Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH KLINIK MEDIKAL BEDAH

COR PULNOMAL
Dosen Pengampu : Sri Mulyani, S.Kep., Ns., M.Kep

Disusun oleh :
Riningsih (2020200015)

PROGRAM DIII KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SAIS AL QUR’AN JAWA TENGAH
DI WONOSOBO
TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT Tuhan yang Maha Esa atas berkat
dan rahmatnya, kami dapat menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen yang kemudian
dilanjutkan dengan penyusunan makalah dengan judul “Keperawatan Medikan Bedah Cor
Pulnomal”
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................I
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Tujuan..................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEOR.................................................................................................II
A. Anatomi Fisiologi Cor Pulnomal.............................................................................3
B. Pengertian Cor Pulnomal.........................................................................................4
C. Etiologi Cor Pulnomal.............................................................................................5
D. Manifestasi Klinis Cor Pulnomal............................................................................6
E. Patofisiologi Cor Pulnomal.....................................................................................7
F. Pathway Cor Pulnomal............................................................................................8
G. Komplikasi Cor Pulnomal.......................................................................................9
H. Penatalaksanaan Medis Cor Pulnomal....................................................................10
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN...............................................................................III
A. Pengkajian.................................................................................................................11
B. Diagnosa...................................................................................................................12
C. Perencanaan/Intervensi1...........................................................................................13
D. Implementasi.............................................................................................................14
E. Evaluasi.....................................................................................................................15
BAB IV PENUTUP.............................................................................................................IV
A. Kesimpulan..............................................................................................................16
B. Saran........................................................................................................................17
C. Daftar pusaka ..........................................................................................................18
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Irman Sumantri (2009), Kor pulmonal adalah terjadinya pembesaran
dari jantung kanan (dengan atau tanpa gagal jantung kiri) sebagai akibat dari penyakit
yang mempengaruhi struktur atau fungsi dari paru-paru atau vaskularisasinya.
Pulmonary heart disease adalah pembesaran ventrikel kanan (hipertrofi dan/atau
dilatasi) yang terjadi akibat kelainan paru, kelainan dinding dada, atau kelainan pada
kontrol pernafasan. Tidak termasuk di dalamnya kelainan jantung kanan yang terjadi
akibat kelainan jantung kiri atau penyakit jantung bawaan.
Pulmonary heart disease dapat terjadi akut maupun kronik. Penyebab pulmonary heart
disease akut tersering adalah emboli paru masif, sedangkan pulmonary heart disease
kronik sering disebabkan oleh penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Pada
pulmonary heart disease kronik umumnya terjadi hipertrofi ventrikel kanan,
sedangkan pada pulmonary heart disease akut terjadi dilatasi ventrikel kanan. Tidak
semua pasien PPOK akan mengalami pulmonary heart disease, karena banyak usaha
pengobatan yang dilakukan untuk mempertahankan kadar oksigen darah arteri
mendekati normal sehingga dapat mencegah terjadinya Hipertensi Pulmonal. Pada
umumnya, makin berat gangguan keseimbangan ventilasi perfusi, akan semakin
mudah terjadi ganguan analisis gas darah sehingga akan semakin besar terjadinya
Hipertensi Pulmonal dan pulmonary heart disease. Penyakit yang hanya mengenai
sebagian kecil paru tidak akan begitu mempengaruhi pertukaran gas antara alveoli dan
kapiler sehingga jarang menyebabkan terjadinya Hipertensi Pulmonal dan pulmonary
heart disease. Tuberculosis yang mengenai kedua lobus paru secara luas akan
menyebabkan terjadinya fibrosis disertai gangguan fungsi paru sehingga
menyebabkan terjadinya pulmonary heart disease. Hipoventilasi alveoli sekunder
akibat sleep apnea syndrome tidak jarang disertai dengan Hipertensi Pulmonal dan
pulmonary heart disease Kronik.
B. Tujuan
a) Tujuan Umum
Setelah melakukan asuhan keperawatan diharapkan penulis dapat meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan dalam menerapkan asuhan keperawatan yang bermutu
pada pasien dengan Obstruksi Intestinal
b) Tujuan Khusus.
Tujuan khusus yang ingin dicapai penulis setelah pelaksanaan asuhan keperawatan
adalah :
1. Mampu memahami tentang konsep dasar asuhan keperawatan Obstruksi Intestinal
2. Mampu melaksanakan pengkajian dalam memberikan asuhan keperawatan
Obstruksi Intestinal
3. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan Obstruksi Intestinal
4. Mampu merencanakan tindakan keperawatan Obstruksi Intestinal
5. Mampu mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan Obstruksi Intestinal
6. Mampu mengevaluasi hasil asuhan keperawatan yang telah di berikan Obstruksi
Intestinal
7. Melakukan pendokumentasian Obstruksi Intestinal
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. ANATOMI FISIOLOGIS

Saluran pernafasan bagian atas terdiri atas :


1. Lubang hidung (cavum nasalis )
Hidung dibentuk oleh tulang sejati (os) dan tulang rawan (kartilago). Hidung dibentuk oleh
sebagian tulang sejati, sisanya terdiri atas kartilago dan jaringan ikat (connective tissue).
Bagian dalam hidung merupakan suatu lubang yang dipisahkan menjadi lubang kiri dan
kanan oleh sekat (septum). Rongga hidung mengandung rambut (fimbrie) yang berfungsi
sebagai penyaring (filter) kasar terhadap benda asing yang masuk. Pada permukaan (mukosa)
hidung terdapat epitel bersilia yang mengandung sel goblet. Sel tersebut mengeluarkan lender
sehingga dapat menangkap benda asing yang masuk ke dalam saluran pernafasan. Kita dapat
mencium aroma karena di dalam lubang hidung terdapat reseptor. Reseptor bau terletak pada
cibriform plate, didalamnya terdapat ujung dari saraf krania I (nervous olfactorium)
Hidung berfungsi sebagai jalan nafas, pengatur udara, pengatur kelembaban udara
(humidifikasi), pengatur suhu, pelindung dan penyaring udara, indra pencium, dan resonator
suara. Fungsi hidung sebagai pelindung dan penyaring dilakukan oleh vibrissa, lapisan
lender, dan enzim lozosim. Vibrissa adalah rambut vestibulum nasi yang bertugas sebagai
penyaring debu dan kotoran (partikel berukuran besar). Debu-debu kecil dan kotoran (partikel
kecil) yang masih dapat melewati vibrissa akan melekat pada lapisan lender dan selanjutnya
dikeluarkan oleh refleks bersin. Jika dalam udara masih terdapat bakteri (partikel sangat
kecil), maka enzim lizosim yang menghancurkannya.
2. Sinus para nasal
Sinus para nasalis merupakan daerah yang terbuka pada tulang kepala. Dinamakan sesuai
dengan tulang tempat dia berada yaitu sinus frontalis, sinus ethmoidalis, sinus sphenoidalis,
dan sinus maxilaris. Sinus berfungsi untuk :
1)      Membantu menghangatkan dan humidifikasi
2)      Meringankan berat tulang tengkorak
3)      Mengatur bunyi suara manusia dengan ruang resonansi
3. Faring
Faring merupakan pipa berotot berbentuk cerobong (+ 13 cm) yang letaknya bermula dari
dasar tengkorak sampai persambungannya dengan esophagus pada ketinggian tulang rawan
(kartilago) krikoid. Faring digunakan pada saat digestion (menelan) seperti pada saat
bernafas. Berdasarkan letaknya faring dibagi menjadi tiga yaitu dibelakang hidung (nasi-
faring), belakang mulut (oro-faring), dan belakang (laringo-faring).
4. Laring
Laring sering disebut dengan voice box dibentuk oleh struktur epitrlium lined yang
berhubungan dengan faring (di atas) dan trakea (di bawah). Lring terletak di anterior tulang
belakang (vertebra) ke-4 dan ke-6. Bagian atas dari esophagus berada di posterior laring.

Fungsi utama laring adalah untuk pembetukan suara, sebagai protek jalan nafas bawah dari
benda asing dan untuk memfasilitasi proses terjadinya batuk. Laring terdiri atas :
1)      Eoiglotis : katup kartilago yang menutup dan membuka selama menelan.
2)      Glotis : lubang antara pita suara dan laring.
3)      Kartilago tiroid : kartilago yang terbesar pada trachea, terdapat bagian yang membentuk
jakun (adams apple).
4)      Kartilago krikoid : cicin kartilago yang utuh di laring (terletak di bawah kartilago
tiroid).
5)      Kartilago aritenoid : digunakan pada pergerakan pita suara bersama dengan kartilago
tiroid.
6)      Pita suara : sebuah ligament yang dikontrol oleh pergerakan otot yang menghasilkan
suara dan menempel pada lumen laring.
Saluran pernafasan bagian bawah (tracheobronchial tree) terdiri atas :
5. Trachea
Trachea merupakan perpanjangan dari laring pada ketinggian tulang vertebrae torakal ke-7
yang bercabang menjadi dua bronkus. Ujung cabang trachea disebut carina. Trachea bersifat
sangat fleksibel, berotot dan memiliki panjang 12 cm dengan cincin kartilago berbentuk huruf
C. pada cincin tersebut terdapat epitel bersilia tegak yang mengandung banyak sel goblet
yang mensekresikan lender (mucus).
6. Bronchus dan bronkhiolus
Cabang bronchus kanan lebih pendek, lebih lebar, dan cenderung lebih vertical daripada
cabang yang kiri. Hal tersebut menyebabkan benda asing lebih mudah masuk ke dalam
cabang sebelah kanan daripada cabang bronchus sebelah kiri.
Segmen dan subsegmen bronchus bercabang lagi dan berbentuk seperti ranting masuk ke
setiap paru-paru. Bronchus disusun oleh jaringan kartilago sedangkan bronkiolus yang
berakhir di alveoli tidak mengandung kartilago. Tidak adanya kartilago menyebabkan
bronkhiolus mampu menangkap udara, namun juga dapat mengalami kolaps. Agar tidak
kolaps, alveoli dilengkapi dengan porus/lubang kecil yang terletak antar alveoli (kohn pores)
yang berfungsi untuk mencegah kolaps alveoli.
Saluran pernafasan mulai dari trakea sampai bronkiolus terminal tidak mengalami pertukaran
dan merupakan area yang dinamakan anatomical dead space. Banyaknya udara yang berada
dalam area tersebut adalah sebesar 150 ml. awal dari proses pertukaran gas terjadi di
bronkeolus respiratorius.
7. Alveoli
Parenkim paru-paru merupakan area yang aktif bekerja dari jaringan paru-paru. Parenkim
tersebut mengandung berjuta-juta unit alveolus. Alveolus merupakan kantong udara yang
berukuran sangat kecil, dan merupakan akhir dari bronkhiolus respiratorius sehingga
memungkinkan pertukaran O2  dan CO2. Seluruh dari unit alveoli terdiri dari bronkhiolus
respiratorius, duktus alveolus, dan alveolar sacs. Fungsi utama dari unit alveolus adalah
pertukaran O2 dan CO2 di antara kapiler pulmoner dan alveoli.
8. Paru-paru
Paru-pau terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya berada di atas tulang
iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus
sedangkan paru-paru kiri mempunyai dua lobus. Kelima lobus tersebut dapat terlihat dengan
jelas. Setiap paru-paru terbagi lagi menjadi beberapa subbagian menjadi sekita sepuluh unit
terkecil yang disebut bronchopulmonary segments.
Paru-paru kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang yang sebut mediastinum. Jantung, aorta, vena
cava, pembuluh paru-paru, esophagus bagian dari trachea dan bronchus, serta kelenjar timus
terdapat pada mediastinum.

 Sirkulasi pulmoner
Suplai darah ke dalam paru-paru merupakan suatu yang unik. Paru-paru mempunyai dua
sumber suplai darah yaitu arteri bronkhialis dan arteri pulmonalis. Sirkulasi bronchial
menyediakan darah teroksigenasi dari sirkulasi siatemik dan berfungsi memenuhi kebutuhan
metabolism jaringan paru-paru. Arteri bronkhialis berasal dari aorta torakalis dan
berjalan sepanjang dinding posterior bronchus. Vena bronkhialis akan mengalirkan darah
menuju vena pulmonalis.
 Kendali pernafasan
Fungsi mekanik pergerakan udara masuk dan keluar dari paru-pau dinamakan ventilasi.
Mekanisme tersebut dilaksanakan oleh sejumlah komponen factor yang saling berinteraksi.
Factor tersebut mengendalikan proses masuknya udara ke dalam paru-paru agar pertukaran
gas dapat berlangsung. Factor yang dapat mengendalikan pernafasan adalah :
1. Factor local
Kondisi paru itu sendiri dan dinding dada yang mengelilingi paru-paru, dimana keduanya
berperan dalam pompa resiprokatif (timbale balik) yang disebut hembusan nafas.
2. Control medulla oblongata
Sebagai pusat control pernafasan, terdapat daerah ritmik medulla oblongata yang terdiri dari
neuron inspirasi dan ekspirasi.
3. Control pons
Mengatur transisi dari fase inspirasi ke ekspirasi
4. Reflek hering –breur
Reseptor yang mengatur tingkat peregangan paru-paru sebagai pelindung agar tidak terjadi
pengembangan yang berlebihan.
5. Kendali korteks
Kendali korteks terbatas yaitu hanya dapat mengubah ritmik sebagai proteksi terhadap paru-
paru.
6. Efek latihan jasmani
Olahraga berat menyebabkan penggunaan O2 lebih besar dan poduk CO2 lebih besar pula.
7. efek altitude/ ketinggian
tempat ketinggian akan menyebabkan penurunan tekanan oksigen atmosfer, akibatnya
seseorang yang berada pada tempat tinggi akan mengalami peningkatan ritme nafas, denyut
jangtung, dan kedalaman pernafasan yang lazim terlihat pada seseorang yang sedang
melakukan aktivitas.

 Fisiologi pernafasan
Proses respirasi dapat dibagi menjadi tiga proses utama :
1. ventilasi pulmonal adalah proses  keluar masuknya udara dan atmosfer dal alveoli paru-
paru
2. difusi adalah proses pertukaran O2 dan Co2 antara alveoli dan darah
transfortasi adalah proses beredarnya gas dalam darah dan cairan tubuh ked an dari sel-sel
Proses fisiologi respirasi dibagi menjadi tiga stadium yaitu :
1. difusi gas-gas antara alveolus dengan kapiler paru-paru dan darah sistemik dengan sel-sel
jaringan.
2. Distribusi darah adalah sirkulasi pulmoner dan penyesuaiannya dengan distribusi udara
dalam alveolus-alveolus.
3. Reaksi kimia dan fisik O2 dan CO2 dengan darah
Proses repirasi eksternal
1. Ventilasi
Udara bergerak masuk dan keluar dari paru-paru dikarenakan adanya selisih tekanan udara di
atmosfer dan alveolus dan didukung oleh kerja mekanik otot-otot. Selama inspirasi, volume
rongga dada bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi
beberapa otot. Otot serratus, otot skaleneus, dan otot interkostalis eksternus berperan
mengangkat iga, sedangkan otot sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas.
2. Difusi
Stadium kedua proses respirasi mencakup proses difusi gas-gas melintasi membrane antara
alveolus-kapiler yang tipis. Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan
parsial antara darah dan fase gas. Tekanan O2 dalam atmosfer sama dengan tekanan laut
yakni + 149 mmHg.
Pada waktu O2 diinspirasi dan sampai pada alveolus, tekanan parsial ini mengalami
penurunan sampai sekitar 103 mmHg sebagai akibat dari udara yang tercampur dengan ruang
rugi anatomis pada saluran udara dan dengan uap air.

