Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN

PASIEN DENGAN ASMA


UNIT INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD)

Disusun Oleh:
BELLA INDAH PERTIWI
00007213

Eka Hospital Cibubur


PerumKotaWisataKavV2,Kab.Bogor16967|Phone:(+6221)50855555

Email:infocbb@ekahospital.com‫׀‬www.ekahospital.com
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Asma bronkial adalah obstruksi jalan napas yang bersifat reversible. Ditandai dengan
serangan intermitten bronkus yang disebabkan oleh rangsangan alergi (Manurung, 2016).
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkial yang mempunyai ciri bronkopasme
periodik (kontraksi spasme pada saluran napas) terutama pada percabangan
trakeobronkial yang dapat diakibatkan oleh berbagai stimulus seperti faktor biokemikal,
endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi. Asma adalah suatu penyakit yang disebabkan
oleh keadaan saluran nafas yang sangat peka terhadap berbagai rangsangan, baik dari
dalam maupun luar tubuh. Akibat dari kepekaan yang berlebihan ini terjadilah
penyempitan saluran nafas secara menyeluruh. Asma merupakan penyakit obstruksi
kronik saluran napas yang bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan
pengobatan (Tarwoto, 2016).

Menurut Global Initiative For Asthma (GINA, 2018) asma merupakan penyakit
heterogen yang ditandai dengan adanya peradangan saluran napas kronis diikuti dengan
gejala pernapasan seperti mengi, sesak napas dan batuk yang bervariasi dari waktu ke
waktu dengan intensitas yang berbeda dan bersamaan dengan keterbatasan aliran udara
saat ekspirasi. Menurut data WHO, prevalensi asma bronchial di seluruh seluruh dunia
adalah sebesar 8-10% pada orang dewasa dan dalam 10 tahun terakhir meningkat menjadi
50%. Setiap tahun mortalitas asma bronchial meningkat diseluruh dunia dari 0,8% per
100.000 pada tahun 2016, menjadi 1,2% per 100.000 pada tahun 2017 dan meningkat lagi
menjadi 2,1% per 100.000 pada tahun 2018. Selain itu WHO juga memperkirakan akan
terus bertambah 180.000 setiap tahun (Oktaviani, 2021)

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan rikesda 2018, prevelensi penderita asma
di indonesia 2018 berjumlah 1.017.290 orang dimana asma menempati sepuluh besar
penyebab kesakitan dan kematian yang mencapai 14.62 jiwa (Oktaviani,2021)

Berdasarkan data yang dikutip dari Badan Penelitian dan Pengembangan


Kesehatan 2010, prevalensi asma di Provinsi Jawa Barat dinilai cukup tinggi (4,12%) dan
merupakan peringkat ke-8 dari seluruh provinsi di Indonesia (Oemarti R dkk. 2010,
hlm.43). Untuk wilayah Jawa Barat sendiri, Kabupaten Bogor (7,4%) menempati
peringkat ke-5 tertinggi angka kejadian asma, dengan prevalensi berdasarkan usia,
tertinggi terdapat pada kelompok 15-24 tahun (6,3%) (Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan RI 2013, hlm.75).

Penyakit Asma dapat menimbulkan masalah pada jalan napas yang dapat
mengganggu aktivitas sehari-hari. sesorang yang menderita asma ditandai dengan merasa
cepat lelah, frekuensi napas cepat, suara napas mengi atau wheezing, dada terasa berat,
serta adanya keterbatasan aliran meningkatkan konsentrasi oksigen dalam tubuh
(Wardani, 2021). Sesak napas pada Asma merupakan salah satu kegawatan yang ditandai
dengan penurunan aliran udara ekspirasi dan apabila tidak ditangani akan menyebabkan
gagal napas dalam buku ( Kimberly,2011). Masalah utama pada Asma Bronkhial terdapat
penurunan arus puncak ekspirasi yaitu ketidakmampuan mendasar dalam mencapai angka
aliran udara normal pernapasan saat ekspirasi yang menyebabkan Respiratory Rate
meningkat. Munculnya masalah pola napas tidak efektif pada Asma Bronkhial terjadi
ketika saluran pernapasan menyempit dan sesak napas yang diikuti dengan penggunaan
otot bantu napas dan adanya suara napas tambahan wheezing yang disebabkan oleh
radang saluran pernapasan dan bronkokontriksi (Sari, 2021).

Asma ditandai dengan gejala episodic berulang berupa mengi, batuk, sesak napas,
dan rasa berat. Serangan asma bervariasi dari ringan sampai berat dan mengancam
kehidupan. Salah satu faktor yang menyebabkan kekambuhan pada pasien asma adalah
fakor emosional, pada saat serangan pasien akan mengalami sesak napas dengan
frekuensi napas bisa sampai 30x/menit. Kondisi ini merupakan kondisi kegawatan yang
dapat mengancam nyawa pasien (Heneberger, 2011).

Oleh karena itu intervensi utama yang dapat dlakukan untuk mengurangi obstruksi
saluran napas yaitu manajemen jalan napas dimana tujuannya yaitu inspirasi atau
ekspirasi dapat memberikan ventilasi yang adekuat yang ditandai dengan kriteria hasil:
(1) ventilasi semenit meningkat, (2) kapasitas vital meningkat, (3) Diameter thorak
anterior/posterior meningkat, (4) Tekanan ekspirasi meningkat, (5) Tekanan insprasi
meningkat, (6) Dipsnea menurun, (7) Penggunaan otot bantu napas menurun, (8)
pernapasan cuping hidung menurun, (9) Penapasan pursed lip, (10) Frekuensi napas
membaik, dan (11) Kedalaman napas membaik (PPNI, 2019).

Berdasarkan latar belakang dan data yang didapatkan penulis tertarik untuk
menggambarkan dan mendokumentasikan asuhan keperawatan dalam sebuah karya
ilmiah akhir dengan judul : Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Ny.”D” Dengan
Asma Bronkhial Di Ruang IGD Eka Hospitas Cibubur.

B. TUJUAN
1. Tujuan umum :
Tujuan umum dari laporan kasus ini adalah untuk mengetahui informasi mengenai asma
dan bagaimana penatalaksanaan keperawatan untuk pasien dengan asma tersebut.
2. Tujuan khusus :
1. Mengetahui definisi dari asma
2. Mengetahui etiologi dan manifestasi klinis dari asma
3. Mengetahui penatalaksanaan medis dan pemeriksaan penunjang untuk asma
4. Mengetahui intervensi/implementasi pasien dengan asma sesuai kasus yang
ditemukan di unit Instalasi Gawat Darurat (IGD)
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernapasan


Sistem pernapasan adalah sistem yang memiliki fungsi utama untuk melakukan
respirasi dimana pernapasan merupakan proses mengumpulkan oksigen dan
mengeluarkan karbondioksida. Fungsi utama sistem pernapasan adalah untuk
memastikan bahwa tubuh mengekstrak oksigen dalam jumlah yang cukup untuk
metabolisme sel dan melepaskan karbondioksida (Peate and Nair, 2011).

Sistem pernapasan terbagi menjadi dua yaitu : 1. Sistem pernafasan atas : terdiri
dari hidung, faring dan laring 2. Sistem pernafasan bawah : terdiri dari trakea,
bronkus dan paru-paru (Peate and Nair, 2011).
1. Hidung
Masuknya udara bermula dari hidung. Hidung merupakan organ pertama
dalam sistem respirasi yang terdiri dari bagian eksternal (terlihat) dan bagian
internal. Di hidung bagian eksternal terdapat rangka penunjang berupa tulang
dan hyaline kartilago yang terbungkus oleh otot dan kulit.
Struktur interior dari bagian eksternal hidung memiliki tiga fungsi :
a. Menghangatkan, melembabkan, dan mnyaring udara yang masuk
b. Mendeteksi stimulasi olfaktori (indra pembau)
c. Modifikasi getaran sudara yang melalui bilik resonasi yang besar dan
bergema
Rongga hidung sebagai bagian internal digambarkan sebagai runag yang
besar pada anterior tengkorak (inferior pada tulang hidung; superior pada rongga
mulut); rongga hidung dibatasi dengan otot dan membrane mukosa (Tortorra and
Derrickson, 2014)

2. Faring
Faring, atau tenggorokan, adalah saluran berbentuk corong dengan panjang
13 cm. Dinding faring disusun oleh otot rangka dan dibatasi oleh membrane
mukosa. Otot rangka yang terelaksasi membuat faring dalam posisi tetap
sedangkan apabila otot rangka kontraksi maka sedang terjadi proses menelan.
Fungsi faring adalah sebagai saluran untuk udara dan makanan, menyediakan
ruang resonansi untuk suara saat berbicara, dan tempat bagi tonsil (berperan pada
reaksi imun terhadap benda asing) (Tortorra and Derrickson, 2014)

3. Laring
Laring tersusun atas 9 bagian jaringan kartilago, 3 bagian tunggal dan 3
bagian berpasangan. 3 bagian yang berpasangan adalah kartilago arytenoid,
cuneiform, dan corniculate. Arytenoid adalah bagian yang paling signifikan
dimana jaringan ini mempengaruhi pergerakan membrane mukosa (lipatan vokal
sebenarnya) untuk menghasilkan suara. 3 bagian lain yang merupakan bagian
tunggal adalah tiroid, epiglotis, dan cricoid. Tiroid dan cricoid keduanya
berfungsi melindungi pita suara. Epiglotis melindungi saluran udara dan
mengalihkan makanan dan minuman agar melewati esofagus (Peate and Nair,
2011).

