OLEH
Sumber : http://www.google.co.id/imgres?q=.http://medianers..com/2011/08/anfis
a) Hidung
Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua
lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi).Di dalamnya terdapat bulu-
bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu, dan kotoran yang masuk ke dalam lubang
hidung.
b) Faring
Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan
makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung, dan mulut sebelah
depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain adalah ke atas
berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang bernama koana, ke
depan berhubungan dengan rongga mulut, tempat hubungan ini bernama istmus fausium, ke
bawah terdapat 2 lubang (ke depan lubang laring dan ke belakang lubang esofagus).
c) Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak sebagai
pembentukan suara, terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikal dan
masuk ke dalam trakhea di bawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah
empang tenggorokan yang biasanya disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-tulang rawan
yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan menutupi laring.
d) Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 sampai
20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C)
sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, hanya
bergerak ke arah luar. Panjang trakea 9 sampai 11 cm dan di belakang terdiri dari jarigan ikat
yang dilapisi oleh otot polos
e) Bronkus
Sumber : http://www.google.co.id/imgres?q=ppok.http://medianers.com/2011/08/ppok-penyakit-
paru-obstruktif-kronik
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang
terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V, mempunyai struktur serupa dengan
trakea dan dilapisi oleh jenis set yang sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan ke
samping ke arah tampuk paru-paru.Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada
bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan
lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang. Bronkus
bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli).Pada bronkioli
tidak terdapat cincin lagi, dan pada ujung bronkioli terdapat gelembung paru atau
gelembung hawa atau alveoli
f) Paru-paru
Paru-paru ada dua, merupakan alat pernfasan utama. Paru-paru mengisi rongga dada.
Terletak disebelah kanan dan kiri dan ditengah dipisahkan oleh jantung beserta pembuluh
darah besarnya dan struktur lainnya yang terletak didalam media stinum. Paru-paru adalah
organ yang berbentuk kerucut dengan apeks (puncak) diatas dan sedikit muncul lebih tinggi
daripada clavikula didalam dasar leher. Pangkal paru-paru duduk diatas landae rongga
thoraks,diatas diafraghma. Paru-paru mempunyai permukaan luar yang menyentuh iga-iga,
permukaan dalam yang memutar tampuk paruparu, sisi belakang yang menyentuh tulang
belakang,dan sisi depan yang menutup sebagian sisi depan jantung.Paru-paru dibagi
menjadi beberapa belahan atau lobus oleh fisura. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus
dan paru-paru kiri dua lobus. Setiap lobus tersusun atas lobula. Jaringan paruparu
elastis,berpori, dan seperti spons
3. PENYEBAB / FAKTOR PREDISPOSISI PPOK
PPOK yang merupakan inflamasi lokal saluran nafas paru, akan ditandai dengan
hipersekresi mukus dan sumbatan aliran udara yang persisten. Gambaran ini muncul
dikarenakan adanya pembesaran kelenjar di bronkus pada perokok dan membaik saat
merokok di hentikan. Terdapat banyak faktor risiko yang diduga kuat merupakan etiologi
dari PPOK. Faktor-faktor risiko yang ada adalah genetik, paparan partikel, pertumbuhan
dan perkembangan paru, stres oksidatif, jenis kelamin, umur, infeksi saluran nafas, status
sosioekonomi, nutrisi dan komorbiditas (Devereux, 2006).
5. EPIDEMIOLOGI PPOK
Di Indonesia pada tahun 2004 menunjukkan PPOK menempati urutan pertama
penyumbang angka kesakitan (35%), diikuti asma bronchial (33%), Kanker paru (30%)
dan`lainnya (2%). Hal ini menunjukkan bahwa PPOK cukup banyak kasus yng kita jumpai
dibandingkan penyakit saluran nafas non-infeksi lainnya (Naser, 2016).
8. KOMPLIKASI EPILEPSI
Hipoxemia
Asidosis Respiratory
Gagal Jantung (Nurartif, 2015)
9. PATOFISIOLOGI PPOK
Perubahan patologi pada PPOK mencakup saluran nafas yang besar dan kecil bahkan unit
respiratori terminal. Secara gamblang, terdapat 2 kondisi pada PPOK yang menjadi dasar
patologi yaitu bronkitis kronis dengan hipersekresi mukusnya dan emfisema paru yang
ditandai dengan pembesaran permanen dari ruang udara yang ada, mulai dari distal
bronkiolus terminalis, diikuti destruksi dindingnya tanpa fibrosis yang nyata. Penyempitan
saluran nafas tampak pada saluran nafas yang besar dan kecil yang disebabkan oleh
perubahan konstituen normal saluran nafas terhadap respon inflamasi yang persisten. Epitel
saluran nafas yang dibentuk oleh sel skuamousa akan mengalami metaplasia, sel-sel silia
mengalami atropi dan kelenjar mukus menjadi hipertropi. Proses ini akan direspon dengan
terjadinya remodeling saluran nafas tersebut, hanya saja proses remodeling ini justru akan
merangsang dan mempertahankan inflamasi yang terjadi dimana T CD8+ dan limfosit B
menginfiltrasi lesi tersebut. Saluran nafas yang kecil akan memberikan beragam lesi
penyempitan pada saluran nafasnya, termasuk hiperplasia sel goblet, infiltrasi sel-sel
radang pada mukosa dan submukosa, peningkatan otot polos (PDPI, 2011).
10. Pathway
Faktor Predisposisi
Sesak Nafas ,
Udara terperangkap dalam
Nafas Pendek
alveolus
Ketidakefektifan Pola
PaO2 Rendah Napas
PaCO2 Tinggi
Lelah , Lemah
A. PENGKAJIAN
1. Identitas pasien
Nama : Pendidikan :
Umur : Pekerjaan :
Tgl lahir : Agama :
Alamat : Status :
2. Fokus Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji :
a. Riwayat penyakit
Kaji apakah pernah mendapat mengalami kejang . Kaji apakah pernah menderita masalah
medis lain seperti ulkus peptikum, gagal ginjal, vascular disorder, hypoparathyroidisme,
hyperlipidemia. Kaji apakah pernah menghidap infeksi virus parotitis dan dibuat catatan
obat-obatan yang pernah digunakan.
b. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien utnuk meminta pertolongan kesehatan.
c. Riwayat penyakit keluarga
Kaji riwayat keluarga yang menkonsumsi makanan mengandung kolestrol, pecandu alkhol,
perokok, kopi, zat karsinogen,.
d. Faktor perkembangan : umum, tingkat perkembangan, kebiasan sehari-hari, mekanisme
koping, kemampuan mengerti tindakan yang dilakukan.
e. Pengetahuan pasien/keluarga : pengalaman dan tindakan apaa yang dilakukan saat penyakit
muncul.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Status penampilan kesehatan : lemah
b. Tingkat kesadaran kesehatan : kesadaran normal, letargi, strupor, koma, apatis tergantung
tingkat penyebaran penyakit
c. Tanda-tanda vital :
Kaji adanya peningkatan temperature, takikardi, dan penurunan tekanan darah. Berat badan
menurun
8 Pola hubungan-peran
Mengkaji peran pasien didalam keluarga, mengkaji hubungan pasien dengan keluarga,
mengkaji dukungan keluarga kepada pasien dan keputusan yang dapat diambil oleh
keluarga, serta hubungan pasien dengan orang lain.
9 Pola reproduktif-seksualitas
Mengkaji efek endometriosis pada status kesehatan dan proses seksual
10 Pola toleransi terhadap stres-koping
Mengkaji pemicu stres pada pasien, strategi maupun kekuatan yang dimiliki pasien
dalam menghadapi stresnya, dan pengetahuan pasien terhadap manajemen stres yang
ada. Dukungan keluarga penting untuk dikaji, apakah memberi pengaruh untuk
meringankan beban atau stres pasien.
11 Pola keyakinan-nilai
Mengkaji pentingnya faktor spiritual dalam menghadapi keadaan pasien saat ini dan
mengkaji apakah dampak kesehatan saat ini mengganggu aktivitas spiritual pasien.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Analisis data
Ketidakefektifa bersihan
jalan napas
lemas
E. EVALUASI
Evaluasi dilaksanakan berdasarkan tujuan dan outcome.
S :
O :
A :
P :
Daftar Pustaka :
Alsagaff,H., Mukty,A. (2008). Penyakit obstruksi saluran napas. Dasar-dasar ilmu penyakit paru.
Surabaya: AirlanggaUniversity Press : 231
PDPI. (2003). Pedoman Praktis Diagnosis dan Penatalaksanaan PPOK di Indonesia. Jakarta :
PDPI.
PDPI. (2011). Penyakit paru obstruktif kronik. Diagnosis dan penatalaksanaan. Jakarta: PDPI.
Putri, F.E.S. (2015). Influence Of Smoking On Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD).
J Majority : Vol. 4 No.5
Naser, F.E. (2016). Gambaran Derajat Merokok pada Penderita PPOK di Bagian Paru RSUP dr.
M. Djamil. J: Kesehatan Andalas .