia), pneumonia yang didapat di masyarakat.
b. HAP (hospital-acqiured pneumonia / nosocomial pneumonia), pneumonia yang
didapat di rumah sakit.

3. Etiologi dan Faktor Resiko


Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu
bakteri, virus, jamur dan protozoa. Dari kepustakaan CAP yang diderita oleh
masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri Gram positif, sedangkan
pneumonia di rumah sakit banyak disebabkan bakteri Gram negatif sedangkan
pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob (PDPI, 2003). Secara
umum bakteri yang berperan dalam pneumonia adalah Streptococcus pneumoniae,
Staphylococcus aureus, H. Influenzae, Steptococcus Group B kuman atipik klamidia
dan mikoplasma.
Data PDPI (2003), akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia
menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita CAP
adalah bakteri Gram negatif. Berdasarkan laporan 5 tahun terakhir dari beberapa pusat
paru di Indonesia (Medan, Jakarta, Surabaya, Malang, dan Makasar) dengan cara
pengambilan bahan dan metode pemeriksaan mikrobiologi yang berbeda didapatkan
hasil pemeriksaan sputum sebagai berikut :
a. Klebsiella pneumoniae 45,18%
b. Streptococcus pneumoniae 14,04%
c. Streptococcus viridans 9,21%
d. Staphylococcus aureus 9%
e. Pseudomonas aeruginosa 8,56%
f. Steptococcus hemolyticus 7,89%
g. Enterobacter 5,26%
h. Pseudomonas spp 0,9%

Beberapa keadaan seperti malnutrisi, usia muda, kelengkapan imunisasi,


kepadatan hunian, defisiensi vitamin A, defisiensi Zn, paparan asap rokok secara pasif
dan faktor lingkungan (polusi udara) merupakan faktor resiko terjadinya pneumonia.

4. Patofisiologi
Mikroorganisme masuk ke saluran nafas atas menyebabkan reaksi imun dan
mekanisme pertahanan terganggu kemudian membentuk kolonisasi mikroorganisme
sehingga terjadi inflamasi. Selain itu toksin yang dikeluarkan bakteri dapat secara
langsung merusak sel-sel sistem pernafasan bawah, termasuk produksi surfaktan
alveolar II. Pneumonia bakteri mengakibatkan respon imun dan inflamasi yang paling
mencolok yang perjalanannya tergambar jelas pada pneumonia pneumokokus
(Corwin, 2008).
5. Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda klinis pneumonia bervariasi tergantung kuan penyebab, usia,
status imunologis dan beratnya penyakit. Manifestasi klinis beratt yaitu sesak dan
sianosis. Gejala dan tanda pneumonia dibedakan gejala non spesifik, pulmonal,
pleural dan ekstrapulmonal.
A. Gejala spesifik
a. Demam
b. Menggigil
c. Sfalgia
d. Gelisah
e. Gangguan Gastrointestinal seperti muntah, kembung, diare atau sakit perut

B. Gejala pulmonal
a. Nafas cuping hidung
b. Takipnea, dispnea dan apnea
c. Menggunakan otot interkostal dan abdominal
d. Batuk
e. Wheezing

C. Gejala pleura

Nyeri dada yang disebabkan oleh Streptococus pneumoniae dan Staphylococus


aureus

D. Gejala ekstrapulmonal
a. Abses kulit atau jaringan lunak pada kasus pneumonia karena
Staphylococus aureus
b. Otitis media, konjuntivitis, sinusitis dapat ditemukan pada kasus infeksi
karena Streptococus pneumoniae atau H. Influenza

