Anda di halaman 1dari 23

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bronkhitis berasal dari bronchus (saluran napas) dan itis artinya menunjukkan adanya
suatu peradangan. Bisa disimpulkan bronkitis merupakan suatu gejala penyakit
pernapasan.

Sebetulnya

ada

dua

pengertian

bronkitis.

Pertama,

berdasarkan

radiologi/ahli rontgen, bronkhitis merupakan gambaran foto paru-paru dengan kelainan


pada saluran napas. Pada gambaran tersebut cirinya akan tampak sangat ramai dan
jelas. Berbeda bila dalam keadaan normal, gambaran saluran napas tak begitu jelas
terlihat karena berisi udara. Tapi pada kasus bronkhitis akan muncul gambaran sebagian
saluran napasnya tersumbat lendir atau ada peradangan.. Kedua, menurut medis/dokter,
bronkhitis merupakan kelainan pada saluran napas yang ditandai dengan adanya bunyi
napas penuh lendir, seperti bunyi grok-grok, bisa terdengar di bagian dada maupun
punggung.
Bronkhitis pada anak berbeda dengan bronchitis yang terdapat pada orang dewasa.
Pada anak, bronchitis merupakan bagian dari berbagai penyakit saluran nafas lain, namun
ia dapat juga merupakan penyakit tersendiri.
Di Amerika Serikat, menurut National Center for health Statistics, kira-kira ada 14
juta orang menderita bronchitis. Lebih dari 12 juta orang menderita Bronchitis pada tahun
1994, sama dengan 5% populasi Amerika. Di dunia Bronchitis merupakan masalah dunia.
Frekuensi Bronchitis lebih banyak pada status ekonomi rendah dan pada kawasan
industri. Bronchitis lebih banyak terdapat pada laki-laki dibanding perempuan (Samer,
2007).
Menurut data statistik Belanda, tujuh kali pada pasien anak-anak dibawah usia 1 tahun
masuk rumah sakit dengan diagnosis bronchitis. Jumlah pasien tersebut meningkat dari
1500 menjadi 5000 antara tahun 1981 2005, dengan rata-rata 35% pasien pada usia 0
1 tahun. Di kelompok umur tersebut juga terjadi peningkatan sebanyak tujuh kali di
periode

tersebut.

Antara

tahun

1981

2005,

pasien

dengan

diagnosis bronchitis meningkat dari 29 menjadi 147 per 10.000 orang usia 0 1 tahun,
separuh pasien tersebut adalah bayi dibawah usia 4 bulan (Ploemacher, 2010).
Menurut Pusat Statistik Kesehatan Nasional tahun 2006, ditemukan 2.852 anak balita
dengan bronchitis atau 3,59 % dari jumlah seluruh Balita di Indonesia, 64,8 % usia di
1

bawah satu tahun 35,2 % pada usia satu hingga emapat tahun (Pusat Statistik Kesehatan
Nasional, 2006).
Oleh karena itu, kita sebagai perawat perlu mengetahui dan menerapkan penanganan
yang tepat bagi penderita penyakit saluran pernapasan khususnya bronchitis. Juga harus
mampu mencegah penyebarannya agar angka kematian yang disesbabkan oleh penyakit
tersebut bisa diminimalkan.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui definisi bronchitis
2. Mengetahui etiologi bronchitis
3. Mengetahui patofisiologi bronchitis
4. Mengetahui manifestasi klinis bronchitis
5. Mengetahui pemeriksaan diagnostic bronchitis
6. Mengetahui komplikasi dan prognosis bronchitis
7. Dapat membuat Asuhan Keperawatan terhadap pasien bronchitis
1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini adalah sebagai media informasi bagi semua
kalangan, kususnya perawat mengenai bahaya bronchitis serta penatalaksanaan proses
keperawatan pada bronchitis.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Sistem Pernafasan

Gambar 2.1 Anatomi Respirasi pada Anak


Pernapasan adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen ke
dalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung CO2 sebagai sisa
dari oksidasi keluar dari tubuh. Fungsi dari sistem pernapasan adalah untuk mengambil
O2 yang kemudian dibawa oleh darah ke seluruh tubuh untuk mengadakan pembakaran,
mengeluarkan CO2 hasil dari metabolisme .
a. Hidung
Merupakan saluran udara yang pertama yang mempunyai dua lubang dipisahkan oleh
sekat septum nasi. Di dalamnya terdapat bulu-bulu untuk menyaring udara, debu dan
kotoran. Selain itu terdapat juga konka nasalis inferior, konka nasalis posterior dan
konka nasalis media yang berfungsi untuk mengahangatkan udara.
b. Faring
Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan makanan.
Terdapat di bawah dasar pernapasan, di belakang rongga hidung, dan mulut sebelah
depan ruas tulang leher. Di bawah selaput lendir terdapat jaringan ikat, juga di
beberapa tempat terdapat folikel getah bening.
c. Laring
Merupakan saluran udara dan bertindak sebelum sebagai pembentuk suara. Terletak di
depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakea
di bawahnya. Laring dilapisi oleh selaput lendir, kecuali pita suara dan bagian
epiglottis yang dilapisi oleh sel epitelium berlapis.
d. Trakea
Merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 20 cincin yang terdiri dari
tulang

