Anda di halaman 1dari 94

MAKALAH KEPERAWATAN MEDICAL BEDAH (KMB)

Dosen Pengampu : Ns. Sri Mulyani M.Kep

Disusun Oleh :

Nama : Aris Faizzun

Nim : 2020200049

FAKULTAS ILMU KESEHATAN PRODI D III KEPERAWATAN


UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’AN JAWA TENGAH DI WONOSOBO

2021/2022
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................................ii

1. Ulkus Peptikum............................................................................................................

2. Colitis...........................................................................................................................

3. Obstuksi Intestinal........................................................................................................

4. CAD..............................................................................................................................

5. COR Pulmonal.............................................................................................................

6. Gangguan Pembuluh Darah Perifer..............................................................................

7. Prelonefristis.................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................
ULKUS PEPTIKUM
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI.

Saluran gastrointestinal (GI) adalah jalur (panjang totalnya 23-26 kaki) yang berjalan dari
mulut melalui esofagus, lambung dan usus sampai anus.Fungsi esophagus, yaitu: saluran
pencernaan yang menjadi distensi bila makanan melewatinya. Fungsi lambung, yaitu sebagai
sekresi yang mengandung enzim pepsin yang penting untuk memulai pencernaan protein, untuk
memecah makanan menjadi komponen yang lebih dapat diabsorpsi dan membantu destruksi
kebanyakan bakteri pencernaan. Fungsi usus halus, yaitu mengubah makanan yang dicerna, yang
pada awalnya dicerna dalam bentuk lemak, protein, dan karbohidrat dan dipecahkan menjadi
nutrisi unsur pokoknya melalui proses pencernaan. Fungsi kolon, adalah membantu
mengabsorpsi cairan dan elektrolit (Suddarth & Brunner. 2002. hal.984).

B. DEFINISI

Pada tahun 350 SM, Diocles Of Carystos dipercaya sebagai orang yang menyebutkan kondisi
ulkus lambung pertama kali. Marcellus Donatus of Mantua pada tahun 1586  menjadi orang
pertama yang mendeskripsikan ulkus lambung melalui autopsi, pada tahun 1688 Muralto
mendeskripsikan ulkus duodenal secara autopsi. Pada tahun 1737, Morgagni juga menyebutkan
kondisi ulkus pada lambung dan duodenum secara autopsi (Angel, 2006).

Ulkus peptikum atau ulkus peptikumum merupakan keadaan dimana kontinuitas mukosa
lambung terputus dan meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas
sampai ke bawah epitel disebut erosi, walaupun sering kali dianggap juga sebagai ulkus(Fry,
2005). Menurut definisi, ulkus peptikum dapat ditemukan pada setiap bagian saluran cerna yang
terkena getah asam lambung, yaitu esophagus, lambung, duodenum, jejunum,dan setelah
tindakan gastroenterostomi. Ulkus peptikum diklasifikasikan atas ulkus akut dan ulkus kronik,
hal tersebut menggambarkan tingkat tingkat kerusakan pada lapisan mukosa yang terlibat( Aziz,
2008).

Walaupun aktivitas percernaan peptik oleh getah lambung merupakan etiologi yang penting,
terdapat bukti bahwa ini hanya merupakan salah satu dari banyak factor yang berperan dalam
pathogenesis ulkus peptikum (lewis,2000). Oleh karena banyaknya persamaan serta perbedaan
dalam konsep keperawatan antara ulkus lambung dan ulkus duodenum, maka pada proses
keperawatan  ini akan dibahass bersamaan agar memudahkan dalam asuhan keperawatan.

Ulkus peptikum adalah eksvasi ( area berlubang ) yang terbentuk dalam dinding mukosa
lambung, pylorus, duodenum atau esophagus. Ulkus peptikum sering disebut sebagai ulkus
lambung, duodenal atau esophageal tergantung pada lokasinya ( Suddarth & Brunner. 2002.
hal.1064).

Ulkus peptikum adalah ulkus yang terjadi pada mukosa, sub mukosa dan kadang-kadang
sampai lapisan muskularis, dari traktus gastrointestinalis yang selalu berhubungan dengan asam
lambung yang cukup mengandung HCl. Termasuk ini ialah ulkus (tukak) yang terdapat pada
bagian bawah dari esophagus, lambung dan duodenum bagian atas ( first portion of the
duodenum). Mungkin juga dijumpai di tukak yeyunum yaitu penderita yang mengalami
gastroyeyenostomi (Hadi Sujono. 2002. hal.204).

Ulkus peptikm merupakan putusnya kontinuitas mukosa lambung yang meluas sampai di
bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut sebagai
erosi, walaupun sering dianggap sebagai “ulkus” (misalnya ulkus karena stress). Menurut
definisi, ulkus peptikum dapat terletak pada setiap bagian saluran cerna yang terkena getah asam
lambung, yaitu esophagus, lambung, duodenum, dan setelah gastroenterostomi, juga jejunum.
( Sylvia, A. Price, 2006).

Ulkus peptikum adalah ekskavasasi (area berlubang) yang terbentuk dalam dinding mukosal
lambung, pilorus, duodenum atau esofagus. Ulkus peptikum disbut juga sebagai ulkus lambung,
duodenal atau esofageal, tergantung pada lokasinya. (Bruner and Suddart, 2001).

Ulkus peptikum merupakan putusnya kontinuitas mukosa lambung yang meluas sampai di
bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut sebagai
erosi, walaupun sering dianggap sebagai ´ulkus´ (misalnya ulkus karena stres). Menurut definisi,
ulkus peptikum dapat terletak pada setiap bagian saluran cerna yang terkena getah asam
lambung, yaitu esofagus, lambung, duodenum, dan setelah gastroenterostomi, juga jejenum.
(Sylvia A. Price, 2006).

Ulkus peptikum atau tukak peptic adalah ulkus yang terjadi pada mukosa, submukosa dan
kadang-kadang sampai lapisan muskularis dari traktus gastrointestinalis yang selalu berhubungan
dengan asam lambung yang cukup mengandung HCL. Termasuk ini ialah ulkus (tukak) yang
terdapat pada bagian bawah dari oesofagus, lambung dan duodenum bagian atas (first portion of
the duodeum). Mungkin juga dijumpai tukak di yeyenum, yaitu penderita yang mengalami
gastroyeyenostomy. (Sujono Hadi, 1999: 204).

C. ETIOLOGI

Sebab-sebab yang pasti dari ulkus peptikum yang belum diketahui. Beberapa teori yang
menerangkan tentang tukak peptik, antara lain sebagai berikut :

1. Asam getah lambung terhadap resistensi mukosa

Tukak peptik kronia tidak mungkin terjadi lama tanpa adanya getah lambung. Sebagai contoh
berdasarkan penyelidikan yang mengumpulkan banyak penderita dengan anemia pernisiosa
disertai dengan alkorida.

2. Golongan darah
Penderita dengan golongan darah O lebih banyak menderita tukak duodeni
jikadibandingkan dengan pada  tukak lambung. Adapun sebabnya belum diketahui dengan benar.
Dan hasil penelitian dilaporkan bahwa pada penderita dengan golongan darah O
kemungkinan  terjadinya tukak duodeni adalah 38%  lebih besar dibandingkan golngan lainnya.
Kerusakan di daerah piepilorus dapat dihubungkan dengan golongan darah  A, baik berupa tukak
yang biasa ataupun karsinoma. Sedangkan pada golongan darah O sering ditemukan kelainan
pada korpus lambung.

3. Susunan saraf pusa

Teori nerogen pada tukak peptik telah dibicarakan tahun 1959. Berdasarkan pengalaman
dari Chusing, erosi akut dan tukak pada esofagus, lambung dan duodenum dapat dihubungkan
dengan kerusakan intrakranial, termasuk neoplasma primer atau sekunder dan hiperensi maligna.
Faktor kejiwaan dapat menyebabkan timbulnya tukak peptik. Misalnya pada mereka yang
psikisnya sangat labil, pada ketegangan jiwa, emosi, mempunyai ambisi besar dan lain-lainnya
yang menyebabkan untuk hidup tidak wajar.

4. Inflamasi bacterial

Dari dasar tukak telah dibakkan untuk menyelidiki mikroorganisme yang diduga sebagai
penyebabnya, tetapi tidak ditemukan satu macam bakteripun. Selanjutnya pada hasil
pemeriksaan didapat bahwa inflamasi non bakteri atau inflamasi khemis lebih besar dari pada
inflamasi bakterial. Tukak yang spesifik misalnya pada TBC dan sifilis disebabkan spesifik
mikrooganisme.

5. Inflamasi non bacterial

Teori yang menyatakan bahwa inflamasi non bakterial sebagai penyebab didasarkannya
inflamasi dan kurvatura minor, antrum dan bulbus duodenia yang mana  dapat disebutkan juga
antaral gasthritis, sering ditemukan dengan tukak. Dan sebagai penyebab dari gasthritis sendiri
belum jelas. Tukak yang kronis ialah sebagai kelanjutan dari tukak yang akut. Berdasarkan
pemeriksaan histologis ditemukan perubahan yang nyata dari erosi akut ke tukak yang akut.

6. Infark
Teori infark yang berdasarkan timbulnya kerusakan semacam kawah, sering ditemukan
pada otopsi. Adannya defek pada dinding serta timbulnya infark, karena asam getah lambung
dan dapat pula ditunjukkan adanya jaringan trombose.
7. Faktor hormonal.
Banyak teori yang menerangkan adanya pengaruh-pengaruh hormonal yang dapat menimbulkan
tukak peptik.
8. Obat-obatan (drug induced peptic ulcer)
Aspirin, alkohol, tembakau dapat menyebabkan kerusakan sawar mukosa lambung.
Dari sekian banyak obat-obatan, yang paling sering menyebabkan adalah golongan
salisilat, yaitu menyebabkan kelainan pada mukosa lambung. Phenylbutazon juga
dapat menyebabkan timbulnya tukak peptik, seperti halnya juga histamin, reseprin
akan merangsang sekresi lambung. Berdasarkan penyelidikan, ternyata golongan salisilat hanya
akan menyebabkan erosi lokal.
9. Herediter
Berdasarkan penelitian di dalam keluarga ternyata bahwa tukak peptik ini ada pengaruhnya
dengan herediter. Terbukti bahwa dengan orang tua/ famili yang menderita tukak, jika
dibandingkan dengan mereka yang orang tuanya sehat. Oleh sebab itu, family anamnesa perlu
ditegakkan
Berhubungan dengan penyakit lain seperti :
a. Hernia diafrakmatika.
Pada hernia diafrakmatika, mukosa pada lingkaran hernia mungkin merupakan tempat
timbulnya erosi atau tukak.
b. Sirosis hati.
Tukak peptik ditemukan juga pada penderita penyakit hepar terutama pada sirosis lebih
banyak jika dibandingkan dengan orang normal. Tukak duodeni pada kaum wanita dengan
sirosis biliaris ternyata bertambah, jika neutralisasi dari isi duodenum berkurang.
c. Penyakit paru-paru.
Frekuensi dari tukak yang kronis dengan TBC paru-paru sering ditemukan. Bertambah
banyaknya tukak peptik dapat dihubungkan dengan bertambah beratnya emfisema dan
corpulmonale.
10. Faktor daya tahan jaringan
Penurunan daya tahan jaringan mempermudah timbulnya ulkus. Daya tahan
jaringan dipengaruhi oleh banyaknya suplai darah dan cepatnya regenerasi.

D. MANIFESTASI KLINIS

Gejala-gejala ulkus dapat hilang selama beberapa hari, minggu, atau beberapa bulan dan
bahkan dapat hilang hanya sampai terlihat kembali, sering tanpa penyebab yang dapat
diidentifikasi. Banyak individu mengalami gejala ulkus, dan 20-30% mengalami perforasi atau
hemoragi yang tanpa adanya manifestasi yang mendahului.

1. Nyeri : biasanya pasien dengan ulkus mengeluh nyeri tumpul, seperti tertusuk atau sensasi
terbakar di epigastrium tengah atau di punggung. Hal ini diyakini bahwa nyeri terjadi bila
kandungan asam lambung dan duodenum meningkat menimbulkan erosi dan merangsang ujung
saraf yang terpajan. Teori lain menunjukkan bahwa kontak lesi dengan asam merangsang
mekanisme refleks local yang mamulai kontraksi otot halus sekitarnya. Nyeri biasanya hilang
dengan makan, karena makan menetralisasi asam atau dengan menggunakan alkali, namun bila
lambung telah kosong atau alkali tidak digunakan nyeri kembali timbul. Nyeri tekan lokal yang
tajam dapat dihilangkan dengan memberikan tekanan lembut pada epigastrium atau sedikit di
sebelah kanan garis tengah. Beberapa gejala menurun dengan memberikan tekanan local pada
epigastrium.

2. Pirosis (nyeri uluhati) : beberapa pasien mengalami sensasi luka bakar pada esophagus dan
lambung, yang naik ke mulut, kadang-kadang disertai eruktasi asam. Eruktasi atau sendawa
umum terjadi bila lambung pasien kosong.

3. Muntah : meskipun jarang pada ulkus duodenal tak terkomplikasi, muntah dapat menjadi
gejala ulkus peptikum. Hal ini dihubungkan dengan pembentukan jaringan parut atau
pembengkakan akut dari membran mukosa yang mengalami inflamasi di sekitarnya pada ulkus
akut. Muntah dapat terjadi atau tanpa didahului oleh mual, biasanya setelah nyeri berat yang
dihilangkan dengan ejeksi kandungan asam lambung.

4. Konstipasi dan perdarahan : konstipasi dapat terjadi pada pasien ulkus, kemungkinan sebagai
akibat dari diet dan obat-obatan. Pasien dapat juga datang dengan perdarahan gastrointestinal
sebagian kecil pasien yang mengalami akibat ulkus akut sebelumnya tidak mengalami keluhan,
tetapi mereka menunjukkan gejala setelahnya.

E. PATOFISIOLOGI

Penyebab Umum

Penyebab umum dari userasi peptikum adalah ketidakseimbangan antara kecepatan


sekresi dan lambung dan derajat perlindungan yang diberikan oleh sawar mukosa gastroduodenal
dan netralisasi asam lambung oleh cairan duodenum. Semua daerah yang secara normal terpapar
oleh cairan lambung dipasok dengan baik oleh kelenjar mukus, antara lain kelenjar ulkus
campuran pada esophagus bawah dan meliputi sel mukus penutup pada mukosa lambung: sel
mukus pada leher kelenjar lambung; kelenjar pilorik profunda (menyekresi sebagian besar
mukus): dan akhirnya kelenjar Brunner pada duodenum bagian atas yang menyekresi mukus
yang sangat alkali (Guyton, 1996).

Sebagian tambahan terhadap perlindungan mukus dari mukosa, duodenum dilindungi


oleh sifat alkali dari sekresi usus halus, terutama adalah sekresi pancreas yang mengandung
sebagian besar natrium bikarbonat, berfungsi menetralisir asam klorida cairan lambung sehingga
menginaktifkan pepsin untuk mencegah pencernaan mukosa. Sebagai tambahan, ion-ion
bikarbonat disediakan dalam jumlah besar oleh sekresi kelenjar Brunner yang terletak pada
beberapa inci pertama dinding duodenum dan didalam empedu yang berasal dari hati
(Lewis,2000). Akhirnya, dua mekanisme kontrol umpan balik memastikan bahwa netralisasi
cairan lambung ini sudah sempurna, meliputi hal-hal sebagai berikut :

1. Jika asam yang berlebihan memasuki duodenum, secara refleks mekanisme ini
menghambat sekresi dan peristaltic lambung baik secara persarafan maupun secara
hormonal sehingga menurunkan kecepatan pengosongan lambung.
2. Adanya asam pada usus halus memicu pelepasan sekretin pada mukosa usus, kemudian
melalui darah menuju pancreas untuk menimbulkan sekresi yang cepat dari cairan
pancreas- yang mengandung natrium bikarbonat berkonsentrasi tinggi - sehingga tersedia
natrium bikarbonat untuk menetralisir asam.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa ulkus peptikum dapat disebabkan oleh salah-
satu dari dua judul (10 sekresi asam dan pepsin yang berlebihan oleh mukosa lambung,
atau (2) berkurangnya kemampuan sawar mukosa gastroduodenalisn untuk berlindung
dari sifat pencernaan dari kompleks asam –pepsin.

Penyebab khusus

1. Infeksi bakteri H. pylori

Dalamlima tahun terakhir, ditemukan paling sedikit 75% pasien ulkus peptikum menderita
infeksi kronis pada bagian akhir mukosa lambung, dan bagian mukosa duodenumoleh bakteri
H.pylori. Sekali pasien terinfeksi, maka infeksi dapat berlangsung seumur hidup kecuali bila
kuman diberantas dengan obat anti bacterial. Lebih lanjut lagi, bakteri dapat melakukan
penetrasi sawar mukosa lambung, baik dengan kemampuanya sendiri untuk menembus sawar
maupun dengan melepaskan enzin-enzim pencernaan yang mencairkan sawar. Akibatnya, cairan
asam kuat pencernaan yang disekresi oleh lambung dapat berpenetrasi kedalam jaringan
epithelium dan dapat mencernakan epitel, bahkan juga jaringan-jaringan di sekitarnya. Keadaan
ini dapat menuju pada kondisi ulkus peptikum (Sibernagl, 2007).

2. Peningkatan sekresi asam

Pada kebanyakan pasien yang menderita ulkus peptikum dibagian awal duodenum, jumlah
sekresi asam lambung lebih banyak dari normal, bahkan sering dua kali lipat dari normal.
Walaupun setengah dari peningkatan asam ini mungkin disebabkan oleh infeksi bakteri,
percobaan pada hewan ditambah bukti adanya perangsangan berlebihan sekresi asam lambung
oleh saraf pada manusia yang menderita ulkuspeptikum mengarah kepada sekresi cairan yang
berlebihan (Guyton, 1996).Predisposisi peningkatan sekresi asam diantaranya adalah factor
psikogenik seperti pada saat mengalaami depresi atau kecemasan dan merokok.

3. Konsumsi obat-obatan.

Obat-obat seperti OAINS/obat anti-inflamasi, nonsteroid- seperti Indometasin, Ibupropen,


Asam Salisilat- mempunyai efek penghambatan siklo-oksigenase sehingga menghambat sintesis
prostaglandin dari asam arakhidonat secara sistemik- termasuk pada epitel lambung dan
duodenum. Pada sisi lain, hal ini juga menurunkan sekresi HCO3 sehingga memperlemah
perlindungan mukosa(Sibernagl, 2007). Efek lain dari obat ini adalah merusak mukosa local
melalui difusi non-ionik ke dalam sel mukosa. Obat ini juga berdampak terhadap agregasi
trombosit sehingga akan meningkatkan bahaya pendarahan ulkus (Kee, 1995).
4. Stress fisik

disebabkan oleh syok, luka bakar, sepsis, trauma, pembedahan, gagal napas, gagal ginjal, dan
kerusakan susunan syaraf pusat (Lewis, 20000. Bila kondisi stress ini berlanjut, maka kerusakan
epitel akan meluas dan kondisi ulkus peptikum menjadi lebih parah.

5. Refluks usus-lambung dengan materi garam empedu dan enzzim pancreas yang
berlimpah dan memenuhi permukaan mukosa dapat menjadi predisposisi kerusakan epitel
mukosa.

Factor-faktor diatas menyebabkan kerusakan epitel mulai dari erosi yang berlanjut pada
ulkus akut, kemudian ulkus kronis, dan terbentuknya jaringan parut; maka akan terjadi penetrasi
dari seluruh dinding lambung.
F. PATHWAY

Penggunaan NSAID alcohol, merokok


berlebihan

Asam dalam lumen+empedu

Penghancuran epitel sawar

Asam kembali berdifusi ke mukosa

Penghancuran sel mukosa, iritasi


mukosa
Peningkatan pepsinogen Peningkatan asam Peningkatan histamin
mjd pepsin
Perangsangan koligenik

Perubahan
nutrisi Meningkatkan motilititas

Meningkatkan pepsinogen

Fungsi sawar menurun


1.Peningkatan vasodilatasi

2.Permiabilitas thdp protein


Penghancuran kapiler dan vena kecil
3.Plasma bocor ke interstisium

Luka laserasi 4.Edema dan plasma bocor ke


lumen lambung

Pendarahan

Iskemia jaringan

Cemas kurang
pengetahuan Tukak Tindakan tidak adekuat
G. KOMPLIKASI

Komplikasi ulkus peptikum adalah ulkus yang “membandel”(intraktibilitas), perdarahan,


perforasi, dan obstruksi pylorus. Setiap komplikasi ini merupakan indikasi pembedahan (Price,
1996).

