Disusun Oleh:
BELLA INDAH PERTIWI
00007213
Email:infocbb@ekahospital.com׀www.ekahospital.com
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Asma bronkial adalah obstruksi jalan napas yang bersifat reversible. Ditandai dengan
serangan intermitten bronkus yang disebabkan oleh rangsangan alergi (Manurung, 2016).
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkial yang mempunyai ciri bronkopasme
periodik (kontraksi spasme pada saluran napas) terutama pada percabangan
trakeobronkial yang dapat diakibatkan oleh berbagai stimulus seperti faktor biokemikal,
endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi. Asma adalah suatu penyakit yang disebabkan
oleh keadaan saluran nafas yang sangat peka terhadap berbagai rangsangan, baik dari
dalam maupun luar tubuh. Akibat dari kepekaan yang berlebihan ini terjadilah
penyempitan saluran nafas secara menyeluruh. Asma merupakan penyakit obstruksi
kronik saluran napas yang bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan
pengobatan (Tarwoto, 2016).
Menurut Global Initiative For Asthma (GINA, 2018) asma merupakan penyakit
heterogen yang ditandai dengan adanya peradangan saluran napas kronis diikuti dengan
gejala pernapasan seperti mengi, sesak napas dan batuk yang bervariasi dari waktu ke
waktu dengan intensitas yang berbeda dan bersamaan dengan keterbatasan aliran udara
saat ekspirasi. Menurut data WHO, prevalensi asma bronchial di seluruh seluruh dunia
adalah sebesar 8-10% pada orang dewasa dan dalam 10 tahun terakhir meningkat menjadi
50%. Setiap tahun mortalitas asma bronchial meningkat diseluruh dunia dari 0,8% per
100.000 pada tahun 2016, menjadi 1,2% per 100.000 pada tahun 2017 dan meningkat lagi
menjadi 2,1% per 100.000 pada tahun 2018. Selain itu WHO juga memperkirakan akan
terus bertambah 180.000 setiap tahun (Oktaviani, 2021)
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan rikesda 2018, prevelensi penderita asma
di indonesia 2018 berjumlah 1.017.290 orang dimana asma menempati sepuluh besar
penyebab kesakitan dan kematian yang mencapai 14.62 jiwa (Oktaviani,2021)
Penyakit Asma dapat menimbulkan masalah pada jalan napas yang dapat
mengganggu aktivitas sehari-hari. sesorang yang menderita asma ditandai dengan merasa
cepat lelah, frekuensi napas cepat, suara napas mengi atau wheezing, dada terasa berat,
serta adanya keterbatasan aliran meningkatkan konsentrasi oksigen dalam tubuh
(Wardani, 2021). Sesak napas pada Asma merupakan salah satu kegawatan yang ditandai
dengan penurunan aliran udara ekspirasi dan apabila tidak ditangani akan menyebabkan
gagal napas dalam buku ( Kimberly,2011). Masalah utama pada Asma Bronkhial terdapat
penurunan arus puncak ekspirasi yaitu ketidakmampuan mendasar dalam mencapai angka
aliran udara normal pernapasan saat ekspirasi yang menyebabkan Respiratory Rate
meningkat. Munculnya masalah pola napas tidak efektif pada Asma Bronkhial terjadi
ketika saluran pernapasan menyempit dan sesak napas yang diikuti dengan penggunaan
otot bantu napas dan adanya suara napas tambahan wheezing yang disebabkan oleh
radang saluran pernapasan dan bronkokontriksi (Sari, 2021).
Asma ditandai dengan gejala episodic berulang berupa mengi, batuk, sesak napas,
dan rasa berat. Serangan asma bervariasi dari ringan sampai berat dan mengancam
kehidupan. Salah satu faktor yang menyebabkan kekambuhan pada pasien asma adalah
fakor emosional, pada saat serangan pasien akan mengalami sesak napas dengan
frekuensi napas bisa sampai 30x/menit. Kondisi ini merupakan kondisi kegawatan yang
dapat mengancam nyawa pasien (Heneberger, 2011).
Oleh karena itu intervensi utama yang dapat dlakukan untuk mengurangi obstruksi
saluran napas yaitu manajemen jalan napas dimana tujuannya yaitu inspirasi atau
ekspirasi dapat memberikan ventilasi yang adekuat yang ditandai dengan kriteria hasil:
(1) ventilasi semenit meningkat, (2) kapasitas vital meningkat, (3) Diameter thorak
anterior/posterior meningkat, (4) Tekanan ekspirasi meningkat, (5) Tekanan insprasi
meningkat, (6) Dipsnea menurun, (7) Penggunaan otot bantu napas menurun, (8)
pernapasan cuping hidung menurun, (9) Penapasan pursed lip, (10) Frekuensi napas
membaik, dan (11) Kedalaman napas membaik (PPNI, 2019).
Berdasarkan latar belakang dan data yang didapatkan penulis tertarik untuk
menggambarkan dan mendokumentasikan asuhan keperawatan dalam sebuah karya
ilmiah akhir dengan judul : Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Ny.”D” Dengan
Asma Bronkhial Di Ruang IGD Eka Hospitas Cibubur.
B. TUJUAN
1. Tujuan umum :
Tujuan umum dari laporan kasus ini adalah untuk mengetahui informasi mengenai asma
dan bagaimana penatalaksanaan keperawatan untuk pasien dengan asma tersebut.