rawan

yang

berbentuk

seperti

tapal

kuda

yang

berfungsi

untuk

mempertahankan jalan napas agar tetap terbuka. Sebelah dalam diliputi oleh selaput
lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, yang berfungsi untuk
mengeluarkan benda asing yang masuk bersama-sama dengan udara pernapasan.
e. Bronkus
Merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian vertebra
thorakalis IV dan V. mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis
3

sel yang sama. Bronkus kanan lebih besar dan lebih pendek daripada bronkus kiri,
terdiri dari 6 8 cincin dan mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri terdiri dari 9 12
cincin dan mempunyai 2 cabang. Cabang bronkus yang lebih kecil dinamakan
bronkiolus, disini terdapat cincin dan terdapat gelembung paru yang disebut alveolli.
f. Paru-paru
Merupakan alat tubuh yang sebagian besar dari terdiri dari gelembung-gelembung. Di
sinilah tempat terjadinya pertukaran gas, O2 masuk ke dalam darah dan CO2
dikeluarkan dari darah.
2.2 Fisiologi Sistem Pernafasan
Perkembangan pernapasan Prenatal
Sistem pernapasan pada neonatal harus matang terlebih dahulu agar dapat bertahan
hidup. Plasenta melakukan oksigenasi dalam rahim, tetapi untuk beradaptasi dengan
kehidupan ekstrauterin neonatus harus mampu memompa paru-paru, melakukan
pernapasan terus menerus, dan memindahkan gas yang diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme. (Mc Kinney, Emily Slone ; 2009).
Perubahan pernapasan Postnatal
Perubahan postnatal pada sistem pernapasan terjadi sebagai berikut:
1. Penekanan dada pada saat persalinan pervaginam mengakibatkan paru pada beberapa
janin terisi oleh cairan.
2. Respirasi dirangsang oleh hipoksemia, hiperkarbia, dingin, stimulasitaktil, dan
kemungkinan penurunan konsentrasi prostaglandin.
3. Inflasi dari paru normal selesai dalam satu jam pertama kehidupan.
4. Surfaktan dalam cairan paru menurunkan tegangan permukaan dan memfasilitasi
ekspansi paru.
5. Paru meningkatkan aliran darah.
6. Penutupan foramen ovale dan duktus arteriosus menetapkan sistem paru dan
peredaran darah.
Pertukaran Gas dan Transportasi
Difusi terjadi antara dinding alveoli dan kapiler. Dalam difusi, molekul bergerak dari
daerah konsentrasi yang lebih besar ke salah satu konsentrasi yang lebih rendah. Darah
yang memasuki kapiler paru mengandung kadar oksigen yang rendah. Sedangkan darah
yang berdifusi dari alveoli mengandung oksigen yang tinggi. Demikian pula karbon
dioksida bergerak keluar dari darah dan masuk ke alveoli. Sebagian oksigen yang
berdifusi ke dalam darah kapiler di paru-paru terikat pada hemoglobin sel darah merah.
4

Sebagian kecil dilarutkan dalam plasma. Agar oksigen dapat masuk ke dalam sel, ia
harus memisahkan diri dari hemoglobin. Karbon dioksida berdifusi ke dalam darah dari
jaringan dan diangkut ke paru-paru oleh darah. Dalam kegiatan ini, darah adalah buffer
yang memungkinkan darah untuk mengambil karbon dioksida tanpa mengubah pH darah
secara signifikan. Penyerapan dan pengiriman gas oleh darah merupakan proses yang
berkesinambungan.
Ventilasi terjadi melalui inspirasi dan ekspirasi
Dalam inspirasi, tulang rusuk menjadi luas, volume paru-paru meningkat. Dalam
ekspirasi, diafragma dan dinding dada rileks, volume toraks berkurang. Meningkatkan
tekanan intrathoracic, dan gas mengalir keluar dari paru-paru, dengan membawa karbon
dioksida yang disampaikan ke paru-paru oleh darah. Ventilasi paru-paru adalah
intermiten. Pada saat inspirasi, udara mengandung 21% oksigen, pada saaat ekspirasi
udara mengandung 16% oksigen dan 35% karbon dioksida. (Mc Kinney, Emily Slone ;
2009).

2.3 Definisi Bronkitis

Gambar 2.2 Bronkus yang terkena Bronkitis


Bronkitis merupakan penyakit ringan yang dapat sembuh dengan sendirinya dan
hanya membutuhkan pengobatan simtomatik seperti analgesik, antipiretik. (Donna, L
wong ; 2008). Bronkhitis merupakan peradangan dari satu atau lebih pada saluran
5