4. Trakea
Trakea Trakea atau batang tenggorokan merupakan saluran tubuler yang
dilewati udara dari laring menuju paru-paru. Trakea juga dilapisi oleh epitel
kolumnar bersilia sehingga dapat menjebak zat selain udara yang masuk lalu
akan didorong keatas melewati esofagus untuk ditelan atau dikeluarkan lewat
dahak. Trakea dan bronkus juga memiliki reseptor iritan yang menstimulasi
batuk, memaksa partikel besar yang masuk kembali keatas (Peate and Nair,
2011).

5. Bronkus
Setelah laring, trakea terbagi menjadi dua cabang utama, bronkus kanan dan
kiri, yang mana cabang-cabang ini memasuki paru kanan dan kiri pula. Didalam
masing-masing paru, bronkus terus bercabang dan semakin sempit, pendek, dan
semakin banyak jumlah cabangnya, seperti percabangan pada pohon. Cabang
terkecil dikenal dengan sebutan bronchiole (Sherwood, 2010). Pada pasien
PPOK sekresi mukus berlebih ke dalam cabang bronkus sehinga menyebabkan
bronkitis kronis.

6. Paru-paru
Paru-paru dibagi menjadi bagian-bagian yang disebut lobus. Terdapat tiga
lobus di paru sebelah kanana dan dua lobus di paru sebelah kiri. Diantara kedua
paru terdapat ruang yang bernama cardiac notch yang merupakan tempat bagi
jantung. Masing-masing paru dibungkus oleh dua membran pelindung tipis yang
disebut parietal dan visceral pleura. Parietal pleura membatasi dinding toraks
sedangkan visceral pleura membatasi paru itu sendiri. Diantara kedua pleura
terdapat lapisan tipis cairan pelumas. Cairan ini mengurangi gesekan antar kedua
pleura sehingga kedua lapisan dapat bersinggungan satu sama lain saat bernafas.
Cairan ini juga membantu pleura visceral dan parietal melekat satu sama lain,
seperti halnya dua kaca yang melekat saat basah (Peate and Nair, 2011).

Cabang-cabang bronkus terus terbagi hingga bagian terkecil yaitu


bronchiole. Bronchiole pada akhirnya akan mengarah pada bronchiole terminal.
Di bagian akhir bronchiole terminal terdapat sekumpulan alveolus, kantung
udara kecil tempat dimana terjadi pertukaran gas (Sherwood, 2010). Dinding
alveoli terdiri dari dua tipe sel epitel alveolar. Sel tipe I merupakan sel epitel
skuamosa biasa yang membentuk sebagian besar dari lapisan dinding alveolar.
Sel alveolar tipe II jumlahnya lebih sedikit dan ditemukan berada diantara sel
alveolar tipe I. sel alveolar tipe I adalah tempat utama pertukaran gas. Sel
alveolar tipe II mengelilingi sel epitel dengan permukaan bebas yang
mengandung mikrofili yang mensekresi cairan alveolar. Cairan alveolar ini
mengandung surfaktan sehingga dapat menjaga permukaan antar sel tetap
lembab dan menurunkan tekanan pada cairan alveolar. Surfaktan merupakan
campuran kompleks fosfolipid dan lipoprotein. Pertukaran oksigen dan
karbondioksida antara ruang udara dan darah terjadi secara difusi melewati
dinding alveolar dan kapiler, dimana keduanya membentuk membran respiratori
(Tortora dan Derrickson, 2014).

Pernapasan mencakup dua proses yang berbeda namun tetap berhubungan


yaitu respirasi seluler dan respirasi eksternal.Respirasi seluler mengacu pada
proses metabolism intraseluler yang terjadi di mitokondria. Respirasi eksternal
adalah serangkaian proses yang terjadi saat pertukaran oksigen dan
karbondioksida antara lingkungan eksternal dan sel-sel tubuh (Sherwood, 2014)
Terdapat empat proses utama dalam proses respirasi ini yaitu:

a. Ventilasi pulmonar-bagaimana udara masuk dan keluar dari paru


b. Respirasi extrternal yaitu bagaimana oksigen berdifusi dari paru ke sirkulasi
darah dan karbondioksida berdifusi dari darah ke paru
c. Transport gas yaitu bagiamana okseigen dan karbondiokisda di bawa dari
paru-paru ke jaringan tubuh dan sebaliknya
d. Respirasi internal yitu bagiaana oksigen di kirim ke sel tubuh dan karbon
dioksida diambil dari sel tubuh (peate and nair,2011)

B. Definisi Asma
Asma adalah suatau keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan
karena hivesensivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan
peradanagan, penyempitan ini bersifat berulang dan di antara episode penyempitan
bronkus tersebut terdapat keadaan ventilasi yang lebih normal. Penderita Asma
Bronkial, hipersensensitif dan hiperaktif terhadap rangasangan dari luar, seperti
debu rumah, bulu binatang, asap, dan bahan lain penyebab alergi. Gejala
kemunculan sangat mendadak, sehingga gangguan asma bisa datang secara tiba-tiba
jika tidak dapat mendapatkan pertolongan secepatnya, resiko kematian bisa datang.
Gangguan asma bronkial juga bias muncul lantaran adanya radang yang
mengakibatkan penyempitan saluran pernapasan bagian bawah. Penyempitan ini
akibat berkerutnya otot polos saluran pernapasan, pembengkakan selaput lender,
dan pembentukan timbunan lendir yang berlebihan (Irman Somarti, 2012)

Asma adalah suatu keadaan klinik yang ditandai oleh terjadinya penyempitan
bronkus yang berulang namun revesibel, dan diantara episode penyempitan bronkus
tersebut terdapat keadaan ventilasi yang lebih normal. Keadaan ini pada orang-
orang yang rentang terkena asma oleh berbagai rangsangan yang menandakan suatu
keadaan hiperaktivitas bronkus yang khas (Solmon, 2015).

Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkial yang mempunyai ciri
brokospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran napas) terutama pada
percabangan trakeobronkial yang dapat diakibatkan oleh berbagai stimul seperti
oleh faktor biokemikal, endokrin, infeksi, otonomik dan psikologi (Irman Somarti,
2012)
Menurut (Solmon, 2015), Tipe asma berdasarkan penyebab terbagi menjadi
alergi, diopatik, dan nonalergik atau campuran (mixed) antara lain
1. Asma alergenik/ Ekstrinsik
Merupakan suatu bentuk asma dengan alergan seperti bulu binatang, debu,
ketombe, tepung sari, makanan, dan lain-lain.Alergi terbanyak adalah airboner
dan musiman (seasonal).Klien dengan asma alergik biasanya mempunyai riwayat
penyakit alergi pada keluarga dan riwayat pengobatan eksrim atau rhinitis
alergik. Paparan terhadap alergik akanmencetus serangan asma. Bentuk asma ini
biasanya di mulai sejak kanak kanak.

2. Idiopatik atau nonarelgik ashma/ instrinsik


Tidak berhubungan secara langsung dengan allergen spesifik. Faktorfaktor
seperti common cold, infeksi saluran nafas atas, aktivitas, emosi/stres, dan
populasi lingkungan akan mencetuskan serangan. Beberapa agen farmakologi
seperti antagonis b-adrenergik dan bahan sulfat (penyedap makanan) juga dapat
menjadi faktor penyebab.Serangan dari asma idiopatik atau non nalregik menjadi
lebih berat dan sering kali berjalannya waktu dapat berkembang menjadi btis dan
emfisma.Pada beberapa kasus dapat berkembang menjadi asma campuran.
Bentuk asma ini biasanya dimulai ketika dewasa (> 35 tahun).

