Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN ANASTESI

MANAGEMENT AIRWAY

Disusun Oleh :

Khaerul Amin Trisetyo (180106007)

Dwi Atika Safitri (180106003)

Nanda Farah Feliska (180106009)

Fitrianingsih (180106004)

PROGRAM STUDI

SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI

UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya kami
dapat menyelesaikan tugas kami yang berjudul “MANAGEMENT AIRWAY”.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah ikut serta dalam menyumbang pemikiran teori yang menunjang dalam pembuatan tugas
ini.

Akhir kata penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga kami
membutuhkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna menyempurnakan tugas kami
selanjutnya.

Purwokerto, 4 Oktober2019

Tim Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................................2


DAFTAR ISI..................................................................................................................................3
BAB I .............................................................................................................................................4
PENDAHULUIAN ........................................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG ........................................................................................................4
B. TUJUAN PENULISAN ......................................................................................................4
BAB II............................................................................................................................................5
PEMBAHASAN ............................................................................................................................5
A. Pendahuluan ........................................................................................................................5
B. Pembebasan Jalan Napas ....................................................................................................5
C. Pembebasan Jalan Napas Tanpa Alat. ................................................................................7
D. Pembebasan Jalan Napas Dengan Alat ...............................................................................8
BAB III ........................................................................................................................................19
KESIMPULAN ............................................................................................................................19
BAB IV ........................................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................20
BAB I

PENDAHULUIAN

A. LATAR BELAKANG
Keberhasilan pertolongan terhadap penderita gawat darurat sangat tergantung dari
kecepatan dan ketepatan dalam memberikan pertolongan. Semakin cepat pasien ditemukan
maka semakin cepat pula pasien tersebut mendapat pertolongan sehingga terhindar dari
kecacatan atau kematian.

Kondisi kekurangan oksigen merupakan penyebab kematian yang cepat. Kondisi ini
dapat diakibatkan karena masalah sistem pernafasan ataupun bersifat sekunder akibat dari
gangguan sistem tubuh yang lain. Pasien dengan kekurangan oksigen dapat jatuh dengan
cepat ke dalam kondisi gawat darurat sehingga memerlukan pertolongan segera. Apabila
terjadi kekurangan oksigen 6-8 menit akan menyebabkan kerusakan otak permanen, lebih
dari 10 menit akan menyebabkan kematian. Oleh karena itu pengkajian pernafasan pada
penderita gawat darurat penting dilakukan secara efektif dan efisien.

Tahapan kegiatan dalam penanggulangan penderita gawat darurat telah


mengantisipasi hal tersebut. Pertolongan kepada pasien gawat darurat dilakukan dengan
terlebih dahulu melakukan survei primer untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang
mengancam hidup pasien, barulah selanjutnya dilakukan survei sekunder.

B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami apa itu Airway Breathing
Management.
2. Tujuan Khusus
Agar mahasiswa dapat mengaplikasikan:
a. Pengelolaan Jalan Nafas (Airway Management) dengan Menggunakan Alat
b. Tindakan Pembebasan Jalan Nafas (Airway Management) dengan Tanpa
Menggunakan Alat
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pendahuluan
Kegawatan Airway (Jalan Napas) Kurangnya pasokan oksigen yang dibawa oleh darah
ke otak dan organ vital lainnya merupakan penyebab kematian tercepat pada penderita gawat.
Oleh sebab itu pencegahan kekurangan oksigen jaringan (hipoksia) yang meliputi pembebasan
jalan napas yang terjaga bebas dan stabil, ventilasi yang adekuat, serta sirkulasi yang normal
(tidak shock) menempati prioritas pertama dalam penanganan kegawatdaruratan. Sifat
gangguan yang terjadi pada jalan napas bisa mendadak oleh karena sumbatan total, atau bisa
juga perlahan oleh karena sumbatan parsial (dengan berbagai sebab). Sumbatan pada jalan
napas dapat terjadi pada pasien tidak sadar atau pasien dengan kesadaran menurun atau korban
kecelakaan yang mengalami trauma daerah wajah dan leher. Penanganan airway mendapat
prioritas pertama karena jika tidak ditangani akan mengakibatkan kematian yang cepat, dan
penanganan segera perlu dilakukan.

Pembebasan jalan napas dapat dilakukan dengan dua cara yaitu tanpa alat (manual)
maupun dengan alat. Alat bantu pembebasan jalan napas yang digunakan ada berbagai macam
disesuaikan dengan jenis sumbatan dan tingkat kesadaran pasien yang pada intinya bertujuan
mempertahankan jalan napas agar tetap bebas. Tanda-tanda sumbatan pada jalan nafas yaitu:

1. Bagian atas
a. Snoring: suara seperti orang ngorok dimana pangkal lidah yang jatuh ke
belakang.
b. Gurgling: seperti orang berkumur dimana dikarenakan adanya cairan atau darah.
c. Stridor: terjadi karena uap panas atau gas yang mengakibatkan mukosa bengkak
ataupun jalan nafanya menjadi kasar.
2. Bagian bawah
a. Rales
b. Wheezing: seperti suara biola dimana mengalami penyempitan di bronkusnya.
c. Stridor

B. Pembebasan Jalan Napas


Pembebasan jalan napas adalah tindakan untuk menjamin pertukaran udara secara
normal dengan cara membuka jalan napas sehingga pasien tidak jatuh dalam kondisi
hipoksia dan atau hiperkarbia. Prioritas utama dalam manajemen jalan napas adalah
membebaskan jalan napas dan mempertahankan agar jalan napas tetap bebas untuk
menjamin jalan masuknya udara ke paru secara normal sehingga menjamin kecukupan
oksigen tubuh. Pengelolaan jalan napas dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan alat
dan tanpa alat (cara manual). Cara manual dapat dilakukan di mana saja, dan kapan saja,
walaupun hasil lebih baik bila menggunakan alat namun pertolongan cara manual yang
cepat dan tepat dapat menghindarkan resiko kematian atau kecacatan permanen. Pada kasus
trauma, pengelolaan jalan napas tanpa alat dilakukan dengan tetap memperhatikan kontrol
tulang leher. Langkah yang harus dikerjakan untuk pengelolaan jalan napas yaitu:

a. Pasien diajak berbicara. Jika pasien dapat menjawab dengan jelas itu berarti jalan
napasnya bebas. Pasien yang tidak sadar berpotensi terjadi sumbatan jalan napas
sehingga memerlukan tindakan pembebasan jalan napas. Penyebab obstruksi pada
pasien tidak sadar umumnya adalah jatuhnya pangkal lidah ke belakang.
b. Berikan oksigen. Oksigen diberikan dengan sungkup muka (simple masker) atau masker
dengan reservoir (rebreathing/non rebreathing mask) atau nasal kateter atau nasal prong
walaupun belum sepenuhnya jalan napas dapat dikuasai dan dipertahankan bebas. Jika
memang dibutuhkan pemberian ventilasi bisa menggunakan jackson-reese atau BVM.
c. Nilai jalan napas. Sebelum melakukan tindakan untuk membebaskan jalan napas lanjut
maka yang harus dilakukan pertama kali yaitu memeriksa jalan napas sekaligus
melakukan pembebasan jalan napas secara manual apabila pasien tidak sadar atau
kesadaran menurun berat (coma). Cara pemeriksaan Look-Listen-Feel (LLF) dilakukan
secara simultan, menilai jalan napas sekaligus fungsi pernapasan: L Look (lihat) Lihat
pengembangan dada, adakah retraksi sela iga otot-otot napas tambahan lain, warna
mukosa/kulit dan kesadaran. Lihat apakah korban mengalami kegelisahan (agitasi), tidak
dapat berbicara, penurunan kesadaran, sianosis (kulit biru dan keabu-abuan) yang
menunjukkan hipoksemia. Sianosis dapat dilihat pada kuku, lidah, telinga, dan
bibir.Listen (dengar). Dengar aliran udara pernapasan. Adanya suara napas tambahan
adalah tanda ada sumbatan parsial pada jalan napas. Suara mendengkur, berkumur, dan
stridor mungkin berhubungan dengan sumbatan parsial pada daerah faring sampai
laring. Suara parau (hoarseness, disfonia) menunjukkan sumbatan pada faring. F Feel
(rasakan). Rasakan ada tidaknya udara yang hembusan ekspirasi dari hidung dan mulut.
Hal ini dapat dengan cepat menentukan apakah ada sumbatan pada jalan napas. Rasakan
adanya aliran udara pernapasan dengan menggunakan pipi penolong.
d. Obstruksi jalan napas Obstruksi jalan napas dibagi macam, obtruksi parsial dan
obstruksi total.
1) Obstruksi partial dapat dinilai dari ada tidaknya suara napas tambahan yaitu:
Mendengkur (snoring), disebabkan oleh pangkal lidah yang jatuh ke posterior. Cara
mengatasinya dengan head tilt, chin lift, jaw thrust, pemasangan pipa
orofaring/nasofaring, pemasangan pipa endotrakeal, pemasangan Masker Laring
(Laryngeal Mask Airway). Suara berkumur (gargling), penyebabnya adalah adanya
cairan di daerah hipofaring. Cara mengatasi: finger sweep, suction atau pengisapan.
Crowing Stridor, oleh karena sumbatan di plika vokalis, biasanya karena edema.
Cara mengatasi: cricotirotomi, trakeostomi.
2) Obstruksi total, dapat dinilai dari adanya pernapasan see saw pada menit-menit
pertama terjadinya obstruksi total, yaitu adanya paradoksal breathing antara dada
dan perut. Dan jika sudah lama akan terjadi henti napas yang ketika diberi napas
buatan tidak ada pengembangan dada. Menjaga stabilitas tulang leher, ini jika ada
dugaan trauma leher, yang ditandai dengan adanya trauma wajah/maksilo-facial,
ada jejas di atas clavicula, trauma dengan riwayat kejadian ngebut (high velocity
trauma), trauma dengan defisit neurologis dan multiple trauma.

C. Pembebasan Jalan Napas Tanpa Alat.


Pada pasien yang tidak sadar, lidah akan terjatuh ke posterior, yang jika didengarkan
seperti suara orang ngorok (snoring). Hal ini mengakibatkan tertutupnya trakea sebagai
jalannapas. Untuk penanganannya ada tiga cara yang lazim digunakan untuk membuka
jalan napas, yaitu head tilt, chin lift dan jaw thrust. head-tilt (dorong kepala ke belakang).
chin-lift Maneuver (tindakan mengangkat dagu). jaw-thrust Maneuver (tindakan
mengangkat sudut rahang bawah ke atas).

Head Tilt
Dilakukan dengan cara meletakkan 1 telapak tangan pada dahi pasien, pelan-pelan
tengadahkan kepala pasien dengan mendorong dahi ke arah belakang sehingga kepala
menjadi sedikit tengadah (slight Extention).
Chin Lift
Dilakukan dengan cara menggunakan jari tengah dan jari telunjuk untuk memegang
tulang dagu pasien, kemudian angkat dan dorong tulangnya ke depan. Jika korban anak-
anak, gunakan hanya jari telunjuk dan diletakkan di bawah dagu, jangan terlalu
menengadahkan kepala. Chin lift dilakukan dengan maksud mengangkat otot pangkal lidah
ke depan. Tindakan ini sering dilakukan bersamaan dengan tindakan head tilt. Tehnik ini
bertujuan membuka jalan napas secara maksimal. Perhatian : Head Tilt dan Chin Lift
sebaiknya tidak dilakukan pada pada pasien dengan dugaan adanya patah tulang leher; dan
sebagai gantinya bisa digunakan teknik jaw thrust.

Jaw Thrust
Jika dengan head tilt dan chin lift pasien masih ngorok (jalan napas belum terbuka
sempurna) maka teknik jaw thrust ini harus dilakukan. Begitu juga pada dugaan patah
tulang leher, yang dilakukan adalah jaw thrust (tanpa menggerakkan leher). Walaupun
tehnik ini menguras tenaga, namun merupakan yang paling sesuai untuk pasien trauma
dengan dugaan patah tulang leher. Caranya adalah dengan mendorong sudut rahang kiri
dan kanan ke arah atas sehingga barisan gigi bawah berada di depan barisan gigi atas. Tetap
pertahankan mulut korban sedikit terbuka, bisa dibantu dengan ibu jari.Manuver jaw thrust
hanya dilakukan oleh orang terlatih

D. Pembebasan Jalan Napas Dengan Alat


Cara ini dilakukan bila pengelolaan tanpa alat yaitu secara manual tidak berhasil
sempurna atau pasien memerlukan bantuan untuk mempertahankan jalan napas dalam
jangka waktu lama bahkan ada indikasi pasien memerlukan definitive airway. Alat yang
digunakan bermacam-macam sesuai dengan jenis sumbatan dan tingkat kesadaran pasien
yang intinya bertujuan mempertahankan jalan napas agar tetap terbuka.

a. Oropharyngeal Tube (pipa orofaring)


Pipa orofaring digunakan untuk mempertahankan jalan napas tetap terbuka dan
menahan pangkal lidah agar tidak jatuh ke belakang yang dapat menutup jalan napas
pada pasien tidak sadar. Yang perlu diingat adalah bahwa pipa orofaring ini hanya
boleh dipakai pada pasien yang tidak sadar atau penurunan kesadaran yang berat (GCS
8).Teknik Pemasangan Oropharyngeal Tube Siapkan pipa orofaring yang tepat
ukurannya. Bersihkan dan basahi agar licin. Ukuran yang tepat dapat diperoleh dengan
cara mencari pipa orofaring yang panjangnya sama dengan jarak dari sudut bibir
sampai ke tragus atau dari tengah bibir sampai ke angulus mandibula pasien. Buka
mulut pasien (chin lift atau gunakan ibu jari dan telunjuk). Arahkan lengkungan
menghadap ke langit-langit (ke palatum). Masuk separoh, putar 180º (sehingga
lengkungan mengarah ke arah lidah). Dorong pelan-pelan sampai posisi tepat. Pada
anak-anak arah lengkungan tidak perlu menghadap ke palatum tapi langsung
menghadap bawah dan untuk lidahnya ditekan dengan tongue spatle. Yakinkan lidah
sudah tertopang pipa orofaring, lihat, dengar, dan raba napasnya.
b. Nasopharyngeal Tube (pipa nasofaring)
Untuk pipa nasofaring kontra indikasi relatifnya adalah adanya fraktur basis cranii
yang ditandai dengan adanya brill hematom, bloody rhinorea, bloody otorea, dan battle
sign.
Teknik Pemasangan Nasopharyngeal Tube :
1) Nilai lubang hidung, septum nasi, tentukan pilihan ukuran pipa.
2) Ukuran pipa yang tepat dapat diperoleh dengan cara mencari pipa nasofaring
yang panjangnya sama dengan jarak dari ujung hidung sampai ke tragus dan
diameternya sesuai dengan jari kelingking tangan kanan pasien.
3) Pakai sarung tangan.
4) Beri jelly pada pipa dan kalau ada tetesi lubang hidung dengan obat tetes
hidung atau larutan vasokonstriktor (efedrin).
5) Hati-hati dengan kelengkungan tube yang menghadap ke arah depan, ujungnya
diarahkan ke arah telinga.
6) Masukkan pipa nasofaring ke lubang hidung dengan posisi ujung yang tajam
menjauhi septum nasi. Masukkan sekitar 2 cm.
7) Kemudian lihat arah lengkungan dari pipa nasofaring, jika sudah menghadap
bawah maka pipa nasofaring tinggal dimasukkan secara tegak lurus dengan
dasar. Tapi jika arah lengkungan pipa nasofaring menghadap atas maka putar
pipa nasofaring tersebut 180º sehingga lengkungannya menghadap ke bawah.
8) Kemudian dorong pelan-pelan hingga seluruhnya masuk, lalu pasang plester
(kalau perlu). Bila dengan pemasangan jalan napas buatan pipa orofaring atau
pipa nasofaring ternyata masih tetap ada obstruksi jalan napas, pernapasan
belum juga baik atau karena indikasi cedera kepala berat; maka dilakukan
pemasangan definitive airway yaitu pipa endotrachea (ETT Endotracheal
Tube). Pemasangan pipa endotrachea akan menjamin jalan napas tetap terbuka,
menghindari aspirasi dan memudahkan tindakan bantuan pernapasan.
c. Endotracheal Tube
Intubasi endotrachea adalah gold standard untuk pembebasan jalan napas. Sehingga
Intubasi endotrachea disebut juga definitive airway. Intubasi endotrakhea adalah proses
memasukkan pipa endotrakheal ke dalam trakhea, bila dimasukkan melalui mulut
disebut intubasi orotrakhea, bila melalui hidung disebut intubasinasotrakhea. Intubasi
endotrakhea hanya boleh dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terlatih dan
berpengalaman.
1) Peralatan Intubasi
a) Pipa oro/nasofaring.
b) Suction/alat pengisap.
c) Sumber Oksigen
d) Kanula dan masker oksigen.
e) BVM/Ambu bag, atau jackson rees
f) Pipa endotrakheal sesuai ukuran dan stylet.
g) Pelumas (jelly).
h) Forcep magill.
i) Laringoscope (handle dan blade sesuai ukuran, selalu periksa
baterai&lampu) 10. Obat-obatan sedatif i.v.
j) Sarung tangan.
k) Plester dan gunting.
l) Bantal kecil tebal 10 cm (bila tersedia)
2) Teknik Intubasi
a) Sebelum intubasi berikan oksigen, sebaiknya gunakan bantal dan pastikan
jalan napas terbuka (hati-hati pada cedera leher).
b) Siapkan endotracheal tube (ETT), periksa balon (cuff), siapkan stylet, beri
jelly.
c) Siapkan laringoskop (pasang blade pada handle), lampu harus menyala
terang
d) Pasang laringoskop dengan tangan kiri, masukkan ujung blade ke sisi kanan
mulut pasien, geser lidah pasien ke kiri.
e) Tekan tulang rawan krikoid (untuk mencegah aspirasi = Sellick Maneuver).
f) Lakukan traksi sesuai sumbu panjang laringoskop (hati-hati cedera gigi,
gusi, bibir).
g) Lihat adanya pita suara. Bila perlu isap lendir/cairan lebih dahulu.
h) Masukkan ETT sampai batas masukny di pita suara.
i) Keluarkan stylet dan laringoskop secara hati-hati.
j) Kembangkan balon (cuff) ETT.
k) Periksa posisi ETT apakah masuk dengan benar (auskultasi suara pernapasan
atau udara yang ditiupkan). Hubungkan dengan pipa oksigen.
l) Amankan posisi (fiksasi) ETT dengan plester.

d. Laringeal Mask Airway (LMA)


LMA adalah alat pembebasan jalan napas yang non-invasif yang dipasang di
supraglotis. Secara umum terdiri dari 3 bagian: airway tube, mask, dan Inflation line.
LMA disebut juga sebagai alternative airway, karena bagi tenaga yang belum
berpengalaman melakukan intubasi endotrachea maka LMA inilah yang menjadi
alternatif pilihan yang paling baik untuk membebaskan jalan napas. Indikasi
penggunaan LMA: Keadaan di mana terjadi kesulitan menempatkan masker (BVM)
secara tepat. Dipergunakan sebagai back up apabila terjadi kegagalan dalam intubasi
endotracheal dapat dipergunakan sebagai second-last-ditch airway apabila pilihan
terakhir untuk secure airway adalah dengan pembedahan.
i) Kontraindikasi pemasangan LMA:
1) Pasien dengan trauma masif atau multipel
2) Cedera dada masif
3) Trauma maksilofasial yang masif
4) Pasien dengan risiko aspirasi lebih besar dibandingkan keuntungan
pemasangan LMA

*Catatan : Tidak ada kontraindikasi yang bersifat absolut

ii) Efek Samping Pemasangan LMA:


1) Nyeri tenggorokan Rasa kering pada ternggorokan ataupun mukosa
sekitarnya
2) Efek samping lebih banyak berhubungan dengan penempatan LMA yang
tidak tepat
iii) Peralatan yang diperlukan untuk pemasangan LMA:
1) LMA dengan ukuran yang sesuai
2) Syringe untuk mengembangkan cuff LMA
3) Water soluble lubricant
4) Perlengkapan ventilasi Stetoskop
5) Tape
iv) Persiapan untuk pemasangan LMA :
1) Pemilihan Ukuran sesuai dengan pasien
2) Ukuran yang direkomendasikan (disesuaikan dengan berat badan):
Size 1 : < 5 kg
Size 1.5 : 5 s.d 10 kg
Size 2 : 10 s.d 20 kg
Size 2.5 : 20 s.d 30 kg
Size 3 : 30 kg s.d Small adult
Size 4 : Adult/Dewasa
Size 5 : Large adult(dewasa besar)/poor seal with size 4
3) Pengecekan LMA Sebelum digunakan, periksa dulu apakah ada
kebocoran/tidak dengan cara mengembang kempiskan cuffnya
4) Pemberian jelly (water soluble) pada bagian belakang Mask LMA
5) Ekstensikan kepala dan fleksikan daerah leher
v) Teknik Pemasangan LMA:
1) Pegang tube LMA, seperti memegang pena sedekat mungkin dengan bagian
akhir masker LMA.
2) Letakkan ujung LMA pada bagian dalam mulut pasien, di atas gigi (hard
palate)
3) Dengan sedapat mungkin melihat secara langsung Tekan ujung masker ke
arah atas menyusuri hard palate
4) Dengan jari telunjuk, tetap susuri searah dengan palatum sampai masker
LMA masuk faring. Pastikan ujung LMA tetap kempes dan hindari
mengenai lidah
5) Jaga leher tetap dalam posisi fleksi dan kepala eksntensi, Tekan masker ke
arah dinding faring posterior dengan menggunakan jari telunjuk
6) Lanjutkan mendorong LMA dengan jari telunjuk, arahkan mask LMA ke
bawah sesuai posisi yang diharapkan
7) Pegang tube LMA dengan tangan yang lain, Tarik jari telunjuk dari faring
8) Secara gentle tangan yang lain menekan LMA ke bawah sampai benar-benar
mask LMA sudah masuk sepenuhnya.
9) Kembangkan masker LMA sesuai dengan udara sesuai volume yang
direkomendasikan.
Berikut volume maksimal dari pengembangan cuff:
 Size 1 : 4 ml
 Size 1.5 : 7 ml
 Size 2 : 10 ml
 Size 2.5 : 14 ml
 Size 3 : 20 ml
 Size 4 : 30 ml
 Size 5 : 40 ml
10) Jangan sampai masker LMA over-inflate 11.
11) Jangan menyentuh tube LMA selama dikembangkan, kecuali posisinya
tidak stabil.
12) Secara normal Masker LMA akan naik ke hipofaring saat dikembangkan
berada pada posisi yang tepat.
13) Hubungkan LMA dengan BVM atau low pressure ventilator
14) Ventilasi pasien sambil mendengarkan suara napas simetris atau tidak,
pastikan tidak ada suara udara masuk ke lambung
15) Masukkan bite block atau kasa gulung untuk mencegah oklusi tube karena
tergigit pasien
16) Fiksasi LMA
e. Krikotiroidotomy
Untuk sumbatan yang terjadi karena masalah di laring/plica vocalis, maka dapat
dilakukan krikotiroidotomy. Ada 2 jenis krikotiroidotomy :
1) Krikotiroidotomy dengan jarum (Needle Cricothyroidotomy).
2) Krikotiroidotomy dengan pembedahan, dengan pisau (Surgical
Cricothyroidotomy).

Cara ini dipilih pada kasus pemasangan pipa endotracheal tidak mungkin
dilakukan, dipilih tindakan krikotiroidotomy dengan jarum. Untuk petugas medis yang
terlatih dan terampil dapat melakukan krikotiroidotomy dengan pisau.

 Krikotiroidotomy dengan jarum. Alat yang dibutuhkan yaitu :


1) Jarum infus ukuran besar (no 14)
2) Sput 10 cc
3) Aquades/PZ
4) Alkohol swab
5) Sumber Oksigen dan selang

Teknik pemasangannya yaitu :

1) Cari titik tusuknya dengan cara: dari jakun (Thyroid Cartilage, Adam s Apple)
raba ke bawah sampai ada cekungan yang disebut membrana cricothyroidea,
inilah titik tusuknya. Di bawah titik tusuk ini ada ring yang agak lebih besar
dari ring tulang trakhea (Cricoid Cartilage).
2) Isi Spuit dengan Aquades/PZ
3) Desinfeksi daerah tusukan dengan alkohol swab
4) Tusuk di membrana cricothyroidea dengan arah ke bawah untuk menghindari
melukai pita suara. Menusuk sambil menaril piston dari spuit. Jika sudah keluar
gelembung berarti sudah masuk jalan napas.
5) Selanjutnya cabut jarum sisakan kanul infus yang di dalamnya.
6) Sambungkan kanul tersebut dengan selang oksigen untuk selanjutnya pasien
diberi oksigen aliran 10 lpm dengan sistem jet insuflasi (4:1).
7) Teknik ini hanya bertahan 10 menit karena jika terlalu lama akan terjadi
penumpukan karbondioksida.
8) Untuk itu tindakan ini perlu dilanjutkan dengan teknik Surgical
Cricothyroidotomy, kemudian disambungkan dengan selang yang lebih besar
atau dipasang canul trakeostomi.
 Kritotirotomi dengan Pisau (Surgical Crycothyrotomy)
Alat yang dibutuhkan yaitu :
1) Sarung tangan
2) Pisau/skalpel no 22.
3) Obat anti septik/desinfektan.
4) Obat anestesi lokal. Kasa.
5) Kanula trakheostomi no
6) Baju steril, masker.
7) Gunting.

Teknik tindakannya yaitu :

1) Jelaskan pada penderita bila pasien masih sadar (inform consent).


2) Pilih ukuran kanula trakheostomi yang sesuai.
3) Atur posisi pasien
 Netral, pasang penyangga leher (collar splint) pada pasien dengan cedera
leher.
 Ekstensi pada kasus tanpa cedera leher.
4) Pakai baju, masker, kaca mata, sarung tangan.
5) Desinfeksi leher, tutup leher dengan kain steril berlubang.
6) Berikan anestesi lokal.
7) Tentukan letak membran krikoid. Insisi pada membran 2 3 cm menembus
sampai rongga trakhea dengan sudut derajat ke bawah untuk menghindari
cedera pita suara.
8) Perlebar dengan pangkal scalpel putar tegak lurus atau pergunakan klem atau
spekulum (dilatator).
9) Pasang kanula trakheostomi/kembangkan balon (cuff).
10) Berikan ventilasi dengan 100%
11) Cek segera patensi jalan napas.
12) Pasang pita pengikat kanula.
13) Cek foto X-ray (bila fasilitas memungkinkan).
f. Membersihkan Jalan Napas
Untuk memeriksa jalan napas terutama di daerah mulut, dapat dilakukan teknik Cross
Finger yaitu dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk yang disilangkan dan
menekan gigi atas dan bawah. Bila jalan napas tersumbat karena adanya benda asing
dalam rongga mulut dilakukan pembersihan manual dengan sapuan jari(finger sweep).
Kegagalan membuka napas dengan cara ini perlu dipikirkan hal lain yaitu adanya
sumbatan jalan napas di daerah faring atau adanya henti napas (apnea). Bila hal ini
terjadi pada penderita tidak sadar, lakukan peniupan udara melalui mulut, bila dada
tidak mengembang, maka kemungkinan ada sumbatan total pada jalan napas dan
dilakukan pijat jantung.
a) Membersihkan Jalan Napas Secara Manual (Finger Sweep) Dilakukan bila jalan
napas tersumbat karena adanya benda asing pada rongga mulut belakang atau
hipofaring seperti gumpalan darah, muntahan, benda asing lainnya sehingga
hembusan napas hilang (tersumbat). Cara melakukannya : Miringkan kepala
pasien (kecuali pada dugaan fraktur tulang leher) kemudian buka mulut dengan
jaw thrust dan tekan dagu ke bawah bila otot rahang lemas (maneuver emaresi)
Gunakan 2 jari (jari telunjuk dan jari tengah) yang bersih atau dibungkus dengan
sarung tangan/kassa/kain (jangan tisu atau kertas karena mudah hancur dan malah
akan memperburuk sumbatan jalan napas) untuk membersihkan rongga mulut
dengan gerakan menyapu.
Teknik finger sweep Membersihkan benda asing cair dalam jalan napas
menggunakan alat pengisap (suction) Bila terdapat sumbatan jalan napas karena
benda cair yang ditandai dengan terdengar suara tambahan berupa gargling, maka
harus dilakukan pengisapan (suctioning). Digunakan alat pengisap yang lebih
populer dengan nama suction (pengisap/ manual portable, pengisap dengan
sumber listrik). Masukkan kanula pengisap tidak boleh lebih dari lima sampai
sepuluh detik.
Teknik Suctioning :
1) Pengisap dihubungkan dengan pipa kecil/ suction catheter (dapat digunakan
Naso Gastric Tube - NGT atau pipa lainnya) yang bersih.
2) Gunakan sarung tangan bila memungkinkan.
3) Buka mulut pasien kalau perlu tengadahkan kepala agar jalan napas terbuka.
4) Lakukan pengisapan (tidak boleh lebih dari 5 detik)
5) Cuci pipa pengisap dengan memasukkannya pada air bersih/ cairan infus
untuk membilas selang suction, ulangi lagi bila diperlukan.
b) Mengatasi Sumbatan Jalan Napas Karena Benda Padat (Sumbatan Total)
Dapat digunakan tehnik manual thrust, yaitu :
1) Abdominal thrust
2) Chest thrust
3) Back Blow

Abdominal Thrust/Heimlich Maneuver pada Pasien Dewasa Untuk penderita


sadar dengan sumbatan jalan napas parsial/total karena benda padat boleh
dilakukan tindakan Back Blow dan abdominal thrust (pada pasien dewasa).

Tekhniknya yaitu :

1) Bantu/tahan penderita tetap berdiri atau condong ke depan dengan merangkul


dari belakang.Lakukan hentakan mendadak dan keras pada titik silang garis
antar belikat dan garis punggung tulang belakang (Back Blows).
2) Rangkul korban dari belakang dengan ke dua lengan dengan mempergunakan
kepalan ke dua tangan, hentakan mendadak pada ulu hati, di tengah-tengah
antara Peocessus Xiphoid dengan pusar (abdominal thrust). Setiap hentakan
harus terpisah dan gerakan yang jelas.
3) Ulangi secara bergantian antara Back Blow dan Abdominal Thrust
masingmasing 5 kali hingga jalan napas bebas atau hentikan bila korban jatuh
tidak sadar dan ganti dengan tindakan RJPO, pijat jantung napas buatan.
4) Segera panggil bantuan, call for help.

Abdominal Thrust (Heimlich Maneuver) yang dilakukan pada diri sendiri


Pertolongan terhadap diri sendiri jika mengalami obstruksi jalan napas. Caranya :
kepalkan sebuah tangan, letakkan sisi ibu jari pada perut di atas pusar dan di
bawah ujung tulang sternum, genggam kepalan itu dengan kuat, beri tekanan ke
atas ke arah diafragma dengan gerakan yang cepat, jika tidak berhasil dapat
dilakukan tindakan dengan menekan perut pada tepi meja atau belakang kursi.

Tekhnik Back Blows Pada Bayi Bayi masih sadar :

1) Bila penderita dapat batuk keras, observasi ketat.


2) Bila napas tidak efektif/ berhenti. Lakukan Back blow 5 kali (hentakan keras
mendadak pada punggung korban di titik silang garis antar belikat dengan
tulang punggung/ vertebra). Chest Thrust Usaha untuk membebaskan jalan
napas dari sumbatan parsial/total oleh karena benda padat. Untuk bayi, anak,
orang gemuk, dan wanita hamil.
 Penderita sadar : Penderita anak lebih dari satu tahun :Lakukan chest
thrust 5 kali (tekan tulang dada dengan jari kedua dan ketiga kira-kira
satu jari di bawah garis imajinasi antar puting susu).
 Penderita tak sadar : Tidurkan terlentang. Lakukan chest thrust. Tarik
lidah dan lihat adakah benda asing.
g. Bila pasien tidak sadar dan terdapat sumbatan benda padat di daerah hipofaring yang
tak mungkin dilakukan dengan sapuan jari, maka digunakan alat bantu berupa : -
laringoskop - alat pengisap (suction) - alat penjepit (forcep) Teknik :
1) Buka jalan napas lurus/ lebar dengan memperbaiki posisi kepala
2) Gunakan laringoskop dengan tangan kiri.
3) Masukkan blade-laryngoscope pada sudut mulut kanan dan menyusur tepi lidah
sampai pangkal lidah, geser ujung blade perlahan ke tengah dan angkat tangkai
laringoskop ke atas depan (sesuai sumbu handle laringoskop) sehingga terlihat
hipofaring dan rima glotis.
4) Gunakan pengisap untuk benda cair dan liur.
5) Gunakan forcep bila terdapat benda padat.
BAB III

KESIMPULAN
Pengelolaan jalan nafas untuk mempertahankan oksigenasi otak dan bagian tubuh
lainnya merupakan bagian terpenting dalam penanganan penderita. Tanpa ini, penderita akan
meninggal dengan cepat.Oleh karena itu diperlukan perawat yang mempunyai kemampuan
yang bagus dalam mengaplikasikan asuhan keperawatan gawat darurat untuk mengatasi
berbagai permasalahan kesehatan baik aktual atau potensial yang dapat mengancam kehidupan
yang terjadinya secara mendadak atau tidak di perkirakan tanpa atau disertai kondisi lingkungan
yang tidak dapatdikendalikan.
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA
American Burn Association. Advance Burn Life Support Provider s manual. 2001

Dripps RD, Ekkenhoff JE,Vandam LD, Introduction to Anesthesia. 7 th edition.w.b Saunders


Company. Phladelpia-London Toronto,1988. Hal: 389-402

Edward Morgan Jr, Maged S Mikhail. Clinical Anesthesiology Fifth Edition a Lange Medical
Book. 2013.

Ipaktchi K, Arbabi S: Advance in burn critical care. Crit Care Med 2006; 34-S239

Eddy Rahardjo. Kumpulan Materi Kuliah Kegawatdaruratan Anestesi untuk S1 Kedokteran


Universitas Airlangga. 2012.

Karjadi Wiroatmodjo. Anestesiologi dan Reanimasi Modul dasar. Direktorat Jenderal


Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional 1999/2000.

Anda mungkin juga menyukai