2. Tujuan khusus :
1. Mengetahui definisi dari asma
2. Mengetahui etiologi dan manifestasi klinis dari asma
3. Mengetahui penatalaksanaan medis dan pemeriksaan penunjang untuk asma
4. Mengetahui intervensi/implementasi pasien dengan asma sesuai kasus yang
ditemukan di unit Instalasi Gawat Darurat (IGD)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sistem pernapasan terbagi menjadi dua yaitu : 1. Sistem pernafasan atas : terdiri
dari hidung, faring dan laring 2. Sistem pernafasan bawah : terdiri dari trakea,
bronkus dan paru-paru (Peate and Nair, 2011).
1. Hidung
Masuknya udara bermula dari hidung. Hidung merupakan organ pertama
dalam sistem respirasi yang terdiri dari bagian eksternal (terlihat) dan bagian
internal. Di hidung bagian eksternal terdapat rangka penunjang berupa tulang
dan hyaline kartilago yang terbungkus oleh otot dan kulit.
Struktur interior dari bagian eksternal hidung memiliki tiga fungsi :
a. Menghangatkan, melembabkan, dan mnyaring udara yang masuk
b. Mendeteksi stimulasi olfaktori (indra pembau)
c. Modifikasi getaran sudara yang melalui bilik resonasi yang besar dan
bergema
Rongga hidung sebagai bagian internal digambarkan sebagai runag yang
besar pada anterior tengkorak (inferior pada tulang hidung; superior pada rongga
mulut); rongga hidung dibatasi dengan otot dan membrane mukosa (Tortorra and
Derrickson, 2014)
2. Faring
Faring, atau tenggorokan, adalah saluran berbentuk corong dengan panjang
13 cm. Dinding faring disusun oleh otot rangka dan dibatasi oleh membrane
mukosa. Otot rangka yang terelaksasi membuat faring dalam posisi tetap
sedangkan apabila otot rangka kontraksi maka sedang terjadi proses menelan.
Fungsi faring adalah sebagai saluran untuk udara dan makanan, menyediakan
ruang resonansi untuk suara saat berbicara, dan tempat bagi tonsil (berperan pada
reaksi imun terhadap benda asing) (Tortorra and Derrickson, 2014)
3. Laring
Laring tersusun atas 9 bagian jaringan kartilago, 3 bagian tunggal dan 3
bagian berpasangan. 3 bagian yang berpasangan adalah kartilago arytenoid,
cuneiform, dan corniculate. Arytenoid adalah bagian yang paling signifikan
dimana jaringan ini mempengaruhi pergerakan membrane mukosa (lipatan vokal
sebenarnya) untuk menghasilkan suara. 3 bagian lain yang merupakan bagian
tunggal adalah tiroid, epiglotis, dan cricoid. Tiroid dan cricoid keduanya
berfungsi melindungi pita suara. Epiglotis melindungi saluran udara dan
mengalihkan makanan dan minuman agar melewati esofagus (Peate and Nair,
2011).
4. Trakea
Trakea Trakea atau batang tenggorokan merupakan saluran tubuler yang
dilewati udara dari laring menuju paru-paru. Trakea juga dilapisi oleh epitel
kolumnar bersilia sehingga dapat menjebak zat selain udara yang masuk lalu
akan didorong keatas melewati esofagus untuk ditelan atau dikeluarkan lewat
dahak. Trakea dan bronkus juga memiliki reseptor iritan yang menstimulasi
batuk, memaksa partikel besar yang masuk kembali keatas (Peate and Nair,
2011).
5. Bronkus
Setelah laring, trakea terbagi menjadi dua cabang utama, bronkus kanan dan
kiri, yang mana cabang-cabang ini memasuki paru kanan dan kiri pula. Didalam
masing-masing paru, bronkus terus bercabang dan semakin sempit, pendek, dan
semakin banyak jumlah cabangnya, seperti percabangan pada pohon. Cabang
terkecil dikenal dengan sebutan bronchiole (Sherwood, 2010). Pada pasien
PPOK sekresi mukus berlebih ke dalam cabang bronkus sehinga menyebabkan
bronkitis kronis.
6. Paru-paru
Paru-paru dibagi menjadi bagian-bagian yang disebut lobus. Terdapat tiga
lobus di paru sebelah kanana dan dua lobus di paru sebelah kiri. Diantara kedua
paru terdapat ruang yang bernama cardiac notch yang merupakan tempat bagi
jantung. Masing-masing paru dibungkus oleh dua membran pelindung tipis yang
disebut parietal dan visceral pleura. Parietal pleura membatasi dinding toraks
sedangkan visceral pleura membatasi paru itu sendiri. Diantara kedua pleura
terdapat lapisan tipis cairan pelumas. Cairan ini mengurangi gesekan antar kedua
pleura sehingga kedua lapisan dapat bersinggungan satu sama lain saat bernafas.
Cairan ini juga membantu pleura visceral dan parietal melekat satu sama lain,
seperti halnya dua kaca yang melekat saat basah (Peate and Nair, 2011).
B. Definisi Asma
Asma adalah suatau keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan
karena hivesensivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan
peradanagan, penyempitan ini bersifat berulang dan di antara episode penyempitan
bronkus tersebut terdapat keadaan ventilasi yang lebih normal. Penderita Asma
Bronkial, hipersensensitif dan hiperaktif terhadap rangasangan dari luar, seperti
debu rumah, bulu binatang, asap, dan bahan lain penyebab alergi. Gejala
kemunculan sangat mendadak, sehingga gangguan asma bisa datang secara tiba-tiba
jika tidak dapat mendapatkan pertolongan secepatnya, resiko kematian bisa datang.
