Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN

Hiperaldosteron

Dosen Pembimbing:

Rodiyah, S.kep.,Ns.,M.Kes

Disusun Oleh Kelompok:

1. ALIFIA RAHMA N (151001004)


2. FERDY YUSWAN A (151001015)
3. MUFID ASADULLAH (151001027)
4. SHINTA LUKITA KIRANA P (151001039)
5. YUYUN SITI NUR JANAH (151001047)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

(STIKES) PEMKAB JOMBANG

2016 / 2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami, sehingga kami berhasil
menyelesaikan makalah ini, dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada
Hiperaldosteron”.Makalah ini berisikan tentang pubertas dan konseling kesehatan
reproduksi remaja.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
SISTEM ENDOKRIN. Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak
kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun penguasaan materi,
mengingat akan kemampuan yang kami miliki belum seberapa. Untuk itu kritik dan
saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan
makalah ini.
Akhir kata, tidak lupa kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berperan serta dalam penyusunan Makalah ini dari awal sampai akhir.

Jombang , 24 April 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI
JUDUL …………………………...…………………………………………….i
KATA PENGANTAR…………………………………………………...…….. ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………….. iii
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang…………………………………………………..…….. 1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………..…….… 2
1.3 Tujuan ………………………………………………………………….2
BAB IIPembahasan
2.1 Definisi Hipoaldosteron……………………………………………..… 3
2.2 Etiologi Hipoaldosteron…………………………………..…………… 3
2.3 Manifestasi Klinis Hipoaldosteron…………………………...……….. 4
2.4 Patofisiologi Hipoaldosteron………………………………………….. 4
2.5 FactorResiko Hipoaldosteron…………………………………………..5
2.6 Pengobatan Hipoaldosteron……………………………………...…… 5
2.7 Pencegahan Hipoaldosteron……………………………………...…… 6
2.8 Penatalaksanaan Hipoaldosteron……………………………………... 6
2.9 Pemeiksaan Diagnostic …………………………...……..…………... 7
2.10 Diagnose Keperawatan ………………………...…………….……... 7
BAB III Kasus
3.1 Asuhan Keperawatan…………………………………………………. 8
3.2 Riwayat keperawatan ………………………………………………….9
3.3 Pemeriksaan Persistem ………………………………………………..10
3.4 Diagnosa Keperawatan……………………………………. …………16
3.5 Intervensi Keperawatan ……………………………………………….17
3.6 ImplementasiKeperawatan …………………………………………...19
3.7 Evaluasi Keperawatan …………………………………………………21
BABIV Penutup
4.1 Kesimpulan dan saran …………………………………………………24
4.2 Daftar Pustaka

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hiperaldosteron merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan sekresi
aldosteron.Hiperaldosteron dapat dibagi menjadi primer dan
sekunder.Hiperaldosteron primer (Sindroma Conn) dapat dikarenakan oleh adanya
tumor/neoplasma adrenokorteks yang meningkatkan sekresi aldosteron.Mekanisme
ini belum jelas, pada hiperaldosteron sekunder, pelepasan aldosteron terjadi sebagai
respon atas pengaktifan system renin-angiotensin.
Hiperaldosteron primer (Sindroma Conn) seperti yang sudah dijelaskan diatas
bahwa sindroma ini disebabkan oleh adanya neoplasma adrenokorteks yang
menyekresi aldosteron berlebihan.Meskipun pada halnya dianggap langka,
hiperaldosteronisme primer (PH) sekarang dianggap salah satu penyebab umum
dari hipertensi sekunder (HS) walaupun penelitian sebelumnya menunjukkan
bahwa aldosteron adalah penyebab paling umum dari PH.
Keadaan klinis yang disebabkan oleh produksi berlebih aldosterone, suatu
hormone mineralkortikoid korteks adrenal.Efek metabolic aldosterone berkaitan
dengan keseimbangan elektrolitdan cairan.Aldosterone meningkatkan reabsorbsi
natrium tubulus proksimal ginjal danmenyebabkan ekskresi kalium dan ion
hydrogen. Konsekuensi klinis kelebihan aldosteroneadalah retensi natrium dan air ,
peningkatan volume cairan ekstrasel dan hipertensi. Selain itu juga terjadi
hypernatremia, hypokalemia dan alkalosis metabolic.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah definisi Hiperaldosteron ?
2. Apa saja etiologi Hiperaldosteronisme ?
3. Apa saja manifestasi klinis Hiperaldosteron ?
4. Bagaimana patofisiologi Hiperaldosteron ?
5. Bagaimanakah pengobatan Hiperaldosteron ?
6. Bagaimanakah pencegahan Hiperaldosteron ?
7. Bagaimanakah penatalaksanaan Hipoaldosteron ?

