Anda di halaman 1dari 38

PEMENUHAN BERSIHAN NAFAS DENGAN BATUK EFEKTIF PADA ASUHAN KEPERAWATAN ASMA BRONKIAL

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asma bronchial merupakan penyakit pada saluran pernafasan yang bersifat

kronis. Kondisi ini disebabkan oleh peradangan saluran pernafasan yang

menyebabkan hipersensitivitas bronkus terhadap rangsang dan obstruksi pada

jalan nafas. Gejala klinis dari penyakit asma yang biasanya muncul berupa mengi

(wheezing), sesak nafas, nyeri dada dan batuk yang bervariasi dari waktu ke

waktu dengan keterbatasan aliran udara ekspirasi. Gejala-gejala teersebut biasanya

akan memburuk pada malam hari, terpapar alergen (seperti debu, asap rokok) atau

saat sedang mengalami sakit seperti demam (Global Initiative of Asthma, 2018).

Dampak serangan asma yang parah dapat menyebabkan gagal nafas (terjadi

bila pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat

memelihara laju konsumsi oksigen dan terjadi pembentukan karbondioksida

dalam sel-sel tubuh). Saluran nafas dapat tertutup sepenuhnya dan pengobatan

tidak lagi dapat berpengaruh. Kondisi ini dapat menyebabkan kematian jika tidak

segera ditangani (Kurniawan Adi Utomo, 2015).

Asma adalah salah satu jenis penyakit yang ditandai dengan penyempitan dan

peradangan saluran pernapasan yang mengakibatkan sesak (sulit bernapas). Selain

membuat pengidapnya sulit bernapas, asma juga bisa menimbulkan gejala lainnya

seperti mengi, batuk-batuk, dan nyeri dada. Karena kondisi ini, maka saluran per-

napasan pada pengidap asma lebih sensitif dibandingkan dengan orang lain tanpa
asma. Ketika paru teriritasi akibat zat pemicu (asap rokok, debu, bulu bi-

natang, dan lain-lain), maka otot-otot saluran pernapasan pada pengidapnya men-

jadi kaku dan menyempit.  Asma merupakan kondisi kronis alias jangka panjang

dan sifatnya kambuhan, selain itu sampai saat ini, asma belum bisa disem-

buhkan sama sekali. Namun dengan kontrol dan pengobatan yang tepat, penderita

asma bisa menjalankan aktivitas secara normal dan memiliki harapan hidup yang

tinggi. Asma bisa menyerang orang-orang tanpa mengenal usia dan seringkali

dimulai sejak masa kanak-kanak, atau bisa juga terjadi setelah seseorang dewasa

karena beberapa faktor, seperti obesitas, stress yang berlebihan, pola hidup dan

lingkungan yang tidak sehat dan lain sebagainya. (kemenkes 2020 )

Dahak merupakan materi yang dikeluarkan dari saluran nafas bawah oleh

batuk. ( Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2001 ). Batuk dengan dahak menunjukkan

adanya eksudat bebas dalam saluran pernapasan seperti pada bronchitis kronis,

bronkietasis, dan kavitas. Orang dewasa normal bisa memproduksi mukus sejum-

lah 100 ml dalam saluran napas setiap hari. Mukus ini digiring ke faring dengan

mekanisme pembersihan silia dari epitel yang melapisi saluran pernapasan.

Keadaan abnormal produksi mukus yang berlebihan (karena gangguan fisik, kimi-

awi, atau infeksi yang terjadi pada membran mukosa), menyebabkan proses pem-

bersihan tidak berjalan secara adekuat normal, sehingga mukus ini banyak tertim-

bun dan bersihan jalan nafas akan tidak efektif. Bila hal ini terjadi, membran

mukosa akan terangsang, dan mukus akan dikeluarkan dengan tekanan

intrathorakal dan intra abdominal yang tinggi. Di batukkan, udara keluar dengan
akselerasi yang cepat beserta membawa sekret mukus yang tertimbun. Mukus

tersebut akan keluar sebagai dahak (Prince, 2000).

Pengeluaran dahak dapat dilakukan dengan membatuk ataupun postural

drainase. Pengeluaran dahak dengan membatuk akan lebih mudah dan efektif bila

diberikan penguapan atau nebulizer. Penggunaan nebulizer untuk mengencerkan

dahak tergantung dari kekuatan pasien untuk membatuk sehingga mendorong

lendir keluar dari saluran pernapasan dan seseorang akan merasa lendir atau dahak

di sauran napas hilang dan jalan nafas akan kembali normal (Yosef A. N dkk

2011 )

Batuk efektif merupakan batuk yang dilakukan dengan sengaja. Namun

dibandingkan dengan batuk biasa yang bersifat refleks tubuh terhadap masuknya

benda asing dalam saluran pernapasan, batuk efektif dilakukan melalui gerakan

yang terencana atau dilatihkan terlebih dahulu. Dengan batuk efektif, maka berba-

gai penghalang yang menghambat atau menutup saluran pernapasan dapat dihi-

langkan. Nugroho, ( 2014 )

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan tahun 2020, Asma merupakan

salah satu jenis penyakit yang paling banyak diidap oleh masyarakat Indonesia,

hingga akhir tahun 2020, jumlah penderita asma di Indonesia sebanyak 4,5 persen

dari total jimlah penduduk Indonesia atau sebanyak 12 juta lebih. Prevalensi

Asma berdasarkan Diagnosis Dokter pada Penduduk Semua Umur provinsi su-

matera barat adalah 2,0 %. Proporsi Kekambuhan Asma dalam 12 Bulan Ter-

akhir pada Penduduk Semua Umur Provinsi sumatera barat adalah 66,2%

( Riskesdas 2018 )
Penelitian yang dilakukan oleh hidayah dan ilmi nurul 2022 yang di -

lakukan di RSUD Arjawinangan kabupaten Cirebon penerapan batuk efektif

ada pengarug terhadap bersihan jalan nafas pada anak dengan asma bronkial

Berdasarkan data di atas maka penulis tertarik untuk menganalisis jurnal

asuhan keperawatan pada klien asma bronchial dengan masalah bersihan jalan

nafas pada pasien asma bronkial yang berjudul “Pemenuhan Bersihan Nafas

Dengan Batuk Efektif Pada Asuhan Keperawatan Asma Bronkial Tahun

2022”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas yang menjadi rumusan

masalah dalam literatur rivew ini adalah Bagaimana study literature Pemenuhan

Bersihan Nafas Dengan Batuk Efektif Pada Asuhan Keperawatan Asma Bronkial

Tahun 202

C. Tujuan

Mencari persamaan, kelebihan dan kekurangan penelitian dengan literatur review

Pemenuhan Bersihan Nafas Dengan Batuk Efektif Pada Asuhan Keperawatan

Asma Bronkial Tahun 2022

D. Manfaat

1. Bagi Peneliti

Studi kasus ini diharapkan berguna untuk mengembangkan dan menambah

pengetahuan yang telah ada tentang asma bronchial sehingga dapat menu-

runkan angka kesakitan.


2. Bagi Perawat

Menambah pengetahuan dan meningkatkan mutu pelayanan pada asma den-

gan masalah bersihan jalan nafas tidak efektif.

3. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi Rumah Sakit dalam upaya

meningkatkan mutu dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien asma

bronchial dengan masalah bersihan jalan nafas tidak efektif .

4. Bagi Klien

Hasil penelitian ini dapat memberikan wacana bagi partisipan dan keluarga

untuk menambah pengetahuan tentang asma bronchial dengan masalah bersi-

han jalan nafas tidak efektif.


BAB II

KONSEP ASMA BRONKIAL

1. Asma Bronkhial

A. Pengertian

Asma bronchial adalah suatu keadaan kondisi paru-paru kronis yang ditandai

dengan kesulitan bernafas, dan menimbukan gejala sesak nafas, dada terasa berat

dan batuk, terutama pada malam menjelang dini hari. Dimana saluran pernafasan

mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang

menyebabkan penyempitan atau peradangan yang bersifat sementara (Masriadi,

2016).

Asma bronchial adalah penyakit inflamasi kronik pada jalan nafas dan

dikarakteristikkan dengan hiperresponsivitas, produksi mukus, dan edema

mukosa. Inflamasi ini berkembang menjadi episode gejala asma bronchial yang

berkurang yang meliputi batuk, nyeri dada, mengi dan dispnea. Penderita asma

bronchial mungkin mengalami periode gejala secara bergantian dan berlangsung

dalam hitungan menit, jam, sampai hari (Brunner & Suddarth, 2017).

B. Etiologi

Menurut Global Initiative for Asthma tahun 2016, faktor resiko penyebab asma

bronchial di bagi menjadi tiga kelompok yaitu:

1. Faktor genetik

a. Atopi/alergi
b. Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui

bagaimana cara penurunannya.

c. Hipereaktivitas bronkus Saluran nafas sensitif terhadap berbagai rangsan-

gan alergen maupun iritan.

d. Jenis kelamin Anak laki-laki sangat beresiko terkena asma bronchial se-

belum usia 14 tahun, prevalensi asma pada anak laki-laki adalah 1,5-2 kali

dibanding anak perempuan d) Ras/etnik e) Obesitas Obesitas atau pen-

ingkatan/body mass index (BMI), merupakan faktor resiko asma.

2. Faktor lingkungan

a. Alergen dalam rumah (tungau debu rumah, spora jamur, kecoa, serpihan

kulit binatang seperti anjing, kucing, dan lain sebagainya).

b. Alergen luar rumah (serbuk sari, dan spora jamur).

3. Faktor lain

a. Alergen dari makanan.

b. Alergen obat-obatan tertentu

c. Exercise-induced asthma.

C. Patofisiologi

Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita asma

bronchial adalah spasme otot polos edema dan inflamasi memakan jalan nafas dan

edukasi muncul intra minimal, sel-sel radang dan deris selular. Obstruksi menye-

babkan pertambahan resistensi jalan udara yang meredahkan volume ekspirasi

paksa dan kecepatan aliran penutupan prematur jalan udara, hiperinflamasi patu.
Bertambahnya kerja pernafasan, perubahan sifat elastik dan frekuensi pernafasan

dapat menyebabkan gangguan kebutuhan istirahat dan tidur. walaupun, jalan nafas

bersifat difusi, obstruksi menyebabkan perbedaan suatu bagian dengan bagian lain

ini berakibat perfusi bagian paru tidak cukup mendapat ventilasi yang menye-

bakan kelainan gas-gas terutama CO2 akibat hiperventilasi.

Pada respon alergi disaluran nafas antibodi COE berikatan dengan alergi de-

grenakulasi sel mati, akibat degrenakulasi tersebut histomin di lepaskan. Histomin

menyebabkan kontruksi otot polos bronkiolus. Apabila respon histamin juga

merangsang pembentukuan mulkus dan peningkatan permiabilitas kapiler maka

juga akan terjadi kongesti dan pembangunan ruang intensium paru. Individu yang

mengalami asma mungkin memerlukan respon yang sensitif berlebihan terhadap

sesuatu alergi atau sel-sel mestinya terlalu mudah mengalami degravitasi dimana-

pun letak hipersensitivitas respon peradangan tersebut. Hasil akhirnya adalah

bronkospasme, pembentukan mukus edema dan obstruksi aliran udara (Amin,

2015)

Asma akibat alergi bergantung kepada respons IgE yang dikendalikan oleh

limfosit T dan B serta diaktifkan oleh interaksi antara antigen dengan molekul IgE

yang berikatan dengan sel mast. Sebagian besar alergen yang mencetuskan asma

bersifat airbone agar dapat menginduksi keadaan sensitivitas , alergen tersebut

harus tersedia dalam jumlah yang banyak untuk periode waktu tertentu. Akan

tetapi, sekali sensitivitasi telah terjadi, klien akan memperlihatkan respons yang

sangat baik, sehingga sejumlah kecil alergen yang mengganggu sudah dapat
menghasilkan eksaserbasi penyakit yang jelas . (Somantri, 2009). Obat yang pal-

ing sering berhubungan dengan induksi episode akut asma adalah aspirin, bahan

pewarna seperti tartazin, antagonis beta-adrenergik, dan bahan sulfat. Sindrom

pernapasan sensitif-aspirin khususnya pada orang dewasa, walaupun keadaan ini

juga dapat dilihat pada masa kanak-kanak. Masalah ini biasanya berawal dari

rhinitis vasomotor perenialyang diikuti oleh rhinosinusitis hiperplastik dengan

polip nasal. Baru kemudian muncul asma progesif. Klien yang sensitif terhadap

aspirin dapat didesentisasi dengan pemberian obat setiap hari. Setelah menjalani

bentuk terapi ini, toleransi silang juga akan terbentuk terhadap agen anti-inflamasi

karena penggunaan aspirin dan obat lain tidak diketahui, tetapi mungkin berkaitan

dengan pembentukan leukotrien yang di induksi secara khusus oleh aspirin. An-

tagonis β- adrenergik biasanya menyebabkan obstruksi jalan napas pada klien

asma , sama halnya dengan klien lain. Dapat menyebabkan peningkatan reaktivi-

tas jalan nafas dan hal itu harus dihindarkan. Oleh sulfat, seperti kalium dan na-

trium bisulfit, natrium sulfit dan sulfat klorida, yang secara luas digunakan dalam

industri makanan dan farmasi sebagai agen sanitasi serta pengawet dapat menim-

bulkan obstruksi jalan nafasakut pada klien sensitif. Pajanan biasanya terjadi sete-

lah menelan makanan atau cairan yang mengandung senyawa ini, seperti salad,

buah segar, kentang, kerang dan anggur . (Somantri, 2009). Pencetus-pencetus

serangan diatas ditambah dengan pencetus lainnya dari internal klien akan men-

gakibatkan timbulnya reaksi antigen dan antibody. Reaksi antigen dan antibodi

akan mengeluarkan substansi pereda alergi yang sebetulnya merupakan

mekanisme tubuh dalam menghadapi serangan. Zat yang dikeluarkan dapat


berupa histamine, bradikinin, dan anfilatoksin. Hasil dari reaksi tersebut adalah

timbulnya tiga gejala, yaitu berkontraksinya otot polos, peningkatan permeabilitas

kapiler, dan peningkatan sekret mukus, seperti terlihat pada gambar berikut

(Mulyani & Gunawan, 2010). Asma pada anak terjadi adanya penyempitan pada

jalan nafas dan hiperaktif dengan respon terhadap bahan iritasi dan stimulus lain.

Dengan adanya bahan iritasi atau allergen otot-otot bronkus menjadi spasme dan

zat antibodi tubuh muncul (immunoglobulin E atau IgE ) dengan adanya alergi.

IgE di muculkan pada reseptor sel mast dan akibat ikatan IgE dan antigen menye-

babkan pengeluaran histamin dan zat mediator lainnya. Mediator tersebut akan

memberikan gejala asthma (Mulyani & Gunawan, 2010). Respon astma terjadi

dalam tiga tahap : pertama tahap immediate yang ditandai dengan bronkokontriksi

( 1-2 jam ); tahap delayed dimana brokokontriksi dapat berulang dalam 4-6 jam

dan terus-menerus 2-5 jam lebih lama; tahap late yang ditandai dengan peradan-

gan dan hiperresponsif jalan nafas beberapa minggu atau bulan

Asma juga dapat terjadi faktor pencetusnya karena latihan, kecemasan, dan

udara dingin. Selama serangan asthmatik, bronkiulus menjadi meradang dan pen-

ingkatan sekresi mukus. Hal ini menyebabkan lumen jalan nafas menjadi

bengkak, kemudian meningkatkanResistens jalan nafas dan dapat menimbulkan

distres pernafasan. Anak yang mengalami astma mudah untuk inhalasi dan sukar

dalam ekshalasi karena edema pada jalan nafas.Dan ini menyebabkan hiperinflasi

pada alveoli dan perubahan pertukaran gas.Jalan nafas menjadi obstruksi yang ke-

mudian tidak adekuat ventilasi dan saturasi 02, sehingga terjadi penurunan p02

( hipoxia). Selama serangan astmati, CO2 tertahan dengan meningkatnya re-


sistensi jalan nafas selama ekspirasi, dan menyebabkan asidosis respiratory dan

hypercapnea. Kemudian sistem pernafasan akan mengadakan kompensasi dengan

meningkatkan pernafasan (tachypnea), kompensasi tersebut menimbulkan hiper-

ventilasi dan dapat menurunkan kadar CO2 dalam darah (hypocapnea), (Somantri,

2009 )

Alergen, Infeksi, Exercise (Stimulus Imunologik dan Non Imunologik)

Merangsang sel B untuk membentuk IgE dengan bantuan sel T helper

IgE diikat oleh sel mastosit melalui reseptor FC yang ada

di jalan napas

Apabila tubuh terpajan ulang dengan antigen yang sama, maka antigen terse-

but akan

diikat oleh IgE yang sudah ada pada permukaan mastosit

Akibat ikatan antigen-IgE, mastosit mengalami degranulasi dan melepaskan

mediator radang (histamin )


Peningkatan permeabilitas kapiler (edema bronkus )

Kontraksi otot polos secara langsung atau melalui persarafan simpatis (N.X )

Hiperresponsif jalan napas

Astma

D. Tanda dan Gejala

Gejala-gejala yang lazim muncul pada asma bronchial adalah batuk dispnea

dan mengi. Selain gejala di atas ada beberapa gejala yang menyertai di antaranya

sebagai berikut (Mubarak 2016 :198) :

1. Takipnea dan Orthopnea

2. Gelisah.

3. Nyeri abdomen karena terlibat otot abdomen dalam pernafasan.

4. Kelelahan.

5. Tidak toleran terhadap aktivitas seperti makan berjalan bahkan berbicara .

6. Serangan biasanya bermula dengan batuk dan rasa sesak dalam dada disertai

pernafasan lambat.
7. Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang di banding inspirasi .

8. Gerakan-gerakan retensi karbondioksida, seperti berkeringat,takikardi dan

pelebaran tekanan nadi.

9. Serangan dapat berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam dan dapat

hilang secara spontan

E. Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita asma bronchial diantaranya

(Kurniawan Adi Utomo, 2015) :

1. Pneumonia

Adalah peradangan pada jaringan yang ada pada salah satu atau kedua paru-

paru yang biasanya disebabkan oleh infeksi.

2. Atelektasis

Adalah pengerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan salu-

ran udara (bronkus maupun bronkiolus).

3. Gagal nafas

Terjadi bila pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paruparu tidak

dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan terjadi pembentukan karbondiok-

sida dalam sel-sel tubuh.

4. Bronkitis

Adalah kondisi dimana lapisan bagian dalam dari saluran pernafasan di paru-

paru yang kecil (bronkiolus) mengalami bengkak. Selain bengkak juga terjadi
peningkatan lendir (dahak). Akibatnya penderita merasa perlu batuk berulang-

ulang dalam upaya mengeluarkan lendir yang berlebihan.

5. Fraktur iga

Adalah patah tulang yang terjadi akibat penderita terlalu sering bernafas secara

berlebihan pada obstruksi jalan nafas maupun gangguan ventilasi oksigen.

F. Penatalaksanaan

Penyakit Asma Tujuan pengobatan asma bronkial adalah agar penderita dapat

hidup normal, bebas dari serangan asma serta memiliki faal paru senormal

mungkin, mengurangi reaktifasi saluran napas, sehingga menurunkan angka per-

awatan dan angka kematian akibat asma Suatu kesalahan dalam penatalaksanaan

asma dalam jangka pendek dapat menyebabkan kematian , sedangkan jangka pan-

jang dapat mengakibatkan peningkatan serangan atau terjadi obstruksi paru yang

menahun . (Somantri, 2009). Untuk pengobatan asma perlu diketahui juga per-

jalanan penyakit, pemilihan obat yang tepat cara untuk menghindari faktor pence-

tus Dalam penanganan pasien asma penting diberikan penjelasan tentang cara

penggunaan obat yang benar, pengenalan dan pengontrolan faktor alergi.

Faktor alergi banyak ditemukan dalam rumah seperti tungau debu rumah aler-

gen dari hewan, jamur, dan alergen di luar rumah seperti zat yang berasal dari

tepung sari, ja mur, polusi udara. Obat aspirin dan antiinflamasi non steroid dapat

menjadi faktor pencetus asma. Olah raga dan peningkatan aktivitas secara berta-

hap dapat mengurangi gejala asma. Psikoterapi dan fisioterapi perlu diberikan

pada penderita asma (Widjaja, 2001).


Prinsip umum pengobatan penyakit asma adalah:

1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara

2. Mengenal dan menghindari faktor-faktor yang dapat mencetuskan serangan

asma

3. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai.

Penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakit-

nya sehingga penderita mengerti tujuan pengobatan yang diberikan dan beker-

jasama dengan dokter atau perawat yang merawatnya.

1. Pengobatan pada asma ada dua yakni :

a. Terapi Non Farmakologi

Untuk terapi non farmakologi, dapat dilakukan dengan olah raga secara

teratur, misalnya saja renang. Sebagian orang berpendapat bahwa dengan

berenang, gejala sesak nafas akan semakin jarang terjadi. Hal ini mungkin

karena dengan berenang, pasien dituntut untuk menarik nafas panjang-pan-

jang, yang berfungsi untuk latihan pernafasan, sehingga otot-otot pernafasan

menjadi lebih kuat. Selain itu, lama kelamaan pasien akan terbiasa dengan

udara dingin sehingga mengurangi timbulnya gejala asma bronkhial (Wid-

jaja, 2001). Namun hendaknya olah raga ini dilakukan secara bertahap dan

dengan melihat kondisi pasien. Selain itu dapat diberikan penjelasan kepada

pasien agar menghindari atau menjauhkan diri dari faktor-faktor yang dike-

tahui dapat menyebabkan timbulnya asma, serta penanganan yang harus di-
lakukan jika serangan asma terjadi Terapi Farmakologi (Purnamadyawaty,

2000).

b. Terapi Farmakologi

Obat asma di gunakan untuk menghilangkan da n mencegah timbul-

nya gejala dan obstruksi saluran pernafasan. Pada saat ini obat asma

dibedakan dalam dua kelompok besar yaitu reliever dan controller. reliever

adalah obat yang cepat menghilangkan gejala asma yaitu obstruksi saluran

napas. Sedangkan controller adalah obat yang digunakan untuk mengenda-

likan asma yang persisten (Purnamadyawati,2000).

Obat yang termasuk golongan reliever adalah agonis beta 2, antikolin-

ergik teofilin,dan kortikosteroid sistemik. Agonis beta-2 adalah bronkodila-

tor yang paling kuat pada pengobatan asma. Agonis Beta-2 mempunyai efek

bronkodilatasi, menurunkan permeabilitas kapiler , dan mencegah pelepasan

mediator dari sel mast dan basofil. Golongan agonis beta-2 merupakan sta-

bilisator yang kuat bagi sel mast, tapi obat golongan ini tidak dapat mence-

gah respon lambat maupun menurunkan hiperresponsif bronkus.

Obat agonis beta-2 seperti salbutamol terbutalin, fenoterol, prokaterol

dan isoprenalin merupakan obat golongan simptomatik. Efek samping obat

golongan agonis beta-2 dapat berupa gangguan kardiovaskuler, peningkatan

tekanan darah, tremor, palpitasi, takikardi dan sakit kepala. Pemakaian ago-
nis beta-2 secara reguler hanya diberikan kepada asma kronik berat yang

tidak lepas dari bronkodilator (Risnawaty, 2011)

Antikolinergik dapat digunakan sebagai bronkodilator seperti liprat-

ropium bromid dalam bentuk inhalasi. Ipratropium bromid mempunyai efek

menghambat reseptor kolinergik sehingga menekan enzim guanilsiklase dan

menghambat pembentukan GMP. Efek samping ipratropium inhalasi adalah

rasa kering dimulut dan tenggorokan. Mula kerja obat ini lebih cepat

dibandingkan dengan kerja agonis beta-2 yang diberikan inhalasi. Iprat-

ropium bromid digunakan sebagai obat tambahan jika pemberian agonis

beta-2 belum memberikan efek yang optimal. Penambahan obat ini terutama

bermanfaat untuk penderita asma dengan hiperaktivitas bronkus yang ek-

strim atau penderita yang disertai bronkitis kronis. Obat golongan xantin

seperti teofilin dan aminofilin adalah obat bronkodilator yang lemah tetapi

jenis ini banyak digunakan oleh pasien karena efektif, aman, dan harganya

murah. Dosis teofilin per oral 4 mg/kgBB/kali pada orang dewasa biasanya

diberikan 125-200 mg/kali Efek samping yang ditimbulkan pada pemberian

teofilin per oral. Terutama mengenai sistem gastrointestinal seperti mual,

muntah, rasa kembung dan nafsu makan berkurang. Efek samping lain

adalah diuresis. Pada pemberian teofilin dengan dosis tinggi dapat menye-

babkan terjadinya hipotensi, takikardia, dan aritmia, stimulasi sistem saraf

pusat. Obat yang termasuk golongan controller adalah obat anti inflamasi

seperti kortikosteroid, natrium kromoglikat, natrium nedokromil, dan anti-

histamin aksi lambat. Obat agonis beta-2 aksi lambat dan teofilin lepas lam-
bat dapat digunakan sebagai obat controller. Natrium kromoglikat dapat

mencegah bronkikonstriksi respon cepat atau lambat, dan mengurangi gejala

klinis penderita asma. Natrium kromoglikat lebih sering digunakan pada

anak karena dianggap lebih aman daripada kortikosteroid. Perkembangan

terbaru natrium kromoglikat menghasilkan natrium nodeksomil yang lebih

paten. Obat ini digunakan sebagai tambahan pada penderita asma yang su-

dah mendapat terapi kortikosteroid tetapi belum mendapatkan hasil yang op-

timal.

Antihistamin tidak digunakan sebagai obat utama untuk mengobati

asma biasanya hanya diberikan pada pasien yang mempunyai riwayat

penyakit atopik seperti rinitis alergi. Pemberian antihismtamin selama tiga

bulan pada sebagian penderita asma dengan dasar alergi dapat mengurangi

gejala asma. Kortikosteroid merupakan antiinflamas yang paling kuat.

Kortikosteroid menekan respon inflamasi dengan cara mengurangi ke-

bocoran mikrovaskuler, menghambat produksi dan sekresi sitokinin mence-

gah kemotaksis dan aktivitas sel inflamasi, mengurangi sel inflamasi, dan

menghambat sintesis leukotrin. Kortikosteroid dapat meningkatkan sensitifi-

tas otot pernapasan yang dipengaruhi oleh stimulasi beta-2 melalui pen-

ingkatan reseptor beta adrenergik. Pemberian steroid dianjurkan dengan

seminimal mungkin. Pemberian kortikosteroid peroral dapat diberikan se-

cara intermiten beberapa hari dalam sebulan, atau dosis tunggal pagi selang

sehari (alternate day) atau dosis tunggal pagi hari. Pemberian kortikosteroid

peroral sering menimbulkan efek samping pada saluran cerna seperti gastri-
tis, penurunan daya tahan tubuh, osteoporosis, peningkatan kadar gula darah

dan tekanan darah, gangguan psikiatri hipokalemi, moonface, retensi na-

trium dan cairan, obesitas, cushing syndrom, bullneck, dan yang paling

adalah terjadinya supresi kelenjar adrenal. Efek samping timbul terutama

pada pemberian sistemik dalam jangka lama, maka lebih baik diberikan obat

steroid kerja pendek misalnya prednison, hidrokortison atau metil pred-

nisolon. Prednison diberikan 40-60 mg/hari/oral. Kemudian diturunkan se-

cara bertahap 50% setiap 3-5 hari. Hidrokortison diberikan 4mg/kg/BB se-

cara bolus diikuti 3 mg/kgBB/jam secara intravena. Dosis budesonide in-

halasi untuk orang dewasa bervariasi, dosis awal yang dianjurkan adalah

400-1600 mikrogram/hari dibagi dalam 2-4 dosis, sedangkan untuk anak di-

anjurkan 200-400 mikrogram/hari dibagi dalam 2-4 dosis.

Pemberian kortikosteroid secara inhalasi lebih baik dibandingkan

pemberian secara sistemik karena konsentrasi obat yang tinggi pada tempat

pemberian langsung dibawa melalui pernapasan dan bekerja langsung pada

saluran napas sehingga memberikan efek samping sistemik yang kecil.

Penelitian dari agertoft dan pederser menunjukkan bahwa pemakaian budes-

onide tidak mengganggu pertumbuhan anak.

Penggunaan kortikosteroid inhalasi merupakan pilihan pertama untuk

menggantikan steroid sistemik pada penderita asam kronik yang berat. Efek

samping yang ditimbulkan dapat berupa kandidiasis orofaring, refleks

batuk, suara serak, infeksi paru dan kerusakan mukosa pernah dilaporkan

efek samping dispnoe dan bronkospasme pada penggunaan kortikosteroid


inhalasi. Dalam beberapa penelitian diketahui bahwa penggunaan kortikos-

teroid secara inhalasi tidak menyebabkan terjadinya osteoporosis, gangguan

pertumbuhan dan gangguan toleransi glukosa pemberian kortikosteroid sis-

temik lebih sering menimbulkan efek sampin, maka sekarang dikembangkan

pemberian secara inhalasi. Keuntungan pemberian inhalasi yaitu mula ker-

janya yang cepat karena obat bekerja langsung pada organ target diperlukan

dosis yang kecil secara lokal dan efek samping yang minimal. Dengan

demikian untuk mengatasi asma kortikosteroid inhalasi merupakan pilihan

yang baik.

G. Pemeriksaan Penunjang

Ada beberapa pemeriksaan yang dilakukan pada penderita asma bronchial di-

antaranya (Amin Huda Nurarif & Hardhi Kusuma, 2015) :

1. Spirometer Dilakukan sebelum dan sesudah bronkodilator hirup (nebulizer/in-

haler), positif jika peningkatan VEP / KVP > 20%.

2. Sputum Eosinofil meningkat.

3. RO dada Yaitu patologis paru/komplikasi asma.

4. AGD Terjadi pada asma berat, pada fase awal terjadi hipoksemia dan hipokap-

nia (PCO2 turun) kemudian pada fase lanjut normokapnia dan hiperkapnia

(PCO2 naik).

5. Uji alergi kulit, IgE.


2. Konsep Dasar Batuk Efektif

A. Pengertian

Batuk efektif adalah suatu metode batuk dengan benar, dimana klien dapat

menghemat energi sehingga tidak mudah lelah mengeluarkan dahak secara

maksimal. Batuk merupakan gerakan refleks yang bersifat reaktif terhadap

masuknya benda asing dalam saluran pernapasan. Gerakan ini terjadi atau

dilakukan tubuh sebagai mekanisme alamiah terutama untuk melindungi paru

paru. Gerakan ini pula yang kemudian dimanfaatkan kalangan medis sebagai

terapi untuk menghilangkan lendir yang menyumbat saluran pernapasan ak-

ibat sejumlah penyakit. Itulah yang dimaksud pengertian batuk efektif.

Batuk efektif merupakan batuk yang dilakukan dengan sengaja. Namun

dibandingkan dengan batuk biasa yang bersifat refleks tubuh terhadap ma-

suknya benda asing dalam saluran pernapasan, batuk efektif dilakukan

melalui gerakan yang terencana atau dilatihkan terlebih dahulu. Dengan batuk

efektif, maka berbagai penghalang yang menghambat atau menutup saluran

pernapasan dapat dihilangkan.

B. Tujuan

Batuk efektif merupakan teknik batuk efektif yang menekankan inspirasi mak-

simal yang dimulai dari ekspirasi , yang bertujuan :

a. Merangsang terbukanya sistem kolateral

b. Meningkatkan distribusi ventilasi

c. Meningkatkan volume paru

d. Memfasilitasi pembersihan saluran napas


Batuk yang tidak efektif menyebabkan :

a. Kolap saluran napas

b. Ruptur dinding alveoli

c. Pneumothoraks

Tujuan latihan pernafasan

a. Mengatur frekuensi dan pola napas sehingga mengurangi air trapping

b. Memperbaiki fungsi diafragma

c. Memperbaiki mobilitas sangkar toraks

C. Manfaat batuk efektif

Memahami pengertian batuk efektif beserta tekhnik melakukannya akan

memberikan manfaat. Diantaranya, untuk melonggarkan dan melegakan saluran

pernapasan maupun mengatasi sesak napas akibat adanya lendir yang

memenuhi saluran pernapasan. Lendir, baik dalam bentuk dahak (sputum)

maupun sekret dalam hidung, timbul akibat adanya infeksi pada saluran per-

napasan maupun karena sejumlah penyakit yang di derita seseorang.

D. Latihan Batuk Efektif

Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama klien yang

mengalami operasi dengan anestesi general. Karena pasien akan mengalami pe-

masangan alat bantu nafas selama dalam kondisi teransetesi. Sehingga ketika

sadar pasien akan mengalami rasa tidak nyaman pada tenggorokan. Dengan

terasa banyak lendir kental di tenggorokan. Latihan batuk efektif sangat


bermanfaat bagipasien Insfeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) mengeluarkan

lendir atau sekret tersebut.

E. Pasien dapat dilatih melakukan teknik batuk efektif dengan cara :

1. Pasien condong ke depan dari posisi semifowler, jalinkan jari-jari tangan

dan letakkan melintang diatas incisi sebagai bebat ketika batuk.

2. Kemudian pasien nafas dalam seperti cara nafas dalam (3-5 kali).

3. Segera lakukan batuk spontan,pastikan rongga pernafasan terbuka dan tidak

hanya batuk dengan mengadalkan kekuatan tenggorokan saja karena bisa

terjadi luka pada tenggorokan.

4. Ulangi lagi sesuai kebutuhan.

F. Sop Batuk Efektif

Batuk efektif adalah latihan mengeluarkan sekret yang terakumulasi di saluran

pernapasan dengan cara dibatukkan

➢ Tujuan :

a. Meningkatkan mobilisasi sekret

b. Mencegah resiko tinggi retensi sekresi

c. Mengeluarkan sputum untuk pemeriksaan diagnostik

d. Membebaskan jalan napas dari akumulasi sekret

e. Mengurasi sesak napas akibat alumulasi sekret


➢ indikasi :

a. Pasien dengan tirah baring lama

b. Pasien dengan hipoventilasi

c. Pasien dengan peningkatan produksi sputum

d. Pasien dengan batuk tidak efektif

e. Pasien dengan mobilisasi sekret tertahan (atelektaksis, abses paru, pneu-

monia, post operative)

f. Pasien neurologi dengan kelemahan umum dan gangguan menelan atau

batuk

➢ Alat dan Bahan :

a. Pot sputum di isi air + desinfektan

b. Tissu

c. Perlak/handuk kecil

d. Tempat tidur yang memungkinkan untuk posisi semi fowler atau kursi jika

pasien

e. Mampu melakukan pernapasan abdomen

f. Bantal penyangga

g. Air minum hangat

➢ Langkah-Langkah :

a. Tahap Pra-Interaksi

 Periksa catatan perawatan dan catatan medis pasien


 Kaji kebutuhan pasien

 Siapkan peralatan

 Kaji inspirasi dan validasi serta eksplorasi perasaan pasien 30

b. Tahap Orientasi

 Beri salam dan panggil pasien dengan nama yang ia sukai

 Tanya keluhan dan kaji gejala spesifik yang ada pada pasien.

 Jelaskan kepada pasien mengenai prosedur dan tujuan tindakan

yang akan dilakukan. Berikan kesempatan kepada pasien dan

keluarga untuk bertanya sebelum tindakan dimulai.

 Mintalah persetujuan pasien sebelum memulai tindakan

c. Tahap Kerja

 Cuci tangan

 Atur posisi pasien semi fowler ditempat tidur atau duduk di

kursi

 Pasang perlak/handuk kecil didada pasien

 Berikan pasien minum air hangat

 Anjurkan pasien bernapas pelan 2-3 kali melalui hidung dan

kemudian mengeluarkan melalui mulut(lewat mulut, bibir

seperti meniup)

 Instruksikan pasien menarik napas dalam dan ditahan selama

1-3 detik kemudian batukkan dengan kuat dengan menggu-

nakan otot abdominal dan otot-otot asesoris pernapasan lainnya


 Siapkan pot sputum, anjurkan pasien untuk membuang sputum

kedalam pot sputum

 Bersihkan mulut pasien dengan tissue

 Anjurkan pasien istirahat sebentar

 Anjurkan klien untuk mengulangi prosedur (± 3 kali)

 Dokumentasikan hari, tanggal jam dan respon klien

d. Tahap Terminasi

 Rapikan peralatan

 Observasi respon pasien setelah tindakan

 Cuci tangan

 Dokumentasikan hasil dan tindakan yang dilakuka

3. Tinjauan Teoritis Keperawatan

A. Pengkajian

Pengkajian menurut (Nixson Manurung, 2016) :

1. Biodata klien Nama, umur, pekerjaan, pendidikan dan lain sebagainya.

2. Keluhan utama Pada umumnya klien mengatakan sesak nafas.

3. Riwayat penyakit masa lalu Apa klien pernah mengalami penyakit asma

sebelumnya atau mempunyai riwayat alergi.

4. Riwayat penyakit keluarga Adakah keluarga klien yang memiliki penyakit

asma sebelumnya .

5. Aktivitas istirahat
a. Gejala : Ketidakmampuan melakukan aktivitas, ketidakmampuan un-

tuk tidur, keletihan, kelemahan, malaise.

b. Tanda : Keletihan, gelisah, insomnia, kehilangan-kelemahan masa

otot.

6. Sirkulasi

a. Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah.

b. Tanda : Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi paru, dis-

tensi vena leher, warna kulit-membran mukosa : normal-abu-abu-

sianosis, pucat dapat menunjukkan anemia.

7. Integritas ego

a. Gejala : Mual, muntah, perubahan pola tidur.

b. Tanda : Ansietas, ketakutan, peka rangsangan.

8. Makanan cairan

a. Gejala : Mual, muntah, nafsu makan buruk anoreksia, ketidakmam-

puan untuk makan karena disstres pernafasan.

b. Tanda : Turgor kulit buruk, edema dependen, berkeringat, penurunan

berat badan

9. Hygiene

a. Gejala : Penurunan kemampuan, penurunan kebutuhan bantuan

melakukan aktivitas.

b. Tanda : Kebersihan tubuh kurang, bau badan.

10. Pernafasan
a. Gejala : Nafas pendek, dispnea usus saat beraktivitas, rasa dada

tertekan, ketidakmampuan untuk bernafas, batuk menetap dengan

produksi sputum setiap hari selama 3 bulan berturut-turut, episode

batuk hilang timbul, iritan pernafasan dalam jangka panjang, misal-

nya : merokok, debu, asap, bulu-bulu, serbuk gergaji.

b. Tanda : Pernafasan biasa cepat dan lambat, penggunaan otot bantu

pernafasan, kesulitan berbicara, pucat, sianosis pada bibir dan dasar

kuku.

11. Keamanan

a. Gejala : Riwayat reaksi alergi atau sensitif teerhadap zat faktor

lingkungan, adanya berulangnya infeksi

b. Tanda : Keringat, kemerahan.

12. Seksualitas

a. Gejala : Penurunan libido

13. Intervensi sosial

a. Gejala : Ketergantungan, gagal dukungan dari perorangan yang ter-

dekat penyakit.

b. Tanda : Ketidakmampuan membuat suara atau mempertahankan suara

karena disstres pernafasan, keterbatasan mobilitas fisik, kelainan

hubungan dengan anggota keluarga yang lain.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien asma bronchial diantaranya

(Amin Huda Nurarif & Hardhi Kusuma, 2015) :

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru se-

lama serangan akut.

3. Gangguan pola tidur berhubungan dengar sesak dan batuk

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain penelitian

Rancangan penelitian ini merupakan hasil akhir dari suatu tahap keputusan

yang dibuat oleh penelitian berhubungan dengan bagaimana suatu penelitian bisa

diterapkan ( nursalam 2017 )

Jenis penelitian ini bersifat deskriptif dengan melakukan studi dokumentasi.

tipe study yang di review adalah semua jenis penelitian eksperimental dengan pre

dan post test terhadap penyembuhan asma bronkhial. literature review ini disusun

melalui penelusuran artikel penelitian yang sudah terpublikasi.

B. Waktu Dan Tempat Penelitian

Literature review ini disusun melalui penelusuran artikel penelitian yang

sudah terpublikasi.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian adalah subjek yang memenuh hasil i kriteria yang

telah ditetapkan ( Nursalam, 2017 )

Pada penelitian ini yang menjdi populasi adalah artikel penelitian yang sudah

terpublikasi.
2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi terjangkau yang dapat dipergunakan

sebagai sampel penelitian melalui sampling. Sampling adalah proses

menyeleksi porsi dari populasi yang mewakili populasi yang ada. ( Nursalam,

2017 )

Yang dijadikan sampel pada penelitian ini adalah hasil artikel penelitian

yang sudah terpublikasi. yang diambil dari penelitian: judul penelitian, nama

peneliti, tahun publikasi, metode, jumlah sampel, hasil dan kesimpulan peneli-

tian lengkap dengan nilai signifikansinya. intisari yang diambil kemu-

dian dimasukkan ke dalam sebuah tabel agar hasil ekstraksi mudah dibaca.

setelah dilakukan seleksi berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi didapatkan 6

artikel, 6 artikel tersebut kemudian dianalisis. di bawah ini merupakan 6 daftar

artikel yang di ekstraksi dalam bentuk table.


BAB III

HASIL PENELITIAN

N Judul/Tahun Penelitian Tujuan Populasi Metode Penelitian Hasil


o
1. Penerapan Teknik Batuk Hidayah, Ilmi Penelitian ini bertujuan untuk 2 orang anak Penelitian ini Ada pengaruh latihan
Efektif Pada Anak Den- Nurul mengetahui gambaran karakteristik yang menderita menggunakan de- batuk yang efektif ter-
gan Asma Bronkial Di anak dengan asma bronkial, mengi- asma bronkial sain penelitian hadap bersihan jalan na-
Rsud Arjawinangun dentifikasi pembersihan jalan napas kualitatif dengan pas pada anak dengan
Kabupaten Cirebon 2022 sebelum dan sesudah dilakukan pendekatan studi asma bronkial
latihan batuk efektif serta mem- kasus yang
bandingkan hasil dari penerapan berfokus pada in-
latihan batuk efektif pada 2 kasus tervensi keterli-
anak dengan bersihan jalan napas batan dengan
tidak efektif. mengambil 2 sub-
yek anak
2. Penerapan Batuk Efektif wahyu vika Penerapan penerapan batuk efektif Pada pasien Deskriptif dengan Penerapan batuk efektif
Pasca Nebulasi Pada febriyani pasca nebulasi pada pasien asma asma bronkial pendekatan studi terbukti efektif berpen-
Pasien Asma Bronkhial bronkial dengan ketidakefektifan dengan keti- kasus garuh dan efektif untuk
Dengan Ketidakefektifan kebersihan jalan nafas dakefektifan ke- menangani pasien den-
Bersihan Jalan Nafas Di bersihan jalan gan ketidakefektifan ke-
Ruang Penyakit Dalam nafas. bersihan jalan nafas
tahun 2020 khususnya asma bronkial

3. Penerapan Batuk Efektif Hendi Seti- Untuk mendapatkan gambaran Pasien asma Deskriptif dengan Penerapan latihan batuk
Sebagai Manajemen awan penerapan latihan batuk efektif se- bronkial di ru- pendekatan studi efektif yang dilaksanakan
Bersihan Jalan Nafas bagai manajemen bersihan jalan ang laika waraka kasus selama 5 hari di pagi dan
Pada Pasien Asma nafas pada pasien asma bronkial di rsud bahteramas sore hari atau dalam dua
Bronkial Di Ruang Laika ruang laika waraka rsud kendari sesi berpengaruh ter-
Waraka Rsud Bahtera- hadap kepatenan jalan
mas Kendari Tahun 2018 nafas sehingga mengu-
rangi sesak pada pasien
asma bronkial
4 Pemenuhan Bersihan rumentalia membandingkan kedua masalah dua orang pasien jenis penelitian batuk efektif perlu
Nafas Dengan Batuk sulistini, agus- keperawatan asma bronkial kedua dengan inisia; deskriptif analitik dikalukan secara rutin
Efektif Pada Asuhan cik, maria ulfa pasien dalam pemenuhan kebu- ny a yang beru- dengan pendekatan dan penting untuk dia-
Keperawatan Asma tuhan bersihan jalan napas. sia 57 tahun dan sudi kasus jarkan kepada keluarga.
Bronkial 2021 pasien kedua
ny.s berusia 60
tahun,
5 Batuk Efektif Dalam Yosef Agung untuk menganalisis pengaruh batuk 15 responden pra eksperimen terdapat pengaruh yang
Pengeluaran Dahak Pada Nugroho dan efektif pada pasien yang memenuhi signifikan / bermakna se-
Pasien Dengan Ketidake- Erva Elli Kris- pengeluaran sputum terhadap kriteria inklusi. belum dan sesudah per-
fektifan Bersihan Jalan tiani ketidakefektifan pembersihan lakuan batuk efektik pada
Nafas Di Instalasi Reha- saluran pernafasan di rehabilitasi pasien dengan ketidake-
bilitasi Medik Rumah medik fektifan bersihan jalan
Sakit Baptis Kediri instalasi rumah sakit baptis kediri. nafas di instalasi rehabili-
2011 tasi medik rs baptis
kediri

6 Efektifitas Batuk Efektif Novan ade pu- Menganalisis teknik relaksasi batuk metode deskriptif terdapat Pengaruh latihan
Sebagai Manajemen Un- tra rumbayan efektif yang diterapkan dalam men- dan studi kasus. batuk efektif pada penu-
tuk Meningkatkan Bersi- gatasi sesak nafas pada klien Asma runan frekuensi sesak
han Jalan Nafas Pada Bronkhia nafas pada Asma
Pasien Asma Bronkhial Bronchial,
2020
BAB

METODE PENELITIAN

Desain penelitian

Rancangan penelitian ini merupakan hasil akhir dari suatu tahap keputusan yang dibuat
olehpenelitian berhubungan dengan bagaimana suatu penelitin bisa diterapkan ( nursalam 2017 )

Jenis penelitian in bersifat deskriptif dengan melakukan studi dokumentasi. tipe study
yang di review adalah semua jenis penelitian eksperimental dengan pre dan post test terhadap
penyembuhan asma bronkhial. literature review ini disusun melalui penelusuran artikel peneli-
tian yang sudah terpublikasi.

Literature review ini disusun melalui penelusuran artikel penelitian yang sudah terpub-
likasi. populasi sampelnya adalah seluruh sampel dengan berbagai jenis pasien asma bronkhial.
berikut merupakan intisari yang diambil dari penelitian: judul penelitian, nama peneliti, tahun
publikasi, metode, jumlah sampel, hasil dan kesimpulan penelitian lengkap dengan nilai sig-
nifikansinya. intisari yang diambil kemudian dimasukkan ke dalam sebuah tabel agar hasil ek-
straksi mudah dibaca. setelah dilakukan seleksi berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi didap-
atkan 5 artikel, 5 artikel tersebut kemudian dianalisis. di bawah ini merupakan 5 daftar artikel
yang di ekstraksi dalam bentuk table.
Daftar pustaka

Hendi Setiawan, 2018 Penerapan Batuk Efektif Sebagai Manajemen Bersihan Jalan Nafas Pada
Pasien Asma Bronkial Di Ruang Laika Waraka Rsud Bahteramas Kendari, Politeknik Kesehatan
Kendari.

Rumentalia Sulistini, Aguscik,Maria Ulfa, 2021 Pemenuhan Bersihan Nafas Dengan Batuk Efek-
tif Pada Asuhan Keperawatan Asma Bronkial, Jurnal Keperawatan Merdeka (Jkm), Volume 1
Nomor 2, November 2021

Effendy,C & Asih, NGY. (2009). Keperawatan Medikal Bedah Klien Dengan Gangguan Sistem Per-
nafasan. Jakarta : EGC

Astmha and Allergy Foundation of Amerika, 2010. Astmha and Figures. Landover:

Australian Institute of health and welfare. Available

from:http://www.aafa.org/display.cfm?id=9&sub=42#(Accessed at 21 februari

2015).

Asih dan Effendy, (2003). Keperawatan Medikal Bedah : klien dengan

gangguan System pernafasan. Penerbit Buku kedokteran EGC, Jakarta. Ayres Jon,

(2003), Asma. Dian Rakyat, Jakarta

Budiono & Pertami, SB. (2015). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : Bumi Medika

Somatri, I. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem


Pernafasan. Jakarta : Selema Medika

Muttaqin,A. (2009).Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem

Pernafasan .Jakarta : Salemba Medika

Andarmoyo, Sulistyo. (2012). Kebutuhan Dasar Manusia (Oksigenasi) : Konsep , Proses

dan Praktik Keperawatan Edisi 1. Yogyakarta : Graha Ilmu

Nugroho, Yosef. Agung. 2014.”Batuk Efektif Dalam Pengeluaran Dahak pada Pasien

dengan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas di Instalasi Rehabilitasi Medik Rumah

Sakit Baptis Kediri.”


Jenkins. 2006. “Panduan Latihan Nafas Dalam dan Batuk Efektif.”

Anda mungkin juga menyukai