1.Intraktibilitas.

Komplikasi ulkus peptikum yang paling sering adalah “intraktibilitas”, yang berarti
bahwa terapi medis telah gagal mengatasi gejala-gejala secaa adekuat. Pasien dapat tergangu
tidurnya oleh nyeri, kehilangan waktu untuk bekerja, memerlukan perawatan di rumahsakit, atau
hanya tidak mampu mengikuti program terapi, intraktibilitas merupakan alasan tersering untuk
anjuran pembedahan. Perubahan menjadi ganas tidak perlu terlalu dipertimbangkan baik untuk
ulkus lambung maupun untuk ulkus duodenum. Ulkus ganas sejak semula sudah bersifat ganas,
paling tidak menurut pengetahuan mutakhir. Ulkus yang memulai perjalanan dengan jinak akan
tanpa mengalami degenerasi ganas.

2.Perdarahan

Perdarahan merupakan komplikasi ulkus peptikum yang sangat sering terjadi, sedikitnya
ditemukan pada 25% kasus selama perjalanan penyakit (Guyton, 1996). Walaupun ulkus pada
setiap tempat dapat mengalami perdarahan, namun yang tersering adalah di dinding posterior
bulbus duodenum, karena pada tempat ini dapat terjadi erosi arteria pankretiduodenalis atau
arteria gastroduodenalis. Gejala-gejala yang dihubungkan dengan perdarhan ulkus tergantung
pada kecepatan kehilangan darah. Kehilangan darah yang ringan dan kronik dapat
mengakibatkan anemia defisiensi besi. Feses dapat positif dengan darah samara tau mungkin
hitam dan seperti ter (melena). Perdarahan massif dapat mengakibatkan hematemesis (muntah
darah), menimbulkan syok, dan memerlukan transfuse darah serta pembedahan darurat.

3.Perporasi.

Kira-kira 5% dari semua ulkus akan mengalaminperporasi, dan komplikasi ini


bertanggung jawab atas sekitar 65% kematian akibat ulkus peptikum (Price, 1995). Ulkus
biasanya terjadi pada dinding anterior duodenum atau lambung karena daerah ini hanya diliputi
oleh peritoneum. Pada kondisi klinik, pasien dengan komplikasi perporasi datang dengan
keluhan nyerimendadak yang parah pada abdomen bagian atas. Dalam beberapa menit, timbul
peritonitis kimia akibat keluarnya asam lambung, pepsin, dan makanan yang menyebabkan nyeri
hebat. Kondisi nyeri tersebut yang menyebabkan pasien takut bergerak atau bernafas. Auskultasi
abdomen menjadi senyap dan pada saat palpasi, abdomen mengeras seperti papan. Perporasi akut
biasanya dapat didiagnosis berdasarkan gejala-gejala saja diagnosis dipastika melalui adanya
udar bebas dalam rongga peritoneal, dinyatakan sebagai bulan sabit translusen anatara bayangan
hati dan diafragma. Udara tentu saja masuk rongga peritoneal melalui ulkus yang mengalami
perporasi (Azis, 2008).

4.Obstruksi

Obstruksi pintu keluar lambng akibat peradangan dan edema, pilospasme, atau jaringan parut
terjadi pada sekitar 5% pasien ulkus peptikum. Obstruksi timbul lebih sering pada pasien ulkus
duodenum, tetapi kadang terjadi pada ulkus lambung terletak dekat dengan sfingter pylorus.
Anoreksia mual dan kembung setelah makan merupakan gejala-gejala yang sering timbul
kehilangan berat badan juga sering terjadi. Bila obstruksi bertambah berat, dapat timbul nyeri
dan muntah (Mineta,1983)

H. PENATALAKSANAAN MEDIS

1.Diet

Tujuan diet untuk pasien ulkus peptikum adalah untuk menghindari sekresi asam yang
berlebihan dan hipermotilitas saluran gastrointestinal dengan menghindari makanan yang
sifatnya meningkatkan sekresi asam lambung. Pasien dianjurkan untuk makan apa saja yang
disukainya.Selain itu untuk menetralisir asam dengan makan tiga kali sehari makanan biasa.

2.Berhenti Merokok

Pasien dianjurkan untuk berhenti merokok karena penelitian terbaru menunjukkan bahwa
merokok terus menerus dapat menghambat secara bermakna perbaikan ulkus.

3.Penurunan Stress dan Istirahat

Penurunan stress lingkungan adalah tugas sulit yang memerlukan intervensi fisik dan mental
pada pihak pasien dan bantuan serta kerjasama anggota keluarga. Stress dapat meningkatkan
sekresi asam lambung oleh karena itu intervensi penurunan stress perlu dilakukan dengan
melibatkan anggota keluarganya.

4.Obat- obatan seperti :

a. Sucralfate Cara kerjanya adalah dengan membentuk selaput pelindung melapisi dasar ulkus
untuk mempercepat penyembuhan. Sangat efektif untuk mengobati ulkus peptikum dan
merupakanpilihan ke dua dari antacid.Sucralfat diminum 3-4x/hari dan tidak diserap ke dalam
darah, sehingga efek sampingnya sedikit tetapi bisa menyebabkan sembelit.

b. Antagonis H2Contohnya adalah cimetidine, ranitidine, famotidine, dan nizatidine. Obat ini
mempercepat penyembuhan ulkus dengan mengurangi jumlah asam dan enzim pencernaan di
dalam lambung dan duodenum.Diminum 1x/hari dan beberapa diantaranya diperoleh tanpa resep
dokter.
3. Omeprazole dan Iansoprazole

Merupakan obat yang sangat kuat menghambat pembentukan enzim yang diperlukan lambung
untuk membuat asam. Obat ini dapat secara total menghambat pelepasan asam dan efeknya
berlangsung lama.

d. Antibiotik

Digunakan bila penyebab utama terjadinya ulkus adalah Helicobacter Pylori. Pengobatan ini bisa
mengurangi gejala ulkus, bahkan bila ulkus tidak memberikan respon terhadap pengobatan
sebelumnya atau jika ulkus sering mengalami kekambuhan.

e. Misoprostol

Digunakan untuk mencegah ulkus gastrikum yang disebabkan oleh obet-obet anti peradangan
non steroid.

I. PENGKAJIAN

1.Identitas Klien

Lakukan pengkajian meliputi: nama, jenis kelamin,suku bangsa, tanggal lahir,agama dan tanggal
pengkajian.

2.Keluhan utama/alasan masuk RS:

Klien datang ke RS dengan keluhan merasakan nyeri pada pada bagian perut, ulu hati dan mual
serta muntah.

3.Riwayat kesehatan sekarang:

Faktor pencetus: Pasien mengatakan bahwa nyeri timbul beberapa saat / beberapa jam setelah
makan atau waktu lapar atau saat sedang tidur tengah malam. Sifat keluhan (periodik/ tiba-tiba)

4.Riwayat kesehatan keluarga

Penyakit yang pernah dialami (jenis penyakit, lama dan upaya untuk mengatasi, riwayat masuk
RS)

5.Riwayat kesehatan dahulu

Penyakit menular atau keturunan dalam keluarga: Ibu klien menderita tuka’ lambung.

6.Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum, penampilan umum, tanda- tanda vital,kulit,mata, mulut tenggorokan abdomen

Pada pemeriksaan abdomen, Nyeri epigastrik.Ini gejala paling menonjol selama periode
eksaserbasi. Pada ulkus duodenal, nyeri terjadi 2-3 jam setelah makan dan sering disertai dengan
mual dan muntah. Pada ulkus gastrik, nyeri terjadi dengan segera setelah makan. Nyeri dapat
digambarkan sebagai nangging, tumpul, sakit, atau rasa terbakar. Ini sering hilang dengan
makanan dan meningkat dengan merokok dan stres emosi. Selama remisi pasien asimtomatik

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder terhadap
gangguan visceral usus.

2.Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia ditandai dengan kelemahan otot.

3.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan
muntah.
K. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Dx.Keperawatan Rencana tindakan


Tujuan Intervensi
1.Nyeri berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan 1.Jelaskan dan bantu pasien
iritasi mukosa lambung, keperawatan selama 3x24 jam dengan memberikan pereda
perporasi mukosa, kerusakan diharapkan pasien berkurang nyeri non farmakologi dan
jaringan lunak pasca operasi atau hilang dengan kriteria noninvasive
hasil : 2.Lakukan manajemen nyeri.
1.secara subjektif melaporkan 3.Istirahatkan pasien pada
nyeri berkurang atau dapat saat nyeri muncul
diatasi. 4.Ajrkan tehnik relaksasi
2.Skala nyeri berkurang. nafas pada saat nyeri
3.Dapat mengidentifikasi 5.Ajarkan tehnik distraksi
aktifitas yang meningkatkan pada saat nyeri
atau menurunkan nyeri. 6.Manajemen Lingkungan:
4.Pasien tidak gelisah Lingkungan tenang, batasi
pengunjung, dan istirahatkan
2.Resiko Injuri berhubungan pasien.
dengan pascaprosedur Setelah dilakukan tindakan 1.Lakukan perawatan di
gastreoktomi keperawatan selama 3x24 jam ruang infensif.
diharapkan pasien tidak 2.Monitor adanya
mengalami injuri dengan komplikasi pascaoperasi
kriteria hasil : gastrektomi.
1.TTV dalam batas normal. 3.Kaji factor-faktor yang
2.Tidak terjadi infeksi pada meningkatkan risiko injuri.
daerah insisi. 4.Kaji status neurologis dan
laporkan apabial terdapat
perubahan status neurologi.
DAFTAR PUSTAKA

Capenito, Lynda Jall (1997). Diagnose Keperawatan. Jakarta : ECG

Grace, Pierce & Neil Borley. 2005. At a glance ilmu bedah edisi ketiga.Jakarta :Erlangga

Mutaqqin, Arif  dan Kumala sari. 2011. Gangguan gastrointestinal Aplikasi Asuhan


keperawatan medikal bedah. Jakarta :Salemba Medika.

W. Sutoyo, Aru. 2006. Ilmu penyakit dalam jilid 1 edisi keempat. Jakarta :Kedokteran Indonesia

Doenges, Marilynn E. (1999) Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan


pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta : EGC

Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (1994). Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. Jakarta: Penerbit EGC.

Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa
Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001.
COLITIS
A. ANATOMI FISIOLOGI

Fungsi utama kolon adalah (1) absorbsi air dan elektrolit dari kimus untuk membentuk
feses yang padat dan (2) penimbunan bahan feses sampai dapat dikeluarkan. Setengah bagian
proksimal kolon berhubungan dengan absorbsi dan setengah distal kolon berhubungan dengan
penyimpanan. Karena sebagai 2 fungsi tersebut gerakan kolon sangat lambat. Tapi
gerakannya masih seperti usus halus yang dibagi menjadi gerakan mencampur dan
mendorong.

Gerakan Mencampur “Haustrasi”.

Gerakan segmentasi dengan konstriksi sirkular yang besar pada kolon, ± 2.5 cm otot
sirkular akan berkontraksi, kadang menyempitkan lumen hampir tersumbat. Saat yang sama,
otot longitudinal kolon (taenia koli) akan berkontraksi. Kontraksi gabungan tadi
menyebabkan bagian usus yang tidak terangsang menonjol keluar (haustrasi). Setiap haustrasi
mencapai intensitas puncak dalam waktu ±30 detik, kemudian menghilang 60 detik
berikutnya, kadang juga lambat terutama sekum dan kolon asendens sehingga sedikit isi hasil
dari dorongan ke depan. Oleh karena itu bahan feses dalam usus besar secara lambat diaduk
dan dicampur sehingga bahan feses secara bertahap bersentuhan dengan permukaan mukosa
usus besar, dan  cairan serta zat terlarut secara progresif diabsorbsi hingga terdapat 80-200 ml
feses yang dikeluarkan tiap hari.

Gerakan Mendorong “Pergerakan Massa”.

Banyak dorongan dalam sekum dan kolon asendens dari kontraksi haustra yang lambat
tapi persisten, kimus saat itu sudah dalam keadaan lumpur setengah padat. Dari sekum sampai
sigmoid, pergerakan massa mengambil alih peran pendorongan untuk beberapa menit menjadi
satu waktu, kebanyakan 1-3 x/hari gerakan.

Selain itu, kolon mempunyai kripta lieberkuhn tapi tidak ber-vili. menghasilkan mucus
(sel epitelnya jarang mengandung enzim). Mucus mengandung ion bikarbonat yang diatur
oleh rangsangan taktil , langsung dari sel epitel dan oleh refleks saraf setempat terhadap sel
mucus Krista lieberkuhn. Rangsangan pelvikus dari medulla spinalis yang membawa
persarafan parasimpatis ke separuh sampai dua pertiga bagian distal kolon. Mucus juga
berperan dalam melindungi dinding kolon terhadap ekskoriasi, tapi selain itu menyediakan
media yang lengket untuk saling melekatkan bahan feses. Lebih lanjut, mucus melindungi
dinding usus dari aktivitas bakteri yang berlangsung dalam feses, ion bikarbonat yang
disekresi ditukar dengan ion klorida sehingga menyediakan ion bikarbonat alkalis yang
menetralkan asam dalam feses. Mengenai ekskresi cairan, sedikit cairan yang dikeluarkan
melalui feses (100 ml/hari). Jumlah ini dapat meningkat sampai beberapa liter sehari pada
pasien diare berat

1. Absorpsi dalam Usus Besar

Sekitar 1500 ml kimus secara normal melewati katup ileosekal, sebagian besar air dan
elektrolit di dalam kimus diabsorbsi di dalam kolon dan sekitar 100 ml diekskresikan bersama
feses. Sebagian besar absorpsi di pertengahan kolon proksimal (kolon pengabsorpsi), sedang
bagian distal sebagai tempat penyimpanan feses sampai akhirnya dikeluarkan pada waktu
yang tepat (kolon  penyimpanan)

2. Absorbsi dan Sekresi Elektrolit dan Air.

Mukosa usus besar mirip seperti usus  halus, mempunyai kemampuan absorpsi aktif
natrium yang tinggi dan klorida juga ikut terabsorpsi. Ditambah taut epitel di usus besar lebih
erat dibanding usus halus sehingga mencegah difusi kembali ion tersebut, apalagi ketika
aldosteron teraktivasi.  Absorbsi ion natrium dan ion klorida menciptakan gradien osmotic di
sepanjang mukosa usus besar yang kemudian menyebabkan absorbsi air dalam waktu
bersamaan usus besar juga menyekresikan ion bikarbonat (seperti penjelasan diatas)
membantu menetralisir produk akhir asam dari kerja bakteri didalam usus besar

3. Kemampuan Absorpsi Maksimal Usus Besar

Usus besar dapat mengabsorbsi maksimal 5-8 L cairan dan elektrolit tiap hari sehingga bila
jumlah cairan masuk ke katup ileosekal melebihi atau melalui sekresi usus besar melebihi
jumlah ini akan terjadi diare.
4. Kerja Bakteri dalam kolon.

Banyak bakteri, khususnya basil kolon, bahkan terdapat secara normal pada kolon
pengabsorpsi. Bakteri ini mampu mencerna selulosa (berguna sebagai tambahan nutrisi),
vitamin (K, B₁₂, tiamin, riboflavin, dan bermacam gas yang menyebabkan flatus di dalam
kolon, khususnya CO₂, H₂, CH₄)

5. Komposisi feses.

Normalnya terdiri dari ³⁄₄ air dan ¹⁄₄ padatan (30% bakteri, 10-20% lemak, 10-20%
anorganik, 2-3% protein, 30% serat makan yang tak tercerna dan unsur kering dari
pencernaan (pigmen empedu, sel epitel terlepas). Warna coklat dari feses disebabkan oleh
sterkobilin dan urobilin yang berasal dari bilirubin yang merupakan hasil kerja bakteri.
Apabila empedu tidak dapat masuk usus, warna tinja menjadi putih (tinja akolik). Asam
organic yang terbantuk dari karbohidrat oleh bakteri merupakan penyebab tinja menjadi asam
(pH 5.0-7.0).  Bau feses disebabkan produk kerja bakteri (indol, merkaptan, skatol, hydrogen
sulfide). Komposisi tinja relatif tidak terpengaruh oleh variasi dalam makanan karena
sebagian besar fraksi massa feses bukan berasal dari makanan. Hal ini merupakan penyebab
mengapa selama kelaparan jangka panjang tetap dikeluarkan feses dalam jumlah bermakna.

6. Defekasi

Sebagian besar waktu, rectum tidak berisi feses, hal ini karena adanya sfingter yang
lemah ±20 cm dari anus pada perbatasan antara kolon sigmoid  dan rectum serta sudut tajam
yang menambah resistensi pengisian rectum. Bila terjadi pergerakan massa ke rectum,
kontraksi rectum dan relaksasi sfingter anus akan timbul keinginan defekasi. Pendorongan
massa yang terus menerus akan dicegah oleh konstriksi tonik dari 1) sfingter ani interni; 2)
sfingter ani eksternus. Refleks Defekasi. Keinginan berdefekasi muncul pertama kali saat
tekanan rectum mencapai 18 mmHg dan apabila mencapai 55 mmHg, maka sfingter ani
internus dan eksternus melemas dan isi feses terdorong keluar. Satu dari refleks defekasi
adalah refleks intrinsic (diperantarai sistem saraf enteric dalam dinding rectum.
Ketika feses masuk rectum, distensi dinding rectum menimbulkan sinyal aferen
menyebar melalui pleksus mienterikus untuk menimbulkan gelombang peristaltic dalam kolon
descendens, sigmoid, rectum, mendorong feses ke arah anus. Ketika gelombang peristaltic
mendekati anus, sfingter ani interni direlaksasi oleh sinyal penghambat dari pleksus
mienterikus dan sfingter ani eksterni dalam keadaan sadar berelaksasi secara volunter
sehingga terjadi defekasi. Jadi sfingter melemas sewaktu rectum teregang

Sebelum tekanan yang melemaskan sfingter ani eksternus tercapai, defekasi volunter
dapat dicapai dengan secara volunter melemaskan sfingter eksternus dan mengontraksikan
otot-otot abdomen (mengejan). Dengan demikian defekasi merupakan suatu reflex spinal yang
dengan sadar dapat dihambat dengan menjaga agar sfingter eksternus tetap berkontraksi atau
melemaskan sfingter dan megontraksikan otot abdomen.

Sebenarnya stimulus dari pleksus mienterikus masih lemah sebagai relfeks defekasi,
sehingga diperlukan refleks lain, yaitu refleks defekasi parasimpatis (segmen sacral medulla
spinalis). Bila ujung saraf dalam rectum terangsang, sinyal akan dihantarkan ke medulla
spinalis, kemudian secara refleks kembali ke kolon descendens, sigmoid, rectum, dan anus
melalui serabut parasimpatis n. pelvikus. Sinyal parasimpatis ini sangat memperkuat
gelombang peristaltic dan merelaksasi sfingter ani internus. Sehingga mengubah refleks
defekasi intrinsic menjadi proses defekasi yang kuat

Sinyal defekasi masuk ke medula spinalis menimbulkan efek lain, seperti mengambil
napas dalam, penutupan glottis, kontraksi otot dinding abdomen mendorong isi feses dari
kolon turun ke bawah dan saat bersamaan dasar pelvis mengalami relaksasi dan menarik
keluar cincin anus mengeluarkan feses.

B. Definisi
Kolitis userasi merupakan seuatu pernyakit kronisdimana terjadi peradangan dan ulserasi
(luka erosive )pada usus besar sehingga timbul serangan-serangan pernyakit , berupa diare
berdarah, kram perut, dan demam gangguan ini meningkatkan resiko terjadinya kanker usus
besar di kemudian hari.
Colitis ulseratif bisa terjadi pada berbagai usia , tetapi biasanya sebelum usia 30 th, rata-
rata antara usia 14-24 tahun.ada juga beberapa orang baru mengalami serangan pada usia
antara 50-70 (David B, 2013)

C. Etiologi
Sementara penyebab kolitis ulseratif tetap tidak diketahui, gambaran tertentu
penyakit ini telah menunjukkan beberapa kemungkinan penting. Hal ini meliputi faktor
familial atau genetik, infeksi, imunologik dan psikologik.
1. Faktor familial/genetik
Penyakit ini lebih sering dijumpai pada orang kulit putih daripada orang
kulit hitam dan orang Cina, dan insidensinya meningkat (3 sampai 6 kalilipat)
pada orang Yahudi dibandingkan dengan orang non Yahudi. Hal ini menunjukkan
bahwa dapat ada predisposisi genetik terhadap perkembangan penyakit ini.
2. Faktor infeksi
Sifat radang kronik penyakit ini telah mendukung suatu pencarian terus
menerus untuk kemungkinan penyebab infeksi. Di samping banyak usaha untuk
menemukan agen bakteri, jamur, atau virus, belum ada yang sedemikian jauh
diisolasi. Laporan awal isolat varian dinding sel Pseudomona satau agen yang
dapat ditularkan yang menghasilkan efek sitopatik pada kultur jaringan masih
harus dikonfirmasi.
3. Faktor imunologik
Teori bahwa mekanisme imun dapat terlibat didasarkan pada konsep
bahwa manifestasi ekstraintestinal yang dapat menyertai kelainan ini (misalnya
artritis, perikolangitis) dapat mewakili fenomena autoimun dan bahwa zat
terapeutik tersebut, seperti glukokortikoid atau azatioprin, dapat menunjukkan
efek mereka melalui mekanisme imunosupresif. Pada 60-70% pasien dengan
kolitis ulseratif, ditemukan adanya p-ANCA (perinuclear anti-neutrophilic
cytoplasmic antibodies). Walaupun p-ANCA tidak terlibat dalam patogenesis
penyakit kolitis ulseratif, namun ia dikaitkan dengan alel HLA-DR2, di mana
pasien dengan p-ANCA negative lebih cenderung menjadi HLA-DR4 positif.
4. Faktor psikologik
Gambaran psikologis pasien penyakit radang usus juga telah ditekankan.
Tidak lazim bahwa penyakit ini pada mulaterjadinya, atau berkembang,
sehubungan dengan adanya stres psikologis mayor misalnya kehilangan seorang
anggota keluarganya. Telah dikatakan bahwa pasien penyakit radang usus
memiliki kepribadian yang khas yang membuat mereka menjadi rentan terhadap
stres emosi yang sebaliknya dapat merangsang atau mengeksaserbasi gejalanya.
5. Faktor lingkungan
Ada hubungan terbalik antara operasi apendiktomi dan penyakit kolitis
ulseratif berdasarkan analisis bahwa insiden penyakit kolitis ulseratifmenurun
secara signifikan pada pasien yang menjalani operasi apendiktomi pada dekade
ke-3. Beberapa penelitian sekarang menunjukkan penurunan risiko penyakit
kolitis ulseratif di antara perokok dibandingkan dengan yang bukan perokok.
Analisis meta menunjukkan risiko penyakit kolitis ulseratif pada perokok
sebanyak 40% dibandingkan dengan yang bukan perokok.

D. MANIFESTASI KLINIS
Kebanyakan gejala Colitis ulserativa pada awalnya adalah berupa buang air besar
yang lebih sering. Gejala yang paling umum dari kolitis ulseratif adalah sakit perut dan
diare berdarah. Pasien juga dapat mengalami:
1.      Anemia
2.      Fatigue/ Kelelahan
3.      Berat badan menurun
4.      Hilangnya nafsu makan
5.      Hilangnya cairan tubuh dan nutrisi
6.      Lesi kulit (eritoma nodosum)
7.      Lesi mata (uveitis)
8.      Nyeri sendi
9.      Kegagalan pertumbuhan (khususnya pada anak-anak)
10.  Buang air besar beberapa kali dalam sehari (10-20 kali sehari)
11.  Terdapat darah dan nanah dalam kotoran.
12.  Perdarahan rektum (anus).
13.  Rasa tidak enak di bagian perut.
14.  Mendadak perut terasa mulas.
15.  Kram perut.
16.  Sakit pada persendian.
17.  Rasa sakit yang hilang timbul pada rectum
18.  Anoreksia
19.  Dorongan untuk defekasi
20.  Hipokalsemia
Sekitar setengah dari orang-orang didiagnosis dengan kolitis ulseratif memiliki
gejala-gejala ringan. Lain sering menderita demam, diare, mual, dan kram perut yang
parah. Kolitis ulseratif juga dapat menyebabkan masalah seperti radang sendi, radang
mata, penyakit hati, dan osteoporosis. Tidak diketahui mengapa masalah ini terjadi di luar
usus. Para ilmuwan berpikir komplikasi ini mungkin akibat dari peradangan yang dipicu
oleh sistem kekebalan tubuh. Beberapa masalah ini hilang ketika kolitis diperlakukan.
Presentasi klinis dari kolitis ulserativa tergantung pada sejauh mana proses
penyakit. Pasien biasanya hadir dengan diare bercampur darah dan lendir, dari onset
gradual. Penyakit ini biasanya disertai dengan berbagai derajat nyeri perut, dari
ketidaknyamanan ringan untuk sangat menyakitkan kram.
Kolitis ulseratif berhubungan dengan proses peradangan umum yang mempengaruhi
banyak bagian tubuh. Kadang-kadang terkait ekstra-gejala usus adalah tanda-tanda awal
penyakit, seperti sakit, rematik lutut pada seorang remaja. Kehadiran penyakit ini tidak
dapat dikonfirmasi, namun, sampai awal manifestasi usus.

E. PATOFISIOLOGI
Lesi patologis awal adalah terbatas pada lapisan mukosa dan terdiri atas
pembentukan abses dalam kriptus. Pada permulaan penyakit, terjadi udema dan kongesti
mukosa. Udema dapat mengakibatkan kerapuhan yang hebat sehingga terjadi perdarahan
dari trauma yang ringan, seperti gesekan ringan pada permukaan. Pada stadium penyakit
yang lebih lanjut, abses kriptus pecah melewati di dinding kriptus dan menyebar dalam
lapisan mukosa, menimbulkan terowongan dalam mukosa. Mukosa kemudian terkelupas
dalam lumen usus, meninggalkan daerah yang tidak diliputi mukosa (tukak).
Pertukakan mula-mula tersebar dan dangkal, tetapi pada stadium lebih lanjut
permukaan mukosa yang hilang luas sekali mengakibatkan banyak kehilangan jaringan,
protein dan darah. Pada kondisi yang fisiologis system imun pada kolon melindungi
mukosa kolon dari gesekan dengan feses saat akan defekasi, tetapi karena aktifitas imun
yang berlebihan pada colitis maka system imunnya malah menyerang sel-sel dikolon
sehingga menyebabkan terjadi ulkus. Ulkus terjadi di sepanjang permukaan dalam
(mukosa) kolon atau rectum yang menyebabkan darah keluar bersama feses. Darah yang
keluar biasanya bewarna merah, karena darah ini tidak masuk dalam proses pencernaan
tetapi darah yang berasal dari pembuluh darah didaerah kolon yang rusak akibat ulkus.
Selain itu ulkus yang lama ini kemudian akan menyebabkan peradangan menahun sehingga
terbentuk pula nanah (pus). Ulkus dapat terjadi pada semua bagian kolon baik, pada
sekum, kolon ascenden, kolon transversum maupun kolon sigmoid. Akibat ulkus yang
menahun maka terjadilah perubahan bentuk pada kolon baik secara mikroskopik ataupun
makroskopik
F. PATHWAY
G. KOMPLIKASI
1. Perdarahan
Merupakan komplikasi yang sering menyebabkan anemia karena kekurangan zat
besi. Pada 10% penderita, serangan pertama sering menjadi berat, dengan perdarahan
yang hebat, perforasi atau penyebaran infeksi.
2. Kolitis Toksik
Terjadi kerusakan pada seluruh ketebalan dinding usus. Kerusakan ini
menyebabkan terjadinya ileus, dimana pergerakan dinding usus terhenti, sehingga isi
usus tidak terdorong di dalam salurannnya. Perut tampak menggelembung. Usus besar
kehilangan ketegangan ototnya dan akhirnya mengalami pelebaran. Rontgen perut
akan menunjukkan adanya gas di bagian usus yang lumpuh. Jika usus besar sangat
melebar, keadaannya disebut megakolon toksik. Penderita tampak sakit berat dengan
demam yang sangat tinggi. Perut terasa nyeri dan jumlah sel darah putih meningkat.
Dengan pengobatan efektif dan segera, kurang dari 4% penderita yang meninggal. Jika
perlukaan ini menyebabkan timbulnya lubang di usus (perforasi), maka resiko
kematian akan meningkat.
3. Kanker Kolon (Kanker Usus Besar).
Resiko kanker usus besar meningkat pada orang yang menderita kolitis ulserativa
yang lama dan berat. Resiko tertinggi adalah bila seluruh usus besar terkena dan
penderita telah mengidap penyakit ini selama lebih dari 10 tahun, tanpa
menghiraukan seberapa aktif penyakitnya. Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan
kolonoskopi (pemeriksaan usus besar) secara teratur, terutama pada penderita resiko
tinggi terkena kanker, selama periode bebas gejala. Selama kolonoskopi, diambil
sampel jaringan untuk diperiksa dibawah mikroskop. Setiap tahunnya, 1% kasus akan
menjadi kanker. Bila diagnosis kanker ditemukan pada stadium awal, kebanyakan
penderita akan bertahan hidup. Seperti halnya penyakit Crohn, kolitis ulserativa juga
dihubungkan dengan kelainan yang mengenai bagian tubuh lainnya.
Bila kolitis ulserativa menyebabkan kambuhnya gejala usus, penderita juga
mengalami:
- peradangan pada sendi (artritis)
- peradangan pada bagian putih mata (episkleritis)
- nodul kulit yang meradang (eritema nodosum) dan
- luka kulit biru-merah yang bernanah (pioderma gangrenosum).
Bila kolitis ulserativa tidak menyebabkan gejala usus, penderita masih bisa
mengalami :
- peradangan tulang belakang (spondilitis ankilosa)
- peradangan pada sendi panggul (sakroiliitis) dan
- peradangan di dalam mata (uveitis).
Meskipun penderita kolitis ulserativa sering memiliki kelainan fungsi hati, hanya
sekitar 1-3% yang memiliki gejala penyakit hati ringan sampai berat.
Penyakit hati yang berat bisa berupa:
- peradangan hati (hepatitis menahun yang aktif)
- peradangan saluran empedu (kolangitis sklerosa primer), yang menjadi sempit dan
terkadang menutup, dan
- penggantian jaringan hati fungsional dengan jaringan fibrosa (sirosis).

Peradangan pada saluran empedu bisa muncul beberapa tahun sebelum gejala usus
dari kolitis ulserativa timbul dan akan meningkatkan resiko kanker saluran empedu.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tindakan medis untuk colitis ulseratif ditujukan untuk mengurangi inflamasi,
menekan respon imun, dan mengistirahatkan usus yang sakit, sehingga penyembuhan
dapat terjadi.
1.      Penatalaksanaan secara umum
a.       Pendidikan terhadap keluarga dan penderita.
b.      Menghindari makanan yang mengeksaserbasi diare.
c.       Menghindari makanan dingin, dan merokok karena keduanya dapat
meningkatkan motilitas usus.
d.      Hindari susu karena dapat menyebabkan diare pada individu yang intoleransi
lactose.
2.      Terapi Obat.
Obat- obatan sedatife dan antidiare/ antiperistaltik digunakan untuk mengurangi
peristaltic sampai minimum untuk mengistirahatkan usus yang terinflamasi.
a.       Menangani Inflamasi : Sulfsalazin (Azulfidine) atau
Sulfisoxazal (Gantrisin).
b.      Antibiotic : Digunakan untuk infeksi.
c.       Azulfidin : Membantu dalam mencegah
kekambuhan.
d.      Mengurangi Peradangan : Kortikosteroid (Bila kortikosteroid
dikurangi/ dihentikan, gejala penyakit dapat berulang. Bila kortikosteroid
dilanjutkan gejala sisa merugikan seperti hipertensi, retensi cairan, katarak,
hirsutisme (pertumbuhan rambut yang abnormal).
3.      Psikoterapi :
Ditujukan untuk menentukan faktor yang menyebabkan stres pada pasien,
kemampuan menghadapi faktor- faktor ini, dan upaya untuk mengatasi konflik
ehingga mereka tidak berkabung karena kondisi mereka.

I. PENGKAJIAN  

I. Identitas Pasien

Nama :

Umur :

Jenis kelamin :

Pendidikan :

Agama :

Alamat :
II. Identitas Penanggung Jawab

Nama :

Umur :

jenis kelamin :

pendidikan :

agama :

alamat :

III. Riwayat Penyakit Sekarang

DO : Fatigue (+), anoreksia(+), weakness (+)

DS : Klien mengatakan sudah diare selama 2 minggu, 5 hari terakhir terdapat darah
dan lendir pada feses, perut terasa nyeri di kuadran kiri bawah.

IV. Riwayat Penyakit Dahulu;

Klien mengatakan pernah mengalami penyakit seperti ini setengah tahun yang lalu.

V. Riwayat Penyakit Keluarga

VI. Aktifitas Sehari-hari

1.   Pemeriksaan Fisik

 Inspeksi
 Auskultasi
 Palpasi
 Perkusi
2.     Pemeriksaan Laboratorium / Data Penunjang

 Sebuah hitung darah lengkap dilakukan untuk memeriksa anemia; Trombositosis,


tinggi platelet count, kadang-kadang terlihat
 Elektrolit studi dan tes fungsi ginjal dilakukan, sebagai kronis diare dapat
berhubungan dengan hipokalemia, hypomagnesemia dan pra-gagal ginjal.
 Tes fungsi hati dilakukan untuk layar untuk keterlibatan saluran empedu: kolangitis
sclerosing utama.
 X-ray
 Urine
 Bangku budaya, untuk menyingkirkan parasit dan menyebabkan infeksi.
 Tingkat sedimentasi eritrosit dapat diukur, dengan tingkat sedimentasi yang tinggi
menunjukkan bahwa proses peradangan hadir.
 C-reactive protein dapat diukur, dengan tingkat yang lebih tinggi menjadi indikasi
lain peradangan.
 Sumsum tulang : Menurun secara umum pada tipe berat/setelah proses inflamasi
panjang.
 Alkaline fostase : Meningkat, juga dengan kolesterol serumdan hipoproteinemia,
menunjukkan gangguan fungsi hati (kolangitis, sirosis)
 Kadar albumin : Penurunan karena kehilangan protein plasma/gangguan fungsi    
hati.
 Elektrolit : Penurunan kalium dan magnesium umum pada penyakit berat.
 Trobositosis : Dapat terjadi karena proses penyakit inflamasi.
 ESR : meningkatkarena beratnya penyakit.
 Kadar besi serum : rendah karena kehilangan darah.

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a)      Diare berhubungan dengan proses inflamasi, iritasi atau malabsopsi .


b)      Nyeri abdomen di quadran kiri bawah berhubungan dengan iritasi pada colon.

c)      Feses berlendir dan bercampur darah berhubungan dengan terjadinya infeksi dan
iritasi pada kolon

d)     Kurangnya nafsu makan berhubungan dengan rasa mual.

e)      Nyeri abdomen, berhubungan dengan peningkatan peristatik dan inflamasi.

f)       Kurang volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan anoreksia, mual, dan
diare.

g)      Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


pembatasan diet dan mual

.K. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Implementasi
Tujuan utama mencakup mendapatkan eliminasi usus normal, hilangnya nyeri
abdomen, dan keram, mencegah kekurangan volume cairan, mempertahankan nutrisi dan
berat badan optimal, menghindari keletihan, penurunan anxietas, mencegah kerusakan kulit,
mendapatkan pengetahuan dan pembahasan tentang proses penyakit dan program terapeutik
dan tidak adanya komplikasi.

INTERVENSI

Mandiri Rasional

 Observasi dan catat frekuensi  Agar mengurangi bau tak sedap untuk
defekasi, karakteristik, jumlah menghindari malu pasien
dan factor pencetus  Istirahat menurunkan mobilitas khusus,
 Buang feses dengan tepat, juga menurunkan laju metabolisme
berikan pengharum ruangan.
 Tingkatkan tirah baring, berikan
alat alat di samping tempat tidur.
 Ø Membantu membedakan
penyakit individu dan mengkaji
beratnya episode

Evaluasi

Pada diagnosis kolitis ulserative kronis, pemeriksaan feses yang cermat dilakukan
untuk membedakannya dengan disentri yang di sebabkan oleh organisme usus umum,
khususnya entamoeba histolityca. Feses positif terhadap darah. Tes laboratorium akan
menunjukkan hematokrik dan hemoglobin yang rendah, peningkatan hitung darah lengkap,
albumin rendah, dan ketidakseimbangna elektrorit.

DAFTAR PUSTAKA

Ganong W. F. 19.. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 17. Jakarta : EGC

Guyton A. C, Hall J. E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta : EGC.

Basson, Marc D. 2011. Ulcerative Colitis. emedicine.medscape.com. Diakses tanggal 17


April 2012. Jam 22.00 WIB. Colitis UK. 2011. The Effects of Diet on Ulcerative Colitis.

http://www.ulcerativecolitis.org.uk/dietarychanges.htm. Diakses tanggal 17 April 2012. Jam


22.00 WIB. Djojoningrat, Dharmika. Inflammatory Bowel Disease : Alur Diagnosis dan
Pengobatannya di Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi ke-IV. Hal. 384-
388. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Fauci, Anthony S., et all. 2009. Inflammatory Bowel Disease. Harrison’s Manual of
Medicine 17th Edition. Hal. 836-840. United States of America :

Mc.Graw Hill. Fogel, W.A., et all. 2005. The Role of Histamine in Experimental Ulcerative
Colitis in Rats. Inflammation Research Volume 54.
OBSTUKSI INTESTINAL
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI
1. Usus halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara
lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang
diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan
air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga
melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak.Lapisan usus halus ;
lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar (M sirkuler), lapisan otot memanjang (M
Longitidinal), dan lapisan serosa (Sebelah Luar). Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus
dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum). Fungsi usus
halus : 1. Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui kapiler-kapiler
darah dan saluran-saluran limfe. 2. Menyerap protein dalam bentuk asam amino. 3.Karbohirat
diserap dalam bentuk monosakarida didalam usus halus.
2. Usus dua belas jari (Duodenum)
Panjangnya ± 25 cm, berbentuk sepatu kuda melengkung kekiri. Pada bagian kanan
duodenum terdapat selaput lendir yang nambulir disebut papila vateri.Usus dua belas jari atau
duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya
ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus
halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz. Usus dua belas jari
merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH
usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat
dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa
Latin duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari. Lambung melepaskan makanan ke dalam
usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan
masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus
halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti
mengalirkan makanan.
3. Usus Kosong (jejenum)
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian kedua dari
usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia
dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus
kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.Permukaan dalam
usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas
permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni
berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan,
yakni sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan
usus penyerapan secara makroskopis. Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti
“lapar” dalam bahasa Inggris modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Laton, jejunus, yang
berarti “kosong”.
4. Usus Penyerapan (illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem
pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan
jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit
basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.
5. Usus Besar (Kolon)
Panjangnya ± 1 meter, lebar 5-6 cm. Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian
usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.Usus
besar terdiri dari : 1. Kolon asendens (kanan).Terletak di abdomen sebelah kanan, membujur ke
atas dari ileum sampai ke hati, panjangnya ± 13 cm. 2.Kolon transversum.Membujur dari kolon
asenden sampai ke kolon desenden dengan panjang ± 28 cm. 3.Kolon desendens (kiri).Terletak
dirongga abdomen disebelah kiri membujur dari anus ke bawah dengan panjangnya ± 25 cm.
4.Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum).Terletak dalam rongga pelvis sebelah kiri yang
membentuk huruf "S" ujung bawah berhubungan dengan rectum.
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan
dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-
zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa
penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar.
Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah
diare.
6. Usus Buntu (sekum)
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah anatomi adalah suatu
kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar.
Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora
memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang
sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai cacing (Syaifuddin. 2006).
B. DEFINISI
Obstruksi usus terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran isi usus
ke depan, tetapi peristaltiknya normal,Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan
(apapun penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran usus.Obstruksi usus didefinisikan
sebagai sumbatan bagi jalan distal isi usus (Subaston, 1995)
C. ETIOLOGI
Obstruksi usus pada umumnya diklasifikasikan sebagai :
a. Obstruksi Mekanik Obstruksi usus mekanik mempengaruhi kekuatan dinding usus,
disebabkan oleh :
1) Perlekatan
Biasanya terjadi akibat dari pembedahan abdomen sebelumnya, lengkung usus,
menjadi melekat pada area yang sembuh secara lembut atau pada jaringan parut setelah
pembedahan abdomen.
2) Intususepsi
Salah satu bagian dari usus menyusup ke dalam bagian lain yang ada di bawahnya,
invaginasi / pemendekan usus oleh gerakan satu segmen dari usus ke tempat lain,
akibatnya terjadi penyempitan lumen usus.
3) Volvulus
Perputaran yang saling mengunci, usus yang terpelintir, akibatnya lumen usus
menjadi tersumbat, gas dan cairan berkumpul dalam usus yang terjebak.
4) Hernia
Masuknya usus ke dalam kantung hernia melewati lubang hernia, akibat lemahnya
kelemahan muscular abdomen, peningkatan teanan intra abdominal, akibatnya aliran usus
mungkin tersumbat total dan aliran darah ke area tersebut dapat juga tersumbat.
5)Tumor
Tumor yang ada dalam dinding usus meluas ke lumen usus atau tumor di luar usus
menyebabkan tekanan pada dinding usus. Akibatnya lumen usus menjadi tersumbat
sebagian, bila tumor tidak diangkat mengakibatkan obstruksi lengkap.
b.Obstruksi usus non mekanik
1. Peritonitis
2. Disfungsi motilitas gastro intestinal sebagai akibat tidak normalnya peristaltik usus.
3. Ileus paralitik akibat dari proses pembedahan dimana visera abdomen tersentuh.
4. Atoni usus dan peregangan gastro intestinal sering timbul menyertai berbagai
kondisi traumatik, terutama setelah fraktur tulang belakang.
5. Terjepitnya batu empedu di dalam usus.

D. MANIFESTASI KLINIS
Semakin tinggi letak penyumbatan, maka semakin cepat terjadi dehidrasi.
a. Obstruksi usus halus
1. Nyeri biasanya tidak nyata seperti pada ileus paralitik, walaupun abdomen mungkin
sensitif (nyeri bila ditekan). Nyeri biasanya menyerupai kejang, datangnya
bergelombang dan biasanya terletak pada umbilikus.
2. Muntah (sering muncul, frekuensinya bervariasi tergantung letak obstruksi)
3. Konstipasi absolut
4. Peregangan abdomen / distensi abdomen (semakin ke bawah semakin jelas)
5. Feses dan flatus dapat keluar pada permulaan obstruksi usus halus
6. Tanda-tanda dehidrasi : haus terus-menerus, mengantuk, malaise umum dan lidah
serta membran mukosa menjadi pecah).
b.Obstruksi Usus Besar
Obstruksi usus besar berbeda secara klinis dari obstruksi usus halus. Dalam hal ini
gejala terjadi dan berlanjut relatiflambat, manifestasi yang timbul pada obstruksi usus besar
yaitu :
1. Konstipasi
2. Abdomen menjadi sangat distensi
3. Kram dan nyeri abdomen bawah
4. Muntah fekal
5. Dehidrasi (tingkatan tergantung letak penyumbatan)
6. Suara usus besar → pada mulanya mungkin pertanda hiperaktif proksimal dari
obstruksi, kemudian mengalami penurunan.
7. Syok

E. PATOFISIOLOGI
Secara normal 7 sampai 8 liter cairan kaya elektrolit dari sekresi oleh usus dan
kebanyakan direabsorbsi. Bila usus tersumbat akumulasi, isi usus, cairan dan gas akan
terjadi di daerah atas usus yang mengalami obstruksi, hal ini akan menimbulkan distensi.
Bila cairan ini tertahan terus-menerus akan terjadi refluks muntah yang akan
menyebabkan dehidrasi. Distensi menyebabkan distensi sementara peristaltik saat usus
berusaha mendorong material melalui area tersumbat. Dalam beberapa jam peningkatan
peristaltik berakhir dan usus menjadi flacid. Dengan peningkatan distensi, tekanan dalam
lumen usus meningkat, menyebabkan penurunan tekanan kapiler vena dan arteri. Hal ini
akan menyebabkan iskemia, nekrosis dan akhirnya ruptur dinding usus, yang dapat
menyebabkan pelepasan bakteri dan toksin dari usus ke dalam peritoneum dan sirkulasi
sistemik yang dapat mengakibatkan peritonitis dan septike
F. PATHWAY

Obstruksi usus

Poliferasi bakteri yang


Distensi berlangsung cepat Kehilangan H2o dsn
elektrolit

Tekanan intralumen

Iskemia dinding usus Volume EFC

Kehilangan cairan
menuju
ruangperitoneum Syok hipovolemik

Pelepasan bakteri dan


toksin dari usus yang
nektrotik kedalam
peritoneum dan sirkulasi

Peritonitis septikemia
G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat timbul antara lain :
a. Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehinnga terjadi
peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.
b. Perforasi dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama pada organ intra
abdomen.
c. Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan cepat.
d. Syok hipovolemik terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
e. Pneumonia aspirasi, akibat makanan yang dimuntahkan masuk kedalam saluran
pernafasan dan menumpuk di saluran pernafasan
Efek terburuk adalah pasien meninggal karena tidak tertolong

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Pre-operatif
Dasar pengobatan obstruksi usus meliputi :
a. Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda – tanda
vital, dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami
dehidrasi dan gangguan keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan cairan
intravena seperti ringer laktat, konsentrasi elektrolit bisa dipantau dengan mengamati
pengeluaran urin (melalui kateter), tanda vital, tekanan vena sentral dan pemeriksaan
laboratorium berurutan.. Respon terhadap terapi dapat dilihat dengan memonitor
tanda – tanda vital dan jumlah urin yang keluar. Selain pemberian cairan intravena,
diperlukan juga pemasangan nasogastric tube (NGT). NGT digunakan untuk
mengosongkan lambung, mencegah aspirasi pulmonum bila muntah dan mengurangi
distensi abdomen
b. Dekompressi tractus gastrointestinal dengan sonde yang ditempatkan intralumen
dengan tujuan untuk dekompressi lambung sehingga memperkecil
kesempatan aspirasi isi usus, dan membatasi masuknya udara yang ditelan ke dalam
saluran pencernaan, sehingga mengurangi distensi usus yang bisa menyebabkan
peningkatan tekanan intalumen.
c. Pemberian antibiotika untuk pencegahan pertumbuhan bakteri berlebihan bersama
dengan produk endotoksin dan eksotoksin. Pemberian obat – obat antibiotik
spektrum luas dapat diberikan sebagai profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk
mengurangi gejala mual muntah
2. Operatif
Tergantung dari etiologi masing-masing: Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan
dekompresi nasogastrik untuk mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan
laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil
eksplorasi selama laparotomi
Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada
obstruksi ileus.
a. Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana
untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-
strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
b. Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian usus
yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
c. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,
misalnya pada Ca stadium lanjut.
d. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung usus
untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinomacolon,
invaginasi, strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-
kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri
maupun karena keadaan penderitanya, misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-
mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi usus dan
anastomosis.
Prognosis
Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan operasi
dapat segera dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika
terjadi strangulasi atau komplikasi lainnya akan meningkatkan mortalitas sampai
sekitar 35% atau 40%. Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan
dengan cepat

I. PENGKAJIAN
1. Data biografi (nama, umur, alamat, pekerjaan, jenis kelamin)
2. Cairan
Gejala : muntah banyak dengan materi fekal, berbau
Tanda : membran mukosa kering, turgor kulit tidak elastis
3. Ketidaknyamanan / nyeri
Gejala : flatus (-), konstipasi
Tanda : wajah klien tegang, tampak meringis, distensi abdomen
4. Eliminasi
Gejala : flatus (-), konstipasi
Tanda : distensi abdomen, penurunan bising (dari hiperaktif ke
hipoaktif), feses (-), tergantung letak obstruksi, jika ada feses hanya sedikit
(berbentuk pensil).
5. Aktivitas
Gejala : kelemahan Tanda : kesulitan ambulasi
6. Sirkulasi
Tanda : takikardi, berkeringat, pucat, hipotensi (tanda syok)

J. DIAGOSA KEPERAWATAN
1. Resiko kekurangan volume cairan : kurang dari kebutuhan tubuh b.d output berlebih
2. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d distensi abdomen
3. Ansietas b.d kurang pengetahuan tentang penyakit, pemeriksan diagnosa dn
tindakannya

K. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


Dx.Keperawatan Rencana Tindakan Keperawatan
Tujuan Intervensi
1.Resiko kekurangan Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi keadaan kulit
volume cairan : kurang dari keperawatan selama 3x24 dan membran mukosa
kebutuhan tubuh b.d output jamdiharapkan pasien 2. Kaji intake output klien
berlebih menunjukkan tidak 3. Ukur tanda-tanda vital
terjadinya kekurangan cairan (TD, nadi, suhu)
selama masa perawatan 4. Kaji penghisapan selang
dengan kriteria hasil : nasogastric dehidrasi.
1.Intake cairan klien kembali 5. Kolaborasi dalam
adekuat. pemberian cairan parenteral
2.Membran mukosa lembab sesuai indikasi.
3. Tidak muntah
4. Intake output normal

2.Gangguan rasa nyaman


Setelah tindakan 1.Monitor TTV
dilakukan
nyeri b.d distensi abdomen
keperawatan selama 3x24 jam 2.Kaji skala nyeri pasien
diharapkan nyeri pasien 3.Ajarkan tehnik relaksasi
berkurang atau hilang dengan kan menurunkan nyeri dan
kriteria hasil : ketidaknyamanan
1. Nyeri berkurang 4.Kolaborasi dalam

2. Pasien tampakrileks pemberian analgetik sesuai


3. Skala nyeri berkurang kebutuhan dan evaluasi
keberhasilan.
3. Ansietas b.d kurang
pengetahuan tentang Setelah dilakukan tindakan 1.Observasi prilaku klien,
penyakit, pemeriksan keperawatan selama 3x24 jam misal : gelisah, kontak mata
diagnosa dn tindakannya diharapkan ansietas pasien kurang / peka rangsang
berkurang dengan kriteria 2.Berikan informasi tentang
hasil: proses penyakit dan faktor
1.Klien tampak rileks pencetus.
2.Klien dapat menyebutkan 3.Dorong pasien untuk
kembali tentang prognosis mengungkapkan
penyakit perasaannya, berikan umpan
balik.
4.Libatkan pasien atau orang
terdekat dalam rencana
perawatan dan dorong
partisipasi maksimum pada
rencana perawatan.
5.Bantu pasien belajar
mekanisme koping baru,
misal : tekhnik mengatasi
stress, ketrampilan
organisasi.
6.Berikan lingkungan tenang
dan istirahat.

DAFTAR PUSTAKA
Amin Huda Nurarif & Hardhi Kusuma, (2015). ASUHAN KEPERAWATAN
Author : Nova Fradillah, S.Ked Files of Drs Med – FK UNRI, ileus obstruksi.hhtp://www.files-
of-
Brunner & Suddarth, (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Alih bahasa Agung
waluyo, dkk, Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC.
Herdman, T. Heather. 2018. NANDA International nursing Diagnosis : Definitions and
Classification 2018-2020, Eleventh Editions. Jakarta : Penerbit Buku kedokteran EGC.
Price A. silvia & wilson M` lorraine, (2007). patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit
Edisi 6, Volume 1. Jakarta : EGC.

CAD
A. ANATOMI FISIOLOGI
Arteri koronaria adalah cabang pertama dari sirkulasi sitemik.Muara arteri
koronaria ini terdapat di dalam sinus valsava dalam aorta, tepat di atas katup
aorta.Sirkulasi koroner memiliki dua cabang besar, arteri koroner kanan dan arteri
koroner kiri. Arteri koroner kiri mempunyai dua cabang besar, arteri desendens anterior
kiri (LAD), dan arteria sirkumfleksa kiri (Lcx).
Arteri-arteri ini berjalan melingkari jantung dalam dua celah anatomi eksterna:
sulkus atrioventrikularis, yang melingkari jantung di antaraatrium dan ventrikel, dan
sulkus interventrikularis, yang memisahkan kedua ventrikel. Tempat pertemuan kedua
celah di permukaan posterior jantung merupakan bagian jantung yang kritis, dipandang
dari sudut anatomi, dan dikenal sebagai kruks jantung, yaitu bagian terpenting dari
jantung. Nodus AV berlokasi pada tempat pertemuan ini. Karena itu, pembuluh manapun
yang melintasi kruks tersebut merupakan pembuluh yang menghantarkan makanan ke
nodus AV. Istilah dominasi kanan dan dominasi kiri hanya menunjukkan apakah arteri
koronaria kanan atau kiri yang melintasi kruks tersebut.
Arteri koronaria kanan berjalan lateral mengitari sisi kanan jantung di dalam
sulkus atrioventrikularis kanan.Pada Sembilan puluh persen jantung, arteri koronaria
kanan pada waktu mencapai permukaan posterior jantung akan menuju kruks, lalu turun
menuju apeks jantung dalam sulkus interventrikularis posterior. Arteria koronaria kiri
bercabang tidak lama sesudah meninggalkan pangkalnya di aorta. Arteria sirkumpleksa
kiri berjalan ke lateral di bagian kiri jantung dalam sulkus atrioventrikularis kiri. Arteria
desendens anterior kiri berjalan ke bawah pada permukaan jantung dalam sulkus
interventrikularis anterior. Kemudian arteri ini melintasi apeks jantung, dan berbalik arah
dan bejalan ke atas sepanjang permukaan posterior sulkus interventrikularis untuk bersatu
dengan cabang distal arteria koronaria kanan.
Setiap pembuluh utama mencabangkan pembuluh epikardial dan intramiokardial
yang khas. Arteria desendens anterior kiri membentuk percabangan septum yang
memasok duapertiga bagian anterior septum, dan cabang-cabang diagonal yang berjalan
di atas permukaan anterolateral dari ventrikel kiri. Permukaan posterolateral dari
ventrikel kiri diperdarahi oleh cabang-cabang marginal dari arteia sirkumfleksa kiri.
Jalur-jalur anatomis ini menghasilkan suatu korelasi antara arteria koronaria dan
penyediaan nutrisi otot jantung. Pada dasarnya arteria koronaria kanan memberikan darah
ke atrium kanan, ventrikel kanan dan dinding inferior ventrikel kiri. Arteri sirkumfleksa
kiri memberikan darah pada atrium kiri dan dinding posterolateral ventrikel kiri. Arteria
desendens anterior kiri memberikan darah ke dinding depan ventrikel kiri yang masif.
Penyediaan nutrisi pada system penghantar merupakan suatu korelasi kritis lain
yang juga ditentukan oleh jalur-jalur anatomis. Meskipun nodus SA letaknya di atrium
kanan tetapi pada 55% individu mendapat darah dari suatu cabang yang berasal dari arteri
koronaria kanan, dan 45% individu mendapat darah dari suatu cabang dari arteria
sirkumfleksa kiri. Nodus AV yang di pasok oleh arteria yang melintasi kruks, yaitu dari
arteria koronaria kanan pada 90% individu, dan pada 10% sisanya dari arteria
sirkumfleksa kiri.
Korelasi ini mempunyai pengaruh klinis yang cukup berarti. Misalnya, lesi arteria
koronaria kanan dapat diduga memiliki hubungan dengan gangguan penghantaran nodus
AV yang paling hebat sedangkan lesi pada arteria desendens anterior akan mengganggu
fungsi pompa ventrikel kiri.
Anastomosis antara cabang arteria juga ditemukan pada sirkulasi koroner.
Anastomosis ini tidak berfungsi pada keadaan normal akan tetapi mempunyai arti yang
sangat penting padabagi sirkulasi kolateral maupun sirkulasi alternative untuk fungsi
nutrisi daerah miokardium yang tidak mendapatkan aliran darah akibat lesi obstruktif
pada jalur koroner yang normal.

B. DEFINISI
Penyakit arteri koroner (CAD) adalah penyempitan atau penyumbatan arteri
koroner, arteri yang menyalurkan darah ke otot jantung. Bila aliran darah melambat,
jantung tak mendapat cukup oksigen dan zat nutrisi. Hal ini biasanya mengakibatkan
nyeri dada yang disebut angina. Bila satu atau lebih dari arteri koroner tersumbat sama
sekali, akibatnya adalah serangan jantung (kerusakan pada otot jantung).( Brunner and
Sudarth, 2001).

Gagal jantung sering disebut dengan gagal jantung kongestif adalah


ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah yang adekuat untuk memenuhi
kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi.Istilah gagal jantung kongestif sering
digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan kanan ( Brunner & Suddarth, 2002).

Penyakit jantung koroner/ penyakit arteri koroner (penyakit jantung


artherostrofik) merupakan suatu manifestasi khusus dan arterosclerosis pada arteri
koroner. Unsur lemak yang disebut palque dapat terbentuk didalam arteri, menutup dan
membuat aliran darah dan oksigen yang dibawanya menjadi kurang untuk disuplai ke
otot jantung. Plaque terbentuk pada percabangan arteri yang ke arah aterion kiri, arteri
koronaria kanan dan agak jarang pada arteri sirromflex. Aliran darah ke distal dapat
mengalami obstruksi secara permanen maupun sementara yang di sebabkan oleh
akumulasi plaque atau penggumpalan. Sirkulasi kolateral berkembang di sekitar
obstruksi arteromasus yang menghambat pertukaran gas dan nutrisi ke miokardium.
Kegagalan sirkulasi kolateral untuk menyediakan supply oksigen yang adekuat ke sel
yang berakibat terjadinya penyakit arteri koronaria, gangguan aliran darah karena
obstruksi tidak permanen (angina pektoris dan angina preinfark) dan obstruksi
permanen (miocard infarct) Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Dep.kes, 1993.
Kegagalan sirkulasi kolateral untuk menyediakan suplai oksigen yang adekuat
ke sel yang berakibat terjadinya penyakit arteri koronaria, gangguan aliran darah karena
obstruksi tidak permanen (angina pektoris dan angina preinfark) dan obstruksi
permanen (miocard infarct).(Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Dep.kes, 1993).

C. ETIOLOGI
Penyakit arteri koroner bisa menyerang semua ras, tetapi angka kejadian paling
tinggi ditemukan pada orang kulit putih. Tetapi ras sendiri tampaknya bukan merupakan
bourgeois penting dalam gaya hidup seseorang. Secara spesifik, faktor-faktor yang
meningkatkan resiko terjadinya penyakit arteri koroner adalah :
1. Berusia lebih dari 45 tahun (bagi pria).
Sangat penting bagi kaum pria mengetahui usia rentan terkena penyakit jantung
koroner. Pria berusia lebih dari 45 tahun lebih banyak menderita serangan jantung
ketimbang pria yang berusia jauh di bawah 45 tahun.

2. Berusia lebih dari 55 tahun atau mengalami menopause dini sebagai akibat
operasi (bagi wanita).
Wanita yang telah berhenti mengalami menstruasi (menopause) secara fisiologis
ataupun secara dini (pascaoperasi) lebih kerap terkena penyakit janting koroner apalagi
ketika usia wanita itu telah menginjak usila (usia lanjut).
3. Riwayat penyakit jantung dalam keluarga.
Riwayat penyakit jantung di dalam keluarga sering merupakan akibat dari profil
kolesterol yang tidak normal, dalam artian terdapat kebiasaan yang "buruk" dalam segi
diet keluarga.
4. Diabetes
Kebanyakan penderita diabetes meninggal bukanlah karena meningkatnya level gula
darah, namun karena kondisi komplikasi ke jantung mereka.

5.  Merokok.

Merokok telah disebut-sebut sebagai salah satu faktor risiko utama penyakit jantung
koroner. Kandungan nikotin di dalam rokok dapat merusak dinding (endotel) pembuluh
darah sehingga mendukung terbentuknya timbunan lemak yang akhirnya terjadi
sumbatan pembuluh darah.

6.  Tekanan darah tinggi (hipertensi).


Tekanan darah yang tinggi dan menetap akan menimbulkan trauma langsung terhadap
dinding pembuluh darah arteri koronaria, sehingga memudahkan terjadinya
arterosklerosis koroner (faktor koroner) yang merupakan penyebab penyakit
arteri/jantung koroner.
7.  Kegemukan (obesitas).
Obesitas (kegemukan yang sangat) bisa merupakan manifestasi dari banyaknya lemak
yang terkandung di dalam tubuh. Seseorang yang obesitas lebih menyimpan
kecenderungan terbentuknya plak yang merupakan cikal bakal terjadinya penyakit
jantung koroner.

8.  Gaya hidup buruk.


Gaya hidup yang buruk terutama dalam hal jarangnya olahraga ringan yang rutin serta
pola makan yang tidak dijaga akan mempercepat seseorang terkena pneyakit jantung
koroner.
9.  Stress
Banyak penelitian yang sudah menunjukkan bahwa bila menghadapi situasi yang
tegang, dapat terjadi aritmia jantung yang membahayakan jiwa.

D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis menurut Price & Lorraine (2001) seperti:
1. Dada terasa tak enak(digambarkan sebagai mati rasa, berat, atau terbakar;dapat
menjalar ke pundak kiri, lengan, leher, punggung, atau rahang)
2. Sesak napas
3. Berdebar-debar
4. Denyut jantung lebih cepat
5. Pusing
6. Mual
7. Kelemahan yang luar biasa

E. PATOFISIOLOGI
Aterosklerosis atau pengerasan arteri adalah kondisi pada arteri besar dan kecil
yang ditandai penimbunan endapan lemak, trombosit, neutrofil, monosit dan makrofag
di seluruh kedalaman tunika intima (lapisan sel endotel), dan akhirnya ke tunika media
(lapisan otot polos). Arteri yang paling sering terkena adalah arteri koroner, aorta dan
arteri-arteri sereberal. Langkah pertama dalam pembentukan terosklerosis dimulai
dengan disfungsi lapisan endotel lumen arteri, kondisi ini dapat terjadi setelah cedera
pada sel endotel atau dari stimulus lain, cedera pada sel endotel meningkatkan
permeabelitas terhadap berbagai komponen plasma, termasuk asam lemak dan
triglesirida, sehingga zat ini dapat masuk kedalam arteri, oksidasi asam lemak
menghasilkan oksigen radikal bebas yang selanjutnya dapat merusak pembuluh darah.
Cedera pada sel endotel dapat mencetuskan reaksi inflamasi dan imun, termasuk
menarik sel darah putih, terutama neutrofil dan monosit, serta trombosit ke area cedera,
sel darah putih melepaskan sitokin proinflamatori poten yang kemudian memperburuk
situasi, menarik lebih banyak sel darah putih dan trombosit ke area lesi, menstimulasi
proses pembekuan, mengaktifitas sel T dan B, dan melepaskan senyawa kimia yang
berperan sebagai chemoattractant (penarik kimia) yang mengaktifkan siklus inflamasi,
pembekuan dan fibrosis. Pada saat ditarik ke area cedera, sal darah putih akan
menempel disana oleh aktivasi faktor adhesif endotelial yang bekerja seperti velcro
sehingga endotel lengket terutama terhadap sel darah putih, pada saat menempel di
lapisan endotelial, monosit dan neutrofil mulai berimigrasi di antara sel-sel endotel
keruang interstisial. Di ruang interstisial, monosit yang matang menjadi makrofag dan
bersama neutrofil tetap melepaskan sitokin, yang meneruskan siklus inflamasi.
Sitokin proinflamatori juga merangsang ploriferasi sel otot polos yang
mengakibatkan sel otot polos tumbuh di tunika intima.Selain itu kolesterol dan lemak
plasma mendapat akses ke tunikaintima karena permeabilitas lapisan endotel meningkat,
pada tahap indikasi dini kerusakan teradapat lapisan lemak diarteri.Apabila cedera dan
inflamasi terus berlanjut, agregasi trombosit meningkat dan mulai terbentuk bekuan
darah (tombus), sebagian dinding pembuluh diganti dengan jaringan parut sehingga
mengubah struktur dinding pembuluh darah, hasil akhir adalah penimbunan kolesterol
dan lemak, pembentukan deposit jaringan parut, pembentukan bekuan yang berasal dari
trombosit dan proliferasi sel otot polos sehingga pembuluh mengalami kekakuan dan
menyempit.Apabila kekakuan ini dialami oleh arteri-arteri koroner akibat aterosklerosis
dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan oksigen, dan
kemudian terjadi Iskemia (kekurangan suplai darah) miokardium dan sel-sel
miokardium sehingga menggunakan glikolisis anerob untuk memenuhi kebutuhan
energinya.

F. PATHWAY

Ateroskelosis atau Spasme Pembuluh Darah Coroner

Penyempitan pembuluh darah koroner

Iskemik pada arteri koroner

Hipoksia otot jantung

Metabolisme anaerob

Asam laktat meningkat

Asidosis Reseptor saraf nyeri terangsang


Fungsi ventrikel terganggu : Nyeri daerah dada

 Kontraksi miokardium berkurang


 Serabut-serabut memendek Merangsang Katekolamin
 Daya dan kecepatan kontaksi berkurang
 Gerakan dinding miokardium abnormal Vasokontriksi Perifer

Perubahan hemodynamic
Gangguan rasa nyaman
(TD & Nadi meningkat ringan)
Penurunan curah nyeri
Cardiak output menurun jantung
Tekanan jantung menningkat

Tekanan pada paru-paru


Intoleransi aktifitas

Sesak napas MRS

Kurang pengetahuan

G. . KOMPLIKASI
ANSIETAS

1. Aritmia : Merupakan komplikasi yang paling sering ditemukan. Aritmia yaitu


gangguan dalam irama jantung yang bisa menimbulkan perubahan eloktrofisiologi
otot-otot jantung. Perubahan elektrofisiologi ini bermanifestasi sebagai perubahan
bentuk potensial aksi yaitu rekaman grafik aktivitas listrik sel. Misalnya
perangsangan simpatis akan meningkatkan kecepatan denyut jantung.
2. Gagal Jantung Kongestif : Merupakan kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokard.
Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri akan menimbulkan kongesti pada
vena pulmonalis sedangkan pada disfungsi ventrikel kanan akan menimbulkan
kongesti pada vena sistemik.
3. Syok kardikardiogenik : Syok kardiogenik diakibatkan oleh disfungsi nyata ventrikel
kiri sesudah mengalami infark yang massif. Timbulnya lingkaran setan perubahan
hemodinamik progresif hebat yang irreversible yaitu penurunan perfusi perifer,
penurunan perfusi koroner, peningkatan kongesti paru yang bisa berakhir dengan
kematian.
4. Disfungsi Otot Papillaris : Disfungsi iskemik atau rupture nekrotik otot papilaris
akan mengganggu fungsi katup mitralis. Inkompetensi katup mengakibatkan aliran
balik dari ventrikel kiri ke atrium kiri sebagai akibat pengurangan aliran ke aorta dan
peningkatan kongesti pada atrium kiri dan vena pulmonalis.
5. Ventrikuler Aneurisma : Aneurisma ini biasanya terjadi pada permukaan atrium atau
apek jantung. Aneurisma ventrikel akan mengembang bagaikan balon pada setipa
sistolik, teregang secara pasif oleh sebagian curah sekuncup. Aneurisma ventrikel
dapat menimbulkan 3 masalah yaitu gagal jantung kongestif kronik, embolisasi
sistemik dari thrombus mural dan aritmia ventrikel refrakter.
6. Perikarditis Infark transmural dapat membuat lapisan epikardium yang langsung
berkontak dengan pericardium menjadi kasar, sehingga merangsang permukaan
pericardium dan menimbulkan reaksi peradangan.
7. Emboli Paru : Emboli paru bisa menyebabkan episode dipsnea, aritmia atau kematian
mendadak. Trombosis vena profunda lebih lazim pada pasien payah jantung
kongestif yang parah

H. PENATALAKSANAAN MEDIS

Berbagai obat-obatan membantu pasien dengan penyakit arteri jantung. Yang paling
umum diantaranya:

1. Aspirin / Klopidogrel / Tiklopidin.


Obat-obatan ini mengencerkan darah dan mengurangi kemungkinan gumpalan darah
terbentuk pada ujung arteri jantung menyempit, maka dari itu mengurangi resiko
serangan jantung.

2. Beta-bloker (e.g. Atenolol, Bisoprolol, Karvedilol).


Obatan-obatan ini membantu untuk mengurangi detak jantung dan tekanan darah,
sehingga menurunkan gejala angina juga melindungi jantung.
3. Nitrates (e.g. Isosorbide Dinitrate).
Obatan-obatan ini bekerja membuka arteri jantung, dan kemudian meningkatkan aliran
darah ke otot jantung dan mengurangi gejala nyeri dada. Bentuk nitrat bereaksi cepat,
Gliseril Trinitrat, umumnya diberikan berupa tablet atau semprot di bawah lidah, biasa
digunakan untuk penghilang nyeri dada secara cepat.
4. Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors (e.g. Enalapril, Perindopril) and Angiotensin
Receptor Blockers (e.g. Losartan, Valsartan).
Obatan-obatan ini memungkinkan aliran darah ke jantung lebih mudah, dan juga
membantu menurunkan tekanan darah.
5. Obatan-obatan penurun lemak (seperti Fenofibrat, Simvastatin, Atorvastatin,
Rosuvastatin).
Obatan-obatan ini menurunkan kadar kolesterol jahat (Lipoprotein Densitas-Rendah),
yang merupakan salah satu penyebab umum untuk penyakit jantung koroner dini atau
lanjut. Obat-obatan tersebut merupakan andalan terapi penyakit jantung koroner.
6. Intervensi Jantung Perkutan.
Ini adalah metode invasif minimal untuk membuka arteri jantung yang menyempit.
Melalui selubung plastik ditempatkan dalam arteri baik selangkang atau pergelangan,
balon diantar ke segmen arteri jantung yang menyempit, dimana itu kemudian
dikembangkan untuk membuka penyempitan.Kemudian, tube jala kabel kecil (cincin)
disebarkan untuk membantu menahan arteri terbuka. Cincin baik polos (logam sederhana)
atau memiliki selubung obat (berlapis obat). Metode ini seringkali menyelamatkan jiwa
pasien dengan serangan jantung akut. Untuk penyakit jantung koroner stabil penyebab
nyeri dada, ini dapat meringankan gejala angina dengan sangat efektif. Umumnya, pasien
dengan penyakit pembuluh darah single atau double mendapat keuntungan dari metode
ini. Dengan penyakit pembuluh darah triple, atau keadaan fungsi jantung buruk, prosedur
bedah dikenal dengan Bedah Bypass Arteri Jantung sering merupakan alternatif yang
baik atau pilihan pengobatan yang lebih baik.

7 .Operasi

a. Bedah Bypass Arteri Jantung (CABG).

CABG melibatkan penanaman arteri atau vena lain dari dinding dada, lengan, atau
kaki untuk membangun rute baru untuk aliran darah langsung ke otot jantung. Ini
menyerupai membangun jalan tol parallel ke jalan yang kecil dan sempit. Ini adalah
operasi yang aman, dengan rata-rata resiko kematian sekitar 2%. Pasien tanpa serangan
jantung sebelumnya dan melakukan CABG sebagai prosedur elektif, resiko dapat
serendah 1 persen.

b. Revaskularisasi Transmiokardia

Untuk pasien dengan pembuluh darah yang terlalu kecil untuk melakukan CABG,
prosedur disebut Revaskularisasi Transmiokardia juga tersedia di NHCS. Pada prodesur
ini, laser digunakan untuk membakar banyak lubang kecil pada otot jantung. Beberapa
lubang ini berkembang ke pembuluh darah baru, dan ini membantu mengurangi angina

I. PENGKAJIAN
1. Identitas Diri Klien
2. Keluhan Utama
3. Riwayat Penyakit Sekarang
4. Riwayat Penyakit Dahulu
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
6. Riwayat Psikososial Dan Spiritual
- Psikososial : Pasien dapat berhubungan baik dengan pasien, perawat maupun
anggota keluarga.
- Spiritual : Pasien beragama islam dan rutin menjalankan sholat 5 waktu. Di
rumahsakit tidak pernah menjalankan sholat karena sedang sakit.
7. Pola Aktivitas Sehari – Hari
8. Keadaan/Penampilan/Kesan Umum Pasien
9. Tanda – Tanda Vital
Suhu tubuh, denyut nadi, tensi / TD,respirasi dan TB/BB
10. Pemeriksaan Fisik
(diutamakan pada sistem yang terganggu sesuai dengan penyakitnya ).
a. Pemeriksaan Kepala Dan Leher
b. Pemeriksaan Integumen / Kulit dan Kuku
c. Pemeriksaan Payudara dan Ketiak
d. Pemeriksaan Thorax / Dada
e. Pemeriksaan Jantung
f. Pemeriksaan Abdomen
g. Pemeriksaan Muskuloskeletal
h. Pemerikasaan Neurologi
i. Pemeriksaan Penunjang Medis
j. Pelaksanaan/Terapi
k. Harapan Klien / Keluarga Sehubungan Dengan Penyakitnya

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahahan kontraktilitas, perubahan
struktual (kelainan katup,aneurisme ventrikular).
2. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelalahan dan dispnue akibat turunnya curah
jantung.
K. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Dx Keperawatan Rencana tindakan keperawatan


Tujuan Intervensi
1.Penurunan curah jantung Setelah dilakukan tindakan 1.Auskultasi nadi apical,kaji
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24jam frekuensi,irama jantung.
perubahahan kontraktilitas, diharapkan jantung pasien 2.Catat bunyi jantung,
perubahan struktual menjadi normal dengan palpasi nadi perifer dan
(kelainan katup,aneurisme kriteria hasil: pantau tekanan darah.
ventrikular). 1.Frekuensi jantung 3.Kaji perubahan pada
meningkat sensori contoh: letargi,
2.Status hemodinamik stabil bingung, disorientasi, cemas
3.Haluaran urin adekuat dan depresi.
4.Tidak terjadi dispneu 4.Berikan istirahat semi
5.Akral hangat recumbent (semi-fowler)
pada tempat tidur.
5.Kolaborasi dengan dokter
untuk terapi, oksigen, obat
jantung, obat diuretic dan
cairan
Setelah dilakukan tindakan 1.Monitor tanda tanda vital
2.Intoleran aktivitas
keperawatan selama 3x24 jam seperti tekanan darah, nadi
berhubungan dengan
diharapkan pasien dan suhu.
kelalahan dan dispnue akibat
menunjukkan peningkatan 2.Catat respon
turunnya curah jantung
kemampuan dalam melakukan kardiopulmonal terhadap
aktivitas dengan kriteria hasil: aktivitas, catat takikardi,
1.Pasien akan berpartisipasi disritmia, dispnea,
pada aktivitas yang berkeringat, pucat
diinginkan 3.Kaji penyebab kelemahan
2.Memenuhi perawatan diri contoh pengobatan, nyeri,
sendiri obat.
3.Mencapai peningkatan 4.Berikan bantuan dalam
toleransi aktivitas yang dapat aktivitas perawatan diri
diukur, dibuktikan oleh sesuai indikasi, selingi
menurunnya kelemahan dan periode aktivitas dengan
kelelahan. istirahat

DAFTAR PUSTAKA
Adam Sagan, 2009. Coronary Heart Disease Risk Factors and Cardiovascular Risk in Physical
Workers and Managers.

Anwar, B. 2004. Dislipidemia sebagai Faktor Risiko Penyakit Jantung


Koroner. www.library.usu.ac.id [diakses 18 Mei 2014].

Christian Sandi, Saryono, Dian Ramawati. (2013). Penelitian Tentang Perbedaan Kadar


Kolesterol Darah Pada Pekerja Kantoran dan Pekerja Kasar.

Corwin J. Elizabeth, ( 2009 ), Buku Saku Patofisiologi, Edisi Revisi 3, Penerbit : Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.

Corwin Elizabeth J. Buku saku patofisiologi : Sistem kardiovaskular. Edisi 1. Jakarta : EGC,
2009.

Davidson Christopher. (2003), Penyakit Jantung Koroner. Penerbit Dian Rakyat, Jakarta.

Diah Krisnatuti dan Rina Yenrina. (1999). Panduan Mencegah & Mengobati

Penyakit Jantung. Jakarta: Pustaka Swara

Hendriantika, H. (2012), Penelitian Tentang Studi Komparatif Aktivitas Fisik dengan Faktor
Resiko Terjadinya Penyakit jantung Koroner.

Hermansyah, Citrakesumasari, Aminuddin. (2009). Aktifitas Fisik dan Kesehatan Mental


Terhadap Kejadian Penyakit Jantung Koroner.

Hariadi, Ali Arsad Rahim, (2005). Hubungan Obesitas dengan Beberapa Faktor Risiko Penyakit
Jantung Koroner.

Kurniastuti, Y. (2009). Faktor Resiko Penyakit Janting Koroner di Indonesia.

Marianna Virtanen, (2012). Long Working Hours and Coronary Heart Disease: A Systematic
Review and Meta-Analysis.

Marianna Virtanen, (2010). Overtime Work and Incident Coronary Heart Disease:The Whitehall
II Prospective Cohort Study.

Mika Kivimäki, (2013). Associations of job strain and lifestyle risk factors with risk of coronary
artery disease: a meta-analysis of individual participant data.

Tracey C. C. W. Rompas, A. Lucia Panda, Starry H. Rampengan. (2012), Hubungan Obesitas


Umum dan Obesitas Sentral dengan Penyakit Jantung Koroner

COR PULMONAL
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI
1. Anatomi Sistem Pernafasan
Paru-paru mempunyai sumbe suplai darah dari Arteria Bronkialis dan Arteria
pulmonalis. Arteria Bronkialis berasal dari Aorta torakalis dan berjalansepanjang
dinding posterior bronkus. Vena bronchialis yang besar mengalirkan darahnya ke
dalam sistem azigos, yang kemudianbermuara ke vena cava superior dan
mengembalikan darah ke atrium kanan. Vena brochialis yang lebih kecil akan
mengalirkan darah vena pulmonalis, karena sirkulasi bronchial tidak berperananpada
pertukaran gas, darah yang tidak teroksigenasi mengalami pirau sekitar 2-3% curah
jantung. Sirkulasi bronchial menyediakan darah teroksigenisasi dari sirkulasi sistemik
dan berfungsi memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan paru-paru.
Arteri Pulmonalis yang berasal dari ventrikel kanan mengalirkan darah vena
campuran ke paru-paru dimana darah tersebut mengambil bagian dalam pertukaran
gas. Jalinan kapiler paru-paru yang halus mengitari dan menutup alveolus, merupakan
kontak erat yang diperlukan untukproses pertukaran gas antara alveolus dan darah.
Darah yang teroksigenasi kemudian dikembalikan melalui vena pulmonalis ke
ventrikel kiri yangselanjutnya membagikannya kepada sel-sel melaluisirkulasi
sistemik.
2. Anatomi Jantung Ventrikel Kanan
Letak ruang ventrikel kanan paling depan di dalam rongga dada yaitu tepat di
bawah manubrium sterni. Sebagian besar ventrikel kanan berada di kanan depan
ventrikel kiri dan medial atrium kiri. Berbentuk bulan sabit/setengah bulatan
berdinding tipis dengan tebal 4-5 mm yang disebabkan oleh tekanan di ventrikel kiri
yang lebih besar.
Dinding anterior dan inferior disusun oleh serabut otot yaitu trabekula karnae
yang sering membentuk persilangan satu sama lain. otot ini di bagian apikal
berukuran besar yaitu trabecula septo marginal (moderator band). Ventrikel kanan
secara fungsional dapat dibagi dua alur ruang yaitu alur masuk ventrikel kanan (Righ
ventricular out flow tract) berbentuk tabung atau corong, berdinding licin terletak di
bagaian superior ventrikel kanan yaitu infundibulum/conus arteriosus. Alur masuk
dan keluar dipisahkan oleh krista supra ventrikuler yang terletak tepat di atas daun
anterior katup trikuspidalis.

B. DEFINISI
Menurut Irman Sumantri (2009), Kor pulmonal adalah terjadinya pembesaran dari
jantung kanan (dengan atau tanpa gagal jantung kiri) sebagai akibat dari penyakit yang
mempengaruhi struktur atau fungsi dari paru-paru atau vaskularisasinya.
Cor Pulmonal (CP) adalah suatu keadaan di mana terdap athipertrofi atau dilatasi
dari ventrikel kanan sebagai akibat dari hipertensi (arteri) pulmonal yang disebabkan oleh
penyakit intrinsic dari parenkim paru, di dinding toraks maupun vaskuler paru. Cor
Pulmonal dapat bersifat akut akibat adanya emboli paru yang pasif, dan dapat juga
bersifatkronis. (Yogiarto,M dan Baktiyasa,B: 2003). 
Cor pulmonal adalah kondis iterjadinya pembesaran jantung kanan (dengan atau
tanpa gagal jantung kiri) sebagai akibat dari penyakit yang mempengaruhi struktur,
fungsi, atau vaskularisasi paru-paru. Cor pulmonal didefinisikan sebagai suatu perubahan
dalam struktur dan fungsi ventrikel kanan yang disebabkan oleh gangguan utama dari
system pernapasan. Keadaan patologis dengan ditemukannya hipertropi ventrikel kanan
yang disebabkan oleh kelainan fungsional dan struktural paru. (WHO, 1993).
Cor pulmonal adalah suatu keadaan patologis akibat hipertropi/dilatasi ventrikel
kanan yang disebabkan oleh hipertensi pulmonal, dengan penyebabnya adalah kelaianan
penyakit parenkim paru, kelainan vascular paru dan gangguan fungsi paru. (Braunwahl,
1980).
Cor Pulmonal dapat bersifat akut akibat adanya emboli paru yang pasif, dan dapat
juga bersifatkronis.

C. ETIOLOGI
Banyak penyaklit yang berhubungan dengan hipoksemia dan mempengaruhi paru-
paru dapat menyebabkan cor pulmonal. Secara umum, penyakit cor pulmonal disebabkan
oleh :
1. Penyakit paru yang merata
Terutama emfisema, brnkhitis kronik (salah satu deretan penyakit cronic obstructive
pulmonary disease- COPD). Dan fribosis akibat tuberculosis.
2. Penyakit pembuluh darah paru-paru
Terutamatrombosis dan embolus paru-paru, fibrosis akibat penyinaran menyebabkan
penurunan elastisitas pembuluh darah paru-paru.

3. Hipoventilasi alveolar menahun


Adalah semua penyakit yang menghalangi pergerakan dada normal, misalnya :
a) Penebalan pleura bilateral
b) Kelainan neomuskuler, seperti polimielitis dan distrofiotot
c)Kiposkoliosis yang mengakibatkan penurunan kapasita rongga thorak sehingga
pergerakan thorak berkurang.

D. MANIFESTASI KLINIS
Informasi yang didapat bias berbeda-beda antara satu penderita yang satu dengan yang
lain tergantung pada penyakit dasar yang menyebabkan pulmonary heart disease.
a. Kor-pumonal akibat Emboli Paru :sesak tiba-tiba pada saat istirahat, kadang-kadang
didapatkan batuk-batuk, dan hemoptisis.
b. Kor-pulmonal dengan PPOM :sesak napas disertai batuk yang produktif (banyak
sputum).
c. Kor pulmonal dengan Hipertensi Pulmonal primer :sesak napas dan sering pingsan
jika beraktifitas(exertional syncope).
d. Pulmonary heart disease dengan kelainan jantung kanan :bengkak pada perut dan
kaki serta cepat lelah.
Gejala predominan pulmonary heart disease yang terkompensasi berkaitan dengan
penyakit parunya, yaitu batuk produktif kronik, dispnea karena olahraga, wheezing
respirasi, kelelahan dan kelemahan. Jika penyakit paru sudah menimbulkan gagal jantung
kanan, gejala – gejala ini lebih berat. Edema dependen dan nyeri kuadran kanan atas
dapat juga muncul.
Tanda-tanda pulmonary heart disease misalnyasianosis, clubbing, vena leherdistensi,
ventrikel kanan menonjol atau gallop (ataukeduanya), pulsasi sternum bawah atau
epigastrium prominen, hati membesar dan nyeritekan, dan edema dependen.
Gejala- gejala tambahan ialah:
 Sianosis
 Kurangtanggap/ bingung
 Mata menonjol

E. PATOFISIOLOGI
Pembesaran ventrikel kanan pada cor pulmonal merupakan fungsi pembesaran atau
kompensasi dari peningkatan dalam afterload. Jika resistensi vaskuler paru-paru
meningkat dan tetap meningkat, seperti pada penyakit vaskuler atau parenkim paru-paru,
peningkatan curah jantung dan pengerahan tenaga fisis dapat meningkatkan tekanan arteri
pulmonalis. Afterload ventrikel kanan secara kronis meningkat jika volume paru-
parumembesar seperti pada penyakit COPD yang dikarenakan adanya pemanjangan
pernbuluh paru-paru dan kompresi kapiler alveolar. Penyakit paru-paru dapat
menyebabkan perubahan fisiologis yang pada suatu waktu akan memengaruhi jantung,
menyebabkan pembesaran ventrikel kanan, dan sering kali berakhir dengan gagal
jantung.
Beberapa kondisi yang menyebabkan penurunan oksigenasi paru-paru,dapat
mengakibatkan hipoksemia (penurunan PaO2), hiperkapnia (peningkatan PaCO2), dan
insufisiensi ventilasi. Hipoksia dan hiperkapnia akan menyebabkan vasokonstriksi
arteripulmonar dan memungkinkan penurunan vaskularisasi paru-paru seperti pada
emfisema dan emboli paru-paru. Akibatnya akan terjadi peningkatan tahanan pada
sistemsirkulasi pulmonal, sehingga menyebabkan hipertensi pulmonal. Arterial mean
pressure pada paru-paru sebesar 45 mmHg atau lebih dan dapat menimbulkan cor
pulmonal. Ventrikel kanan akan hipertropi dan mungkin diikuti oleh gagal jantung kanan.
F. PATHWAY
G. KOMPLIKASI
Komplikasidaricor pulmonal diantaranya: 
1) Sinkope
2) Emfisema
3) Gagaljantungkanan
4) Edema perifer

H. PENATALAKSANAAN MEDIS

Terapi medis untuk pulmonary heart disease kronis di fokuskan pada


penatalaksanaan untuk penyakit paru dan peningkatan oksigenasi serta peningkatan
fungsi ventrikel kanan dengan menaikkan kontraktilitas dari ventrikel kanan dan
menurunkan vasokonstriksi pada pembuluh darah di paru.  Pada pulmonary heart disease
akut akan dilakukan pendekatan yang berbeda yaitu di fokuskan pada kestabilan klien.
Untuk mendukung system kardiopulmonal pada klien dengan pulmonary heart
disease harus diperhatikan mengenai kegagalan jantung kanan yang meliputi masalah
pengisian cairan di ventrikel dan pemberian vasokonstriktor (epinephrine) untuk
memelihara tekanan darah yang adekuat.  Tetapi pada dasarnya penatalaksanaan akan
lebih baik jika di fokuskan pada masalah utama, misalnya pada emboli paruh arus
dipertimbangkan untuk pemberian anti koagulan, agentrombilisis atau tindakan
pembedahan membolektomi. Khususnya jika sirkulasi terhambat akan dipertimbangkan
pula pemberian broncodilator dan penatalaksanaan infeksi untuk klien dengan PPOK;
pemberian steroid dan imunosupresif pada penyakit fibrosis paru.
Terapioksigen, pemberian diuretic, vasodilator, digitalis, theophyline, dan terapi
antikoagulan di gunakan untuk terapi jangka panjang pada kor pulmonal kronis.
I. PENGKAJIAN

1) IdentitasPasien
a) Kor pulmonal dapat terjadi pada orang dewasa dan pada anak-anak. Untuk orang
dewasa, kasus yang paling sering ditemukan adalah pada lansia karena sering
didapati dengan kebiasaan merokok dan terpaparpolusi. Hal ini di dasarkan pada
epidemiologi penyakit-penyakit yang menjadi penyebab kor pulmonal,
karenahipertensi pulmonal merupakand ampak dari beberepa penyakit yang
menyerang paru-paru. Untuk kasus anak-anak, umumnya terjadi kor pulmonal
akibat obstruksi saluran napas atas seperti hipertrofi tonsil dan adenoid.
b) Jenis pekerjaan yang dapat menjadi resiko terjadinya kor pulmonal adalah para
pekerja yang sering terpapar polusi udara dan kebiasaan merokok yang tinggi.
c) Lingkungan tempat tinggal yang dapat menjadi resiko terjadinya kor pulmonal
adalah lingkungan yang dekat daerah perindustrian, dan kondisi rumah yang
kurang memenuhi persyaratan runmah yang sehat. Contohnya ventilasi rumah
yang kurang baik, hal ini akan semakin memicu terjadinya penyakit-penyakit paru
dan berakibat terjadinya kor pulmonal.
2) Riwayat Sakit dan Kesehatan
a) Keluhan utama :Pasien dengan kor pulmonal sering mengeluh sesak, nyeri dada
b) Riwayat penyakit saa tini : Pada pasien kor pulmonal, biasanya akan diawali
dengan tanda-tanda mudah letih, sesak, nyeri dada, batuk yang tidak produktif.
Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah
dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhan tersebut.
Penyebab kelemahan fisik setelah melakukan aktifitas ringan sampai berat.
 Seperti apa kelemahan melakukan aktifitas yang dirasakan, biasanya disertai
sesak nafas.
 Apakah kelemahan fisik bersifat local atau keseluruhan system otot rangka
dan apakah disertai ketidak mampuan dalam melakukan pergerakan.
 Bagaimana nilai rentang kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
 Kapan timbulnya keluhan kelemahan beraktifitas, seberapa lamanya
kelemahan beraktifitas, apakah setiapwaktu, saat istirahat ataupun saat
beraktifitas
c) Riwayat penyakit dahulu :Klien dengan kor pulmonal biasanya memilki riwayat
penyakit seperti penyakit paru obstruktifkronik (PPOK), fibrosis paru, fibrosis
pleura, dan yang paling sering adalah klien dengan riwayat hipertensi pulmonal.
3) Pemeriksaan fisik : Review Of System (ROS)
a) B1 (BREATH)
 Pola napas :irama tida kteratur
 Jenis: Dispnoe
 Suara napas: wheezing
 Sesak napas (+)
b) B2 (BLOOD)
 Irama jantung :ireguler s1/ s2 tunggal (-)
 Nyeri dada (+)
 Bunyi jantung:  murmur
 CRT :tidak terkaji
 Akral :dingin basah
c) B3 (BRAIN)
 Penglihatan(mata)
 Pupil :tidak terkaji
 Selera/ konjungtiva :tidak terkaji
 Gangguan pendengaran/ telinga: tidak terkaji
 Penciuman (hidung) :tidakterkaji
 Pusing
 Gangguan kesadaran
d) B4 (BLADDER)
 Urin:
o Jumlah :kurang dari 1-2 cc/ kg BB/ jam
o Warna :kuning pekat
o Bau :khas
 Oliguria
e) B5 (BOWEL)
 Nafsu makan :menurun
 Mulut dan tenggorokan :tidak terkaji
 Abdomen :asites
 Peristaltic :tidakterkaji
f) B6 (BONE)
 Kemampuan pergerakan sendi: terbatas
 Kekuatan otot :lemah
 Turgor :jelek
 Oedema
4) Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan
terhadap dirinya, kecemasan terhadap penyakit.

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidak efektifan Perfusi Jaringan Perifer (Domain 4. Aktivitas/ Istirahat) : 00204)


Definisi :penurunan sirkulasi darah keperifer yang dapat mengganggu kesehatan
Batasan Karakteristik
a. Edema
b. Nyeri ekstremitas
c. Penurunan nadi perifer
d. Perubahan fungsi motorik
e. Perubahan karakteristik kulit
f. Waktu pengisian kapiler>3 detik
Faktor Yang Berhubungan
a. Hipertensi
b. Kurang pengetahuan tentang factor pemberat
c. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit
d. Merokok
2. Kelebihan Volume Cairan (Domain 2. Nutrisi: 00026)
Definisi :peningkatan retensicairan isotonic
Batasan Karakteristik
a. Bunyi nafas tambahan
b. Dispnea
c. Edema
d. Efusi pleura
e. Gangguan polanafas
f. Gangguan tekanan darah
g. Perubahan tekanan arteri pulmonal
Faktor Yang Berhubungan
a. Gangguan mekanisme regulasi
3. Gangguan Pertukaran Gas (Domain 3. Eliminasi dan Pertukaran: 00030)
Definisi :kelebihan atau deficit oksigenasi atau eliminasi karbon dioksida pada
membrane alveolar kapiler
Batasan Karakteristik
a. Dispnea d. Pola pernapasan abnormal
b. Gas daraharteri abnormal e. Sianosis
c. Gelisah
Faktor Yang Berhubungan
a. Ketidakseimbangan ventilasi perfusi
b. Perubahan membrane alveolar kapiler

K. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

No Diagnosis Tujuan (NOC) RencanaTindakan (NIC)


1 Ketidak efektifan Setelah dilakukan PerawatanEmboli :Perifer
perfusi jaringan tindakan keperawatan (4104) :
perifer selama 3x24 jam 1. Kajiriwayatkesehatanpasien
diharapkan gangguan 2. Monitor perubahan status
perfusi jaringan perifer pernafasan dan jantung
dapat teratasi dengan 3. Posisikanbagian yang
indikator (0407) : terkena 20
1. Pengisiankapiler pada derajatlebihtinggidarijantun
jarikembali normal g
2. Suhuujung kaki dan 4. Ajarkan pada pasien dan
tangankembali normal keluargapasienuntuktidakm
3. Denyutnadikembali emijatataumenekandaerah
normal yang terkena
4. Tidakada edema perifer 5. Kolaborasidengantimkeseha
5. Tidakadanyeri pada tanuntukmemberikanterapif
ujung kaki dan tangan armakologi dan non
yang terlokalisasi farmakologi

2 Kelebihan volume Setelah dilakukan tindakan ManajemenCairan (4120):


cairan keperawatan selama 3x24 1. Monitor berat badan
jam diharapkan 2. Monitor tanda – tanda vital
keseimbangan cairan dapat 3. Monitor makanan/cairan
dipertahankan dengani yang dikonsumsi
ndikator (0601) : 4. Kajilokasi dan luas edema
1. Tekanandarah normal 5. Pasangkateterurinjikapasien
2. Turgor kulitbaik kesusahanuntuk BAK
3. Edema 6. Memberikanposisinyaman
periferberkurang 7. Ajarkanklienuntukmengura
4. Asitesberkurang ngimasukancairan (minum)
8. Kolaborasidengantimkeseha
tanuntukmemberikanterapif
armakologi dan non
farmakologi
3 Gangguanpertukara Setelah Terapioksigen (5360) :
n gas dilakukantindakankeperaw 1. monitor aliranoksigen
atan selama 3x24 jam 2. pasangoksigen nasal kanul /
diharapkan status masker
pernafasan dapat 3. ajarkanuntukmenggunakano
dipertahankan dengan ksigenjikadirumah
indikator (0402) : 4. Kolaborasidengantimkeseha
1. Tekananparsialoksigen tanuntukmemberikanterapif
di daraharteri (PaO2) armakologi dan non
normal farmakologi
2. Tekananparsialkarbond
ioksida di daraharteri
(PaCO2) normal
3. hasilrongen dada
normal
4. keseimbanganventilasi
dan perfusi normal
5. tidakadagangguankesad
aran
DAFTAR PUSTAKA

o A Sovari, Ali.2009.Cor Pulmonal.(online),emedicine.medscape.com,7 Oktober 2009


o Doenges, Marylinn. 1999. RencanaAsuhanKeperawatan. EdisiKetiga. EGC, Jakarta
o Boughman, Diane C & Hackley, Joann C.2000.Buku SakuKeperawatan Medical
Bedah.Jakarta:EGC
o Wilkinson, Judith. M.2002.Buku Saku Diagnosis KeperawatandenganIntervensi NIC dan
KriteriaNOC.EGC:Jakarta
o Bahar, Asril, dkk.(2011). Buku Ajar IlmuPeyakitDalamJilid III, Edisiketiga (Persatuan
Ahli PenyakitDalam).Jakarta :BalaiPenerbit FKUI.
o Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Edisi V. Jilid II. Jakarta: FKUI; 2009.h. 1842-4. handz-superners. (2015).  Kor
GANGGUAN PEMBULUH DARAH PARIFER

A. ANATOMI FISIOLOGIS
Sistem peredaran darah dibagi menjadi sistem cardiovaskular, yang terdiri dari
jantung, pembuluh darah, darah, dan sistem limfatik.Pembuluh darah membentuk
jaringan pipa yang memungkinkan darah mengalir dari jantung ke seluruh sel-sel hidup
tubuh dan kemudian kembali ke jantung.Arteri membawa darah dari jantung, sementara
vena darah kembali ke jantung. Arteri dan vena yang terus-menerus dengan satu sama
lain melalui pembuluh darah yang lebih kecil. Arteri cabang ekstensif untuk membentuk
jaringan progresif pembuluh kecil yang disebut dengan arteriol. Sebaliknya, Vena yang
berukuran kecil disebut venula (Graff,2009).
Pembuluh darah utama terdiri dari trunkus pulmonalis, trunkus aorta dan cabang-
cabangnya, vena kava superior, Inferior dan cabang-cabangnya (Gray,2008).
Menurut Van de Graff (2009), divisi utama dari aliran darah adalah sirkulasi paru dan
sirkulasi sistemik. Sirkulasi paru termasuk pembuluh darah yang mengangkut darah ke
paru-paru untuk pertukaran gas dan kemudian kembali ke jantung. Ini terdiri dari
ventrikel kanan yang memompa darah, trunkus pulmonalis dengan valva pulmonalis,
arteri pulmonalis yang mengangkut darah terdeoksigenasi ke paru-paru, kapiler paru
dalam setiap paru-paru, vena pulmonalis yang transportasi oksigen darah kembali ke
jantung, dan atrium kiri yang menerima darah dari vena pulmonalis. Sirkulasi sistemik
melibatkan semua bagian dari tubuh yang bukan merupakan bagian dari sirkulasi paru-
paru. Itu termasuk atrium kanan, ventrikel kiri, aorta dengan valva aorta, semua cabang
aorta, semua kapiler selain yang di paru-paru yang terlibat dengan pertukaran gas. Atrium
kanan menerima semua vena yangkembalinya darah oksigen dari pembuluh darah
sistemik.
B. DEFINISI
Penyakit Vaskular Peripheral merupakan penyakit pembuluh darah perifer
mempengaruhi sirkulasi darah ke bagian tubuh yang ekstrimitas. Penyakit vaskular
termasuk segala kondisi yang mempengaruhi sistim peredaran darah anda. Ini mencakup
dari penyakit-penyakit arteri-arteri, vena-vena dan pembuluh-pembuluh limfa anda
sampai ke kekacauan-kekacauan darah yang mempengaruhi sirkulasi. (Suzanne C
Smeltzer, 2001)
Penyakit Buerger adalah suatu keadaan dimana arteri serta vena ukuran sedang dan
kecil mengalami inflamasi berulang (rekuren), terutama pada bagian ekstremitas bawah
dan atas (jarang), yang juga mengakibatkan pembentukan trombus serta penyumbatan
pembuluh darah. Penyakit ini berbeda dengan penyakit pembuluh darah lainnya dari segi
gambaran mikroskopisnya. Berlawanan dengan arterosklerosis, penyakit buerger
dipercaya merupakan penyakit autoinmun yang mengakibatkan penyumbatan pada
pembuluh darah distal. Meskipun kondisi ini berbeda dengan arterosklerosis, namun pada
klien manula dengan penyakit buerger, arterosklerosis dapat menyerang pembuluh darah
kecil.

C. ETIOLOGI
1. Gagal jantung
2. Infeksi
3. Perubahan pembuluh darah dan pembuluh limfe
4. Proses penuaan
(Suzanne C Smeltzer, 2001)

D. MANIFESTASI KLINIS
1. Nyeri pada anggota tubuh (tangan dan atau kaki)
Nyeri berat seperti kram pada ekstremitas disebabkan oleh ketidakmampuan system
arteri mencukupi kebutuan aliran darah kejaringan saat menghadapi peningkatan
kebutuhan akan nutrisi. Karena jaringan dipaksa menyelesaikan siklus energy tanpa
nutrisi, maka akan dihasilkan metabolit otot dan asam laktat. Nyeri akan dirasakan
ketika metabolit mengganggu ujung syaraf jaringan sekitarnya.
2. Pelebaran pembuluh darah balik (Vena) serta berwarna agak kemerahan
3. Berkurangnya suplai darah arteri
4. Kekakuan pada anggota badan
5. Rasa kesemutan dan panas pada tangan/ kaki
6. Ada luka pada jari-jari , terutama ibu jari
7. Perubahan warna pada tangan dan kaki yang terkena
8. Denyut nadi dirasakan melemah pada tangan/ kaki yang terkena
9. Ujung tangan berubah warnanya apabila terkena dingin, mula-mula pucat agak
kebiruan dan lama kelamaan menjadi kemerahan disertai rasa nyeri.
10. Mengenai dua atau lebih anggota tubuh.

Gejala-gejala tersebut akan lebih terasa pada temperature dingin (lingkungan yang
dingin) dan meningkat bila terjadi stress atau peningkatan secara emosional dan proses
yang sudah lanjut gejala dapat berupa luka berbentuk ulkus (cekungan pada kulit) atau
gangren (luka membusuk) pada anggota tubuh yang terkena penyakit ini

E. PATOFISIOLOGIS
Peradangan arteri perifer akan menyebabkan suatu oklusi arteri. Respons peradangan
hampir sama seperti peradangan di tempat lain dengan manifestasi akhir adalah terjadi
penyembuhan dengan disertai lesi trombosis yang menyebabkan obstruksi vaskular.
Fenomena oklusi arteri ini sesuai dengan daerah dimana arteri ini mengalami
penyumbatan. Umumnya yang terken adalah ekstremitas bawah, namun arteri pada
ekstremitas atas dan visera dapat juga terlibat. Mungkin terdapat tromboflebitis
superficial sebagai manifestasi pembentukan trombus kecil yang menyerang arteri kecil.
Apabila penyakit berlanjut, akan terjadi kemerahan atau sianosis bila ekstremitas
dalam posisi tergantung perbuhan warna kadang hanya mengenai satu ekstremitas atau
hanya beberapa jari. Respon oklusi pada arteri ini dilanjutkan dengan terhentinya aliran
darah secara lokal dan terjadi iskemia jaringan lokal sesuai distribusi aliran darah yang
mengalami penyumbatan yang lama kelamaan dapat berkembang menjadi ulkus. Apabila
manisfestasi ini tidak segara dilakukan intervensi, maka akhrinya terjadilh ulkus dan
gangren.
Syndrome Buerger disebabkan karena faktor merokok yang dapat menimbulkan
peningkatan asam pada penyakit buerger. Sehingga Imun meningkat dan tubuh
mengalami hipersensitivitas yang menyebabkan kepekaan seluler serta meningkatkan
enzim dan serum anti endotenial. Karena meningkatnya enzim dan serum anti endotenial
menyebabkan vaskuler melemah sehingga terjadilah peningkatan HLA-A9, HLA-A54,
dan HLA-B5, dan akan mengakibatkan disfungsi vaskuler yang menimbulkan peradangan
pada arteri dan vena sehingga terbentuklah gangren dan akhirnya akan di amputasi.

F. PATHWAY

Gangguan
Cedera dinding pembekuan
Statis darah pembuluh darah darah

Thrombosis vena

Vena tetap Rekanalisas Vena Trombilepas


oklusi i vena mengalami
obstruksi
Katuprusak Emboli paru

Insufisiensi Tekanan vena distal


Vena kronis

Tekanan Oedema Statis cairan


vena distal

Penurunan Nadi Gangrene


varises perifer
sirkulasi arteri vena

Ulkus vena Pucat


Kurang
Nyeri pengetahuan
Inflamasi
Gangguan
perfusi
jaringan
G. KOMPLIKASI
Jika Anda memiliki penyakit arteri perifer yang disebabkan oleh penumpukan plak di
pembuluh darah (aterosklerosis), Anda juga memiliki risiko terkena: Iskemia kritis
ekstremitas. Kondisi ini dimulai dengan luka terbuka yang tidak sembuh, cedera atau
infeksi kaki.Kritis ekstremitas iskemia terjadi di saat seperti cedera atau infeksi berlanjut
dan dapat menyebabkan kematian jaringan (gangrene), kadang-kadang memerlukan
amputasi pada ekstremitas terpengaruh. Stroke dan serangan jantung. Aterosklerosis
menyebabkan tanda dan gejala dari penyakit arteri perifer yang cukup parah pada kaki
Anda.Timbunan lemak juga tercipta dalam arteri yang memasok hati dan otak.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksaan buerger disease merupakan kombinasi penatalaksanaan medis dan
bedah, serta harus disertai dengan kerjasama yang kuat dari pasien untuk menghentikan
kebiasaan merokok dan perawatan kaki jika dengan/atau tanpa ulkus iskemik.
Penghentian kebiasaan merokok secara mutlak merupakan tatalaksana satu-satunya yang
telah terbukti untuk mencegah progresivitas buerger’s disease. Mengurangi jumlah rokok
menjadi 1-2 batang per hari, mengganti rokok dengan permen tembakau atau pengganti
nikotin dapat menyebabkan penyakit ini tetap aktif.
Tidak ada pengobatan atau pembedahan yang efektif untuk kelainan ini. Penderita
harus berhenti merokok untuk mengurangi gejala-gejala yang dikeluhkan.

I. PENGKAJIAN
1. Identitas  klien : selain nama klien, juga orangtua; umur, alamat, asal kota dan
daerah.
2. Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama : penyebab utama klien sampai dibawa ke rumah sakit.
b) Riwayat penyakit sekarang : tanda dan gejala klinis gangguan vaskuler perifer, gejala
yang mudah diamati adalah nyeri sperti krrem yang hilang saat istirahat.
c) Riwayat penyakit dahulu : untuk mengidentifikasi adanya faktor-faktor penyulit atau
faktor yang membuat kondisi pasien menjadi lebih parah kondisinya.  Komplikasi
dari penyakit terdahulu dapat menjadi pertimbangan dalam penanganan
aterosklerosis. Adanya penyakit hipertensi, ataupun penyakit kardiovaskuler lain
dapat dipertimbangkan pengaruhnya terhadap terjadinya gangguan vaskuler. 
d) Riwayat penyakit keluarga : adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga
yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.
3. Pola fungsi kesehatan
a) Pola nutrisi-metabolik.
Kehilangan nafsu makan. Pada awal kejadian adanya mual atau muntah (adanya
peningkatan intra kranial) kehilangan senasai pada lidah, dagu, tenggorokan dan
gangguan menelan.
b) Pola eliminasi
Adanya perubahan pola eliminasi, anuria, inkontensia urine, distensi abdomen, tidak
ada bising usus ( illeus paralitik ).
c) Pola aktifitas-latihan
Adanya kesukaran terhadap aktivitas karena kelemahan, kehilangan sensasi atau
paralysis atau hemiplegi, mudah lelah.
d) Pola tidur dan istirahat
Kesukaran untuk istirahat karena kelemahan secara umum dan gangguan
penglihatan.
e) Pola sensorik
Adanya sinkop atau pusing, nyeri kepala menurunnya penglihatan atau kekaburan
pandangan, gangguan penciuman atau perabaan atau sentuhan menurun terutama
pada daerah luka dan ekstremitas, status mental, koma, ekstremitas lemah atau
paralisis, tidak dapat menggenggam, paralisis wajah, tidak dapat bicara,
berkomunikasi secara verbal, kehilangan pendengaran, penglihatan, sentuhan, refleks
pupil, dan dilatasi.
4. Pemeriksaan fisik, fokus pada sistem kardiovaskuler dan sistem respirasi
Pemeriksaan tanda-tanda vital TD, Nadi, RR dan Suhu penting dilakukan untuk
mengetahui tanda awal dari ketidakstabilan hemodinamik tubuh, gambaran dari tanda
vital yang tidak stabil merupakan indikasi dari peningkatan atau penurunan kondisi
perfusi jaringan dan kegagalan jantung dalam berkontraksi.
a) Keluhan atau adanya nyeri: Pada identifikasi nyeri perlu dikaji lebih dalam seberapa
besar nyeri muncul, lokasi dan sifat nyeri termasuk penjalaran dari nyeri yang
muncul sehingga dapat diklasifikasikan daerah/area yang mengalami aterosklerosis.
Adanya nyeri yang terkaji dapat menjadi patokan, didaerah mana kira-kira lokasi
yang mengami penyumbatan dan setelah itu perlu di identifikasi kembali dengan
beberapa pemeriksaan penunjang untuk membuktikan dan mempertegas kondisi
pasien.
b) Pemeriksaan tanda-tanda vital
Tanda-tanda vital merupakan pemeriksaan fisik yang sangat penting dilakukan
karena adanya perubahan tanda-tanda vital menunjukkan kelainan sirkulasi dalam
sistem sistemik tubuh. Dengan asumsi penurunan kontraktilitas otot-otot jantung,
maka denyut nadi akan menurun dan juga tekanan darah naik lama kelamaan akan
menurun karena penurunan cardiac output. Oleh karena itu pengkajian terhadap
tanda-tanda vital sangat perlu dilakukan sebagai indikasi awal adanya kelainan
sistemik tubuh.
c) Pemantauan Hemodinamik
Disamping pemantauan TTV, perlu juga haru dikaji sistem hemodinamik tubuh,
karena adanya perubahan curah jantung, maka sirkulasi juga akan berkurang,
demikian juga cairan dan keseimbangan cairan akan berpengaruh terhadap tekanan
hemodinamik tubuh
d) Pemamtauan perubahan penampakan dan temperature kulit
1) Aliran darah yang tidak memadai mengakibatkan ekstremitas dingin
2) Rubor terlihat dalam 20 menit sampai 2 menit setelah ektremitas tergantung dan
merupakan petunjuk adanya kerusakan arteri dimana pembuluh darah tidak mampu
berkonstruksi.
3) Sianosis
4) Rambut hilang
5) Kuku rapuh
6) Kulit kering
7) Atropi dan ulserasi
8) Edema bilateral atau unilateral
5. Pemeriksaan penunjang
a) ECG (Electrocardiogram)
ECG bermanfaat dalam mengidentifikasi iskemia miokardium, apalagi dalam kondisi
istirahat. Adanya gambaran depresi S-T atau horizontal 1mm atau lebih diluar titik J,
bersifat khas, walaupun tidak patognomonik iskemia kardium. Gambaran lain dari
adanya kelainan ECG mencakup perubahan gelombang ST-T nonspesifik,
kelambatan hantaran atrioventrikularis dan intraventrikel serta aritmia bersifat non
spesifik untuk penyakit jantung koroner aterosklerotik.
b) Laboratorium darah
Lipid darah (lemak) bahwa telah diketahui bahwa hiperlipidemia adalah suatu faktor
penting dalam perkembangan aterosklerosis koronaria. Demikian juga peningkatan
kadar gula darah yang diatas rata-rata, hal ini menunjukkan adanaya risk factor lain
yang dapat menyebabkan aterosklerosis.
1) Elektrolit : ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan dapat
mempengaruhi kontraktilitas, contoh: hipokalemia atau hiperkalemia.
2) Sel darah Putih (SDP) : leukosit (10.000-20.000) biasanya tampak sehubungan
dengan proses inflamasi.
3) Kecepatan sedimentasi : apabila meningkat maka menunjukkan adanya inflamasi.
4) Kimia : mungkinnormal tergantung abnormalitas fungsi atau perfusi organ akut atau
kronis.
5) Kolesterol atau trigeliserida serum : meningkat, menunjukkan arteriosclerosis.
c) Pemeriksaan dengan Echokardiografi
Pemeriksaan penunjang lain yaitu pemeriksaan echo-kardiografi, dari pemeriksaan
ini dapta dilihat lokasi penyumbatan dan berapa besar tingkat aliran darah yang
mengaliri koroner dan jantung, dan dilihat juga seberapa besar adanya penyumbatan
aliran tersebut. Dari hasil echo yang dapat memotret dari 3 dimensi memungkinkan
diagnosa dan tindakan yang akan dilakukan akan tepat sasaran.
d) Angiografi koroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner dan biasanya dilakukan
sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri
(fraksi ejeksi).
e) Pemeriksaan Photo thorak
Hasil, mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung didug gagal jantung
koroner atau aneurisme ventrikuler. Pemeriksaan ini disamping untuk mengetahui
seberapa besar adanya pembesaran jantung, juga untuk mengetahui dan
mengidentifikasi gangguan sistem respirasi terutama paru. Dengan adanya photo
thorak dapat diketahui secara dini adanya pneumonia atau infeksi lain sehingga
faktor penyulit tersebut dapat dicegah dan ditangani dengan cepat.
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri yang berhubungan dengan penurunan suplai darah ke jaringan sekunder dari
adanya oklusi pembuluh darah perifer.
2. Kerusakan integritas jaringan yang berhubungan dengan adanya ulkus dan gangren
ekstremitas sekunder akibat terhentinya aliran darah ke ekstremitas.
3. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan nyeri dan kram pada kaki.
4. Cemas yang berhubungan dengan rasa takut akan kematian, ancaman, atau
perubahan kesehatan.
K. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Dx 1 : Nyeri yang berhubungan dengan suplai darah ke jaringan sekunder dari adanya
oklusi pembuluh darah perifer.

Tujuan : dalam waktu 1x24 jam terdapat penurunan dari ekstremitas.


Kriteria Hasil : secara subjektif klient mengatakan penurunan rasa nyeri, secara objektif
didapatkan TTV dalam batas normal dan wajah rileks.

INTERVENSI RASIONAL
Cacat karakteristik, lokasi, intensitas, Variasi penampilan dan perilaku klien karena
lama dan penyebarannya. nyeri terjadi sebagai temuan pengkajian.
Lakukan manajemen keperawatan. Posisi fisiologis akan meningkatkan asupan
1. Atur posisi fisiologis oksigen ke jaringan yang mengalami iskemia.
2. Istirahatkan klien Istirahat akan menurunkan kebutuhan oksigen
jaringan perifer sehingga akan menurunkan
kebutuhan jaringan yang membutuhkan oksigen
untuk menurunkan iskemia.
3. Manajemen lingkungan : Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus
lingkungan tenang dan batasi nyeri eksternal dan pembatasan pengunjung akan
pengunjung. membantu meningkatan kondisi oksigen ruangan
yang akan berkurang apabila banyak pengunjung
yang berada di ruangan.
4. Ajarkan tekhnik relaksasi Meningkatkan asupan oksigen sehingga akan
pernafasan dalam menurunkan nyeri sekunder dan dari iskemia
jaringan.
5. Ajarkan tekhnik distraksi Distraksi ( pengalihan perhatian ) dapat
apada saat nyeri menurunkan stimulus internal dengan mekanisme
peningkatan produksi endorfin dan enkefalin
yang dapat memblok reseftor nyeri untuk tidak di
kirimkan ke korteks serebri sehingga menurunkan
persepsi nyeri.
6. Lakukan manajemen sentuhan Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa
sentuhan dukungan psikologis dapat membantu
menurunkan nyeri. Masase ringan dapat
meningkatkan aliran darah serta dengan otomatis
membantu suplai darah dan oksigen ke area nyeri
dan menurunkan sensasi nyeri.
Kolaborasi pemberian analgetik Analgetik akan menurunkan sensasi nyeri dengan
menghambat stimulus nyeri agar jangan sampai
di kirimkan ke korteks serebri.
Dx 2 : Kerusakan integritas jaringan yang berhubungan dengan adanya ulkus dan gangren
pada ekstermitas sekunder dari terhentinya aliran darah ke ekstremitas.
Tujuan : 7 x 24 jam integritas kulit membaik secara optimal.
Kriteria Hasil : pertumbuhan jaringan meningkat, keadaan luka membaik, pengeluaran pus
pada luka tidak ada lagi, luka menutup.
INTERVENSI RASIONAL

Kaji kerusakan jaringan lunak Menjadi data dasar untuk memberikan informasi
yang terjadi pada klien. intervensi perawatan luka, alat apa yang digunakan
dan jenis larutan apa yang akan digunakan
Lakukan perawatan luka : Perawatan luka dengan teknik steril dapat
1. Lakukan dengan tekhnik mengurangi kontaminasi kuman langsung ke area
steril luka.
2. Kaji keadaan luka dengan Manajemen membuka luka dengan menguyur larutan
teknik membuka balutan NaCl ke kasa dapat mengurangi stimulus nyeri dan
mengurangi stimulus menghindari terjadinya perdarahan pada luka ulkus
nyeri, bila melekat kuat akibat kasa yang kering karena ikut mengering
perban diguyur dengan bersama pus yang diserap kasa juga ikut mengering.
NaCl

3. Lakukan pembilasan luka Teknik membuang jaringan dan kuman diarea luka
dari arah dalam ke luar diharapkan keluar dari area luka
dengan cairan NaCl
4. Tutup luka dengan kasa NaCl merupakan larutan fisiologis yang lebih mudah
steril atau dikompres diabsorpsi oleh jaringan di bandingkan dengan larutan
dengan NaCl dan antiseptik serta dengan dicampur dengan antibiotik
antibiotik dapat mempercepat penyembuhan luka akibat infeksi
dari osteomelitis
5. Lakukan nekrotomi pada Jaringan nekrotik dapat menghambat proses
jaringan yang sudah mati penyembuhan luka
6. Rawat luka setiap hari Memberikan rasa nyaman pada klien dan dapat
atau setiap kali pemblut membantu meningkatkan pertumbuhan jaringan luka
basah atau kotor
7. Evaluasi pembebat Pemasangan perban elastis yang terlalu kuat dapat
terhadap resolusi edema menyebabkan edema pada daerah distal dan juga
menambah rasa nyeri pada klien.
Evaluasi kerusakan, Adanya waktu selama 7x24 jam dalam melakukan
perkembangan, dan pertumbuhan perawatan luka klien osteomielitis menjadi tolak ukur
jaringan. Lakukan perubahan keberhasilan dan intervensi yang di berikan. Apabila
intervensi bila setelah waktu yang masih belum mencapai kriteria evaluasi, maka
ditetapkan tidak ada sebaiknya perlu dikaji ulang faktor-faktor apa yang
perkembangan pertumbuhan menghambat pertumbuhan luka jaringan.
jaringan yang optimal
Dx 3 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri dan kram pada kaki
Tujuan : Aktivitas klien mengalami peningkatan
Kriteria Hasil : Dalam waktu 3x24 jam aktivitas klien mengalami peningkatan. Klien tidak
mengeluh pusing, alat dan sarana untuk memenuhi aktivitas tersedia dan mudah klien
jangkau. TTV dalam batas normal, CRT < 3 detik, urine > 600 ml/hari
INTERVENSI RASIONAL
Catat frekuensi dan irama jantung, serta Respons klien terhadap aktivitas dapat
perubahan tekanan darah selama dan mengindikasikan respons nyeri yang parah
sesudah aktivitas.
Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas, Menurunkan kerja kebutuhan oksigen jaringan
dan berikan aktivitas senggang yang
tidak berat.
Jelaskan pola peningkatan bertahap dari Aktivitas yang maju memberikan kontrol
tingak aktivitas, contoh : bangun dari jantung, meningkatkan regangan, dan
kursi bila tak ada nyeri, ambulasi, dan mencegah aktivitas berlebih
istirahat selama 1jam setelah makan.
Dx 4 : Cemas yang berhubungan dengan rasa takut akan kematian, ancaman, atau
perubahan kesehatan

Tujuan : Kecemasan klien berkurang


Kriteria Hasil : Dalam waktu 1x24 jam kecemasan klien berkurang, klien menyatakan
kemcemasan berkurang, mengenal perasaannya, dapat mengidentifikasi penyebab atau
faktor yang memengaruhinya, kooperatif terhadap tindakan, serta wajah rileks.
INTERVENSI RASIONAL
Bantu klien mengekspresikan perasaan Cemas berkelanjutan memberikan dampak
marah, kehilangan dan takut. serangan jantung selanjutnya
Kaji tanda verbal dan nonvebal Reaksi verbal atau nonverbal dapat
kecemasan, dampingi klien dan lakukan menunjukan rasa agitasi, marah dan gelisah
tindakan bila klien menunjukan perilaku
merusak
Mulai melakukan tindakan untuk Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak
mengurangi kecemasan. Beri perlu
lingkungan yang tenang dan suasana
penuh istirahat
Beri kesempatan kepada klien untuk Dapat menghilangkan ketegangan terhadap
mengugkapkan ansietasnya kekhawatiran yang tidak diekspresikam
Kolaborasi dokter : berikan anticemas Meningkatkan relaksasi dan menurunkan
sesuai indikasi kecemasan

DAFTAR PUSTAKA

Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made
S. Jakarta ECG

Herdman, T. Heather. 2018. NANDA International nursing Diagnosis : Definitions and


Classification 2018-2020, Eleventh Editions. Jakarta : Penerbit Buku kedokteran EGC.
Mansjoer, Arif . 2000.Kapita Selekta Kedokteran . Jakarta : Media Sculapius

Suzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare.2001Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Sudarth ed.
8. Jakarta: ECG.
Syaifuddin. 2014. Anatomi Fisiologi : Kurikulum Berbasis Kompetensi Untuk keperawatan &
Kebidanan, Ed.4. Jakarta : Penerbit Buku kedokteran EGC.

PIELONEFRITIS

A. ANATOMI FISIOLOGI
Ginjal Fungsi vital ginjal ialah sekresi air kemih dan pengeluarannya dari tubuh
manusia. Di samping itu, ginjal juga merupakan salah satu dari mekanisme terpenting
homeostasis. Ginjal berperan penting dalam pengeluaran zat-zat toksin/racun,
memperlakukan suasana keseimbangan air. mempertahankan keseimbangan asam-basa
cairan tubuh, dan mempertahankan keseimbangan garam-garam dan zat-zat lain dalam
darah.

Ureter Air kemih disekresi oleh ginjal, dialirkan ke vesika urinairia (kandung
kemih) melalui ureter. Ureter berada pada kiri dan kanan kolumna vertebralis (tulang
punggung) yang menghubungkan pelvis renalis dengan kandung kemih. Vesika urinaria
Aliran urine dari ginjal akan bermuara ke dalam kandung kemih (vesika urinaria).
Kandung kemih merupakan kantong yang dapat menggelembung seperti balon karet,
terletak di belakang simfisis pubis, di dalam rongga panggul.bila terisi penuh, kandung
kemih dapat terlihat sebagian ke luar dari rongga panggul.
Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang
berfungsi menyalurkan air kemih ke luar dan juga untuk menyalurkan semen. Pada laki-
laki, uretra berjalan berkelok-kelok, menembus prostat, kemudian melewati tulang
pubis, selanjutnya menuju ke penis. Oleh karera itu, pada lakilaki, uretra terbagi
menjadi 3 bagian, yaitu pars proetalika, pars membranosa, dan pars kavernosa. Muara
uretra ke arah dunia luar disebut meatus. Pada perempuan, uretra terletak di belakang
simfisis pubis, berjalan miring, sedikit ke atas, panjangnya kurang lebih 3-4 cm. Muara
uretra pada perempuan terletak di sebelah atas vagina, antara klitoris dan vagina. Uretra
perempuan berfungsi sebagai saluran ekskretori.

B. DEFINISI
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri yang menyerang ginjal, yang sifatnya akut
maupun kronis. Pielonefritis akut biasanya akan berlangsung selama 1 sampai 2
minggu. Bila pengobatan pada pielonefritis akut tidak sukses madka dapat
menimbulkan gejala lanjut yang disebut dengan pielonefritis kronis. Pielonefritis
merupakan infeksi bakteri pada piala ginjal (pelvis renalis), tubulus, dan jaringan
interstinal dari salah satu atau kedua gunjal (Brunner & Suddarth, 2002). Pielonefritis
merupakan suatu infeksi dalam ginjal yang dapat timbul secara hematogen atau
retrograd aliran ureterik

C. ETIOLOGI

1. Escherichia coli merupakan penyebab dari 90% infeksi ginjal diluar rumah sakit dan
penyebab dari 50% infeksi ginjal di rumah sakit. Bakteri – bakteri penyebab pielonefritis
antara lain :
a. Escherichia coli Escherichia coli (bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di
usus besar) merupakan penyebab infeksi yang sering ditemukan pada pielonefritis akut
tanpa komplikasi.
b. Basilus proteus dan Pseudomonas auroginosa Pseudomonas juga merupakan patogen
pada manusia dan merupakan penyebab infeksi pada saluran kemih.
c. Klebsiella enterobacter Klebsiella enterobacter merupakan salah satu patogen menular
yang umumnya menyebabkan infeksi pernapasan, tetapi juga dapat menyebabkan infeksi
saluran kemih.
d. Species proteus Proteus yang pada kondisi normal ditemukan di saluran cerna, menjadi
patogenik ketika berada di dalam saluran kemih.
e. Enterococus Mengacu pada suatu spesies streptococus yang mendiami saluran cerna
dan bersifat patogen di dalam saluran kemih.

f. Lactobacillus Adalah flora normal di rongga mulut, saluran cerna, dan vagina
dipertimbangkan.

D. MANISFESTASI KLINIS

Infeksi saluran kemih (ISK) disebabkan berbagai jenis mikroba seperti bakteri,
virus, dan jamur. Penyebab ISK paling sering adalah bakteri Escherichia coli. Infeksi
saluran kemih pada anak dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi infeksi, manifestasi
klinis, ada tidaknya kelainan saluran kemih,  dan kepentingan klinis. Manifestasi klinis
ISK bervariasi, tergantung pada usia, tempat infeksi dalam saluran kemih, dan beratnya
infeksi atau intensitas reaksi peradangan. Sebagian ISK pada anak merupakan ISK
asimtomatik dan umumnya ditemukan pada anak usia sekolah, terutama anak perempuan
dan ISK asimtomatik umumnya tidak berlanjut menjadi pielonefritis. Manifestasi klinis
ISK pada anak dapat berupa pielonefritis akut atau febrile urinary tract infection, sistitis,
sistitis hemorhagik, ISK asimtomatik. Tata laksana ISK terdiri atas eradikasi infeksi akut,
deteksi dan tata laksana kelainan anatomi  dan fungsional pada ginjal dan saluran kemih,
deteksi  dan mencegah infeksi berulang. Tujuan pemberian antimikroba adalah untuk
mengatasi infeksi akut, mencegah urosepsis, dan mencegah atau mengurangi kerusakan
ginjal.

E. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi pyelonephritis/pielonefritis adalah infeksi saluran kemih pada bagian
parenkim dan pelvis ginjal akibat penjalaran bakteri dari saluran kemih bawah ataupun
penyebaran secara hematogen.
Pyelonephritis merupakan infeksi saluran kemih bagian atas yang disebabkan oleh
invasi bakteri pada parenkim renal. Pyelonephritis biasanya berawal dari infeksi saluran
kemih bagian bawah yang menjalar ke atas akibat penatalaksanaan yang tidak tepat
(ascending infection). Namun, invasi bakteri ini dapat pula disebabkan oleh adanya
penyebaran hematogen, misalnya pada endokarditis. [3,4]
Pada pyelonephritis, faktor virulensi dari bakteri berperan terhadap terjadinya proses
patogenesis pyelonephritis, yaitu penempelan bakteri pada epitelial, yang diikuti oleh
terjadinya respon inflamasi akibat bakteri. Berikut adalah contoh proses yang terjadi pada
bakteri yang paling sering menjadi penyebab pyelonephritis, uropathogenic Escherichia
coli (UPEC).
Penempelan Bakteri pada Epitelial
UPEC dapat melakukan kolonisasi dan adhesi pada ginjal dengan mengeluarkan beberapa
faktor virulen, seperti adhesion, siderofor, dan protektin. UPEC juga memiliki fimbrae
yang dapat meningkatkan penempelan bakteri ke epitelium. Selain itu, adhesin pada
bakteri dapat membantu bakteri untuk terhindar dari pembersihan yang dilakukan saluran
kemih melalui aliran urine dan pengosongan kandung kemih.

F.PATHWAY
G. KOMPLIKASI
ISK pada pria dan anak laki-laki harus dianggap complicated sampai evaluasi
yang tepat membuktikan sebaliknya. Ada peningkatan yang signifikan dalam morbiditas
dan mortalitas yang terkait dengan infeksi komplikasi, mulai dari hilangnya fungsi ginjal
hingga sepsis dan kematian. Abnormalitas struktural dan fungsional dapat diketahui
sebelum infeksi, tetapi seringkali, pasien datang dengan infeksi yang gambaran klinisnya
hanya menunjukkan adanya abnormalitas yang tidak dikenali (Dielubanza et al., 2014).

ISK dapat memperumit penyakit batu yang ada saat kalkulus menjadi kolonisasi
sekunder dan bertindak sebagai nidus untuk uropatogen dan / atau menyebabkan
penyumbatan saluran kemih. Batu yang terkolonisasi paling sering diterjemahkan secara
klinis menjadi ISK berulang atau pielonefritis. Jika elemen obstruksi berkembang,
skenario klinis dapat menjadi serius, ditandai dengan sepsis atau bahkan pembentukan
abses. Pasien dapat datang dengan disuria, urgensi dan frekuensi, hematuria, nyeri
panggul, mual dan muntah, demam, atau ketidakstabilan hemodinamik (Dielubanza et
al., 2014).

Kandung kemih neurogenik adalah disfungsi kandung kemih sekunder akibat


penyakit pada sistem saraf pusat atau saraf pheriperal yang terlibat dalam miksi kontrol.
Diabetes yang sudah lama, operasi panggul atau punggung yang luas, multiple sclerosis,
atau stroke semuanya dapat menyebabkan perubahan neurologis pada fungsi kandung
kemih. Pasien dengan kandung kemih neurologis mengalami peningkatan kejadian ISK
atas dan bawah karena stasis urinarius, bakteriuria asimptomatik, pembibitan bakteri pada
saluran atas akibat refluks, serta seringnya instrumentasi (Dielubanza et al., 2014).

Antibiotik spektrum luas sangat penting dalam pendekatan awal untuk pasien
dengan ISK komplikasi. Antibiotik dapat membantu mengendalikan patogen yang
menyerang dan mengurangi risiko infeksi sistematis dan morbiditas terkait. Agen yang
dipilih harus menawarkan cakupan yang baik dari spesies uropathogens yang paling
umum, Eschericha coli, dan eterobacteriaceaceae. Fluoroquinolon dan sefalosporin
generasi ketiga adalah pilihan yang baik. Terapi oral cocok untuk pasien yang secara
klinis stabil yang dapat mentoleransi obat melalui mulut. Pasien yang sakit secara klinis
dan mereka yang tidak dapat mentoleransi asupan oral harus dimulai dengan antimikroba
intravena (Dielubanzaet al., 2014)

H. PENATALAKSANAAN MEDIS

Penatalaksanaan infeksi saluran kemih (ISK) berbeda-beda pada wanita, pria, dan
anak-anak karena masing-masing memiliki kecenderungan etiopatogenesis yang berbeda
sehingga memerlukan terapi yang berbeda pula.

Tujuan penatalaksanaan infeksi saluran kemih (ISK) adalah eradikasi infeksi,


mencegah komplikasi dan menghilangkan gejala pada pasien. Pengobatan dini
direkomendasikan untuk mengurangi risiko progresi penyakit ke arah yang lebih berat. 
Penelitian menunjukkan bahwa hasil ISK yang mendapat terapi antibiotik jauh lebih baik
dibandingkan terapi plasebo.  Pilihan dari penatalaksanaan ISK bergantung pada jenis
ISK tersebut, simpleks atau rumit.

Terapi antibiotik yang adekuat untuk ISK sangatlah penting untuk mencegah
kegagalan terapi dan peningkatan dari resistensi antibiotik.  Pemilihan antibiotik harus
berdasarkan dari: spektrum dan pola kerentanan uropatogen, kemanjuran pada indikasi
tertentu pada studi klinikal, harga, ketersediaan obat, tolerabilitas dan efek yang
merugikan.  [17-19]

Terapi Sistitis

Pada sistitis simpleks (ISK bagian bawah) respon sangat baik terhadap terapi
antibiotik oral. Berikut adalah beberapa regimen terapi yang efektif untuk sistitis simple
yang akut pada wanita. [6]

I. PENGKAJIAN

Pengkajian dilakukan dengan mengidentifikasi identitas klien, Riwayat penyakit,


pola fungsi kesehatan, dan pemeriksaan fisik yang meliputi tanda-tanda vital.
1. Identitas Klien
Anak wanita dan wanita dewasa mempunyai insidens infeksi saluran kemih yang
lebih tinggi, dibandingkan dengan pria.
2. Riwayat penyakit
- Keluhan utama : Nyeri punggung bawah dan disuria
- Riwayat penyakit sekarang : Masuknya bakteri kekandung kemih sehingga
menyebabkan infeksi
- Riwayat penyakit dahulu : Mungkin px pernah mengalami penyakit seperti ini
sebelumnya
- Riwayat penyakit keluarga : ISK bukanlah penyakit keturunan
3. Pola fungsi kesehatan
- Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan : Kurangnya pengetahuan kx
tentang pencegahan
- Pola instirahat dan tidur : Istirahat dan tidur yang mengalami gangguan
karena gelisah dan nyeri.
- Pola eminasi : Kx cenderung mengalami disuria dan sering kencing
- Pola aktivitas : Akativitas kx mengalami gangguan karena rasa nyeri yang
kadang datang
4. Pemeriksaan fisik
a. Tanda-tanda vital
- TD : normal / meningkat
- Nadi : normal / meningkat
-  Respirasi : normal / meningkat
-  Temperatur : meningkat
b. Data focus
- Inpeksi : Rrekuensi miksi b (+), lemah dan lesu, urin keruh
- Palpasi : Suhu tubuh meningkat
-

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
(Andriani, 2010; Nanda International, 2018)
1. Infeksi yang berhubungan dengan adanya bakteri pada ginjal.
2. Hipertermi berhubungan dengan respon imunologi terhadap infeksi.
3. Perubahan pola eliminasi urine (disuria, dorongan, frekuensi, dan atau nokturia) yang
berhubungan dengan infeksi pada ginjal.
4. Nyeri yang berhubungan dengan infeksi pada ginjal
5. Kecemasan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit,
metode pencegahan, dan instruksi perawatan di rumah.
6. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.

K. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


Diagnosa Keperawatan : Infeksi yang berhubungan dengan adanya bakteri pada ginjal
a. Tujuan : tidak terjadi infeksi pada ginjal
b. Kreteria hasil : klien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi, tanda-tanda vital

Intervensi Rasional

- Kaji suhu tubuh pasien setiap 4 jam - Tanda vital menandakan adanya
dan lapor jika suhu diatas 38,50 C perubahan di dalam tubuh
- Catat karakteristik urine - Untuk mengetahui/mengidentifikasi
- Anjurkan pasien untuk minum 2 – 3 indikasi kemajuan atau penyimpangan
liter jika tidak ada kontra indikasi dari hasil yang diharapkan.
- Anjurkan pasien untuk minum 2 – 3 - Untuk mencegah stasis urine
liter jika tidak ada kontra indikasi - Mengetahui seberapa jauh efek
- Monitor pemeriksaan ulang urine pengobatan terhadap keadaan
kultur dan sensivitas untuk penderita.
menentukan respon terapi - Untuk mencegah adanya distensi
- Anjurkan pasien untuk mengosongkan kandung kemih
kandung kemih secara komplit setiap - Untuk menjaga kebersihan dan
kali kemih. menghindari bakteri yang membuat
- Berikan perawatan perineal, infeksi uretra
pertahankan agar tetap bersih dan
kering.

1. Diagnosa Keperawatan :
Perubahan pola eliminasi urine (disuria, dorongan, frekuensi, dan atau nokturia) yang
berhubungan dengan infeksi pada ginjal
a. Tujuan : Pola eliminasi baik
b. Kreteria Hasil : Pola eliminasi klien membaik, tidak terjadi tanda-tanda
gangguan berkemih (urgensi, oliguri, disuria)

- Ukur dan catat urine setiap kali - Untuk mengetahui adanya perubahan
berkemih warna dan untuk mengetahui input/out
- Anjurkan untuk berkemih setiap 2 – 3 put
jam - Untuk mencegah terjadinya
- Palpasi kandung kemih tiap 4 jam penumpukan urine dalam vesika
- Bantu klien ke kamar kecil, memakai urinaria.
pispot/urinal - Untuk mengetahui adanya distensi
- Bantu klien mendapatkan posisi kandung kemih.
berkemih yang nyaman - Untuk memudahkan klien di dalam
- Dorong meningkatkan pemasukan berkemih.
cairan - Supaya klien tidak sukar untuk
- Observasi perubahan status mental:, berkemih.
perilaku atau tingkat kesadaran - Peningkatan hidrasi membilas bakteri.
- Kolaborasi: Awasi- pemeriksaan - Akumulasi sisa uremik dan
laboratorium; elektrolit, BUN, ketidakseimbangan elektrolit dapat
kreatininRasional: pengawasan menjadi toksik pada susunan saraf pusat
- Asam urin menghalangi tubuhnya.
terhadap disfungsi ginjal Lakukan tindakan kuman. Peningkatan masukan sari buah
untuk memelihara asam urin:- tingkatkan dapt berpengaruh dalm pengobatan
masukan sari buah berri dan berikan obat- infeksi saluran kemih
obat untuk meningkatkan asam urin.

3. Diagnosa Keperawatan : Kecemasan yang berhubungan dengan kurangnya informasi


tentang proses penyakit, metode pencegahan, dan instruksi perawatan di rumah.

- Tujuan : Kecemasan berkurang


- Kreteria Hasil : Klien mengatakan rasa cemasnya berkurang

Intervensi Rasional
- Kaji tingkat kecemasan - Untuk mengetahui berat
- Beri kesempatan klien untuk ringannya kecemasan klien
mengungkapkan perasaannya - Agar klien mempunyai semangat
- Beri support pada klien dan mau empati terhadap
- Beri dorongan spiritual perawatan dan pengobatan
- Berikan penjelasan tentang sakit - Agar klien kembali menyerahkan
sepenuhnya kepada Tuhan YME
- Agar klien mengerti sepenuhnya
tentang penyakit yang dialaminya

DAFTAR PUSTAKA

Andriani, R. (2010). Peranan pencitraan dalam deteksi kelainan anatomik pada anak
dengan infeksi saluran kemih atas. Majalah Kedokteran FK UKI, XXVII(2), 84–
91.

Anggraini, Y., & Leniwita, H. (2020). Modul keperawatan medikal bedah 1. Universitas
Kristen Indonesia.

Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Nugroho, Wahyudi. (2000).


Keperawatan Gerontik. Edisi: 2. Jakarta: EGC

Marilyn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan


pendokumentasian perawatan pasien. Alih Bahasa: I Made Kariasa, Ni made Sumarwati.
Edisi: 3. Jakrta: EGC. Enggram

Nanda International. (2018). Nursing diagnoses definitions and classification 2018-2020


(T. H. Herdman & S. Kamitsuru (eds.); 11th editi). Thieme Publishers Rio de
Janeiro.

Patofisiologi Untuk Keperawtan. Jakarta : EGC. Wilkinson, Judith M.2011

Sylvia Andrson. (1995). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit:


pathophysiologi clinical concept of disease processes. Alih Bahasa: Peter Anugrah

Anda mungkin juga menyukai