1.3 Tujuan
1. Agar mahasiswa mengetahui definisi Hiperaldosteron
2. Agar mahasiswa mengetahui etiologi Hiperaldosteron
3. Agar mahasiswa mengetahui manifestasi klinis Hiperaldosteron
4. Agar mahasiswa mengetahui patofisiologi Hiperaldosteron
5. Agar mahasiswa mengetahui pengobatan Hiperaldosteron
6. Agar mahasiswa mengetahui pencegahan Hiperaldosteron
7. Agar mahasiswa mengetahui penatalaksanaan Hipoaldosteron

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Hiperaldosteronisme (Hyperaldosteronism) juga dikenal sebagai
aldosteronisme, hipersekresi aldosteron mineralokortikoid oleh korteks adrenal
menyebabkan absorpsi natrium dan air secara berlebihan dan ekskresi kalium oleh
ginjal secara berlebihan.
Aldosteronisme adalah keadaan klinis yang diakibatkan oleh produksi
aldosteron “suatu hormon steroid mineralokortikoid korteks adrenal” secara
berlebih.Efek metabolik aldosteron berkaitan dengan keseimbangan elektrolit dan
cairan.Aldosteron meningkatkan reabsorsi natrium tubulus proksimal ginjal dan
menyebabkan ekskresi kalium dan ion hidrogen.Konsekuensi klinis kelebihan
aldosteron adalah retensi natrium dan air.
Fungsi utama aldosteron adalah untuk mengamankan natrium tubuh. Di bawah
pengaruh hormon ini, ginjal akan mengekskresikan natrium dalam jumlah sedikit
dan kalium serta hidrogen dalam jumlah banyak. Produksi aldosteron yang
berlebihan seperti yang terjadi pada pasien tumor kelenjar adrenal menyebabkan
suatu pola perubahan biokimiawi yang nyata dan sekumpulan manifestasi klinik
yang merupakan tanda diagnostik keadaan ini.

2.2 Etiologi
1. Aldosteronisme Primer
 Adenoma adrenal (sindroma conu)
 Hiperplasia adrenal
 Karsinoma adrenal
2. Aldosteronisme Skunder
 Hipertensi
- Esensiel
- “Accelerated”
 Terapi Diuretik

3
 Sindroma Nefrotik
 Sirosis
 Gagal Jantung Kongestif
 “Salt – Losing Nephropathy”
 Asidosis Tubular Ginjal
 Sindroma Bartter
 Hipersekresi Renin
 Tumor Ginjal
 Hipokalemi

2.3 Manifestasi Klinis


 Hipertensi dengan tekanan diastolik antara 100-130 mmHg
 Hipokalemia (penurunan kadar kalium serum)
 Alkalosis Metabolik(penurunan ion hidrogen)
 Nyeri Kepala, Edema
 Kelemahan Otot Berat
 Polinukturia, Haus
 Tampak bingung dan sering kesemutan

2.4 Patofisiologi
Peningkatan aldosteron menyebabkan peningkatan reabsorbsi natrium,
jumlah total natrium dalam tubuh dan hiperpolemia. Edema jarang ditemukan
karena adanya mekanisme pengalihan, dimana terjadi reabsorbsi natrium
pada tubulus proksimal terhalang dengan adanya sitem regulator ginjal.
Hipertensi arteri terjadi karena peningkatan volume cairan, kadar natrium
pada arterior dan pembuluh darah serta reaktifitas simfatis penurunan kalium
pada intra dan ekstra seluler terjadai karena peningkatan ekresi kalium pada
tubulus ginjal. Hipokalemiaberakibat kelemahan otot, patique.Polinuktoria
(karena peningkatan konsentrasi urin).Perubahan konduktifitas elektrik pada
miokard dan penurunan toleransi glukosa.

4
Sekresi ion hiidrogen meningkat dengan adanya hiper aldosteronisme
sehingga mengakibatkan alkalosis metabolik.
Alkalosis berhubungan dengan derajat hipokalemia.Alkalosis ditunjukan
dengan tanda chvostek dan trousseav (+), aktivitas renin plasma ditekan.
Pemeriksaan lab akan menunjukan derajat penurunan renin setelah pasien
berada pada kondisi hiperaldosteronisme. Peningkatan serentak dari sekresi
aldosteron juga dapat terlihat pada pasien ini.

2.5 Faktor Resiko


Ada banyak faktor yang dapat meningkatkan risiko terkena aldosteronisme :
 Tekanan darah tinggi yang harus ditangani dengan mengonsumsi tiga obat
yang dikombinasikan atau lebih
 Tekanan darah tinggi sejak muda (sejak berusia kurang dari 30 tahun)
 Keluarga dengan riwayat stroke pada usia muda
 Rendahnya kadar kalium dalam darah

2.6 Pengobatan
Metode pengobatan aldosteronisme berdasarkan penyebabnya. Secara
keseluruhan, tujuan dari semua perawatan adalah untuk mencegah produksi
aldosteron, dan mencegah komplikasi akibat tekanan darah tinggi serta kadar
kalium yang rendah dalam darah. Metode dapat mencakup :
 Pengobatan tumor di area kelenjar adrenal
Bedah : kemungkinan dokter akan melakukan operasi untuk mengangkat tumor
adrenal. Pascaoperasi, tekanan darah dan kadar kalium akan membaik, dan
tingkat hormon aldosteron akan kembali normal seperti semula.
Pengobatan : jika tidak dapat menjalani operasi, sebaiknya menggunakan obat
penghambat aldosteron sebagai reseptor antagonis mineralokortikoid. Namun,
tekanan darah tinggi dan kadar kalium dalam darah akan menurun seiring
dengan berhenti merokok.

5
 Pengobatan pada kedua 2 adrenal
Pengobatan : reseptor antagonis mineralokortikoid atau spironolactone
dapat membantu mengontrol tekanan darah serta kadar kalium dalam darah.
Beberapa obat dapat menyebabkan efek samping seperti turunnya libido,
impotensi, gangguan menstruasi serta gangguan pencernaan.

2.7 Pencegahan
Perlu mengubah kebiasaan hidup. Perubahan gaya hidup dan pola makan
yang sehat dapat membantu mengontrol tekanan darah. Selalu jaga berat badan,
lakukan olahraga yang cocok untuk kondisi tubuh, serta kurangi merokok dan
minuman beralkohol, dan selalu gunakan obat seperti yang diarahkan oleh
dokter.Kondisi ini juga dapat dikontrol dengan menerapkan dan memelihara
kebiasaan berikut ini.
 Mempertahankan diet yang sehat. Batasi jumlah garam dalam asupan diet,
tambahkan suplemen sayuran dan buah. Buat makanan bervariasi yang baik
bagi kesehatan, misalnya sereal, buah-buahan, sayuran, serta makanan
rendah lemak
 Menjaga berat badan yang sehat. Jika memiliki BMI (Indeks Massa Tubuh)
lebih besar atau sama dengan 25, penurunan berat badan dapat membantu
mengontrol tekanan darah
 Olahraga : Berjalan kaki dan latihan aerobik dapat membantu mengontrol
tekanan darah
 Jangan merokok, batasi penggunaan minuman yang mengandung kafein
atau alkohol

2.8 Penatalaksanaan
Reseksi bedah harus dipertimbangkan karena sebagian di antara tumor
tersebut ganas.Spinorolakton atau amilorid adalah antagonis aldosteron dan
bisa diberikan pada aldosteronisme primer maupun sekunder untuk adenoma
atau hiperplasia bilateral. (Hanya jika memberikan respons buruk,

6
adrenalektomi bilateral dengan terapi pengganti)
2.9 Pemeriksaan Diagnostik Atau Laboratorium
 Peningkatan aldosteron plasma
 Aktivitas renin plasma ditekan atau tidak dapat dirangsang
 Gagal untuk menekan aldosteron dengan manuver biasa
 Hipernatremia (normal : 135 – 150 mEg/L)
 Hipokalemia (normal : 3,5 –5 mEg/L)
 Hiperpolemia
 Alkolosis metabolik
 Eksresi urine (24 jam) 18 – glukoronid
 EKG
 Segmen ST dan gelombang T tertekan, terlihat gelombang U
 Kontraksi ventrikel prematur
 Scan lodokolesterol
 Scan CT kelenjar adrenal untuk menentukan letak adenoma atau untuk
membedakan hiperplasia dari adenoma
 Kateterisasi vena adrenal

2.10 Diagnosa Keperawatan


 Kelebihan volume cairan berhubungan dengan hipernatremia sekunder
terhadap hiperaldosteronisme.
 Perubahan kenyamanan yang berhubungan dengan ekskresi urine berlebih
dan polidipsia.
 Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi mengenai
proses penyakit, pengobatan dan perawatan diri.
 Resiko terhadap perubahan perfusi jaringan, kardiovaskuler berhubungan
dengan disritmia karena hipokalemia.

7
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN KASUS

3.1 Kasus
Ny T.datang ke RSUD Jombang tanggal 4 April 2017 pukul 10.00 WIB
dengan keluhan badan terasa lemah, banyak minum, banyak kencingterutama
pada malam hari, nyeri pada kepala, mudah merasa haus dan sering kesemutan.
Setelah dilakukan pengkajian di dapatkan data TD 150/110 mmHg,Suhu 37
derajat celsius,Nadi 80x/menit,RR 23x/menit.

Pengkajian tanggal : 4 April 2017


Pukul : 10.05 WIB

3.2 PENGKAJIAN
IDENTITAS KLIEN
Nama : Ny T
Umur : 55 Tahun
Jenis Kelamin : perempuan
Suku/Bangsa : Jawa / Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan :-
Pendidikan : SD
Alamat : Ds.Tanjunggunung Peterongan
No. Reg :12015
Tgl. MRS : 4 April 2017 (10.00)
Diagnosis medis :Hiperaldosteron
Tgl Pengkajian :4 April 2017 (10.05)

PENANGGUNG JAWAB
Nama :Darman
Umur :30 Tahun

8
Jenis Kelamin :Laki-Laki
Pendidikan :SMA
Pekerjaan :Karyawan Swasta
Hubungan dengan pasien :Anak
Alamat :Ds. Tanjunggunung peterongan

3.3 RIWAYAT KEPERAWATAN (NURSING HISTORY)


Keluhan utama :
Pasien mengatakan sering kencing pada malam hari
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan keluhan badan terasa lemah, banyak minum, banyak
kencingterutama pada malam hari, nyeri pada kepala, mudah merasa haus dan
sering kesemutan

Riwayat Kesehatan Terdahulu


Pasien mempunyai penyakit hipertensi ringan

Riwayat Kesehatan Keluarga


Keluarga tidak memiliki penyakit seperti pasien

Riwayat Kesehatan Lingkungan


Pasien tinggal di lingkungan bersih dan sehat

9
3.4 Pemeriksaan fisik
TTV
a. Suhu : 370 C
b. TD : 150/110 mmHg
c. Nadi : 80 x/menit
d. RR : 20 x/menit
Pemeriksaan Per Sistem
A. Sistem Pernapasan
Anamnesa : tidak ada keluhan pada sistem pernafasan

Hidung:

Inspeksi: tidak ada nafas cuping hidung, secret/ingus, maupun epistaksis,


kebersihan baik, tidak menggunakan alat bantu oksigen berupa nasal kanula
maupun masker

Palpasi: tidak ada nyeri tekan

Mulut

Inspeksi : mukosa bibir kering

Leher

Inspeksi : bentuk leher normal

Palpasi : tidak ada nyeri tekan, massa, maupun pembesaran kelenjar limfe

Faring :

Inspeksi : tidak ada kemerahan maupun oedem

Area dada:

Anamnesa : tidak mengeluh sesak nafas.

Inspeksi: pola nafas normal, tidak menggunakan otot bantu pernafasan,

10
pergerakan dada simetris, bentuk dada normal, tidak ada trauma dada
maupun pembengkakan.

