Anda di halaman 1dari 30

ALUR PASIEN TUBERKULOSIS RESISTEN OBAT

NO DOKUMEN TERBIT 1 HALAMAN


RSUD PROF. DR.
MA HANAFIAH
SM
BATUSANGKAR
STANDAR TANGGAL DITETAPKAN DIREKTUR
PRSEDUR TERBIT
PERASIONAL

Pengertian Suatu alur penatalaksanaan pasien TB-RO yang berobat


jalan
Tujuan Sebagai acuan penatalaksanaan pasien TB-RO yang berobat
jalan di RSUD Prof. DR. MA Hanafiah SM Batusangkar
ditujukan untuk peningkatan mutu layanan, kemudahan
akses untuk penemuan dan pengobatan sehingga mampu
memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya TB
RO.
Kebijakan  Penatalaksanaan pasien TB RO hendaknya memenuhi
kaidah - kaidah Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
(PPI).
 Pemberian pengobatan pasien TB RO harus diawasi
langsung oleh petugas terlatih

Prosedur 1. Pasien TB RO datang RSUD Prof. DR. MA


Hanafiah SM Batusangkar setiap hari kamis sesuai
dengan jadwal yang sudah ditentukan setiap
bulannnya
2. Pasien TB RO yang datang RSUD Prof. DR. MA
Hanafiah SM Batusangkar diharuskan
menggunakan masker bedah dan untuk petugas
menggunakan masker N95.
3. Setiap kunjungan Pasien TB RO  diwajibkan untuk
diantar oleh petugas puskesmas dan langsung ke
ruangan poli TB MDR melalui jalur khusus tampa
mengantri di loket pendaftaran untuk mengurangi
resiko penularan kepada pasien yang lainnya.
4. Pasien TB RO yang akan berkunjung didaftarkan
oleh petugas puskesmas di loket pendaftaran setelah
itu akan dilakukan pendataan, anamnesa dan
pemeriksaan lainnya seperti EKG oleh petugas poli
MDR berdasarkan permintaan Tim Ahli Klinis
sesuai panduan yang berlaku
5. Setiap berkunjung pasien TB RO akan dilakukan
pemeriksaan sputum berupa BTA dan kultur, DPL
dan Kimia klinis lainnya oleh petugas laboratorium
sesuai permintaan Tim Ahli Klinis sesuai panduan
yang berlaku
6. Pasien TB RO diperiksa oleh Tim Ahli Klinis
(TAK) di ruangan Poli MDR RSUD Prof. DR. MA
Hanafiah SM Batusangkar
7. Obat pasien TB RO akan diambilkan dan diantarkan
oleh petugas farmasi ke ruangan poli MDR sesuai
regimen masing-masing lalu meminumnya di
hadapan petugas di ruang tunggu.
8. Setelah petugas yakin bahwa pasien TB RO yang
telah menerima pengobatan tidak mengalami efek
samping obat yang berat, pasien tersebut
diperbolehkan pulang.

Alur Pasien TB RO

Unit Terkait 1. Seluruh SMF yang terkait


2. Seluruh unit pelayanan yang terkait (unit rawat
jalan, IGD, rawat inap, kamar bersalin dan ruang
khusus)

PENGUMPULAN DAHAK UNTUK


PEMERIKSAAN TBC

RSUD PROF. DR. NO DOKUMEN TERBIT 1 HALAMAN


MA HANAFIAH
1/1
SM
BATUSANGKAR
STANDAR TANGGAL TERBIT DITETAPKAN DIREKTUR
PRSEDUR
PERASIONAL

Pengertian Dahak adalah cairan yang berasal dari jaringan paru-paru dan
dibatukkan keluar

Pot dahak adalah tabung plastik berdiameter 6 cm dan bertutup ulir,


tidak mudah pecah dan tidak bocor serta bermulut lebar

Tujuan 1. Menegakkan diagnosis dan klasifikasi/tipe


2. Menilai kemajuan pengobatan
3. Menentukan tingkat penularan

Kebijakan Pengumpulan dahak dilakukan oleh pasien dan diserahkan ke petugas


laboratorium dengan diberikan nomor sediaan dahak dari Poli DOTS
Prosedur 1. Alat dan bahan
 Pot dahak
 Spidol permanen untuk identitas pasien

2. Cara kerja
Diagnosis tuberkulosis ditegakkan dengan pemeriksaan 2 spesimen
dahak sewaktu-pagi atau sewaktu-sewaktu

SEWAKTU : Dahak dikumpulkan saat pasien TB pertama kali.

PAGI : Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua segera


setelah bangun tidur sebelum kumur-kumur dan dibawa ke faskes

3. Cara Pengumpulan Dahak :


a. Beri penjelasan pada pasien tentang cara batuk yang benar
untuk mendapat dahak yang kental dan purulent (kuning
kehijauan).
b. Bila sulit mengeluarkan dahak pasien disarankan untuk :
 Malam hari sebelum tidur minum satu gelas teh manis kental
atau menelan tablet gliseril guayakolat 200 mg
 Melakukan olahraga ringan (lari-lari kecil) kemudian menarik
nafas dalam beberapa kali. Bila terasa akan batuk, nafas
ditahan selama mungkin lalu disuruh batuk.
c. Beri penomoran sediaan dahak dengan spidol pada dinding pot
yang berisi nama untuk sediaan dahak. Penomoran mengikuti
aturan yang sudah ditetapkan Subdit yakni

Kode Nomor Kode Huruf


Kode 1 : Terduga Sesuaikan A-B : diagnosa
TB SO dengan D-dst : Follow
Kode 2 : Terduga registrasi Up Dahak
TB RO TB06
Contoh : 2/001A atau 2/002B

a. Tutup pot dengan erat


b. Pasien diberikan pot untuk dibawa pulang untuk menampung
dahak pagi
c. Petugas cuci tangan dengan sabun dan air

