Dosen Pembimbing:
Anis Satus, S.Kep,.Ns,.M.KEP
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 4 :
1. Fitri Fajarwati Z. (151001016)
2. Galih Puji Prasetyo (151001017)
3. Hasri Provitasari (151001019)
4. Irma Maulinda D. (151001021)
5. Mahda Fanindha W. (151001022)
pg. i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami mengucapkan kehadirat Allah SWT atas segalanya berkat limpahan
rahmatnya yang mana telah memberikan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalahaskep yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Emfisema”.
Kami menyadari masih banyak terdapat kekurangan dan kelemahan baik dari segi
penulisan, isi dan juga penggunaan tata bahasa yang baik dalam penulisan makalah ini.
Pada kesempatan ini kami menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada
dosen pembimbing Anis Satus, S.Kep,.Ns,.M.Kep.
Akhir dengan rendah hati dan hanya kepada Allah SWT penulis berserah diri. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan pembaca pada umumnya, semoga
Allah SWT memberi berkahnya bagi kita semua. Amiin
Penyusun
pg. ii
DAFTAR ISI
pg. iii
pg. iv
BAB I
PENDAHULUAN
Diera globalisasi ini, banyak sekali masalah kesehatan yang terjadi akibat
kemajuan teknologi yang semakin canggih. Masalah yang sering muncul diperkotaan
adalah gangguan fungsi pernapasan. Gangguan ini terjadi karena semakin banyaknya
jumlah polusi yang ada di daerah perkotaan. Apakah gangguan pernapasan hanya
menyerang orang yang tinggal diperkotaan? Jawabanya “tidak”. Semua orang dapat
mengalami gangguan pernapasan, tetapi yang lebih sering adalah mereka yang tinggal
di daerah perkotaan. Salah satu masalah pernapasaan yaitu Emfisema yang akan saya
bahas dalam makalah dan askep ini. emfisema adalah Penyakit Paru Obstruksi
Kronik. Polusi merupakan penyebab utama terjadinya emfisema. Penderita emfisema
mengalami kemajuan seiring dengan kemajuan teknologi. Tidak hanya kemajuan
teknologi yang dapat menyebabkan terjadinya emfisema, gaya hidup juga dapat
menyebabkan terjadinya emfisema seperti merokok. Asap rokok dapat menggagnggu
fungsi dari silia. Selain itu faktor genetik dan infeksi juga berperan sebagai pendukung
terjadinya emfisema.
Dalam keperawatan tindakan awal yang kita lakukan adalah pemeriksaan fisik,
dengan melakukan dapat merencanakan tindakan keperawatan ( intervensi ), kemudian
implementasi. Setiap melakukan tindakan keperawatan harus selalu melakukan
evaluasi. Evaluasi untuk melihat hasil dari intervensi dan tindakan yang kita lakukan
dan dapat mencegah terjadinya kesalahan dalam tindakan keperawatanpemeriksaan
fisik kita dapat membuat analisis data dan mendapatkan diagnosa, setelah itu kita.
pg. 1
e. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Emfisema
f. Untuk mengetahui pencegahan dari Emfisema
g. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari Emfisema
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui definisi dari Emfisema
b. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Emfisema
c. Untuk mengetahui patofisiologi dari Emfisema
d. Untuk mengetahui komplikasi dari Emfisema
e. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Emfisema
f. Untuk mengetahui pencegahan dari Emfisema
g. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari Emfisema
1.4 Manfaat
pg. 2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
2. Emfisema panlobuler (panasiner), mengenai seluruh ruang udara sebelah distal dari
bronkiolus terminalis.
3. Emfisema paraseptal (distal asinus), mengenai ruang udara sebelah tepi lobus,
terutama yang dekat dengan pleura.
pg. 3
2.2 Etiologi
2.3 Patofisiologi
Emfisema merupakan kelainan di mana terjadi kerusakan pada dinding alveolus
yang akan menyebebkan overdistensi permanen ruang udara. Perjalanan udara akan
tergangu akibat dari perubahan ini. Kerja nafas meningkat dikarenakan terjadinya
kekurangan fungsi jaringan paru-paru untuk melakukan pertukaran O2 dan CO2.
pg. 4
Kesulitan selama ekspirasi pada emfisema merupakan akibat dari adanya destruksi
dinding (septum) di antara alveoli, jalan nafas kolaps sebagian, dan kehilangan
elastisitas untuk mengerut atau recoil. Pada saat alveoli dan septum kolaps, udara akan
tertahan di antara ruang alveolus yang disebut blebs dan di antara parenkim paru-paru
yang disebut bullae. Proses ini akan menyebabkan peningkatan ventilatory pada ‘dead
space’ atau area yang tidak mengalami pertukaran gas atau darah. Emfisema juga
menyebabkan destruksi kapiler paru-paru, selanjutnya terjadi penurunan perfusi O2
dan penurunan ventilasi. Emfisema masih dianggap normal jika sesuai dengan usia,
tetapi jika hal ini timbul pada pasien yang berusia muda biasanya berhubungan dengan
bronkhitis dan merokok.
Penyempitan saluran nafas terjadi pada emfisema paru. Yaitu penyempitan
saluran nafas ini disebabkan elastisitas paru yang berkurang. Penyebab dari elastisitas
yang berkurang yaitu defiensi Alfa 1-anti tripsin. Dimana AAT merupakan suatu
protein yang menetralkan enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan
dan merusak jaringan paru. Dengan demikian AAT dapat melindungi paru dari
kerusakan jaringan pada enzim proteolitik. Didalam paru terdapat keseimbangan paru
antara enzim proteolitik elastase dan anti elastase supaya tidak terjadi kerusakan.
Perubahan keseimbangan menimbulkan kerusakan jaringan elastic paru. Arsitektur
paru akan berubah dan timbul emfisema. Sumber elastase yang penting adalah
pankreas. Asap rokok, polusi, dan infeksi ini menyebabkan elastase bertambah
banyak. Sedang aktifitas system anti elastase menurun yaitu system alfa- 1 protease
inhibator terutama enzim alfa -1 anti tripsin (alfa -1 globulin). Akibatnya tidak ada lagi
keseimbangan antara elastase dan anti elastase dan akan terjadi kerusakan jaringan
elastin paru dan menimbulkan emfisema. Sedangkan pada paru-paru normal terjadi
keseimbangan antara tekanan yang menarik jaringan paru keluar yaitu yang
disebabkan tekanan intra pleural dan otot-otot dinding dada dengan tekanan yang
menarik jaringan paru ke dalam yaitu elastisitas paru.
Pada orang normal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal, tekanan yang menarik jaringan
paru akan berkurang sehingga saluran nafas bagian bawah paru akan tertutup. Pada
pasien emfisema saluran nafas tersebut akan lebih cepat dan lebih banyak yang
tertutup. Cepatnya saluran nafas menutup serta dinding alveoli yang rusak, akan
menyebabkan ventilasi dan perfusi yang tidak seimbang. Tergantung pada
kerusakannya dapat terjadi alveoli dengan ventilasi kurang/tidak ada akan tetapi
pg. 5
perfusi baik sehingga penyebaran udara pernafasan maupun aliran darah ke alveoli
tidak sama dan merata. Sehingga timbul hipoksia dan sesak nafas.
Emfisema paru merupakan suatu pengembangan paru disertai perobekan alveolus-
alveolus yang tidak dapat pulih, dapat bersifat menyeluruh atau terlokalisasi, mengenai
sebagian atau seluruh paru. Pengisian udara berlebihan dengan obstruksi terjadi akibat
dari obstrusi sebagian yang mengenai suatu bronkus atau bronkiolus dimana
pengeluaran udara dari dalam alveolus menjadi lebih sukar dari pemasukannya. Dalam
keadaan demikian terjadi penimbunan udara yang bertambah di sebelah distal dari
alveolus.
pg. 6
2.5 WOC
bronkiektasis
pg. 8
3. Analisis Gas DarahVentilasi, yang hampir adekuat masih sering dapat
dipertahankan oleh pasien emvisema paru. Sehingga PaCO2 rendah atau
normal.Saturasi hemoglobin pasien hampir mencukupi.
4. Pemeriksaan EKG, Kelainan EKG yang paling dini adalah rotasi clock wise
jantung. Bila sudah terdapat kor pulmonal terdapat defiasi aksis ke kanan dan P-
pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF.Voltase QRS rendah.Di V1 rasio R/S lebih
dari 1 dan di V6 rasio R/S kurang dari 1.
a. Sinar x dada: dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru; mendatarnya diafragma;
peningkatan area udara retrosternal; penurunan tanda vaskularisasi/bula
(emfisema); peningkatan tanda bronkovaskuler (bronkitis), hasil normal selama
periode remisi (asma).
b. Tes fungsi paru: dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea, untuk
menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi, untuk
memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi, misalnya
bronkodilator.
c. TLC: peningkatan pada luasnya bronkitis dan kadang-kadang pada asma;
penurunan emfisema.
d. Kapasitas inspirasi: menurun pada emfisema.
e. Volume residu: meningkat pada emfisema, bronkitis kronis, dan asma.
f. FEV1/FVC: rasio volume ekspirasi kuat dengan kapasitas vital kuat menurun
pada bronkitis dan asma.
g. GDA: memperkirakan progresi proses penyakit kronis. Bronkogram: dapat
menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada inspirasi, kollaps bronkial pada
ekspirasi kuat (emfisema); pembesaran duktus mukosa yang terlihat pada
bronchitis.
h. JDL dan diferensial: hemoglobin meningkat (emfisema luas), peningkatan
eosinofil (asma).
i. Kimia darah: Alfa 1-antitripsin dilakukan untuk meyakinkan defisiensi dan
diagnosa emfisema primer.
j. Sputum: kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen;
pemeriksaan sitolitik untuk mengetahui keganasan atau gangguan alergi.
pg. 9
k. EKG: deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P (asma berat); disritmia atrial
(bronkitis), peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF (bronkitis,
emfisema); aksis vertikal QRS (emfisema).
l. EKG latihan, tes stres: membantu dalam mengkaji derajat disfungsi paru,
mengevaluasi keefektifan terapi bronkodilator, perencanaan/evaluasi program
latihan.
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan emfisema paru terbagi atas:
1. Penyuluhan, Menerangkan pada para pasien hal-hal yang dapat memperberat
penyakit, hal-hal yang harus dihindarkan dan bagaimana cara pengobatan dengan
baik.
2. Pencegahan
a. Rokok, merokok harus dihentikan meskipun sukar.Penyuluhan dan usaha yang
optimal harus dilakukan
b. Menghindari lingkungan polusi, sebaiknya dilakukan penyuluhan secara berkala
pada pekerja pabrik, terutama pada pabrik-pabrik yang mengeluarkan zat-zat
polutan yang berbahaya terhadap saluran nafas.
c. Vaksin, dianjurkan vaksinasi untuk mencegah eksaserbasi, terutama terhadap
influenza dan infeksi pneumokokus.
3. Terapi Farmakologi, tujuan utama adalah untuk mengurangi obstruksi jalan nafas
yang masih mempunyai komponen reversible meskipun sedikit. Hal ini dapat
dilakukan dengan:
a. Pemberian Bronkodilator,
Golongan teofilin, biasanya diberikan dengan dosis 10-15 mg/kg BB per oral
dengan memperhatikan kadar teofilin dalam darah. Konsentrasi dalam darah
yang baik antara 10-15mg/L.
Golongan agonis B2, biasanya diberikan secara aerosol/nebuliser. Efek samping
utama adalah tremor,tetapi menghilang dengan pemberian agak lama.
b. Pemberian Kortikosteroid, pada beberapa pasien, pemberian kortikosteroid akan
berhasil mengurangi obstruksi saluran nafas. Hinshaw dan Murry menganjurkan
untuk mencoba pemberian kortikosteroid selama 3-4 minggu. Kalau tidak ada
respon baru dihentikan.
pg. 10
c. Mengurangi sekresi mukus
Minum cukup, supaya tidak dehidrasi dan mukus lebih encer sehingga urine
tetap kuning pucat. Ekspektoran, yang sering digunakan ialah gliseril guaiakolat,
kalium yodida, dan amonium klorida. Nebulisasi dan humidifikasi dengan uap
air menurunkan viskositas dan mengencerkan sputum. Mukolitik dapat
digunakan asetilsistein atau bromheksin.
4. Fisioterapi dan Rehabilitasi, tujuan fisioterapi dan rehabilitasi adalah meningkatkan
kapasitas fungsional dan kualitas hidup dan memenuhi kebutuhan pasien dari segi
social, emosional dan vokasional. Program fisioterapi yang dilaksanakan berguna
untuk :
a. Mengeluarkan mukus dari saluran nafas.
b. Memperbaiki efisiensi ventilasi.
c. Memperbaiki dan meningkatkan kekuatan fisis
5. Pemberian O2 dalam jangka panjang, akan memperbaiki emfisema disertai
kenaikan toleransi latihan. Biasanya diberikan pada pasien hipoksia yang timbul
pada waktu tidur atau waktu latihan. Menurut Make, pemberian O2 selama 19
jam/hari akan mempunyai hasil lebih baik dari pada pemberian 12 jam/hari.
2.8 Komplikasi
1. Sering mengalami infeksi pada saluran pernafasan
2. Daya tahan tubuh kurang sempurna
3. Tingkat kerusakan paru semakin parah
4. Proses peradangan yang kronis pada saluran nafas
5. Pneumonia
6. Atelaktasis
7. Pneumothoraks
8. Meningkatkan resiko gagal nafas pada pasien.
2.9 PENCEGAHAN
3 Rokok, merokok harus dihentikan meskipun sukar.Penyuluhan dan usaha yang optimal
harus dilakukan
4 Menghindari lingkungan polusi, sebaiknya dilakukan penyuluhan secara berkala pada
pekerja pabrik, terutama pada pabrik-pabrik yang mengeluarkan zat-zat polutan yang
pg. 11
berbahaya terhadap saluran nafas.
5 Vaksin, dianjurkan vaksinasi untuk mencegah eksaserbasi, terutama terhadap influenza
dan infeksi pneumokokus.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
pg. 12
Suku/Bangsa : ……………………………. Tgl Pengkajian:……(Jam…)
Agama : …………………………….
Pekerjaan : …………………………….
Pendidikan : …………………………….
Alamat : …………………………….
Singkat dan jelas, 2 atau 3 kata yang merupakan keluhan yang membuat pasien
meminta bantuan kesehatan.
Jika pengkajian dilakukan setelah beberapa hari pasien MRS maka keluhan utama
diisi dengan keluhan yang dirasakan saat pengkajian. Misalnya: keluhan utama
pada pasien dengan gangguan sistem pernafasan: sesak nafas, batuk.
Provokatif Qualitas Regio Skala Time ( analisis gejala keluhan utama yang meliputi
awitan, waktu, durasi, karakteristik, tingkat keparahan, lokasi, faktor pencetus,
gejala yang berhubungan dengan keluhan utama, dan faktor yang menurunkan
keparahan).
pg. 13
Pengobatan/ operasi yang pernah di dapatkan berhubungan dengan kasus sekarang
sebelum Rawat inap di pelayanan kesehatan.
Penyakit berat yang pernah diderita : akut, kronis atau fraktur ( semua riwayat
penyakit yang pernah di derita, operasi ).
Obat-obat yang biasa dikonsumsi : obat dengan resep atau dengan bebas atau
herbal (sebutkan jenis dan kegunaannya)
Penyakit yang dialami satu anggota keluarga, bila merupakan penyakit keturunan,
mengkaji 3 generasi ke atas. Mencangkup setiap kelainan genetic keluarga ( HT,
DM )/ penyakit dengan kecenderungan keluarga ( cancer), penyakit menular (
TBC,Hepatitis, HIV/AIDS ), gangguan psikiatrik ( skizofrenia ) dan penyalah
gunaan obat.
Genogram :
Ket : ………………………….
Khusus untuk penyakit infeksi/ penyakit yang disebabkan oleh kondisi lingkungan.
Identifikasi lingkungan rumah/ keluarga, pekerjaan atau hobi klien ( yang
berhubungan dengan penyakit klien ), fokuskan pada adanya paparan yang
menyebabkan penyakit tersebut (debu, asbestosis, silica atau zat racun lainnya)
tanyakan keadaan lingkungan klien, lingkungan yang penuh (crowded) resiko
peningkatan infeksi pada saluran pernafasan seperti TBC, Virus dll.
pg. 14
3.3 PEMERIKSAAN FISIK
Tanda-tanda Vital, TB dan BB :
S : ……°C (SUHU. axial, rectal, oral) N : …. x/menit ( NADI. teratur, tidak teratur,
kuat, lemah) TD : …../…..mmHg (lengan kiri, lengan kanan, berbaring, duduk)
RR : ….x/menit (regular/ irregular)
Anamnesa :
Karakteristik batuk (batuk produktif dan non produktif, serangan batuk kuat dan
hebat), karakteristik sputum (warna, konsistensi, bau), pengobatan yang sudah
dilakukan, sesak nafas, nyeri dada (PQRST), demam, kelemahan, berkeringat pada
malam hari.
a. Hidung
Inspeksi : Nafas cuping hidung, Secret / ingus, epistaksis, polip, warna mukosa,
oedem pada mukosa, kebersihan, intak septumnasi, deformitas, naso faringeal
tube, pemberian O2: nasal, masker.
b. Mulut
Inspeksi : mukosa bibir (sianosis), Alat bantu nafas ETT, oro faringeal tube.
c. Sinus paranasalis
d. Leher
pg. 15
Inspeksi : trakheostomi.
Palpasi : Nyeri tekan, adanya massa, pembesaran kelenjar limfe, posisi trachea.
e. Faring
f. Area dada
Inspeksi : pola nafas, penggunaan otot Bantu pernafasan, rytme dan kedalaman
inspirasi, pergerakan dada simetris/tidak, waktu inspirasi ekspirasi (rasio
inspirasi : ekspirasi/ normalnya 1:2), perbedaan kesimetrisan intercosta kiri dan
kanan, kesimetrisan supraklavikula, bentuk dada ( barrel chest, pigeon chest,
funnelchest, normal, dada cembung atau cekung), trauma dada, pembengkakan,
penyebaran warna kulit, cikatrik.
Palpasi : nyeri tekan, kelainan pada dinding thorax, bengkak (konsistensi, suhu,
denyutan, dapat di gerakkan / tidak), kulit terasa panas, krepitasi, vocal fremitus
melemah / mengeras kanan dan kiri sama atau tidak.
a. Wajah
Palpasi : Arteri carotis communis (frekuensi, kekuatan, irama), nilai JVP untuk
melihat fungsi atrium dan ventrikel kanan.
c. Dada
Palpasi : letak ictus kordis ( ICS 5, 1 cm medial dari garis midklavikula sinistra)
apabila tidak dapat diinspeksi, pergeseran ke arah lateral menunjukkan
pembesaran
Perkusi : batas jantung dengan adanya bunyi redup, apakah terjadi pelebaran
atau pengecilan
d. Ekstrimitas Atas
e. Ekstrimitas Bawah
Palpasi : CRT, pulsasi arteri (iliaka, femoralis, dorsalis pedis), suhu akral,
pitting oedem
3. Persyarafan
pg. 17
Pemeriksaan nervus (diperiksa jika ada indikasi dengan kelainan persyarafan):
- Ketajaman penglihatan
Pasien disuruh melihat satu benda, tanyakan apakah benda yang dilihat
jelas/kabur, dua bentuk atau tidak terlihat sama sekali /buta.
- Lapangan penglihatan
Cara pemeriksaan : alat yang digunakan sebagai objek biasanya jari pemeriksa.
Fungsi mata diperiksa bergantian. Pasien dan pemeriksa duduk atau berdiri
berhadapan, mata yang akan diperiksa berhadapan sejajar dengan mata
pemeriksa. Jarak antara pemeriksa dan pasien berkisar 60-100 cm. Mata yang
lain ditutup. Objek digerakkan oleh pemeriksa pada bidang tengah kedalam
sampai pasien melihat objek, catat berapa derajat lapang penglihatan klien.
pg. 18
c. Uji nervus III oculomotorius
d. Nervus IV toklearis
- Sensibilitas wajah.
Rasa nyeri : dengan menggunakan tusukan jarum tajam dan tumpul. Tanyakan
pada klien apakah merasakan rasa tajam dan tumpul. Dimulai dari area normal
ke area dengan kelainan.
pg. 19
Rasa suhu : dengan cara yang sama tapi dengan menggunakan botol berisi air
dingin dan air panas, diuji dengan bergantian (panas-dingin). Pasien disuruh
meyebutkan panas atau dingin yang dirasakan.
Rasa sikap : dilakukan dengan menutup kedua mata pasien, pasien diminta
menyebutkan area wajah yang disentuh (atas atau bawah).
Rasa gelar : pasien disuruh membedakan ada atau tidak getaran garpu penala
yang dientuhkan ke wajah pasien.
f. Nervus VI abdusen :
Pemeriksaan :tatap mata klien dan anjurkan klien menggerakkan mata dari
dalam ke luar. Observasi kelopak mata, kesimetrisan gerakan bola mata, bentuk
pupil.
g. Uji nervus VII facialis dengan cara : anjurkan klien untuk merengut,
menggembungkan pipi, dan menaikkan dan menurunkan alis mata lihat adanya
kesimetrisan.
h. Nervus VIII auditorius/AKUSTIKUS :
pg. 20
i. Nervus IX glosoparingeal : Cara pemeriksaan dengan menyentuhkan tongs
patel keposterior faring pasien. Timbulnya reflek muntah adalah normal
(positif), negative bila tidak ada reflek muntah.
j. Nervus X vagus: untuk menguji gerakan lidah, menelan dan rasa, sensasi
farings dan laring, dan gerakan pita suara. Anjurkan klien untuk mengatakan
“ah” observasi palatum dan gerakan faring.
k. Nervus XI aksesorius : gerakan kepala dan bahu. Anjurkan klien menggeleng
dan menoleh kekiri kanan, dan anjurkan mengangkat bahu dan beri tekanan pada
bahu untuk mengetahui kekuatannya.
l. Nervus XII hypoglosal/ hipoglosum : minta klien untuk menjulurkan lidah ke
garis tengah dan menggerakkannya ke samping kanan dan ke samping kiri.
4. Perkemihan-Eliminasi Uri
Anamnesa
Nyeri saat miksi / disuria (PQRST), menggigil /panas tubuh, saat BAK mengejan,
inkontinensia urine (ketidakmampuan seseorang untuk menahan urin yang keluar
dari buli-buli baik disadari maupun tidak disadari), poliuria (banyak kencing >
1500 cc/24 jam), anuria (jumlah urin < 200 ml/24 jam), oliguri (jumlah urin 600
ml/24 jam), skrotum membesar, karakteristik urin (jumlah, warna, bau), gatal, nafas
berbau amoniak/ureum, nokturi (sering kencing pada malam hari). Urgensi (rasa
sangat ingin kencing sehingga terasa sakit), hesitansi (sulit untuk memulai kencing,
sehingga untuk memulai kencing kadang-kadang harus mengejan), terminal
dribbling ( masih didapatkannya tetesan-tetesan urin pada akhir miksi), intermitensi
( terputus-putusnya pancaran urin pada saat miksi), residual urine (masih terasa ada
sisa urine yang belum tuntas setelah miksi), retensi urine (ketidakmampuan buli-
buli untuk mengeluarkan urin yang telah melampaui batas kapasitas maksimalnya),
polakisuri (frekuensi kencing yang lebih sering dari biasanya), disuria (perasaan
nyeri saat kencing), enuresis/ ngompol ( keluarnya urin secara tidak dasadari pada
saat tidur), chiluria ( urin yang berwarna putih seperti cairan limfe)
a. Genetalia eksterna :
Laki-Laki :
- Penis
pg. 21
Inspeksi : Mikropenis, makropenis, hipospadia, epispedia, stenosis meatus
uretra eksterna, fistel uretrocutan, ulkus, tumor penis, warna kemerahan,
kebersihan, adanya luka atau trauma
- Scrotum
b. Genetalia eksterna
Perempuan :
- Kandung kemih:
Inspeksi : adanya massa/ benjolan, jaringan parut bekas irisan atau operasa di
suprasimfisis, pembesaran kandung kemih dan keteganganya, sistostomi
Palpasi : adanya nyeri tekan, tahanan lunak diatas simpisis pubis, teraba massa
- Ginjal :
Palpasi : dengan cara ( memakai dua tangan, tangan kiri diletakkan disudut
kostevertebra untuk mengangkat ginjal ke atas sedangkan tangan kanan meraba
pg. 22
ginjal dari depan), adanya nyeri tekan abdomen kuadran I dan II diatas
umbilikus, suhu kulit, massa
Nafsu makan, pola makan klien, porsi makan dan jumlah minum per hari, alergi
terhadap makan, keluhan mual muntah, nyeri tenggorokan, telan, melakukan diet,
disfagia, riwayat penggunaan pencahar. Jika ada keluhan nyeri perut dijelaskan
secara PQRST. Gangguan defekasi (diare, konstipasi/obstipasi), nyeri BAB, pola
BAB, karakteristik feses meliputi bentuk/konsistensi, bau, warna, darah, lendir
dalam feses, flatus, hemorroid, perubahan BB,
a. Mulut:
b. Lidah
c. Faring - Esofagus :
Inspeksi : hiperemi, warna dan bentuk palatum. Tonsil (bentuk, warna dan
ukuran)
pg. 23
Inspeksi: pembesaran abnormal (asites, distensi abdomen), spider navy, tampak
vena porta hepatika, bekas luka, luka (colostomy, CAPD, hernia), umbilikus
(kebersihan, menonjol,)
Palpasi :
Kuadran I:
Kuadran II:
Lien splenomegali
Kuadran III:
Kuadran IV:
a. Warna kulit
Kekuatan otot :
pg. 24
Keterangan:
b. Luka :
c. Lesi kulit :
- Makula : kelainan kulit berbatas tegas berupa perubahan warna semata
- Eritema : kemerahan pada kulit yang disebabkan pelebaran pembuluh darah
kapiler yang reversibel
- Urtika : edema setempat yang timbul mendadak dan hilang perlahan-lahan
- Vesikel : gelembung berisi cairan serum, beratap, berukuran kurang dari ½ cm
garis tengah dan memp.dasar.
- Pustul : vesikel yang berisi nanah, bila nanah mengendap dibagian bawah
vesikel disebut vesikel hipopion
- Bula : vesikel yang berukuran lebih besar. Dikenal istilah bula hemoragik, bula
purulen, dan bula hipopion
- Kista : Ruangan berdinding dan berisi cairan, sel maupun sisa sel. Isi kista
terdiri atas hasil dindingnya yaitu serum, getah bening, keringat, sebum, sel-sel
epitel lapisan tanduk dan rambut
- Abses : merupakan kumpulan nanah dalam jaringan, bila mengenai kulit
terdapat di bagian kutis atau subkuti. Batas antara ruangan yang berisi nanah
pg. 25
dan jaringan sekitarnya tidak jelas. Abses biasanya terbentuk dari infiltrat
radang.
- Papul : penonjolan diatas permukaan kulit, sirkumskrip, diameter kurang dari
½ cm, berisikan zat padat
- Nodus :massa padat sirkumskrip, terletak di kutan atau subkutan dapat
menonjol jika ukurannya < 1 cm, disebut nodulus
7. Sistem Endokrin dan Eksokrin
Anamnesa :
Riwayat KB : Ditanyakan apakah klien pernah ikut KB, metode apa yang
digunakan, kapan menggunakannya, alasan mengikuti KB, alasan berhenti, side
efek.
a. Kepala :
Inspeksi : distribusi rambut, ketebalan, kerontokan ( hirsutisme), alopesia
(botak), moon face
b. Leher
Inspeksi : bentuk, pembesaran kelenjar thyroid, perubahan warna
Palpasi : pembesaran kelenjar (thyroid, parathyroid), nyeri tekan, suhu
c. Payudara
Inspeksi : pembesaran mamae (pada laki-laki)
d. Genetalia :
Inspeksi : Rambut pubis( distribusi, ketebalan, kerontokan), kebersihan,
pengeluaran (darah, cairan, lendir).
Palpasi : adakah benjolan, kegagalan penurunan testis (kriptokismus),
e. Ekstremitas bawah
Palpasi : edema non pitting
8. Sistem Reproduksi
Anamnesa :
pg. 26
1. Menanyakan bagaimana riwayat haid yang meliputi: menarche, cyclus haid,
lama haid, banyaknya darah & sifatnya (cair, bergumpal), flour albus (warna,
bau, jumlah), disminore. Menorhagia, metrorhagia. keluhan waktu coitus (nyeri,
pengeluaran darah)
2. Riwayat kehamilan, persalinan, nifas, Keluarga berencana
a. Untuk riwayat kehamilan ditanyakan, sudah pernah hamil, berapa kali hamil,
pernah keguguran atau tidak, adakah penyulit kehamilan. jarak kehamilannya
anak ke-1 dan ke-2 dst.
b. Untuk riwayat persalinan ditanyakan jenis persalinannya bagaimana, spontan
atau dengan bantuan alat, SC
a. Payudara
Inspeksi : bentuk, kebersihan, warna areola, bentuk papilla mamae, adanya
massa, kulit seperti kulit jeruk, adanya luka, kesimetrisan payudara
Palpasi : ada /tidak benjolan abnormal, pengeluaran( cairan, darah), nyeri tekan,
b. Axilla :
Inspeksi : tampak /tidak adanya benjolan abnormal,
Palpasi : teraba/ tidak benjolan abnormal
c. Abdomen:
Inspeksi : pembesaran abdomen , luka post SC, strie ( albican, livide).
Palpasi : pembesaran (kontur, ukuran), adakah massa.
d. Genetalia :
Inspeksi : Rambut pubis, kebersihan,odema, varices, benjolan, pengeluaran
(darah, cairan, lendir), adakah tanda-tanda infeksi.
Palpasi : adakah benjolan/ massa dan nyeri tekan.
Laki-laki :
Anamnesa :
Genetalia :
Inspeksi : bentuk, rambut pubis, kebersihan,odema, varices, benjolan,
pengeluaran (darah, cairan, lendir), turunnya testis, luka/keadaan luka.
priapismus
pg. 27
Palpasi : adakah benjolan,
9. Persepsi sensori :
Anamnesa : tanyakan pada klien :
Apakah ada nyeri yang dirasakan pada mata, Keluhan penurunan tajam
penglihatan, Keluhan mata berkunang-kunang, kabur, penglihatan ganda ( diplopia
)., Keluhan mata berair, gatal, kering, adanya benda asing dalam mata
a. Mata
Inspeksi :
Kesimetrisan mata, bentuk mata, lesi Papelbra ( ukuran, bentuk, warna, cairan
yang keluar ), Bulu mata (pnyebaran, posisi masuk :Enteropion, keluar
:ksteropion), produksi air mata.
Iris dan pupil :warna iris dan ukuran, uji reflek cahaya pada pupil
Lensa : Normal jernih dan transparan, pada org tua kdg ada cincin putih seputar
iris (Arkus senilis)
Palpasi:
Teraba lunak/ keras, nyeri dan pembengkakan kelopak mata, palpasi kantong
lakrimal, pemeriksaan TIO
b. Penciuman (Hidung) :
Palpasi; Sinus (maksilaris, frontalis, etmoidalis, sfenoidalis), Palpasi fossa
kanina ( nyeri/ tidak),Pembengkakan, Deformitas
Perkusi : pada regio frontalis sinus frontalis dan fossa kanina kita lakukan
apabila palpasi pada keduanya menimbulkan reaksi hebat
b. Ideal Diri :
Bagaimana klien mempersepsi ia harus berperilaku sesuai dengan standar
perilaku.Ideal diri akan mewujudkan cita-cita dan harapan pribadi.
c. HargaDiri :
Bagaimana penilaian klien terhadap hasil pencaian yang dicapai dengan
menganalisis sejauh mana perilaku yang sesuai dengan ideal diri. Jika individu
selau sukses maka cenderung harga dirinya akan tinggi dan jika mengalami
kegagalan cenderung harga dirinya rendah. Harga diri diperoleh dari diri
sendiri dan orang lain.
d. Peran Diri :
Bagaimana pola, perilaku nilai yang diharapkan klien berdasarkan fungsinya di
dalam masyarakat.
e. Identitas Diri
Bagaimana kesadaran akan dirinya sendiri yang bersumber dari observasi dan
penilaian yang merupakan sintesis dari semua aspek konsep diri sebagai suatu
kesatuan yang utuh.
pg. 29
12. POLA NILAI DAN KEPERCAYAAN/ SPIRITUAL
Konsep klien tentang kepercayaan/ keyakinan terhadap Tuhan YME, sumber
kekuatan/ harapan saat sakit. Bagaimana cara yang klien lakukan dalam
melaksanakan pendekatan terhadap Tuhan YME saat sakit. Bagaimana cara klien
melaksanakan kegiatan keagamaannya/ kepercayaannya saat sakit di Rumah
Sakit.
Strategi koping : strategi koping apa yang digunakan klien bila menghadapi
masalah.
pg. 30
Bagaimana respon psikologis yang digunakan : tmenurunkan ketegagangan ,
Menarik diri, kecemasan, HDR.
Bagaimana Interaksi klien dengan orang lain.Siapa hubungan klien yang palin
dekat / paling
Bagaimana dukungan keluarga, kelompok dan masyarakat pada klien saat sakit.
pg. 31
Dalam perencanaan keperawatan perawat menetapkannya berdasarkan hasil
pengumpulan data dan rumusan diagnose keperawatan untuk mencegah dan
menurunkan masalah klien.
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi
sputum
Tujuan: jalan napas anak kembali efektif selama diberikan perawatan dengan
kriteria hasil:
a. RR dalam batas normal (usia 3-4 tahun RR 20-30x/menit)
b. Ronkhi berkurang/tidak terdengar ronkhi
c. Sesak nafas berkurang/tidak sesak lagi
d. Produksi sputum berkurang
e. Batuk efektif
Intervensi:
1) Jelaskan pada orangtua penyebab ketidakefektifan bersihan jalan nafas dan
tindakan yang akan dilakukan seperti memberikan nebulazer, suction atau
fisioterapi nafas
R/ jalan napas anak tidak efektif disebabkan oleh stasis atau penumpukan sekret
di jalan napas tersebut sehingga menghambat aliran udara yang masuk ke paru.
Selain itu penjelasan dapat menigkatkan pengetahuan orang tua sehingga
kooperatif dalam tindakan yang akan dilakukan
2) Anjurkan orang tua untuk memberi minum susu hangat atau air hangat
R/ uap panas yang diperoleh dari air hangat atau susu hangat dapat membantu
mengencerkan secret
3) Lakukan kolaborasi nebulizer dengan terapi mukolitik dan bronkodilator.
R/ mukolitik membantu mengencerkan sekret dan bronkodilator dapat
melebarkan bronkus/jalan nafas.
4) Berikan clapping dan fibrasi pada daerah paru yang terdapat sekret
R/ clapping dan fibrasi membantu merontokkan sekret pada dinding paru dan
membawanya ke saluran nafas yang lebih besar.
5) Lakukan penghisapan/suction
R/ Merangsang batuk atau pembersihan jalan nafas secara mekanik pada pasien
yang tidak mampu batuk efektif.
pg. 32
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antivirus atau agen mukolitik
atau broncodilator
R/ antivirus membantu menghambat replikasi virus di jalan napas.
7) Observasi RR, suara nafas tambahan dan karakteristik sputum.
R/ menunjukkan keberhasilan tindakan keperawatan sehingga perlu dilakukan
tindakan.
2. Hipertermi berhubungan dengan viremia
Tujuan: suhu tubuh anak normal setelah diberikan dengan kriteria hasil :
pg. 34
Tujuan: Anak mengungkapkan nyeri pada mulut berkurang setelah diberikan
perawatan dengan kriteria hasil:
Keluhan nyeri berkurang saat memmbuka mulut, saat mengunyah dan menelan
Intervensi
1) Jelaskan penyebab nyeri pada mukosa mulut dan tenggorokan anak dan tindakan
yang akan dilakukan untuk membantu mengurangi nyeri
R/ adanya invasi virus ke mukosa oral, yang mana akan membentuk vesikel atau
lepuhan pada mulut, saat lepuhan ini pecah akan menyebabkan stomatitis atau
sariawan yang mengakibatkan adanya rasa nyeri
2) Anjurkan orang tua untuk memberikan mainan yang disukai anak.
R/ Distraksi dengan mengalihkan perhatian pasien dari rasa sakit, misalnya
dengan menonton tv, membaca buku kesukaannya
3) Anjurkan orang tua untuk menjaga agar mukosa mulut anak tetap lembab
dengan cara berkumur atau mengolesi air putih pada mukosa bibir atau oral
R/ Mukosa bibir yang lembab membantu menghambat terkupasnya mukosa bibir
4) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgesic topikal dan antivirus
per oral
R/ Obat analgesic membantu mengahmbat transmisi nyeri sehingga nyeri yang
dirasakan anak berkurang. Selain itu antivirus yang diberikan peroeal membantu
menghambat replikasi virus pada mukosa oral
5) Observasi keluhan nyeri pasien.
R/ Keluhan dapat membantu menentukan terapi selanjutnya
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakadekuatan asupan sekunder akibat stomatitis
Tujuan: Anak menunjukkan perbaikan nutrisi setelah dilakukan tindakan
keperawatan dengan kriteria hasil:
pg. 35
Intervensi
1) Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat dan tipe diet yang dibutuhkan pada
orang tua pasien.
R/ Intake nutrisi yang adekuat memberikan kalori untuk tenaga dan protein
untuk proses penyembuhan.
2) Berikan makanan dalam jumlah sedikit tapi sering, jika mungkin kombinasikan
dengan makanan yang disukai anak.
R/ Makanan dalam jumlah sedikit namun sering akan menambah energi.
Makanan yang menarik dan disukai dapat meningkatkan selera makan.
3) Kolaborasi dalam pemberian obat analgesik dan antijamur.
R/ Mengurangi nyeri stomatitis dan perkembangan stomatitis.
4) Observasi BB dengan alat ukur yang sama, jumlah makanan yang dihabiskan
serta keluhan pasien.
R/ Peningkatan berat badan menandakan indikator keberhasilan tindakan.
6. Kerusakan integritas kulit behubungan dengann proses penyakit akibat virus
Tujuan anak menunjukan penyembuhan jaringan progresif setelah dilakukan
tindakan keperawatan denga kriteria hasil:
a. Pasien mengungkapkan tubuh tidak gatal
b. Tidak ada lecet
c. Eritema berkurang
Intervensi:
1) Jelaskan kepada anak dan keluarga tindakan yang dilakukan untuk mengatasi
masalah.
R/ Pengetahuan yang cukup membantu meningkatkan pengetahuan sehingga
keluarga lebih kooperatif saat dilakukan tindakan.
2) Anjurkan orang tua untuk menjaga kebersihan area kulit yang mengalami erupsi,
dan membersihkan area tersebut dengan sabun
R/ Kebersihan mambantu menjaga luka tetap bersih dan mencegah kontaminasi.
3) Kolaborasi dengan dokter dalam memberikan obat secara topikal.
R/ membantu mengurangi bakteri atau kuman yang menginvasi.
4) Observasi keadaan kulit dan keluhan pasien.
R/ Untuk mengetahui perkembangan luka dan menentukan terapi selanjutnya.
pg. 36
7. Ansietas orang tua berhubungan dengan hospitalisasi anak, kurang pengetahuan
orangtua tentang penyakit anak .
Tujuan: Ansietas pada orangtua berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan
dengan kriteria hasil: wajah orang tua tampak rileks, orang tua dan anak
menunjukkan perilaku yang kooperatif dalam proses pengobatan dan perawatan,
anak tidak menangis ketika didekati perawat.
Intervensi:
pg. 37
Intervensi :
1) Bina hubungan saling percaya dengan anak.
R/ meningkatkan rasa nyaman pada anak.
2) Berikan dukungan kepada anak dengan mengajak anak kenalan
R/ Dukungan dapat menurunkan kecemasan.
3) Anjurkan orangtua untuk membawakan mainan kesukaan anak.
R/ Membawakan mainan kesukaan anak membantu anak untuk mengalihkan
ketakutan anak ke mainan.
4) Ciptakan lingkungan yang kondusif.
a) Kenalkan dengan teman sekamar
b) Orientasikan lingkungan kamar
c) Kenalkan dengan petugas
R/ menurunkan ansietas anak dan anak tidak merasa asing dengan lingkungan.
5) Libatkan orangtua dalam pelaksanaan tindakan keperawatan
R/ keikutsertaan orangtua dalam memonitor anak, dapat mengurangi kecemasan
anak berhubungan tindakan keperawatan yang diberikan.
6) Observasi tingkat kecemasan anak.
R/ mengevaluasi keberhasilan dari tindakan keperawatan yang dilakukan.
9. Defisit pengetahuan orang tua dan keluarga tentang penyakit HFMD (penularan,
penanganan awal dan pencegahan) berhubungan dengan kurangnya informasi
Tujuan: Pasien atau keluarga mampu mengungkapkan pemahaman tentang penyakit
(penularan, penanganan dan pencegahan) setelah dilakukan tindakan dengan
kriteria hasil:
a. Pasien atau keluarga mampu menjelaskan cara penularan, penanganan awal dan
pencegahan HFMD.
b. Pasien atau keluarga dapat melaksanakan tindakan penanganan dan pencegahan
selanjutnya dengan menyebut contoh konkritnya.
Intervensi :
1) Kaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang penyakitnya.
R/mengetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan pasien tentang
penyakitnya.
2) Berikan penjelasan pada pasien /keluarga tentang penyakitnya (penularan dan
penanganan).
pg. 38
R/ penularan HFMD dapat melalui kontak langsung dengan pasien yang
menderita HFMD maupun melalui kontak tidak lansung seperti penggunaan
barang-barang pribadi seperti pakaian, handuk, maunan, peralatan makan atau
minum dll.
3.7 Implementasi
pg. 39
1 25-05- Pengkajian :
2016/10.00 WIB 1.Mengukur tanda vital
Respon / hasil :
Nadi 100 x/menit
RR 24 x/menit
TD 120/90 mmHg
2.
Memberikan :
Respon :.
Kolaborasi
Ahli gizi menyarankan :
3.8 Evaluasi
Penulis dapat mengevaluasi keadaan pasien dan tindakan keperawatan selanjutnya
setelah dilakukan implementasi. Evaluasi terdiri dari subjektif, berdasarkan apa yang
dikatakan oleh pasien, objektif, berdasarkan pengamatan terhadap keadaan pasien.
1. Tidak terjadi syok hipovolemik.
2. Informasi kesehatan terpenuhi.
3. Jalan nafas pascabeda dalam konndisi optimal.
4. Pasien tidak mengalami injuri.
5. Nyeri episgatrium berkurang atau teradaptasi.
6. Tidak terjad infeksi luka pascabeda.
7. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit tidak terjadi.
8. Intake nutrisi harian terpenuhi.
9. Tingkat kecemasan berkurang.
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN EMFISEMA
pg. 40
4.1 KASUS
Seorang Laki-laki bernama Tn. A berusia 40 tahun datang ke RSUD Jombang pada
tanggal 12 November 2015 jam 11.30 dengan keluhan sesak napas, batuk, dan nyeri
di daerah dada sebelah kanan pada saat bernafas. Ketika batuk banyak keluar sekret,
berwarna kuning kental. Tn. A juga merasa cepat lelah saat melakukan aktivitas.
Ketika datang ke rumah sakit Tn. A tampak kebiruan pada daerah bibir dan dasar
kuku. Dari pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan hasil RR = 30x/mnt, TD =
130/100mmHg, Nadi = 102 x/mnt, Suhu = 37,4 oC
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
pg. 41
Ketika datang ke rumah sakit Tn. A tampak kebiruan pada daerah bibir dan dasar
kuku.
3. Riwayat Kesehatan Terdahulu
Pasien mengatakan selama 3 tahun terakhir mengalami batuk produktif dan
pernah menderita pneumonia
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita Emfisema dan Pneumonia
Genogram :
Keterangan
: Laki-laki
pg. 42
: Perempuan
: Klien
: GarisPerkawinan
: GarisKeturunan
: Tinggal Serumah
: Meninggal
pg. 43
d. Faring
Inspeksi : tidak ada odem
e. Area dada
Inspeksi : Irama nafas tidak teratur, bentuk dada barrel chest, perger
Palpasi : terdapat nyeri tekan bagian kanan
Perkusi : sonor pada daerah dada
Auskultasi : terdapat suara nafas tambahan
2. Kardiovaskuler dan limfe
Anamnesa : pasien tidak mengalami palpitasi
a. Wajah
Inspeksi : simetris, sclera normal tidak nampak ikterik,
b. Leher
Inspeksi : tidak ada bendungan vena jugularis
Palpasi : irama denyutan arteri carotis communis normal, tidak ada bendungan
vena jugularis.
c. Dada
Inspeksi : dada terlihat simetris,
Palpasi : letak ictus kordis ( ICS 5, 1 cm medial dari garis midklavikula
sinistra)
Perkusi : tidak ada tanda - tanda bunyi redup.
Auskultasi : bunyi jantung normal ( BJ 1 dan BJ 2 tunggal )
3. Persyarafan
Anamnesa : Pasien tidak mempunyai keluhan.
a. Nervus I olfaktorius (pembau)
Klien bisa membedakan aroma saat diberi kopi
b. Nervus II opticus (penglihatan)
Bisa melihat benda yang jaraknya 35 cm dengan jelas.
c. Nervus III oculomotorius
Tidak oedem pada kelopak mata
d. Nervus IV toklearis
Ukuran pupil normal, tidak ada perdarahan pupil
e. Nervus V trigeminus (sensasi kulit wajah)
normal
pg. 44
f. Nervus VI abdusen
Bola mata simetris
g. Nervus VII facialis
Klien dapat membedakan rasa asin dan manis, bentuk wajah simetris
a. Kandung kemih
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
b. Ginjal
pg. 45
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
5. Sistem pencernaan – eliminasi alvi
Anamnesa :Pasien mengatakan tidak ada keluhan
a. Mulut
Inspeksi : mukosa bibir sianosis
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada rongga mulut
b. Gigi
Inspeksi : terdapat gigi yang goyang , gigi tidak lengkap dan ada gigi yang lepas
c. Lidah
Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada stomatitis
d. Abdomen
Inspeksi : tidak ada pembesaran abdomen yang abnormal
Palpasi :
Kuadran 1
Hepar : hepatomegali(-), nyeri tekan(-)
Kuadran 2
Gaster : nyeri tekan abdomen(-)
Lien : splenomegali(-)
Kuadran 3
Tidak terdapat massa
Kuadran 4
Tidak ada nyeri tekan pada titik Mc Burney
Perkusi : Tympani
Auskultasi : Bising usus normal 15x per menit
6. Sistem muskuloskeletel dan integumen.
Anamnesa : pasien mengatakan adanya nyeri tekan pada dada sebelah kanan
Inspeksi : lembab, tidak ada lesi, tidak ada oedem
Palpasi : turgor kulit < 2 detik, tidak ada nyeri tekan
5 5
Kekuatan otot
3 5
pg. 46
7. Sistem endokrin dan eksokrin
Anamnesa : Pasien mengatakan tidak mempunyai keluhan.
a. Kepala
Inspeksi : rambut bersih, distribusi rambut merata,
Palpasi : tidak ada benjolan dan tidak ada rambut yang rontok
b. Leher
Inspeksi : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Palpasi : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, dan tidak ada nyeri tekan
8. Sistem reproduksi
Anamnesa : pasien mengatakan tidak ada keluhan pada sistem reproduksi
Perempuan
a. Payudara
Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada benjolan dan tidak ada lesi
Palpasi : tidak ada benjolan
b. Axila
Inspeksi : tidak ada benjolan dan tidak ada lesi
Palpasi : tidak ada benjolan dan tidak ada lesi
Genetalia
Inspeksi : tidak ada tanda - tanda infeksi
Palpasi : tidak ada benjolan atau masa dan tidak ada nyeri tekan
9. Persepsi sensori
Anamnesa :Tidak ada penurunan tajam penglihatan, mata tidak kabur, tidak ada
keluhan tinnitus (berdenging) dan tidak ada penurunan pendengaran.
a. Mata
Inspeksi : bentuk simetris, kornea normal, warna iris hitam, lensa normal jernih,
sklera putih
Palpasi : tidak ada nyeri dan tidak ada pembengkakan kelopak mata
b. Telinga
Inspeksi : bentuk simetris, bersih, tidak ada serumen
Palpasi : tidak ada oedem dan tidak ada nyeri tekan
c. Penciuman-(hidung)
Palpasi : tidak ada pembengkakan dan tidak ada nyeri saat palpasi fosa kanina
pg. 47
Perkusi : tidak ada reaksi hebat pada regio frontalis, sinus frontalis dan fosa
kanina
ANALISA DATA
No RM : 0428
pg. 48
FAKTOR YANG Lingkungan
BERHUBUNGAN
Perokok
Perokok pasif
Terpajan asap
Fisiologis
Asma
Disfungsi neuromuskular
Infeksi
Jalan napas alergik
pg. 49
Subjective data entry Objective data entry
\ a. TD :120/100 mmHg
Pasien mengeluh nyeri perut b. RR :19x/menit
bagian bawah kanan c. Nadi :80x/menit
d. Suhu :38,20C
P : Nyeri di timbulkan dari
e. Ekspresi wajah Pucat
peradangan pada appendicitis.
d. Terasa mual muntah
Q: Nyeri seperti tertusuk-tusuk. e. Nafsu makan berkurang
Skala nyeri : 5
T : Hilang Timbul
pg. 50
4.6 Intervensi Keperawatan
Inisial : Tn. A
NIC NOC
Intervensi Aktivitas Outcome Indikator
Pengawasa Action : Respiratory Status : Men
n 1. Catat pergerakan Airway Patency ilai
Pernafasan dada,perhatikan Def: pern
def: kesimetrisanya, membuka,membersi afas
menggump penggunaan otot hkan an
ulkan dan aksesoris dan tracheobronchial dari (3)
menganalis retraksi otot jalan pertukaran Rit
a data R : Mengetahui udara me
pasien kondisi pern
untuk pernafasan dari afas
menjamin keadaan pasien an
kepatenan 2. Buka jalan nafas, (3)
jalan nafas gunakan tehnik Ked
dan “chin lift/jaw alam
adekuatnya thrust”jika perlu an
pertukaran R : Memberi jalan inspi
gas nafas yang efektif rasi(
3. Auskultasi bunyi 3)
paru setelah Kem
pengobatan dan amp
catat hasilnya uan
R : Mengetahui men
bunyi tambahan gelu
pg. 51
paru raka
4. Lakukan TTV n
1. TD : lend
2. RR: ir(4)
3. Suhu : Kec
4. N : ema
R : Mengetahui san(
keadaan 4)
fisik pasien Keta
kuta
n (4)
Batu
5. Ajarkan batuk k(4)
efektif Ters
R: Dapat edak
membantu (4)
menjatuhkan Cupi
secret yang ada ng
di jalan nafas hidu
6. Anjurkan asupan ng
cairan yang (4)
adekuat Suar
R:mengoptimalka a
n keseimbagan nafa
cairan dan s(4)
membatu
mengencerkan
secret sehingga
muda dikeluarkan
Observation :
o Awasi pola
pernafasan:
pg. 52
bradipnea,
tacipneathiperven
tilasi, pernafasan
Kusmaul,
Cheyne, stokes,
apnea, Biot dan
pola ataksik
R : Mengetahui
pola nafas pasien
o Awasi jumlah,
irama, kedalaman
dan usaha
bernafas
R : Mengetahui
usaha pasien saat
bernafas
Colaboration :
Adakan
terapi
pengobata
n
pernafasan
(nebulizer)
jika perlu
R : Membantu
kelancaran
pernafasan
Kolaborasi
pemberian
oksigen
R:
meringankan
pg. 53
kerja paru untuk
memenuhi
kebutuhan
oksigen serta
memenuhi
oksigen dalam
tubuh
Education :
3. Ajarkan
teknik
pernapasan,
sesuai
kebutuhan.
R : pasien
mengerti manfaat
dari tehnik
pernafasan
pg. 54
f. Implementasi Keperawatan
pg. 54
3 6 November 22.00
2016
1. Melakukan TTV
TD : 130/80
RR : 27x/menit
S : 38,7 OC
N : 93x/menit
2. Ajarkan teknik pernapasan, sesuai
kebutuhan.
3. Membuka jalan nafas, gunakan tehnik
“chin lift/jaw thrust”
4. Kolaborasi pemberian oksigen
5. Mengiformasikan kepada keluarga
mengenai tindakan suction dan respon
kelurga klien
O : TD: 130/80
RR: 27 x/ment
S : 38,2 oC
pg. 55
N : 92 x/menit
RR: 25 x/ment
S : 38 oC
N : 90 x/menit
pg. 56
8 November Ketidakefektifan S: pasien mengatakan sudah tidak
2016/19.00 Bersihan Jalan mengalami sesak nafas
WIB Napas
O : -mengukur TD: 120/80
- RR: 20x/menit
- S: 37,2 C
- N: 65 x/menit
A : masalah teratasi
pg. 57
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Emfisema adalah dilatasi asinas yang tidak dapat pulih yang diperberat oleh
perubahan obstruksi dinding asing dengan penurunan recoil elastis dari paru.
Dampak yang ditimbulkan akibat emfisema yaitu dapat merusak dinding alvioler
dan menyebabkan bleb / bula, kolabs bronkeolus pada ekspirasi.
5.2 Saran
Hendaknya pengelolaan pasien emfisema sangat perlu diperhatikan tentang
munculnya masalah pertukaran gas dan bersihan jalan nafas. Maka dalam pengkajian
perlu difokuskan pada proses dan status respiratorinya tanpa mengabaikan pengkajian
pasien secara menyeluruh. Kita juga harus memperhatikannya adanya luka supaya tidak
terjadi infeksi. Dan hendaknya dalam menyusun intervensi keperawatan diusahakan
secepat mungkin sehingga pada saat intervensi itu dilaksanakan maka hasil yang
diharapkan, yang tercantum dalam kriteria hasil dapat terpenuhi dan itu berarti tindakan
yang kita laksanakan bisa mengatasi masalah yang muncul.
pg. 58
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Linda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC.
Corwin, J. Elisabeth. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Doengoes, ME. Moorhouse, M.F, Geissler, A.C. 2000. Nursing Care Plans : Guidelines for
Planning and Documenting Patient Care. Edisi 3. Ahli Bahasa I Made Kariasa, S.Kp,
Ni Made Sumarwati, S.Kp. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Stork, John E. 1992. Manual Ilmu Penyakit Paru. Jakarta : Binarupa Aksara.
Sunddarth & Brunner. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Edisi 8. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC.
pg. 59