Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT


PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis)

OLEH

NI KOMANG AYU JUNIATI/ C1219098

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


2019/2020
STIKES BINA USADA BALI
KONSEP DASAR PENYAKIT PPOK
1. DEFINISI PPOK
PPOK merupakan penyakit yang dikarenakan hambatan pada saluran pernafasan yang tidak
sepenuhnya revesibel, hambatan ini bersifat progresif serta berhubungan dengan respon
inflamasi paru terhadap partikel atau gas beracun dan berbahaya (PDPI, 2003).
2. ANATOMI FISIOLOGI

Sumber : http://www.google.co.id/imgres?q=.http://medianers..com/2011/08/anfis
a) Hidung

Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua
lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi).Di dalamnya terdapat bulu-
bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu, dan kotoran yang masuk ke dalam lubang
hidung.
b) Faring
Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan
makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung, dan mulut sebelah
depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain adalah ke atas
berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang bernama koana, ke
depan berhubungan dengan rongga mulut, tempat hubungan ini bernama istmus fausium, ke
bawah terdapat 2 lubang (ke depan lubang laring dan ke belakang lubang esofagus).

c) Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak sebagai
pembentukan suara, terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikal dan
masuk ke dalam trakhea di bawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah
empang tenggorokan yang biasanya disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-tulang rawan
yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan menutupi laring.
d) Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 sampai
20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C)
sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, hanya
bergerak ke arah luar. Panjang trakea 9 sampai 11 cm dan di belakang terdiri dari jarigan ikat
yang dilapisi oleh otot polos

e) Bronkus

Sumber : http://www.google.co.id/imgres?q=ppok.http://medianers.com/2011/08/ppok-penyakit-
paru-obstruktif-kronik

Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang
terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V, mempunyai struktur serupa dengan
trakea dan dilapisi oleh jenis set yang sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan ke
samping ke arah tampuk paru-paru.Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada
bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan
lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang. Bronkus
bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli).Pada bronkioli
tidak terdapat cincin lagi, dan pada ujung bronkioli terdapat gelembung paru atau
gelembung hawa atau alveoli

f) Paru-paru
Paru-paru ada dua, merupakan alat pernfasan utama. Paru-paru mengisi rongga dada.
Terletak disebelah kanan dan kiri dan ditengah dipisahkan oleh jantung beserta pembuluh
darah besarnya dan struktur lainnya yang terletak didalam media stinum. Paru-paru adalah
organ yang berbentuk kerucut dengan apeks (puncak) diatas dan sedikit muncul lebih tinggi
daripada clavikula didalam dasar leher. Pangkal paru-paru duduk diatas landae rongga
thoraks,diatas diafraghma. Paru-paru mempunyai permukaan luar yang menyentuh iga-iga,
permukaan dalam yang memutar tampuk paruparu, sisi belakang yang menyentuh tulang
belakang,dan sisi depan yang menutup sebagian sisi depan jantung.Paru-paru dibagi
menjadi beberapa belahan atau lobus oleh fisura. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus
dan paru-paru kiri dua lobus. Setiap lobus tersusun atas lobula. Jaringan paruparu
elastis,berpori, dan seperti spons
3. PENYEBAB / FAKTOR PREDISPOSISI PPOK
PPOK yang merupakan inflamasi lokal saluran nafas paru, akan ditandai dengan
hipersekresi mukus dan sumbatan aliran udara yang persisten. Gambaran ini muncul
dikarenakan adanya pembesaran kelenjar di bronkus pada perokok dan membaik saat
merokok di hentikan. Terdapat banyak faktor risiko yang diduga kuat merupakan etiologi
dari PPOK. Faktor-faktor risiko yang ada adalah genetik, paparan partikel, pertumbuhan
dan perkembangan paru, stres oksidatif, jenis kelamin, umur, infeksi saluran nafas, status
sosioekonomi, nutrisi dan komorbiditas (Devereux, 2006).

4. MANIFESTASI KLINIS/ TANDA DAN GEJALA


1. Kemampuan melakukan aktivitas fisik atau pekerjaan yang cukup berat keadaan ini
terjadi karena penurunan cadangan paru
2. Batuk produktif akibat stimulsi reflek batuk oleh mukus
3. Dispnea pada aktivitas fisik ringan
4. Infeksi saluran nafas yang sering terjadi
5. Hipoksemia intermiten atau kontinu
6. Hasil tes faal paru yang menunjukkan kelainan yang nyata

5. EPIDEMIOLOGI PPOK
Di Indonesia pada tahun 2004 menunjukkan PPOK menempati urutan pertama
penyumbang angka kesakitan (35%), diikuti asma bronchial (33%), Kanker paru (30%)
dan`lainnya (2%). Hal ini menunjukkan bahwa PPOK cukup banyak kasus yng kita jumpai
dibandingkan penyakit saluran nafas non-infeksi lainnya (Naser, 2016).

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK PPOK


a. Pemeriksaan Spirometri
Pasien yang dicurigai PPOK harus ditegakkan diagnosisnya menggunakan spirometri. The
National Heart, Lung, dan Darah Institute merekomendasikan spirometri untuk semua
perokok 45 tahun atau lebih tua, terutama mereka yang dengan sesak napas, batuk, mengi,
atau dahak persisten.
b. Pemeriksaan Penunjang lain
Spirometri adalah tes utama untuk mendiagnosis PPOK, namun beberapa tes tambahan
berguna untuk menyingkirkan penyakit bersamaan. Radiografi dada harus dilakukan untuk
mencari bukti nodul paru, massa, atau perubahan fibrosis.
Hitung darah lengkap harus dilakukan untuk menyingkirkan anemia atau polisitemia.Hal
ini wajar untuk melakukan elektrokardiografi dan ekokardiografi pada pasien dengan
tanda-tanda corpulmonale untuk mengevaluasi tekanan sirkulasi paru. Pulse oksimetri saat
istirahat, dengan pengerahan tenaga, dan selama tidur harus dilakukan untuk mengevaluasi
hipoksemia dan kebutuhan oksigen tambahan (Putri, 2015).

7. PENATALAKSANAAN MEDIS PPOK


Penatalaksanaan pada PPOK dapat dilakukan dengan dua cara yaitu terapi non
farmakologis dan terapi farmakologis. Tujuan terapi tersebut adalah mengurangi gejala,
mencegah progresivitas penyakit, mencegah dan mengatasi ekserbasasi dan komplikasi,
menaikkan keadaan fisik dan psikologis pasien, meningkatkan kualitas hidup dan
mengurangi angka kematian. Terapi non farmakologi dapat dilakukan dengan cara
menghentikan kebiasaan merokok, meningkatkan toleransi paru dengan olahraga dan
latihan pernapasan serta memperbaiki nutrisi. Edukasi merupakan hal penting dalam
pengelolaan jangkan panjang pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan
edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang bersifat irreversible dan
progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan mencegah
kecepatan perburukan penyakit.
Pada terapi farmakologis, obat-obatan yang paling sering digunakan dan merupakan pilihan
utama adalah bronchodilator. Penggunaan obat lain seperti kortikoteroid, antibiotic dan
antiinflamasi diberikan pada beberapa kondisi tertentu. Bronkodilator diberikan secara
tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan denganklasifikasi
derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak
dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian
obat lepas lambat (slow release) atau obat berefek panjang (long acting).
Macam-macam bronkodilator :
a. Golongan antikolinergik.
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagaibronkodilator juga
mengurangi sekresi lendir (maksimal 4 kaliperhari).
b. Golonganβ– 2 agonis.
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan dapat
sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi
eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi
subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
c. Kombinasi antikolinergik dan β–2 agonis.
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena
keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda.
d. Golongan xantin.
Pengobatan pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk
tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak (pelega napas), bentuk suntikan bolus atau
drip untuk mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan
pemeriksaan kadar aminofilin darah (Alsagaff,2008)

8. KOMPLIKASI EPILEPSI
 Hipoxemia
 Asidosis Respiratory
 Gagal Jantung (Nurartif, 2015)

9. PATOFISIOLOGI PPOK
Perubahan patologi pada PPOK mencakup saluran nafas yang besar dan kecil bahkan unit
respiratori terminal. Secara gamblang, terdapat 2 kondisi pada PPOK yang menjadi dasar
patologi yaitu bronkitis kronis dengan hipersekresi mukusnya dan emfisema paru yang
ditandai dengan pembesaran permanen dari ruang udara yang ada, mulai dari distal
bronkiolus terminalis, diikuti destruksi dindingnya tanpa fibrosis yang nyata. Penyempitan
saluran nafas tampak pada saluran nafas yang besar dan kecil yang disebabkan oleh
perubahan konstituen normal saluran nafas terhadap respon inflamasi yang persisten. Epitel
saluran nafas yang dibentuk oleh sel skuamousa akan mengalami metaplasia, sel-sel silia
mengalami atropi dan kelenjar mukus menjadi hipertropi. Proses ini akan direspon dengan
terjadinya remodeling saluran nafas tersebut, hanya saja proses remodeling ini justru akan
merangsang dan mempertahankan inflamasi yang terjadi dimana T CD8+ dan limfosit B
menginfiltrasi lesi tersebut. Saluran nafas yang kecil akan memberikan beragam lesi
penyempitan pada saluran nafasnya, termasuk hiperplasia sel goblet, infiltrasi sel-sel
radang pada mukosa dan submukosa, peningkatan otot polos (PDPI, 2011).

10. Pathway

Faktor Predisposisi

Edema, spasme bronkus, peningkatan secret bronkiolus

Ketidakefektifan bersihan Jalan


Napas

Sesak Nafas ,
Udara terperangkap dalam
Nafas Pendek
alveolus

Ketidakefektifan Pola
PaO2 Rendah Napas
PaCO2 Tinggi

Gangguan Metabolisme Jaringan

Lelah , Lemah

Defisit Perawatan Diri


ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN PENYAKIT PPOK

A. PENGKAJIAN
1. Identitas pasien
Nama : Pendidikan :
Umur : Pekerjaan :
Tgl lahir : Agama :
Alamat : Status :

2. Fokus Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji :
a. Riwayat penyakit
Kaji apakah pernah mendapat mengalami kejang . Kaji apakah pernah menderita masalah
medis lain seperti ulkus peptikum, gagal ginjal, vascular disorder, hypoparathyroidisme,
hyperlipidemia. Kaji apakah pernah menghidap infeksi virus parotitis dan dibuat catatan
obat-obatan yang pernah digunakan.
b. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien utnuk meminta pertolongan kesehatan.
c. Riwayat penyakit keluarga
Kaji riwayat keluarga yang menkonsumsi makanan mengandung kolestrol, pecandu alkhol,
perokok, kopi, zat karsinogen,.
d. Faktor perkembangan : umum, tingkat perkembangan, kebiasan sehari-hari, mekanisme
koping, kemampuan mengerti tindakan yang dilakukan.
e. Pengetahuan pasien/keluarga : pengalaman dan tindakan apaa yang dilakukan saat penyakit
muncul.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Status penampilan kesehatan : lemah
b. Tingkat kesadaran kesehatan : kesadaran normal, letargi, strupor, koma, apatis tergantung
tingkat penyebaran penyakit
c. Tanda-tanda vital :
Kaji adanya peningkatan temperature, takikardi, dan penurunan tekanan darah. Berat badan
menurun

d. Kepala : bentuk bulat, rambut bersih, hitam.


e. Mata : konjungtiva anemis, kesimetrisan kiri dan kanan, skklera ikterik, palpebra cekung,
pupil sama besar, sama bulat dan beraksi terhadap cahaya.
f. Integument
Membrane mukosa kering, kulit dingin dan lembab, dan sianosis.
g. Sistem gastrointestinal
-
h. Sistem pulmonalis
Pelepasan enzim-enzim lain (contoh fosfolipase) diduga banyak menyebabkan komplikasi
pulmonal seperti pneumonia, hipoksemia aterial, atelektasis, efusi pleural, gagal napas akut
dan sindroma distress pernapasan akut.
i. Sistem kardiovaskuler
Efek sistemik dari pelepasan kedalaman sirkulasi adalah vasodilatasi perifer yang dapat
menyebabkan hipotensi dan syok.
j. Sistem Neurosensori
Subjektif : lemah, gelisah, penurunan kesadaran
Objektif : GCS menurun, reflex menurun/normal, letargi
k. System urinaria
Oliguria, azotemia atau thrombosis vena renalis bisa menyebabkan gagal ginjal.
l. System Digestif
Subjektif : -
Objektif : produksi urine menurun atau normal
m. System Musculoskeletal
Subjektif : lemah,
Objektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal
4. Pengkajian Pola Gordon
No Pola Fungsional Gordon
1 Pola manajemen kesehatan-persepsi kesehatan
Mengkaji sikap dan respon klien terhadap penyakit yang dialaminya, riwayat medis
pasien, hospitalisasi, pengobatan, dan perilaku klien untuk mengatasi masalah
kesehatan yang telah dialaminya, misalnya rujuk ke pelayanan kesehatan.
2 Nutrisi ∕ metabolic
Mengkaji jenis dan jumlah makanan dan minuman yang biasanya dikonsumsi perhari
serta nafsu makan dari pasien.
3 Pola eliminasi
Untuk mengetahui apakah ada keluhan atau masalah dengan pola BAK maupun BAB.
4 Pola aktivitas-latihan
Pasien hanya berbaring miring dan tidur setengah duduk di tempat tidur.
5 Pola istirahat-tidur
Mengkaji pola tidur pasien.
6 Pola persepsi-kognitif
Mengkaji persepsi pasien terhadap penyakit yang dirasakan, penanganan yang dapat
dilakukan pasien terhadap penyakitnya, adakah faktor kebudayaan untuk menangani
penyakitnya, dan keputusan yang dapat diambil oleh pasien serta keluarga apabila
mengalami penyakit yang berkelanjutan.
7 Pola konsep diri-persepsi diri
Mengkaji persepsi diri pasien saat ini ketika mengalami sakit (terkait kekuatan yang
masih ada dalam diri pasien yang dapat dioptimalkan perawat untuk mendukung proses
kesembuhan pasien) serta mengkaji apakah pasien mengalami penurunan harga diri
akibat penyakit yang dialaminya, bahkan berdampak pada konsep diri yang cenderung
negatif.

8 Pola hubungan-peran
Mengkaji peran pasien didalam keluarga, mengkaji hubungan pasien dengan keluarga,
mengkaji dukungan keluarga kepada pasien dan keputusan yang dapat diambil oleh
keluarga, serta hubungan pasien dengan orang lain.
9 Pola reproduktif-seksualitas
Mengkaji efek endometriosis pada status kesehatan dan proses seksual
10 Pola toleransi terhadap stres-koping
Mengkaji pemicu stres pada pasien, strategi maupun kekuatan yang dimiliki pasien
dalam menghadapi stresnya, dan pengetahuan pasien terhadap manajemen stres yang
ada. Dukungan keluarga penting untuk dikaji, apakah memberi pengaruh untuk
meringankan beban atau stres pasien.
11 Pola keyakinan-nilai
Mengkaji pentingnya faktor spiritual dalam menghadapi keadaan pasien saat ini dan
mengkaji apakah dampak kesehatan saat ini mengganggu aktivitas spiritual pasien.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Analisis data

No Analisis Data Etiologi Masalah keperawatan


1. DS : Faktor Predisposisi Ketidakefektifa bersihan
- sesak jalan napas
DO:
adanya obstruksi jalan napas
- Apnea, sianosis

Ketidakefektifa bersihan
jalan napas

2. DS : Faktor Predisposisi Ketidakefektifan pola


- Sesak nafas, saat napas
bernafas terasa berat
adanya obstruksi jalan napas
DO:
- RR > 24 x/menit
sesak
Ketidakefektifa pola napas
3. DS: - Faktor Predisposisi deficit perawatan diri
DO:
- Terbaring ditempat
adanya obstruksi jalan napas
tidur
- Pasien tampak kotor
sesak

lemas

deficit perawatan diri


C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan NIC : 1. Menurunkan resiko aspirasi
bersihan jalan napas keperawatan … x … jam atau masuknya sesuatu benda
1. Anjurkan klien megosongkan
berhubungan dengan bersihan jalan napas efektif 2. Meningkatkan aliran sekret,
mulut dari benda tertenu seperti
sumbatan lidah di seseuai dengan kriteria hasil mencegah lidah jatuh, dan
gigi palsu , menghindari rahang
endotrakea, : menyumbat jalan napas
mengatup
peningkatan sekresi NOC : 3. Mengeluarkan mukus yang
2. Letakkan pasien dalam posisi
saliva  Napas normal, berlebih, menurunkan resiko
miring, permukaan datar
 Tidak terjadi aspirasi aspirasi
3. Melakukan suction sesuai
 Tidak ada dispnea 4. Membantu memenuhi
indikasi
kebutuhan oksigen agar tetap
4. Kolaborasi terapi oksigen
adekuat
Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan tindakan NIC Label :  Mengetahui adanya perubahan
nafas berhubungan keperawatan … x … jam pola RR, ritme, kedalaman dan
 Memonitor RR, ritme,
dengan hiperventilasi nafas klien seseuai dengan kekuatan pernafasan
kedalamam dan kekuatan
ditandai dengan kriteria hasil :  Mengetahui adanya perubahan
pernafasan klien
dispnea NOC Label : pola nafas klien
 Memonitor pola nafas klien
 Suhu tubuh (suhu rectal)  Mengetahui tingkat kelelahan
 Memonitor kelelahan otot
klien berada pada rentang otot diafragma
diafragma klien
normal yaitu 36,50 C –  Memonitor tekanan darah, nadi,  Mengetahui adanya perubahan
0
37,5 C suhu dan status pernapasan klien tanda-tanda vital
 Kecepatan pernafasan  Memonitor tekanan darah klien  Mengetahui adanya perubahan
klien dalam rentang setelah minum obat tekanan darah setelah minum
normal yaitu 12- obat
20x/menit
 Denyut nadi klien berada
dalam rentang normal
yaitu 60-100x/menit
 Tekanan darah darah
sistol dan diastol klien
berada dalam rentang
normal yaitu 110/80-
120/80.
Deficit Perawatan diri Setelah dilakukan intervensi NIC : 1. Penguatan dan penghargaan
mandi / hygine selama … x … jam 1. Pantau pecapaian mandi dan akan mndorong pasien untuk
berhubungan dengan diharapkan pasien dapat hygiene setiap hari terus brusaha
penyakit ditandai mandi sendiri : 2. Berikkan petunjuk kepada 2. Demontrasi ulang dapat
dengan pasien untuk tknik mmandikan mengidentifikasi area masalah
NOC :
ketidakmampuan atau hygine dan meningkatkan
 Kebutuhan perawatan
membasuh tubuh, kepercayaan mandiri pasien
diri terpnuhi
mengeringkan tubuh
 Melakukan program
hygine dan mandi
D. IMPLEMENTASI
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan oleh perawat terhadap pasien.

E. EVALUASI
Evaluasi dilaksanakan berdasarkan tujuan dan outcome.
S :
O :
A :
P :
Daftar Pustaka :

Alsagaff,H., Mukty,A. (2008). Penyakit obstruksi saluran napas. Dasar-dasar ilmu penyakit paru.
Surabaya: AirlanggaUniversity Press : 231

Devereux,G. (2006). ABC of chronic obstructive pulmonary disease. Definition, epidemiology,


and risk factors. BMJ 332:1142–4.

PDPI. (2003). Pedoman Praktis Diagnosis dan Penatalaksanaan PPOK di Indonesia. Jakarta :
PDPI.

PDPI. (2011). Penyakit paru obstruktif kronik. Diagnosis dan penatalaksanaan. Jakarta: PDPI.

Putri, F.E.S. (2015). Influence Of Smoking On Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD).
J Majority : Vol. 4 No.5

Naser, F.E. (2016). Gambaran Derajat Merokok pada Penderita PPOK di Bagian Paru RSUP dr.
M. Djamil. J: Kesehatan Andalas .

Nurarif, A.H., Hardhi, K. (2015) Aplikasi Asuhan Keperawatan Rencana Keperawatan


berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda NIC NOC. Jilid 1: Medications

Anda mungkin juga menyukai