Unit Terkait 1. Instalasi Rawat Jalan


2. Instalasi Rawat Inap
3. Instalasi RB
PENGELOLAAN LIMBAH DAHAK

NO DOKUMEN TERBIT HALAMAN


RSUD PROF. DR.
MA HANAFIAH
SM
BATUSANGKAR
STANDAR TANGGAL DITETAPKAN DIREKTUR
PRSEDUR TERBIT
PERASIONAL

Pengertian Pengelolaan limbah dahak / bahan buangan / residu dan


tumpahan dari sisa pemeriksaan dahak di laboratorium
Tujuan Untuk mengurangi resiko penularan terhadap kuman
penyakit yang mungkin ada didalam limbah
Kebijakan Berdasarkan pedoman pelayanan laboratorium
Prosedur Penanganan Tumpahan
1. Alat dan Bahan
a. Larutan hipoklorit 1% segar (diencerkan saat akan
digunakan)
b. Forsep, sapu dan serokan (alat penampung sampah)
yang dapat disterilisasi (autoclavable), atau alat
mekanik lain untuk menangani benda tajam.
c. Kertas tisu atau bahan penyerap lainnya.
d. Kantong biohazard untuk membuang tumpahan yang
terkontaminasi
e. Tempat sampah benda tajam yang kosong
f. Sarung tangan
g. Pelindung wajah (kacamata dan masker atau
pelindung wajah)
h. Sepatu boots kedap air

2. Pedoman Umum pada Insiden Tumpahan


a. Hindari menghirup material yang terkandung di udara
dan segera tinggalkan ruangan. Beritahu yang lain
untuk meninggalkan ruangan.
b. Tutup pintu dan pasang tanda bahaya.
c. Lepas pakaian yang terkontaminasi, balik bagian yang
terkontaminasi ke dalam dan masukkan ke kantong
biohazard.
d. Cuci semua bagian kulit yang terpapar dengan sabun
dan air.
e. Informasikan pada supervisor dan tim keamanan
kerja.

3. Pembersihan Tumpahan.
Ikuti tahapan berikut pada saat akan membersihkan
tumpahan di laboratorium:
a. Petugas laboratorium keluar dan memasang tanda
peringatan ”BAHAYA TUMPAHAN, DILARANG
MASUK!” di depan pintu laboratorium.
b. Biarkan aerosol hilang/ mengendap selama setidaknya
30 menit sebelum masuk kembali laboratorium.
Persiapkan alat untuk pembersihan (spill kit).
c. Kenakan alat pelindung diri (baju lab, pelindung
wajah, sarung tangan lapis ganda, dan sepatu boot).
d. Tutupi area tumpahan dengan kertas tisu / absorban.
e. Tuang larutan hipoklorit 1% pada kertas tisu /
absorbant di mulai dari area luar menuju area inti
tumpahan.
f. Biarkan kontak selama 20 menit.
g. Bersihkan daerah tumpahan menggunakan pinset dan
buang ke dalam plastik otoklaf.
h. Tuangkan kembali disinfektan pada area tumpahan,
kemudian keringkan dengan kertas tisu / absorban
yang baru.
i. Buang kertas tisu/absorban tersebut ke dalam plastik
otoklaf.
j. Bersihkan area sekitarnya (dimana mungkin tumpahan
terpercik) dengan disinfektan. Gerakan pembersihan
dilakukan secara sirkuler dimulai dari bagian terluar
menuju ke pusat tumpahan.
k. Jika terdapat pecahan, ambillah dengan pinset dan
buang dalam wadah benda tajam.
l. Buangan limbah tisu dan pecahan di atas harus
diperlakukan sebagai limbah infeksius.
m. Lepaskan masker dan sarung tangan masukkan ke
dalam plastik otoklaf.
n. Lepaskan jas laboratorium dan masukkan ke dalam
plastik otoklaf lainnya untuk dilakukan sterilisasi.
o. Cucilah tangan dan area kulit yang terpapar dengan
sabun cair dan air mengalir.

4. Penanganan Limbah
Pemeriksaan TCM menghasilkan limbah infeksius
berupa sisa spesimen, katrid bekas pakai, pipet, serta
bahan habis pakai lainnya yang telah terkontaminasi.
Seluruh limbah infeksius harus dipisahkan dari limbah
non-infeksius, serta dimasukkan ke dalam plastik
otoklaf. Penanganan limbah tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Pot dahak dan tutupnya, serta limbah padat lain harus
direndam dalam larutan hipoklorit 0,1% baru atau
disinfektan lain selama minimal 12 jam.
b. Limbah katrid dimasukkan pada plastik otoklaf yang
kemudian dihancurkan dalam insenerator.
c. Sterilisasi dengan otoklaf dibutuhkan suhu 121 OC
dengan tekanan udara 1,5 - 2 atm selama 20 menit.
d. Limbah cair dibuang melalui sistem IPAL (Instalasi
Pengolahan Air Limbah).
e. Setelah proses otoklaf penanganan limbah dapat
dilanjutkan dengan insinerasi.

5. Pembuangan dan Pengolahan Limbah Infeksius Seluruh


materi biologis dan non-biologis termasuk katrid yang
sudah digunakan harus ditangani sebagai limbah medis
yang berpotensi untuk menularkan penyakit.
6. Pembuangan limbah medis harus dipisahkan dari sampah
non-infeksius, dilakukan sesegera mungkin dan
dilakukan oleh petugas laboratorium yang telah
mendapatkan pelatihan biosafety.
7. Pemusnahan limbah dilakukan sesuai dengan prosedur
yang berlaku di RSUD Prof. DR. MA Hanafiah SM
Batusangkar.

Unit Terkait 1. Laboratorium


2. Instalasi Rawat Jalan
3. Instalasi Rawat Inap

PROSEDUR
PEMANTAUAN PENGOBATAN PASIEN TB RO

No.Dokumen No.Revisi Halaman


……… .. 1/3
Ditetapkan,
Direktur
STANDAR Tanggal Terbit
PROSEDUR
……….
OPERASIONA
L

PENGERTIAN Melakukan pemantauan pada pasien TB RO yang sedang


menjalani pengobatan.
Sebagai acuan dalam pemantauan pengobatan pasien TB RO
TUJUAN
 Penanggulangan TB RO dilaksanakan sesuai dengan
KEBIJAKAN Petunjuk Teknis Manajemen Terpadu Pengendalian
Tuberkulosis Resisten Obat dan mengacu pada Pedoman
Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Serta Standar
Internasional Penanggulangan Tuberkulosis (ISTC), melalui
pelatihan dan pengembangan staf di rumah sakit.
 Penanggulangan TB RO dilaksanakan dengan mengutamakan
peningkatan mutu pelayanan, pemeriksaan dahak secara
mikroskopik, penggunaan obat rasional dengan paduan obat
sesuai dengan Petunjuk Teknis Manajemen Terpadu
Pengendalian Tuberkulosis Resisten Obat, serta pemantauan,
supervisi dan evaluasi program

PROSEDUR 1. Pemantauan pengobatan pasien TB RO dimulai apabila


Pasien sudah memulai pengobatan sejak hari pertama
meminum obat baik secara langsung maupun secara tidak
langsung (jarak jauh). Teknis pelaksanaan pemantauan
pengobatan jarak jauh mengacu pada protokol SE Nomor 56
Tahun 2020 tentang Keberlangsungan Layanan TB dalam
Masa Pandemi Covid-19
2. Selama menjalani pengobatan, pasien harus dipantau secara
ketat untuk menilai respons pengobatan dan identifikasi efek
samping sejak dini.
3. Pemantauan oleh petugas Kesehatan dokter dan perawat poli
MDR setiap hari yang dibantu oleh petugas puskesmas
sebagai Pengawas Minum Obat ( PMO)
4. Pemantauan pengobatan pasien TB RO menggunakan
Register TB.01 RO dan lembar pemantauan efek samping
obat (ESO), yang dilakukan setiap hari
5. Pemantauan pengobatan harus dibuktikan melalui hasil
pemeriksaan klinis, bakteriologis dan laboratorium
penunjang
6. Untuk pemantauan keberhasilan pengobatan dibuktikan
dengan hasil pemeriksaan bakteriologis (BTA dan Kultur)
7. Untuk pemantauan keberhasilan pengobatan dibuktikan
dengan hasil pemeriksaan bakteriologis (BTA dan Kultur)
8. Untuk pemantauan pengobatan bagi pasien yang menerima
paduan jangka pendek perlu dilakukan pemantauan sesuai
tabel berikut :
a. Keadaan klinis, berat badan, perkembangan keluhan atau
gejala klinis dipantau setiap bulannya.
b. Pemeriksaan dahak dan biakan dilakukan setiap bulan.
c. Foto toraks dilakukan di akhir pengobatan.
d. Pemeriksaan EKG, Darah perifer lengkap, fungsi hati-ginjal,
asam urat dan elektrolit dilakukan setiap bulan
e. Jika hasil BTA/Kultur masih positif pada bulan ke-4 atau
berturut-turut, maka dapat dijadwalkan untuk pemeriksaan
LPA dan Uji Kepekaan

9. Untuk pemantauan pengobatan bagi pasien yang menerima


paduan jangka panjang perlu dilakukan pemantauan sesuai
tabel berikut :
a. Keadaan klinis, berat badan, perkembangan keluhan atau
gejala klinis dipantau setiap bulannya.
b. Pemeriksaan dahak dan biakan dilakukan setiap bulan.
c. Foto toraks dilakukan di akhir pengobatan.
d. Pemeriksaan EKG, Darah perifer lengkap, fungsi hati-ginjal,
asam urat, kreatinin, albumin dan elektrolit dilakukan setiap
bulan
e. Jika hasil BTA/Kultur masih positif pada bulan ke-4 atau
berturut-turut, maka dapat dijadwalkan untuk pemeriksaan
LPA dan Uji Kepekaan
PROSEDUR
PENANGANAN EFEK SAMPING PENGOBATAN TB
RO
RSUD PROF. DR.
MA HANAFIAH
SM NO DOKUMEN TERBIT 1 HALAMAN
BATUSANGKAR

STANDAR TANGGAL DITETAPKAN DIREKTUR


PRSEDUR TERBIT
PERASIONAL

Pengertian RSUD Prof DR. MA Hanafiah SM Batusangkar sebagai


RS dengan pelayanan TB RO melakukan pemantauan efek
samping ringan, sedang dan berat yang timbul pada
pengobatan pasien TB RO.
Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk
1. Mendeteksi dini efek samping selama pengobatan.
2. Menilai keberhasilan pengobatan TB RO
Kebijakan Penanggulangan TB dilaksanakan dengan mengutamakan
peningkatan mutu pelayanan, pemeriksaan dahak secara
mikroskopik, penggunaan obat rasional dengan paduan obat
sesuai stretegi DOTS, serta pemantauan, supervisi dan
evaluasi program
Prosedur 1. Konsultasi, informasi dan edukasi (KIE) mengenai efek
samping pengobatan dilakukan sebelum pasien
memulai pengobatan TB RO.
2. Semua efek samping pengobatan yang dialami pasien
harus tercatat dalam formulir efek samping pengobatan.
3. Dokter fasyankes pelaksana TB RO menjadi tempat
penatalaksanaan efek samping pengobatan sedang
sampai berat.
4. Dokter fasyankes satelit menjadi tempat
penatalaksanaan efek samping pengobatan ringan
sampai sedang.
5. Dokter fasyankes satelit TB RO melaporkan ke
fasyankes rujukan TB RO apabila timbul efek samping
pengobatan.
6. Efek samping pengobatan yang tidak menunjukkan
perbaikan setelah ditangani dokter fasyankes satelit TB
RO segera dirujuk ke fasyankes pusat rujukan/sub
rujukan TB RO

a. Efek samping berat atau serius:


 Mendengar suara-suara, halusinasi,
delusi/waham, bingung.
 Pendengaran berkurang (tuli) atau telinga
berdengung
 Reaksi alergi berat yaitu Renjatan anafilaktik
dan angionerotik edema, harus segera ditangani
oleh dokter puskesmas sesuai standard
penanganan renjatan sebelum segera dirujuk ke
RS rujukan TB-RO
 Reaksi alergi berat yang lain yang berupa
kemerahan pada mukosa (selaput lendir) seperti
mulut, mata dan dapat mengenai seluruh tubuh
berupa pengelupasan kulit (Steven Johnsons
Syndrome)
 Takikardia

b. Efek samping ringan dan sedang

 Kemerahan (rash) ringan


 kesemutan atau rasa panas pada kulit kaki
(neuropati perifer)
 mual dan muntah
 diare
 sakit kepala
 gangguan tidur
 Tidak nafsu makan (anoreksia)
 bingung,depresi

C. Penatalaksanaan efek samping.

 Efek samping yang terjadi dapat ringan, sedang


atau berat.
 Pada efek samping ringan, pasien tidak perlu
menghentikan sementara pengobatannya. Sedang
efek samping berat dan sedang untuk sementara
pengobatan TB RO dihentikan.
 Bilamana dirasa perlu pasien dirujuk ke RS
rujukan TB RO untuk penanganan leboh lanjut
oleh Tim Ahli Klinis atau Tim Therapeutik.

Rincian penanganan efek samping adalah sebagai berikut.

1. Penatalaksanaan alergi:

Reaksi alergi bisa terjadi beberapa hari atau minggu


setelah pengobatan dimulai.

Kemerahan disertai gatal (reaksi alergi ringan) biasanya


terjadi di awal pengobatan dan bisa hilang dalam
beberapa hari:

 Lanjutkan pengobatan OAT.


 Berikan chlorpheniramine (CTM) oral (4 mg setiap
4- 6 jam maksimal 24 mg per hari).
 Minta pasien untuk kembali bila gejala tidak hilang
atau menjadi bertambah berat.
 Kemerahan kulit menyeluruh dengan atau tanpa
demam (reaksi alergi sedang) atau merupakan
kelanjutan dari reaksi alergi ringan:
 Hentikan semua OAT dan segera rujuk ke RS
rujukan TB RO.
 Jika pasien dengan demam berikan parasetamol (0.5
– 1 g, tiap 4-6 jam).
 Berikan kortikosteroid suntikan yang tersedia
misalnya hidrokortison 100 mg i/m atau
deksametason 10 mg iv, dan dilanjutkan dengan
preparat oral prednison atau deksametason sesuai
indikasi.

Reaksi anafilaktik, renjatan, termasuk kesulitan bernafas,


angionerotik edema, mual , muntah , nyeri lambung
hebat, demam, nyeri otot dan nyeri sendi:

 Rujuk ke RS rujukan TB-RO segera.


 Berikan pengobatan segera seperti tersebut dibawah
ini, sambil dirujuk ke RS rujukan TB RO:

Reaksi alergi yang berat: kemerahan kulit yang meluas,


melepuh, permukaan mukosa dapat terkena dan demam.

Berikan segera pengobatan seperti tersebut dibawah ini,


sambil dirujuk ke RS rujukan TB RO, segera:
 Berikan CTM untuk gatal-gatal.
 Berikan parasetamol bila demam.
 Berikan prednisolon 60 mg per hari, atau suntikan
deksametason 4 mg 3 kali sehari jika tidak ada
prednisolon tidak ada.
 Ranitidin 150 mg  dua kali sehari atau 300 mg pada
malam hari .

Pengobatan di RS rujukan TB RO:


 Berikan antibiotik jika ada tanda-tanda infeksi kulit.
 Lanjutkan semua pengobatan alergi sampai ada
perbaikan, kurangi bertahap (tappering off)
kortikosteroid jika digunakan sampai 2 minggu.
Pengobatan jangan terlalu cepat dimulai kembali.
Tunggu sampai perbaikan klinis. Laporkan ke Tim
Ahli Klinis untuk merancang paduan pengobatan
selanjutnya tanpa obat yang diduga sebagai
penyebab.

 Pada kasus dengan efek samping yang akan memulai


pengobatan kembali, pengobatan dilakukan secara
bertahap dengan dosis terbagi, terutama bila
dicurigai efek samping terkait dengandosis obat.
Dosis total perhari tidak boleh dikurangi (harus
sesuai berat badan) kecuali bila ada data
bioavaibilitas obat (therapeutic drug  monitoring).

1. Penatalaksanaan mual dan muntah.

 Pengobatan tetap dilanjutkan.


 Mual dan muntah dapat terjadi pada minggu-
minggu awal pengobatan, bila perlu berikan
obat yang dapat meringankan gejala. Gejala
dapat hilang setelah beberapa hari.
 Pantau pasien untuk mengetahui berat
ringannyanya keluhan.
 Singkirkan sebab lain seperti gangguan hati,
diare karena infeksi, pemakaian alkohol atau
merokok atau obat-obatan lainnya.Berikan
domperidon 10 mg setengah jam sebelum
minum obat.
 Untuk rehidrasi, berikan infus cairan IV jika
perlu.
 Jika berat, rujuk ke RS rujukan TB-RO.

Penatalaksanaan di RS rujukan TB-RO

 Rawat inap untuk penilaian lanjutan jika gejala berat


 Jika mual dan muntah tidak dapat diatasi hentikan
Ethionamide smapai gejala berkurang atau
menghilang kemudian dapat ditelan kembali.
 Jika gejala timbul kembali setelah Ethionamide
kembali ditelan, hentikan semua pengobatan selama 1
minggu dan mulai kembali pengobatan seperti
dijadwalkan untuk memulai OAT lini kedua  dengan
dosis uji yaitu dosis terbagi (lihat tabel diatas).
Laporkan kepada Tim Therapeutik.
 Jika muntah terus ada beberapa hari, lakukan
pemeriksaan fungsi hati, kadar Kalium dan kadar
kreatinin.
 Berikan suplemen Kalium jika kadar kalium rendah
atau muntah berlanjut beberapa hari.
 Bila muntah terjadi bukan diawal terapi, muntah bisa
merupakan tanda kekurangan kalium

1. Penatalaksanaan Drug Induced Liver Injury

 Hentikan semua OAT.


 Pasien dirawat inapkan untuk penilaian lanjutan jika
gejala menjadi lebih berat.
 Periksa serum darah untuk kadar enzim hati.
 Singkirkan kemungkinan penyebab lain hepatitis.
Anamnesis tentang riwayat hepatitis sebelumnya.
 Tim therapeutik akan mempertimbangkan untuk
menghentikan obat yang paling mungkin menjadi
penyebab. Mulai kembali dengan obat lainnya,
apabila dimulai dengan OAT yang bersifat
hepatotoksik, pantau fungsi hati.

2. Penatalaksanaan kejang

 Tangani sementara kejang di UPK satelit 2 TB RO,


setelah stabil segera rujuk ke RS rujukan TB-RO.
 Upayakan untuk mencari tahu riwayat atau
kemungkinan penyebab kejang lainnya
(meningitis, ensefalitis, pemakaian obat, alkohol
atau trauma kepala).
 Pasien dengan riwayat kejang sebelumnya dapat
berisiko mengalami kejang selama pengobatan TB
RO.
 Konsulkan kepada Tim therapeutik. Apabila kejang
terjadi pertama kali maka lanjutkan pengobatan TB
RO tanpa pemberian sikloserin selama 1-2 minggu.
Setelah itu

 cyscloserin dapat dberikan kembali dengan dosis uji


sesuai tabel diatas.
 Piridoksin (vit B-6) dapat diberikan sampai dengan
200 mg per hari.
 Berikan pengobatan anti kejang. Berikan fenitoin 3-
5 mg/kg/hari. Jika menggunakan fenitoin dan
pirazinamid bersama-sama, pantau fungsi hati
Hentikan pirazinamid jika hasil faal hati abnormal.
 Pengobatan anti-kejang dapat dilanjutkan sampai
pengobatan TB RO selesai ataulengkap.
 Riwayat kejang sebelumnya bukan merupakan
kontraindikasi pengobatan TB RO.
 Kejang bukan merupakan gejala sisa atau sekuele
pengobatan TB RO.
 Penanganan pasien dengan kejang harus dibawah
pengamatan dan penilaian Tim therapeutik.
 Laporkan ke Tim Therapeutik

3. Penatalaksanaan neuropati perifer

 Pengobatan TB RO tetap dilanjutkan.