pernafasan ( bronkus) peradangan ini disebabkan oleh banyak faktor. Penyebabnya bisa
dari bakteri, alergi, dan lainya. (Kusuma, A. M.,2011). Bronchitis adalah suatu
peradangan pada aslauran bronchial atau bronki. Peradangan tersebut disebabkan oleh
virus, bakteri, merokok, atau polusi udara (Sarah, Qarah, 2007). Bronchitis akut adalah
batuk kadang-kadang produksi dahak tidak lebih dari tiga minggu (Samer , Qarah, 2007).
Secara harfiah bronkitis adalah suatu penyakit yang ditanda oleh inflamasi bronkus.
Secara klinis pada ahli mengartikan bronkitis sebagai suatu penyakit atau gangguan
respiratorik dengan batuk merupakan gejala yang utama dan dominan. Ini berarti bahwa
bronkitis bukan penyakit yang berdiri sendiri melainkan bagian dari penyakit lain tetapi
bronkitis ikut memegang peran.( Ngastiyah, 1997 ). Bronkitis berarti infeksi bronkus.
Bronkitis dapat dikatakan penyakit tersendiri, tetapi biasanya merupakan lanjutan dari
infeksi saluran peranpasan atas atau bersamaan dengan penyakit saluran pernapasan atas
lain seperti Sinobronkitis, Laringotrakeobronkitis, Bronkitis pada asma dan sebagainya
(Gunadi Santoso, 1994).
Sebagai penyakit tersendiri, bronkitis merupakan topik yang masih diliputi
kontroversi dan ketidakjelasan di antara ahli klinik dan peneliti. Bronkitis merupakan
diagnosa yang sering ditegakkan pada anak baik di Indonesia maupun di luar negeri,
walaupun dengan patokan diagnosis yang tidak selalu sama.(Taussig, 1982; Rahayu,
1984). Pada anak anak bagian paling reaktif dari saluran pernafasan bawah adalah
Bronkus lobaris dan bronkiolus. Kartilago yang menopang saluran pernafasan bawah
belum berkembang sempurna sampai usia remaja, akibatnya otot polos mudah
mengalami kontriksi jalan nafas utamanya pada bronkiolus yang merupakan bagian yang
meluas dari bronkus sampai alveolus.
Bronkhitis dapat diklasifikasikan sebagai :
a. Bronkhitis Akut
Bronkhitis akut pada bayi dan anak biasanya bersama juga dengan trakheitis,
merupakan penyakit infeksi saluran nafas akut (ISNA) bawah yang sering dijumpai.
Penyebab utama penyakit ini adalah virus. Batuk merupakan gejala yang menonjol
dan karena batuk berhubungan dengan ISNA atas. Berarti bahwa peradangan tersebut
meliputi laring, trachea dan bronkus. Gangguan ini sering juga disebut

laringotrakeobronkhitis akut atau croup dan sering mengenai anak sampai umur 3
tahun dengan gejala suara serak, stridor, dan nafas berbunyi. (Ngastiyah, 2005)
b. Bronkhitis Kronis atau Batuk Berulang

Gambar 2.3 Bronkitis Kronis


Belum ada penyesuaian pendapat mengenai bronchitis kronik, yang ada ialah
mengenai batuk kronik dan atau berulang yang di singkat (BKB). BKB ialah
keadaan klinis yang disebabkan oleh berbagai penyebab dengan gejala batuk yang
berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu berturut-turut dan atau berulang paling
sedikit 3 kali dalam 3 bulan, dengan atau tanpa disertai gejala respiratorik dan non
respiratorik lainnya. Dengan memakai batasan ini secara klinis jelas bahwa
bronchitis kronik pada anak adalah batuk kronik dan atau berulang (BKB) yang telah
disingkirkan penyebab-penyebab BKB itu misalnya asma atau infeksi kronik saluran
napas dan sebagainya.
Walaupun belum ada keseragaman mengenai patologi dan patofisiologi
bronchitis kronik, tetapi kesimpulan akibat jangka panjang umumnya sama. Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa bayi sampai anak umur 5 tahun yang menderita
bronchitis kronik akan mempunyai resiko lebih besar untuk menderita gangguan pada
saluran napas kronik setelah umur 20 tahun, terutama jika pasien tersebut merokok
akan mempercepat menurunnya fungsi paru. (Ngastiyah, 2005)
2.4 Etiologi Bronkitis
Penyebab bronchitis sampai sekarang masih belum diketahui dengan jelas. Pada
kenyataannya kasus-kasus bronchitis dapat timbul secara congenital maupun didapat.
a. Kelainan congenital
Dalam hal ini bronchitis terjadi sejak dalam kandungan. Factor genetic atau factor
pertumbuhan dan factor perkembangan fetus memegang peran penting. Bronchitis
yang timbul congenital ini mempunyai ciri sebagai berikut :
1. Bronchitis mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua paru.

2. Bronchitis konginetal sering menyertai penyakit-penyakit konginetal lainya,


misalnya : mucoviscidosis ( cystic pulmonary fibrosis ), sindrom kartagener
(bronkiektasis konginetal, sinusitis paranasal dan situs inversus), hipo atau
agamaglobalinemia, bronkiektasis pada anak kembar satu telur (anak yang satu
dengan bronkiektasis, ternyata saudara kembarnya juga menderita bronkiektasis),
bronkiektasis sering bersamaan dengan kelainan congenital berikut : tidak adanya
tulang rawan bronkus, penyakit jantung bawaan, kifoskoliasis konginetal.
b. Kelainan didapat
Bronkitis berhubungan dengan infeksi virus, bakteri sekunder, polusi udara. Virus
merupakan penyebab tersering bronkitis (90%), sedangkan sisanya (10%) oleh
bakteri. Virus penyebab yang sering yaitu yaitu virus Influenza A dan B,
Parainfluenza, Respiratory Syncitial Virus (RSV), Rinovirus, adenovirus dan corona
virus. Bronkitis akut karena bakteri biasanya dikaitkan dengan Mycoplasma
pneumoniae, Mycobacterium tuberculosis, Bordatella pertusis, Corynebacterium
diphteriae, Clamidia pneumonia, Streptococcus pneumonia, Moraxella catarrhalis, H.
influenza, Penyebab lain agen kimia ataupun pengaruh fisik.
Bronchitis kronik dapat disebabkan oleh serangan bronchitis akut yang berulang, yang
dapat melemahkan dan mengiritasi bronkus, dan pada akhirnya menyebabkan
bronchitis kronik. Penyebab umum untuk bronchitis akut dan kronik pada anak adalah
sebagai berikut:
1. Infeksi virus, adenovirus, influenza, parainfluenza, respiratory syncytial virus,
rhinovirus, coxsackievirus, herpes simplex virus.
2. Infeksi bakteri: S pneumonia, M catarrhalis, H influenza, Chlamydia pneumoniae
(Taiwan acute respiratory [TWAR] agent), Mycoplasma species.
3. Polusi udara, seperti merokok, serpihan tebu, serpiham asbes. (Carolan, Patrick L
; 2012).
2.5 Patofisiologi / WOC Bronkitis
Kurangnya pengetahuan dari orang tua,
menyebabkan lalai

Invasi virus respiratory sinsitial, adeno virus


parainfluinsa, rhinovirus, infeksi bakteri, asap rokok
8

Iritasi jalan nafas


Radang bronkial
Radang / inflamasi pada
bronkus
Meningkatnya
produksi mukus

Akumulasi mukus
Timbul reaksi balik

Edema pada mukosa


menjadi berlebih

Pengeluaran
energy berlebihan

MK : Gangguan
pertukaran gas

Kelelahan
Anoreksia

Hipoksia
MK :
Keterlambatan
pertumbuhan
dan
perkembangan

MK : Ansietas

MK : Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh

Konstriksi berlebihan
Hiperventilasi paru
Atelektasis
Hipoksemia
Meningkatnya
kompensasi frekuensi
MK : Pola napas
tidak efektif

2.6 Manifestasi Klinis Bronkitis


Batuk non produktif dan kering yang memburuk di malam hari dan menjadi produktif
dalam 2 -3 hari.
Menurut Gunadi Santoso dan Makmuri (1994), tanda dan gejala yang ada yaitu :
1. Biasanya tidak demam, walaupun ada tetapi rendah
2. Keadaan umum baik, tidak tampak sakit, tidak sesak
3. Mungkin disertai nasofaringitis atau konjungtivitis
4. Pada paru didapatkan suara napas yang kasar
Menurut Ngastiyah (2005), yang perlu diperhatikan adalah akibat batuk yang lama:
1. Batuk siang dan malam terutama pada dini hari yang menyebabkan klien murang
2.
3.
4.
5.

istirahat
Daya tahan tubuh klien yang menurun
Anoreksia sehingga berat badan klien sukar naik
Kesenangan anak untuk bermain terganggu
Konsentrasi belajar anak menurun

Gejala awal Bronkhitis, antara lain :


a. Batuk membandel

Batuk kambuhan, berdahak-tidak, berat-tidak. Kendati ringan harus tetap diwaspadai


karena bila keadaan batuk terus menerus bisa menghebat dan berlendir sampai sesak
napas.
b. Sulit disembuhkan
Bisa sering atau tidak tapi sulit disembuhkan. Dalam sebulan batuk pileknya lebih
dari seminggu dan baru sembuh dua minggu, lalu berulang lagi.
c. Terjadi kapan saja
Batuknya bisa muncul malam hari, baru tidur sebentar batuknya grok-grok bahkan
sampai muntah. Bisa juga batuk baru timbul menjelang pagi. Atau habis lari-lari, ia
kemudian batuk-batuk sampai muntah.
Tanda dan gejala secara umum dapat disimpulkan:
a.
b.
c.
d.

Sering bersin dan banyak sekret atau lender


Demam ringan
Tidak dapat makan dan gangguan tidur
Retraksi atau tarikan pada dinding-dinding dada, suprasternal, interkostal dan

e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.

subkostal pada inspiras


Cuping hidung
Nafas cepat
Dapat juga cyanosis
Batuk-batuk
Wheezing
Iritabel
Cemas

2.7 Pemeriksaan Diagnostik Bronkitis


a. Foto Thorax : Tidak tampak adanya kelainan atau hanya hyperemia
b. Laboratorium : Leukosit > 17.500.
c. Rongent : Peningkatan tanda bronkovaskuler
d. Tes fungsi paru : Memperkirakan derajad disfungsi paru
e. Volume residu : Meningkat (normal: 1,1 liter 1,2 liter)
f. GDA : Memperkirakan progresi penyakit (PaO2 menurun (normal : 25 100 mmHg)
dan PaCO2 meningkat atau normal : 36 44 mmHg)
g. Bronkogram : Pembesaran duktus mukosa
h. EKG : Disritmia arterial
2.8 Penatalaksanaan Bronkitis
1. Tindakan Perawatan
Pada tindakan perawatan untuk mengontrol batuk dan mengeluarkan lender adalah :
a. Mengubah posisi anak menjadi telentang dengan kepala tempat tidur ditinggikan
45o (fowler)

