MANAGEMENT AIRWAY
Disusun Oleh :
Fitrianingsih (180106004)
PROGRAM STUDI
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya kami
dapat menyelesaikan tugas kami yang berjudul “MANAGEMENT AIRWAY”.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah ikut serta dalam menyumbang pemikiran teori yang menunjang dalam pembuatan tugas
ini.
Akhir kata penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga kami
membutuhkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna menyempurnakan tugas kami
selanjutnya.
Purwokerto, 4 Oktober2019
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
PENDAHULUIAN
A. LATAR BELAKANG
Keberhasilan pertolongan terhadap penderita gawat darurat sangat tergantung dari
kecepatan dan ketepatan dalam memberikan pertolongan. Semakin cepat pasien ditemukan
maka semakin cepat pula pasien tersebut mendapat pertolongan sehingga terhindar dari
kecacatan atau kematian.
Kondisi kekurangan oksigen merupakan penyebab kematian yang cepat. Kondisi ini
dapat diakibatkan karena masalah sistem pernafasan ataupun bersifat sekunder akibat dari
gangguan sistem tubuh yang lain. Pasien dengan kekurangan oksigen dapat jatuh dengan
cepat ke dalam kondisi gawat darurat sehingga memerlukan pertolongan segera. Apabila
terjadi kekurangan oksigen 6-8 menit akan menyebabkan kerusakan otak permanen, lebih
dari 10 menit akan menyebabkan kematian. Oleh karena itu pengkajian pernafasan pada
penderita gawat darurat penting dilakukan secara efektif dan efisien.
B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami apa itu Airway Breathing
Management.
2. Tujuan Khusus
Agar mahasiswa dapat mengaplikasikan:
a. Pengelolaan Jalan Nafas (Airway Management) dengan Menggunakan Alat
b. Tindakan Pembebasan Jalan Nafas (Airway Management) dengan Tanpa
Menggunakan Alat
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendahuluan
Kegawatan Airway (Jalan Napas) Kurangnya pasokan oksigen yang dibawa oleh darah
ke otak dan organ vital lainnya merupakan penyebab kematian tercepat pada penderita gawat.
Oleh sebab itu pencegahan kekurangan oksigen jaringan (hipoksia) yang meliputi pembebasan
jalan napas yang terjaga bebas dan stabil, ventilasi yang adekuat, serta sirkulasi yang normal
(tidak shock) menempati prioritas pertama dalam penanganan kegawatdaruratan. Sifat
gangguan yang terjadi pada jalan napas bisa mendadak oleh karena sumbatan total, atau bisa
juga perlahan oleh karena sumbatan parsial (dengan berbagai sebab). Sumbatan pada jalan
napas dapat terjadi pada pasien tidak sadar atau pasien dengan kesadaran menurun atau korban
kecelakaan yang mengalami trauma daerah wajah dan leher. Penanganan airway mendapat
prioritas pertama karena jika tidak ditangani akan mengakibatkan kematian yang cepat, dan
penanganan segera perlu dilakukan.
Pembebasan jalan napas dapat dilakukan dengan dua cara yaitu tanpa alat (manual)
maupun dengan alat. Alat bantu pembebasan jalan napas yang digunakan ada berbagai macam
disesuaikan dengan jenis sumbatan dan tingkat kesadaran pasien yang pada intinya bertujuan
mempertahankan jalan napas agar tetap bebas. Tanda-tanda sumbatan pada jalan nafas yaitu:
1. Bagian atas
a. Snoring: suara seperti orang ngorok dimana pangkal lidah yang jatuh ke
belakang.
b. Gurgling: seperti orang berkumur dimana dikarenakan adanya cairan atau darah.
c. Stridor: terjadi karena uap panas atau gas yang mengakibatkan mukosa bengkak
ataupun jalan nafanya menjadi kasar.
2. Bagian bawah
a. Rales
b. Wheezing: seperti suara biola dimana mengalami penyempitan di bronkusnya.
c. Stridor
a. Pasien diajak berbicara. Jika pasien dapat menjawab dengan jelas itu berarti jalan
napasnya bebas. Pasien yang tidak sadar berpotensi terjadi sumbatan jalan napas
sehingga memerlukan tindakan pembebasan jalan napas. Penyebab obstruksi pada
pasien tidak sadar umumnya adalah jatuhnya pangkal lidah ke belakang.
b. Berikan oksigen. Oksigen diberikan dengan sungkup muka (simple masker) atau masker
dengan reservoir (rebreathing/non rebreathing mask) atau nasal kateter atau nasal prong
walaupun belum sepenuhnya jalan napas dapat dikuasai dan dipertahankan bebas. Jika
memang dibutuhkan pemberian ventilasi bisa menggunakan jackson-reese atau BVM.
c. Nilai jalan napas. Sebelum melakukan tindakan untuk membebaskan jalan napas lanjut
maka yang harus dilakukan pertama kali yaitu memeriksa jalan napas sekaligus
melakukan pembebasan jalan napas secara manual apabila pasien tidak sadar atau
kesadaran menurun berat (coma). Cara pemeriksaan Look-Listen-Feel (LLF) dilakukan
secara simultan, menilai jalan napas sekaligus fungsi pernapasan: L Look (lihat) Lihat
pengembangan dada, adakah retraksi sela iga otot-otot napas tambahan lain, warna
mukosa/kulit dan kesadaran. Lihat apakah korban mengalami kegelisahan (agitasi), tidak
dapat berbicara, penurunan kesadaran, sianosis (kulit biru dan keabu-abuan) yang
menunjukkan hipoksemia. Sianosis dapat dilihat pada kuku, lidah, telinga, dan
bibir.Listen (dengar). Dengar aliran udara pernapasan. Adanya suara napas tambahan
adalah tanda ada sumbatan parsial pada jalan napas. Suara mendengkur, berkumur, dan
stridor mungkin berhubungan dengan sumbatan parsial pada daerah faring sampai
laring. Suara parau (hoarseness, disfonia) menunjukkan sumbatan pada faring. F Feel
(rasakan). Rasakan ada tidaknya udara yang hembusan ekspirasi dari hidung dan mulut.
Hal ini dapat dengan cepat menentukan apakah ada sumbatan pada jalan napas. Rasakan
adanya aliran udara pernapasan dengan menggunakan pipi penolong.
d. Obstruksi jalan napas Obstruksi jalan napas dibagi macam, obtruksi parsial dan
obstruksi total.
1) Obstruksi partial dapat dinilai dari ada tidaknya suara napas tambahan yaitu:
Mendengkur (snoring), disebabkan oleh pangkal lidah yang jatuh ke posterior. Cara
mengatasinya dengan head tilt, chin lift, jaw thrust, pemasangan pipa
orofaring/nasofaring, pemasangan pipa endotrakeal, pemasangan Masker Laring
(Laryngeal Mask Airway). Suara berkumur (gargling), penyebabnya adalah adanya
cairan di daerah hipofaring. Cara mengatasi: finger sweep, suction atau pengisapan.
Crowing Stridor, oleh karena sumbatan di plika vokalis, biasanya karena edema.
Cara mengatasi: cricotirotomi, trakeostomi.
2) Obstruksi total, dapat dinilai dari adanya pernapasan see saw pada menit-menit
pertama terjadinya obstruksi total, yaitu adanya paradoksal breathing antara dada
dan perut. Dan jika sudah lama akan terjadi henti napas yang ketika diberi napas
buatan tidak ada pengembangan dada. Menjaga stabilitas tulang leher, ini jika ada
dugaan trauma leher, yang ditandai dengan adanya trauma wajah/maksilo-facial,
ada jejas di atas clavicula, trauma dengan riwayat kejadian ngebut (high velocity
trauma), trauma dengan defisit neurologis dan multiple trauma.
Head Tilt
Dilakukan dengan cara meletakkan 1 telapak tangan pada dahi pasien, pelan-pelan
tengadahkan kepala pasien dengan mendorong dahi ke arah belakang sehingga kepala
menjadi sedikit tengadah (slight Extention).
Chin Lift
Dilakukan dengan cara menggunakan jari tengah dan jari telunjuk untuk memegang
tulang dagu pasien, kemudian angkat dan dorong tulangnya ke depan. Jika korban anak-
anak, gunakan hanya jari telunjuk dan diletakkan di bawah dagu, jangan terlalu
menengadahkan kepala. Chin lift dilakukan dengan maksud mengangkat otot pangkal lidah
ke depan. Tindakan ini sering dilakukan bersamaan dengan tindakan head tilt. Tehnik ini
bertujuan membuka jalan napas secara maksimal. Perhatian : Head Tilt dan Chin Lift
sebaiknya tidak dilakukan pada pada pasien dengan dugaan adanya patah tulang leher; dan
sebagai gantinya bisa digunakan teknik jaw thrust.
Jaw Thrust
Jika dengan head tilt dan chin lift pasien masih ngorok (jalan napas belum terbuka
sempurna) maka teknik jaw thrust ini harus dilakukan. Begitu juga pada dugaan patah
tulang leher, yang dilakukan adalah jaw thrust (tanpa menggerakkan leher). Walaupun
tehnik ini menguras tenaga, namun merupakan yang paling sesuai untuk pasien trauma
dengan dugaan patah tulang leher. Caranya adalah dengan mendorong sudut rahang kiri
dan kanan ke arah atas sehingga barisan gigi bawah berada di depan barisan gigi atas. Tetap
pertahankan mulut korban sedikit terbuka, bisa dibantu dengan ibu jari.Manuver jaw thrust
hanya dilakukan oleh orang terlatih
Cara ini dipilih pada kasus pemasangan pipa endotracheal tidak mungkin
dilakukan, dipilih tindakan krikotiroidotomy dengan jarum. Untuk petugas medis yang
terlatih dan terampil dapat melakukan krikotiroidotomy dengan pisau.
1) Cari titik tusuknya dengan cara: dari jakun (Thyroid Cartilage, Adam s Apple)
raba ke bawah sampai ada cekungan yang disebut membrana cricothyroidea,
inilah titik tusuknya. Di bawah titik tusuk ini ada ring yang agak lebih besar
dari ring tulang trakhea (Cricoid Cartilage).
2) Isi Spuit dengan Aquades/PZ
3) Desinfeksi daerah tusukan dengan alkohol swab
4) Tusuk di membrana cricothyroidea dengan arah ke bawah untuk menghindari
melukai pita suara. Menusuk sambil menaril piston dari spuit. Jika sudah keluar
gelembung berarti sudah masuk jalan napas.
5) Selanjutnya cabut jarum sisakan kanul infus yang di dalamnya.
6) Sambungkan kanul tersebut dengan selang oksigen untuk selanjutnya pasien
diberi oksigen aliran 10 lpm dengan sistem jet insuflasi (4:1).
7) Teknik ini hanya bertahan 10 menit karena jika terlalu lama akan terjadi
penumpukan karbondioksida.
8) Untuk itu tindakan ini perlu dilanjutkan dengan teknik Surgical
Cricothyroidotomy, kemudian disambungkan dengan selang yang lebih besar
atau dipasang canul trakeostomi.
Kritotirotomi dengan Pisau (Surgical Crycothyrotomy)
Alat yang dibutuhkan yaitu :
1) Sarung tangan
2) Pisau/skalpel no 22.
3) Obat anti septik/desinfektan.
4) Obat anestesi lokal. Kasa.
5) Kanula trakheostomi no
6) Baju steril, masker.
7) Gunting.
Tekhniknya yaitu :
KESIMPULAN
Pengelolaan jalan nafas untuk mempertahankan oksigenasi otak dan bagian tubuh
lainnya merupakan bagian terpenting dalam penanganan penderita. Tanpa ini, penderita akan
meninggal dengan cepat.Oleh karena itu diperlukan perawat yang mempunyai kemampuan
yang bagus dalam mengaplikasikan asuhan keperawatan gawat darurat untuk mengatasi
berbagai permasalahan kesehatan baik aktual atau potensial yang dapat mengancam kehidupan
yang terjadinya secara mendadak atau tidak di perkirakan tanpa atau disertai kondisi lingkungan
yang tidak dapatdikendalikan.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
American Burn Association. Advance Burn Life Support Provider s manual. 2001
Edward Morgan Jr, Maged S Mikhail. Clinical Anesthesiology Fifth Edition a Lange Medical
Book. 2013.
Ipaktchi K, Arbabi S: Advance in burn critical care. Crit Care Med 2006; 34-S239