Anda di halaman 1dari 11

PRESEPTOR AKADEMIK PRESEPTOR LAHAN

Hari/Tanggal : Hari/Tanggal :
Tanda Tangan : Tanda Tangan :

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN GERONTIK

PADA LANSIA TN M DENGAN MASALAH POLA NAFAS TIDAK EFEKTIF

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

DI RSUD HASANUDIN DAMRAH MANNA

LAPORAN PENDAHULUAN

ASMA

DI DESA PADANG NIUR

DISUSUN OLEH:
DIAN WORO SAE
22260034

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS DEHASEN BENGKULU (UNIVED)
TAHUN 2023
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Asma merupakan penyakit pada saluran pernapasan yang bersifat kronis. Kondisi
ini disebabkan oleh peradangan saluran pernapasan yang menyebabkan hipersensitivitas
bronkus terhadap rangsang dan obstruksi pada jalan napas (Global Initiative for
Asthma, 2020). Gejala klinis dari penyakit asma yang biasanya muncul berupa mengih
(wheezing), sesak napas, sesak dada dan batuk yang bervariasi dari waktu ke waktu
dengan keterbatasan aliran udara ekspirasi (Baptist & Paula, 2018). Penyakit Asma
hingga kini masih menjadi permasalahan kesehatan yang menjadi ancaman serius bagi
masyarakat di seluruh dunia. Penderita asma memiliki angka kesakitan dan kematian
yang tinggi. Kejadian asma mengalami peningkatan pada usia lansia (Global Asthma
Report, 2018). Anggapan masyarakat tentang penyakit asma ini kurang begitu
dipahami, meskipun asma merupakan penyakit yang sudah dikenal cukup luas oleh
masyarakat namun sebagian masyarakat menganggap bahwa asma merupakan penyakit
yang sederhana dan mudah diobati. Pengetahuan tentang asma yang minim membuat
penyakit ini seringkali tidak tertangani dengan baik. (Dinas kesehatan, 2006).
Upaya promotif perawat dengan melakukan edukasi penderita asma untuk
meganjurkan senam asma. Untuk meningkatkan kebugaran jasmani dan meningkatkan
kemampuan pernafasan, dan menjadi salah satu penunjang keberhasilan pengobatan
asma karena tidak hanya ditentukan dengan obat obatan namun juga karena faktor
olahraga dan gizi (Somantri, 2012). Upaya preventif perawat dengan mengajarkan
latihan pernapasan, batuk efektif, menghindari pemicu alergi, dan juga latiha fisik
teratur seperti senam (Mumpuni, 2013). Upaya kuratif perawat pada pederita asma
dengan pemberian obat secara teratur seperti obat bronkodilator, steroid inhalasi, dan
sebagainya (Somantri, 2012). Tujuan jangka panjang penanggulangan penyakit Asma
yaitu menurunkan angka kesakitan dan kematian. Dengan mengetahui pencegahan serta
penanganan penyakit asma merupakan upaya yang paling efektif untuk menurunkan
angka kesakitan penyakit Asma (Gajanan et al, 2015). Mengidentifikasi tingkat
pengetahuan pasien lansia terhadap penyakit asma merupakan tindakan yang harus
dilakukan agar tidak mengakibatkan prognosis yang buruk pada lansia. Sehingga
diharapkan tidak lagi menjadi permasalahan kesehatan bagi masyarakat (Dunn, Busse &
Wechsler, 2017).

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah sebagai berikut:
Bagaimana asuhan keperawatan lansia dengan diagnosa asma gangguan pola nafas di
desa Padang Niur.
BAB II

TINJAUAN TEORI

1. PENGERTIAN
Asma adalah suatu keadaan dimana saluran napas mengalami penyempitan
karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan;
penyempitan ini bersifat berulang namun reversible, dan diantara episode penyempitan
bronkus tersebut terdapat keadaan ventilasi yang lebih normal (sylvia A.dkk, yang
dikutip oleh Amin Huda Nurarif, 2015).