10

Gambar 2.4 Posisi Fowler


b. Banyak minum hangat
c. Inhalasi
d. Nebulizer
Untuk mempertahankan daya tahan tubuh, setelah anak muntah dan tenang perlu
diberikan minum susu atau makanan lain.
2. Tindakan Medis
Tindakan medis bronchitis pada pediatric (Burns, Catherine E.,2009) :
a. Ceftibuten diberikan pada anak berumur kurang dari 6 bulan dengan dosis
9mg/kgBB PO setiap 24 jam sampai 10 hari (dosis maksimal 400mg/hari)
b. Cefprozil diberikan pada anak 6 bulan sampai 12 tahun dengan dosis 15mg/kgBB
PO setiap 12 jam sampai 10 hari.
c. Cefdinir diberikan pada anak umur 6 bulan sampai 12 tahun dengan dosis 7
mg/kgBB PO setiap 12 jam (dosis maksimal 600mg/hari)
d. Chloral hidrat 30 mg/KgBB sebagai sedative
2.9 Komplikasi Bronkitis
Masalah yang perlu diperhatikan adalah akibat batuk yang lama dan resiko terjadi
komplikasi. Pada bronchitis gejala batuk sangat menonjol, dan sering terjadi siang dan
malam terutama pagi-pagi sekali yang menyebabkan pasien kurang istirahat atau tidur;
pasien akan terganggu rasa aman dan nyamannya. Akibat lain adalah terjadinya daya
tahan tubuh pasien yang menurun, anoreksia, sehingga berat badannya sukar naik. Pada
anak yang lebih besar batuk-batuk yang terus menerus akan mengganggu kesenangannya
bermain, dan bagi anak yang sudah sekolah batuk mengganggu konsentrasi belajar bagi
dirinya sendiri, saudara, maupun teman-temannya.
Komplikasi bronkitis akut jarang didapatkan. Pada anak dengan status gisi kurang
dapat terjadi komplikasi berupa otitis media, pneumonia, sinusitis. Bronkhitis akut yang
tidak diobati secara benar cenderung menjadi bronchitis kronik, sedangkan bronchitis
kronik memungkinkan anak mudah mendapat infeksi. Gangguan pernafasan secara
langsung sebagai akibat bronchitis kronik ialah bila lendir tetap tinggal di dalam paru
akan menyebabkan terjadinya atelektasis atau bronkiektasis, kelainan ini akan menambah
penderitaan pasien lebih lama.
Pada bronkitis berulang, harus dipikirkan kemungkinan :
11

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
2.10

Tuberkulosis
Alergi
Sinusitis
Tonsilitis adenoid
Bronkiektasis
Benda asing/corpus alienum
Kelainan congenital
Defisiensi imun
Fibrosis kistik

Prognosis Bronkitis
Bronkitis akut merupakan proses yang terbatas pada anak sehat. Namun, sering

mengakibatkan ketidakhadiran dari sekolah dan, pada pasien yang lebih tua, bekerja.
Bronkitis kronis dapat dikelola dengan perawatan yang tepat dan menghindari pemicu
(misalnya, asap tembakau). Manajemen yang tepat dari setiap proses penyakit yang
mendasari, seperti asma, cystic fibrosis, imunodefisiensi, gagal jantung, bronkiektasis,
atau TB. Pasien-pasien ini perlu pemantauan periodik untuk meminimalkan kerusakan
paru-paru lebih lanjut dan perkembangan penyakit paru-paru kronis ireversibel.

12

BAB 3
PROSES KEPERAWATAN BRONKITIS
3.1 Pengkajian
1. Identitas Klien
Identitas klien : nama, umur, alamat, pendidikan, agama, no. register, diagnose medis.
2. Riwayat Kesehatan
Riwayat alergi dalam keluarga, gangguan genetic, riwayat tentang disfungsi
pernapasan sebelumnya, adanya infeksi, allergen, atau iritan lain, serta trauma.
3. Pemeriksaan Fisik
a. B1 (Breathing)
Adanya retraksi dan pernapasan cuping hidung, warna kulit dan membrane
mukosa pucat dan cyanosis, adanya suara serak, stridor dan batuk. Pada anak yang
menderita bronchitis biasanya disertai dengan demam ringan, secara bertahap
mengalami peningkatan distress pernapasan, dispnea, batuk non produktif
paroksimal, takipnea dengan pernapasan cuping hidung dan retraksi, emfisema,
Gejala:
1. Takipnea (berat saat aktivitas)
2. Batuk menetap dengan sputum terutama pagi hari
3. Warna sputum dapat hijau, putih, atau kuning dan dapat banyak sekali
4. Riwayat infeksi saluran nafas berulang
5. Riwayat terpajan polusi (rokok dll)
Tanda
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Lebih memilih posisi fowler/semi fowler untuk bernafas


Penggunaan otot bantu nafas
Cuping hidung
Bunyi nafas krekel (kasar)
Perkusi redup (pekak)
Kesulitan bicara kalimat (umumnya hanya kata-kata yang terputus-putus)
Warna kulit pucat, normal atau sianosis

Pemerisaan inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi :


a. Inspeksi
Klien biasanya mengalami peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan,
biasanya menggunakan otot bantu pernapasan. Pada kasus bronchitis kronis,
sering didapatkan bentuk dada barrel/ tong. Gerakan pernapasan masih
simetris. Hasil pengkajian lainnya menunjukkan klien juga mengalami
13

batuk yang produktif dengan sputum purulen berwarna kuning kehijauan


sampai hitam kecoklatan karena bercampur darah.
b. Palapasi
Taktil fremitus biasanya normal.
c. Perkusi
Hasil penkajian perkusi menunjukkan adanya bunyi resonan pada seluruh
lapang paru.
d. Auskultasi
Jika abses terisi penuh dengan cairan pus akibat drainase yang buruk, maka
suara napas melemah. Jika bronkus paten dan drainasenya baik ditambah
adanya konsolidasi di sekitar abses, maka akan terdengar suara napas
bronchial dan ronkhi basah.
b. B2 (Blood)
Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah
Tanda : Peningkatan TD, Takikardi, Distensi vena jugularis, Bunyi jantung
redup(karena cairan di paru-paru), Warna kulit normal atau sianosis
c. B3 (Brain)
Klien tampak gelisah, peka terhadap rangsang, ketakutan, nyeri dada.
d. B4 (Bladder)
Tidak ditemukan masalah, tidak ditemukan adanya kelainan.
e. B5 (Bowel)
Gejala
1 Mual/muntah
2 Nafsu makan menurun
3 Ketidakmampuan makan karena distres pernafasan
4 Penurunan berat badan.
5 Nyeri abdomen
Tanda
a. Turgor kulit buruk
b. Edema
c. Berkeringat
d. Palpitasi abdomial dapat menunjukkan hepatomegali
f. B6 (Bone)
Gejala
1. Keletihan, kelelahan
2. Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas karena sulit bernafas
3. Ketidakmampuan untuk tidur, perlu dalam posisi duduk tinggi
4. Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan
Tanda
1. Keletihan
2. Gelisah
3. Insomnia
14

3.2 Diagnosis Keperawatan


a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekresi,
spasme bronchus.
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi, mucus.
c. Ketidaksimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan, anoreksia,
mual muntah.
d. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
e. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses
penyakit dan perawatan di rumah
f. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan kekurangan
oksigen kronis
3.3 Intervensi Keperawatan
a) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh
sekresi, spasme bronchus
Hasil yang diharapkan : Anak akan meningkatkan pertukaran gas yang ditandai
dengan berkurangnya batuk dan mengi.
Intervensi:
1. Dorong anak untuk batuk dan latihan napas dalam, setiap 2 jam. Instruksikan
napas dalam, 3 4 kali, selanjutnya batuk pada posisi duduk.
Rasional : Batuk akan membantu membersihkan mucus, dan napas dalam
akan meningkatkan oksigenasi. Duduk dengan posisi tegak lurus akan
memudahkan batuk.
2. Latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispenea dan kerja nafas.
Auskultasi bunyi nafas.
Rasional : Bunyi nafas makin redup karena penurunan aliran udara atau
area konsolidasi
3. Awasi tanda vital dan irama jantung
Rasional : Takikardia, disritmia dan perubahan tekanan darah dapat
menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
4. Awasi GDA
Rasional : PaCO2 biasanya meningkat, dan PaO2 menurun sehingga
hipoksia terjadi derajat lebih besar/kecil.
5. Berikan O2 tambahan sesuai dengan indikasi hasil GDA.
Rasional : Dapat memperbaiki/mencegah buruknya hipoksia.

b) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi, mucus.


Hasil yang diharapkan : Anak dapat menunjukkan batuk efektif dan suara napas yang
bersih, dan frekuensi pernapasan normal.
Intervensi:
1) Ajarkan pasien pernafasan diafragmatik dan pernafasan bibir
15

Rasional : Membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi. Dengan


teknik ini pasien akan bernafas lebih efisien dan efektif.
2) Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dan periode istirahat
Rasional : memungkinkan pasien untuk melakukan aktivitas tanpa distres
berlebihan.
3) Berikan dorongan penggunaan pelatihan otot-otot pernafasan jika diharuskan
Rasional : menguatkan dan mengkondisikan otot-otot pernafasan.
c) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia,
mual muntah
Hasil yang diharapkan : Gangguan pada sistem gastrointestinal anak akan berkurang,
yang ditandai dengan berkurangnya mual dan muntah, serta asupan nutrisi meningkat
(menghabiskan porsi makan sedikitnya 80% pada setiap kali makan).
Intervensi:
1) Beri anak makan dengan porsi sedikit, tetapi sering (5 atau 6 porsi per hari)
dengan jenis makanan yang disukai.
Rasional : makan sedikit, tetapi sering akan mengurangi energy untuk
mengunyah tetapi tidak menyebabkan lambung terisi berlebihan sehingga
dapat menurunkan ekspansi paru. Member makan yang disukai anak akan
membantu asupan makanan yang adekuat.
2) Beri makanan rendah lemak, dan lunak.
Rasional : makanan yang pedas dan tinggi lemak menyebabkan gangguan
pencernaan dan tidak mudah dicerna.
3) Hindari makanan yang dapat menyebabkan respons alergi.
Rasional : dapat memicu sensitive tehadap makanan yang dapat
menimbulkan alergi.
d) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Hasil yang diharapkan : Anak akan menunjukkan pengurangan kelelahan yang
ditandai oleh periode tidur tidak terganggu, tidak ada tanda gawat napas, dan
peningkatan kemampuan melakukan aktivitas
Intervensi :
1) Berikan dorongan emosional.
Rasional : Dukungan yang baik memberikan semangat tinggi untuk
menerima keadaan penyakit yang dialami.
2) Beri dorongan mengungkapkan ketakutan/masalah
Rasional : Mengungkapkan masalah yang dirasakan akan mengurangi
beban pikiran yang dirasakan
3) Posisikan anak telentang dengan kepala tempat tidur ditinggikan 45o.
Rasional : membaringkan anak pada posisi tersebut akan meningkatkan
kemampuan paru mengembang dan meningkatkan oksigenasi, dengan
demikian akan mengurangi kegelisahan.
16

4) Beri istirahat yang adekuat dan waktu yang tenang.


Rasional : Istirahat yang cukup dan menciptakan waktu tenang dapat
mengurangi tingkat aktivitas anak, yang akan mengurangi usaha bernapas
dan kelelahan.
e) Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
proses penyakit dan perawatan di rumah
Hasil yang diharapkan : Orang tua akan mengekspresikan pemahamannya tentang
asuhan keperawatan di rumah
Intervensi :
1) Jelaskan fisiologis penyakit kepada orang tua.
Rasional : pemahaman tentang penyakit membatu orang tua mematuhi
program pengobatan.
2) Berdasarkan riwayat anak, ajarkan tentang factor yang dapat meningkattkan
bronchitis. Seperti virus, asap rokok, infeksi bakteri.
Rasional : pembelajaran seperti ini dapat mengurangi jumlah serangan di
masa datang.
3) Ajarkan orang tua bagaimana cara menghirup obat obat inhalasi dengan inhaler
dosis terukur, alat spacer, atau keduanya pada anak.
Rasional : alat ini meningkatkan pemberian obat dosis penuh untuk
menjamin dosis yang tepat.
f) Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
kekurangan oksigen kronis
Hasil yang diharapkan : Anak

akan

mencapai

tonggak

sejarah

dalam

perkembangannya meskipun ia kekurangan oksigen kronis.


Intervensi :
1) Kaji status perkembangan anak dengan menggunakan alat terstandarisasi
perkembangan, seperti Denver Developmental Screening Test. Jika tersedia
konsultasikan perkembangan anak.
Rasional : anak yang mengalami bronchitis mempunyai resiko timbul
hambatan perkembangan disebabkan penurunan oksigen. Ahli
perkembangan anak dapat membantu mengkaji hambatan pada anak
dan merencanakan terapi.
2) Bila mungkin, pastikan bahwa karyawan pada anak adalah orang yang sama
Rsional : anak yang dirawat oleh karyawan yang sama akan lebih
baik saat mengikuti perkembangannya.
3) Pasang rencana perkembangan tersebut di samping tempat tidur anak sehingga
semua pemberi asuhan dapat melihatnya
Rasional : sebuah rencana khusus akan memenuhi kebutuhan
perkembangan anak yang unik. Pemasangan rencana yang telah
17

dibuat akan membuat semua pemberi asuhan yanmg merawat


langsung anak, akan member stimulasi yang konsisten.
3.4 Implementasi
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam
rencana perawatan pasien. Agar implementasi/pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat
waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan
mencatat

respon

pasien

mendokumentasikan

terhadap

pelaksanaan

setiap

intervensi

perawatan.

Pada

yang

dilaksanakan

pelaksanaan

serta

keperawatan

diprioritaskan pada upaya untuk mempertahankan jalan nafas, mempermudah pertukaran


gas,

meningkatkan

masukan

nutrisi,

mencegah

komplikasi,

memperlambat

memperburuknya kondisi, memberikan informasi tentang proses penyakit (Doenges


Marilynn E, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan)
3.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinyu, karena setiap tindakan
keperawatan, respon pasien dicatat dan dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang
diharapkan kemudian berdasarkan respon pasien, revisi, intervensi keperawatan/hasil
pasien yang mungkin diperlukan. Pada tahap evaluasi mengacu pada tujuan yang telah
ditetapkan yaitu : jalan nafas efektif, pola nafas efektif, pertukaran gas adekuat, masukan
nutrisi adekuat, infeksi tidak terjadi, intolerans aktivitas meningkat, kecemasan
berkurang/hilang, klien memahami kondisi penyakitnya. (Keliat Budi Anna, 1994, Proses
Keperawatan).

BAB 4
PENUTUP
4.1 Simpulan
Bronkitis merupakan topik yang masih diliputi kontroversi dan ketidakjelasan di
antara ahli klinik dan peneliti. Bronkitis merupakan diagnosa yang sering ditegakkan pada
anak baik di Indonesia maupun di luar negeri, walaupun dengan patokan diagnosis yang
tidak selalu sama.(Taussig, 1982; Rahayu, 1984).
18

Oleh karena itu untuk dapat mengendalikan bronchitis pada anak yaitu membatasi
aktivitas anak, tidak tidur di kamar yang ber AC, memandikan anak tidak terlalu pagi
dan menggunakan air hangat, menjaga kebersihan makanan dan cuci tangan sebelum
makan, serta menciptakan udara yang bebas polusi.
4.2 Saran
Bagi orang tua
Diharapkan orangtua cepat tanggap bila mendapati anaknya menunjukkan ciri-ciri
menderita penyakit pernapasan. Karena deteksi dini pada masalah saluran pernapasan
akan mempermudah den mempercepat proses penyembuhannya.
Bagi perawat
Menerapkan penanganan yang tepat bagi penderita penyakit saluran pernapasan
khususnya bronchitis. Juga harus mampu mencegah penyebarannya agar angka kematian
yang disesbabkan oleh penyakit tersebut bisa diminimalkan.

19

LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
Saya mempunyai kopi dari makalah ini yang bisa saya reproduksi jika makalah yang
dikumpulkan hilang atau rusak.
Makalah ini adalah hasil karya kami sendiri dan bukan merupakan karya orang lain kecuali
yang telah dituliskan dalam referensi, serta tidak seorang pun yang membuatkan makalah ini
untuk kami.
Jika dikemudian hari terbukti adanya ketidakjujuran akademik, kami bersedia mendapatkan
sangsi sesuai peraturan yang berlaku.

Surabaya, 22 Mei 2013


NAMA
Sevina Ramahwati
Nurul Istiqomah
Virki Widoyanti
Nova Farkhatus S.
Chikal Kurnia Pelitasari
Harunatusyarifah
Aulia Faridatul U.
Intan Prima Dyastuti
Itsnaini Indah Farisa

NIM
131211132054
131211133002
131211133003
131211133011
131211133012
131211133020
131211133021
131211133029
131211133030

TANDA TANGAN

20

LEMBAR PENILAIAN
FORMAT PENILAIAN MAKALAH:
No
.
1

Aspek yang
Dinilai
Pendahuluan

Menjelaskan latar belakang, topic, tujuan, dan


diskripsi singkat makalah.
20%

Pembahasan

60%

Kesimpulan

Daftar Pustaka

Pengurangan
Nilai

Kriteria Penilaian

Bobot

Supervisial, tidak

Sangat spesifik

Spesifik

dan relevan

Sesuai dengan topic

Singkat, padat, lengkap

Jurnal ilmiah (terutama yang peer review atau


systemtic review) 80%

Buku dan sumber lain (20%)

WOC ringkas dan menghubungkan semua konsep

10%

Menyimpulkan makalah dengan lugas.

10%

Literatur yang digunakan terkini dan berkualitas serta


extensive, sesuai dengan pedoman APA.
Nilai akan mendapat pengurangan jika:

Tidak mengikuti
dengan benar.

Penulisan Bahasa Indonesia yang baik dan benar,


termasuk tanda baca.

-3%

aturan

penulisan

referensi

Komentar Fasilitator:

21

PENILAIAN PRESENTASI KELOMPOK:


No
.

Aspek yang
Dinilai

Kemampuan
Penyajian

Bobot

Kriteria Penilaian

40%

Teori dan konsep


yang dikemukakan
bersumber
dari
literature
yang
sahih.

Mahasiswa yang Dinilai


1

Materi
disajikan
secara sistematis.
Hal-hal
penting
ditegaskan.
Teknik penyajian
menarik.
2

Kemampuan
Berdiskusi

40%

Soft Skill

10%

Manajemen

10%

Keterangan: Nama dan NIM Mahasiswa


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

SEVINA RAMAHWATI
NURUL ISTIQOMAH
VIRKI WIDOYANTI
NOVA FARKHATUS S.
CHIKAL KURNIA P.
HARUNATUSYARIFAH
AULIA FARIDATUL U.
INTAN PRIMA DYASTUTI
ITSNAINI INDAH FARISA

(131211132029)
(131211133002)
(131211133003)
(131211133011)
(131211133012)
(131211133020)
(131211133021)
(131211133029)
( 31211133030)

DAFTAR PUSTAKA

22

Burns, Catherine E., et al. 2009. Pediatric Primary Care Fourth Edition. USA : Sounders
Elsevier
Carolan, Patrick L., Chief. 2012. Pediatric Bronchitis. Diakses 16 Mei 2013, dari WebMD
Web site : http://emedicine.medscape.com/article/1001332-overview#a0156
Donna L. Wong[et.al]. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong. Alih bahasa : Agus
Sutarna, Neti. Juniarti, H.Y. Kuncoro. Editor edisi bahasa Indonesia : Egi Komara
Yudha.[et al.]. Edisi 6. Jakarta : EGC
Knutson, Daug dan Chad Braun. 2002. Diagnosis and Management of Acute Bronchitis.
Journal of Google Scholar. Diakses 18 Mei 2013
Mc Kinney, Emily Slone, et al. 2009. Maternal Child Nursing Third Edition. USA :
Sounders Elsevier
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit Ed. 2. Jakarta : EGC
Rospond, Raylene M. 2008. Sistem Pernapasan. Journal of Google Scholar. Diakses 18 Mei
2013
Setiawati, Linda, Makmuri M. S., & Retno Asih S. 2013. Bronkitis. Diakses 18 Mei 2013,
dari Universitas Airlangga, Fakultas Kedokteran bagian Ilmu Kesehatan Anak Web
site:

http://old.pediatrik.com/isi03.php?

page=html&hkategori=ePDT&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110tlwx284.htm
Setyanto, Dermawan B. 2004. Batuk Kronik pada Anak : Masalah dan Tata Laksana. Journal
of Sari Pediatri, 6, 64 70. Diakses 17 Mei 2013
Sutoyo, Dianiati Kusumo. 2011. Bronkitis Kronis dan Lingkaran yang tak Berujung Pangkal
(Vicious Circle). Journal of Google Scholar. Diakses 17 Mei 2013
Ulfa, Noviana. 2011. Proses Keperawatan pada Anak dengan Bronkitis. Diakses 18 Mei
2013,

Stikes

Ngudia

Husada

Madura

Web

site

http://www.slideshare.net/djuwahir/proses-keperawatan-pada-anak-dengan-bronkitis

23

Anda mungkin juga menyukai