Oleh:
225170100111056
Daniswara Pradipa B.
i
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
ISI
2
Perubahan suhu yang dingin dan lembab
dapat menyebabkan terjadinya penyakit asma.
c. Stress
Stress dapat menjadi penyebab terjadinya
asma dan juga dapat memperberat serangan asma
yang sudah ada
d. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan
sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan
dengan dimana pendertia bekerja.
e. Olahraga atau aktivitas berat
Sebagian besar penderita mengalami serangan asma
jika melakukan aktifitas olahraga yang berat seperti
berlari cepat.(Rohman, 2015)
c) Patofisiologi
Bronkokonstriksi merupakan faktor utama yang
menimbulkan gejala klinis pada asma. Bronkokonstriksi merupakan
kontraksi otot polos bronkial yang terjadi sebagai respon terhadap
berbagai stimuli termasuk bahan alergen atau iritan.
Bronkokonstriksi terjadi karena pelepasan mediator inflamasi yang
berasal dari sel mast, terdiri dari histamin, triptase, leukotrien, dan
prostaglandin yang secara langsung menyebabkan kontraksi otot
polos saluran napas. Inflamasi yang bersifat progresif dapat
menyebabkan keterbatasan aliran udara yang disebabkan oleh
adanya edema, hipersekresi mukus, dan pembentukan mucus plugs.
Hiperesponsif saluran napas merupakan respon bronkokonstriksi
yang berlebihan terhadap berbagai macam stimulus. Airway
remodeling terjadi karena inflamasi yang terus menerus,
menyebabkan perubahan permanen pada struktur saluran napas.
Perubahan struktural yang terjadi pada airway remodeling antara
lain penebalan basement membrane, fibrosis pada subepitel,
hipertropi dan hiperplasia pada otot polos saluran napas, proliferasi
dan dilatasi pembuluh darah, hipersekresi dan hiperplasia dari dari
kelenjar mucus
3
Serangan asma akut terjadi karena adanya obstruksi jalan
napas secara luas yang ditimbulkan oleh kombinasi spasme otot
polos bronkus (bronkokonstriksi), edema mukosa akibat inflamasi
saluran napas, dan sumbatan mukus. Obstruksi jalan napas
menyebabkan peningkatan tahanan jalan napas, air trapping dan
distensi paru yang berlebihan. (Utami, 2021)
d) Faktor Resiko
Berikut ini adalah beberapa faktor risiko yang paling sering
dimiliki oleh penderita asma :
a. Riwayat keluarga
c. Alergi
d. Merokok
4
e) Manifestasi Klinik
1. Gejala Umum
Batuk
Dispnea
Mengi
2. Serangan asma
Sering terjadi di malam hari
Mulai secara mendadak dengan batuk dan sensasi sesak
dada
Pernapasan lambat
Ekspirasi lebih kuat dan lama daripada inspirasi
Obstruksi jalan napas membuat sensasi dyspnea
5
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Kasus
6
(tahap lanjut)
7) Makanan / Cairan : tidak terkaji
8) Nyeri / Kenyamanan : Nyeri dada meningkat karena batuk
berulang, gelisah
9) Pemeriksaan fisik :
a. Pernapasan : Napas pendek, wheezing, retraksi, takipnea,
batuk kering, wheezing,
Inspeksi : Tidak Terkaji
Palpasi : Tidak Terkaji
Perkusi : Tidak Terkaji
Auskultasi : wheezing di seluruh lapang paru, lokasidan
perubahan suara napas serta kapan saat terjadinya.
b. Kardiovaskuler : Tidak Terkaji
c. Muskuloskeletal : Tidak Terkaji
d. Intelegumen : Tidak Terkaji
e. Psikososial : Tidak Terkaji
b. Masalah keperawatan yang mungkin muncul
1. Pola napas tidak efektif
2. Gangguan pertukaran gas
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif
7
c. Rencana asuhan keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
.
1. D. 0005 Pola nafas tidak L.01004 Pola nafas membaik I.01015
efektif b.d sesak napas d.d Manajemen jalan nafas
penggunaan otot bantu napas Setelah dilakukan intervensi
keperawatan selama 3 x 24 jam, makaObservasi
pola napas membaik, dengan kriteria 1. Monitor pola napas
hasil: (frekuensi, kedalaman, usaha
1. Dispnea menurun napas)
2. Penggunaan otot bantu nafas 2. Monitor bunyi napas
penurun tambahan (misalnya: gurgling,
3. Frekuensi nafas membaik mengi, wheezing, ronchi kering)
4. Kedalaman nafas membaik 3. Monitor sputum (jumlah, warna,
aroma)
Terapeutik
1. Pertahankan kepatenan jalan
napas dengan head-tilt dan chin-
lift (jaw thrust jika curiga trauma
fraktur servikal)
2. Posisikan semi- fowler atau
fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada, jika
perlu
5. Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
6. Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan benda padat
dengan forsep McGill
8. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika
tidak ada kontraindikasi
2. Ajarkan Teknik batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
2. D.0003 GangguanL.01003 I.01014
pertukaran gas b.d wheezing,Pertukaran gas meningkat Pemantauan respirasi
sesak napas
Setelah dilakukan intervensi keperawatan Observasi
selama 3 x 24 jam, maka pertukaean 1. Monitor
gas meningkat, dengan kriteria hasil : frekuensi, irama, kedalaman dan
1. Sesak napas menurun upaya napas
2. Wheezing menurun 2. Monitor pola napas
(seperti bradypnea, takipnea,
hiperventilasi, kussmaul,
Cheyne-stokes, biot, ataksik)
3. Monitor
kemampuan batuk efektif
4. Monitor adanya produksi sputum
5. Monitor adanya sumbatanjalan
napas
6. Palpasi
kesimetrisan ekspansi paru
7. Auskultasi bunyi napas
8. Monitor saturasi oksigen
9. Monitor nilai analisa gas
darah
10. Monitor hasil x- ray thoraks
Terapeutik
1. Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
11. Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu.
3. D.0001 Bersihan janal napasL.01002 I.01011
tidak efektif b.d takipnea Manajemen jalan nafas
Bersihan jalan nafas meningkat
Observasi
Setelah dilakukan intervensi keperawatan 1. Monitor pola napas (frekuensi,
selama 3 x 24, maka bersihan jalan kedalaman, usaha napas)
nafas dmeningkat, dengan kriteria : 2. Monitor bunyi napas
tambahan (misalnya: gurgling,
1. Batuk efektif meningkat
mengi, wheezing,
2. Produksi sputum menurun ronchi kering)
Terapeutik
1. Pertahankan kepatenan
jalan napas dengan head-tilt dan
chin- lift (jaw thrust jika curiga
trauma fraktur servikal)
2. Posisikan semi- fowler atau
fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu
5. Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
6. Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsep McGill
8. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
d. Implementasi
Tgl/Jam No. DP Implementasi TTD
1 - Mengkaji frekuensi dan A
kedalaman pernapasan
- Mengauskultasikan bunyi nafas
- Memberikan nebulizer
- Mengajarkan pasien nafas dalam
dan batuk efektif
e. Evaluasi
Tgl/Jam No. DP Evaluasi TTD
1 S : Pasien mengatakan sesak napas A
berkurang
O:
- RR 24x/min
- Masih ada wheezing di sebagian
paru
- Klien mengeluarkan batuk
berdahak
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan pemberian Aminophilin 1
ampoile drip lewat infus RL di
ruangan jika tekanan darah diatas
100 mmHg.
1
4
DAFTAR PUSTAKA
Imtiyazi, M.S. (2018) ‘Perbandingan Parameter Fungsi Paru Atlet Putra Cabang
Olahraga Individu Dan Beregu Di Pusat Pendidikan Dan Pelatihan Pelajar
Jawa Tengah(Studi pada Cabang Olahraga Tinju dan Sepak
Takraw)Imtiyazi, Muhammad Syamil’, Sistem Respirasi, (1), pp. 10–35.
Available at: http://eprints.undip.ac.id/61936/.
Rohman, D. (2015) ‘Efektifitas Latihan Nafas Dalam (Deep Breathing) terhadap
peningkatan Erus Puncak Ekspirasi pada Pasien Asma di Puskesmas Rakit
1 Banjanegara’, (Universitas Muhammadiyah Purwokerto), pp. 1–13.
Utami, N. R. (2021). DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA TERBARU ASMA
AKIBAT KERJA. Jurnal Medika Hutama, 2(03 April), 990-1001.
Yulia, A., Dahrizal, D. and Lestari, W. (2019) ‘Pengaruh Nafas Dalam dan Posisi
Terhadap Saturasi Oksigen dan Frekuensi Nafas Pada Pasien Asma’,
Jurnal Keperawatan Raflesia, 1(1), pp. 67–75. Available at:
https://doi.org/10.33088/jkr.v1i1.398.
Yusuf Sukman, J. (2017) ‘Konsep Masalah Penyakit Asma’, Вестник
Росздравнадзора, 4, pp. 9–15.
1
5