3. Ashma campuran (mixed Asma)


Merupakan bentuk asma yang paling sering.Asma campuran dikarateristikkan
dengan bentuk kedua jenis asma alergik dan idiopatik atau nonalergik

C. Etiologi
Menurut berbagai penelitian patologi dan etiologi asma belum diketahui
dengan pasti penyebababnya, akan tetapi hanya menunjukan dasar gejala asma yaitu
inflamasi dan respon saluran nafas yang berlebihan ditandai dengan dengan adanya
kalor (panas karena vasodilatasi), tumor (esudasi plasma dan edema), dolor (rasa
sakit karena rangsagan sensori), dan function laesa fungsi yang terganggu
(sudoyoAru,dkk.2015). Sebagai pemicu timbulnya serangan dapat berupa infeksi
(infeksi virus RSV), iklim (perubahan mendadak suhu, tekanan udara), inhalan
(debu, kapuk, tunggau, sisa serangga mati, bulu binatang, serbuk sari, bau asap, uap
cat), makanan (putih telur, susu sapi, kacang tanah, coklat, biji bijian, tomat), obat
(aspirin), kegiatan fisik (olahraga berat, kecapaian, tertawa terbahak-bahak), dan
emosi (sudoyoAru,dkk.2015).

D. Manifestasi Klinis
Beberapa kondisi klinis yang terkait dengan terjadinya asma bronkhial di
antaranya adalah : gejala klinis asma klasik terdiri dari trias sesak napas, batuk, dan
mengi. Gejala lainnya dapat berupa rasa berat di dada, produksi sputum, penurunan
toleransi kerja, nyeri tenggorokkan, dan pada asma alergik dapat disertai dengan
pilek atau bersin. Gejala tersebut dapat bervariasi menurut waktu dimana gejala
tersebut timbul musiman atau perenial, beratnya, intensitas, dan juga variasi diurnal.
Timbulnya gejala juga sangat dipengaruhi oleh adanya faktor pencetus seperti
paparan terhadap alergen, udara dingin, infeksi saluran nafas, obat-obatan, atau
aktivitas fisik. Faktor sosial juga mempengaruhi munculnya serangan pada pasien
asma, seperti karakteristik rumah, merokok atau tidak, karakteristik tempat bekerja
atau sekolah, tingkat pendidikan penderita, atau pekerjaan (H. Sukamto, 2006)

Gejala-gejala yang lazim muncul pada asma bronkhial adalah batuk, dispnea,
dan wheezing. Serangan sering kali terjadi pada malam hari. Asma biasanya
bermula mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam dada, disertai dengan
pernapasan lambat,wheezing. Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang dibanding
inspirasi, yang mendorong pasien unutk duduk tegak dan menggunakan setiap otot-
otot aksesori pernapasan. Jalan napas yang tersumbat menyebabkan dispnea.
Serangan asma dapat berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam dan dapat
hilang secara spontan. Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal,kadang terjadi
reaksi kontinu yang lebih berat, yang disebut “status asmatikus”, kondisi ini
mengancam hidup (Smeltzer & Bare, 2002).

Gejala penyakit asma bronkhial biasanya pada penderita yang sedang bebas
serangan tidak ditemukan gejala klinis, tetapi pada saat serangan asma bronchial
penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan menyangga ke
depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Gejala klasik
dari asma bronkhial ini adalah sesak nafas, mengi (whezing), batuk, dan pada
sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut tidak
selalu dijumpai bersamaan. Pada serangan asma yang lebih berat, gejala-gejala yang
timbul makin banyak, antara lain: silent chest, sianosis, gangguan kesadaran,
hyperinflasi dada, tachicardi dan pernafasan cepat dangkal. (Tanjung, 2003). Gejala
asma terdiri atas triad, yaitu dipsnea, batuk dan mengi.Gejala yang disebutkan
terakhir sering dianggap sebagai gejala yang harus ada (sine qua non), data lain
terlihat pada pemeriksaan fisik (Nurarif & kusuma, 2015).

Menurut (Padila, 2013) adapun manifestasi klinis yang dapat ditemui pada
pasien asma diantaranya ialah:
1. Stadium dini
a. Faktor hipersekresi yang lebih menonjol
1) Batuk berdahak disertai atau tidak dengan pilek
2) Ronchi basah halis pada serangan kedua atau ketiga, soifatnya hilang
timbul
3) wheezing belum ada
4) Belum ada kelainan bantuk thorax
5) Ada peningkatan eosinofil darah dan IgE
b. Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan
1) Timbul sesak nafas dengan atau tanpa sputum
2) Wheezing
3) Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
4) Penuruna tekanan parsial O2

2. Stadium lanjut
a. Batuk, ronchi
b. Sesak napas berat dan dada seolah-olah tertekan
c. Dahak lengket dan sulit dikeluarkan
d. Suara nafas melemah dan bahkan tidak terdengar
e. Thorax seperti Barel shest
f. Tanpak tarikan otot stenorkleidomastoideus
g. Sianosis
h. Terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kiri dan kanan pada Ro paru
i. Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis respiratorik

E. Patofisiologi
Asma akibat alergi bergantung kepada respon IgE yang dikendalikan oleh
limfosit T dan B serta diaktifkan oleh interaksi antara antigen dengan molekul IgE
dengan sel mast. Sebagian besar allergen yang mencetus asma bersifat airborne dan
agar dapat menginduksi keadaan sensitivitas, allergen tersebut harus tersedia dalam
jumlah banyak untuk periode waktu terentu. Akan tetapi, sekali sensitivitasi telah
terjadi, klien akan memperlihatkan respon yang sangan baik, sehingga sejumlah
kecil allergen yang mengganggu sudah dapat menghasilkan eksaserbasi penyakit
yang jelas (Nurarif & kusuma, 2015).

Obat yang paling sering berhubungan dengan induksi episode akut asma
adalah aspirin, bahan pewarna seperti tartazin, antagonis, beta adrenergik, dan
bahan sulfat.Sindrom pernafasan sensitif-aspirin khususnya terjadi pada orang
dewasa, walaupun keadaan ini juga dapat dilihat pada masa kanakkanak.Masalah ini
biasanya berawal dari rhinitis vasomotor perennial yang diikuti oleh rhinosinusitis
hiperplastik dengan polip nasal.Baru kemudian muncul asma progresif.Klien yang
sensitive terhadap aspirin dapat didesentisasi dengan pemberian obat setiap hari.
Setelah menjalani terapi ini, toleransi silang juga akan terbentuk terhadap agen anti-
inflamasi non-steroid. Mekanisme yang menyebabkan bronkospasme karena
penggunaan aspirin dan obat lain tidak diketahui, tetapi mungkin berkaitan dengan
pembentukan leukotrien yang diinduksi secara khusus oleh aspirin (Solomon, 2015)

Antagons ᵝ-adenergik biasanya menyebabkan obtruksi jalan napas pada klien


asma, halnya dengan klien lain. Dapat menyebabkan peningkatan reaktivitas jalan
nafas dan hal tersebut harus dihindari. Obat sulfat, seperti kalium metabisulfit,
kalium dan natrium bisulfit, natrium sulfit dan sulfat klorida, yang secara luas
dignakan dalam industri makanan dan farmasi sebagai agen sanitasi serta pengawet
dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas akut pada klien yang sensitive. Pajanan
biasanya terjadi setelah menelan makanan atau cairan yang mengandung senyawa
ini, seperti salad, buah segar, kentang, karang, dan anggur (Irman Somarti, 2012).

Pencetus-pencetus serangan diatas ditambah dengan pencetus lainnya dari


internal klien akan mengakibatkan timbulnya reaksi antigen dan antibody. Reaksi
antigen antibody ini akan mengeluarkan substansi pereda alergi yang sebetulnya
merupakan mekanisme tubuh dalam menghadapi serangan. Zat yang dikeluarkan
dapat berupa histamine, bradikinin, dan anafilaktoksin.Hasil ini dari reaksi tersebut
adalah timbulnya tiga gejala, yaitu berkontraksinya otot polos, peningkatan
permeabilitas kapiler, dan peningkatan sekret mukus (nurarif & kusuma, 2015).
Patway Asma

Pathway Asma (Sumber : Nurarif dan Kusuma, 2015)


F. Pemeriksaa peunjang
1. Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang
bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun.
Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai
berikut:
a. Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah
b. Bila terdapat komplikasi empisema (COPD). Maka gambaran radiolusen akan
semakin bertambah.
c. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru
d. Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
e. Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumo perikardium
f. maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru

2. Pemeriksaan tes kulit


Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.

3. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi
3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru
yaitu:
a. Perubahan aksis jantung
Perubahan aksis jantung yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan
clock wise rotation.

b. Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung


Tanda-tanda hipertropi otot jantung yakni terdapatnya RBB (Right bundle
branch block)
c. Tanda-tanda hipoksemia
Tanda-tanda hopoksemia yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan
VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.