3. Transportasi
Transportasi gas antar paru-paru dan jaringan meliputi proses-proses berikut ini :
1)      Transport oksigen dalam darah
Sistem pengangkutan O2 dalam tubuh terdiri atas paru-paru dan sistem kardiovaskuler.
2)      Transport karbonsioksida dalam darah
3)      Kurva disosiasi oksihemoglobin

B. PENGERTIAN COR PULNOMAL

Menurut Irman Sumantri (2009), Kor pulmonal adalah terjadinya pembesaran


dari jantung kanan (dengan atau tanpa gagal jantung kiri) sebagai akibat dari penyakit
yang mempengaruhi struktur atau fungsi dari paru-paru atau vaskularisasinya.
Pulmonary heart disease adalah pembesaran ventrikel kanan (hipertrofi dan/atau
dilatasi) yang terjadi akibat kelainan paru, kelainan dinding dada, atau kelainan pada
kontrol pernafasan. Tidak termasuk di dalamnya kelainan jantung kanan yang terjadi
akibat kelainan jantung kiri atau penyakit jantung bawaan.
Pulmonary heart disease dapat terjadi akut maupun kronik. Penyebab pulmonary heart
disease akut tersering adalah emboli paru masif, sedangkan pulmonary heart disease
kronik sering disebabkan oleh penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Pada
pulmonary heart disease kronik umumnya terjadi hipertrofi ventrikel kanan,
sedangkan pada pulmonary heart disease akut terjadi dilatasi ventrikel kanan. Tidak
semua pasien PPOK akan mengalami pulmonary heart disease, karena banyak usaha
pengobatan yang dilakukan untuk mempertahankan kadar oksigen darah arteri
mendekati normal sehingga dapat mencegah terjadinya Hipertensi Pulmonal. Pada
umumnya, makin berat gangguan keseimbangan ventilasi perfusi, akan semakin
mudah terjadi ganguan analisis gas darah sehingga akan semakin besar terjadinya
Hipertensi Pulmonal dan pulmonary heart disease. Penyakit yang hanya mengenai
sebagian kecil paru tidak akan begitu mempengaruhi pertukaran gas antara alveoli dan
kapiler sehingga jarang menyebabkan terjadinya Hipertensi Pulmonal dan pulmonary
heart disease. Tuberculosis yang mengenai kedua lobus paru secara luas akan
menyebabkan terjadinya fibrosis disertai gangguan fungsi paru sehingga
menyebabkan terjadinya pulmonary heart disease. Hipoventilasi alveoli sekunder
akibat sleep apnea syndrome tidak jarang disertai dengan Hipertensi Pulmonal dan
pulmonary heart disease Kronik.
C. ETIOLOGI COR PULNOMAL

Banyak penyakit yang mempengaruhi paru dan hubungan dengan hipoksemia dapat
menyebabkan kor pulmonal disebabkan oleh hal-hal berikut ini.
1. Penyakit paru-paru merata
Terutama emfisema, bronchitis kronis (COPD), dan fibrosis akibat TB
2. Penyakit pembuluh darah paru
Terutama thrombosis dan embolus paru dan fibrosis akibat penyinaran yang
menyebabkan penurunan elastisitas pembuluh darah paru.
3. Hipoventilasi alveolar menahun
Yaitu semua penyakit yang menghalangi pergerakan dada normal, seperti :
1)      Penebalan pleura bilateral
2)      Kelainan neuromuskuler, misalnya poliomyelitis dan distrofi otot
3)      Kifoskoliosis yang mengakibatkan penurunan kapasistas rongga torak sehingga
pergerakan torak berkurang
 Penyebab penyakit pulmonary heart disease antara lain :
1)    Penyakit paru menahun dengan hipoksia :
a. Penyakit paru obstrutif kronik,
b. Fibrosis paru,
c. Penyakit fibrokistik,
d. Cryptogenic fibrosing alveolitis,
e. Penyakit paru lain yang berhubungan dengan hipoksia
2)        Kelainan dinding dada : Kifos koliosis, torakoplasti, fibrosis pleura
      Penyakit neuromuscular
3)    Gangguan mekanisme control pernafasan : Obesitas, hipoventilasi idopatik,
       Penyakit serebro vascular.
4)    Obstruksi saluran nafas atas pada anak : Hipertrofi tonsil dan adenoid.
5)    Kelainan primer pembuluh darah : Hipertensi pulmonale primer emboli paru berulang
dan
vaskulitis pembuluh darah paru.

D. MANIFESTASI KLINIS COR PULNOMAL

Gejala klinis yang muncul pada klien dengan penyakit kor pulmonal adalah sebagai berikut
1. Sesuai dengan penyakit yang melatarbelakangi, misalnya COPD akan menimbulkan
gejala nafas pendek, dan batuk.
2. Gagal ventrikel kanan akan muncul, distensi vena leher, liver palpable , efusi pleura,
asites, dan murmur jantung.
3. Sakit kepala, confusion, dan somnolen terjadi akibat peningkatan PCO2.
Informasi yang di dapat bisa berbeda-beda antara satu  penderita yang satu dengan yang lain
tergantung pada penyakit dasar yang menyebabkan pulmonary heart disease.

1. Kor-pumonal akibat Emboli Paru : sesak tiba-tiba pada saat istirahat, kadang-kadang
didapatkan batuk-batuk, dan hemoptisis.
2. Kor-pulmonal dengan PPOM : sesak napas disertai batuk yang produktif (banyak
sputum).
3. Cor pulmonal dengan Hipertensi Pulmonal primer : sesak napas dan sering pingsan jika
beraktifitas (exertional syncope).
4. Pulmonary heart disease dengan kelainan jantung kanan : bengkak pada perut dan kaki
serta cepat lelah.
Gejala predominan pulmonary heart disease yang terkompensasi berkaitan dengan penyakit
parunya, yaitu batuk produktif kronik, dispnea karena olahraga, wheezing respirasi, kelelahan
dan kelemahan. Jika penyakit paru sudah menimbulkan gagal jantung kanan, gejala – gejala
ini lebih berat. Edema dependen dan nyeri kuadran kanan atas dapat juga muncul.
Tanda- tanda pulmonary heart disease misalnya sianosis, clubbing, vena leher distensi,
ventrikel kanan menonjol atau gallop ( atau keduanya), pulsasi sternum bawah atau
epigastrium prominen, hati membesar dan nyeri tekan, dan edema dependen.
Gejala- gejala tambahan ialah: Sianosis, Kurang tanggap/ bingung, Mata menonjol.

E. PATOFIOLOGI COR PULNOMAL

Beratnya pembesaran ventrikel kanan pada kor pulmonal berbaring lurus dengan
fungsi pembesaran dari peningkatan afterload. Jika resistensi vaskuler paru meningkat
dan relative tetap, seperti pada penyakit vaskuler atau parenkim paru, peningkatan
curah jantung sebagaimana terjadi pada pengerahan tenaga fisik, maka dapat
meningkatkan tekanan arteri pulmonalis secara bermakna. Afterload ventrikel kanan
secara kronik meningkat jika volume paru membesar, seperti pada penyakit COPD,
pemanjangan pembuluh paru, dan kompresi kapiler alveolar.
F. PATHWAY COR PULNOMAL
G. KOMPLIKASI COR PULNOMAL
Komplikasi dari pulmonary heart disease diantaranya: 
1. Sinkope
2. Gagal jantung kanan
3. Edema perifer
4. Kematian
5. Prognosis             
Belum ada pemeriksaan prospektif yang dilakukan untuk mengetahui prognosis  pulmonary
heart disease kronik. Pengamatan yang dilakukan tahun 1950 menunjukkan bahwa bila terjadi
gagal jantung kanan yang menyebabkan kongestinvena sistemik, harapan hidupnya menjadi
kurang dari 4 tahun.
Walaupun demikian, kemampuan dalam penanganan pasien selama episode akut yang
berkaitan dengan infeksi dan gagal napas mangalami banyak kemajuan dalam 5 tahun
terakhir.
Prognosis pulmonary heart disease berkaitan dengan penyakit paru yang mendasarinya.
Pasien yang mengalami pulmonary heart disease akibat obeliterasi pembuluh darh arteri kecil
yang terjadi secara perlahan-lahan akibat penyakit intrinsiknya (misal emboli), atau akibat 
fibrosis intertisial harapan juntuk perbaikannya kecil karena kemungkinan perubahan anatomi
yang terjadi subah menetap. Harapan hidup pasien PPOK jauh lebih baik bila analisis gas
darahnya dapat dipertahankan mendekati normal.
 Pencegahan
Menghindari perilaku yang mengarah pada penyakit paru-paru kronis (terutama
merokok) dapat mencegah perkembangan akhir cor pulmonale. Evaluasi seksama
murmur jantung anak dapat mencegah cor pulmonale yang disebabkan oleh cacat
jantung tertentu.

H. PENATALAKSAAN MEDIS COR PULNOMAL

Tujuan dari penatalaksanaan adalah peningkatan ventilasi klien dan mengobati penyakit yang
melatarbelakangi beserta manifestasi dari gagal jantungnya.
Secara umum penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.
1. Pada klien dengan penyakit asal COPD dapat diberikan O2 pemberian O2 sangat
dianjurkan untuk memperbaiki pertukaran gas dan menurunkan tekanan arteri pulmonal
dan tahanan vaskuler pulmonal.
2. Bronchial hygiene, diberikan obat golongan bronkodilator.
3. Jika terdapat gejala gagal jantung, maka harus memperbaiki kondisi hipoksemia dan
hiperkapnea.
4. Bedrest, diet rendah sodium, dan pemberian diuretic
5.   Digitalis, bertujuan untuk meningkatkan kontraktilitas dan menurunkan denyut jantung,
selain itu juga mempunyai efek digitalis ringan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

Anamnesa,meliputi:
1. Identitas pasien
Kor pulmonal dapat terjadi pada orang dewasa dan pada anak-anak. Untuk orang dewasa,
kasus yang paling sering ditemukan adalah pada lansia karena sering didapati dengan
kebiasaan merokok dan terpapar polusi. Hal ini di dasarkan pada epidemiologi penyakit-
penyakit yang menjadi penyebab kor pulmonal, karena hipertensi pulmonal merupakan
dampak dari beberepa penyakit yang menyerang paru-paru.
Untuk kasus anak-anak, umumnya terjadi kor pulmonal akibat obstruksi saluran napas atas
seperti hipertrofi tonsil dan adenoid.
Jenis pekerjaan yang dapat menjadi resiko terjadinya kor pulmonal adalah para pekerja yang
sering terpapar polusi udara dan kebiasaan merokok yang tinggi.
Lingkungan tempat tinggal yang dapat menjadi resiko terjadinya kor pulmonal adalah
lingkungan yang dekat daerah perindustrian, dan kondisi rumah yang kurang memenuhi
persyaratan rumah yang sehat. Contohnya ventilasi rumah yang kurang baik,hal ini akan
semakin memicu terjadinya penyakit-penyakit paru dan berakibat terjadinya kor pulmonal.
2. Riwayat Sakit dan Kesehatan
1)                      Keluhan utama
Pasien dengan kor pulmonal sering mengeluh sesak, nyeri dada
2)                      Riwayat penyakit saat ini
Pada pasien kor pulmonal, biasanya akan diawali dengan tanda-tanda mudah letih, sesak,
nyeri dada, batuk yang tidak produktif. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu
muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-
keluhan tersebut.
Penyebab kelemahan fisik setelah melakukan aktifitas ringan sampai berat.
Seperti apa kelemahan melakukan aktifitas yang dirasakan, biasanya disertai sesak nafas.
 Apakah kelemahan fisik bersifat local atau keseluruhan system otot rangka dan apakah
disertai ketidakmampuan dalam melakukan pergerakan.
Bagaimana nilai rentang kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
Kapan timbulnya keluhan kelemahan beraktifitas, seberapa lamanya kelemahan beraktifitas,
apakah setiap waktu, saat istirahat ataupun saat beraktifitas
3)   Riwayat penyakit dahulu
Klien dengan kor pulmonal biasanya memilki riwayat penyakit seperti penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK), fibrosis paru, fibrosis pleura, dan yang paling sering adalah klien
dengan riwayat hipertensi pulmonal.
3. Pemeriksaan fisik : Review Of System (ROS)
1)      B1 (BREATH)
 Pola napas : irama tidak teratur
 Jenis: Dispnoe
 Suara napas: wheezing
 Sesak napas (+)
2)      B2 (BLOOD)
 Irama jantung : ireguler s1/s2 tunggal (-)
 Nyeri dada (+)
 Bunyi jantung:  murmur
 CRT : tidak terkaji
 Akral : dingin basah
3)      B3 (BRAIN)
 Penglihatan(mata)
–       Pupil : tidak terkaji
–       Selera/konjungtiva : tidak terkaji
 Gangguan pendengaran/telinga: tidak terkaji
 Penciuman (hidung) : tidak terkaji
 Pusing
 Gangguan kesadaran
4)      B4 (BLADDER)
 Urin:
–       Jumlah : kurang dari 1-2 cc/kg BB/jam
–       Warna : kuning pekat
–       Bau : khas
 Oliguria
5)      B5 (BOWEL)
 Nafsu makan : menurun
 Mulut dan tenggorokan : tidak terkaji
 Abdomen : asites
 Peristaltic : tidak terkaji
6)      B6 (BONE)
 Kemampuan pergerakan sendi: terbatas
 Kekuatan otot : lemah
 Turgor : jelek
 Oedema
4. Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta
bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya, kecemasan
terhadap penyakit.

B. DIAGNOSA

1. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen,


obstruksi alveoli
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan sempitnya lapang respirasi dan
penekanan toraks.
3. Perubahan perfusi jaringan kardiopulmonal berhubungan dengan masalah
pertukaran pada tingkat alveolar atau tingkat jaringan
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan nafsu makan (energi lebih banyak digunakan untuk usaha bernapas,
sehingga metabolisme berlangsung lebih cepat).
5. Intoleransi aktifitas  yang berhubungan dengan kelemahan fisik dan keletihan.
6. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen,
obstruksi alveoli
C. PERENCANAAN/INTERVENSI

Tujuan                  : Mempertahankan tingkat oksigen yang adekuat untuk  keperluan


tubuh.
Kriteria hasil         :
a. Klien tidak mengalami sesak napas.
b. Tanda-tanda vital dalam batas normal
c. Tidak ada tanda-tanda sianosis.
d. Pao2 dan paco2 dalam batas normal
e. Saturasi O2 dalam rentang normal
Intervensi dan Rasional :
1)        Pantau frekuensi, kedalaman pernapasan. Catat penggunaan otot aksesori, nafas bibir,
tidakmampuan bicara/ berbincang.
Rasional : Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan dan/atau kronisnya proses
penyakit.
2)        Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk
bernapas. Dorong nafas perlahan atau nafas bibir sesuai kebutuhan atau toleransi individu.
Rasional : Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas
untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispnea dan kerja nafas.
3)        Awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa.
Rasional : Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar
bibir/atau daun telinga). Keabu-abuan dan diagnosis sentral mengindikasikan beratnya
hipoksemia.
4)        Dorong mengeluarkan sputum; penghisapan bila diindikasikan.
Rasional : Kental, tebal, dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran
gas pada jalan nafas kecil. Penghisapan dibutuhkan bila batuk tidak efektif.
5)        Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara dan/atau bunyi tambahan.
Rasional : Bunyi nafas mugkin redup karena aliran udara atau area konsolidasi. Adanya
mengi mengindikasikan secret. Krekel basah menyebar menunjukkan cairan pada
intertisial/dekompensasi jantung.
6)        Palpasi fremitus.
Rasional : Penurunan getaran fibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau udara terjebak.
7)        Awasi tingkat kesadaran/ status mental. Selidiki adanya perubahan.
Rasional : Gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum pada hypoxia, GDA memburuk
disertai bingung/ somnolen menunjukkan disfungsi sersbral yang berhubungan dengan
hipoksemia.
8)        Evaluasi tingkat toleransi aktifitas. Berikan lingkungan yang tenang dan kalem. Batasi
aktifitas pasien atau dorong untuk tidur/ istirahat dikursi selama fase akut. Mungkinkan
pasien melakukan aktifitas secara bertahap dan tingkatkan sesuai toleransi individu.
Rasional : Selama distress pernapasan berat/akut/refraktori pasien secara total tak mampu
melakukan aktifitas sehari-hari karena hipoksemia dan dispnea. Istirahat diselingi aktifitas
perawatan masih penting dari program pengobatan. Namun, program latihan ditujukan untuk
meningkatkan ketahanan dan kekuatan tanpa menyebabkan dispnea berat, dan dapat
meningkatkan rasa sehat.
9)        Awasi tanda vital dan irama jantung
Rasional : Tachycardia, disritmia, dan perubahan tekanan darah dapat menunjukkan efek
hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
10)    Kolaborasi
a)        Awasi/gambarkan seri GDA dan nadi oksimetri.
Rasional : Paco2 biasanya meningkat (bronchitis, enfisema) dan pao2 secara umum menurun,
sehingga hipoksia terjadi dengan derajat lebih kecil atau lebih besar. Catatan: paco2 “normal”
atau meningkat menandakan kegagalan pernapasan yang akan datang selama asmatik.
b)  Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien.
Rasional : Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya hypoxia. Catatan: emfisema kronis,
mengatur pernapasan pasien ditentukan oleh kadar CO2 dan mungkin dieluarkan dengan
peningkatan pao2 berlebihan.
c)        Berikan penekanan SSP (misal: ansietas, sedative, atau narkotik) dengan hati-hati.
Rasional : Digunakan untuk mengontrol ansietas/gelisah yang meningkatkan konsumsi
oksigen/kebutuhan, eksaserbasi dispnea. Dipantau ketat karena dapat terjadi gagal nafas.
d)       Bantu instubasi, berikan/pertahankan ventilasi mekanik,dan pindahkan UPI sesuai
instruksi pasien.
Rasional : Terjadinya/kegagalan nafas yang akan datang memerlukan penyelamatan hidup.
1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan Hipoksia. 
 Tujuan :
 Memperbaiki atau mempertahankan pola pernapasan normal   
 Pasien mencapai fungsi paru-paru yang maksimal.
Kriteria hasil         :
 Pasien menunjukkan frekuensi pernapasan yang efektif.  
 Pasien bebas dari dispnea, sianosis, atau tanda-tanda lain distress pernapasan 
Intervensi dan Rasional :
1)      Kaji jumlah/kedalaman pernafasan dan pergerakan dada
Rasional : evaluasi awal untuk melihat kemajuan dari hasil intervensi yang telah dilakukan.
2)      Auskultasi daerah paru, catat area yang menurun/tidak adanya aliran udara, adanya
suara tambahan seperti crekels, wheezing.
Rasional : penurunan aliran udara timbul pada area yang konsolidasi dengan cairan. Suara
nafas bronchial (normal di atas bronkus ) dapat juga. Ronki , krecels, weezing terdengar pada
saat inspirasi dan atau ekspirasi sebagai respon dari akumulasi cairan.
3)      Berikan posisi fowler atau semi fowler 
Rasional : Memaksimalkan ekspansi paru, menurunkan kerja pernapasan, dan menurunkan
resiko aspirasi
4)      Ajarkan teknik napas dalam dan atau pernapasan bibir atau pernapasan diafragmatik
abdomen bila diindikasikan 
Rasional : Membantu meningkatkan difusi gas dan ekspansi jalan napas kecil, memberika
pasien beberapa kontrol terhadap pernapasan, membantu menurunkan ansietas.
2. Perubahan perfusi jaringan kardiopulmonal berhubungan dengan masalah
pertukaran pada tingkat alveolar atau tingkat jaringan.
Tujuan : mempertahankan perfusi jaringan
Kriteria hasil :
Tanda vital normal, tidak ada tanda sianosis
Intervensi :
1)        Auskultasi HR dan ritme, serta catat suara jantung tambahan
2)        Observasi perubahan status mental
3)        Observasi warna dan temperatus kulit/membrane mukosa
4)        Evaluasi ekstremitas dari adanya kualitas nadi
5)        Kolaborasi :
 Berikan cairan sesuai dengan indikasi
 Monitor hasil diagnostic/ laboratorium, misalnya EKG, elektrolit, BUN
 Berikan terapi sesuai dengan indikasi : heparin, agen trombolitik
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
Penurunan nafsu makan (energi lebih banyak digunakan untuk usaha bernapas,
sehingga metabolism berlangsung lebih cepat).
 Tujuan                  : Nafsu makan membaik.
 Kriteria hasil         :
 Gizi untuk kebutuhan metabolik terpenuhi 
 Massa tubuh dan berat badan klien berada dalam batas normal.
Intervensi dan Rasional :
1)      Beri motivasi pada klien untuk mengubah kebiasaan makan.
Rasional : Agar pasien mau memenuhi diet yang disarankan untuk kebutuhan nutrisi dalam
metabolisme.
2)      Sajikan makanan untuk klien semenarik mungkin.
Rasional : Mengurangi anorexia pada pasien.
3)      Pantau nilai laboratorium, khususnya transferin, albumin, dan elektrolit.
Rasional : Untuk mengetahui perkembangan asupan gizi klien melalui sampel darah
4)      Timbang berat badan pasien pada interval yang tepat.
Rasional : Untuk mengetahui perkembangan klien dalam mempertahankan berat badan
normal.
5)      Diskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan protein untuk klien.
Rasional : Untuk bisa lebih tepat memberikan diet kepada pasien sesuai zat gizi dan kalori
yang dibutuhkan.
6)      Pertahankan kebersihan mulut yang baik
Rasional : Menambah nafsu makan dan membersihkan kuman-kuman yang ada dalam mulut,
sehingga makanan yang klien makan akan terasa lebih nikmat 
4. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan demand
oksigen
 Tujuan                     : keseimbanagn antara suplai dan demand oksigen.
 Kriteria hasil           : mentoleransi aktivitas yang biasa dilakukan dan di tunjukkan
dengan daya tahan, menunjukkan penghematan energi.
 Intervensi dan Rasional :
1)        Evaluasi respons klien terhadap aktivitas
Rasional : memberikan kemampuan/ kebutuhan klien dan memfasilitasi dalam pemilihan
intervensi.
2)        Beri lingkungan yang nyaman dengan membatasi pengunjung. Anjurkan untuk
menggunakan menejemen stress dan aktivitas diversional
Rasional : mengurangi stress dan stimulasi yang berlebihan, meningkatkan istirahat.
3)        Jelaskan pentingnya beristirahat pada rencana terapi dan perlunya keseimbangan
antara aktivitas dengan istirahat
Rasional : bedrest akan memelihara selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan
metabolic, memelihara energy untuk penyembuhan.
4)        Bantu klien untuk mengambil posisi yang nyaman untuk beristirahat dan atau tidur.
Rasional : klien mungkin merasa nyaman dengan kepala dalam keadaan elevasi, tidur di kursi
atau istirahat pada meja dengan bantuan bantal
5)        Ajarkan klien bagaimana meningkatkan rasa control dan mandiri dengan kondisi yang
ada
6)        Ajarkan klien bagaimana menghadapi aktivitas menghindari kelelahan dan berikan
periode istirahat tanpa gangguan di antara aktifitas
Rasional : Istirahat memungkinkan tubuh memperbaiki energy yang digunakan selama
aktifitas
7)        Kolaborasi dengan ahli gizi mengenai menu makanan pasien
Rasional :  Dengan ahli gizi,perawat dapat menentukan jenis-jenis makanan yang harus
dikonsumsi untuk memaksimalkan pembentukan energy dalam tubuh pasien 
D. EVALUASI

1. Mempertahankan tingkat oksigen yang adekuat untuk  keperluan tubuh.


 Klien tidak mengalami sesak napas.
 Tanda-tanda vital dalam batas normal
 Tidak ada tanda-tanda sianosis.
 Pao2 dan paco2 dalam batas normal
 Saturasi O2 dalam rentang normal
2. Memperbaiki atau mempertahankan pola pernapasan normal   
 Pasien mencapai fungsi paru-paru yang maksimal.
 Pasien menunjukkan frekuensi pernapasan yang efektif.  
 Pasien bebas dari dispnea, sianosis, atau tanda-tanda lain distress pernapasan 
3. Nafsu makan membaik.
 Gizi untuk kebutuhan metabolik terpenuhi 
 Massa tubuh dan berat badan klien berada dalam batas normal.
4. keseimbanagn antara suplai dan demand oksigen.
Mentoleransi aktivitas yang biasa dilakukan dan di tunjukkan dengan daya tahan,
menunjukkan penghematan energi.
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Korpulmonal adalah pembesaran ventrikel kanan (hipertrofi dan/atau dilatasi) yang


terjadi akibat kelainan paru, kelainan dinding dada, atau kelainan pada kontrol
pernafasan. Korpulmonal dapat terjadi akut maupun kronik. Penyebab Kor Pulmonale
akut tersering adalah emboli paru masif, sedangkan Kor Pulmonale kronik sering
disebabkan oleh penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Pada Kor Pulmonale kronik
umumnnya terjadi hipertrofi ventrikel kanan, sedangkan pada Kor Pulmonal akut
terjadi dilatasi ventrikel kanan.

B. SARAN

Dari kesimpulan yang ada maka kita sebagai perawat atau calon perawat harus terus
meningkatkan kompetensi diri kita, lebih-lebih yang berkaitan dengan fenomena
kesehatan yang bersifat spesifik pada sistem kardiovaskuler, seperti penyakit Kor
pulmonal ini
DAFTAR PUSAKA

Somantri, Irman, 2012. Asuhan keperawatan pada Klien dengan gangguan sistem

Pernapasan Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika. Somantri, Irman. 2007. Asuhan Keperawatan
pada Klien dengan Gangguan sistem

Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika, A. Price Sylvia, M. Wilson Lorraine. 1995.


Patofisiologi. Konsep Klinis Proses

Proses Penyakit, Buku 2. Jakarta: EGC

Smeltzer, suzanne C: Bate. Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarted 8 Vol 3. Jakarta: EGC

Doenges, Marilyn E, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai