OLEH :
Nama : Leny Hediatrix Kadato
Nim : 1490123118
B. Pengertian
Asma adalah suatu keadaan kondisi paru – paru kronis yangditandai dengan kesuli
tan bernafas, dan menimbulkan gejala sesak nafas,dada terasa berat, dan batuk
terutama pada malam menjelang dini hari. Dimana saluran pernafasan mengalami
penyempitan karena hiperaktivitas
terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan penyempitan atau peradangan
yang bersifat sementara (Masriadi, 2016).
Asma merupakan penyakit inflamasi kronik pada jalan nafas dan di
karakteristikkan dengan hiperresponsivitas, produksi mukus, dan edema
mukosa. Inflamasi ini berkembang menjadi episode gejala asma yang berkurang
yang meliputi batuk, sesak dada, mengi, dan dispnea. Penderita
asma mungkin mengalami periode gejala secara bergantian dan berlangsung dala
m hitungan menit, jam, sampai hari (Brunner &Suddarth, 2017)
C. Anatomi fisiologi
Menurut Andarmoyo (2012) Anatomi Fisiologi Pernafasan dibagi atas beberapa
bagian, antara lain :
Hidung = Naso =Nasal Merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai
dua lubang yang disebut kavum nasi dan dipisahkan oleh sekat hidung yang
disebut septum nasi. Didalamnya terdapat bulu-bulu hidung yang berfungsi
untuk menyaring udara, debu dan kotoran yang masuk didalam lubang
hidung. Fungsi hidung, terdiri dari:
a. Sebagai saluran pernafasan
b. Sebagai penyaring udara yang dialakukan oleh bulu-bulu hidung
c. Menghangatkan udara pernafasan melalui mukosa
d. Membunuh kuman yang masuk melalui leukosit yang ada dalam selaput
lendir mukosa hidung.
Tekak = Faring Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan
dan jalan makanan. Terdapat di bawah dasar tulang tengkorak, dibelakang
rongga hidung dan mulut sebelah dalam ruas tulang leher. Hubungan faring
dengan organ-organ lain; ke atas berhubungan dengan rongga hidung, ke
depan berhubungan dengan rongga mulut, ke bawah depan berhubungan
dengan laring, dan ke bawah belakang berhubungan dengan esophagus.
Rongga tekak dibagi dalam tiga bagian
a. Bagian sebelah atas sama tingginya dengan koana disebut nasofaring.
b. Bagian tengah yang sama tingginya dengan itsmus fausium disebut
dengan orofaring
c. Bagian bawah sekali dinamakan laringofarin mengelilingi mulut,
esofagus, dan laring yang merupakan gerbang untuk sistem respiratorik
selanjutnya
Pangkal Tenggorokan (Laring) Merupakan saluran udara dan bertindak
sebagai pembentukan suara. Laring (kontak suara) menghubungkan faring
dengan trakea. Pada tenggorokan ini ada epiglotis yaitu katup kartilago
tiroid. Saat menelanm epiglotis secara otomatis menutupi mulut laring untuk
mencegah masuknya makanan dan cairan.
Batang Tenggorokan (Trakea) Trakea (pipa udara) adalah tuba dengan
panjang 10 cm sampai 12 cm dan diameter 2,5 cm serta terletak di atas
permukaan anterior esofagus yang memisahkan trakhea menjadi bronkhus
kiri dan kanan. Trakea dilapisi epitelium fespiratorik (kolumnar bertingkat
dan bersilia) yang mengandung banyak sel goblet. Sel-sel bersilia ini
berfungsi untuk mengelurkan benda-benda asing yang masuk bersam-sama
dengan udara saat bernafas.
Cabang Tenggorokan (Bronkhus) Merupakan kelanjutan dari trakhea, yang
terdiri dari dua bagian bronkhus kana dan kiri. Bronkus kanan berukuran
lebih pendek, lebih tebal, dan lebih lurus dibandingkan bronkus primer
sehingga memungkinkan objek asing yang masuk ke dalam trakea akan
ditempatkan dalam bronkus kanan. Sedangkan bronkus kiri lebih panjang
dan lebih ramping, bronkus bercabang lagi menjadi bagianbagian yang lebih
kecil lagi yang disebut bronkhiolus (bronkhioli).
Paru-paru Paru-paru merupan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri
dari gelembung-gelembung (gelembung hawa = alveoli). Pembagian paru-
paru
a. Paru kanan: terdiri dari 3 lobus, lobus pulmo dekstra superior, lobus media
dan lobus inferior. Masing-masing lobus ini masih terbagi lagi menjadi
belahan-belahan kecil yang disebut segtment. Paru-paru kanan memiliki 10
segment, 5 buah pada lobus 11 superior, 2 buah pada lobus medialis, dan 3
buah pada lobus inferior. b. Paru kiri: terdiri atas 2 lobus, lobus pulmo
sinistra superior, dan lobus inferior. Paru-paru kiri memiliki 10 segment, 5
buah pada lobus superior, dan 5 buah pada lobus inferior.
D. Etiologi
Menurut Global Initiative for Asthma tahun 2016, faktor resiko penyebabasma
bronchial di bagi menjadi tiga kelompok yaitu:
a.Faktor genetik
Atopi/alergi Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya.
Hipereaktivitas bronkus Saluran nafas sensitif terhadap berbagai
rangsangan alergen maupuniritan
Jenis kelamin Anak laki-laki sangat beresiko terkena asma bronchial
sebelum usia14 tahun, prevalensi asma pada anak laki-laki adalah 1,5-2 kali
dibanding anak perempuan
Ras/etnik
Obesitas besitas atau peningkatan/body mass index (BMI), merupakan
faktor resiko asma.
b.Faktor lingkungan
Alergen dalam rumah (tungau debu rumah, spora jamur, kecoa,serpihan
kulit binatang seperti anjing, kucing, dan lain sebagainya).
Alergen luar rumah (serbuk sari, dan spora jamur).
Faktor lain
a. Alergen dari makanan
b. Alergi obat-obatan tertentu
c. Exercise-induced asma
E. Tanda dan gejala
gejala-gejala yang lazim muncul pada asma bronchial adalah batuk dispenea dan
mengi. Selain gejala diatas ada beberapa gejala yang menyertai di antaranya sebagai
berikut (Mubarak 2018)
Takipnea
Gelisa
Nyeri abdomen karna terlibat otot abdomen dalam pernafasan
Kelelahan
Tidak toleran terhadap aktivitas seperti makan berjalan bahkan berbicara
Serangan biasanya bermula dengan batuk dan rasa sesak dalam dada disertai
pernafasan lambat
Ekspirasi selalu lebih susah dan Panjang disbanding inspirasi
Gerakan-gerakan retensi karbondioksida, seperti berkeringat, takikardi, dan
pelebaran tekanan nadi
Serangan dapat berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam dan dapat
hilang secara spontan
F. Patofisiologi
Tiga unsur yang diikut serta pada obstkuksi jalan udara penderita asma
bronchial adalah spasme otot polos edema dan inflamasi memakan jalan nafas dan
edukasi muncul intra minimal, sel-sel radang dan deris seluler. Obstruksi
menyebabkan pertambahan resitensi jalan udara yang meredakan volume ekspirasi
paksa dan kecepatan aliran penutupan premature jalan udara, hiperinflamasi patu.
Bertambanya kerja pernafasan, perubahan sifat elastic dan frekuensi pernafasan
dapat menyebabkan gangguan kebutuhan istirahat dan tidur. walaupun, jalan nafas
bersifat difusi, obstruksi menyebabkan perbedaan suatu bagian dengan bagian lain
ini berakibat perfusi bagian paru tidak cukup mendapat ventilasi yang menyebakan
kelainan gas-gas terutama CO2 akibat hiperventilasi ada respon alergi disaluran
nafas antibodi COE berikatan dengan alergi degrenakulasi sel mati, akibat
degrenakulasi tersebut histomin di lepaskan.Histomin menyebabkan kontruksi otot
polos bronkiolus. Apabila respon histamin juga merangsang pembentukuan mulkus
dan peningkatan permiabilitas kapiler maka juga akan terjadi kongesti dan
pembangunan ruang intensium paru Individu yang mengalami asma mungkin
memerlukan respon yangsensitif berlebihan terhadap sesuatu alergi atau sel-sel
mestinya terlalu mudah mengalami degravitasi dimanapun letak hipersensitivitas
respon peradangan tersebut. Hasil akhirnya adalah bronkospasme, pembentukan
mukus edemadan obstruksi aliran udara (Amin, 2015).
Phatway
Factor pencetus
Alergi idiopatik
G. Pemeriksaan diagnostic
Ada beberapa pemeriksaan yang dilakukan pada penderita asma bronchial
diantaranya (Amin Huda Nurarif & Hardhi Kusuma, 2015)
Spirometer Dilakukan sebelum dan sesudah bronkodilator hirup
(nebulizer/inhaler), positif jika peningkatan VEP / KVP > 20%
SputumEosinofil meningkat
Rontgen ThoraxYaitu patologis paru/komplikasi asma.
.AGD Terjadi pada asma berat, pada fase awal terjadi hipoksemia dan
hipokapnia(PCO2 turun) kemudian pada fase lanjut normokapnia dan
hiperkapnia(PCO2 naik).
Uji alergi kulit, IgE
H. Penatalaksanaan
Menurut (Bruner & Suddarth, 2017) yaitu
Penatalaksanaan Medisa. Agonis adrenergik – beta 2 kerja –pendek.
Antikolinergik.
Kortikosteroid : inhaler dosis – terukur (MDI)
Inhibitor pemodifikasi leukotrien / antileukotriene
Metilxatin
Berhenti merokok.
Aktifitas fisik secara teratur
Mencegah paparan alergen ditempat kerja, di dalam maupun
di luar ruangan
Mencegah penggunaan obat yang dapat memperberat asma.
Tekinik pernapasan yang benar (Breathing Exercise, yoga dan senamas
ma)
Diet sehat dan menurunkan berat badan
Mengatasi stres emosional
Imunoterapi alergi
I. Asuhan keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian mengenai identitas klien dan keluarga mengenai nama,
umur, dan jenis kelamin karena pengkajian umur dan jenis kelamin
diperlukan pada klien dengan asma.
Keluhan utama
Klien asma akan mengluhkan sesak napas, bernapas terasa berat pada
dada, dan adanya kesulitan untuk bernapas
Riwayat penyakit saat ini
Klien dengan riwayat serangan asma datang mencari pertolongan
dengan keluhan sesak nafas yang hebat dan mendadak, dan berusaha
untuk bernapas panjang kemudian di ikuti dengan suara tambahan
mengi (wheezing) kelelahan,gangguan kesadaran, sianosis, dan
perubahan tekanan darah
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit klien yang diderita pada masa- masa dahulu meliputi
penyakit yang berhubungan dengan sistem pernapasan seperti infeksi
saluran pernapasan atas, sakit tenggorokan,sinusitis, amandel, dan polip
hidung.
Riwayat penyakit keluarga
Pada klien dengan asma juga dikaji adanya riwayat penyakit yang sama
pada anggota keluarga klien.
Pengkajian psiko-sosio-kultural
Kecemasan dan koping tidak efektif, status ekonomi yang berdampak
pada asuhan Kesehatan dan perubahan mekanisme peran dalam keluarga
serta factor gangguan emosional yang bisa menjadi pencetus terjadinya
serangan asma.
Pola Resepsi dan tatalaksana hidup sehat
Gejala asma dapat membatasi klien dalam berperilaku hidup normal
sehingga klien dengan asma harus mengubah gaya hidupnya agar
serangan asma tidak muncul
Pola hubungan dan peran
Gejala asma dapat membatasi klien untuk menjalanikehidupannya
secara normal sehingga klien harus menyesuaikankondisinya dengan
hubungan dan peran klien.
Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi yang salah dapat menghambat respons kooperatif pada diri
klien sehingga dapat meningkatkan kemungkinan serangan asma yang
berulang.
Pola Penanggulangan dan Stress
Stress dan ketegangan emosional merupakan faktor instrinsik pencetus
serangan asma sehingga diperlukan pengkajian penyebab dari asma
Pola Sensorik dan Kognitif
Kelainan pada pola persepsi dan kognitif akan mempengaruhikonsep
diri klien yang akan mempengaruhi jumlah stressor sehingga
kemungkinan serangan asma berulang pun akansemakin tinggi.
Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
Kedekatan klien dengan apa yang diyakini di dunia ini dipercayadapat
meningkatkan kekuatan jiwa klien sehingga dapat menjadi
penanggulangan stress yang konstruktif
Pemeriksaan fisik head to toe
Keadaan umum: tampak lemah
Tanda- tanda vital : (tekanan darah menurun, nafas sesak,nadi
lemah dan cepat, suhu meningkat, distress pernafasansianosis)
TB/ BB : Sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan
Kulit (Tampak pucat, sianosis, biasanya turgor jelek)
Kepala (Sakit kepala)
Mata (tidak ada yang begitu spesifik)
Hidung (Nafas cuping hidung, sianosis)
Mulut (Pucat sianosis, membran mukosa kering, bibirkering,
bibir kuning, dan pucat)
Telinga (Lihat sekret, kebersihan, biasanya tidak adaspesifik
pada kasus ini)
Leher (Tidak terdapat pembesaran KGB dan kelenjar tiroid)
Jantung (Pada kasus komplikasi ke endokardititis, terjadi bunyi
tumbuhan)
Paru- paru (Infiltrasi pada lobus paru, perkusi pekak(redup),
wheezing (+), sesak istirahat dan bertambah saat beraktivitas)
Punggung (Tidak ada spesifik)
.Abdomen (Bising usus (+), distensi abdomen, nyeri biasanya
tidak ada)
Genetalia (Tidak ada gangguan)
Ektremitas (Kelemahan, penurunan aktivitas, sianosisujung jari
dan kaki).
b. Analisis data
No Analisis data Etiologi Masalah
1. Data subjektif: Bakteri mycrobakterium Pola nafas tidak efektif
Ibu pasien mengatakan masih sesak nafas tuberusis
Data objektif:
1. Penggunaan otot bantu pernafasan Masuk ke paru paru melalui
2. Fase ekspirasi memanjang udara
3. Pola nafas tidak normal
4. Pernafasan cuping hidung Imum tidak edekuat menjadi
5. Kapisitas vital menurun lebih parah
6. Inspirasi menurun
7. Ekskursi dada berubah Reaksi inflamasi/peradangan
dan termasuk perengkim
paru
Batuk produktif/berdarah
Kerusakan membrane
alveoli, kapiler merusak
pleura,atelaktasis
Sesak napas
4. Data subjektif Factor pencetus Intoleransi aktifitas
Ibu pasien mengatakan anaknya merasa
lemah Antigen yang terakit IGE
Data objektif pada permukaan sel mast
1. Frekuensi jantung meningkat >20% atau basophil
dari kondisi istrahat
2. Tekanan darah berubah>20% dari Mengeluarkan mediator
kondisi istrahat histamin
3. Gambaran EKG menunjukan
aritmia saat/setelah beraktivitas Permiabilitas meningkat
4. Gambaran EKG menunjukan
iskemia Edema mukosa, sekresi
5. Sianosis produktif kontriksi otot polos
meningkat
Hipoksemia
Intoleransi aktifitas
c. Diagnose keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas.
b. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan napas
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbanganantara suplai
dan kebutuhan oksigen
-Jika klien
terpasang alat
bantu
pembebasan
jalan nafas maka
tindakan yg di
lakukan pada alat
bantu adalah
pada mayo
e. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap kelima dari proses keperawatan. Tahap ini
membandingkan tindakan yang telah dilakukan dengan kertiria hasil yang sudah
ditetapkan serta menilai apakah masalah yang terjadi sudah teratasi atau belum
bahakan belum teratasi semuanya. (Sumirah dan budiono, 2016)
DAFTAR PUSTAKA
Brunner et al. 2017. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : BukuKedokte
ran EGC.Global Initiatif for Asthma(GINA). 2017. Global strategy for asthma
managementand
Prevention. Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. 2015. APLIKASI Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-
NOC. Jogjakarta:MediAction.Padila. 2015. Asuhan Keperawatan Penyakit
Dalam. Yogyakarta: Nuha medika.Riyadi, Sujono. 2011. Keperawatan Medikal
Bedah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017.
Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik(1st ed.)
Jakarta: Dewan Pengurus PusatPPNI.Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018.
Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan(Ist ed).
Jakarta: Dewan PengurusPusat PPNI.Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018.
Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawata
n(1st ed.).
Jakarta: DewanPengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN CAIRAN PADA Tn.X
DENGAN DIARE DIRUANGAN PENYAKIT INTERNA PRIA RUMAH SAKIT
IMMANUEL BANDUNG
OLEH :
Nim : 1490123118
1. Pendahuluan
Menurut hierarki maslow kebutuhan cairan merupakan kebutuhan dasar manusia yang
pertama dan harus dipenuh, masalah ini harus segera diatasi karena jika kelebihan
cairan maka akan mengalami beban sirkulasi berlebihan, edema, hipertensi, dan gagal
jantung kongesif. ( hedrman, 2015).
Kebutuhan cairan dan elektrolit merupakan kebutuhan dasar manusia yang pertama dan
harus dipenuhi. Cairan tubuh ialah larutan yag terdiri air dan zat tertentu.
2. Pengertian
Cairan tubuh merupakan larutan yang terdiri dari air dan zat tertentu sedangkan
elektrolit dari zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik yang
disebut ion jika berada di dalam tubuh dan bisa berbahaya jika volume cairan berkurang
atau berlebih.(heswita 2017)
Cairan elekrolit merupakan komponen tubuh yang berperan dalam memelihara fungsi
tubuh dan proses homeostatis, namun demikian besarnya kandungan air tergantung
usia, jenis kelamin, dan kandungan lemak
3. Anatomi fisiologi
1. Arteri
2. Vena
3. Pelvis renalis
4. Medula (sumsum ginjal)
5. Ureter
4. `Etiologi
Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit ( tarwoto
&wartona 2015) adalah
1. Usia : variasi usia betrkaitan dengan luas permukaan tubuh, metabolisme yang
diperlukan, dan berat badan
2. Temperatur lingkungan : panas yang berlebihan menyebabkan berkeringat,
seseorang dapat kehilangan NaCL melalui keringat sebanyak 15-30 g/hari
3. Diet: pada saat tubuh kekurangan nutrisi, tubuh akan memecah cadangan energi,
proses ini menimbulkan pergerakan cairan dari intertisial ke intraseluler
4. Stres : stres dapat menimbulkan peningkatan metabolisme sel, kosentarsi darah
mekanisme ini dapat dapat menimbulkan retensi sodium dan air.proses ini dapat
meningkatkan produksi ADH dan menurunkan produksi urin
5. Sakit : keadaan pembedahan, trauma jaringan, kelainan ginjal dan jantung,
gangguan hormon akan mengganggu keseimbangan cairan, trauma seperti luka
bakar akan meningkatkan kehilangan air melalui IWL, Penyakit ginjal dan
kardiovaskuler sangat mempengaruhi proses regulator keseimbangan cairan dan
elektrolit tubuh. Pasien dengan penurunan tingkat kesadaran akan mengalami
ganguan pemenuhan intake cairan karena kehilangan kemapuan untuk
memenuhinya secara mandiri
5. Patofisiologi
Gangguan kebutuhan cairan sangat beragam dan masing-masing darigangguan tersebut
disebabkan oleh etiologi yang berbeda-beda. Secara normal, tubuh bisa
mempertahankan diri dari ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Namun, padasaat
tertentu tubuh tidak mampu mengatasinya. Ini terjadi apabila kehilangan cairandalam
jumlah yang banyak sekaligus, seperti pada muntah-muntah, diare, berkeringatluar
biasa, luka bakar , pendarahan, dan sebagainya. Dalam ini elektrolit yang pertamayaitu
natrium dan klorida, karena keduanya merupakan elektrolit ekstraselular dalamtubuh.
Biasanya perlu segera diberikan cairan elektrolit. Cairan elektrolit yangsederhana dan
dikenal masyarakat ialah oralit atau larutan gula garam (LGG). Apabila terjadi
ketidakseimbangan cairan elektrolit perlu segera dilakukan tindakan medis khusus.
Pathway
6. Pemeriksaan diagnostik.
1. Pemeriksaan elektrolit
2. Pemeriksaan darah lengkap
3. Pemeriksaan Ph
4. Pemeriksaan berat jenis urin
5. Pemeriksaan AGD ( analisa gas darah )
7. Penatalaksanaan
1. Pengendalian atau pengobatan pada dengan meberi obat obatan sesuai sakit yag
dialami
2. Pada pasien diare ditingkatkan glukosa oral serta larutan elektrolit agar pasien
tidak dehidrasi
3. Terapi cairan intravena untuk pasien yang kehilangan cairan dan dehidrasi
8. Asuhan keperawatan
a. Pengkajian
Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, suku, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor
regoister, diagnosa medis.
Riwayat kesehatan :
Keluhan utama : demam, diare dan disertai muntah
Riwayat penyakit sekarang : pasien mengatakan badannya
panas 2 hari lalu, BAB 5x sehari warna kuning kehijauhan
bercampur lendir, disertai ,untah 2x sehari
Riwayat kesehatan dahulu : tidak ada penyakit dahulu
Riwayat kesehatan keluarga : tidak ada penyakit turunan
Pemriksaan fisik :
Pasien tampak lemas, panas, muntah dan diare
Kesdaran komposmentis
TTV : TD : 80/50 mmHg, N: 112x/menit, S: 39 derajat, RR:
22x/menit
Kepala : simetris tidak ada luka
Mata : simetris, konjungtiva merah muda s, pupil isokor
Hidung : simetris, tidak ada secret, tidak ada luka
Telinga : simetris, telingan bersih, tidak ada luka
Mulut : bibir tampak pucat, mukosa bibir kering, tidak ada luka,
mulut tampak bersih
Leher : simetris, tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid
Dada dan tulang belakang : pergerakan normal, tidak terdapat
nyeri tekan , tampak edema.
Torak : pengembangan dada simetris
Jantung : tidak ada pembesaran jantung
Abdomen : bising usus normal, tidak ada lesi
Musculoskeletal : kekuatan otot normal
Genetalia : bersih, tidak ada lesi
Pola nutrisi : tidak nafsu makan
Pola eliminasi : BAK : 5x/hari
BAB : 5x/ hari
b. Analisa data
No Data Fokus Masalah Etiologi
DX
1. DS: pasien mengatakan berak Gangguan Output berlebihan
berwarna kuning kehijauan keseimbangan
bercampur lendir cairan
DO : mukosa mulut kering, (hipervolemia)
malas makan
TD : 80/50
2 DS :pasien mengatakan bahwa Gangguan pola Infeksi bakteri
BAB berkali-kali eliminasi BAB
DO : pasien tampak lemas,
BAB 5x sehari warna kuning
kehijauhan bercampur lendir
c. Diagnosa keperawatan
1. D.0023 Hipovolemia b/d output yang berlebihan
2. D. 0020 gangguan eliminasi BAB : diare b/d infeksi bakteri
d. Perencanaan dan intervensi keperawatan
No Rencana
DX Tujuan dan kriteria Intervensi Rasional
hasil
1 setelah dilakukan Menajemen hipovolemia
tindakan keperawatan O: periksa tanda dan gejala
Agar dapat mengetahui
2x24 jam diharapkan hipovolemia seberapa banyak cairan
yang hilang
status cairan membaik
dengan kriteria hasil : N: hitung kebutuhan cairan Pasien bisa mendapatkan
cairan yang cukup
1. Membran Berikan asupan cairan oral
mukosa
membaik E: anjurkan memperbanyak
asupan cairan terpenuhi
2. Tekanan darah asupan cairan oral
membaik C: kolaborasi pemberian
membantu pemenuhan
cairan IV cairan pasien
2 setelah dilakukan Menajemen diare
tindakan keperawatan O: identifikasi penyebab
Supaya segera diatasi
3x24 jam diharapkan diare masalah diare
eliminasi fekal
membaik dengan N : berikan asupan lewat Membantu memenuhi
cairan yang hilang
kriteria hasil : oral dan IV
1. Konsistensi
feses membaik E : anjurkan makan porsi
Agar makanan dapat
2. Frekuensi kecil masuk dan diterima perut
defekasi
membaik C:
e. Evaluasi
Diagnosa Evaluasi
S: pasien mengatakan berak sudah berwarna normal dan tidak
ada lendir lagi
1. O: TD membaik, mukosa bibir tidak kering lagi
A: masalah hipovolemia teratasi
P: intervensi di hentikan