Gangguan asma bronkial juga bias muncul lantaran adanya radang yang
mengakibatkan penyempitan saluran pernapasan bagian bawah. Penyempitan ini
akibat berkerutnya otot polos saluran pernapasan, pembengkakan selaput lender,
dan pembentukan timbunan lendir yang berlebihan (Irman Somarti, 2012)
Asma adalah suatu keadaan klinik yang ditandai oleh terjadinya penyempitan
bronkus yang berulang namun revesibel, dan diantara episode penyempitan bronkus
tersebut terdapat keadaan ventilasi yang lebih normal. Keadaan ini pada orang-
orang yang rentang terkena asma oleh berbagai rangsangan yang menandakan suatu
keadaan hiperaktivitas bronkus yang khas (Solmon, 2015).
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkial yang mempunyai ciri
brokospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran napas) terutama pada
percabangan trakeobronkial yang dapat diakibatkan oleh berbagai stimul seperti
oleh faktor biokemikal, endokrin, infeksi, otonomik dan psikologi (Irman Somarti,
2012)
Menurut (Solmon, 2015), Tipe asma berdasarkan penyebab terbagi menjadi
alergi, diopatik, dan nonalergik atau campuran (mixed) antara lain
1. Asma alergenik/ Ekstrinsik
Merupakan suatu bentuk asma dengan alergan seperti bulu binatang, debu,
ketombe, tepung sari, makanan, dan lain-lain.Alergi terbanyak adalah airboner
dan musiman (seasonal).Klien dengan asma alergik biasanya mempunyai riwayat
penyakit alergi pada keluarga dan riwayat pengobatan eksrim atau rhinitis
alergik. Paparan terhadap alergik akanmencetus serangan asma. Bentuk asma ini
biasanya di mulai sejak kanak kanak.
C. Etiologi
Menurut berbagai penelitian patologi dan etiologi asma belum diketahui
dengan pasti penyebababnya, akan tetapi hanya menunjukan dasar gejala asma yaitu
inflamasi dan respon saluran nafas yang berlebihan ditandai dengan dengan adanya
kalor (panas karena vasodilatasi), tumor (esudasi plasma dan edema), dolor (rasa
sakit karena rangsagan sensori), dan function laesa fungsi yang terganggu
(sudoyoAru,dkk.2015). Sebagai pemicu timbulnya serangan dapat berupa infeksi
(infeksi virus RSV), iklim (perubahan mendadak suhu, tekanan udara), inhalan
(debu, kapuk, tunggau, sisa serangga mati, bulu binatang, serbuk sari, bau asap, uap
cat), makanan (putih telur, susu sapi, kacang tanah, coklat, biji bijian, tomat), obat
(aspirin), kegiatan fisik (olahraga berat, kecapaian, tertawa terbahak-bahak), dan
emosi (sudoyoAru,dkk.2015).
D. Manifestasi Klinis
Beberapa kondisi klinis yang terkait dengan terjadinya asma bronkhial di
antaranya adalah : gejala klinis asma klasik terdiri dari trias sesak napas, batuk, dan
mengi. Gejala lainnya dapat berupa rasa berat di dada, produksi sputum, penurunan
toleransi kerja, nyeri tenggorokkan, dan pada asma alergik dapat disertai dengan
pilek atau bersin. Gejala tersebut dapat bervariasi menurut waktu dimana gejala
tersebut timbul musiman atau perenial, beratnya, intensitas, dan juga variasi diurnal.
Timbulnya gejala juga sangat dipengaruhi oleh adanya faktor pencetus seperti
paparan terhadap alergen, udara dingin, infeksi saluran nafas, obat-obatan, atau
aktivitas fisik. Faktor sosial juga mempengaruhi munculnya serangan pada pasien
asma, seperti karakteristik rumah, merokok atau tidak, karakteristik tempat bekerja
atau sekolah, tingkat pendidikan penderita, atau pekerjaan (H. Sukamto, 2006)
Gejala-gejala yang lazim muncul pada asma bronkhial adalah batuk, dispnea,
dan wheezing. Serangan sering kali terjadi pada malam hari. Asma biasanya
bermula mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam dada, disertai dengan
pernapasan lambat,wheezing. Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang dibanding
inspirasi, yang mendorong pasien unutk duduk tegak dan menggunakan setiap otot-
otot aksesori pernapasan. Jalan napas yang tersumbat menyebabkan dispnea.
Serangan asma dapat berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam dan dapat
hilang secara spontan. Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal,kadang terjadi
reaksi kontinu yang lebih berat, yang disebut “status asmatikus”, kondisi ini
mengancam hidup (Smeltzer & Bare, 2002).
Gejala penyakit asma bronkhial biasanya pada penderita yang sedang bebas
serangan tidak ditemukan gejala klinis, tetapi pada saat serangan asma bronchial
penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan menyangga ke
depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Gejala klasik
dari asma bronkhial ini adalah sesak nafas, mengi (whezing), batuk, dan pada
sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut tidak
selalu dijumpai bersamaan. Pada serangan asma yang lebih berat, gejala-gejala yang
timbul makin banyak, antara lain: silent chest, sianosis, gangguan kesadaran,
hyperinflasi dada, tachicardi dan pernafasan cepat dangkal. (Tanjung, 2003). Gejala
asma terdiri atas triad, yaitu dipsnea, batuk dan mengi.Gejala yang disebutkan
terakhir sering dianggap sebagai gejala yang harus ada (sine qua non), data lain
terlihat pada pemeriksaan fisik (Nurarif & kusuma, 2015).
Menurut (Padila, 2013) adapun manifestasi klinis yang dapat ditemui pada
pasien asma diantaranya ialah:
1. Stadium dini
a. Faktor hipersekresi yang lebih menonjol
1) Batuk berdahak disertai atau tidak dengan pilek
2) Ronchi basah halis pada serangan kedua atau ketiga, soifatnya hilang
timbul
3) wheezing belum ada
4) Belum ada kelainan bantuk thorax
5) Ada peningkatan eosinofil darah dan IgE
b. Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan
1) Timbul sesak nafas dengan atau tanpa sputum
2) Wheezing
3) Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
4) Penuruna tekanan parsial O2
2. Stadium lanjut
a. Batuk, ronchi
b. Sesak napas berat dan dada seolah-olah tertekan
c. Dahak lengket dan sulit dikeluarkan
d. Suara nafas melemah dan bahkan tidak terdengar
e. Thorax seperti Barel shest
f. Tanpak tarikan otot stenorkleidomastoideus
g. Sianosis
h. Terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kiri dan kanan pada Ro paru
i. Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis respiratorik
E. Patofisiologi
Asma akibat alergi bergantung kepada respon IgE yang dikendalikan oleh
limfosit T dan B serta diaktifkan oleh interaksi antara antigen dengan molekul IgE
dengan sel mast. Sebagian besar allergen yang mencetus asma bersifat airborne dan
agar dapat menginduksi keadaan sensitivitas, allergen tersebut harus tersedia dalam
jumlah banyak untuk periode waktu terentu. Akan tetapi, sekali sensitivitasi telah
terjadi, klien akan memperlihatkan respon yang sangan baik, sehingga sejumlah
kecil allergen yang mengganggu sudah dapat menghasilkan eksaserbasi penyakit
yang jelas (Nurarif & kusuma, 2015).
Obat yang paling sering berhubungan dengan induksi episode akut asma
adalah aspirin, bahan pewarna seperti tartazin, antagonis, beta adrenergik, dan
bahan sulfat.Sindrom pernafasan sensitif-aspirin khususnya terjadi pada orang
dewasa, walaupun keadaan ini juga dapat dilihat pada masa kanakkanak.Masalah ini
biasanya berawal dari rhinitis vasomotor perennial yang diikuti oleh rhinosinusitis
hiperplastik dengan polip nasal.Baru kemudian muncul asma progresif.Klien yang
sensitive terhadap aspirin dapat didesentisasi dengan pemberian obat setiap hari.
Setelah menjalani terapi ini, toleransi silang juga akan terbentuk terhadap agen anti-
inflamasi non-steroid. Mekanisme yang menyebabkan bronkospasme karena
penggunaan aspirin dan obat lain tidak diketahui, tetapi mungkin berkaitan dengan
pembentukan leukotrien yang diinduksi secara khusus oleh aspirin (Solomon, 2015)
3. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi
3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru
yaitu:
a. Perubahan aksis jantung
Perubahan aksis jantung yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan
clock wise rotation.
4. Scanning paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi
udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru
5. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling
cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan
bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah
pemberian bronkodilator aerosol golongan adrenergic. Peningkatan FEV1 atau
FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya
respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja
penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai
beratobstruksi dan efek pengobatan. Banyak penderita tanpa keluhan tetapi
pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi
G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat teradi pada Asma Bronkial apabila tidak segera ditangani,
adalah : (Sundaro & Sukanto, 2006)
1. Gagal Nafas
2. Bronkitis
3. Fraktur Iga
4. Penumothorax (penimbunan udara pada rongga dada di sekeliling paru yang
menyebabkan paru-paru kolaps)
5. Pneumodiastinum penimbunan dan smfisema subkutis
6. Aspergilosis bronkopulmoner alergik
7. Atelektasis
H. Penatalaksananan
Prinsip-prinsip penatalaksanaan asma bronkial adalah sebagai berikut : (Somantri,
2009).
1. Diagnosis status asmatikus. Faktor penting yang harus diperhatikan:
a. Saatnya serangan
b. Obat-obatan yang telah diberikan (macam dan dosis)
2. Pemberian obat bronkodilator
3. Penilaian terhadap perbaikan serangan.
4. Pertimbangan terhadap pemberian kartikosteroid.
5. Penatalaksanaan setelah serangan mereda
a. Cari faktor penyebab
b. Modifikasi pengobatan penunjang selanjutya
I. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian primer
Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis, pendeteksian dan
manajemen segera terhadap komplikasi yang diakibatkan oleh penyakit yang
mengancam kehidupan. Tujuan primary survey adalah untuk mengidentifikasi
dan memperbaiki dengan segera masalah yang mengancam kehidupan. Prioritas
yang dilakukan pada primry survey antara lain (Fulde, 2013) :
a. Airway
Kaji kepatenan jalan napas, observasi adanya lidah jatuh, adanya benda asing
pada jalan napas (bekas muntahan, darah, dan secret yang tertahan), adanya
edema pada mulut, faring, laring, disfagia, suarastridor, gurgling, atau
wheezing yang mendadak adanya masalah jalan napas.
b. Breathing
Kaji keefektifan pola napas, respiratory rate, abnormalitas pernapasan, pola
napas bunyi napas tambahan, penggunaan otot bantu napas, pernapasan
cuping hidung dan saturasi oksigen
c. Circulation
Kaji Heart Rate, tekanan darah, kekuatan nadi, capillary refill time, akral,
suhu tubuh, warna kulit, kelembabab kulit, dan perdarahan eksternal jika
ada.
d. Disability
Kaji tingkat kesadaran dengan GCS (Glasgow Coma Scale), respon nyeri,
respon verbal dan reaksi pupil.
e. Exposure
Pengkajian terhadap suhu serta adanya injury atau kelainan lainnya, serta
kondisi lingkungan yang ada disekitar pasien.
2. Pengkajian Sekunder
Pengkajian sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan
secara head to toe dari depan hingga belakang. Pengkajian sekunder hanya
dilakukan setelah kondisi pasien mulai membaik, dalam artian tidak mengalami
syok atau tanda-tanda syok mulai membaik. Hal- hal yang perlu dikaji pada
pasien asma antara lain :
a. Anamnesis
Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk
mengumpulkan berbagai informasi yang diperlukan untuk menyusun
strategipengobatan. Gejala asma sangat bervariasi baik antar individu
maupun pada diri individu itu sendiri (pada saat berbeda), dari tidak ada
gejala sama sekali sampai kepada sesak yang hebat yang disertai gangguan
kesadaran.
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium (sputum)
Objektif Edukasi :
Sulit bicara
Ortopnea
Objektif
Gelisah
Sianosis
Bunyi napas menurun
Frekuensi napas berubah
Pola napas
berubah
Pola Nafas tidak Pola Napas Pemberian Obat Inhalasi
efektif Definisi : Inspirasi atau Setelah dilakukan Tindakan
ekspirasi yang tidak memberkan tindakan keperawatan
ventilasi yang adekuat selama 1x6 jam Observasi :
Penyebab diharapkan Identifikasi
ekspirasi/inspirasi dapat kemungkinan alergi,
Depresi pusat pernapasan memberikan ventilasi interaksi dan
Hambatan upaya napas (mis. yang adekuat. kontraindikasi obat
Nyeri saat bernapas, kelemahan Dengan Kriteria Hasil : Verifikasi order
otot pernapasan) obat sesuai indikasi
Deformitas dinding dada Ventilasi semenit Periksa tanggal
Deformitas tulang dada meningkat kadaluwarsa obat
membaik terbalik
Dispsnea
Posisikan di dalam
Objektif
mulut mengarah ke
tenggorokan dengan
penggunaan otot bantu napas
bibir ditutup rapat
Fase ekspirasimmemanjang
Pola napas abnormal
(takipnea, bradipnea, hiperventilasi, Edukasi :
kussmaul, dan cheyne-stokes) Anjurkanbernapas
lambat selama
Gejala dan Tanda Minor penggunaan nebulizer
Subjektif Anjurkan menahan napas
Ortopnea selama 10 detik
Anjurkan ekspirasi
Objektif lambat melalui hidung
Pernapasan pursed lip atau bibir mengkerut
Pernapasan cuping hidung Ajarkan pasien dan
Diameter thorax anterior posterio keluarga tentang cara
meningkat pemberian obat
Gelisah pemantauan
Perfusi perifer tidak efektif Perfusi perifer tidak Perfusi perifer tidak
Defisini : Penurunan sirkulasi efektif efektif
darah pada level kapiler yang dapat Setelah dilakukan Perfusi Perifer Pemantauan
mengganggu metabolisme tubuh. tindkan keperawatan Tanda
Penyebab : selama 1x6 jam Vital Tindakan
diharapkan Observasi :
keadekuatan aliran
Hiperglikemia Monitor tekanan darah
darah pembuluh darah
Penurunan konsentrasi Monitor nadi
distal untuk
hemoglobin (frekuensi, kekuatan
mempertahankan
Peningkatan tekanan darah dan irama).
jaringan.
Keurangan volume cairan Monitor pernapasan
Dengan Kriteria Hasil :
Penuruna aliran arteri atau vena (kedalaman dan
Kurang terpapar informasi Denyut nadi perifer frekuensi).
Akral dingin
Warna kulit pucat
Turgor kulit menurun
5. Evaluasi
Evaluasi adalah hasil yang didapatkan dengan menyebutkan item-item atau
perilaku yang diamati dan dipantau, untuk menentukan pencapaian hasil dalam
jangka waktu yang telah ditentukan (Doenges, 2000)/ Evaluasi bertujuan untuk
menilai hasil akhir dari seluruh intervensi keperawatan yang telah dilakukan,
dengan cara yang berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga
kesehatan lainnya, dituliskan dalam catatan perkembangan yang berfungsi untuk
mendokumentasian keadaan klien, baik berupa keberhasilan maupun
ketidakberhasilan berdasarkan masalah yang ada.
Evaluasi ini dapat bersifat formatif yaitu evaluasi yang dilakukan secara terus
menerus, untuk menilai hasil tindakan yang dilakukan, yang juga disebut tujuan
jangka pendek. Dan dapat pula bersifat sumatif yaitu evaluasi yang dilakukan
sekaligus pada akhir dari semua tindakan keperawatan, yang disebut dengan
mengevaluasi pencapaian tujuan jangka panjang.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. KASUS.
05 Februari 2023
Pasien Ny. D dijeput menggunakan ambulance ke rumahnya. Pasien masih dapat berjalan ke
dalam ambulance dengan nafas yang tersengal- sengal. pasien mengatakan sesak nafas sejak
pagi ini disertai napas berat dan bunyi ngik-ngik setelah membersihkan tolet dengan bayclin.
Pasien mengirp bau bayclin kemudian mual dan muntah banyak setelah itu sesak berat. Saat
di jemput dengan ambulance pasien tidak bisa berkata-kata lebih nyaman jika duduk sedikit
gelisah ada batuk berdahak. Pasien ada riwayat ashma dengan serotide.
B. PENGKAJIAN
Identitas Pasien
Nama : Ny. D
Umur : 51 tahun 3 bulan
Agama : Katolik
No.RM : 1011xxxx
Dx.Medis : Asma attack serangan berat
Alamat : Cibubur
Penanggung jawab : Keluarga
RR : 40 x/menit
Suhu : 36 0C
SpO2 : 90%
Berat Badan : 69 kg
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Score nyeri pada pasien: 0 (tidak ada nyeri)
Keterangan:
0: tidak nyeri
1-3: ringan
4-6: sedang
7-10: berat
Pengkajian Morse Fall Scale :
History Of Falling :No (0)
Secondary Diagnosis :Yes (15)
Ambulatory Aid :No (0)
Intravenous Therapy :Yes(20)
Gait : Normal / Bedrest / Wheelchair (0)
Mental Status :Oriented to own ability (0)
Morse Fall Scale (Total Score) :35 (High Risk, Fall Prevention)
4. Resiko jatuh
Definisi: berisiko mengalami kerusakan fisik dan gangguan kesehatan akibat
terjatuh.
Penyebab :
o Pasien sendiri tidak ada yang menemani
o Kekuatan otot menurun (lemas)
o Diagnosa medis lebih dari 2
ASUHAN KEPERAWATAN
2 Diagnosa: Pola Nafas tidak Mobilitas fisik Pemberian Obat Inhalasi Tindakan
efektif berhubungan Observasi
dengan hambatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Identifikasi kemungkinan alergi, interaksi
upaya 1x5 jam, diharapkan pola nafas pasien dan kontraindikasi
membaik dengan indikator: obat
DS: Psien mengtakan pasien 2. Periksa tanggal kadaluwarsa obat
mengatakan sesak nafas sejak Penggunaan otot bantu napas
pagi ini disertai napas berat menurun Terapeutik
dan bunyi ngik-ngik. Pernapasan 1. Lakukan prinsip
cuping hidung enam benar
DO:keadaan umum sakit menurun (pasien, obat,
sedang, naas pasien tersengal Frekuensi napas waktu, dosis, rute
sengal. Pasien tanpak lelah dan membaik dan dokumentasi) Fasilitasi aktivitas
pernafasan cuping hidung ada Kedalaman
TD 135/72 mmHg napas Edukasi
N 109 x/mnt 1. Anjurkan bernapas
P 40 x/mnt lambat dan dalam
S 36,5 ºC selama
SpO2 90% penggunaan
nebulizer
2. Jelaskan jenis
obat, alasan
pemberian,
tindakan yang
diharapkan dan Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
3 Diagnosa : Risiko jatuh Tingkat jatuh Pencegahan jatuh
DS: pasien mengatakan lemas, Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Observasi
dan sesak nafas 1x5 jam, diharapkan tingkat jatuh pasien 1. Identifikasi faktor risiko jatuh
berkurang dengan indikator: Terapeutik
DO: pasien tampak lemas, 1. Orientasi ruangan pada pasien dan keluarga
pasien sendiri tidak ada yang Jatuh dari tempat tidur menurun 2. Pastikan roda tempat tidur dan kursi roda selalu
menemani Jatuh saat dipindahkan menurun dalam keadaan terkunci
Morse fall score 35 (risiko 3. Pasang siderail tempat tidur
sedang) 4. Atur tempat tidur mekanis dalam posisi rendah
Edukasi
1. Anjurkan memanggil perawat jika membutuhkan
bantuan untuk berpindah
2. Anjurkan menggunakan alas kaki yang tin
3. dak licin
Gannguan pertukaran gas Pertukaran Gas Terapi oksigen:
b.d Perubahan Setelah dilakukan 1. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
membrane tindakan keperawatan 2. Monitor ketepatan aliran oksigen
alveolus-kapiler selama 1x5 jam 3. Kolaborasi dlam pemberian obat-obatan
diharapkan oksigen atau 4. Verifikasi order obat sesuai dengan idikasi
DS : pasien mengatakan sesak eliminasi 5. Jelaskan jenis obat yang akan di berikan
sejak tadi pagi sejak karbondioksida pada 6. Ambil spesimen darah arteri untuk pemeriksaan
menghirup aroma byclin. membrane alveolus AGD
Sudah menggunakan obat kapiler dalam batas 7. Berikan oksigen sesuai indikasi
ashma tapi tidak berkurang normal. Dengan kriteria hasil :
1. Dispnea berkurang
Do : Pasien tanpak sesak, 2. Takikardia menurun
pernafasan cepat dan dangkal. 3. Ph arteri membaik
Pernafasan cuing hidung ada, 4. Oksigen dalam tubuh membaik
saturasi O2 90%
Implementasi
05/02/2023 1. Menerima panggilan ambulace ke lokasi S: pasien mengatakan sesak sudah berkkurang, batuk
Hasil: dr handri, Ns Reza, dan indah menuju lokasi masih ada, sudah bisa mengeluarkan dahak walaupun
07.55
belum banyak
08.20 2. Sampai lokasi -> mencari keberadaan pasien
Hasil: Posisi pasien di rumah sendiri, pasien di bant
oleh Ns reza untuk ke ambulance O : Keadaan umum sakit sedang, kesdran composmteis
08.22 GCS 15, akral terab hangat. Pulse arteri teraba kuat.
3. Melakukan pengkajian ABC Pernafasan cuping hidung tidak ada, tidak menggunakan
Hasil : keadana umum sakit sedang, kesdran otot bantu nafas. sh 36,7 RR 23 ND 110 Nd 117/60 Spo2
composmteis GCS 15. Tidak ada sumbatan di jalan 98% dengan binasal 3 lpm
nafas. Pasien bernafas tampak tersengal-sengal dan
sesekali memegangi dadanya. Terdengr suara mengi dari
nafas pasien , sesekali terdengar pasien batuk. Nadi A: Masalah keperawatan pola nafas, sudah teratasi
teraba kuat dan cepat. Pasien masih bisa mengikuti
Masalah keperawatan risiko jatuh, bersihan jala nafas, dan
instruksi dari dokter ataupun perawat
gangguan pertukaran gas belum teratasi
08.23
4. Memberikan teapi ssemi fowler dan memasang monitor
tensi dan saturasi pasen P : Intervensi di lanjutkan di rawat inap
Hasil : sudah diberikan posisi semi fowler, pasien
08.23 Observasi
mengatakan masih tidak nyaman, terpantau satursi
08.25 pasien 90%, pernafasan 40x/menit Monitor pola nafas
Monitor bunyi nafas tambahan
5. Memberikan posisi fowler Monitor kepatenan aliran oksigen
08.27 Hasil : pasien sudah di posisikan fowler Tindkan
6. Berkolaborasi dalam memberikan terapi nasal oksig en Posisikan semi fowler/fowler
Hasil: terapi oksigen 5 LPm sudah diberikan -> saturasi Berikan minum hangat
pasien naik menjadi 95% nadi 108x/menit Kolaborasi dengna fisioterapi terkait pemberian
inhalasi
08.28
7. Berkolaborasi dalam pemberian terapi epineprin Edukasi ulang terkait resiko jatuh, karena pasien
Hasil: sudah diberikan terapi epinefrin 0,3 cc im di sendiri tidak ada yang menemani
lengan kanan atas pasien Mendekatkan bel ke pasien
08.40
8. Memasang pengaman handrail Jelaskan obat yang akan di berikan
Hasil : handrail sudah terpasnag
09.00
15. Melakukan pemasangan infus
Hasl: sudah dilakukan pemasangan infus di metacarpal
sinistra no 20 oleh Ns Atta, dan menampung sample
09.03
darah untuk cek lab
10.00
19. Mengambil sample darah arteri untuk pemeriksaan AGD
Hasil: sample agd sudah di ambil dan di kirim ke lab
20. Berkolaborasi dalma pemeriksaan ekg
10.20
Hasil: sudah di lakukan perekaman EKG, dr handri
sudah terinfo hasilnya
11.10
21. Menanyakan keluhan pasien saat ini
Hasil : Pasien mengatakn sesak sudah berkurang banyak,
batuk masih ada dan banyak dahaknya. Pernafasna
pasien 25 SPO2 100% denga binasal 3 lpm
11.30
22. Menerima hasil AGD
Hasil: ph 7,48 Pco2 31, po2 194,7 o2 99%, hco3 23,3,
co2 total 24,3, BE 1,0. AaDo2 0,0. Fio2 618 -> dr handri
sudah terinfo
11.35
PEMBAHASAN KASUS
A. pengkajian
Pada pasen ny. D pengkajian riwayat kesahtaan di dapatkan terdapat bunyi suara
nafas tambahan (wheezing), pernafasan 40 kali permenit. Irama nafas cepat, pasien
sesak nafas dan batuk berdahak. Pasien kesulitan mengeluarkan dahaknya. Tekanan
darah pasien 135/87/ respirasi 40 kali permenit nadi 109 kali permenit suhu 36C
Gejala asma menurut PPDI (2003), penyakit asma ditandaidengan berupa batuk sesek
nafas, wheezing (mengi). Gjala biasnaya timbul atau memburuk terutama malam atau
dini hari asma sering terjadi pada malam hari dan saat udara dingin, biasanya di muali
mendadak dengan gelaja batuk dan ras tertekan di dada, disertai dengan sesak nafas
(dsypnea) dan mengi. Menurut (prince & wilson,2006) penyakit asma juga ditandai
dengan akan timbul mengi yang merupakan ciri khas asma saat pasien memaksaan
udara keluar. Biasanya juga di ikti batuk produktifdengan sputum berwarna keputih-
putihan. Menurut (smeltzer,2012) ciri khas pada ashma bronkhial adalah terjadinya
penyempitan brongkus yang disebakan oleh spasme atau kontraksi otot-otot polos
bronkus, dan hiperseresi mukosa /kelenjar.
Hasil analisa peneliti ddalam kasus terdapat kesamaan yaitu di temukan suara megi,
dan keluhan batuk pada pasien yang merupakan ciri khas dari gelaja asma. Hasl ini di
sebakan oleh penyempitan saluran nafas yang terjadi.
Pada pasien ny D dikatakan serangan asma kali ini disebabkan oleh terhirupnya uap
abyclin pda saat pasien ingin membersihkan toilet kamar mandi. Ketika serangan
muncul maka timbul gejala lain seperti mual, muntah, batuk, dan sesak nafas yang
berat.
B. Diagnosa
Diagnosa keerawtaan adalah pernyataan yang mengambarakan respon aktual atau
potensial pasien terhadap masalah keshatan dimana perawat mempunyai lisensi dan
kemampuan untuk mengatasinya (Potter&perry,2005)
Penulis menergakan diagnosis bersihan jalan nafas tidak efektif, pola nafas tidak
efektif, gangguan pertukaran gas dan resiko jatuh. Sesuai dengan teori diagnos ayang
penulis temukan sama dengan yang ada di teori. Namun ada satu diagnosa tambahan
yaitu resiko juh mengingat pasien sata ini tidak ada yang menemani, standar dari rs
jika pasien yang terdiagnosis medis lebih drai 1 diagnosis makan akan meningkatkan
angka dari penilaian resiko jatuh pasien.
C. Intervensi
Intervensi adalah kategori dari prilaku keperawata yang tujuanya berpusat pada
pasien atau klien dari hasil pemikiran ditetapkan dan intervendi keperawatan dipilih
untuk mencapai tujuan tersebut. Pada saat pasien sednag di unit gawat darurat maka
diharapkan maslaah keperawtan 1x5 jam dapat teratasi dengan tindakna keperawtaan
yang sudah berkolaborasi dengan dokter. Ada pun intervensi yang dilakukan openulis
adalah, monitor pola nafas, monitor frekuensi nafas, nberikan iar hangat, berikan
inhalasi, kolaborasi pemberian terpai memmberikan posiis fowler atau semi fowler,
dan terapi oksigen sesuai kebutuhan pasien.
D. Implemetasi
Implementasi adalah serangkaian kegiatan yang dilaukan oleh perawat untuk
membnatu klien dari maslah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehtan yang
lebih baik, yang mengambarkan kriteria hasil yang di harapkan. Pada kasus ini,
implementasi dapat dilakukan ke pasien dengan kolabrasi dengan dokter.
E. Evaluasi
Evaluasi keperawtan dilaukan untuk menialia apakah hasil dari intervesi keperawtan
yangs udah dilakukan sudah efektif untuk kesehatan pasien atau tidak. Selah
dilakukan implementasi krang dari 5 jam di ruang unit gawat darurat, maka senosis
keperawtan dapat tertasi seperti pola nafas tidak efektif, intervsi atau diagnosa yang
belum berhasil di lakukan selama di unit gawat darurat akan di lanjtkan di rawat inap
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada pasien asma bronkial pada ny.D
dengan diagnosa yang telah di susun di ruang unit gawat darurat penulis menarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Pada kasus dan teori dapat memiliki banyak kesmaan yaitu ditemukan sura
tambahan nafas seperti wheezing atau mengi, batuk, mual, dan muntah pada
pasien. Pernfasna pasien yang cepat yaitu 40 kali permenit
2. Sesuai dengan pengkajian di atas maka ditemukan maslaah keprawtan bersihan
jalan nafas tidak efektif, pola nafas tidak efekti, gangguan pertukaran gas,
3. Dalam pelaksanaan ini peulis dapat melaukan tindakan keprawtan yang sesuai
dengan intevensi yang telah di susun
4. Setalah dilakukan intervensi keperawtan makan tidak banyak diagnosa yang
dapat terselesiakn semuanya dikarenakna wkatu yang kurang cukup, mengingat
penulis mengambil kasus ini pada saat bertugas di IGD
DAFTAR PUSTAKA
Fulde, G. (2013). Emergency Medicine The Principles Of Pactice Sixth Edition. Australia:
ELSEVIER.
Heneberger. (2011). Mortality by Cause for 8 region of the world : Global Burden of Disease
Vol 349 No.5. Journal Of The American Association .
Manurung, N. (2016). Aplikasi Asuhan Keperawatan Sistem Respiratory. Jakarta: Trans Info
Media.
Nair, I. P. (2011). Fundamentals of Anatomy and Physiology For Nursing and Healthcare
Students. Jakarta: Wiley Blackwell.
Nurarif, A. H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis NANDA dan
NIC NOC. Yogyakarta : MediaAction.
PPNI, S. D. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP PPNI .
PPNI, T. P. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP PPNI.
Putri, A. S. (2014). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan Dewasa Teori dan
Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika.
Sari, S. W. (2021). Asuhan Keperawatan Pasien Asma Bronkhial Dalam Pemenuhan Kebutuhan
Oksigenasi. Fakultas Ilmu Kesehatan, 1-3.
Sherwood, L. (2014). Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Jakarta: Kedokteran EGC.
Suddarth, B. &. (2017). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Tarwoto & Wartonah. (2016). Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan. Salemba
Medika : Jakarta.
Wardani, R. W. (2021). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Asma Bronhial dalam Pemenuhan
Kebutuhan Oksigen. Universitas Kusuma Husada Surakarta, 2-3