1
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karunia dan
hidayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ASUHAN
KEPERAWAN IBU BERSALIN DENGAN HIV AIDS” Tidak lupa penyusun
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyusun
dalam menyelesaikan makalah ini.
Penyusun menyadari adanya banyak kekurangan dalam penulisan makalah
ini. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritik pembaca yang
membangun demi kesempurnaan dalam makalah ini.
Harapan penyusun agar makalah ini berguna dan dapat dimanfaatkan
sebagaimana mestinya, serta dapat menambah ilmu pengetahuan di bidang
perencanaan pembelajaran.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
JUDUL SAMPUL………………………………………………………………..i
KATA PENGANTAR…………………………………………………………...ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………….iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang………………………………………………………….1
1.2 Tujuan…………………………………………………………………..1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi...............................................................................................2
2.2 Etiologi...............................................................................................2
2.3 Patofisiologi........................................................................................3
2.4 Mekanisme Klinis...............................................................................4
2.5 WOC..................................................................................................5
2.6 Penatalaksanaa...................................................................................6
2.7 Pemeriksaan Penunjang…………………………………………….9
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
3.1Pengkajian………………………………………………………………..10
3.2 Diagnosa Keperawatan………………………………………………….19
3.3 Intervensi………………………………………………………………..19
3.4 Implementasi……………………………………………………………20
3.5 Evaluasi………………………………………………………………….20
BAB VI ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
4.1Pengkajian………………………………………………………………..21
4.2 Diagnosa Keperawatan………………………………………………….26
4.3 Intervensi………………………………………………………………...29
4.4 Implementasi…………………………………………………………….31
4.5 Evaluasi………………………………………………………………….34
BAB IV PENUTUP
5.1 Kesimpulan……………………………………………………………….35
5.2 Saran……………………………………………………………………...35
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami konsep pemahaman sebagai tenaga
perawat professional sehingga mampu memberikan asuhan keperawatan
sesuai dengan kompetensi dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan yang komprehensif yang mencakup bio, psiko, sosio, dan
spiritual.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mengetahui definisi Human Imunodeficiency Virus (HIV)
2. Mahasiswa mengetahui patofisiologi Human Imunodeficiency Virus
(HIV)
3. Mahasiswa mengetahui manifestasi klinis Human Imunodeficiency
Virus (HIV)
4. Mahasiswa mengetahui penatalaksanaan medis Human
Imunodeficiency Virus (HIV)
5. Mahasiswa mengetahui pemeriksaan penunjang Human
Imunodeficiency Virus (HIV)
6. Mahasiswa mengetahui asuhan keperawatan Human Imunodeficiency
Virus (HIV)
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang
sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang
salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah
putih tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker atau
penanda yang berada di permukaan sel limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4
dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit
yang seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia.
Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-
1500. Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada
orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun
(bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol) (KPA, 2007).
AIDS adalah singkatan dari acquired immunodeficiency syndrome dan
menggambarkan berbagai gejala dan infeksi yang terkait dengan menurunnya
sistem kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi virus HIV (Brooks, 2009). Virus
HIV ini akan menyerang sel-sel sistem imun manusia, yaitu sel T dan sel CD4
yang berperan dalam melawan infeksi dan penyakit dalam tubuh manusia. Virus
HIV akan menginvasi sel-sel ini, dan menggunakan mereka untuk mereplikasi
lalu menghancurkannya. Sehingga pada suatu tahap, tubuh manusia tidak dapat
lagi mengatasi infeksi akibat berkurangnya sel CD4 dan rentan terhadap berbagai
jenis penyakit lain. Seseorang didiagnosa mengalami AIDS apabila sistem
pertahanan tubuh terlalu lemah untuk melawan infeksi, di mana infeksi HIV pada
tahap lanjut (AVERT, 2011)
2.2 ETIOLOGI
Human Immunodeficiency Virus (HIV) dianggap sebagai virus penyebab
AIDS. Virus ini termaksuk dalam retrovirus anggota subfamili lentivirinae. Ciri
5
khas morfologi yang unik dari HIV adalah adanya nukleoid yang berbentuk silindris
dalam virion matur. Virus ini mengandung 3 gen yang dibutuhkan untuk replikasi
retrovirus yaitu gag, pol, env. Terdapat lebih dari 6 gen tambahan pengatur ekspresi
virus yang penting dalam patogenesis penyakit. Satu protein replikasi fase awal
yaitu protein Tat, berfungsi dalam transaktivasi dimana produk gen virus terlibat
dalam aktivasi transkripsional dari gen virus lainnya. Transaktivasi pada HIV
sangat efisien untuk menentukan virulensi dari infeksi HIV. Protein Rev dibutuhkan
untuk ekspresi protein struktural virus. Rev membantu keluarnya transkrip virus
yang terlepas dari nukleus. Protein Nef menginduksi produksi khemokin oleh
makrofag, yang dapat menginfeksi sel yang lain (Brooks, 2005).
2.3 PATOFISIOLOGI
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel
yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi
dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV
) menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian
virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut
dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel
lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang juga
dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan
sel yang terinfeksi.
Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan
melakukan pemograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk
membuat double-stranded DNA. DNA ini akan disatukan kedalam nukleus sel T4
sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang permanen. Enzim inilah
yang membuat sel T4 helper tidak dapat mengenali virus HIV sebagai antigen.
Sehingga keberadaan virus HIV didalam tubuh tidak dihancurkan oleh sel T4
helper. Kebalikannya, virus HIV yang menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari
sel T4 helper adalah mengenali antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang
memproduksi antibodi, menstimulasi limfosit T sitotoksit, memproduksi limfokin,
dan mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit. Kalau fungsi sel T4 helper
6
terganggu, mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan penyakit akan
memiliki kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan penyakit yang serius.
Dengan menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin
lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan
menurunnya fungsi sel T penolong. Seseorang yang terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala
(asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat
berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-
300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.
Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster
dan jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya
penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang
parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah
200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia
AIDS.
Menurut Komunitas AIDS Indonesia (2010), gejala klinis terdiri dari 2 gejala yaitu
gejala mayor (umum terjadi) dan gejala minor (tidak umum terjadi):
1. Gejala mayor:
a. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
d. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
e. Demensia/ HIV ensefalopati
2. Gejala minor:
a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan
b. Dermatitis generalisata
c. Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes zoster berulang
d. Kandidias orofaringeal
e. Herpes simpleks kronis progresif
f. Limfadenopati generalisata
7
g. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
h. Retinitis virus Sitomegalo
gejala klinis dari HIV/AIDS dibagi atas beberapa fase.
1. Fase awal
Pada awal infeksi, mungkin tidak akan ditemukan gejala dan tanda-tanda infeksi.
Tapi kadang-kadang ditemukan gejala mirip flu seperti demam, sakit kepala, sakit
tenggorokan, ruam dan pembengkakan kelenjar getah bening. Walaupun tidak
mempunyai gejala infeksi, penderita HIV/AIDS dapat menularkan virus kepada
orang lain.
2. Fase lanjut
Penderita akan tetap bebas dari gejala infeksi selama 8 atau 9 tahun atau lebih.
Tetapi seiring dengan perkembangan virus dan penghancuran sel imun tubuh,
penderita HIV/AIDS akan mulai memperlihatkan gejala yang kronis seperti
pembesaran kelenjar getah bening (sering merupakan gejala yang khas), diare, berat
badan menurun, demam, batuk dan pernafasan pendek.
3. Fase akhir
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah
terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir
pada penyakit yang disebut AIDS. Gejala Minor
Menurut Anthony (Fauci dan Lane, 2008), gejala klinis HIV/AIDS dapat
dibagikan mengikut fasenya.
1. Fase akut
Sekitar 50-70% penderita HIV/AIDS mengalami fase ini sekitar 3-6 minggu selepas
infeksi primer. Gejala-gejala yang biasanya timbul adalah demam, faringitis,
limpadenopati, sakit kepala, arthtalgia, letargi, malaise, anorexia, penurunan berat
badan, mual, muntah, diare, meningitis, ensefalitis, periferal neuropati, myelopathy,
mucocutaneous ulceration, dan erythematous maculopapular rash. Gejala-gejala
ini muncul bersama dengan ledakan plasma viremia. Tetapi demam, ruam kulit,
faringitis dan mialgia jarang terjadi jika seseorang itu diinfeksi melalui jarum suntik
8
narkoba daripada kontak seksual. Selepas beberapa minggu gejala-gajala ini akan
hilang akibat respon sistem imun terhadap virus HIV. Sebanyak 70% dari penderita
HIV akan mengalami limfadenopati dalam fase ini yang akan sembuh sendiri.
2. Fase asimptomatik
Fase ini berlaku sekitar 10 tahun jika tidak diobati. Pada fase ini virus HIV akan
bereplikasi secara aktif dan progresif. Tingkat pengembangan penyakit secara
langsung berkorelasi dengan tingkat RNA virus HIV. 3. Fase simptomatik
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah
terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir
pada penyakit yang disebut AIDS.
9
2.5 WOC
10
materi turunan kedalam sel–sel. Obat–obatan NNRTI termasuk: Nevirapine,
delavirdine (Rescripta), efavirenza (Sustiva).
c. Protease Inhibitors (PI) mengtargetkan protein protease HIV dan menahannya
sehingga suatu virus baru tidak dapat berkumpul pada sel tuan rumah dan
dilepaskan.
2. Pencegahan perpindahan dari ibu ke anak (PMTCT): seorang wanita yang
mengidap HIV(+) dapatmenularkan HIV kepada bayinya selama masa kehamilan,
persalinan dan masa menyusui. Dalam ketidakhadiran dari intervensi pencegahan,
kemungkinan bahwa bayi dari seorang wanita yang mengidap HIV(+) akan
terinfeksi kira–kira 25%–35%. Dua pilihan pengobatan tersedia untuk mengurangi
penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak. Obat–obatan tersebut adalah:
a. Ziduvidine (AZT) dapat diberikan sebagai suatu rangkaian panjang dari 14–28
minggu selama masa kehamilan. Studi menunjukkan bahwa hal ini menurunkan
angka penularan mendekati 67%. Suatu rangkaian pendek dimulai pada kehamilan
terlambat sekitar 36 minggu menjadi 50% penurunan. Suatu rangkaian pendek
dimulai pada masa persalinan sekitas 38%. Beberapa studi telah menyelidiki
pengunaan dari Ziduvidine (AZT) dalam kombinasi dengan Lamivudine (3TC)
b. Nevirapine: diberikan dalam dosis tunggal kepada ibu dalam masa persalinan
dan satu dosis tunggal kepada bayi pada sekitar 2–3 hari. Diperkirakan bahwa dosis
tersebut dapat menurunkan penularan HIV sekitar 47%. Nevirapine hanya
digunakan pada ibu dengan membawa satu tablet kerumah ketika masa persalinan
tiba, sementara bayi tersebut harus diberikan satu dosis dalam 3 hari.
3. Post–exposure prophylaxis (PEP) adalah sebuah program dari beberapa obat
antiviral, yang dikonsumsi beberapa kali setiap harinya, paling kurang 30 hari,
untuk mencegah seseorang menjadi terinfeksi dengan HIV sesudah terinfeksi, baik
melalui serangan seksual maupun terinfeksi occupational. Dihubungankan dengan
permulaan pengunaan dari PEP, maka suatu pengujian HIV harus dijalani untuk
menetapkan status orang yang bersangkutan. Informasi dan bimbingan perlu
diberikan untuk memungkinkan orang tersebut mengerti obat–obatan, keperluan
untuk mentaati, kebutuhan untuk mempraktekan hubungan seks yang aman dan
memperbaharui pengujian HIV. Antiretrovirals direkomendasikan untuk PEP
termasuk AZT dan 3TC yang digunakan dalam kombinasi. CDC telah
11
memperingatkan mengenai pengunaan dari Nevirapine sebagai bagian dari PEP
yang berhutang pada bahaya akan kerusakan pada hati. Sesudah terkena infeksi
yang potensial ke HIV, pengobatan PEP perlu dimulai sekurangnya selama 72 jam,
sekalipun terdapat bukti untuk mengusulkan bahwa lebih awal seseorang memulai
pengobatan, maka keuntungannya pun akan menjadi lebih besar. PEP tidak
merekomendasikan proses terinfeksi secara biasa ke HIV/AIDS sebagaimana hal
ini tidak efektif 100%; hal tersebut dapat memberikan efek samping yang hebat dan
mendorong perilaku seksual yang tidak aman.
4. Vaksin terhadap HIV dapat diberikan pada individu yang tidak terinfeksi untuk
mencegah baik infeksi maupun penyakit. Dipertimbangkan pula kemungkinan
pemberian vaksin HIV terapeutik, dimana seseorang yang terinfeksi HIV akan
diberi pengobatan untuk mendorong respon imun anti HIV, menurunkan jumlah
sel-sel yang terinfeksi virus, atau menunda onset AIDS. Namun perkembangan
vaksin sulit karena HIV cepat bermutasi, tidak diekspresi pada semua sel yang
terinfeksi dan tidak tersingkirkan secara sempurna oleh respon imun inang setelah
infeksi primer (Brooks, 2005).
5. Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik,
nasokomial, atau sepsis. Tindakan pengendalian infeksi yang aman untuk
mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus
dipertahankan bagi pasien di lingkungan perawatan kritis
2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jika seseorang terinfeksi, semakin cepat dia tahu lebih baik. Pasien dapat
tetap sehat lebih lama dengan pengobatan awal dan dapat melindungi orang lain
dengan mencegah transmisi. Tes-tes ini mendeteksi keberadaan virus dan protein
yang menghasilkan sistem kekebalan tubuh untuk melawan virus. Protein ini yang
dikenal sebagai antibodi, biasanya tidak terdeteksi sampai sekitar 3-6 minggu
setelah infeksi awal. Maka jika melakukan tes 3 hingga 6 minggu selepas paparan
akan memberi hasil tes yang negatif (Swierzewski, 2010).
Menurut University of California San Francisco (2011), ELISA (enzyme-
linked immunosorbent assay) adalah salah satu tes yang paling umum dilakukan
12
untuk menentukan apakah seseorang terinfeksi HIV. ELISA sensitif pada infeksi
HIV.
kronis, tetapi karena antibodi tidak diproduksi segera setelah infeksi,
maka hasil tes mungkin negatif selama beberapa minggu setelah infeksi. Walaupun
hasil tes negatif pada waktu jendela, seseorang itu mempunyai risiko yang tinggi
dalam menularkan infeksi. Jika hasil tes positif, akan dilakukan tes Western blot
sebagai konfirmasi. Tes Western blot adalah diagnosa definitif dalam mendiagnosa
HIV. Di mana protein virus ditampilkan oleh acrylamide gel electrophoresis,
dipindahkan ke kertas nitroselulosa, dan ia bereaksi dengan serum pasien. Jika
terdapat antibodi, maka ia akan berikatan dengan protein virus terutama dengan
protein gp41 dan p24. Kemudian ditambahkan antibodi yang berlabel secara
enzimatis terhadap IgG manusia. Reaksi warna mengungkapkan adanya antibodi
HIV dalam serum pasien yang telah terinfeksi (Shaw dan Mahoney, 2003) Tes
OraQuick adalah tes lain yang menggunakan sampel darah untuk mendiagnosis
infeksi HIV. Hasil tes ini dapat diperoleh dalam masa 20 menit. Hasil tes positif
harus dikonfirmasi dengan tes Western blot (MacCann, 2008).
Tes ELISA dan Western blot dapat mendeteksi antibodi terhadap virus,
manakala polymerase chain reaction (PCR) mendeteksi virus HIV. Tes ini dapat
mendeteksi HIV bahkan pada orang yang saat ini tidak memproduksi antibodi
terhadap virus. Secara khusus, PCR mendeteksi “proviral DNA”. HIV terdiri dari
bahan genetik yang dikenal RNA. Proviral DNA adalah salinan DNA dari RNA
virus. PCR digunakan untuk konfirmasi kehadiran HIV ketika ELISA dan Western
blot negatif; dalam beberapa minggu pertama setelah infeksi, sebelum antibodi
dapat dideteksi; jika hasil Western blot tidak tentu dan pada bayi baru lahir dimana
antibodi ibunya merumitkan tes lain (Swierzewski, 2010).
2.8 KOMPLIKASI
Komplikasi primer :
MCMD (Minor Cognitive Motor Disorder
Neurobiologi (meningitis, mylopati, neuropati )
Infeksi (toxoplasmosis, ensefalitis, cytomegalovirus/CMV
Leikoencepalopati multifoksl progresif (neoplasma dan delirium)
13
2.9 PENCEGAHAN
Menurut The National Women’s Health Information Center (2009), tiga
cara untuk pencegahan HIV/AIDS secara seksual adalah abstinence (A), artinya
tidak melakukan hubungan seks, be faithful (B), artinya dalam hubungan seksual
setia pada satu pasang yang juga setia padanya, penggunaan kondom (C) pada
setiap melakukan hubungan seks. Ketiga cara tersebut sering disingkat dengan
ABC.
Terdapat cara-cara yang efektif untuk motivasikan masyarakat dalam
mengamalkan hubungan seks aman termasuk pemasaran sosial, pendidikan dan
konseling kelompok kecil. Pendidikan seks untuk remaja dapat mengajarkan
mereka tentang hubungan seksual yang aman, dan seks aman. Pemakaian kondom
yang konsisten dan betul dapat mencegah transmisi HIV (UNAIDS, 2000).
Bagi pengguna narkoba harus mengambil langkah-langkah tertentu untuk
mengurangi risiko tertular HIV, yaitu beralih dari NAPZA yang harus disuntikkan
ke yang dapat diminum secara oral, jangan gunakan atau secara bergantian
menggunakan semprit, air atau alat untuk menyiapkan NAPZA, selalu gunakan
jarum suntik atau semprit baru yang sekali pakai atau jarum yang secara tepat
disterilkan sebelum digunakan kembali, ketika mempersiapkan NAPZA, gunakan
air yang steril atau air bersih dan gunakan kapas pembersih beralkohol untuk
bersihkan tempat suntik sebelum disuntik (Watters dan Guydish, 1994).
Bagi seorang ibu yang terinfeksi HIV bisa menularkan virus tersebut
kepada bayinya ketika masih dalam kandungan, melahirkan atau menyusui.
Seorang ibu dapat mengambil pengobatan antiviral ketika trimester III yang dapat
menghambat transmisi virus dari ibu ke bayi. Seterusnya ketika melahirkan, obat
antiviral diberi kepada ibu dan anak untuk mengurangkan risiko transmisi HIV yang
bisa berlaku ketika proses partus. Selain itu, seorang ibu dengan HIV akan
direkomendasikan untuk memberi susu formula karena virus ini dapat ditransmisi
melalui ASI ( The Nemours Foundation, 1995).
Para pekerja kesehatan hendaknya mengikuti Kewaspadaan Universal
(Universal Precaution) yang meliputi, cara penanganan dan pembuangan barang-
barang tajam , mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah
14
dilakukannya semua prosedur, menggunakan alat pelindung seperti sarung tangan,
celemek, jubah, masker dan kacamata pelindung (goggles) saat harus bersentuhan
langsung dengan darah dan cairan tubuh lainnya, melakukan desinfeksi instrumen
kerja dan peralatan yang terkontaminasi dan penanganan seprei kotor/bernoda
secara tepat.Selain itu, darah dan cairan tubuh lain dari semua orang harus dianggap
telah terinfeksi dengan HIV, tanpa memandang apakah status orang tersebut baru
diduga atau sudah diketahui status HIV-nya (Komisi Penanggulangan AIDS, 2010-
2011).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
3.1 Identitas Klien
Nama, No. Reg , Umur, Tgl. MRS(Jam), Jenis Kelamin, Diagnosis
medis, Suku/Bangsa, Tgl Pengkajian (Jam), Agama, Pekerjaan,
Pendidikan, Alamat
1.2 Riwayat Keperawatan (Nursing History)
1. Keluhan utama :
Singkat dan jelas, 2 atau 3 kata yang merupakan keluhan yang membuat
pasien meminta bantuan kesehatan.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Merupakan penjelasan dari permulaan klien merasakan keluhan sampai
di bawa ke pelayanan kesehatan.
3. Riwayat Kesehatan Terdahulu
Penyakit berat yang pernah diderita, Obat-obat yang biasa dikonsumsi
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Penyakit yang dialami satu anggota keluarga, bila merupakan penyakit
keturunan, mengkaji 3 generasi ke atas
5. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Khusus untuk penyakit infeksi/ penyakit yang disebabkan oleh kondisi
lingkungan. Identifikasi lingkungan rumah/ keluarga, pekerjaan atau
hobi klien ( yang berhubungan dengan penyakit klien)
15
a. Tanda-tanda Vital
S : ..°C, N : .. x/menit, TD : ../.. mmHg, TB : ..cm, BB : …. Kg
b. PEMERIKSAAN PER SISTEM
A. Sistem Pernapasan
Anamnesa :
Karakteristik batuk (batuk produktif dan non produktif, serangan batuk
kuat dan hebat), karakteristik sputum (warna, konsistensi, bau),
pengobatan yang sudah dilakukan, sesak nafas, nyeri dada (PQRST),
demam, kelemahan, berkeringat pada malam hari.
Hidung:
16
Inspeksi : kemerahan, oedem / tanda-tanda infeksi, pseudomembran
Area dada:
ronkhi, wheezing, stridor, pleural friction rub, crakcles.
B. Cardiovaskuler Dan Limfe
Anamnesa: nyeri dada (PQRST), sesak saat istirahat/beraktivitas,
perubahan berat badan
Wajah
Inspeksi : sembab, pucat, oedem periorbital, sianosis, pembuluh darah
mata pecah, konjungtiva pucat/tidak.
Leher
Inspeksi : bendungan vena jugularis
Palpasi : nilai JVP untuk melihat fungsi atrium dan ventrikel kanan.
Dada
Inspeksi : Pulsasi dada, ictus cordis, bentuk dada sinistra
cembung/cekung.
Palpasi : letak ictus
Perkusi : batas jantung dengan adanya bunyi redup, apakah terjadi
pelebaran atau pengecilan
Auskultasi : bunyi jantung normal atau ada kelainan bunyi
Ekstrimitas Atas
Inspeksi : sianosis, clubbing finger
Palpasi : CRT, suhu akral
Ekstrimitas Bawah
Inspeksi : sianosis, clubbing finger, oedem
Palpasi : CRT, pulsasi arteri (iliaka, femoralis, dorsalis pedis), suhu akral,
pitting oedem
C. Persyarafan
Anamnesis : nyeri hilang keseimbangan, mual muntah, perubahan
berbicara, tremor, parastesia, anasthesia, parese, paralisis, koordinasi
antar anggota badan, reaksi terhadap
D. Perkemihan-Eliminasi Uri
17
Anamnesa
Nyeri saat miksi / disuria (PQRST), menggigil /panas tubuh, saat BAK
mengejan, inkontinensia urine (ketidakmampuan seseorang untuk
menahan urin yang keluar dari buli-buli baik disadari maupun tidak
disadari), poliuria (banyak kencing > 1500 cc/24 jam), anuria (jumlah
urin < 200 ml/24 jam), oliguri (jumlah urin 600 ml/24 jam), skrotum
membesar, karakteristik urin (jumlah, warna, bau), gatal, nafas berbau
amoniak/ureum, nokturi (sering kencing pada malam hari). Urgensi (rasa
sangat ingin kencing sehingga terasa sakit), hesitansi (sulit untuk
memulai kencing, sehingga untuk memulai kencing kadang-kadang
harus mengejan), terminal dribbling ( masih didapatkannya tetesan-
tetesan urin pada akhir miksi), intermitensi ( terputus-putusnya pancaran
urin pada saat miksi), residual urine (masih terasa ada sisa urine yang
belum tuntas setelah miksi), retensi urine (ketidakmampuan buli-buli
untuk mengeluarkan urin yang telah melampaui batas kapasitas
maksimalnya), polakisuri (frekuensi kencing yang lebih sering dari
biasanya), disuria (perasaan nyeri saat kencing), enuresis/ ngompol (
keluarnya urin secara tidak dasadari pada saat tidur), chiluria ( urin yang
berwarna putih seperti cairan limfe)
Genetalia eksterna :
Laki-Laki :
Penis
Inspeksi : tumor penis, warna kemerahan, kebersihan, adanya luka atau
trauma
Palpasi : nyeri tekan
Scrotum
Inspeksi : pembesaran, luka /trauma, tanda infeksi, kebersihan.
Palpasi : nyeri tekan, benjolan
Perempuan :
Genetalia eksterna
Inspeksi : odema, kemerahan, tanda–tanda infeksi, kebersihan,
luka/trauma.
18
Palpasi : benjolan, nyeri tekan.
Kandung kemih:
Inspeksi : adanya massa/ benjolan, jaringan parut, pembesaran kandung
kemih
Palpasi : adanya nyeri tekan, teraba massa
E. Sistem Pencernaan-Eliminasi Alvi
Anamnesa
Nafsu makan, pola makan klien, porsi makan dan jumlah minum per hari,
alergi terhadap makan, keluhan mual muntah, nyeri tenggorokan, telan,
melakukan diet, disfagia, riwayat penggunaan pencahar. Jika ada keluhan
nyeri perut dijelaskan secara PQRST. Gangguan defekasi (diare,
konstipasi/obstipasi), nyeri BAB, pola BAB, karakteristik feses meliputi
bentuk/konsistensi, bau, warna, darah, lendir dalam feses, flatus,
hemorroid, perubahan BB
Mulut:
Inspeksi : mukosa bibir, labio/palatoschiziz, adanya perdarahan,
lesi/bengkak, edema, stomatitis, kebersihan. Produksi saliva
Palpasi : nyeri tekan pada rongga mulut, massa
Lidah
Inspeksi : Posisi, warna dan bentuk, simetris, kebersihan, warna
19
Hepar hepatomegali, nyeri tekan, shifting dullness
Kuadran II:
Gaster nyeri tekan abdomen, distensi abdomen
Lien splenomegali
Kuadran III:
Massa (skibala, tumor), nyeri tekan
Kuadran IV:
Nyeri tekan pada titik Mc Burney
F. Sistem Muskuloskeletal & Integumen
Anamnese : Adakah nyeri, kelemahan extremitas, Cara berjalan,
Bentuk tulang belakang
Warna kulit
panas/nyeri, icterus, kering, mengelupas, bersisik (di sela-sela jari
kaki/tangan)
Kekuatan otot :
Keterangan:
0: Tidak ada kontraksi
1: Kontaksi (gerakan minimal)
2: Gerakan aktif namun tidak dapat melawan gravitasi
3: Gerakan aktif, dapat melawan gravitasi
4: Gerakan aktif,dapat melawan gravitasi serta mampu menahan tahanan
ringan
5: Gerakan aktif,dapat melawan gravitasi serta mampu menahan tahanan
penuh
Luka :
Inspeksi : adanya tanda radang, warna (merah/vaskularisasi baik,
kuning/peradangan, hitam/nekrosis), karakteristik (kedalaman, luas,
jenis cairan yang kluar)
Palpasi : warna cairan yang keluar (luka jahitan), suhu (panas,dingin)
20
Menanyakan bagaimana riwayat nutrisi dan eleminasi (3P : Poliuria,
polifagia, polidipsia), lemah, kejang/kram, adanya disfungsi gonad
(kemampuan ereksi, dispareunia, pruritus), pandangan kabur, perubahan
berat badan dan tinggi badan, kesulitan menelan, berkeringat, tremor, hot
flushes (panas pada wajah)
Kepala :
Inspeksi : distribusi rambut, ketebalan, kerontokan ( hirsutisme),
alopesia (botak)
Leher
Inspeksi : bentuk, pembesaran kelenjar thyroid, perubahan warna
Palpasi : pembesaran kelenjar (thyroid, parathyroid), nyeri tekan
Genetalia :
Inspeksi : Rambut pubis ( distribusi, ketebalan, kerontokan),
kebersihan, pengeluaran (darah, cairan, lendir).
Palpasi : adakah benjolan
Ekstremitas bawah
Palpasi : edema non pitting
H. Sistem Reproduksi
Axilla :
Inspeksi : tampak /tidak adanya benjolan abnormal,
Palpasi : teraba/ tidak benjolan abnormal
Abdomen:
Inspeksi : pembesaran abdomen , luka post SC
Palpasi : pembesaran (kontur, ukuran), adakah massa.
Perempuan:
Genetalia :
Inspeksi : kebersihan,odema, varices, benjolan, pengeluaran (darah,
cairan, lendir), adakah tanda-tanda infeksi.
Palpasi : adakah benjolan/ massa dan nyeri tekan.
Laki-laki :
21
Genetalia :
Inspeksi : kebersihan,odema, benjolan, pengeluaran (darah, cairan,
lendir), turunnya testis, luka/keadaan luka. Priapismus
Palpasi: adakah benjolan
I. Persepsi sensori :
Anamnesa : tanyakan pada klien Apakah ada nyeri yang dirasakan pada
mata, Keluhan penurunan tajam penglihatan, Keluhan mata berkunang-
kunang, kabur, penglihatan ganda ( diplopia )., Keluhan mata berair,
gatal, kering, adanya benda asing dalam mata
Tinnitus (berdenging), penurunan pendengaran, terasa penuh pada
telinga, nyeri.
Mata
Inspeksi :
Kesimetrisan mata, bentuk mata, lesi Papelbra ( ukuran, bentuk, warna,
cairan yang keluar ), Bulu mata (pnyebaran, posisi masuk :Enteropion,
keluar :ksteropion), produksi air mata.
Kornea : Normal berkilau, transparan
Iris dan pupil :warna iris dan ukuran, uji reflek cahaya pada pupil
Lensa : Normal jernih dan transparan, pada org tua kdg ada cincin putih
seputar iris
Sclera ; warna ( putih, ikterik)
Palpasi:
Teraba lunak/ keras, nyeri dan pembengkakan kelopak mata, palpasi
kantong lakrimal, Penciuman (Hidung) :
Palpasi: Sinus (maksilaris, frontalis, etmoidalis, sfenoidalis),
Palpasi : ( nyeri/ tidak),Pembengkakan, Deformitas
Perkusi : pada regio frontalis sinus frontalis dan fossa kanina kita lakukan
apabila palpasi pada keduanya menimbulkan reaksi hebat
3.2 Diagnosa Keperawatan
1.Resiko infeksi
2.Nyeri berhubungan dengan luka jaringan
3.3 Intervensi
22
Intervensi keperawatan adalah tindakan yang dirancang untuk
membantu klien dalam beralih dari tingkat kesehatan saat ini ke tingkat
yang diinginkan dalam hasil yang diharapkan (Gordon, 1994). Intervensi
keperawatan adalah semua tindakan asuhan yang perawat lakukan atas
nama klien (McCloskey & Bulechek, 1994).
Tahap perencanaan dapat disebut sebagai inti atau pokok dari proses
keperawatan sebab perencanaan merupakan keputusan awal yang
memberi arah bagi tujuan yang ingin dicapai, hal yang akan dilakukan,
termasuk bagaimana, kapan, dan siapa yang akan melakukan tindakan
keperawatan. Karenanya, dalam menyusun rencana tindakan
keperawatan untuk klien, keluarga dan orang terdekat perlu dilibatkan
secara maksimal.
Tujuan dari intervensi (perencanaan) :
1. Sebagai alat komunikasi antara sesama perawat dan tim kesehatan
lainnya
2. Meningkatkan kesinambungan asuhan keperawatan bagi klien
3. Serta mendokumentasikan proses dan kriteria hasil asuhan
keperawatan yang ingin dicapai
Unsur terpenting pada tahap perencanaan ini adalah membuat prioritas
urutan diagnosis keperawatan, merumuskan tujuan, merumuskan kriteria
evaluasi dan merumuskan intervensi keperawatan.
3.4 Implementasi
Pelaksanaan adalah penerapan tindakan-tindakan perawatan yang
telah direncanakan. Pada tahap pelaksanaan yang dilakukan adalah
melakukan tindakan-tindakan keperawatan yang telah direncanakan dan
dilanjutkan dengan pendokumentasian semua tindakan yang telah
dilakukan beserta hasil-hasilnya. Beberapa petunjuk pada pelaksanaan
adalah sebagai berikut :
a. Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan
validasi.
b. Keterampilan interpersonal, intelektual, teknikal, dilakukan dengan
cermat dan efisien pada situasi yang tepat.
c. Keamanan fisik dan psikologis dilindungi.
23
d. Dokumentasi intervensi dan respons klien.
Setelah pelaksanaan selesai, dilakukan dokumentasi intervensi secara
tertulis pada catatan keperawatan dan proses keperawatan
3.5 Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan adalah tahap akhir proses
keperawatan yang bertujuan untuk menilai hasil akhir dari keseluruhan
tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Tahap evaluasi merupakan
indikator keberhasilan dalam penggunaan proses keperawatan. Evaluasi
terdiri dari dua bagian yaitu :
a. Tinjauan laporan klien harus mencakup riwayat perawatan, kartu
catatan, hasil-hasil tes dan semua laporan observasi.
b. Pengkajian kembali terhadap klien berdasarkan pada tujuan kriteria
yang diukur dan mencakup reaksi klien terhadap lingkungan yang
dilakukan. Reaksi klien secara fisiologis dapat diukur dengan kriteria
seperti mengukur tekanan darah, suhu dan lain – lain.
24
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN
Contoh kasus :
PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Nama : Ny.A
Umur : 30 Tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
a. Keluhan Utama :
25
b. Riwayat Penyakit Sekarang
PEMERIKSAAN FISIK
RR = 24x/mnt,
TD = 140/120mmHg,
Nadi = 102 x/mnt,
Suhu = 37,4 oC
f. Pemeriksaan Per Sistem
a. Sistem Pernapasan
26
Palpasi : (-) nyeri tekan bagian kanan
Perkusi : sonor pada daerah dada
Auskultasi : terdapat suara nafas tambahan
Wajah
Inspeksi : simetris, sclera normal tidak nampak ikterik,
Leher
Inspeksi : tidak ada bendungan vena jugularis
Palpasi : irama denyutan arteri carotis communis normal, tidak
ada bendungan vena jugularis.
Dada
Inspeksi : dada terlihat simetris,
Palpasi : letak ictus kordis ( ICS 5, 1 cm medial dari garis
midklavikula sinistra)
Perkusi : tidak ada tanda - tanda bunyi redup.
Auskultasi : bunyi jantung normal ( BJ 1 dan BJ 2 tunggal )
c. Persyarafan
27
7. Nervus VII facialis
Klien dapat membedakan rasa asin dan manis, bentuk
wajah simetris
8. Nervus VIII auditorius/akustikus
Fungsi pendengaran baik
9. Nervus IX glosoparingeal
Reflek menelan klien baik dan dapat membedakan rasa pahit
10. Nervus X vagus
normal
11. Nervus XI aksesorius
Adanya kelemahan
12. Nervus XII hypoglosal/hipoglosum
Bentuk lidah simetris, klien mampu menjulurkan lidah dan
menggerakkannya ke segala arah
28
Palpasi :ada nyeri tekan
Ginjal
Palpasi :ada nyeri tekan
29
5 5
Kekuatan otot
5 5
Kepala
Leher
h. Sistem reproduksi
i. Persepsi sensori
30
Anamnesa :Tidak ada penurunan tajam penglihatan, mata tidak
kabur, tidak ada keluhan tinnitus (berdenging) dan tidak ada
penurunan pendengaran.
Mata
Inspeksi : bentuk simetris, kornea normal, warna iris hitam, lensa
normal jernih, sklera putih
Palpasi : tidak ada nyeri dan tidak ada pembengkakan kelopak
mata
Telinga
Inspeksi : bentuk simetris, bersih, tidak ada serumen
Palpasi : tidak ada oedem dan tidak ada nyeri tekan
Penciuman-(hidung)
Palpasi : tidak ada pembengkakan dan tidak ada nyeri saat palpasi
fosa kanina
Perkusi : tidak ada reaksi hebat pada regio frontalis, sinus frontalis
dan fosa kanina
31
Adanya tanda tanda Infeksi
32
4.3 Intervensi Keperawatan
Intervensi Keperawatan
Inisial : Ny. A
NIC NOC
Intervensi Aktivitas Outcome Indicator
Perawatan Action : status material :intra 1.koping ketidaknyaanan
intrapartum Amati dengan partum. kehamilan (4)
:Risiko tinggi seksama ada Def :sejauhmana 2. intensitas kontraksi uterus (4)
33
anastesi
perlengkapan
resusitasi
neunatus forsep
(misalnya,cunam)
dan penghangat
bayi tambahan
Colaboration:
Komunikasi
perubahan status
ibu dan janin
kepada dokter
primer dengan
tepat.beritahu
dokter primer
akan (jika
terdapat) tanda
taanda kelainan
pada ibu atau
jaantung janin
Education:
Informasikan
pasien dan orang
terdekatmengenai
prosedur dan
personil
tambahan untuk
antisipasi selama
proses kelahiran
34
1.4 Implementasi Keperawatan
35
4.5 Evaluasi Keperawatan
Tgl/Jam Diagnosa Catatan Perkembagan Paraf
P: lanjutkan intervensi
A: masalah teratasi
P:lanjutkan intervensi
36
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang
sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS merupakan penyakit
yang menyerang auto imun yang terjadi karena Sel darah putih tersebut terutama limfosit
yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel
limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan
berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam
mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia.
4.2. Saran
Kesehatan adalah harta yang paling penting dalam kehidupan kita, maka dari
itu selayaknya kita menjaga kesehatan dari kerusakan dan penyakit. Dengan cara pola
hidup yang sehat dapat mencegah penyakit Atrium Septal Defect, hidup terasa lebih
nyaman dan indah dengan melakukan pencegahan terhadap penyakit anemia dari pada kita
sudah terkena dampaknya.
37