 Hindari pemakaian alkohol dan rokok karena akan
memperberat gejala neuropati.
 Pasien dengan penyakit penyerta (misalnya
diabetes, HIV) dapat lebih mudah mengalami
neuropati perifer tetapi kondisi ini bukan merupakan
kontraindikasi pemakaian OAT.
 Tingkatkan dosis piridoksin sampai dengan  200 mg
perhari bila perlu.
 Rujuklah ke Tim Therapeutik bila terjadi gejala
neuropati berat (nyeri, sulit berjalan),

 hentikan semua pengobatan selama 1-2 minggu.


Dapat diobati dulu dengan amitriptilin dosis rendah
pada malam hari dan obat non steroid anti radang
(NSAID)dan bila gejala neuropati mereda atau
hilang OAT dapat dimulai kembali, kalau perlu
dengan dosis uji.
 Neuropati yang disebabkan pengobatan OAT pada
umumnya reversib.
 Rujuk kepada dokter Spesialis Neurologi bila
gejalanya berat dan tidak membaik, untuk
mempertimbangkan penghentian sikloserin.

4. Penatalaksanaan kehilangan pendengaran.

 Rujuk pasien segera ke Poli THT untuk diperiksa


penyebabnya dan di konsulkan Tim therapeutic.
 Apabila penanganannya terlambat ditangani tuli
dapat menetap.
 Penatalaksanaan di RS rujukan TB RO .
 Evaluasi kehilangan pendengaran dan singkirkan
sebab lain seperti infeksi telinga.
 Periksa kembali pasien setiap minggu atau jika
pendengaran semakin buruk selama beberapa
minggu berikutnya, Konsulkan kembali ke Poli
THT

5. Penatalaksanaan gejala psikotik.

Bila terjadi gejala psikotik, rujuk Dokter spesialis


Psikiatry

 Halusinasi pendengaran lebih sering terjadi


dibanding halusinasi penglihatan.
 Jangan membiarkan pasien sendirian, apabila akan
dirujuk ke RS rujukan TB RO

 harus didampingi.
 Berikan haloperidol 5 mg sebelum merujuk pasien.
 Penatalaksanaan di RS rujukan TB RO.
 Rujuklah pasien ke dokter ahli jiwa  (psikiatri), bika
ada keinginan untuk bunuh diri atau membunuh,
hentikan sikloserin selama 1-4 minggu sampai
gejala terkendali dengan obat-obat anti-psikotik.
 Berikan pengobatan anti-psikotik dan konseling.
Bila gejala psikotik telah mereda, mulai kembali
sikloserin dalam dosis uji.
 Berikan vit B6.
 Bila kondisi teratasi, dengan rekomendasi Tim
therapeutik, lanjutkan pengobatan TB RO
bersamaan dengan obat anti-psikotik.
 Gejala psikotik pada umumnya reversibel sampai
pasien dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap.

6. Penatalaksanaan depresi

 Lakukan konseling kelompok atau perorangan.


Penyakit kronik dapat merupakan fakor risiko
depresi.
 Rujuk ke RS rujukan TB RO jika gejala menjadi
berat dan tidak dapat diatasi di UPK satelit 2 TB
RO. Rujuklah ke Tim therapeutic konsultasi
psikiatri untuk mulai pengobatan anti depresi.
 Konsul ke Tim therapeutik untuk pemberian paduan
baru atau dosis uji.
 Gejala depresi bisa berfluktuasi selama pengobatan
dan dapat membaik dengan berhasilnya
pengobatan.
 Riwayat depresi sebelumnya bukan merupakan
kontra indikasi bagi penggunaan obat tetapi
berisiko terjadinya depresi selama pengobatan.

7. Penatalaksanaan keadaan hipotiroidisme.

 Gejala dan tandanya adalah kulit kering, kelelahan,


kelemahan dan tidak tahan terhadap dingin.
 Lanjutkan pengobatan TB RO, tetapi rujuk ke RS
untuk konfirmasi diagnosis hipotiroidsme
 Penatalaksanaan di RS Rujukan TB RO berdasar
rekomendasi Tim Therapeutik:

 Diagnosis hipotiroid ditegakkan berdasar


peningkatan kadar TSH (kadar normal < 10 mU/l).
 Ahli endokrin dari Tim Therapeutik akan
memberikan rekomendasi pengobatan dengan levo-
thyroxine serta evaluasi dengan memeriksa kadar
TSH selama 3 bulan setelah menghentikan levo-
thyroxine.
 Gejala hipotiroidisme adalah reversibel setelah
pengobatan OAT dihentikan karena pasien
dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap.

8. Penatalaksanaan gangguan ginjal

 Semua pasien dipantau kadar kreatinin dan elektrolit


setiap bulan.
 Hati-hati dengan kelompok berisiko tinggi yaitu
pasien dengan diabetes melitus atau riwayat
gangguan ginjal.
 Pantau gejala dan tanda-tanda: edema, penurunan
produksi urin, malaise, sesak nafas dan renjatan.
 Rujuk ke Poli bila ditemukan gejala yang mengarah
ke gangguan ginjal.

 Penatalaksanaan di RS Rujukan TB RO:


 Tim Therapeutik akan memberoikan rekomendasi
penanganannya.
 Jika terdapat gangguan ringan (kadar kreatinin 1.5-
2.2 mg/dl), hentikan obatnya diduga penyebabnya
 Laporkan kepada Tim therapeutik Untuk kasus
sedang dan berat (kadar kreatinin > 2.2 mg/dl),
hentikan semua obat dan hitung angka filtrasi
glomeruler (GFR) menggunakan rumus kadar
kreatinin, menurut umur dan jenis kelamin.
 Jika GFR atau klirens kreatinin (creatinin clearance)
< 30 ml/menit atau pasien mendapat hemodialisa
maka lakukan penyesuaian dosis OAT sesuai tabel 6
dibawah ini:

BB (kg) x (140 – umur) (x 0.85 utk wanita)

72 x kreatinin serum (mg/dl)

Tabel :  Perubahan dan penyesuaian dosis OAT


pada gangguan ginjal
Perubaha Perubahan Dosis yang
Obat n dosis? dianjurkan dan
frekuensi? frekuensi

Z Ya Ya 25-35 mg/kg/dosis,

3 x/minggu

E Ya Tidak 15-25 mg/kg/dosis,

3 x/minggu

Lfx Ya Tidak 750-1000 mg per


dosis tiga kali per
minggu

Cs Ya Ya 250 mg sekali sehari,


atau 500 mg/dosis

3 x/minggu

Eto Tidak Ya 250 – 500 mg/dosis


harian

PAS Tidak 2 x 4 gr sehari

 Aminoglikosida dihentikan jika kadar kreatinin


terus meningkat.
 Jika efek samping gangguan ginjal didiagnosis
secara dini dan ditangani dengan baik, prognosisnya
cukup baik dan
 gangguan ginjal tidak akan dapat menetap.

10. Penatalaksanaan nyeri sendi

 Pengobatan TB RO bisa dilanjutkan.


 Pengobatan dengan obat non steroid anti
radang(NSAID) segera dimulai.
 Berikan latihan/ fisioterapi dan pemijatan.
 Gejala bisa berkurang dengan perjalanan waktu 
meskipun tanpa penanganan khusus.
 Bila gejala tidak hilang dan mengganggu rujuk ke
RS rujukan TB-RO untuk mendapatkan
rekomendasi penanganan oleh Tim Therapeutik.
Salah satu kemungkinan adalah  pirazinamid perlu
diganti.

11. Penatalaksanaan gangguan penglihatan

 Gangguan penglihatan berupa kesulitan


membedakan warna merah dan hijau.
 Meskipun gejala ringan etambutol harus dihentikan
segera. Obat lain diteruskan sambil dirujuk ke RS
rujukan TB RO.
 Rujuk ke RS rujukan TB-RO untuk dikonsulkan
kepada Tim ahli Klinis
 Tim ahli Klinis harus merujuk ke spesialis penyakit
mata jika gejala tetap  terjadi meskipun etambutol
sudah dihentikan.
 Harus diingat bahwa aminoglikosida dapat juga
menyebabkan gangguan penglihatan yang
reversibel: silau pada cahaya yang terang dan
kesulitan melihat.

12. Penatalaksanaan hipokalemi

 Hipokalemi sering kali tanpa gejala, oleh karena itu


perlu pemeriksaan elektrolit secara berkala.
 Gejala bisa berupa kelelahan, nyeri otot, kejang,
baal/numbness, kelemahan tungkai bawah,
perubahan perilaku atau bingung
 Hipokalemia (kadar < 3.5 meq/L) bisa disebabkan
oleh: Efek langsung aminoglikosida pada tubulus
ginjal.
 Muntah dan mencret.
 Obati muntah dan mencret.
 Berikan tambahan Kalium peroral sesuai tabel 5
 Jika kadar kalium kurang dari 2.3 meq/l pasien
mungkin memerlukan infus IV  penggantian dan
harus di rujuk untuk dirawat inap di RS.
 Hentikan pemberian injeksi selama beberapa hari
jika kadar Kalium kurang dari 2.3 meq/L, laporkan
kepada tim Therapeutik.
 Berikan infus cairan KCL: paling banyak 10
mmols/jam Hati-hati pemberian bersamaan dengan
levofloxacin karena dapat saling mempengaruhi.

Tabel 7: Kadar kalium dan pemberiannya

Kadar Jumla Banyaknya Waktu untuk


Kalium h KCL KCL pemeriksaan
(meq/L) (meq/)
> 4.0 Tidak Tidak 1 bulan
Injeksi
3.7 – Tidak Tidak 1 bulan
4.0 Injeksi
3.4 – 20- 40 40 mmol 1 bulan
3.6 Injeksi
3.0 – 60 60 mmol 2 mingguan
3.3
2.7 – 80 60 mmol + 400 1 mingguan
2.9 mg/hari selama 3
minggu
2.4 – 80 – 80 mmol + 400 Teliti selang 1
2.6 120 mg/hari selama 3 – 6 hari
minggu
2.0 – 60 meq 80 mmol + 400 Pertimbangkan
2.3 IV + 80 mg/hari selama 3 rawat inap
meq minggu setelah
PO pemantauan 24
jam dengan
infus

< 2.0 60 meq 100 mmol + 400


IV + 80 mg/hari selama 3
meq mgg
PO
Unit Terkait Instalasi Rawat Jalan
Instalasi Gawat Darurat
Instalasi Rawat Inap

PENERIMAAN PASIEN BARU TB-MDR


DI POLI TB-MDR
RSUD PROF. DR.
MAHANAFIAH SM NO DOKUMEN TERBIT HALAMAN
BATUSANGKAR
STANDAR TANGGAL TERBIT DITETAPKAN DIREKTUR
PRSEDUR
PERASIONAL

Pengertian Penerimaan pasien rawat jalan TB MDR adalah suatu proses


melayani pasien yang akan berobat jalan di RSUD Prof. DR. MA
Hanafiah SM Batusangkar. Kegiatan penerimaan pasien rawat jalan
TB MDR terbagi atas pasien internal dan ekternal.

Pasien baru TB MDR adalah pasien yang belum pernah


berkunjung/berobat ke RSUD Prof. DR. MA Hanafiah SM
Batusangkar dan akan mendapatkan nomor rekam medis satu untuk
seumur hidup.

Tujuan 1. Memberikan panduan dalam melaksanakan pekerjaan bagi petugas


penerimaan pasien TB MDR.
2. Melaksanakan tugas untuk pasien yang akan berobat dengan
pelayanan prima.

Kebijakan 1. UU RI Nomor 44/2009 tentang Rumah Sakit.


2. UU RI Nomor 36/2009 tentang Kesehatan.
3. Permenkes nomor 269 tahun 2008 tentang Rekam Medis

Prosedur 1. Petugas Puskesamas akan mendaftarkan pasien TB MDR ke loket


pendaftran mengisi data pasien dan akan mendapatkan nomor RM
2. Bagi pasien internal petugas puskesmas tidak perlu lagi mengisi
data ulang cukup dengan menunjukan kartu berobat yang sudah
ada.
3. Petugas loket akan memproses data pasien
4. Pasien langsung diantar oleh petugas puskesmas ke poli MDR
tanpa Harus mengantri di loket dan akan diterima oleh petugas poli
MDR
5. Pasien TB RO akan di assesman awal oleh petugas, keluhan
menimbang berat badan dan pengukuran tekanan darah EKG
pemeriksaan Laboratorium dan pemeriksaan oleh dokter

6. Petugas Farmasi akan mengantarkan obat, kemudian pasien


meminum obat di depan petugas apabila tidak ada efek samping
obat pasien dibolehin pulang

Unit Terkait 1. Instalasi Rawat Jalan

PROSEDUR
PENAPISAN SUSPEK PASIEN TB RO
RSUD PROF. DR.
MA HANAFIAH
SM NO DOKUMEN TERBIT 1 HALAMAN
BATUSANGKAR
STANDAR TANGGAL DITETAPKAN DIREKTUR
PRSEDUR TERBIT
PERASIONAL

Pengertian
Upaya untuk menjaring dan mengelola pasien-pasien yang
dicurigai menderita TB RO

Tujuan Sebagai acuan tatalaksana penapisan pasien suspek TB

Kebijakan  Penatalaksanaan pasien TB RO hendaknya memenuhi


kaidah-kaidah Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
(PPI).
 Pemberian pengobatan pasien TB RO harus diawasi
langsung oleh petugas terlatih.

Prosedur A. Pasien suspek TB RO adalah semua orang yang


mempunyai gejala TB dengan salah satu atau lebih
kriteria suspek di bawah ini (sesuai 9 kriteria terduga):
1. Pasien TB tidak konversi pengobatan ulang
(kategori 2) dibuktikan dengan informasi dari
register TB atau rekam medic;
2. Pasien TB yang pernah diobati, termasuk
pemakaian OAT lini kedua seperti kuinolon dan
kanamisin;
3. Pasien TB gagal pengobatan dengan OAT kategori
1;
4. Pasien TB dengan hasil pemeriksaan dahak tetap
positif setelah pemberian OAT sisipan pengobatan
dengan OAT kategori 1;
5. Pasien TB yang kambuh kembali.
6. pasien TB yang kembali setelah lalai/default
mangkir/ putus berobat baik (setelah pengobatan
kategori 1 dan atau kategori 2;
7. Suspek TB yang kontak erat dengan pasien TB-
MDR, termasuk petugas kesehatan yang merawat
pasien TB-MDR.
8. Koinfeksi TB-HIV
9. Suspek TB yang belum pernah diobati/ menerima
pengobatan TB (pasien TB baru).

B. Pasien dengan kriteria di atas dilakukan pemeriksaan


TCM (Tes Cepat Molekuler) dan jika hasil TCM
“Resisten Rifampisin” harus dirujuk ke RS yang
melakukan perawatan Pasien TB RO

C. Untuk terduga dari pasien TB baru (MDR primer )


maka perlu diulang pemeriksaan TCMnya

D. Pelaksana pelayanan kesehatan (staf medis dokter/staf


perawat), apabila menemukan pasien dengan gejala
sebagaimana tersebut di atas:
a. Di luar rumah sakit
 Apabila petugas yang mencurigai tanda gejala yang
menyerupai TB pada pasien yang ditangani, maka
petugas mengarahkan pasien tersebut ke poli TB
untuk didiagnosa lebih lanjut

b. Di rumah sakit:
 Mencatat data identitas suspek pasien TB-RO pada
form Data Dasar dan SITB
 Mengisi dan memberikan form permintaan
pemeriksaan dahak (form TB.05) dan pot dahak
kepada pasien dan pasien diminta datang kembali
untuk memeriksakan dahak;
 Memberikan konseling dan edukasi mengenai:
Pencegahan Penularan Infeksi, pemeriksaan dahak
dan cara mengeluarkan dahak yang benar
 Apabila hasil pemeriksaan laboratorium
menunjukkan hasil terkonfirmasi TB RO, Petugas
poli segera menginfokan kepada pasien dan
petugas puskesmas wilayah kerjanya untuk
membuat jadwal kunjungan ke poli MDR dan
mengantarkannya untuk pemeriksaan lebih lanjut
ke poli MDR RS
 Petugas memberikan edukasi kepada kepada pasien
dan keluarga tentang pentingnya pengobatan TB;
 Petugas menjadwalkan pemeriksaan penunjang
lainnya (baseline), sesuai indikasi (laboratorium /
foto thorax / histo-patologi / patologi-anatomi, dll )
 Berdasarkan hasil pemeriksaan, pasien diajukan ke
dalam rapat Tim Ahli Klinis (TAK) untuk
menentukan tatalaksana pengobatannya;
 Pasien mulai pengobatan TB RO sesuai keputusan
rapat TAK.

Unit Terkait 1. Seluruh SMF yang terkait


2. Seluruh unit pelayanan yang terkait
PROSEDUR
RUJUKAN INTERNAL PASIEN TB RESISTEN
OBAT

RSUD PROF. DR. No.Dokume Terbit Halaman


MA HANAFIAH SM n
BATUSANGKAR

Ditetapkan,
Direktur
STANDAR Tanggal
Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL

PENGERTIAN Pasien suspek TB RO yang  dirujuk dari poliklinik penyakit


dalam atau poli anak RSUD Prof. DR. MA Hanafiah SM
Batusangkar atau unit lainnya di RSUD Prof. DR. MA
Hanafiah SM Batusangkar ke poli TB MDR.
TUJUAN Sebagai acuan pencatatan pasien yang dirujuk dari poliklinik
penyakit dalam atau poli anak, atau dari unit lainnya di
lingkungan RSUD Prof. DR. MA Hanafiah SM Batusangkar
ke poli TB MDR
KEBIJAKAN  Penguatan strategi DOTS dan pengembangannya
ditujukan terhadap peningkatan mutu layanan,
kemudahan akses untuk penemuan dan pengobatan
sehingga mampu memutuskan rantai penularan dan
mencegah terjadinya TB RO.
 Unit terkait yang dapat melakukan rujukan internal
antara lain poli di unit rawat jalan, IGD, rawat inap,
kamar bersalin dan ruang khusus

PROSEDUR 1. Pasien yang berasal dari poliklinik penyakit dalam


atau poli anak atau unit lainnya dirujuk ke poli TB RO
dengan menggunakan formulir rujukan yang baku dan
dicatat dalam buku bantu rujukan, sehingga proses
jejaring internal dalam fasyankes bisa terekam dengan
baik
2. Pencatatan suspek TB RO di TB 06 dilakukan oleh
petugas poli TB
3. Pasien suspek TB RO yang ditemukan di poliklinik di
luar Poli TB RO dicatat dalam register TB.06 dan
dibuatkan form terduga TB.05 dan SITB
4. Petugas Klinik TB RO menjelaskan dan mengedukasi
pasien untuk melakukan pemeriksaan dahak.

UNIT 1. Poliklinik penyakit dalam atau poli anak atau unit


TERKAIT lainnya (unit rawat jalan, IGD, rawat inap, kamar
bersalin dan ruang khusus)
2. Poli TB MDR.
PENERIMAAN PASIEN LAMA TB-MDR
DI POLI TB-MDR

RSUD PRF. DR.


MA HANAFIAH NO DOKUMEN TERBIT 1 HALAMAN
SM
BATUSANGKAR
STANDAR TANGGAL DITETAPKAN DIREKTUR
PRSEDUR TERBIT
PERASIONAL

Pengertian Penerimaan pasien rawat jalan TB MDR adalah suatu


proses melayani pasien yang akan berobat jalan di RSUD
Prof DR. MA Hanifiah SM Batusangkar

Pasien TB-RO adalah pasien yang sudah pernah


berkunjung/berobat ke RSUD Prof DR. MA Hanifiah SM
Batusangkar dan telah mempunyai nomor rekam
medis/kartu berobat.

Tujuan Memberikan panduan dalam melaksanakan pekerjaan bagi


petugas penerimaan pasien TB MDR
Melaksanakan tugas untuk pasien yang akan berobat
dengan pelayanan prima.

Kebijakan UU RI Nomor 44/2009 tentang Rumah Sakit


UU RI Nomor 36/2009 tentang Kesehatan
Permenkes nomor 269 tahun 2008 tentang Rekam Medis

Prosedur 1. Petugas puskesmas yang mengantarkan pasien


menunjukan kartu berobat untuk mendaftar loket, bila
tidak membawa kartu berobat/hilang petugas akan
mencari biodata sesuai dengan identitas pasien
2. Petugas loket akan segera memproses pasien TB RO
tanpa mengikuti antrian
3. Pasien langsung diantar oleh petugas puskesmas ke
poliklinik TB MDR
4. Pasien menimbang berat badan, pengukuran tekanan
darah, EKG dan pemeriksaan darah
5. Selesai ditimbang dan ditensi pasien di periksa oleh
dokter
6. Bila ada tindakan dan pemeriksaan penunjang langsung
di lakukan di poli TB MDR
7. Pasien menunggu obat, meminumnya dihadapan petugas
dan pasien dibolehin langsung pulang

Unit Terkait Instalasi rawat jalan


Intalasi Rekam Medis

PENERIMAAN PASIEN BARU TB-MDR


DI POLI TB-MDR
No.Dokumen Terbit Halaman
……
SUD PROF. DR. MA
HANAFIAH SM
BATUSANGKAR
Ditetapkan,
Direktur
STANDAR Tanggal Terbit
PROSEDUR ……
OPERASIONAL

PENGERTIAN Penerimaan pasien rawat jalan TB MDR adalah suatu


proses melayani pasien yang akan berobat jalan di
RSUD Prof. DR. MA Hanafiah SM Batusangkar.
Kegiatan penerimaan pasien rawat jalan TB MDR
terbagi atas pasien internal dan ekternal.

Pasien baru TB MDR adalah pasien yang belum pernah


berobat ke RSUD Prof. DR. MA Hanafiah SM
Batusangkar dan akan mendapatkan nomor rekam medis
satu untuk seumur hidup.

TUJUAN 1. Memberikan panduan dalam melaksanakan


pekerjaan bagi petugas penerimaan pasien TB MDR.
2. Melaksanakan tugas untuk pasien yang akan berobat
dengan pelayanan prima.

KEBIJAKAN 1. UU RI Nomor 44/2009 tentang Rumah Sakit.


2. UU RI Nomor 36/2009 tentang Kesehatan.
3. Permenkes nomor 269 tahun 2008 tentang Rekam
Medis

PROSEDUR 1. Petugas mengisi biodata bagi pasien baru TB MDR


di Loket pendaftran.
2. Bagi pasien internal petugas tidak lagi mengisi data
ulang cukup dengan menunjukan kartu berobat
pasien yang sudah ada.
3. Petugas loket langsung memproses status pasien
4. Pasien langsung diantar petugas menunggu antrian
di poli
5. Di poli MDR, pasien menimbang berat badan dan
pengukuran tekanan darah, EKG, pemeriksaan darah
dahak dan pemeriksaan oleh dokter
6. Pasien menunggu obat, menelan obat dan bila tidak
ada efek samping obat pasien langsung pulang
UNIT TERKAIT 1. Instalasi Rawat Jalan
2. Intalasi Rekam Medis
3. Instalasi Laboratorium
PENYIAPAN OBAT RAWAT JALAN TB MDR

No. Dokumen Terbit Halaman


RSUD PROF. DR.
MA HANAFIAH SM
BATUSANGKAR
Tanggal Terbit Ditetapkan,
Direktur
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL

Pengertian Penyiapan obat adalah proses mulai dari resep/instruksi


pengobatan diterima oleh apoteker/tenaga teknis
kefarmasian sampai dengan obat diterima oleh perawat di
poli MDR untuk diberikan kepada pasien rawat jalan atau
sampai dengan obat diterima oleh pasien/ keluarga pasien
rawat jalan dengan jaminan bahwa obat yang diterima
tepat dan bermutu baik.

Obat  adalah sediaan yang mengandung zat aktif yang


berkhasiat obat, bermanfaat bagi pengobatan profilaktik,
symphtomatik, causal, rehabilitatif, pemeriksaan
radiologi atau tindakan operasi.

Sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan


Tujuan penyiapan resep sediaan farmasi di farmasi rawat jalan
RSUD Prof. DR. MA Hanafiah SM Batusangkar
Keputusan Direktur RSUD Prof. DR. MA Hanafiah SM
Kebijakan Batusangkar Nomor : Tentang Kebijakan Pelayanan
Farmasi Di Rumah Sakit Umum.
1. Petugas yang menyiapkan obat adalah Apoteker atau
Prosedur tenaga teknis kefarmasiaan
2. Obat disiapkan berdasarkan dosis yang diminta oleh
Tim Ahli Klinis sesuai standar program .
3. Petugas membaca nama obat yang diambil,
mengecek tanggal kadaluarsa.
4. Mencocokkan nama pasien, nama obat & aturan
pakai yang tertulis pada etiket dengan yang tertulis
pada kertas resep.
5. Menggabungkan setiap obat dalam satu kemasan
dengan lembar kertas resep.
6. Obat-obat yang telah disiapkan diserahkan kepada
perawat poli MDR.
7. Perawat menyerahkan obat yang telah siap kepada
pasien.

Instalasi Farmasi
Unit terkait Instalasi Rawat Jalan

Anda mungkin juga menyukai