6. Komplikasi
Adapun komplikasi dari CAP adalah :
a. Efusi pleura
b. Empiema
c. Pneumotoraks
d. Piopneumotoraks
e. Pneumatosel
f. Abses Paru
g. Sepsis
h. Gagal nafas
i. Ileus paralitik fungsional
7. Penatalaksanaan
Dalam hal mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan
klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat diobati di
rumah. Juga diperhatikan ada tidaknya faktor modifikasi yaitu keadaan yang dapat
meningkatkan risiko infeksi dengan mikroorganisme patogen yang spesifik misalnya
S. pneumoniae yang resisten penisilin. Menurut ATS (2001), yang termasuk dalam
faktor modifikasis adalah:
a. Pneumokokus resisten terhadap penisilin
1) Umur lebih dari 65 tahun
2) Memakai obat-obat golongan P laktam selama tiga bulan terakhir
3) Pecandu alkohol
4) Penyakit gangguan kekebalan
5) Penyakit penyerta yang multipel
b. Bakteri enterik Gram negatif
1) Penghuni rumah jompo
2) Mempunyai penyakit dasar kelainan jantung paru
3) Mempunyai kelainan penyakit yang multipel
4) Riwayat pengobatan antibiotik
c. Pseudomonas aeruginosa
1) Bronkiektasis
2) Pengobatan kortikosteroid > 10 mg/hari
3) Pengobatan antibiotik spektrum luas > 7 hari pada bulan terakhir
4) Gizi kurang
8. Pemeriksaan Penunjang
A. Gambaran Radiologis
Foto thorax (PA/Lateral) yang merupakan pemeriksaan penunjang utama
untuk menegakkan diagnosis
B. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit,
biasanya lebih dari 10.000/ul kadang sampai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis
leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk
pemeriksaan diagnosis etiologi dibutuhkan pemeriksaan dahak, kultur darah dan
serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-25 persen penderita yang tidak
diobati. Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hikarbia, pada stadium
lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik (PDPI, 2003).
9. Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien:

a. Aktivitas/istirahat

Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia

Tanda : letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.

b. Sirkulasi

Gejala : riwayat adanya

Tanda : takikardia, penampilan kemerahan, atau pucat

c. Makanan/cairan

Gejala : kehilangan nafsu makan, mual, muntah, riwayat diabetes mellitus

Tanda : sistensi abdomen, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan


kakeksia (malnutrisi)

d. Neurosensori

Gejala : sakit kepala daerah frontal (influenza)

Tanda : perusakan mental (bingung)

e. Nyeri/kenyamanan

Gejala : sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk), imralgia, artralgia.

Tanda : melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit untuk
membatasi gerakan)

f. Pernafasan

Gejala : adanya riwayat ISK kronis, takipnea (sesak nafas), dispnea.

Tanda : - sputum: merah muda, berkarat

- perpusi: pekak datar area yang konsolidasi

- premikus: taksil dan vocal bertahap meningkat dengan


konsolidasi

- Bunyi nafas menurun


- Warna: pucat/sianosis bibir dan kuku

g. Keamanan

Gejala : riwayat gangguan sistem imun misal: AIDS, penggunaan steroid,


demam.

Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar

h. Penyuluhan/pembelajaran

Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol kronis

Tanda : DRG menunjukkan rerata lama dirawat 6 – 8 hari Rencana


pemulangan: bantuan dengan perawatan diri, tugas pemeliharaan rumah

B. Diagnosis Keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan inflamasi trachea


bronchial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan kapasitas pembawa
oksigendarah.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi (penyebaran) berhubungan dengan
ketidakadekuatan pertahanan sekunder (adanya infeksi penekanan imun),
penyakit kronis, malnutrisi.
4. Nyeri (akut) berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, batuk menetap.
5. Resiko tinggi terhadap nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses
infeksi.
C. Rencana Keperawatan
DIAGNOSA KEPERAWATAN NOC NIC

Bersihan jalan nafas tak efektif - Klien dapat - Kaji


berhubungan dengan inflamasi menunjukkan dan frekuensi/kedalaman
trachea bronchial, pembentukan pernafasan dan
mempertahankan jalan
edema, peningkatan produksi gerakan dada
sputum nafas paten - Auskultasi area paru,
catat area penurunan 1
- Suara nafas : kali ada aliran udara
dan bunyi nafas
vesikuler
- Biarkan teknik batuk
efektif
- Klien mampu
- Penghisapan sesuai
melakukan batuk efektif indikasi
(pengeluaran sputum) - Berikan cairan
sedikitnya
- Kolaborasi dengan
Jumlah pernafasan = 16 –
dokter untuk
24 x/mnt pemberian obat sesuai
indikasi: mukolitik,
eks.
-

Gangguan pertukaran gas - Hasil ABGS normal - Kaji


berhubungan dengan gangguan (PO2 : 80 -100 frekuensi/kedalaman
kapasitas pembawa oksigendarah
mmHg ; PCO2 : 35 – dan kemudahan
45 mmHg) bernafas
- Tanda-tanda - Observasi warna
gangguan pernafasan kulit, membran
tidak ada mukosa dan kuku.
- Menunjukkan Catat adanya sianosis
oksigenasi yang perifer (kuku) atau
maximal. sianosis sentral.
- Kaji status mental.
- Tinggikan kepala dan
dorong sering
mengubah posisi,
nafas dalam dan
batuk efektif.
- Kolaborasi
pemberian terapi
oksigen dengan
benar misal dengan
nasal plong master,
master venturi.

Resiko tinggi terhadap infeksi - Suhu = 36,5 – 37,2 - Pantau tanda vital
(penyebaran) berhubungan dengan o
C dengan ketat
ketidakadekuatan pertahanan
sekunder (adanya infeksi - Tanda-tanda infeksi khususnya selama
penekanan imun), penyakit kronis, tidak ada (color (-), awal terapi
malnutrisi dolor (-), rubor (-) , - Tunjukkan teknik
tumor (-), mencuci tangan yang
fungsilaesa (-) baik
- Leukosit = 5.000 – - Batasi pengunjung
10.000 /ul sesuai indikasi.
- Albumin = 4 – 5,2 - Potong
g/dl keseimbangan
- Hb = W :12 – 14 g/dl istirahat adekuat
; L : 13 – 16 g/dl dengan aktivitas
sedang. Tingkatkan
masukan nutrisi
adekuat.
- Kolaborasi
pemberian
antimikrobial sesuai
indikasi dengan hasil
kultur sputum/darah
misal penicillin,
eritromisin,
tetrasiklin, amikalin,
sepalosporin,
amantadin.

Nyeri (akut) berhubungan dengan - Wajahklien terlihat - Tentukan


inflamasi parenkim paru, batuk rileks. karakteristik nyeri,
menetap
- Klien malaporkan misal kejan, konstan
terpenuhi istirahat. ditusuk.
- Nyeri terkontrol - Pantau tanda vital
- Berikan tindakan
nyaman pijatan
punggung, perubahan
posisi, musik tenang
/ berbincangan.
- Aturkan dan bantu
pasien dalam teknik
menekan dada
selama episode
batuk.
- Kolaborasi
pemberian analgesik
dan antitusik sesuai
indikasi

Resiko tinggi terhadap nutrisi - Klien makan habis 1 - Identifikasi faktor


kurang dari kebutuhan porsi. yang menimbulkan
berhubungan dengan peningkatan
kebutuhan metabolik sekunder - Tanda-tanda mual/muntah,
terhadap demam dan proses kekurangan nutrisi : misalnya: sputum,
infeksi anoreksia (-), mual, banyak nyeri.
muntah (-) - Jadwalkan atau
- Hb : L = 13 – 16 g/dl pernafasan
; W = 12 -14 g/dl sedikitnya 1 jam
- Albumin 4 – 5,2 g/dl sebelum makan
- BB bertambah sesuai - Berikan makan porsi
dengan BB ideal kecil dan sering
{(TB-100)-10% termasuk makanan
(TB-100) kg)} kering (roti
panggang) makanan
yang menarik oleh
pasien.
- Evaluasi status
nutrisi umum, ukur
berat badan dasar.
Daftar Pustaka

Asih, Retno. dkk. 2006. Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak XXXVI Kapita Selekta
Ilmu Kesehatan Anak Kuliah Pneumonia.
Corwin, J. Buku Saku Patofisiologi, Ed.3. 2008. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Djojodibroto, D. Respirologi (Respiratory Medicine). 2007. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Doenges, Marilynn, E. dkk. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, 2000. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
PPDI. 2003. Pneumonia Komuniti Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan

Anda mungkin juga menyukai