Palpasi: nyeri tekan (-), tidakk ada kelainan pada dinding thorax, maupun
tidak ada bengkak

Perkusi : suara sonor

Auskultasi : suara nafas vesicular

B. Cardiovaskuler Dan Limfe


Anamnesa: nyeri dada bagian kiri

Wajah

Inspeksi : tidak ada sembab, pucat, oedem periorbital, maupun sianosis,


konjungtiva normal berwarna merah muda

Leher

Inspeksi :tidak ada bendungan vena jugularis

Palpasi : arteri carotis communis teraba


Dada

Inspeksi : bentuk dada normal tidak normal


Palpasi : nyeri tekan (+)
Perkusi :batas jantung jelas dengan suara peka, kardiomegali sinistra
Auskultasi : bunyi jantung normal ( BJ 1 dan BJ 2)
Ekstrimitas Atas

Anamnesa :pasien merasa sering merasakan kesemutan

Inspeksi : tidak ada sianosis maupun clubbing finger

Palpasi : CRT<2 detik, suhu akral normal, perfusi normal

11
Ekstrimitas Bawah

Inspeksi : sianosis

Palpasi : CRT>2 detik, suhu akral hangat,piting oedem.

C. Persyarafan
Anamnesa : Tidak ada keluhan pada sistem persyarafan
a. Anamnesis : Uji nervus I olfaktorius ( pembau) : Pasien dapat
membedakan bau bauan
b. Uji nervus II opticus ( penglihatan) : Tidak ada katarak, infeksi
konjungtiva atau infeksi lainya, pasien dapat melihat dengan jelas tanpa
menggunakan kaca mata
c. Uji nervus III oculomotorius : Tidak ada edema kelopak mata,
hipermi konjungtiva,hipermi sklera kelopak mata jatuh (ptosis), celah
mata sempit (endophthalmus), dan bola mata menonjol (exophthalmus)
d. Nervus IV toklearis : Ukuran pupil normal
e. Nervus V trigeminus (sensasi kulit wajah) : Pasien dapat membuka
dan menutup mulut
f. Nervus VI abdusen : Tidak ada strabismus (juling), gerakan mata
normal
g. Uji nervus VII facialis : Pasien dapat menggembungkan pipi, dan
menaikkan dan menurunkan alis mata
h. Nervus VIII auditorius/AKUSTIKUS : Pasien dapat mendengar kata
kata dengan baik
i. Nervus IX glosoparingeal : Terdapat reflek muntah
j. Nervus X vagus : Dapat menggerakan lidah
k. Nervus XI aksesorius : Dapat menggeleng dan menoleh kekiri kanan,
dan mengangkat bahu
l. Nervus XII hypoglosal/ hipoglosum : Dapat menjulurkan lidah.
Pemeriksaan reflek fisiologis : Normal, tidak ada gangguan.

12
Pemeriksaan reflek patologis : Normal, tidak ada gangguan.
GCS (Glasgow Coma Scale) :
- Eye/membuka mata (E) : 4
- Motorik (M) : 6
- Verbal/bicara (V) : 5
D. Perkemihan-Eliminasi Uri
Perempuan :
Anamnesa : pasien mengeluh sering kencing
Genetalia eksterna
Inspeksi : tidak ada odema, tidak ada tanda–tanda infeksi, tidak ada
pengeluaran per vagina
Palpasi : tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan.
Kandung kemih:
Inspeksi : tidak adanya massa/ benjolan, tidak ada pembesaran kandung
kemih
Palpasi : tidak adanya nyeri tekan, tidak teraba massa
Ginjal :
Inspeksi : tidak terdapat pembesaran daerah pinggang (karena
hidronefrosis atau tumor di daerah retroperitoneum).
Palpasi : tidak adanya nyeri tekan abdomen kuadran I dan II diatas
umbilikus
Perkusi : tidak nyeri ketok (dengan cara memberikan ketokan pada sudut
kostavertebra, yaitu sudut yang dibentuk oleh kosta terakhir dengan tulang
vertebra)
E. Sistem Pencernaan-Eliminasi Alvi
Anamnesa : tidak ada keluhan

Mulut:

Inspeksi : mukosa bibir kering, tidak mengalami labio/palatoschiziz, gigi


lengkap, gusi tidak berdarah, tidak ada lesi/bengkak, maupun edema,

13
mukosa mulut bersih, tidak ada pembesaran kelenjar parotis

Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada rongga mulut

Lidah

Inspeksi : bentuk simetris, kebersihan baik

Palpasi : tidak ada oedema maupun nyeri tekan

Faring - Esofagus :

Inspeksi : tonsil tidak mengalami kemerahan maupun pembengkakan

Palpasi : tidak ada pembesaran kelenjar

Abdomen (dibagi menjadi 4 kuadran)

Inspeksi: tidak ada pembesaran yang abnormal, tidak ada bekas luka
Auskultasi : peristaltik usus normal
Perkusi : tymphani
Palpasi :

Kuadran I:

Hepar tidak mengalami hepatomegali, nyeri tekan, maupun shifting


dullness

Kuadran II:

Gaster tidak ada nyeri tekan

Lien tidak mengalami splenomegali

Kuadran III:

Tidak ada massa maupun nyeri tekan

Kuadran IV:

14
Tidak ada nyeri tekan pada titik Mc Burney

F. Sistem Muskuloskeletal & Integumen


Anamnese : pasien merasa parestesia (kekakuan pada tangan & lengan)

Kekuatan otot : 3 3

4 4
Fraktur

Inspeksi : tidak mengalami deformitas

Perpindahan : tidak mengalami kekakuan (Stiffness)

Lesi kulit :tidak ada lesi pada kulit

G. Sistem Endokrin dan Eksokrin


Anamnesa :tidak ada keluhan pada sistem endokrin dan eksokrin

Kepala :
Inspeksi : distribusi rambut baik, ketebalan normal, tidak mengalami
kerontokan ( hirsutisme), tidak mengalami alopesia (botak)
Leher
Inspeksi : bentuk normal, tidak ada pembesaran kelenjar thyroid,
maupun terjadi perubahan warna
Palpasi : tidak ada pembesaran kelenjar thyroid maupun nyeri tekan
Payudara
Inspeksi : tidak ada pembesaran mamae
Genetalia :
Inspeksi : belum ditumbuhi rambut pubis, kebersihan baik

Ekstremitas bawah
Palpasi : piting oedem

15
3.5 DIAGNOSA
00026
NS. Kelebihan volume cairan
DIAGNOSIS : Domain : 2 nutrisi
(NANDA-I) Kelas : 5 hidrasi

Peningkatan retensi cairan isotonic


DEFINITION:

 Edema
 Gelisah
DEFINING  Ketidakseimbangan elektrolit
CHARACTERI  Oliguria
STICS  Azotemia

 Kelebihan Asupan Cairan


RELATED
FACTORS:

Subjective data entry Objective data entry


Pasien mengeluh badan terasa lemah, TTV :
banyak minum, banyak kencing, sering • Suhu : 370 C
SESSMENT
kencing malam, sakit kepala
• TD : 150/110 mmHg
AS

• Nadi : 80 x/menit
• RR : 20 x/menit

Ns. Diagnosis (Specify):


DIAGNOSIS

Client Kelebihan volume cairan


Diagnostic
Statement: Related to:
Kelebihan Asupan Cairan

3.6 INTERVENSI KEPERAWATAN


NIC NOC

16
Intervensi Aktifitas Outcome Indikator
Manajemen 1. Jaga intake / Keseimbangan Tekanan darah (3)
cairan asupan yang cairan Edema perifer (3)
Definisi : akurat dan catat Definisi: Kehausan(4)
Meningkatkan output (pasien) keseimbangan cairan Kram otot (3)
keseimbangan 2. Masukkan di dalam ruang
cairan dan kateter urin intraseluler dan
pencegahan 3. Monitor status ekstraseluler tubuh
komplikasi yg hidrasi
dihasilkan dari (misalnya
tingkat cairan membrane
tidak normal mukosa lembab ,
atau tidak denyut nadi
diinginkan adekuat , dan
tekanan darah
ortostatik)
4. Kaji lokasi dan
luasnya edema
jika ada
5. Monitor
tanda-tanda vital
6. Monitor
makanan / cairan
yang dikonsumsi
dan hitung
auspan kalori
harian
7. Monitor status
gizi

17
8. Konsultasikan
dangan dokter
jika tanda-tanda
dan gejala
kelebihan
volume cairan
menetap atau
memburuk

3.7 IMPLEMENTASI
Tanggal/
No No diagnose Tindakan Paraf
jam
1. Kelebihan volume Senin 4 1. Melakukan
cairanb.dhipernatremia april 2016 monitoring

18
sekunder terhadap (10:00) tanda-tanda vital
hiperaldosteronisme. pasien
2. Melakukan
pemasangan kateter
urine
3. Memonitor intake
/ asupan yang
akurat dan catat
output (pasien)
4. Kolaborasi dengan
dokter gizi dalam
pemberian Nutrisi
makanan dan minuman.

2. Kelebihan volume Selasa 5 1. Melakukan Monitor


cairan b.d April 2017 status hidrasi
hipernatremia (07:00) (misalnya membrane
sekunder terhadap mukosa lembab ,
hiperaldosteronisme denyut nadi adekuat ,
dan tekanan darah
ortostatik)
2. Melakukan Konsultasi
dangan dokter jika
tanda-tanda dan gejala
kelebihan volume
cairan menetap atau
memburuk

19
3.8 EVALUASI
Masalah keperawatan / Catatan Para
No Tanggal / jam
kolaborasi perkembangan f
1. Kelebihan volume cairan Senin 4 A pril S : Pasien mengeluh
b.dhipernatremia sekunder 2017 sakit kepala serta

20
terhadap kesemutan
hiperaldosteronisme O :Mengobservasi
• Suhu : 370 C
• TD:150/110
mmHg
• Nadi : 80x/menit
• RR : 20 x/menit
A : Masalah belum
teratasi
P : Lanjutkan
intervensi no 3,6,7

2. Selasa 4 A pril S: pasien


2017 mengatakan
kesemutan dan
nyeri kepala
sudah berkuran ,
intake dan out put
cairan sudah
mulai normal
O : Mengobservasi
TTV
S : 360C
N : 100 x/menit
RR : 26 x/menit
Peradangan
(sariawan) di
bibir, lidah serta
lapisan mukosa

21
pipi sudah mudah
berkurang
A :Masalah sudah
mulai terasai
P :lanjutkan
intervensi no 3
dan 6

22
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Hiperaldosteronisme merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan sekresi
aldosteron.Hiperaldosteron dapat dibagi menjadi primer dan
sekunder.Hiperaldosteron primer (sindroma Conn) dapat dikarenakan oleh adanya
tumor/neoplasma adrenokorteks yang meningkatkan sekresi aldosteron,
mekanisme pasti ini belum jelas.Pada hiperaldosteron sekunder, pelepasan
aldosteron terjadi sebagai respons atas pengaktifan system renin-angiotensin.
Hiperaldosternisme Sekunder dapat dijumpai pada keadaan di mana terjadi
respons terhadap perangsangan system rennin-angiotensin.Hiperaldosteronisme ini
sering dijumpai pada keadaan hipersekresi rennin primer akibat hyperplasia sel
jukstaglomerulus di ginjal.Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan peningkatan
aldosteron dan rennin dalam darah.Terapi hiperaldosteronisme sekunder dilakukan
dengan memperbaiki penyebab yang mendasari terangsangnya system
rennin-angiotensin.

Saran
Kami sebagai penyusun makalah menyadari akan keterbatasan kemampuan yang
kami miliki sehingga menyebabkan kekurangan dan ketidaksempurnaan dalam
menyusun makalah ini baik dari segi isi maupun materi, bahasa dan lain sebagainya.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun
untuk perbaikan-perbaikan selanjutnya agar makalah selanjutnya lebih baik.

23
DAFTAR PUSTAKA
Prawirohardjo, Sarwono, Dkk.2008.Ilmu Kandungan.Jakarta: P.T Bina Pustaka
Price, Sylvia Lorraine M, Wilson.2006.Patofisiologi Penyakit.Jakarta :EGC.
Aru, W. Suddoyo.2007.Ilmu Penyakit Dalam Penerbit Edisi 4 Jilid 1.Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai