Anda di halaman 1dari 12

KONSEP TEORI

A. Definisi
Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah peradangan pada
mukosa telinga tengah dan ruang mastoid yang berlangsung lebih dari 3
bulan ditandai dengan adanya perforasi pada membran timpani dan
keluarnya cairan secara terus menerus atau hilang timbul dari liang
telinga.1–3 Otitis media supuratif kronis merupakan salah satu penyakit
terbanyak di dunia terutama di negara berkembang ( Sari, Edward, &
Rosalind, 2018)
Otitis media supuratif yang kronik atau OMSK merupakan proses
peradangan yang disebabkan oleh infeksi mukoperiosteum pada rongga
telinga tengah yang ditandai oleh perforasi membran timpani, keluarnya
sekret yang terus menerus atau hilang timbul, dan dapat menyebabkan
perubahan patologik yang permanen (Pasyah, & Wijana, 2016)
B. Etiologi
Sebagian besar Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan
kelanjutan dari Otitis Media Akut (OMA) yang prosesnya sudah berjalan
lebih dari 2 bulan. Beberapa faktor penyebab adalah terapi yang terlambat,
terapi tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, dan daya tahan tubuh rendah.
Bila kurang dari 2 bulan disebut subakut. Sebagian kecil disebabkan oleh
perforasi membran timpani terjadi akibat trauma telinga tengah. Kuman
penyebab biasanya kuman gram positif aerob, pada infeksi yang sudah
berlangsung lama sering juga terdapat kuman gram negatif dan kuman
anaerob.
Kuman penyebab OMSK antara lain kuman Staphylococcus aureus
(26%), Pseudomonas aeruginosa (19,3%), Streptococcus epidermidimis
(10,3%), gram positif lain (18,1%) dan kuman gram negatif lain (7,8%).
Biasanya pasien mendapat infeksi telinga ini setelah menderita saluran
napas atas misalnya influenza atau sakit tenggorokan. Melalui saluran
yang menghubungkan antara hidup dan telinga (tuba Auditorius), infeksi di
saluran napas atas yang tidak diobati dengan baik dapat menjalar sampai
mengenai telinga.
C. Patofisiologi
OMSK dibagi dalam 2 jenis, yaitu benigna atau tipe mukosa, dan
maligna atau tipe tulang. Berdasarkan sekret yang keluar dari kavum
timpani secara aktif juga dikenal tipe aktif dan tipe tenang.
Pada OMSK benigna, peradangan terbatas pada mukosa saja,
tidak mengenai tulang. Perforasi terletak di sentral. Jarang menimbulkan
komplikasi berbahaya dan tidak terdapat kolesteatom.
D. Manifestasi Klinik
Pasien mengeluh otore, vertigo, tinitus, rasa penuh ditelinga atau
gangguan pendengaran.
Nyeri telinga atau tidak nyaman biasanya ringan dan seperti
merasakan adanya tekanan ditelinga. Gejala-gejala tersebut dapat terjadi
secara terus menerus atau intermiten dan dapat terjadi pada salah satu
atau pada kedua telinga. (www.health central.com, 2004).
1. Telinga berair (otorrhoe)
Sekret bersifat purulen ( kental, putih) atau mukoid ( seperti air dan
encer) tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan
oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada
OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk
yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh
perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekretbiasanya
hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan
infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar
setelah mandi atau berenang.
Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adanya sekret telinga.
Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi
kesan kolesteatoma dan produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-
keping kecil, berwarna putih, mengkilap.
Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah
berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas.
Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan
granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom
yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri
mengarah kemungkinan tuberkulosis.
2. Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran.
Biasanyadijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran.
Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi
sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat
menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai
kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20 db ini ditandai bahwa rantai
tulang pendengaran masih baik. Kerusakan dan fiksasi dari rantai
tulang pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran lebih dari
30 db. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi
membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran
suara ke telinga tengah.
Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat
karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga
kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang
pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati.
Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan
berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat
(foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis
supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat,
hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi kohlea.
3. Otalgia ( nyeri telinga)
Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada
merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat
karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya
ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya
durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan
abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis
eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi
OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus
lateralis.
4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius
lainnya. Keluhanvertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya
fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang
timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau
pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena
perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih
mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam
labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi
akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius,
karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan
mastoid ke telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana
mungkin berlanj ut menjadi meningitis.
Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK dengan riwayat
vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif pada
membran timpani, dengan demikian dapat diteruskan melalui rongga
telinga tengah.
Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna :
a. Adanya Abses atau fistel retroaurikular
b. Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum
timpani.
c. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk ( aroma kolesteatom)
d. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.
E. Komplikasi
1. Kerusakan yang permanen dari telinga dengan berkurangnya
pandangan atau ketulian.
2. Mastuiditis
3. Cholesteatoma
4. Abses apidural (peradangan disekitar otak)
5. Paralisis wajah
6. Labirin titis.(Fung, 2004)
Menurut Arief Mansjoer, dkk. 2001 halaman 82 : Paralisis nervus
fasialis, fistula labirin, labirinitis, labirinitis supuratif, petrositis, tromboflebitis
sinus lateral, abses ekstra dural, abses subdural, meningitis, abses otak,
dan hidrosefalus otitis.
F. Penatalaksanaan Medis
1. OMK Benigna :
a. Konservatif
1) Pembersihan secret di liang telinga (toilet local, “drainage”)
merupakan hal yang penting untuk pengobatan ottitis media
kronik.
Ada beberapa cara untuk membersihkan secret :
a) Dengan menggunakan kapas lidi. Tindakan ini dianjurkan
sesering-seringnya dila ada otore. Dapat diajarkan kepada
penderita atau orang tua penderita.
b) Displacement methode” dapat dengan menggunakan
larutan hydrogen peroksida (H2O2) 3%, karena adanya gas
O2 yang ditimbulkan
c) Bila mungkin secret dihisap secara hati-hati dengan
menggunakan jarum kecil plastik, misalnya jarum BWG no.
16 dan 18 yang ujungnya diberi kateter nelaton yang kecil
atau karet pentil.
2) Pengobatan Lokal
Diberikan antibiotik tetes telinga. Pemberian antibiotik tetes
telinga tidak ada gunanya bila masih ada otore yang produktif.
Oleh karena itu pemberian antibiotik local dianjurkan setelah
dilakukan toilet local. Harus diterangkan terlebih dahulu cara
pemakaian H2O2 3% ke dalam telinga yang sakit kemudian
bersihkan dengan kapas lidi baru, setelah itu masukkan
antibiotik tetes telinga dengan cara kepala dimiringkan dan
tragus ditekan tekan supaya obat tetes masuk ke dalam
3) Antibiotika yang adekuat oral atau parenteral. Ini diberikan
apabila ada eksaserbasi akut yang didahului oleh infeksi hidung
atau faring
b. Operatif :
Tindakan operatif dilakukan bila terdapat fokal infeksi yang mungkin
dijumpai seperti tonsillitis kronik, sinusitis dan lain-lain.
Jenis-jenis Tindakan Operatif canal wall down :
1) Miringoplasty atau Timpanopalsty
Operasi ini dianjurkan apabila
- Infeksi sudah tenang
- Tidak ada komplikasi
- Sekret tidak produktif lagi dalam waktu lama (1-3 bulan)
- Tidak terdapat tuli saraf yang berat
2) Mastoidektomi
2. OMK Maligna :
Umumnya dilakukan pembedahan yaitu mastoidektomi radikal.
Bila ada komplikasi abses retroaurikuler dan penderita jauh dari rumah
sakit, maka harus dilakukan insisi sementara untuk drainage.
G. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Biodata : Nama, umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan,
pekerjaan
b. Riwayat Penyakit sekarang
c. Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh nyeri kepala sinus,
tenggorokan.
d. Riwayat penyakit dahulu :
- Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung
atau trauma
- Pernah mempunyai riwayat penyakit THT
- Pernah menderita sakit gigi geraham
e. Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota
keluarga yang lalu yang mungkin ada hubungannya dengan
penyakit klien sekarang.
f. Riwayat spikososial
a. Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien
(cemas atau sedih)
b. Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
g. Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
- Untuk mengurangi flu biasanya klien menkonsumsi obat
tanpa memperhatikan efek samping
2) Pola nutrisi dan metabolisme :
- Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi
gangguan pada hidung
3) Pola istirahat dan tidur
- Selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena
klien sering pilek
4) Pola Persepsi dan konsep diri
- Klien sering pilek terus menerus dan berbau
menyebabkan konsep diri menurun
5) Pola sensorik
- Daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu
akibat pilek terus menerus (baik purulen , serous,
mukopurulen).
h. Pemeriksaan Fisik
1) Status kesehatan umum : keadaan umum, tanda vital,
kesadaran.
2) Pemeriksaan fisik data focus hidung : nyeri tekan pada sinus,
rinuskopi (mukosa merah dan bengkak).
Data subyektif :
1) Observasi nafas :
a. Riwayat bernafas melalui mulut, kapan, onset,
frekwensinya
b. Riwayat pembedahan hidung atau trauma
c. Penggunaan obat tetes atau semprot hidung : jenis,
jumlah, frekwensinya, lamanya.
2) Sekret hidung :
a. Warna, jumlah, konsistensi secret
b. Epistaksis
c. Ada tidaknya krusta atau nyeri hidung.
3) Riwayat Sinusitis :
a. Nyeri kepala, lokasi dan beratnya
b. Hubungan sinusitis dengan musim atau cuaca.
4) Gangguan umum lainnya :
a) Kelemahan
Data Obyektif
1) Demam, drainage ada : Serous, Mukppurulen, Purulen
2) Polip mungkin timbul dan biasanya terjadi bilateral pada
hidung dan Pucat, Odema keluar dari hidung atau sinus yang
mengalami radang mukosa
3) Kemerahan dan Odema membran mukosa
4) Pemeriksaan penunjung :
a. Kultur organisme hidung dan tenggorokan.
b. Pemeriksaan rongent sinus

2. Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi
a. Resiko terjadi injuri / trauma berhubungan dengan
ketidakseimbangan labirin : vertigo
b. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
tentang penatalaksanaan OMA yang tepat
c. Cemas berhubungan dengan prosedur tindakan pembedahan
Post Operasi
a. Nyeri berhubungan dengan tindakan pembedahan mastoidektomi
b. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan post operasi
mastoidektomi
3. Intervensi Keperawatan-Evaluasi
Pre Operasi
1. Resiko terjadi injuri / trauma berhubungan dengan
ketidakseimbangan labirin : vertigo
Tujuan : Pasien tidak mengalami injuri / trauma dengan :
- Mengurangi / menghilangkan vertigo / pusing
- Mengembalikan keseimbangan tubuh
- Mengurangi terjadinya trauma
Intervensi :
a. Kaji ketidakseimbangan tubuh pasien
b. Observasi tanda vital
c. Beri lingkungan yang aman dan nyaman
d. Anjurkan teknik relaksasi untuk mengurangi pusing
e. Penuhi kebutuhan pasien
f. Libatkan keluarga untuk menemani saat pasien bepergian
g. Kolaborasi pemberian analgetik
Evaluasi :
- Pusing berkurang
- Pasien tidak mengalami injuri
2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
tentang penatalaksanaan OMA yang tepat.
Tujuan : Pengetahuan pasien tentang penatalaksanaan OMA
meningkat
Intervensi :
a. Kaji tingkat pengetahuan pasien
b. Berikan informasi berkenaan dengan kebutuhan pasien
c. Susun bersama hasil yang diharapkan dalam bentuk kecil
dan realistik untuk memberikan gambaran pada pasien
tentang keberhasilan
d. Beri upaya penguatan pada pasien
e. Gunakan bahasa yang mudah dipahami
f. Beri kesempatan pada pasien untuk bertanya
g. Dapatkan umpan balik selama diskusi dengan pasien
h. Pertahankan kontak mata selama diskusi dengan pasien
i. Berikan informasi langkah demi langkah dan lakukan
demonstrasi ulang bila mengajarkan prosedur
j. Beri pujian atau reinforcement positif pada klien
Evaluasi :
- Pasien menyatakan pemahaman tentang pemberian informasi
- Pasien mampu mendemonstrasikan prosedur dengan tepat.
3. Cemas berhubungan dengan prosedur tindakan pembedahan
Tujuan : Kecemasan pasien berkurang / hilang
Intervensi :
a. Kaji tingkat kecemasan pasien dan keluarga tentang prosedur
tindakan pembedahan
b. Jelaskan pada pasien tentang apa yang harus dilakukan
sebelum dan sesudah tindakan pembedahan
c. Berikan reinforcement positif atas kemampuan pasien
d. Libatkan keluarga untuk memberikan semangat pada pasien

Evaluasi :
- Pasien tidak cemas
- Keluarga mau menemani pasien
Post Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan tindakan pembedahan mastoidektomi
Tujuan : Nyeri pasien berkurang
Intervensi :
a. Kaji tingkat nyeri pasien
b. Kaji faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
c. Ajarkan teknik relaksasi untuk menghilangkan nyeri
d. Anjarkan pada pasien untuk banyak istirahat baring
e. Beri posisi yang nyaman
f. Kolaborasi pemberian analgetik
Evaluasi : Nyeri hilang
2. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan post operasi
mastoidektomi
Tujuan : Resiko infeksi tidak terjadi
Intervensi :
6) Kaji kemungkinan terjadi infeksi / tanda-tanda infeksi
7) Observasi pasien
8) Lakukan perawatan ganti balutan dengan teknik steril setelah
24 jam dari operasi
9) Kaji keadaan daerah poerasi
10) Ganti tampon setiap hari
11) Pasang pembalut tekan bila dilakukan insisi mastoid
12) Bersihkan daerah operasi setelah 2 – 3 minggu
13) Anjurkan pasien untuk kontrol
14) Kolaborasi pemberian antibiotic
Evaluasi :
- Infeksi tidak terjadi
- Luka operasi dalam kondisi baik
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif. dkk. (2001). Kapita Selwkta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta
: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI.

Rothrock, C. J. 2000. Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. EGC :


Jakarta.

Tarwoto, Aryani. Ratna, Wartonah. (2009). ANATOMI DAN FISIOLOGI untuk


MAHASISWA KEPERAWATAN. Jakarta : Trans Info Media.

Sari, J., Edward, Y., & Rosalind, R. (2018). Otitis Media Supuratif Kronis Tipe
Kolesteatom dengan Komplikasi Meningitis dan Paresis Nervus Fasialis
Perifer. Jurnal Kesehatan Andalas, 88-95.

Pasyah,, M. F., & Wijana. (2016). Otitis Media Supuratif Kronik pada Anak.
Global Medical and Health Communication, 1-6.

Anda mungkin juga menyukai