4. Scanning paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi
udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru

5. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling
cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan
bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah
pemberian bronkodilator aerosol golongan adrenergic. Peningkatan FEV1 atau
FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya
respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja
penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai
beratobstruksi dan efek pengobatan. Banyak penderita tanpa keluhan tetapi
pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi

G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat teradi pada Asma Bronkial apabila tidak segera ditangani,
adalah : (Sundaro & Sukanto, 2006)
1. Gagal Nafas
2. Bronkitis
3. Fraktur Iga
4. Penumothorax (penimbunan udara pada rongga dada di sekeliling paru yang
menyebabkan paru-paru kolaps)
5. Pneumodiastinum penimbunan dan smfisema subkutis
6. Aspergilosis bronkopulmoner alergik
7. Atelektasis
H. Penatalaksananan
Prinsip-prinsip penatalaksanaan asma bronkial adalah sebagai berikut : (Somantri,
2009).
1. Diagnosis status asmatikus. Faktor penting yang harus diperhatikan:
a. Saatnya serangan
b. Obat-obatan yang telah diberikan (macam dan dosis)
2. Pemberian obat bronkodilator
3. Penilaian terhadap perbaikan serangan.
4. Pertimbangan terhadap pemberian kartikosteroid.
5. Penatalaksanaan setelah serangan mereda
a. Cari faktor penyebab
b. Modifikasi pengobatan penunjang selanjutya
I. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian primer
Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis, pendeteksian dan
manajemen segera terhadap komplikasi yang diakibatkan oleh penyakit yang
mengancam kehidupan. Tujuan primary survey adalah untuk mengidentifikasi
dan memperbaiki dengan segera masalah yang mengancam kehidupan. Prioritas
yang dilakukan pada primry survey antara lain (Fulde, 2013) :
a. Airway
Kaji kepatenan jalan napas, observasi adanya lidah jatuh, adanya benda asing
pada jalan napas (bekas muntahan, darah, dan secret yang tertahan), adanya
edema pada mulut, faring, laring, disfagia, suarastridor, gurgling, atau
wheezing yang mendadak adanya masalah jalan napas.
b. Breathing
Kaji keefektifan pola napas, respiratory rate, abnormalitas pernapasan, pola
napas bunyi napas tambahan, penggunaan otot bantu napas, pernapasan
cuping hidung dan saturasi oksigen
c. Circulation
Kaji Heart Rate, tekanan darah, kekuatan nadi, capillary refill time, akral,
suhu tubuh, warna kulit, kelembabab kulit, dan perdarahan eksternal jika
ada.
d. Disability
Kaji tingkat kesadaran dengan GCS (Glasgow Coma Scale), respon nyeri,
respon verbal dan reaksi pupil.
e. Exposure
Pengkajian terhadap suhu serta adanya injury atau kelainan lainnya, serta
kondisi lingkungan yang ada disekitar pasien.

2. Pengkajian Sekunder
Pengkajian sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan
secara head to toe dari depan hingga belakang. Pengkajian sekunder hanya
dilakukan setelah kondisi pasien mulai membaik, dalam artian tidak mengalami
syok atau tanda-tanda syok mulai membaik. Hal- hal yang perlu dikaji pada
pasien asma antara lain :
a. Anamnesis
Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk
mengumpulkan berbagai informasi yang diperlukan untuk menyusun
strategipengobatan. Gejala asma sangat bervariasi baik antar individu
maupun pada diri individu itu sendiri (pada saat berbeda), dari tidak ada
gejala sama sekali sampai kepada sesak yang hebat yang disertai gangguan
kesadaran.

Keluhan dan gejala tergantung berat ringannya pada waktu serangan.


Pada serangan asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya komplikasi,
keluhan dan gejala tak ada yang khas. Keluhan yang paling umum ialah :
Napas berbunyi, sesak, batuk, yang timbul secara tiba-tiba dan dapat hilang
segera dengan spontan atau dengan pengobatan, meskipun ada yang
berlangsung terus untuk waktu yang lama
Anamnesis juga harus meliputi riwayat SAMPLE yang disa
didapatkan dai pasien dan keluarga (ENA, 2012).
S : Sign/symptoms (tanda dan gejala)
A : Alergi (alergi makanan, obat-obatan, cuaca)
M : Medicine (obat-obatan yang dikonsumsi)
P : Past Medical History (riwayat penyakit pasien)
L : Last Oral Intake (makanan yang dikonsumsi terakhir
sebelum ke rumah sakit)
E : Event prior to the illnessor injury (kejadian sebelum
sakit)
b. Pemeriksaan Fisik (Head To Toe)
1) Kepala
Lakukan inspeksi dan palpasi secara keseluruhan apakah trdapat laserasi,
kontusio, ruam, nyeri tekan serta adanya nyeri kepala.
2) Wajah
Inspeksi adanya kesimetrisan kiri dan kanan, dan pucat
3) Mata
Inspeksi ukuran pupil apakah isokor atau anisokor serta bagaimana
refleks terhadap cahaya, apakah konjungtiva anemis, adanya kemerahan,
nyeri serta adanya perdarahan subconjungtival.
4) Hidung
Inspeksi apakah ada penggunaan pernapasan cuping hidung,
penumpukan mucus dan palpasi apakah terdapat nyeri tekan atau tidak.
5) Telinga
Periksa adanya nyeri tekan, menurunnya atau hilangnya fungsi
pendengaran.
6) Mulut dan faring
Inspeksi mukosa bibir, warna, kelembaban, posisi lidah, dan apakah ada
nyeri tekan.
7) Leher
Kaji adanya keluhan disfagia (kesulitan menelan), deviasi trakea, dan
palpasi adanya nyeri.
8) Thoraks
Inspeksi dinding dada, apakah simetris atau tidak, kaji frekuensi dan
kedalaman pernapasan, apakah menggunakan otot bantu pernapasan dan
kelainan bentuk dada. Palpasi taktil fremitus dan ekspansi dada, selain itu
periksa adanya abnormalitas seperti massa atau krepitus tulang dada.
Perkusi untuk mengetahui hipersonor dan keredupan. Auskultasi
dilakukan pada seluruh lapang paru, baik secara anterior maupun
posterior pada pasien dengan asma bronchial biasanya didapatkan bunyi
napas (ronchi, mengi, wheezing) dibagian dinding dada sisi apeks paru.
9) Abdomen
Kaji apakah ada distensi abdomen,auskultasi bising usus, perkusi
abdomen untuk mendapatkan nyeri tekan lepas. Palpasi untuk
mengetahui apakah ada kekauan dan nyeri tekan pada abdomen.
10) Ekstremitas
Kaji apakah ada edema pada ekstremitas, apakah ada nyeri tekan
11) Neurologis
Pemeriksaan meliputi pemeriksaan tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi
pupil, pemeriksaan motoric dan sensorik

c. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium (sputum)

 Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan)


dari cabang bronkus.
 Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
 Netrofil dan eosinopil yang terdapat padasputum, umumnya
bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang
terdapat mucus plug.
2) Pemeriksaan darah
 Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula
terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
 Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
 Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas
15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
 Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari
IgE pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari
serangan.
3) Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu
serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni
radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta
diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka
kelainan yang didapat adalah sebagai berikut :
 Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak- bercak di hilus akan
bertambah.
 Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran
radiolusen akan semakin bertambah.
 Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada
paru
 Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
 Bila terjadi pneumonia mediastinum,pneumotoraks, dan
pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran
radiolusen pada paru-paru (Nurarif, 2015
3. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan kegawatdaruratan yang dapat muncul pada pasien
dengan Asma Bronchial dalam buku SDKI adalah sebagai berikut :
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
sekresi yang tertahan.
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
(kelemahan otot bantu napas).
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane
alveolus-kapiler
d. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan peningkatan tekanan darah.
e. Risiko cedera yang ditandai dengan faktor risiko internal hipoksia jaringan
(PPNI T. P., 2016)
4. Intervensi keperawatan

Diagnosis Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan


(SDKI) Hasil (SLKI) (SIKI)
Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif Bersihan Jalan Napas Manajemen Jalan
Definisi : Setelah dilakukan Napas
Ketidakmampuan untuk membersihkan tindakan keperawatan Tindakan
sekresi atau selama 1x6 jam Observasi :
obstruksi dari saluran pernafasan untuk diharapkan pasien  Monitor pola napas (frek,
mempertahankan kebersihan jalan nafas. mampu membersihkan kedalaman, dan usaha
Penyebab : secret atau obstruksi napas)
Fisiologis jalan napas untuk  Monitor bunyi napas
mempertahankan tambahan (gurgling,
 Spasme jalan napas kepatenan jalan napas. mengi, wheezing, ronkhi
 Hipersekresi jalan napas Dengan kriteria hasil : kering)

 Disfungsi neuromuskuler  Monitor jumlah

 Benda asing dalam jalan napas  Batuk efektif sputum

 Sekresi yang tertahan meningkat


 Produksi sputum Terapeutik :
 Hiperplasia dinding jalan napas
menurun  Pertahankan kepatenan
 Proses infeksi
 Mengi menurun jalan napas dengan head tilt
 Respon alergi
 Wheezing menurun dan chin lift (jaw thrust jika
 Efek agen farmakologis (anastesi)
 Dispnea menurun dicurigai traima servikal)
 Ortopnea menurun  Posisikan semi fowler atau
Situasional
 Sianosis menurun
 Merokok aktif fowler
 Merokok pasif  Gelisah menurun  Berikan minum hangat
 Terpajan polutan  Frekuensi napas  Lakukan fisioterapi dada,
membaik jika perlu
Gejala dan Tanda  Pola napas  Lakukan penghisapan
Mayor membaik lendir kurang dari 15 detik
Subjektif -> Tidak tersedia  Berikan oksigen, jika perlu

Objektif Edukasi :

 Batuk tidak efektif  Ajarkan teknik batuk

 Tidak mampu batuk efektif

 Sputum berlebih Mengi, wheezing,


ronkhi kering Kolaborasi :
 Kolabaorasi pemberian

Gejala dan Tanda Minor bronkodilator,

Subjektif ekspektoran, mukolitik,

 Dispnea jika perlu

 Sulit bicara
 Ortopnea

Objektif
 Gelisah
 Sianosis
 Bunyi napas menurun
 Frekuensi napas berubah
 Pola napas
berubah
Pola Nafas tidak Pola Napas Pemberian Obat Inhalasi
efektif Definisi : Inspirasi atau Setelah dilakukan Tindakan
ekspirasi yang tidak memberkan tindakan keperawatan
ventilasi yang adekuat selama 1x6 jam Observasi :
Penyebab diharapkan  Identifikasi
ekspirasi/inspirasi dapat kemungkinan alergi,
 Depresi pusat pernapasan memberikan ventilasi interaksi dan
 Hambatan upaya napas (mis. yang adekuat. kontraindikasi obat
Nyeri saat bernapas, kelemahan Dengan Kriteria Hasil :  Verifikasi order
otot pernapasan) obat sesuai indikasi
 Deformitas dinding dada  Ventilasi semenit  Periksa tanggal
 Deformitas tulang dada meningkat kadaluwarsa obat

 Gangguan neuromuskular  Tekanan ekspirasi  Monitor tanda

 Gangguan neurologis (EEG positif, meningkat vital dan hasil

cedera kepala,gangguan kejang)  Tekanan inspirasi laboratorium sebelum

 Imaturitas neurologi meningkat pemberian obat, jika


 Dyspnea menurun perlu
 Penurunan energi
 Penggunaan otot  Monitor efek
 Obesitas
bantu napas terapeutik obat
 Posisi tubuh yang menghambat
menurun
ekspansi paru
 Ortopnea menurun Terapeutik :
 Sindrom hipoventilasi
 Pernapasan pursed  Lakukan prinsip
 Kerusakan inervasi
lip menurun enam benar (pasien,
diafragma(sarafC5 keatas)
 Pernapasan cuping obat, waktu, dosis,
 Cedera medula spinalis
hidung menurun rute dan dokumentasi)
 Efek agenfarmakologis
 Frekuensi napas  Kocok inhaler
 Kecemasan
membaik selama 2-3 detik

 Kedalaman napas sebelum digunaka


Gejala dan Tanda Mayor
membaik  Lepaskan penutup
Subjektif
 Ekskursi dada inhaler dan pegang

membaik terbalik
 Dispsnea
 Posisikan di dalam
 Objektif
mulut mengarah ke
tenggorokan dengan
 penggunaan otot bantu napas
bibir ditutup rapat
 Fase ekspirasimmemanjang
 Pola napas abnormal
(takipnea, bradipnea, hiperventilasi, Edukasi :
kussmaul, dan cheyne-stokes)  Anjurkanbernapas
lambat selama
 Gejala dan Tanda Minor penggunaan nebulizer
Subjektif  Anjurkan menahan napas
 Ortopnea selama 10 detik
 Anjurkan ekspirasi
 Objektif lambat melalui hidung
 Pernapasan pursed lip atau bibir mengkerut
 Pernapasan cuping hidung  Ajarkan pasien dan
 Diameter thorax anterior posterio keluarga tentang cara
meningkat pemberian obat

 Ventilasi semenit menurun  Jelaskan jenis obat,

 Kapasitas vital menurun dan dalam alasan pemberian,

 Tekanan ekspirasi menurun tindakan yang


diharapkan dan efek
 Tekanan insprasi menurun
samping obat
 Ekskursi dada berubah

Gangguan Pertukaran gas Definisi : Pertukaran Gas Setelah Pemantauan Respirasi


Kelebihan atau kekurangan dalam dilakukan tindakan Tindakan
oksigenasi dan atau pengeluaran keperawatan selama Observasi :
karbondioksida di dalam membran 1x6 jam diharapkan
kapiler alveoli oksigen atau eliminasi
 Monitor
Penyebab : karbondioksida pada
frekuensi, irama,
membrane alveolus
 Ketidakseimban gan ventilasi- kedalaman dan upaya
kapiler dalam batas
perfusi napas
normal
 Perubahan membrane alveolus-  Monitor pola napas
Dengan Kriteria Hasil
(bradipnea, takipnea,
kapiler  Tingkat kesadaran hiperventilasi, kusmaul
 Gejala dan Tanda meingkat cheyne- Stokes, biot
Mayor  Dyspnea menurun dan ataksik.
Subjektif  Bunyi napas  Monitorkemampuan
 Dispnea tambahan menurun batuk efektif
 Pusing menurun  Monitor adanya sputum
Objektif  Penglihatan kabur  Monitor adanya
 PCO2 meningkat/men urun menurun sumbatan jalan napas
 PO2 menurun  Diaforesis menurun  Palpasi kesimetrisan
 Takikardia  Gelisah menurun ekspansi paru
 pH arteri meningkat/men urun  Napas cuping  Monitor saturasi
 Bunyi napas tambahan hidung menurun oksigen

 PCO2 membaik  Monitor nilai AGD


Gejala dan Tanda Minor  PO2 membaik  Monitor hasil x- ray
Subjektif  Takikardia membaik thoraks
 Pusing
 pH arteri membaik
 Penglihatan Kabur Terapeutik :
 Sianosis menurun
 Atur interval
 Pola napas membaik
Objektif pemantauan respirasi
 Warna kulit
 Sianosis sesuai kondisi pasien
membaik
 Diaphoresis  Dokumentasikan hasil

 Gelisah pemantauan

 Napas cuping hidung


Edukasi :
 Pola napas abnormal (cepat/lambat,
 Jelaskan tujuan dan
regular/ireguler, dalam/dangkal)
prosedur pemantauan
 Pucat kebiruan
 Informasikan hasil
 Kesadaran menurun
pemantauan, jika perlu.

Perfusi perifer tidak efektif Perfusi perifer tidak Perfusi perifer tidak
Defisini : Penurunan sirkulasi efektif efektif
darah pada level kapiler yang dapat Setelah dilakukan Perfusi Perifer Pemantauan
mengganggu metabolisme tubuh. tindkan keperawatan Tanda
Penyebab : selama 1x6 jam Vital Tindakan
diharapkan Observasi :
keadekuatan aliran
 Hiperglikemia  Monitor tekanan darah
darah pembuluh darah
 Penurunan konsentrasi  Monitor nadi
distal untuk
hemoglobin (frekuensi, kekuatan
mempertahankan
 Peningkatan tekanan darah dan irama).
jaringan.
 Keurangan volume cairan  Monitor pernapasan
Dengan Kriteria Hasil :
 Penuruna aliran arteri atau vena (kedalaman dan
 Kurang terpapar informasi  Denyut nadi perifer frekuensi).

tentang faktor pemberat meningkat  Monitor suhu tubuh.

 Kurang terpapar informasi tentang  Warna kulit pucat

proses penyakit menurun Terapeutik :

 Kurang aktivitas fisik  Pengisian kapiler  Dokumentasikan hasil


membaik pemantauan.

Gejala dan tanda  Akral membaik

mayor :  Turgor kulit Edukasi :

Subjektif : tidak tersedia membaik  Jelaskan tujuan dan


 Tekanan darah prosedur tindakan
Objektif : sistolik membaik  Informasikan hasil
 Pengisian kapiler >3 detik  Tekanan darah pemantauan, jika perlu

 Nadi perifer tidak teraba diastolic membaik

 Akral dingin
 Warna kulit pucat
 Turgor kulit menurun

Gejala dan Tanda


Minor
Subjektif
 Parastesia
 Nyeri ekstremitas (klaudikasi
intemitten)

5. Evaluasi
Evaluasi adalah hasil yang didapatkan dengan menyebutkan item-item atau
perilaku yang diamati dan dipantau, untuk menentukan pencapaian hasil dalam
jangka waktu yang telah ditentukan (Doenges, 2000)/ Evaluasi bertujuan untuk
menilai hasil akhir dari seluruh intervensi keperawatan yang telah dilakukan,
dengan cara yang berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga
kesehatan lainnya, dituliskan dalam catatan perkembangan yang berfungsi untuk
mendokumentasian keadaan klien, baik berupa keberhasilan maupun
ketidakberhasilan berdasarkan masalah yang ada.
Evaluasi ini dapat bersifat formatif yaitu evaluasi yang dilakukan secara terus
menerus, untuk menilai hasil tindakan yang dilakukan, yang juga disebut tujuan
jangka pendek. Dan dapat pula bersifat sumatif yaitu evaluasi yang dilakukan
sekaligus pada akhir dari semua tindakan keperawatan, yang disebut dengan
mengevaluasi pencapaian tujuan jangka panjang.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. KASUS.

05 Februari 2023

Pasien Ny. D dijeput menggunakan ambulance ke rumahnya. Pasien masih dapat berjalan ke
dalam ambulance dengan nafas yang tersengal- sengal. pasien mengatakan sesak nafas sejak
pagi ini disertai napas berat dan bunyi ngik-ngik setelah membersihkan tolet dengan bayclin.
Pasien mengirp bau bayclin kemudian mual dan muntah banyak setelah itu sesak berat. Saat
di jemput dengan ambulance pasien tidak bisa berkata-kata lebih nyaman jika duduk sedikit
gelisah ada batuk berdahak. Pasien ada riwayat ashma dengan serotide.

B. PENGKAJIAN

Identitas Pasien
Nama : Ny. D
Umur : 51 tahun 3 bulan
Agama : Katolik
No.RM : 1011xxxx
Dx.Medis : Asma attack serangan berat
Alamat : Cibubur
Penanggung jawab : Keluarga

Pengkajian Data Dasar


 Keadaan Umum : Sakit berat dengan serangan Ashma berat
 Tingkat Kesadaran : Compos mentis
 Keluhan Utama : Sesak nafas, ashma kambuh
 Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat ashma
 Riwayat Penyakit Sekarang : Ashma berat
 Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada
 Alergi : Tidak ada
 Obat rutin pasien :
o Serotide
 Primary Assesment
Airway : Tidak ad sumbatan jalan nafas, tidak ada lidah jatuh kebelakang.
Tidak ada benda asing pada jalan nafas. Tidak ada edema pada
daerah mulut. Tidak ada suara tambahan seperti gurgling, atau
stridor yang membat jalan nafas tersumbat .
Breathing : Nafas pasien spontan, sesak nafas ada, penggunaan otot bantu
nafas,pernafasan pasien 40x/ menit. Pasien tampak gelisah
saturasi 90%. Tederngar suara nafas pasien ngik-ngik,
pernafasna cuping hidung ada
Circulation : CRT >2 detik, TD: 135/72 mmHg, HR:109 akral teraba dingin, suhu
tubuh pasien 36, wrna kulit pucat. Tidak ada perndarahan
Disability : Pasien masih dapay bergerak, walaupun dengan nafas yang sesak. Tidak ada
hambatan dalam mobilisasi, Composmentis, GCS E4M6V5
Exposure : Tidak ada luka di bagian tubuh pasien .
 Secondary Assesment
Pemeriksaan Fisik

 Tekanan Darah : 135/72 mmHg

 Nadi : 109 x/menit

 RR : 40 x/menit

 Suhu : 36 0C

 SpO2 : 90%

 Berat Badan : 69 kg

 Tinggi Badan : 160 cm


 Kepala : mesocephal, tidak ada hematoma
 Mata : pupil isokor, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, reaksi cahaya
+
 Leher : JVP tidak meningkat
 Thoraks : Trachea berada di tengah, apeks kedua pulmo relatif bersih, corakan
vascular kedua paru tak meningkat. Tak tampak infiltrat maupun konsolidasi di
kedua lapang paru, tampak fibrosis tipis di lapang tengahpulmo kanan, sinus
costophrenicus dextra lancip, sinistra relatif tumpul, diafragma dextra et sinistra
licin dan tak mendatar. Cor: CTR = 0.50.. Mediastinum tak melebar. Soft tissue
dan skeletal system yang tervisualisasi tidak tampak kelainan.
o Inspeksi : dada simetris kanan kiri, ada retraksi dinding dada, nafas
pasien cepat dan dangkal
o Palpasi : tidak ada nyeri tekan
o Perkusi : sonor
o Auskultasi : terdapat suara nafas tambangan mengi
 Abdomen:
o Inspeksi : supel
o Auskultasi : bising usus +
o Palpasi : tidak ada nyeri tekan
o Perkusi : timpani
 Ekstremitas : Akral teraba dingin, CRT >2 detik, nadi teraba kuat,
tidak ada kelemahan di extremitas bawah atau atas
 Pengkajian nyeri :
o Provocation : tidak ada nyeri
o Quality :-
o Regio :-
o Severity :-
o Time :-

Penilaian Tingkat Nyeri (Numeric Pain Rating Scale)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Score nyeri pada pasien: 0 (tidak ada nyeri)
Keterangan:
0: tidak nyeri
1-3: ringan
4-6: sedang
7-10: berat
 Pengkajian Morse Fall Scale :
History Of Falling :No (0)
Secondary Diagnosis :Yes (15)
Ambulatory Aid :No (0)
Intravenous Therapy :Yes(20)
Gait : Normal / Bedrest / Wheelchair (0)
Mental Status :Oriented to own ability (0)
Morse Fall Scale (Total Score) :35 (High Risk, Fall Prevention)

Diagnosa yang muncul pada pasien :


1. Bersihan jalan nafas
Definisi: ketidak mampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan nafas untuk
mempertahankan jalan napas tetap paten
Penyebab :
a. Hipersekresi jalan nafas
b. Respon alergi
Gejala dan tanda mayor
o Mengi, dan whizing
Gejala dan tanda minor
o Dispnea (sesak nafas0
o Sulit bicara
o Gelisah
o Sianosis
o Pola nafas berubah
o Rekuensi nafas berubah
Kondisi klinis terkait
o Ashma
2. Gangguan pertukaran gas
Definisi : kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan atau eliminasi karbon
dioksida pada memberan alveolus
Penyebab:
o Ketidak seimbangan ventilasi –perfusi
o Perubahan memberan alveolus-kapiler
Gejala dan Tanda Mayor:
o Dispnes
o Pc02 meningkat/menurun
o PO2 Menurun
o Takikardia
o Ph arteri meningkat/menurun
o Bunyi nafas tambahan
Gejala dan Tanda Minor:
o Sianosis oreisis
o Gelisah
o Nafas cuping hidung
o Pola nafas abnormal
Kondisi Klinis Terkait:
o Ashma

3. Pola Nafas Tidak efektif


Definisi: adalah inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi
adekuat
Penyebab:
o Hambatan upaya napas (mis. nyeri saat bernapas, kelemahan otot
pernapasan)
Gejala dan Tanda Mayor
o Dispnes
o Pola nafas abnormal
Gejala dan Tanda Minor:
o Nafas cuping hidung
Kondisi Klinis Terkait:
Ashma

4. Resiko jatuh
Definisi: berisiko mengalami kerusakan fisik dan gangguan kesehatan akibat
terjatuh.
Penyebab :
o Pasien sendiri tidak ada yang menemani
o Kekuatan otot menurun (lemas)
o Diagnosa medis lebih dari 2
ASUHAN KEPERAWATAN

No Data dan Diagnosa Luaran yang diharapkan Rencana tindakan


1 Diagnosa : Bersihan jalan Bersihan jalan nafas Manajemn jalan nafas
nafas tidak efektif b.d Respon
alergi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Observasi
1x5 jam, diharapkan kepatenan jalan nafas 1. Monitor pola napas
DS : pasien mengtakan batuk pasien meningkat dengan indikator: 2. Monitor bunyi napas
berdahak, dan nafas tersengal- tambahan
sengal. Batuk dirasakan sejak  Batuk efektif 3. Monitor sputum
kemarin dan terasa banyak meningkat (jumlah, warna,
dahaknya  Produksi sputum aroma)
menurun Terapeutik
DO: pasien tampak batuk,  Wheezing 1. Posisikan semi fowler
terdengar sura pasien yang menurun atau fowler
banyak dahak. Ada suara 2. Berikan minum hair hangat
tambahan whezing
TD 135/72 mmHg Edukasi
N 109 x/mnt 1. Jelaskancara dan teknik batuk efektif
P 40 x/mnt
S 36,5 ºC Kolaborasi
SpO2 90% 1. Kolaborasi pemberian bronkodilator
2.

2 Diagnosa: Pola Nafas tidak Mobilitas fisik Pemberian Obat Inhalasi Tindakan
efektif berhubungan Observasi
dengan hambatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Identifikasi kemungkinan alergi, interaksi
upaya 1x5 jam, diharapkan pola nafas pasien dan kontraindikasi
membaik dengan indikator: obat
DS: Psien mengtakan pasien 2. Periksa tanggal kadaluwarsa obat
mengatakan sesak nafas sejak  Penggunaan otot bantu napas
pagi ini disertai napas berat menurun Terapeutik
dan bunyi ngik-ngik.  Pernapasan 1. Lakukan prinsip
cuping hidung enam benar
DO:keadaan umum sakit menurun (pasien, obat,
sedang, naas pasien tersengal  Frekuensi napas waktu, dosis, rute
sengal. Pasien tanpak lelah dan membaik dan dokumentasi) Fasilitasi aktivitas
pernafasan cuping hidung ada  Kedalaman
TD 135/72 mmHg napas Edukasi
N 109 x/mnt 1. Anjurkan bernapas
P 40 x/mnt lambat dan dalam
S 36,5 ºC selama
SpO2 90% penggunaan
nebulizer
2. Jelaskan jenis
obat, alasan
pemberian,
tindakan yang
diharapkan dan Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
3 Diagnosa : Risiko jatuh Tingkat jatuh Pencegahan jatuh

DS: pasien mengatakan lemas, Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Observasi
dan sesak nafas 1x5 jam, diharapkan tingkat jatuh pasien 1. Identifikasi faktor risiko jatuh
berkurang dengan indikator: Terapeutik
DO: pasien tampak lemas, 1. Orientasi ruangan pada pasien dan keluarga
pasien sendiri tidak ada yang  Jatuh dari tempat tidur menurun 2. Pastikan roda tempat tidur dan kursi roda selalu
menemani  Jatuh saat dipindahkan menurun dalam keadaan terkunci
Morse fall score 35 (risiko 3. Pasang siderail tempat tidur
sedang) 4. Atur tempat tidur mekanis dalam posisi rendah
Edukasi
1. Anjurkan memanggil perawat jika membutuhkan
bantuan untuk berpindah
2. Anjurkan menggunakan alas kaki yang tin
3. dak licin
Gannguan pertukaran gas Pertukaran Gas Terapi oksigen:
b.d Perubahan Setelah dilakukan 1. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
membrane tindakan keperawatan 2. Monitor ketepatan aliran oksigen
alveolus-kapiler selama 1x5 jam 3. Kolaborasi dlam pemberian obat-obatan
diharapkan oksigen atau 4. Verifikasi order obat sesuai dengan idikasi
DS : pasien mengatakan sesak eliminasi 5. Jelaskan jenis obat yang akan di berikan
sejak tadi pagi sejak karbondioksida pada 6. Ambil spesimen darah arteri untuk pemeriksaan
menghirup aroma byclin. membrane alveolus AGD
Sudah menggunakan obat kapiler dalam batas 7. Berikan oksigen sesuai indikasi
ashma tapi tidak berkurang normal. Dengan kriteria hasil :
1. Dispnea berkurang
Do : Pasien tanpak sesak, 2. Takikardia menurun
pernafasan cepat dan dangkal. 3. Ph arteri membaik
Pernafasan cuing hidung ada, 4. Oksigen dalam tubuh membaik
saturasi O2 90%
Implementasi

Tanggal Implementasi Evaluasi


dan Jam

05/02/2023 1. Menerima panggilan ambulace ke lokasi S: pasien mengatakan sesak sudah berkkurang, batuk
Hasil: dr handri, Ns Reza, dan indah menuju lokasi masih ada, sudah bisa mengeluarkan dahak walaupun
07.55
belum banyak
08.20 2. Sampai lokasi -> mencari keberadaan pasien
Hasil: Posisi pasien di rumah sendiri, pasien di bant
oleh Ns reza untuk ke ambulance O : Keadaan umum sakit sedang, kesdran composmteis
08.22 GCS 15, akral terab hangat. Pulse arteri teraba kuat.
3. Melakukan pengkajian ABC Pernafasan cuping hidung tidak ada, tidak menggunakan
Hasil : keadana umum sakit sedang, kesdran otot bantu nafas. sh 36,7 RR 23 ND 110 Nd 117/60 Spo2
composmteis GCS 15. Tidak ada sumbatan di jalan 98% dengan binasal 3 lpm
nafas. Pasien bernafas tampak tersengal-sengal dan
sesekali memegangi dadanya. Terdengr suara mengi dari
nafas pasien , sesekali terdengar pasien batuk. Nadi A: Masalah keperawatan pola nafas, sudah teratasi
teraba kuat dan cepat. Pasien masih bisa mengikuti
Masalah keperawatan risiko jatuh, bersihan jala nafas, dan
instruksi dari dokter ataupun perawat
gangguan pertukaran gas belum teratasi
08.23
4. Memberikan teapi ssemi fowler dan memasang monitor
tensi dan saturasi pasen P : Intervensi di lanjutkan di rawat inap
Hasil : sudah diberikan posisi semi fowler, pasien
08.23 Observasi
mengatakan masih tidak nyaman, terpantau satursi
08.25 pasien 90%, pernafasan 40x/menit  Monitor pola nafas
 Monitor bunyi nafas tambahan
5. Memberikan posisi fowler  Monitor kepatenan aliran oksigen
08.27 Hasil : pasien sudah di posisikan fowler Tindkan
6. Berkolaborasi dalam memberikan terapi nasal oksig en  Posisikan semi fowler/fowler
Hasil: terapi oksigen 5 LPm sudah diberikan -> saturasi  Berikan minum hangat
pasien naik menjadi 95% nadi 108x/menit  Kolaborasi dengna fisioterapi terkait pemberian
inhalasi
08.28
7. Berkolaborasi dalam pemberian terapi epineprin  Edukasi ulang terkait resiko jatuh, karena pasien
Hasil: sudah diberikan terapi epinefrin 0,3 cc im di sendiri tidak ada yang menemani
lengan kanan atas pasien  Mendekatkan bel ke pasien
08.40
8. Memasang pengaman handrail  Jelaskan obat yang akan di berikan
Hasil : handrail sudah terpasnag

9. Mengobservasi pola nafas pasien Intruksi dr Agus sp.P (K)


08.42 Hasil: pasien mengatakan sesak sudah sedikit berkurang,  drip aminophilin 240 mg dalam RL 500cc/12 jam
saturasi pasien meningkat 99% Nd 128 TD 92/64  medixon 3x62,5 mg iv
 inhalasi combivent 4x
08.45 10. Ambulance tiba di IGD  inhalasi pulmicord 2x
Hasil : Menempatkan pasie di bed 6, dan memasang  cravit 1x750mg iv drip
elektroda untuk memonitor TTV pasien  flumucyl 3x1 amp

08.47 11. Memonitor saturasi pasien tanpa o2


Hasil : satursi pasien 92% room air

12. Berkolaborasi dalam memberikan oksigen dan


memantau saturasi
Hasil: terapi oksigen sudah diberikan 5 lpm -> saturasi
08.50 pasien naik hingga 96 %

13. Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberikan inhalasi


pasien
Hasil : sudah di lakukan double cek dengan pihak
08.55
farmasi dalam pemberian obat inhalasi ventolin dan
pulmicord -> terapi sudah diberikan ke pasien dan sudah
mengidnetfikasi pasien

14. Melakukan edukasi ke pasien jika selama di lakukan


nebulizer bernafas diusahakan lambat agar efektifitas
08.57
obat dapat dihirup dengan baik . menginfoka ke pasien
jika membutuhkjan bantuan pencet bel
Hasil : pasien mengerti

09.00
15. Melakukan pemasangan infus
Hasl: sudah dilakukan pemasangan infus di metacarpal
sinistra no 20 oleh Ns Atta, dan menampung sample
09.03
darah untuk cek lab

16. Mengidnetfikasi pasien, dan berkolaborasi dalam


pemberian terapi injeksi
09.34 Hasil: pasien dapat menyebutkan nama dan tanggal
lahir. Terapi sudah diberikan, arcolae iv, narfoz 8 mg iv,
dan Mp 125 mg iv
09.40
17. Memberikan air hangat ke pasien
Hasil: air sudah diberikan
09.55

18. Menjelaskan cara dan teknik batuk efektif


Hasil: Pasien mampu batuk efektif, tetapi tidak begitu
bnayak sputumm yang keluar

10.00
19. Mengambil sample darah arteri untuk pemeriksaan AGD
Hasil: sample agd sudah di ambil dan di kirim ke lab
20. Berkolaborasi dalma pemeriksaan ekg
10.20
Hasil: sudah di lakukan perekaman EKG, dr handri
sudah terinfo hasilnya

11.10
21. Menanyakan keluhan pasien saat ini
Hasil : Pasien mengatakn sesak sudah berkurang banyak,
batuk masih ada dan banyak dahaknya. Pernafasna
pasien 25 SPO2 100% denga binasal 3 lpm
11.30
22. Menerima hasil AGD
Hasil: ph 7,48 Pco2 31, po2 194,7 o2 99%, hco3 23,3,
co2 total 24,3, BE 1,0. AaDo2 0,0. Fio2 618 -> dr handri
sudah terinfo
11.35

23. Berkolaborasi dalam pemberian inhalasi


Hasil : terapi inhalasi comivent dan pulmicord sudah
11.37
diberikan

24. Menerima info dari dr handri pasien sudah boleh


mebgurus rawat inap
11.45 Hasil : pasien sendiri, sudah dibantu admin untuk
mengurus ranap

25. Mengobservasi pernafasan pasien


Hasil : pernafasan cuping hidung sudah tidak ada, sesak
sudah berkurang, pasien tampak jauh lebih tenang.

26. Menerima berkas rawat inap


Hasil : -

27. Mengukur TTv pasien sebelum ranap


Hasil : sh 36,7 RR 23 ND 110 Nd 117/60 Spo2 98%
dengan binasal 3 lpm

28. Mengantar pasien ke rawat inap


Hasil : Melakukan serah terima dengan Ns Bella
BAB IV

PEMBAHASAN KASUS
A. pengkajian
Pada pasen ny. D pengkajian riwayat kesahtaan di dapatkan terdapat bunyi suara
nafas tambahan (wheezing), pernafasan 40 kali permenit. Irama nafas cepat, pasien
sesak nafas dan batuk berdahak. Pasien kesulitan mengeluarkan dahaknya. Tekanan
darah pasien 135/87/ respirasi 40 kali permenit nadi 109 kali permenit suhu 36C
Gejala asma menurut PPDI (2003), penyakit asma ditandaidengan berupa batuk sesek
nafas, wheezing (mengi). Gjala biasnaya timbul atau memburuk terutama malam atau
dini hari asma sering terjadi pada malam hari dan saat udara dingin, biasanya di muali
mendadak dengan gelaja batuk dan ras tertekan di dada, disertai dengan sesak nafas
(dsypnea) dan mengi. Menurut (prince & wilson,2006) penyakit asma juga ditandai
dengan akan timbul mengi yang merupakan ciri khas asma saat pasien memaksaan
udara keluar. Biasanya juga di ikti batuk produktifdengan sputum berwarna keputih-
putihan. Menurut (smeltzer,2012) ciri khas pada ashma bronkhial adalah terjadinya
penyempitan brongkus yang disebakan oleh spasme atau kontraksi otot-otot polos
bronkus, dan hiperseresi mukosa /kelenjar.
Hasil analisa peneliti ddalam kasus terdapat kesamaan yaitu di temukan suara megi,
dan keluhan batuk pada pasien yang merupakan ciri khas dari gelaja asma. Hasl ini di
sebakan oleh penyempitan saluran nafas yang terjadi.
Pada pasien ny D dikatakan serangan asma kali ini disebabkan oleh terhirupnya uap
abyclin pda saat pasien ingin membersihkan toilet kamar mandi. Ketika serangan
muncul maka timbul gejala lain seperti mual, muntah, batuk, dan sesak nafas yang
berat.
B. Diagnosa
Diagnosa keerawtaan adalah pernyataan yang mengambarakan respon aktual atau
potensial pasien terhadap masalah keshatan dimana perawat mempunyai lisensi dan
kemampuan untuk mengatasinya (Potter&perry,2005)
Penulis menergakan diagnosis bersihan jalan nafas tidak efektif, pola nafas tidak
efektif, gangguan pertukaran gas dan resiko jatuh. Sesuai dengan teori diagnos ayang
penulis temukan sama dengan yang ada di teori. Namun ada satu diagnosa tambahan
yaitu resiko juh mengingat pasien sata ini tidak ada yang menemani, standar dari rs
jika pasien yang terdiagnosis medis lebih drai 1 diagnosis makan akan meningkatkan
angka dari penilaian resiko jatuh pasien.
C. Intervensi
Intervensi adalah kategori dari prilaku keperawata yang tujuanya berpusat pada
pasien atau klien dari hasil pemikiran ditetapkan dan intervendi keperawatan dipilih
untuk mencapai tujuan tersebut. Pada saat pasien sednag di unit gawat darurat maka
diharapkan maslaah keperawtan 1x5 jam dapat teratasi dengan tindakna keperawtaan
yang sudah berkolaborasi dengan dokter. Ada pun intervensi yang dilakukan openulis
adalah, monitor pola nafas, monitor frekuensi nafas, nberikan iar hangat, berikan
inhalasi, kolaborasi pemberian terpai memmberikan posiis fowler atau semi fowler,
dan terapi oksigen sesuai kebutuhan pasien.
D. Implemetasi
Implementasi adalah serangkaian kegiatan yang dilaukan oleh perawat untuk
membnatu klien dari maslah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehtan yang
lebih baik, yang mengambarkan kriteria hasil yang di harapkan. Pada kasus ini,
implementasi dapat dilakukan ke pasien dengan kolabrasi dengan dokter.
E. Evaluasi
Evaluasi keperawtan dilaukan untuk menialia apakah hasil dari intervesi keperawtan
yangs udah dilakukan sudah efektif untuk kesehatan pasien atau tidak. Selah
dilakukan implementasi krang dari 5 jam di ruang unit gawat darurat, maka senosis
keperawtan dapat tertasi seperti pola nafas tidak efektif, intervsi atau diagnosa yang
belum berhasil di lakukan selama di unit gawat darurat akan di lanjtkan di rawat inap
BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada pasien asma bronkial pada ny.D
dengan diagnosa yang telah di susun di ruang unit gawat darurat penulis menarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Pada kasus dan teori dapat memiliki banyak kesmaan yaitu ditemukan sura
tambahan nafas seperti wheezing atau mengi, batuk, mual, dan muntah pada
pasien. Pernfasna pasien yang cepat yaitu 40 kali permenit
2. Sesuai dengan pengkajian di atas maka ditemukan maslaah keprawtan bersihan
jalan nafas tidak efektif, pola nafas tidak efekti, gangguan pertukaran gas,
3. Dalam pelaksanaan ini peulis dapat melaukan tindakan keprawtan yang sesuai
dengan intevensi yang telah di susun
4. Setalah dilakukan intervensi keperawtan makan tidak banyak diagnosa yang
dapat terselesiakn semuanya dikarenakna wkatu yang kurang cukup, mengingat
penulis mengambil kasus ini pada saat bertugas di IGD
DAFTAR PUSTAKA

Derrickson, G. J. (2014). Dasar Anatomi dan Fisiologi. Jakarta: EGC.

Djojodibroto, D. (2017). Respirology (Respiratory Madicine) Edisi 2. Jakarta: EGC.

Doenges, M. E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan


Pendokemntasian Perawatan Pasien. Indonesia : Kedokteran EGC.

ENA. (2012). Emergency Nursing cCare Competention. Emergency Nursing Association.

Fulde, G. (2013). Emergency Medicine The Principles Of Pactice Sixth Edition. Australia:
ELSEVIER.

GINA. (2018). Global Initiative For Asthma.

Heneberger. (2011). Mortality by Cause for 8 region of the world : Global Burden of Disease
Vol 349 No.5. Journal Of The American Association .

Jauhar, T. B. (2013). Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap Menjadi Perawat Profesional.


Jakarta: Prestasi Pustakaraya.

Manurung, N. (2016). Aplikasi Asuhan Keperawatan Sistem Respiratory. Jakarta: Trans Info
Media.

Nair, I. P. (2011). Fundamentals of Anatomy and Physiology For Nursing and Healthcare
Students. Jakarta: Wiley Blackwell.

Nurarif, A. H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis NANDA dan
NIC NOC. Yogyakarta : MediaAction.

Oktaviani, K. (2021). Diaphragm Breathing Exercise Influence On Bronchial Asthma Attacks In


Bengkulu City. Jurnal Vokasi Keperawatan (JVK) Volume 4 No 2 Desember Program
Study Of Nursing Universitas Bengkulu, 394.

PPNI, S. D. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP PPNI .
PPNI, T. P. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP PPNI.

Putri, A. S. (2014). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan Dewasa Teori dan
Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika.

Sari, S. W. (2021). Asuhan Keperawatan Pasien Asma Bronkhial Dalam Pemenuhan Kebutuhan
Oksigenasi. Fakultas Ilmu Kesehatan, 1-3.

Sherwood, L. (2014). Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Jakarta: Kedokteran EGC.

Suddarth, B. &. (2017). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Tarwoto & Wartonah. (2016). Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan. Salemba
Medika : Jakarta.

Wardani, R. W. (2021). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Asma Bronhial dalam Pemenuhan
Kebutuhan Oksigen. Universitas Kusuma Husada Surakarta, 2-3

Anda mungkin juga menyukai