2. ETIOLOGI ASMA
1. Obstruksi jalan napas pada asma disebabkan oleh:
 Kontraksi otot sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan napas.
 Pembengkakan membrane bronkus
 Bronkus berisi mucus yang kental
2. Adapun faktor predisposisi pada asma yaitu:
Genetik, Diturunkannya bakat alergi dari keluarga dekat, akibat adanya bakat
alergi ini penderita sangat mudah terkena asma apabila dia terpapar dengan
faktor pencetus
3. Adapun faktor pencetus dari asma adalah:
 Alergen : Merupakan suatu bahan penyebab alergi.
 Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan dan obat-obatan tertentu
seperti penisilin, salisilat, beta blocker, kodein, dan sebagainya.
 Kontaktan, seperti perhiasan, logam, jam tangan, dan aksesoris lainnya yang
masuk melalui kontak dengan kulit.
 Infeksi saluran pernapasan terutama disebabkan oleh virus. Virus Influenza
merupakan salah satu faktor pencetus yang paling sering menimbulkan asma
bronkhial, diperkirakan dua pertiga penderita asma dewasa serangan asmanya
ditimbulkan oleh infeksi saluran pernapasan (Nurarif & Kusuma, 2015)

3. PATOFISIOLOGI ASMA
Patofisiologi dari asma yaitu adanya faktor pencetus seperti debu, asap rokok,
bulu binatang, hawa dingin terpapar pada penderita. Bendabenda tersebut setelah
terpapar ternyata tidak dikenali oleh sistem di tubuh penderita sehingga dianggap
sebagai benda asing (antigen). Anggapan itu kemudian memicu dikeluarkannya
antibody yang berperan sebagai respon reaksi hipersensitif seperti neutropil, basophil,
dan immunoglobulin E. masuknya antigen pada tubuh yang memicu reaksi antigen akan
menimbulkan reaksi antigen-antibodi yang membentuk ikatan seperti key and lock
(gembok dan kunci).
Ikatan antigen dan antibody akan merangsang peningkatan pengeluaran mediator
kimiawi seperti histamine, neutrophil chemotactic show acting, epinefrin, norepinefrin,
dan prostagandin. Peningkatan mediator kimia tersebut akan merangsang peningkatan
permiabilitas kapiler, pembengkakan pada mukosa saluran pernafasan (terutama
bronkus). Pembengkakan yang hampir merata pada semua bagian pada semua bagian
bronkus akan menyebabkan penyempitan bronkus (bronkokontrikis) dan sesak nafas.
Penyempitan bronkus akan menurunkan jumlah oksigen luar yang masuk saat
inspirasi sehingga menurunkan ogsigen yang dari darah. kondisi ini akan berakibat pada
penurunan oksigen jaringan sehingga penderita pucat dan lemah. Pembengkakan
mukosa bronkus juga akan meningkatkan sekres mucus dan meningkatkan pergerakan
sillia pada mukosa. Penderita jadi sering batuk dengan produksi mucus yang cukup
banyak (Harwina Widya Astuti 2010).
WOC

4. MANIFESTASI KLINIS
1. Stadium dini Faktor hipersekresi yang lebih menonjol
 Batuk dengan dahak bisa dengan maupun tanpa pilek
 Rochi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang timbul
 Whezing belum ada
 Belum ada kelainan bentuk thorak
 Ada peningkatan eosinofil darah dan IG E
 BGA belum patologis
2. Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan
 Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum
 Whezing
 Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
 Penurunan tekanan parsial O2
3. Stadium lanjut/kronik
 Batuk, ronchi
 Sesak nafas berat dan dada seolah –olah tertekan
 Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan
 Suara nafas melemah bahkan tak terdengar (silent Chest)
 Thorak seperti barel chest
 Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus Sianosis h. BGA Pa O2 kurang
dari 80% i. Ro paru terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kanan
dan kiri

5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK ASMA


Pemeriksaan laboratorium
A. Pemeriksaan Sputum
1) Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dan kristal eosinopil.
2) Spiral curshman, yakni merupakan castcell (sel cetakan) dari cabang bronkus.
3) Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus
4) Netrofil dan eosinofil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid
dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat muscus plug.
B. Pemeriksaan darah
1) Kadang pada darah terdapat peningkatan SGOT dan LDH
2) Hiponatremia dan kadar leukosit kadang diatas 15.000/mm 3 yang menandakan
adanya infeksi.
3) Pemeriksaan alergi menunjukkan peningkatan IgE pada waktu serangan dan
menurun pada saat bebas serangan asma.

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada pasien asma dapat dilakukan berdasarkan
manifestasi klinis yang terlihat, riwayat, pemeriksaan fisik, dan tes laboratorium
(Sujono riyadi & Sukarmin, 2009). Adapun pemeriksaan penunjang yang dilakukan
adalah: Tes Fungsi Paru
Menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversible, cara tepat diagnosis asma
adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometri
dilakukan sebelum atau sesudah pemberian aerosol bronkodilator (inhaler atau
nebulizer), peningkatan FEV1 atau FCV sebanyak lebih dari 20% menunjukkan
diagnosis asma. Dalam spirometry akan mendeteksi:
 Penurunan forced expiratory volume (FEV)
 Penurunan paek expiratory flow rate (PEFR)
 Kehilangan forced vital capacity (FVC)
 Kehilangan inspiratory capacity (IC) (Wahid & Suprapto, 2013)
 Pemeriksaan Radiologi

ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Menurut (Wahid & Suprapto, 2013) Pengkajian asuhan keperawatan pada pasien
asthma dimulai dari pengumpulan data seperti identitas klien, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat kesehatan keluarga, riwayat psikososial.

A. IDENTITAS KLIEN
Pengumpulan data identitas klien adalah pengkajian mengenai nama, umur, jenis
kelamin perlu di kaji pada pasien asthma. serangan asthma pada usia dini memberikan
implikasi bahwa sangat mungkin terdapat stautus atopi. sedangkan serangan asthma
pada usia dewasa di mungkinkan karna adanya faktor atropi. alamat menggambarkan
kondisi lingkungan tempat klien berada, dapat mengetahui kemungkinan faktor
penecetus serangan asthma. status perkawinan gangguan emosional yang timbul dalam
keluarga atau lingkungan merupakan faktor penecetus serangan asthma, pekerjaan, serts
bangsa juga perlu di kaji untuk mengetahui adanya pemaparan bahan elergan.

B. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Klien dengan serangan asthma datang mencari pertolongan dengan keluhan
terutama sesak nafas yang hebat dan mendadak kemudian di ikuti dengan gejala-gejala
lain yaitu: wheezing, penggunaaan alat bantu pernafasan, kelelahan, gangguan
kesadaran, sianosis, serta perubahan tekanan darah. perlu juga di kaji kondisi awal
terjadinya serangan.

C. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti adanya infeksi
saluran napas atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis, dan polip hidung. Riwayat
serangan asthma, frekuensi, waktu, dan alergen-alergen dicurigai sebagai pencetus
serangan, serta riwayat pengobatan yang dilakukan untuk meringankan gejala asthma.

D. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Fisik secara head to toe / per system wajib dilakukan meskipun
tidak ada keluhan yang berarti agar mengantisipasi penyakit degenerative (Azizah,
2010).
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon klien
terhadap masalah kesehatan yang dialami baik secara aktual maupun potensial.
Diagnosa keperawatan bertujuan untuk dapat menguraikan berbagai respon klien baik
individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan
(PPNI, 2016).

Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan Kelebihan atau kekurangan


oksigenasi dan/atau eliminasi karbondioksida pada membran alveolus-kapiler
3. PERENCANAAN KEPERAWATAN

No SDKI SLKI SIKI


.
1. Gangguan Pertukaran Gas Kriteria Hasil: Pemantauan Respirasi
Observasi:
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan
 Monitor pola nafas, monitor saturasi oksigen
Kelebihan atau kekurangan keperawatan 3x24 jam diharapkan  Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
 Monitor adanya sumbatan jalan nafas
oksigenasi dan/atau karbondioksida pada membran
Terapeutik
eliminasi karbondioksida alveolus-kapiler dalam batas normal  Atur Interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
Edukasi
pada membran alveolus- 1. Tingkat Kesadaran (Cukup
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
kapiler. Meningkat 4)  Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Terapi Oksigen
2. Dispneu (Cukup Menurun 4)
Observasi:
3. Bunyi napas tambahan  Monitor kecepatan aliran oksigen
 Monitor posisi alat terapi oksigen
(Cukup Menurun 4)
 Monitor tanda-tanda hipoventilasi
4. Gelisah (Cukup Menurun 4)  Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan
oksigen
Terapeutik:
 Bersihkan sekret pada mulut, hidung dan trakea, jika
perlu
 Pertahankan kepatenan jalan napas
 Berikan oksigen jika perlu
Edukasi
 Ajarkan keluarga cara menggunakan O2 di rumah
Kolaborasi
Kolaborasi penentuan dosis oksigen
DAFTAR PUSTAKA

A Potter, & Perry, A. G. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,

Dan Praktik, Edisi 4, Vol. 2. Jakarta: EGC.

Irianto, Koes. (2014), Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular, Panduan Klinis,

Bandung: Alfa Beta.

Smeltzer, Suzanne C., & Bare, Brenda G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal- Bedah

Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Slemtzer, Susan C. (2014). Keperawatan Medical Bedah. Jakarta: ECG

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &

Suddarth, Edisi 8. Jakarta : EGC.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan

Indikator Diagnostik Edisi 1. Jakarta. DPP PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan

Tindakan Keperawatan Edisi 1. Jakarta. DPP PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan

Kriteria Hasil Keperawatan Edisi 1.Jakarta. DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai